Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan merupakan perubahan dalam ukuran besar atau dalam artian
suatu perubahan yang diukur dengan satuan m untuk panjang dan kg untuk
berat sedangkan perkembangan merupakan suatu perubahan yang tidak
dapat diukur atau dalam artian suatu perubahan yang lebih mengacu
terhadap suatu kualitas. Ibu hamil selalu mengalami pertumbuhan dan
perkembangan, begitu juga saat bayi itu telah lahir. Bayi tersebut akan
mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Ada beberapa teori yang
menjelaskan mengenai tahapan tahapan perkembangan bagi bayi. Teori
tersebut yaitu teori Freud, Ericson, Sullivan, Kohlerberg, dan Piaget. Dari
teori-teori tersebut menjelaskan tahapan tahapan perkembangan tiap-tiap
usia. Pada bayi juga memiliki struktur pertumbuhan tersendiri, dan
pertumbuhan dan perkembangan bayi merupakan sesuatu yang unik. Dan
pada umumnya apabila bayi saat mengalami hospitalisasi, ia akan
merasakan dampak dari hospitalisasi tersebut. Dampak tersebut dapat
ditentukan pula oleh sikap perawat salah satunya komunikasi perawat
dengan bayi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian bayi?
2. Apakah pengertian dari pertumbuhan?
3. Apakah pengertian dari perkembangan?
4. Bagaimanakah teori-teori perkembangan pada bayi usia 0-12
bulan?
5. Bagimanakah struktur pertumbuhan pada bayi dengan usia 0-12
bulan?
6. Apakah pengertian dari hospitalisasi?
7. Bagaimanakah cara untuk memaksimalkan perkembangan bayi
usia 0-12 bulan sebagai dampak hospitalisasi?

1
8. Bagaimanakah cara berkomunikasi yang baik dengan bayi yang
berusia 0-12 bulan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari bayi
2. Untuk mengetahui pengertian pertumbuhan
3. Untuk mengetahui pengertian perkembangan
4. Untuk mengrtahui teori-teori perkembangan pada bayi usia 0-12
bulan
5. Untuk mengetahui struktur pertumbuhan pada bayi usia 0-12 bulan
6. Untuk mengetahui pengertian hospitalisasi
7. Untuk mengetahui cara memaksimalkan perkembangan bayi usia
0-12 bulan sebagia dampak dari hospitalisasi
8. Untuk mengetahui cara berkomunikasi yang baik dengan bayi usia
0-12 bulan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Bayi


Menurut Sheila Kitzinger, bayi merupakan suatu pribadi yang unik yang
akan mengundang rasa ingin tahu. Bayi merupakan suatu tahap
perkembangan manusia setelah dilahirkan (Widya Ayu Puspita). Bayi
adalah anak dengan rentang usia 0-12 bulan. Masa bayi merupakan bulan
pertama kehidupan kritis karena bayi akan mengalami adaptasi terhadap
lingkungan, perubahan sirkulasi darah, serta organ-organ tubuh mulai
berfungsi, dan pada usia 29 hari sampai 12 bulan, bayi akan mengalami
pertumbuhan yang sanagt cepat (Perry & Potter 2005).

2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan


2.1.1 Pengertian pertumbuhan dan perkembangan
Pertumbuhan (growth) merupakan masalah perubahan dalam ukuran
besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu
yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram. Kilogram), ukuran
panjang (Cm, Meter). Sedangkan perkembangan (development)
merupakan bertambahnya kemampuan (skill/keterampilan) dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.
Dari dua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan
mempunyai dampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan
berkaitan dengan pematangan fungsi sel atau organ tubuh individu,
keduanya tidak bisa terpisahkan.

3
2.2.2 Teori-teori perkembangan bayi usia 0-12 bulan
a. Teori perkembangan bayi usia 0-12 bulan menurut Freud

Pada tahun 1896 Sigmund Freud menyampaikan teori tentang


Psikoanlisis, yang menekankam pengalaman masa bayi dan anak-anak
yang mempunyai pengaruh dalam menentukan perkembangan
kepribadian dan tingkah laku orang dewasa.
Menurut Freud, pada bayi usia 0-12 bulan termasuk kedalam fase
infantile yaitu pada fase oral dimana bayi memiliki keinginan untuk
mencoba segala yang ada disekitarnya dan dimasukkan ke dalam
mulutnya. Dari hal tersebut, maka dapat dikatakan psikoseksual bayi
bayi yaitu mulut, ketika seorang bayi lahir alat yang paling
memberikan kenikmatan adalah mulutnya yang dapat berhubungan
dengan payudara sang ibu dalam menerima ASI.

b. Teori perkembangan bayi usia 0-12 bulan menurut Ericson


Erik Erikson (1902 – 1994 : 1), tahap-tahap perkembangan
manusia dari lahir sampai mati dipengaruhi oleh interaksi sosial
dan budaya antara masyarakat terhadap perkembangan
kepribadian. Perkembangan psikologis dihasilkan dari interaksi
antara proses-proses maturasional atau kebutuhan biologis dengan
tuntutan masyarakat dan kekuatan-kekuatan sosial yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari. Erikson membahas perkembangan
psikologis disepanjang kehidupan manusia dan bukan antar masa
bayi dan remaja. Erikson membagi berbagai fase-fase
perkembangan salah satunya yaitu fase bayi yang berusia 0-12
bulan, yaitu dimana fase ini bayi hanya memasukkan
(incorporation), bukan hanya melalui mulut (menelan) akan tetapi
juga bisa dari semua indera. Tahap sensori oral ditandai oleh dua
jenis inkorporasi : mendapat (receiving) dan menerima (accepting).
Tahun pertama kehidupannya, bayi memakai sebagian besar
waktunya untuk makan, eliminasi (buang kotoran), dan tidur.
Ketika ia menyadari ibu akan memberi makan/minum secara

4
teratur, mereka belajar dan memperoleh kualitas ego atau identitas
ego yang pertama, perasaan kepercayaan dasar (basic trust). Bayi
harus mengalami rasa lapar, haus, nyeri, dan ketidaknyamanan
lain, dan kemudian mengalami perbaikan atau hilangnya kondisi
yang tidak menyenangkan itu. Dari peristiwa itu bayi akan belajar
mengharap bahwa hal yang menyakitkan ke depan bisa berubah
menjadi menyenangkan.

c. Teori perkembangan bayi usia 0-12 bulan menurut Sullivan


Harry Stack Sullivan (1892-1949) memandang bahwa perkembangan
manusia sebagian besar dibentuk oleh kejadian-kejadian eksternal,
terutama oleh interaksi sosial. Setiap fase perkembangan ditandai oleh
kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain tertentu. Kualitas
interaksi tersebut mempengaruhi kepribadian seseorang. Tahapan
perkembangan menurut Sullivan yaitu bahwa perkembangan
kepribadian individu melalui 6 tahap sebelum mencapai maturitas,
salah satu tahapannya yaitu pada fase bayi. Fase ini berlangsung sejak
bayi dilahirkan sampai dengan saat belajar berbicara. Organ utama
untuk berinteraksi antara bayi dan lingkungan adalah oral.
Lingkungan yang menjadi perhatian bayi adalah benda yang
menyediakan makanan pada saat lapar, seperti putting susu ibu atau
dot.
Ciri khas tahap ini, yaitu:
 Pengembangan konsepsi tentang puting susu
 Timbulnya rasa apatis dan pelepasan diri dengan cara
mengantuk.
 Timbulnya personifikasi tentang ibu yang baik, buruk, cemas,
menolak, menerima dan memberi kepuasan.
 Timbulnya pengalaman belajar dan dasar pembentukan sistem
konsep diri.
 Dapat membedakan tubuh bayi sendiri, mengisap ibu jari
untuk melepaskan ketergantungan terhadap ibu.

5
 Belajar melakukan gerak terkoordinasi, seperti: tangan dan
mulut, tangan dan mata, serta telinga dan suara.
 Tugas perkembangan yang penting di sini adalah terpenuhinya
kebutuhan rasa aman sebagai dasar untuk mengembangkan
kepercayaan yang bernilai.

d. Teori perkembangan bayi usia 0-12 bulan menurut Jean


Piaget
Teori piaget adalah teori umum yang menyatukan bagaimana
biologi dan pengalaman membentuk perkembangan kognitif.
Menurut Piaget, tahapan perkembangan pada bayi usia 0-12
bulan melampui perkembangan yang melalui empat tahap
dalam memahami dunia. Masing-masing tahap terkait dengan
usia dan terdiri dari cara berpikir yang berbeda.

Piaget membagi tahap sensoris – motorik menjadi enam


subtahap, yaitu :
a. Reflex sederhana (simple reflex) – ( lahir – 1 bulan )
Dalam subtahap ini bayi baru lahir mulai berlatih
mengendalikan reflek – reflek yang mereka bawa sejak lahir,
melibatkan diri dalam tingkah laku walaupun stimulus
normalnya tidak hadir, seperti rooting (memalingkan muka
bila pipinya disentuh), mengisap ketika bibir mereka disentuh ,
dan menggenggam.
b. Kebiasaan pertama dan reaksi sirkular primer (first
habit and primary circular reaction)
Subtahap yang berkembang antara usia 1 hingga 4 bulan.
Dalam sub tahap ini bayi mengoordinasikan sensasi dan dua
jenis skema, yaitu kebiasaan dan reaksi sirkural primer.
Kebiasaan merupakan skema yang berdasarkan sebuah reflek
yang telah menjadi benar – benar terpisah dari stimulus yang
menimbulkannya. Misalnya, bayi pada tahap 1 mengisap
ketika ditaruh dimulut atau ketika melihat botol. bayi pada

6
subtahap ini dapat mengisap bahkan ketika tidak ada botol.
Reaksi sirkular primer adalah skema yang berdasarkan pada
upaya untuk mengulang sebuah peristiwa yang pertama terjadi
secara kebetulan.Sementara untuk reaksi sirkular primer adalah
skema yang berdasarkan pada upaya untuk mengulang
peristiwa yang awalnya terjadi secara kebetulan. Seperti; bayi
yang tidak sengaja menghisap jari-jarinya.
c. Reaksi sirkular sekunder (secondary circular reaction)
Subtahap sensoris – motorik yang berkembang antara usia 4
dan 8 bulan. Pada sub tahap ini bayi menjadi lebih berorientasi
terhadap objek, bergerak diluar kesibukan dengan diri sendiri,
mengulangi tindakan yang bawa hasil yang menarik atau
menyenangkan, berbagai tindakan disengaja namun belum
bertujuan. Contoh, bayi berbisik untuk membuat sesorang
tetap dekat, saat orang – orang beranjak pergi, bayi berbisik
lagi. Bisa juga bayi mengeluarkan gumaman-gumaman kecil.
d. Koordinasi reaksi sirkular sekunder (coordination of
secondary circular reaction)
Subtahap sensoris – motoric yang berkembang antara usia 8 –
12 bulan. Pada subtahap ini bayi harus mengoordinasikan
penglihatan dan sentuhan, tangan dan mata. Tindakan lebih
diarahkan keluar. Artinya tindakan itu diarahkan untuk lebih
merasakan apa yang dilihat dan terjadi disekitarnya. Mungkin
bayi mulai suka bermain kerincing dan sekaligus
menyentuhnya.
Dimana Reaksi selanjutnya merupakan reaksi sirkuler tersier,
kebaruan, dan rasa ingin tahu. Reaksi ini berkembang antara
usia 12 hingga 18 bulan dan dilanjutkan dengan reaksi
internalisasi skema, dimana pada reaksi ini berkembang pada
usia 18 hingga 24 bulan.

7
e. Teori perkembangan bayi usia 0-12 bulan menurut
Kohlberg
Teori Kohlberg merupakan tahapan dalam perkembangan
moral yang merupakan ukuran dari tinggi rendahnya moral
seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya.
Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang
merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai 3 tingkatan
dimana tiap tingkatannya memiliki dua tahapan perkembangan
yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari
keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti
Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas
berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg
memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa
proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan
dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama
kehidupan, walaupun ada dialog yang mempertanyakan
implikasi filosofis dari penelitiannya.
Pada teori ini, dibagi menjadi tiga tingkatan, sebagai berikut:
Tingkat I, Penalaran prakonvensional merupakan tingkatan
yang paling rndah dalam penalaran moral. Para penalaran ini,
biasanya diterapkan pada anak usia dibawah 9 tahun.
Tingkatan ini memiliki 2 tahap, Tahap pertama yaitu orientasi
hukuman dan ketaatan dan tahap kedua yaitu individualisme
dan tujuan.
Tingkat II, Penalaran Konvensional merupakan penalaran
dimana seseorang menaati standat-standar internal tertentu dan
mereka tidak mentaati standar orang lain. Pada tingkat ini,
biasanya diterapkan pada usia awal remaja. Tingkat ini juga
memiliki dua tahap, tahap yang ketiga yaitu norma-norma
interpersonal dan tahap keempat yaitu moralitas sistem sosial.

8
Tingkat III, Penalaran Pascakonvensional merupakan
penalaran dimana moralitas benar-benar diinternalisasikan dan
tidak didasarkan pada standar orang lain. Biasanya pada
tingkat ini diterapkan pada orang dewasa. Tingkat ini memiliki
dua tahap, yang kelima yaitu hak-hak masyarakat vs hak
individu dan tahap keenam yaitu prinsip etis universal.

2.2.3 Struktur Pertumbuhan pada Bayi 0-12 bulan


1. 0 – 3 bulan
a. Belajar mengangkat kepala
b. Belajar mengikui obyek dengan matanya
c. Melihat ke muka orang dengan tersenyum
d. Bereaksi terhadap suara/bunyi
e. Mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman,
pendengaran, dan kontak
f. Menahan barang yang dipegangnya
g. Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh

2. 3-6 bulan

a. Mengangkat kepala 900 dan mengangkat dada dengan


bertopang tangan
b. Mulai belajar meraih benda-benda yang ada dalam
jangkauannya atau di luar jangkauannya.
c. Menaruh benda-benda di mulutnya
d. Berusaha memperluas lapang pandang
e. Tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain
f. Mulai berusaha mencari benda-benda yang hilang

3. 6-9 bulan
a. Dapat duduk tanpa dibantu
b. Dapat tengkurap dan berbalik sendiri
c. Dpat merangkak, meraih benda atau mendekati seseorang

9
d. Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain.
e. Memegang benda kecil dengan ibu jari dan jari telunjuk.
f. Bergembira dengan melempar benda-benda
g. Mengeluarkan kata-kata tanpa arti
h. Mengenal muka anggota keluarga dan takut kepada orang
asing/lain
i. Mulai berpartisipasi dalam permainan tepuk tangan dan
sembunyi-sembunyian

4. 9 – 12 bulan :
a. Dapat berdiri sendiri tanpa dibantu
b. Dapat berjalan dengan dituntun
c. Menirukan suara
d. Mengulang bunyi yang didengarnya
e. Belajar menyatakan satu atau dua kata
f. Mengerti perintah sederhana atau larangan
g. Memperlihatkan minat yang besar dalam mengeksplorasi
sekitarnya, ingin
h. menyentuh apa saja dan memasukkan benda-benda ke
mulutnya.
i. Berpartisipasi dalam permainan

2.3 Hospitalisasi
2.3.1 Pengertian Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada
lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dalam
perawatan atau pengobatan sehingga dapat mengatasi atau
meringankan penyakitnya. Tetapi pada umumnya hospitalisasi dapat
menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat menimbulkan
gangguan emosi atau tingkah laku yang mempengaruhi kesembuhan
dan perjalanan penyakit anak selama dirawat di rumah sakit.

10
Hospitalisasi adalah suatu proses yang karena suatu alasan yang
berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah
sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali
ke rumah.
2.3.2 Dampak hospitalisasi
Reaksi terhadap hospitalisasi pada masa bayi (0-1 tahun):

a. Pembentukan rasa percaya diri dan kasih sayang


b. Usia anak >6 bulan terjadi stranger anxiety/cemas
c. Menangis keras
d. Pergerakan tubuh yang banyak
e. Ekspresi wajah yang tak menyenangkan

Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menjadi masalah pada


anak, tetapi juga pada orang tua. Brewis (1995 dalam Supartini, 2002)
menemukan rasa takut pada orang tua selama perawatan anak di
rumah sakit terutama pada kondisi sakit anak yang terminal karena
takut akan kehilangan anak yang dicintainya dan adanya perasaan
berduka. Stessor lain yang sangat menyebabkan orang tua stres adalah
mendapatkan informasi buruk tentang diagnosis medik anaknya,
perawatan yang tidak direncanakan dan pengalaman perawatan di
rumah sakit sebelumnya yang dirasakan menimbulkan trauma
(Supartini (2000) dalam Supartini, 2002)

Menurut Asmadi (2008), hospitalisasi merupakan pengalaman yang


mengancam bagi setiap orang. Penyakit yang diderita akan
menyebabkan perubahan perilaku normal sehingga klien perlu
menjalani perawatan (hospitalisasi). Secara umum, menurut Asmadi
(2008), hospitalisasi menimbulkan dampak pada beberapa aspek,
yaitu:

 Privasi

11
Privasi dapat diartikan sebagai refleksi perasaan nyaman pada diri
seseorang dan bersifat pribadi. Bisa dikatakan, privasi adalah suatu hal
yang sifatnya pribadi. Sewaktu dirawat di rumah sakit, klien
kehilangan sebagai privasinya.

 Gaya Hidup

Klien yang dirawat di rumah sakit sering kali mengalami perubahan


pola gaya hidup. Hal ini disebabkan oleh perubahan kondisi antara
rumah sakit dengan rumah tempat tinggal klien, juga oleh perubahan
kondisi keehatan klien. Aktivitas hidup yang klien jalani sewaktu
sehat tentu berbeda dengan aktivitas yang dialaminya selama di rumah
sakit. Perubahan gaya hidup akibat hospitalisasi inilah yang harus
menjadi perhatian setiap perawat. Asuhan keperawatan yang diberikan
harus diupayakan sedemikian rupa agar dapat menghilangkan atau
setidaknya meminimalkan perubahan yang terjadi.

 Otonomi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa individu yang sakit


da dirawat di rumah sakit berada dalam posisi ketergantungan.
Artinya, ia akan pasrah terhadap tindakan apapun yang dilakukan oleh
petugas kesehatan demi mencapai keadaan sehat. Ini meniunjukkan
bahwa klien yang dirawat di rumah sakit akan mengalami perubahan
otonomi. Untuk mengatasi perubahan ini, perawat harus selalu
memberitahu klien sebelum melakukan intervensi apapun dan
melibatkan klien dalam intervensi, baik secara aktif maupun pasif.

 Peran

Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan


individu sesuai dengan status sosialnya Jika ia seorang perawat, peran
yang diharapkan adalah peran sebagi perawat bukan sebagai
dokter.Selain itu, peran yang dijalani seseorang adalah sesuai dengan
status kesehatannya. Peran yang dijalani sewaktu sehat tentu berbeda

12
dengan peran yang dijalani saat sakit.Tidak mengherankan jika klien
yang dirawat di rumah sakit mengalami perubahan peran. Perubahan
yang terjadi tidak hanya pada diri pasien, tetapi juga pada keluarga.

2.3.3 Mengatasi Dampak Hospitalisasi

Menurut Supartini (2004, hal. 196), cara yang dapat dilakukan untuk
mengatasi dampak hospitalisasi adalah sebagai berikut :

a. Upaya meminimalkan stresor :


Upaya meminimalkan stresor dapat dilakukan dengan cara mencegah
atau mengurangi dampak perpisahan, mencegah perasaan kehilangan
kontrol dan mengurangi/ meminimalkan rasa takut terhadap pelukaan
tubuh dan rasa nyeri
b. Untuk mencegah/meminimalkan dampak perpisahan dapat
dilakukan dengan cara :
a) Melibatkan keluarga berperan aktif dalam merawat pasien
dengan cara membolehkan mereka tinggal bersama pasien
selama 24 jam (rooming in).
b) Jika tidak mungkin untuk rooming in, beri kesempatan keluarga
untuk melihat pasien setiap saat dengan maksud
mempertahankan kontak antar mereka.
c) Modifikasi ruangan perawatan dengan cara membuat situasi
ruangan rawat perawatan seperti di rumah dengan cara membuat
dekorasi ruangan.

2.3.4 Intevensi perawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi

Fokus intervensi keperawatan adalah :

a. Menimalkan stressor
b. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi
c. Memberikan dukungan psikologis pada anggota keluarga
d. Mempersiapkan anak sebelum masuk rumah sakit

13
Upaya meminimalkan stressor atau penyebab stress dapat dilakukan
dengan cara ;

a. Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan


b. Mencegah perasaan kehilangan control
c. Mengurangi / menimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh
dan rasa nyeri

Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan

a. Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak


b. Modifikasi ruang perawatan
c. Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah, surat
menyurat, bertemu teman sekolah

Mencegah perasaan kehilangan control

a. Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif


b. Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan
c. Buat jadwal untuk prosedur terapi, latihan, bermain

Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri

a. Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan


prosedur yang menimbulkan rasa nyeri
b. Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak
c. Menghadirkan orang tua bila mungkin
d. Tunjukkan sikap empati
e. Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan
tindakan yang dilakukan melalui cerita dan gambar
f. Perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan psikologis anak
menerima informasi ini dengan terbuka

Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak

a. Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan


orang tua untuk belajar

14
b. Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang
penyakit anak
c. Meningkatkan kemampuan kontrol diri
d. Memberi kesempatan untuk sosialisasi
e. Memberi support kepada anggota

Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit

a. Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya


b. Kenalkan pada pasien yang lain
c. Berikan identitas pada anak
d. Jelaskan aturan rumah sakit
e. Laksanakan pengkajian
f. Lakukan pemeriksaan fisik

Dari hal tersebut, maka pentingnya perwat juga dalam berkomunikasi


yang baik dengan bayi. Berikut merupakan teknik berkomunikasi
dengan bayi:
a. Verbal
a) Dengan cara menimang-nimang saat tidur dan
menyanyikannya lagu.
b) Dengan cara merespon tangisannya.
c) Mengajak bicara setiap akan melakukan suatu hal
b. Non Verbal
a) Dengan cara sentuhan.
b) Dengan nada suara.
c) Dengan ekspresi.
Dua unsur penting dalam komunikasi untuk memahami fungsi
pertukaran pikiran dan perasaan , yaitu :

1. Harus menggunakan bentuk bahasa yang bermakna bagi orang


yang mereka ajak berkomunikasi.

15
Contoh : bila mengunakan isyarat seperti menunjuk pada
sesuatu benda yang ingin dilihat orang lain, maka harus dalam
bentuk yang dapat dipahami.
Apabila komunikasi dengan bicara maka harus dilakukan
dengan kata dan struktur tata bahasa yang dapat dipahami
anak.
2. Anak harus memahami bahasa yang digunakan orang lain,
misalnya : anak berusia 18 bulan, pembicaraan harus
memantapkan kata-katanya dengan isyarat dan pada saat anak
bertambah besar pemahaman bertambah baik sehingga isyarat
kurang diperlukan.
3. Bentuk Komunikasi Pra Bicara.
Sebelum anak siap untuk belajar berbicara, alam telah
menyediakan bentuk komunikasi tertentu yang sifatnya
sementara.
Selama satu setengah tahun pertama, sebelum anak
mempelajari kata-kata sebagai, bentuk komunikasi, mereka
menggunakan empat bentuk komunikasi pra bicara atau
(prespeech) yakni : tangisan, celoteh, isyarat dan ekspresi
emosional.
Bentuk komunikasi prabicara sifatnya sementara, sehingga
bentuk komunikasi pra bicara ini sebaiknya ditinggalkan
apabila kegunaannya sudah berakhir.
4. Tangisan.
Pada awal kehidupan pasca lahir, menangis merupakan salah
satu cara pertama yang dapat dilakukan bayi untuk
berkomunikasi dengan dunia luar. Melalui tangisan dia
memberi tahu kebutuhannya seperti lapar, dingin, panas, lelah ,
dan kebutuhan untuk diperhatikan. Jika kebutuhannya
segera dipenuhi , bayi hanya akan menangis bila ia merasa
sakit atau tertekan. Perawat harus banyak berlatih mengenal

16
macam-macam arti tangisan bayi karena ibu muda
memerlukan bantuan ini.
Setelah berusia 2 minggu, kebanyakan kasus disebabkan
karena orang tua yang tidak cepat tanggap terhadap arti tangis
bayinya dan tidak konsisten dalam menanggapinya.
Bayi yang sehat dan normal frekwensi tangisan menurun
pada usia 6 bulan karena keinginan & kebutuhan mereka
cukup terpenuhi. Frekwensi tangis seharusnya menurun
sejalan dengan meningkatnya kemampuan bicara.
5. Ocehan dan Celoteh.
Bentuk komunikasi prabicara disebut “ocehan“ (Cooing ) atau
“Celoteh” (Babbling).
Ocehan timbul karena bunyi ekplosif awal yang disebabkan
oleh perubahan gerakan mekanisme ‘ suara ‘. Ocehan ini
terjadi pada bulan awal kehidupan bayi seperti : merengek,
menjerit, menguap, bersin, menangis & mengeluh.
Sebagian ocehan akan berkembang menjadi celoteh dan
sebagian akan hilang. Celoteh merupakan mekanisme otot
saraf bayi berkembang & sebagian bayi mulai berceloteh pada
awal bulan kedua, kemudian meningkat cepat antara bulan ke –
6 & ke – 8.
Nilai celoteh :
1) Berceloteh adalah praktek verbal sebagai dasar bagi
perkembangan gerakan terlatih yang dikehendaki dalam
bicara. Celoteh mempercepat ketrampilan berbicara.
2) Celoteh mendorong keinginan berkomunikasi dengan
orang lain. Berceloteh membantu bayi merasakan bahwa
dia bagiandari kelompok sosial.
6. Isyarat.
Yaitu gerakan anggota badan tertentu yang berfungsi sebagai
pengganti atau pelengkap bicara.
Contoh isyarat umum pada masa bayi :

17
 Mendorong putting susu dari mulut artinya kenyang/tidak
lapar
 Tersenyum dan mengacungkan tangan artinya ingin
digendong
 Mengeliat, meronta, menangis, selama berpakaian &
mandi artinya tidak suka akan pembatasan gerak.
7. Ungkapan emosional.
Adalah ungkapan emosional melalui perubahan tubuh &
roman muka.
Contoh :
 Mengendurkan badan, mengangkat tangan/kaki,
tersenyum & ramah
 Maneragangkan badan, gerakanmembanting
tangan/kaki,roman muka tegang & menangis.

Peran Bicara Dalam Komunikasi.

Cara berkomunikasi pada anak belum berusia 1 tahun, adalah


menangis dan menggunakan isyarat-isyarat yang tidak selalu
dipahami orang lain. Bicara merupakan ketrampilan yang harus
dipelajari yang terdiri dari :
Kata, yaitu aspek motorik bicara, kamampuan mengeluarkan bunyi
tertentu dalam komunikasi.
Mengakitkan arti dengan kata-kata tersebut, yaitu aspek mental
bicara, untuk mendapatkan hasil yang baik dibutuhkan koordinasi
otot-otot, kemampuan mengait kata-kata, mempelajari tata bahasa.
Untuk memperkecil kesalahan anak, perlu mengaitkan kata spesifik
dengan objek yang spesifik.

18
BAB III

PENUTUPAN

3.1 Simpulan
Bayi merupakan anak dengan rentang usia 0-12 bulan. Bayi
mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Dimana pertumbuhn dan
perkembangan merupakan dua aspek yang berbeda. Pertumbuhan
mempunyai dampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan
berkaitan dengan pematangan fungsi sel atau organ tubuh individu,
keduanya tidak bisa terpisahkan. Tahap pertumbuhan dan
perkembangan memiliki beberapa teori diantaranya teori Freud,
Ericson, Sullivan, Piaget dan Kohlberg. Struktur pertumbuhan bayi
yaitu dimana proses pertumbuhan bayi yang mengalami
perkembangan, pertumbuhan pada setia bulan bayi mengalami
perbedaan.
Beberapa bayi ada yang mengalami hospitalisasi, hospitalisasi
merupakan dimana orang sakit berada pada lingkungan rumah sakit
untuk mendapatkan pertolongan dalam perawatan atau pengobatan
sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya dan dampak
hospitalisasi terhadap perkembangna bayi yaitu bayi akan menangis
lebih keras, banyak bergerak, mimik muka yang tidak menyenangkan.
Saat bayi mengalami hospitalisasi, kita sebagi perawat harus bisa
berkomunikasi yang baik dengan bayi, yaitu dengan teknik verbal
yang terdiri dari menimang-nimang, mengajak berbicara dan
merespon tangisannya serta teknik nonverbal yaitu dengan cara
sentuhan, nada suara dan ekspresi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Keperawatan anak dan dalam kontek keluarga, usdiknakes Depkes


RI Jakarta 1993

Bjorklund, D.F. (2000) Children's Thinking: Developmental Function and


individual differences. 3rd ed. Bellmont, CA : Wadsworth
Cole, M, et al. (2005). The Development of Children. New York: Worth
Publishers.
Goleman, Daniel. 1999. Kecerdasan Emosional. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja
Edisi 1 tahun 2002 Buku Ajar 1. Jakarta : Sagung Seto

Johnson, M.H. (2005). Developmental cognitive neuroscience. 2nd ed.


Oxford : Blacwell publishing
Markam, Suprapti Sumarmo. 1994. Pengalaman Emosi dan Kesehatan
Mental. Orasi Ilmiah Guru Besar.
Monks, F.J., A.M.P. Knoers & Siti Rahayu H. 1992. Psikologi
Perkembangan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Saifuddin, G & van Engelen. 1996. Makanan Sehat untuk Balita. Makalah
Seminar “Balitaku Sehat dan Cerdas”. Jakarta: Nutricia Indonesia.

20

Anda mungkin juga menyukai