Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh
yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada
gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada
keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing
orang berbeda.
Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan
eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan
program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk
menggunakan fasilitas toilet yang normal ; lingkungan rumah bisa menghadirkan
hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan
peralatan kamar mandi.
Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawata harus mengerti proses
eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi.
Eliminasi urin secara normal bergantung pada satu pemasukan cairan dan
sirkulasi volume darah, jika salah satunya menurun, pengeluaran urin akan
menurun. Pengeluaran urin juga berubah pada seseorang dengan penyakit ginjal,
yang mempengaruhi kuantitas, urin dan kandungan produk sampah didalam urin.
Tubuh mengeluarkan feses dan beberapa cairan dari tubuh. Pengeluaran feses
melalui evakuasi usus besar biasanya menjadi sebuah pola pada usia 30 sampai 36
bulan.
Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan penyakit
yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi salah satu
penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di bawah
lima tahun (balita). Karenanya, kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare
adalah hal yang wajar dan harus dimengerti. Justru yang menjadi masalah adalah
apabila ada orang tua yang bersikap tidak acuh atau kurang waspada terhadap

anak yang mengalami diare. Misalnya, pada sebagian kalangan masyarakat, diare
dipercaya atau dianggap sebagai pertanda bahwa anak akan bertumbuh atau
berkembang. Kepercayaan seperti itu secara tidak sadar dapat mengurangi
kewaspadaan orang tua. sehingga mungkin saja diare akan membahayakan anak.
Menurut data United Nations Children's Fund (UNICEF) dan World Health
Organization (WHO) pada 2009, diare merupakan penyebab kematian nomor 2
pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi segala umur. Data
UNICEF memberitakan bahwa 1,5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya
karena diare.
Angka tersebut bahkan masih lebih besar dari korban AIDS, malaria, dan
cacar jika digabung. Sayang, di beberapa negara berkembang, hanya 39 persen
penderita mendapatkan penanganan serius.
Diare disebabkan faktor cuaca, lingkungan, dan makanan. Perubahan iklim,
kondisi lingkungan kotor, dan kurang memerhatikan kebersihan makanan
merupakan faktor utamanya. Penularan diare umumnya melalui 4F, yaitu Food,
Fly , Feces, dan Finger.
Oleh karena itu, upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan
memutus rantai penularan tersebut. Sesuai data UNICEF awal Juni 2010,
ditemukan salah satu pemicu diare baru, yaitu bakteri Clostridium difficile yang
dapat menyebabkan infeksi mematikan di saluran pencernaan. Bakteri ini hidup
di udara dan dapat dibawa oleh lalat yang hinggap di makanan.
Sepintas diare terdengar biasa dan sangat umum terjadi. Namun, ini bukan
alasan

untuk

mengabaikannya,

dehidrasi

pada

penderita

diare

bisa

membahayakan dan ternyata ada beberapa jenis yang menular.Diare kebanyakan


disebabkan oleh Virus atau bakteri yang masuk ke makanan atau minuman,
makanan berbumbu tajam, alergi makanan, reaksi obat, alkohol dan bahkan
perubahan emosi juga dapat menyebabkan diare, begitu pula sejumlah penyakit
tertentu.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Pengertian Eliminasi
Menurut

kamus

bahasa

Indonesia,

eliminasi

adalah

pengeluaran,

penghilangan, penyingkiran, penyisihan. Dalam bidang kesehatan, Eliminasi


adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel
(feses). Eliminasi pada manusia digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Eliminasi Alvi/Fekal
Eliminasi Alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran metabolisme
berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Menusia
dapat melakukan buang air besar berapa kali dalam satu hari atau satu kali
dalam berapa kali. Tetapi bahkan dapat mengalami gangguan yaitu hingga
hanya beberapa kali saja dalam satu minggu atau dapat berkali- kali dalam
satu hari, biasanya gangguan-gangguan tersebut diakibatkan oleh gaya hidup
yang tidak benar dan jika dibiarkan dapat menjadi masalah yang lebih besar.
2. Eliminasi Urine
Eliminasi urine merupakan suatu proses penyaringan darah sehingga darah
bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zatzat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi
oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
B. Anatomi Fisiologi Eliminasi Fekal / Alvi
Produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting untuk
fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat meneyebapkan masalah pada
sistem gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya. Jadi peroses eliminasi tidak
terlepas dari sistem pencernaan. Berikut adalah organ tubuh yang berperan dalam
proses eliminasi fekal :
1. Mulut

Saluran pencernaan merubah zat-zat makanan secara mekanik dan


kimiawi. Semua organ pencernaan bekerja sama untuk memastikan massa
atau bolus dari makanan dapat menjangkau daerah penyerapan makanan
dengan aman dan efektif.
Pencernaan secara mekanik dan kimiawi dimulai dari mulut. Gigi mengunyah
makanan, memecahnya menjadi ukuran tertentu untuk ditelan. Sekresi saliva
mengandung enzim seperti: ptialin yang memulai mencerna elemen makanan
tertentu. Saliva mencairkan dan melembutkan bolus makanan yang ada di
mulut agar lebih mudah ditelan.
2. Esofagus
Ketika makanan memasuki esophagus bagian atas ia berjalan melewati
spinkter esophagus bagian atas dimana ada sebuah otot sirkular yang
mencegah udara masuk ke esophagus dan makanan dari refluks ke
tenggorokan. Bolus dari makanan mengadakan perjalanan sepanjang 25cm di
esophagus. Makanan didorong oleh

kontraksi otot polos. Sebagian dari

esophagus berkontraksi di belakang bolus makanan, otot sirkular di depan


bolus. Gerakan peristaltik mendorong makanan ke gelombang berikutnya.
Peristaltik menggerakkan makanan sepanjang saluran gastrointestinal. Dalam
15 detik bolus makanan berpindah dari esophagus bagian bawah. Spinkter
esophagus bagian bawah terletak antara esophagus dan lambung, dan
perbedaan tekanan ada di bagian akhir esophagus. Tekanan esophagus bagian
bawah 10-40 mmHg, sedangkan tekanan lambung 5-10 mmHg. Tingginya
tekanan biasanya menyebabkan refluks dari isi lambung ke esophagus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan spinkter bagian bawah antara lain;
antasid yang menurunkan refluks, dan makanan berlemak dan nikotin yang
meninggikan refluks.
3. Lambung

Lambung adalah ruang yang berbentuk kantung yang mirip huruf J, yang
terletak diantara esofagus dan usus halus. Lambung dibagi menjadi 3 bagian
berdasarkan perbedaan anatomis, histologist, dan fungsional, diantaranya
yaitu ; fundus, dan antrum serta pilorus.
Fungsi terpenting pada lambung adalah menyimpan makanan yang masuk
sampai disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk
pencernaan dan penyerapan yang optimal. Fungsi kedua lambung adalah
untuk mensekresikan asam hidroklorida (HCL) dan enzim-enzim yang
melalui pencernaan protein. Dalam lambung terdapat empat aspek motilitas
lambung, yaitu :
1)
2)
3)
4)

Pengisisan lambung
Penyimpanan lambung
Pencampuran lambung
Pengosongan lambung

Tiga faktor terpenting ysng mempengaruhi pengosongan lambung adalah :


a. Lemak
Lemak merupakan perangsang terkuat untuk menghambat motilitas
lambung sehingga apabila kita amati kecepatan pengosongan makanan
yang sangat berlemak itu memakan waktu kurang lebih 6 jam
dibandingkan dengan makanan yang mengandung karbohidrat dan protein
itu mungkin telah meninggalkan lambung kurang lebih 3 jam yang lalu.
b. Asam lambung
Karena lambung mengeluarkan asam hidroklorida (HCL), kimuskimus yang sangat asam akan dikeluarkan kedalam deodenum tempat
kimus mengalami netralisis oleh natrium bikarbonat (NaHCO-3). Asam
yang tidak dinetralkan akan mengiritasi mukosa duodenum dan
menyebabkan

inaktivasi

enzim-enzim

pencernaan

pankreas

yang

disekresikan kedalam lumen duodenum. Dengan demikian, asam yang


tidak dinetralkan akan menghambat pengosongan isi lambung lebih lanjut
sampai proses netralisis selesai.

c. Hipertonisitas
Pada pencernaan molekul protein dan kanji dilumen duodenum,
dibebaskan sejumlah besar molekul asam amino dan glukosa. Apabila
kecepatan penyerapan molekul-molekul asam amino dan glukosa tersebut
tidak seimbang dengan kecepatan pencernaan protein dan karbohidrat
maka molekul-molekul dalam jumlah besar tersebut tetap berada didalam
kimus dan akan meningkat osmolaritas isi duodenum, apabila hal ini terus
berlanjut maka secara refleks pengosongan lambung akan dihambat
hingga proses penyerapan mengimbangi proses pencernaan.

4. Usus Halus
Selama proses pencernaan chyme meninggalkan lambung dan memasuki
usus halus. Usus halus merupakan suatu saluran yang diameternya 2,5 cm dan
panjangnya 6 m. Usus halus terdiri dari 3 bagian : duodenum, jejenum, ileum.
Chyme tercampur dengan enzim pencernaan (seperti empedu dan amilase)
ketika berjalan melewati usus halus. Segmentasi (berganti-gantinya kontraksi
dan relaksasi dari otot polos) mengaduk chyme untuk selanjutnya memecah
makanan untuk dicerna ketika chyme diaduk, gerakan peristaltik berhenti
sementara agar absorpsi terjadi. Chyme berjalan dengan lambat di saluran
cerna untuk diabsorpsi. Banyak makanan dan elektrolit yang diabsorpsi di
usus halus. Enzim dari pankreas (amilase) dan empedu dari kandung empedu.
Usus memecah lemak, protein dan karbohidrat menjadi elemen-elemen dasar.
Hampir seluruh makanan diabsorpsi oleh duodenum dan jejenum. Ileum
mengabsorpsi beberapa vitamin, zat besi dan garam empedu. Jika fungsinya
terganggu, proses pencernaan berubah secara drastis. Contoh : inflamasi,
bedah caesar,atau obstruksi dapat mengganggu peristaltik, mengurangi ares
absorpsi, atau memblok jalan chyme.

5. Usus Besar

Bagian bawah dari saluran gastrointestinal adalah usus besar (kolon)


karena diameternya lebih besar dari usus halus. Bagaimanapun panjangnya
antara 1,5-1,8 cm adalah lebih pendek. Usus besar terbagi atas caecum, kolon,
dan rektum. Ini adalah organ penting dari eliminasi fekla :
a) Sekum
Chyme yang diabsorpsi memasuki usus besar pada sekum melalui
katup ileocecal, dimana lapisan otot sirkular mencegah regurgitasi
(makanan kembali ke usus halus).
b) Kolon
Chyme yang halus ketika memasuki kolon volume airnya berkurang.
Kolon terdiri dari ascending, transverse, descending, & sigmoid. Kolon
mempunyai 4 fungsi ; absorpsi, proteksi, sekresi, dan eliminasi. Sejumlah
besar air dan sejumlah natrium dan clorida diabsorpsi setiap hati. Ketika
makanan berjalan melalui kolon, terjadi kontraksi Haustral. Ini sama
dengan kontraksi segmental dari usus halus, tetapi lebih lama hingga
mencapai 5 manit. Kontraksi menghasilkan pundi-pundi besar di dinding
kolon yang merupakan area untuk absorpsi.
Air dapat diabsorpsi oleh kolon dalam 24 jam, rata-rata 55 mEq dari
natrium dan 23 mEq dari klorida diabsorpsi setiap hari. sejumlah air yagn
diamsorpsi dari chyme tergantung dari kecepatan pergerakan kolon.
Chyme biasanya lembut, berbentuk massa. Jika kecepatan kontraksi
peristaltik cepat (abnormal) berarti ada kekurangan waktu untuk
mengabsorpsi air dan feses menjadi encer. Jika kontraksi peristaltik
lambat, banyak air yang diabsorpsi dan terbentuk feses yang keras
sehingga menyebabkan konstipasi.
Kolon memproteksi dirinya sendiri dengan mengeluarkan sejumlah
mucous. Mucous biasanya bersih sampai buram dengan konsistensi
berserabut. Mucous melumasi kolon, mencegah trauma pada dinding
dalam. Pelumas adalah sesuatu yagn penting di dekat distal dari kolon
dimana bagiannya menjadi kering dan keras.

Fungsi sekresi dari kolon membantu dalam keseimbanan elektrolit.


Bicarbonat disekresi untuk pertukaran clorida. Sekitar 4-9 mEq natrium
dikeluarkan setiap hari oleh usus besar. Berubahnya fungsi kolon dapat
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.
Akhirnya kolon memindahkan sisa produk dan gas (flatus). Flatus
dihasilkan dari tertelannya udara, difusi gas dari pembuluh darah ke usus
dan kerja bakteri pada karbohidrat yang tidak bisa diserap. Fermenrasi dari
karbohidrat (seperti kol dan bawang) menghasilkan gas pada usus yang
dapat merangsang peristaltik. Orang dewasa biasanya membentuk 400700 ml flatus setiap hari.
C. Proses Defekasi
1. Proses Defekasi
Bila bahan fecal memasuki rectum maka dinding rectum akan teregang
dan menimbulkan imfuls aferens yg disalurkan melalui fleksus mienterikus
dan menimbulkan gelombang peristaltik dikolon desenden, sigmoid yang
mendorong bahan fekal melalui anus. Bila gelombang peristaltik sampai
dianus, spingter ani eksternus dihambat (reseftve relaxation) dan bila spingter
ani eksternus melemas terjadi tindakan defekasi. Tetapi refleks ini sangat
lemah yg harus diperkuat oleh refleks lain yang meliputi segmen sakral
medula spinalis.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Eliminasi
Setiap orang memiliki keibasaan eliminasi yang berbeda-beda. Ada yang
menghambat ada juga yang memperlancar. Semua itu di pengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu.
a. Faktor yang mempengaruhi eliminasi fekal
1) Umur
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya

sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 3


tahun.
Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalah
atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos
colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan
mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot
perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan
lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol
terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses
defekasi.
2) Diet
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses.
Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar
volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak
bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan
pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang
teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat
mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada
waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu,
respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola
aktivitas peristaltik di colon.
3) Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika
pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine,
muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan
untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon.
Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan

feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan


memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga
meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.
4) Tonus Otot
Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk
defekasi. Aktivitasnya juga merangsang peristaltik yang memfasilitasi
pergerakan chyme sepanjang colon. Otot-otot yang lemah sering tidak
efektif pada peningkatan tekanan intraabdominal selama proses
defekasi atau pada pengontrolan defekasi. Otot-otot yang lemah
merupakan akibat dari berkurangnya latihan (exercise), imobilitas atau
gangguan fungsi syaraf.
5) Faktor Psikologi
Dapat dilihat bahwa setres dapat mempengaruhi defekasi.
Penyakit-penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada
collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga
bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan
aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn
depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada
konstipasi.
6) Gaya Hidup
Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara.
Pelathan buang air besar pada waktu dini dapat memupuk kebiasaan
defekasi pada waktu yang teratur, seperti setiap hari setelah sarapan,
atau bisa juga digunakan pada pola defekasi yang ireguler.
Ketersediaan dari fasilitas toilet, kegelisahan tentang bau, dan
kebutuhan akan privacy juga mempengaruhi pola eliminasi feses.
Klien yang berbagi satu ruangan dengan orang lain pada suatu rumah

sakit mungkin tidak ingin menggunakan bedpan karena privacy dan


kegelisahan akan baunya.
7) Obatobatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh
terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang
lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti
dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan
konstipasi.
Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative
adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan
eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah
defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride
(Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang-kadang digunakan
untuk mengobati diare.
8) Prosedur Diagnostik
Prosedur

diagnostik

tertentu,

seperti

sigmoidoscopy,

membutuhkan agar tidak ada makanan dan cairan setelah tengah


malam sebagai persiapan pada pemeriksaan, dan sering melibatkan
enema sebelum pemeriksaan. Pada tindakan ini klien biasanya tidak
akan defekasi secara normal sampai ia diizinkan makan.
Barium (digunakan pada pemeriksaan radiologi) menghasilkan
masalah yagn lebih jauh. Barium mengeraskan feses jika tetap berada
di colon, akan mengakibatkan konstipasi dan kadang-kadang suatu
impaksi.
9) Anastesi Dan Pembedahan
Anastesi umum menyebabkan pergerakan colon yang normal
menurun dengan penghambatan stimulus parasimpatik pada otot

colon. Klien yang mendapat anastesi lokal akan mengalami hal seperti
itu juga.
Pembedahan

yang

langsung

melibatkan

intestinal

dapat

menyebabkan penghentian dari pergerakan intestinal sementara. Hal


ini disebut paralytic ileus, suatu kondisi yang biasanya berakhir 24
48 jam. Mendengar suara usus yang mencerminkan otilitas intestinal
adalah suatu hal yang penting pada manajemen keperawatan pasca
bedah.
10) Nyeri
Klien yang mengalami ketidaknyamanan defekasi seperti pasca
bedah hemorhoid biasanya sering menekan keinginan untuk defekasi
guna menghindari nyeri. Klien seperti ini akan mengalami konstipasi
sebagai akibatnya.
11) Iritan
Zat seperti makanan pedas, toxin baklteri dan racun dapat
mengiritasi saluran intestinal dan menyebabkan diare dan sering
menyebabkan flatus.
12) Gangguan Syaraf Sensorik Dan Motorik
Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan
stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisamembatasi
kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketika
dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya,
klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami
fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari spinkter
ani.
D. Patofisologi Eliminasi

Setiap orang beresiko mengalami masalah eliminasi, berikut adalah jenis-jenis


penyakit yang timbul akibat gangguan eliminasi:
1. Patofisiologi eliminasi fekal
Banyak yang mengalami atau beresiko mengalami masalah eliminasi akibat
sterees emosional, perubahan fisiologi pada saluran GI, perubahan struktur
usus melalu pembedahan, perogram terapi lain dan gangguan yang
mengganggu defekasi. Berikut ini adalah beberapa masalah eiminasi fekal.
a. Konstipasi
Konstipasi berhubungan dengan jalan yann kecil, kering, kotoran yang
keras, atau tidak ada lewatnya kotoran di usus untuk beberapa waktu. Ini
terjadi ketika pergerakan feses melalui usus besar lambat, hal ini ditambah
lagi dengan reabsorbsi cairan di usus besar. Konstipasi berhubungan
dengan pengosongan kotoran yang sulit dan meningkatnya usaha atau
tegangan dari otot-otot volunteer

pada proses defekasi Ada banyak

penyebab konstipasi :

1) Kebiasaan buang air besar yang tidak teratur


Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi
adalah kebiasaan b.a.b yang tidak teratur. Refleks defekasi yang
normal dihambat atau diabaikan, refleks-refleks ini terkondisi untuk
menjadi semakin melemah. Ketika kebiasaan diabaikan, keinginan
untuk defekasi habis.
Anak pada masa bermain bisa mengabaikan refleks-refleks ini ; orang
dewasa mengabaikannya karena tekanan waktu dan pekerjaan.
Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air besar
karena malu menggunakan bedpan atau karena proses defekasi yang
sangat tidak nyaman. Perubahan rutinitas dan diet juga dapat berperan

dalam konstipasi. Jalan terbaik untuk menghindari konstipasi adalah


membiasakan b.a.b teratur dalam kehidupan.
2) Penggunaan laxative yang berlebihan
Laxative sering digunakan untuk menghilangkan ketidakteraturan
buang air besar. Penggunaan laxative yang berlebihan mempunyai efek
yang sama dengan mengabaikan keinginan b.a.b refleks pada proses
defekasi yang alami dihambat. Kebiasaan pengguna laxative bahkan
memerlukan dosis yang lebih besar dan kuat, sejak mereka mengalami
efek yang semakin berkurang dengan penggunaan yang terus-menerus
(toleransi obat).
3) Peningkatan stres psikologi
Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan
menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan
sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus spastik
(spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon ). Yang berhubungan
dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal, meningkatnya
jumlah mukus dan periode bertukar-tukarnya antara diare dan
konstipasi.
4) Ketidaksesuaian diet
Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses
sehingga menghasilkan produk sisa yang tidak cukup untuk
merangsang refleks pada proses defekasi. Makan rendah serat seperti;
beras, telur dan daging segar bergerak lebih lambat di saluran cerna.
Meningkatnya

asupan

cairan

dengan

makanan

seperti

itu

meningkatkan pergerakan makanan tersebut.


5) Obat-obatan
Banya obat menyebabkan efek samping kponstipasi. Beberapa di
antaranya seperti ; morfiin, codein, sama halnya dengan obat-obatan
adrenergik dan antikolinergik, melambatkan pergerakan dari colon

melalui kerja mereka pada sistem syaraf pusat. Kemudian,


menyebabkan konstipasi yang lainnya seperti: zat besi, mempunyai
efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus
untuk menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek
mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada sebagian orang.

6) Latihan yang tidak cukup


Pada klien yang pada waktu yang lama otot secara umum
melemah, termasuk otot abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang
digunakan pada proses defekasi. Secara tidak langsung kurangnya
latihan

dihubungkan

dengan

kurangnya

nafsu

makan

dan

kemungkinan kurangnya jumlah serat, yang penting untuk merangsang


refleks pada proses defekasi.
7) Umur
Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang
terjadi pada orang tua turut berperan menyebabkan defekasi.
8) Proses penyakit
Beberapa penyakit pada usus dapat menyebabkan konstipasi,
beberapa di antaranya obstruksi usus, nyeri ketika defekasi
berhubungan dengan hemorhoid, yang membuat orang menghindari
defekasi; paralisis, yang menghambat kemapuan klien untuk buang air
besar; terjadinya peradangan pelvik yang menghasilkan paralisis atau
atoni pada usus.
Konstipasi bisa jadi beresiko pada klien, regangan ketika b.a.b dapat
menyebabkan stres pada abdomen atau luka pada perineum (post operasi).
Ruptur merusak mereka jika tekanan cukup besar. Ditambah lagi
peregangan sering bersamaan dengan tertahannya napas. Gerakan ini
dapat menciptakan masalah yagn serius pada orang dengan sakit jantung,
trauma otak, atau penyakit pada pernapasan. Tertahannya napas
meningkatkan tekanan intratorakan dan intrakranial. Pada beberapa

tingkatan, tingkatan ini dapat dikurangi jika seseorang mengeluarkan


napas melalui mulut ketika regangan terjadi. Bagaimanapun, menghindari
regangan merupakan pencegahan yang terbaik.
Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah :
1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
2. mengejan keras saat BAB
3. Massa feses yang keras dan sulit keluar
4. Perasaan tidak tuntas saat BAB
5. Sakit pada daerah rektum saat BAB
6. Rasa sakit pada perut saat BAB
7. Adanya perembesen feses cair pada pakaian dalam
8. Menggunakan jari-jari untuk mengeluarkan feses
9. Menggunakan obat-obatan pencahar untuk bisa BAB
b. Impaksi Feses
Impaksi feses dapat didefenisikan sebagai suatu massa atau kumpulan
yang mengeras, feses seperti dempul pada lipatan rektum. Impaksi terjadi
pada retensi yang lama dan akumulasi dari bahan-bahan feses. Pada
impaksi yagn gawat feses terkumpul dan ada di dalam colon sigmoid.
Impaksi feses ditandai dengan adanya diare dan kotoran yagn tidak
normal. Cairan merembes keluar feses sekeliling dari massa yang tertahan.
Impaksi dapat juga dinilai dengan pemeriksaan digital pada rektum,
selama impaksi massa yang mengeras sering juga dapat dipalpasi.

Diare yang bersama dengan konstipasi, termasuk gejala yang sering


tetapi tidak ada keinginan untuk defekasi dan nyeri pada rektum. Hadirnya
tanda-tanda umum dari terjadinya penyakit ; klien menjadi anoreksia,
abdomen menjadi regang dan bisa juga terjadi muntah.
Penyebab dari impaksi feses biasanya kebiasaan buan gair besar yang
jarang dan konstipasi. Obat-obat tertentu juga berperan serta pada impaksi.
Barium

digunakan

pada

pemeriksaan

radiologi

pada

saluran

gastrointestinal bagian atas dan bawah dapat menjadi faktor penyebab,


sehingga setelah pemeriksaan ini hasil pengukuran diperoleh untuk
memastikan pergerakan barium.
Pada orang yang lebih tua faktor-faktor yang beragam dapat
menyebabkan impaksi; asupan cairan yang kurang, diet yang kurang serat,
rendahnya aktivitas, melemahnya tonus otot.
Pemeriksaan digital harus dilakukan dengan lembut dan hati-hati
karena perangsangan pada nervus vagus di dinding rektum dapat
memperlambat kerja jantung pasien.
Gejala dan tanda akan berbeda antara seseorang dengan seseorang
yang lain, karena pola makan, hormon, gaya hidup dan bentuk usus besar
setiap orang berbeda-beda, tetapi biasanya gejala dan tanda yang umum
ditemukan

pada

sebagian

besar

atau

kadang-kadang

beberapa

penderitanya adalah sebagai berikut:


1. Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan
tinja (jika tinja sudah tertumpuk sekitar 10 hari atau lebih, perut
penderita dapat terlihat seperti sedang hamil).
2. Tinja menjadi lebih keras, panas, dan berwarna lebih gelap daripada
biasanya, dan jumlahnya lebih sedikit daripada biasanya (bahkan
dapat berbentuk bulat-bulat kecil bila sudah parah atau tidak keluar
sama sekali).

3. Pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang,
kadang-kadang harus mengejan ataupun menekan-nekan perut
terlebih dahulu supaya dapat mengeluarkan tinja (bahkan sampai
mengalami ambeien dan berkeringat dingin).
4. Terdengar bunyi-bunyian dalam perut.
5. Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit
akibat bergesekan dengan tinja yang panas dan keras.
6. Frekuensi buang angin meningkat disertai bau yang lebih busuk
daripada biasanya (bahkan terkadang penderita akan kesulitan atau
sama sekali tidak bisa buang angin).
7. Menurunnya frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu
transit buang air besar (biasanya buang air besar menjadi 7 hari sekali
atau lebih).
8. Terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah.
9. Sakit punggung bila tinja yang tertumpuk cukup banyak.
10. Nafsu makan dapat menurun.

c. Diare
Diare berhubungan dengan pengeluaran feses yang cair dan
meningkatnya frekuensi dari proses defekasi. Ini adalah lawan dari
konstipasi dan dampak dari cepatnya perjalanan feses melalui usus besar.
Cepatnya perjalanan chyme mengurangi waktu untuk usus besar
mereabsorbsi air dan elektrolit. Sebagian orang mengeluarkan kotoran
dengan frekuensi yang meningkat, tetapi bukan diare, dikatakan diare jika
kotoran tidak berbentuk dan cair sekali. Pada orang dengan diare dijumpai
kesulitan dan ketidakmungkinan untuk mengontrol keinginan defekasi
dalam waktu yang lama.
Diare dengan ancaman tidak terkontrolnya buang air besar merupakan
sumber dari perhatian dan rasa malu. Sering, spasmodik dan kram

abdomen yang sangat sakit berhubungan dengan diare. Kadang-kadang


klien mengeluarkan darah dan lendir yang banyak ; mual dan muntah juga
bisa terjadi. Pada diare persisten,secara umum bisa terjadi perluasan iritasi
pada daerah anus ke daerah perineum dan bokong. Fatique, kelemahan,
malaise dan berat badan yang berkuran gmerupakan dampak dari diare
yang berkepanjangan.
Ketika penyebab diare adalah iritasi pada saluran intestinal, diare
diperkirakan sebagai mekanisme pembilasan sebagai perlindungan. Itu
bisa menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit dalam tubuh,
bagaimanapun, itu bisa berkembang menjadi sesuatu yang menakutkan
dalam waktu yang singkat, terutama pada bayi dan anak kecil.
Tabel: hal yang sering menjadi
penyebab diare
1. Stres psikologi

Respon fisiologi

Peningkatan pergerakan intestinal dan


sekresi mukus

2. Obat-obatan

Inflamasi dan infeksi pada mukosa


mengarah

pada

pertunbuhan

yang

berlebih dari mikroorganisme yang


normal pada intestinal

3. Antibiotik
4. Zat besi

Iritasi pada mukosa intestinal

5. Zat katartik

Iritasi pada mukosa intestinal

6. Alergi pada makanan atau

Pencernaan makan dan minuman yang

minuman
7. Intoleransi

inkomplit
pada

makanan

atau minuman
8. Penyakit pada kolon

Peningkatan pergerakan intestinal dan


sekresi mukus

Mengurangi absorpsi cairan

Inflamasi mukosa sering mengarah

9. Sindrom malabsorpsi
10. Penyakit Chrohn

pada bentuk luka

Manifestasi klinis diare:


1. Perut mulas dan gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu
makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer,
kadang disertai wial dan wiata.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur
empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi
lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah
turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun
(apatis, samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan
pernafasan cepat dan dalam. (Kusmaul).

d. Fecal Inkontinensia
Inkontinen berhubungan dengan berkurangnya kemampuan voluntar
untuk untuk mengontrol feses dan keluarnya gas melalui spinkter ani.
Inkontinen bisa juga terjadi pada waktu yagn spesifik, seperti setelah
makan, atau bisa juga terjadi ireguler.
Fecal inkontinen secara umum berhubungan dengan terganggunya
fungsi spinkter ani atau suplai syarafnya, seperti pada beberapa penyakit
neuromuskular, trauma sumsum tulang belakang, dan tumor pada otot
spinkter ani external.
Fecal inkontinen merupakan suatu masalah distres emosional yang
akhirnya dapat mengarah pada isolasi sosial.
Orang-orang yang menderita ini menarik diri ke dalam rumah mereka
atau jika di rumah sakit mereka menarik diri ke batas dari ruangan mereka
untuk meminimalkan rasa malu berhubungan dengan ketidakbersihan diri.
Fecal inkontinen asam mengandung enzim-enzim pencernaan yang sangat
mengiritasi kulit, sehingga daerah di sekitar anus harus dilindungi dengan
zinc oksida atau beberapa salap pelindung lainnya. Area ini juga harus
dijaga tetap bersih dan kering.
Gejala atau tanda-tanda Inkontinensia fecal:
Gejala dapat berupa merembesnya feses cair yang disertai dengan buang
gas dari dubur yang dalam hal ini penderita sama sekali tidak dapat
mengendalikan keluarnya feses. Umumnya

,orang dewasa tidak

mengalami inkontinensia fecal ini kecuali pada saat seseorang mengalami


diare yang cukup parah. Tapi hal itu tidak berlaku bagi orang yang
memang mengalami inkontinensia fecal, dimana kejadian defekasi pada
celana itu terjadi secara berulang-ulang dan kronis.
Gejala inkontinensia fecal antara lain :
a. Ketidakmampuan mengendalikan feses atau gas yang kemungkinan
berupa cairan atau dalam bentuk padat dari perut.

b.

Kemungkin tidak sempat ke toilet untuk melakukan defekasi.

c. Berkuragnya pengontrolan oleh usus


d.

pengeluaran feses yang tidak dikehendaki

e. Hemorhoid
Hemorhoid sering juga disebut wasir, yaitu adanya pelebaran
pembuluh darah vena di anus, dapat terjadi secara internal dan eksternal.
Internal terjadi pada canal anus, dimana venanya berada. Eksternal
hemorhoid prolapsus melalui pembukaan anus dan dapat dilihat di sana.
Hemorhoid dapat terjadi dari dampak meningkatnya tekanan pada daerah
anus, sering terjadi karena konstipasi kronik, peregangan selama defekasi,
kehamilan dan obesitas.
Beberapa hemorhoid tidak mempunyai gejala, pada lainnya dapat juga
menyebabkan
Hemorhoid

nyeri,
sering

gatal-gatal,
diobati

secara

dan

kadang-kadang

konservatif

dengan

perdarahan.
astringent

(menciutkan jaringan) dan anastesi lokal (untuk mengurangi nyeri).


Kotoran yang lebih lunak bisa mengurangi iritasi selama defekasi. Pada
beberapa kasus hemorhoid dibuang dengan pembedahan.
Manifestasi klinis Hemorhoid:
Gejala utama:

Perdarahan melalui anus yanng berupa darah segar tanpa rasa

nyeri.
Prolaps yang berasal dari tonjolan hemoroid sesuai gradasinya.

Gejala lain:

Nyeri sebagai akibat adanya infeksi sekunder atau trombus.


Iritasi kronis sekitar anus oleh karena anus selalu basah.
Anemia yang menyertai perdarahan kronis yang terjadi.

E. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Iyer at
al, 1996). Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu
pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data
sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan
memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu,
sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar praktek keperawatan dari
ANA (American Nursing Association). (Nursalam, 2001.Hal : 17)
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan
penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,
observasi, pemeriksaan fisik. Pengkaji data menurut Cyndi Smith Greenberg,
1992 adalah:
1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
a. Awalan serangan: Awalnya anak cengeng, gelisah, suhu tubuh
meningkat,nafsu makan kurang kemudian timbul diare.
b. Keluhan utama: Feces semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak
air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan menurun. Pada
bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang,
selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali
dengan konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
4. Riwayat psikososial keluarga.

Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi
keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur
dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan
bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
5. Kebutuhan dasar.
a. Pola eliminasi: akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali
sehari, BAK sedikit atau jarang.
b. Pola nutrisi: diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan
penurunan berat badan pasien.
c. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi
abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
d. Pola hygiene: kebiasaan mandi setiap harinya.
e. Aktivitas: akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan
adanya nyeri akibat distensi abdomen.
6. Pemerikasaan fisik.
a. Pemeriksaan

psikologis:

keadaan

umum

tampak

lemah,

kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat


dan lemah, pernapasan agak cepat.
b. Pemeriksaan sistematik :
1) Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut dan
bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
2) Perkusi : adanya distensi abdomen.
3) Palpasi : Turgor kulit kurang elastic.
4) Auskultasi : terdengarnya bising usus.
c. Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang.
d. Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi
sehingga berat badan menurun.
e. Pemeriksaan penunjang.

f. Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu


untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons
manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga

status kesehatan

menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (A. Carpenito, 2000.


(Nursalam. 2001. Hal : 35 ).
NANDA menyatakan bahwa bahwa diagnosa keperawatan adalah
keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang
masalah kesehatan aktual dan potensial sebagai, dasar seleksi intervensi
keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan
kewenangan perawat.
Diagnosa yang mungkin muncul :
a. Defisit volume cairan b.d kehilangan cairan secara aktif.
b. Resiko kerusakan integritas b.d ekresi atau BAB sering.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan
intake makanan.
3. Intervensi
No
1

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

keperawatan
Defisit

(NOC)
Dalam 2x24 jam deficit volume
volume cairan cairan dapat teratasi dengan KH :
b.d

kehilangan
cairan aktif

Mempertahankan urine output


sesuai dengan usia dan BB

Nadi dan suhu dalam batas

normal

Tidak ada tanda tanda

dehidrasi

(NIC)
ukur TTV
kaji keadaan umum
ps
berikan cairan lewat
infus
ukur balance cairan
kaji BAB
timbang popok
ukur bising usus

Resiko

Dalam

2x24

kekurangan

kekurangan

jam

integritas

resiko

anjurkan

pasien

dapat

menggu

nakan

integritas b.d teratasi dengan KH :


eksresi

atau

BAB sering

Tidak ada luka/lesi pada kulit

pakaian yang longgar


hindari kerutan pada

tempat tidur
jaga kebersihan kulit

Perfusi jaringan baik

Integritas kulit yang baik bias

pasien

dipertahankan

bersih dan kering


monitor kulit akan

agar

tetap

adanya kemerahan

oleskan lotion atau


minyak/baby oil pada

Ketidakseimb

Dalam

jam

2x24

angan nutrisi ketidakseimbangan nutrisi kurang


kurang
kebutuhan
tubuh

dari dari

kebutuhan

tubuh

dapat

penurunan

makanan
kolaborasi
ahli

untuk

menentukan

jumlah

sesuai dengan tujuan

kalori

nutrisi

Adanya

peningkatan

BB

intake

BB ideal sesuai tinggi badan

yang

makanan.

Tidak

pasien
anjurkan

dengan

gizi

teratasi dengan KH :
b.d

daerah yang tertekan


kaji apakah ada alergi

ada

tanda-tanda

dan

dibutuhkan
kepada

malnutrisi

pasien

Tidak terjadi penurunan berat

meningkatkan protein

badan yang berarti

dan vitamin C
monitor
jumlah

nutrisi
kandungan

untuk

dan
kalori

pasien
monitor BB pasien
monitor kegiatan atau
aktivitas pasien

monitor turgor kulit


monitoring
adanya
muntah dan mual

catat adanya edema,


hiperemik, hipertonik
papilla

lidah

cavitas oral

4. Implementasi dan Evaluasi

dan

No

Implementasi

Evaluasi

.
Dx
I

Mengukur TTV
Mengkaji keadaan umum pasien
Memberikan cairan lewat infus
Mengukur balance cairan
Mengkaji BAB
Menimbang popok

keluarga

mengatakan

Mengukur bising usus

konsistensi encer berampas

frekuensi BAB sudah


berkurang
O:

BAB

3-4x/hari

dengan

A: Belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
II

Menganjurkan pasien menggu S : keluarga klien mengatakan

lesi pada anus sudah membaik


nakan pakaian yang longgar
Menghindari kerutan pada tempat
O : kulit tidak kering lagi
tidur

Menjaga kebersihan kulit pasien

agar tetap bersih dan kering


Memonitor kulit akan adanya
kemerahan

Mengoleskan

lotion

atau

minyak/baby oil pada daerah


yang tertekan

A : intervensi teratasi
P : pertahankan kondisi pasien

III

Mengkaji

apakah

ada

alergi S : keluarga klien mengatakan

klien sudah mulai mau minum


makanan
Berkolaborasi dengan ahli gizi
air tajin
untuk menentukan jumlah kalori
dan nutrisi yang dibutuhkan O : BB klien terus mengalami
pasien
Menganjurkan

peningkatan
kepada

pasien

untuk meningkatkan protein dan

A : intervensi terlaksana

vitamin C
P : lanjutkan intervensi
Memonitor jumlah nutrisi dan

kandungan kalori pasien


Memonitoring BB pasien
Memonitoring kegiatan

aktivitas pasien
Memonitoring turgor kulit
Memonitoring adanya muntah

atau

dan mual

Mencatat

adanya

edema,

hiperemik,

hipertonik

papilla

lidah dan cavitas oral

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Eliminasi fekal merupakan proses pembuangan sisa metabolisme tubuh yang
tidak terpakai. Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produk usus penting untuk fungsi
tubuh normal. Perubahan pada defekasi dapat menyebabkan masalah pada
gastrointestinal dan bagian tubuh lain karena sisa-sisa produk adalah racun. Jumlah
fese yang dikeluarkanpun berfarisasi jumlahnya tiap individu. Fese normal
mengandung 75 % air dan 25 % materi padat. Feses normal berwarna coklat karena
adanya sterkobilin dan uriubilin yang berasal dari bilirubin. Warna feses dapat
dipengaruhi oleh kerja Escherecia coli. Flatus yang dikeluarkan orang dewasa selama
24 jam yaitu 7-10 lt flatus dalam usus besar. Kerja mikroorganisme mempengaruhi
bau feses. Fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa factor, pola eleminasi
dan kebiasaan masing-masing orang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai