Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

MOBILISASI
I. Konsep Kebutuhan Mobilisasi
1.1 Definisi
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
guna mempertahankan kesehatannya (A. Aziz Alimul H. 2009). Mobilisasi adalah
suatu kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas guna mempertahankan
kesehatannya.Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
bebas. (Musrifatul Uliyah dan A. Aziz A. H., 2008).
Pendapat lain dari mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian dan
mobilisasi yang mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak
dengan bebas. (Perry dan Potter, 1994).
1.2 Fisiologi sistem
Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan aktivitas:
1.2.1 Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi
mekanis untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot,
fungsi sebagai tempat penyimpanan mineral khusunya kalsium dan fosfor
yang bisa dilepaskan setiap saat sesuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum
tulang dalam membentuk sel darah, dan fungsi pelindung organ-organ
dalam.
Terdapat tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan
pelvis, tulang kuboid seperti tulang vertebra dan tulang tarsalia, dan tulang
panjang seperti tulang femur dan tibia. Tulang panjang umumnya
berbentuk lebar pada kedua ujung dan menyempit di tengah. Bagian ujung
tulang panjang dilapisi oleh kartilago dan secara anatomis terdiri dari
epifisis, metafisis, dan diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua
ujung tulang yang terpisah dan lebih elastis padas masa anak-anak serta
akan menyatu pada masa dewasa (A. Aziz Alimul H. 2009).
1.2.2 Otot dan Tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh
bergerak sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang,
serta dihubungkan dengan tulang melalui tendon, yaitu suatu jaringan ikat
yang melekat dengan sangat kuat pada tempat insersinya tulang.

Terputusnya tendon akan mengakibatkan kontraksi otot tidak dapat


menggerakkan organ di tempat insersi tendon yang bersangkutan,
sehingga diperlukan penyambungan atau jahitan agar dapat berfungsi
kembali (A. Aziz Alimul H. 2009).
1.2.3 Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang.
Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu
jika terputus akan mengakibatkan ketidakstabilan (A. Aziz Alimul H.
2009).
1.2.4 Sistem Saraf
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otot dan medulla spinalis) dan
sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf
memiliki bagian somatis dan otonom. Bagian somatis memiliki fungsi
sensorik dan motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat seperti
pada fraktur tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan secara
umum,

sedangkan

kerusakan

saraf

tepi

dapat

mengakibatkan

terganggunya daerah yang diinsersi, dan kerusakan pada saraf radial akan
mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik di daerah radial tangan
(A. Aziz Alimul H. 2009).
1.2.5 Sendi
Merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi membuat
segmentasi dari kerangka tubuh dan memungkinkan gerakan antarsegmen
dan berbagai derajat pertumbuhan tulang. Terdapat beberapa jenis sendi,
misalnya sendi sinovial yang merupakan sendi kedua ujung tulang
berhadapan dilapisi oleh kartilago artikuler, ruang sendinya tertutup
kapsul sendi dan berisi cairan sinovial. Selain itu terdapat juga sendi bahu,
sendi panggul, lutut, dan sendi lainnya (A. Aziz Alimul H. 2009).

1.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi sistem


1.3.1 Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan
sehari-hari (A. Aziz Alimul H. 2009).
1.3.2

Proses penyakit/Cedera
Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi karena dapat
memengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita
fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas
bagian bawah. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena

adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada


kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena mederita penyakit
tertentu (A. Aziz Alimul H. 2009).
1.3.3

Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilisasi dapat juga dipengaruhi kebudayaan.
Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh
memiliki kemampuan mobilisasi yang kuat, sebaliknya ada orang yang
mengalami gangguan mobilisasi (sakit) karena adat dan budaya tertentu
dilarang untuk beraktivitas (A. Aziz Alimul H. 2009).

1.3.4

Tingkat energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat
melakukan mobilisasi dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.
Seseorang yang sedang sakit akan berbeda mobilitasnya dibandingkan
dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari (A. Aziz Alimul H.
2009).

1.3.5

Usia dan Status Perkembangan


Terdapat perbedaan kemampuan mobilisasi pada tingkat usia yang
berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat
gerak sejalan dengan perkembangan manusia. Usia berpengaruh terhadap
kemampuan seseorang dalam melakukan mobilisasi. Pada individu lansia,
kemampuan untuk melakukan aktifitas dan mobilisasi menurun sejalan
dengan penuaan (A. Aziz Alimul H. 2009)
I.4 Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada sistem
NANDA Internasional mendefinisikan gangguan mobilisasi fisik sebagai
keterbatasan pada kemandirian, gerakan fisik pada tubuh, atau satu atau lebih
ekstremitas (Ackley dan Ladwign, 2006 dalam Fundamental Keperawatan Potter
dan Perry Edisi 7 Buku 3). Gangguan tingkat mobilisasi fisik klien sering
disebabkan oleh restriksi gerakan dalam bentuk tirah baring, restriksi fisik karena
peralatan eksternal (misalnya gips atau traksi rangka), restriksi gerakan volunter,
atau gangguan fungsi motorik dan rangka.
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas),
misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur
pada ekstremitas, dan sebagainya (A. Aziz Alimul H. 2009).
Gangguan mobilisasi adalah suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan
fisik secara mandiri yang dialami oleh seseorang. Penyebab imobilitas fisik

bermacam-macam dan dapat dikategorikan berhubungan dengan lingkungan


internal dan eksternal.
II. Rencana Asuhan Klien Dengan Gangguan Kebutuhan Mobilisasi
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan
2.1.1.1
Keluhan Utama
2.1.1.2
Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan/gangguan dalam mobilisasi dan
imobilisasi, seperti adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan,
tingkat mobilisasi dan imobilisasi, daerah terganggunya
mobilitas dan imobilitas, dan lama terjadinya gangguan
2.1.1.3

mobilitas.
Riwayat Keperawatan Penyakit Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan mobilisasi, misalnya adanya riwayat
penyakit sistem neurologis (kecelakaan cerebrovascular, trauma
kepala, peningkatan tekanan intracranial, miastenia gravis,
guillain barre, cedera medulla spinalis, dan lain-lain), riwayat
penyakit sistem kardiovaskular (infark miokard, gagal jantung
kongestif), riwayat penyakit musculoskeletal (osteoporosis,
fraktur, artritis), riwayat penyakit sistem pernapasan (penyakit
paru obstruksi menahun, pneumonia, dan lain-lain), riwayat
pemakaian obat, seperti sedative, hipnotik, depresan sistem

2.1.1.4
2.1.2

saraf pusat, laksania, dan lain-lain.


Riwayat Penyakit Keluaraga

Pemeriksaan Fisik: data fokus


2.1.2.1 Kemampuan Mobilisasi
Pengkajian kemampuan mobilisasi dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan
berpindah tanpa bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas
adalah sebagai berikut:
Tingkat Aktivitas/Mobilisasi
Tingkat 0
Tingkat 1
Tingkat 2
Tingkat 3
Tingkat 4

Kategori
Mampu merawat diri sendiri secara penuh.
Memerlukan penggunaan alat.
Memerlukan bantuan atau pengawasan
orang lain.
Memerlukan bantuan, pengawasan orang
lain, dan peralatan.
Sangat tergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam

perawatan.

Skala kekuatan otot


Kekuatan otot
Tidak ada kontraksi
Ada tanda dari kontraksi
Bergerak tapi tak mampu untuk menahan gaya gravitasi
Bergerak melawan gaya gravitasi tetapi tidak dapat

Nilai
0
1
2
3

melawan tahanan otot pemeriksa


Bergerak dengan lemah terhadap tekanan otot pemeriksa
Kekuatan dan regangan yang normal

4
5

2.1.2.2

Kemampuan Rentang Gerak


Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan
pada daerah seperti bahu, siku, lengan, panggul dan kaki.
Derajat
Tipe Gerakan

Rentang
Normal

Leher, Spina, Servikal


Fleksi : menggerakkkan dagu menempel ke dada
Ekstensi : mengembalikan kepala ke posisi tegak
Hiperekstensi : menekuk kepala ke belakang sejauh

45
45
10

mungkin
Fleksi Lateral : memiringkan kepala sejauh mungkin ke

40-45

arah setiap bahu


Rotasi : memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan

180

sirkuler
Bahu
Fleksi : menaikkan lengan dari posisi di samping tubuh ke

180

depan ke posisi di atas kepala


Ekstensi : mengembalikan lengan ke posisi semula
Abduksi : menaikkan lengan ke posisi samping di atas

180
180

kepala dengan telapak tangan jauh dari kepala


Adduksi : menurunkan lengan ke samping dan menyilang

320

tubuh sejauh mungkin


Rotasi dalam : dengan siku fleksi, memutar bahu dengan

90

menggerakan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam


dan ke belakang
Rotasi luar : dengan siku fleksi, menggerakkan lengan
sampai ibu jari ke atas dan samping kepala
Lengan Bawah

90

Supinasi : memutar lengan bawah dan tangan sehingga

70-90

telapak tangan menghadap ke atas


Pronasi : memutar lengan bawah sehingga telapak tangan

70-90

menghadap ke bawah
Pergelangan Tangan
Fleksi : menggerakkan telapak tangan ke sisi dalam lengan

80-90

bawah
Ekstensi : menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan,

80-90

dan lengan bawah berada dalam arah yang sama


Abduksi (fleksi radial) : menekuk pergelangan tangan

Sampai 30

miring (medial) ke ibu jari


Adduksi (fleksi luar) : menekuk pergelangan tangan miring

30-50

(lateral) ke arah lima jari


Jari-jari Tangan
Fleksi : membuat pergelangan
Ekstensi : meluruskan jari tangan
Hiperekstensi : menggerakkan jari-jari tangan ke belakang

90
90
30-60

sejauh mungkin
Ibu Jari
Fleksi : menggerakkan ibu jari menyilang permukaan
telapak tangan
Ekstensi : menggerakkan ibu jari lurus menjauh dari tangan
Pinggul
Fleksi : menggerakkan tungkai ke depan dan atas
Ekstensi : menggerakkan kembali kesamping tungkai yang
lain
Lutut
Fleksi : menggerakkan tumit ke arah belakang paha
Ekstensi : mengembalikan tungkai ke lantai
Mata Kaki
Dorsifleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki
menekuk ke atas
Plantarfleksi : menggerakkan kaki sehingga jari-jari kaki
menekuk kebawah

2.1.2.3

Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi

90
90
90-120
90-120

120-130
120-130
20-30
45-50

Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara


bilateral atau tidak. Derajat kekuatan otot dapat ditentukan
dengan:
Skala

Persentase

Kekuatan Normal
0

10

25

50

75

100

Karakteristik
Paralisis sempurna.
Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di
palpasi atau dilihat
Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
Gerakan yang normal melawan gravitasi
Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh

2.1.3

Pemeriksaan penunjang
2.1.3.1

Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang,

tekstur, dan perubahan hubungan tulang.


2.1.3.2
CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian
bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan
tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon.
Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah
tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
2.1.3.3
MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik
pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan medan
magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan
abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak
melalui tulang.
2.1.3.4
Pemeriksaan Laboratorium: Hb pada trauma, Ca pada
imobilisasi lama, Alkali Fospat , kreatinin dan SGOT pada
kerusakan otot.

2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Hambatan Mobilitas Fisik
2.2.1Definisi
suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakan fisik yang bermanfaat
dari tubuh atau satu ektremitas atau lebih.
2.2.2Batasan Karakteristik:
2.2.2.1
Penurunan waktu reaksi
2.2.2.2
Kesulitan membolak-balik

2.2.2.3

Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan

(misalnya: meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain,


mengendalikan perilaku, focus pada ketunadayaan/aktivitas
sebelum sakit)
2.2.2.4
Dyspnea setelah beraktivitas
2.2.2.5
Perubahan cara berjalan
2.2.2.6
Gerakan bergetar
2.2.2.7
Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan
motoric halus
2.2.2.8
Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan
motoric kasar
2.2.2.9
Keterbatasan rentang pergerakan sendi
2.2.2.10 Tremor akibat pergerakan
2.2.2.11 Ketidakstabilan postur
2.2.2.12 Pergerakan lambat
2.2.2.13 Pergerakan tidak terkoordinasi
2.2.3Faktor yang berhubungan:
2.2.3.1
Intoleran Aktivitas
2.2.3.2
Perubahan metabolism seluler
2.2.3.3
Ansietas
2.2.3.4
Indeks masa tubuh di atas persentil ke-75 sesuai usia
2.2.3.5
Gangguan kognitif
2.2.3.6
Kontraktur
2.2.3.7
Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia
2.2.3.8
Fisik tidak bugar
2.2.3.9
Penurunan ketahanan tubuh
2.2.3.10 Penurunan kendali otot
2.2.3.11 Penurunan massa otot
2.2.3.12 Penurunan kekuatan otot
2.2.3.13 Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
2.2.3.14 Keadaan mood depresif
2.2.3.15 Keterlambatan perkembangan
2.2.3.16 Ketidaknyamanan
2.2.3.17 Kaku Sendi
2.2.3.18 Kurang dukungan lingkungan (missal: fisik atau social)
2.2.3.19 Keterbatasan ketahanan kardiovaskular
2.2.3.20 Kerusakan integritas struktur tulang
Diagonsa 2: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum
Definisi : ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan
atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin
dilakukan.
2.2.4 Batasan Karateristik
melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan.
Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas
Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau iskemia
Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat beraktivitas.
2.2.5 Faktor yang berhubungan
Tirah Baring atau imobilisasi
Kelemahan menyeluruh
Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan kebutuhan

Gaya hidup yang dipertahankan.


2.3 Perecanaan
Diagnosa 1 : Hambatan Mobilitas Fisik
2.3.1
Tujuan dan kriteria Hasil
2.3.1.1 Untuk memenuhi kebutuhan dasar masnusia
2.3.1.2 Untuk mencegah terjadainya trauma
2.3.1.3 Untuk memepertahankan tingkat kesehatan
2.3.1.4 Untuk memepertahankan intraksi social dan peran
sehari-hari
2.3.1.5 Untuk mencegah hilangnya kempuan fungi tubuh
2.3.2

Kriteria Hasil :
2.3.2.1 Klien meningkat dalam aktivitas fisik
2.3.2.2 Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas
2.3.2.3 Memeperbalisasikan perasaan dalam meningkatkan
kekuatan dan kemampuan berpindah
2.3.2.4 Memperagakan penggunaan alat
2.3.2.5 Bentu untuk mobilisasi (walker)

2.3.2

Intervensi dan Rasional

Intervensi
Rasional
Observasi laporan kelemahan,
Nyeri yang dirasakan
Perhatikan ketidakmampuan untuk
aktivitas sehari-hari.
Berpatisipai dalam aktivitas seharihari.
Berikan

lingkungan

tenang

dan Menghemat

energi

dapat

untuk

membatasi

aktivitas

dan

periode istirahat tanpa gangguan .


regenersi seloler
Dorong istirahat sebelum makan.
Penghematan energi, contoh: lebih Memaksimalkan sediaan energi untuktugas
baik dududk daripada berdiri,
Pengguan kursi untuk mandi.
Bantu aktivitas lain sesuai indikasi.

perawatan diri.

Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum


2.3.3

Tujuan dan kriteria hasil


2.3.3.1 Mampu mengidentifikasi

aktifitas

dan

situasi

yang

menimbulkan kecemasan yang berkonstribusi pada intoleransi


aktifitas.
2.3.3.2 Mampu berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai
peningkatan TD, N, RR dan perubahan ECG
2.3.3.3 Mengungkapkan secara verbal, pemahaman tentang kebutuhan
oksigen, pengobatan dan atau alat yang dapat meningkatkan
toleransi terhadap aktifitas.
2.3.3.4 Mampu berpartisipasi dalam perawatan diri tanpa bantuan atau
dengan bantuan minimal tanpa menunjukkan kelelahan
2.3.4 kriteria hasil

2.3.4.1

Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan

tekanan darah, nadi dan RR


2.3.4.2 Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara
mandiri

2.3.5 intervensi dan rasional


Intervensi
1. Tentukan

penyebab

keletihan:

Rasional
:nyeri, 1. Untuk mengetahui tentang penyebab

aktifitas, perawatan , pengobatan

nyeri yang terjadi akan mengurangi


ketegangan pasien dan memudahkan
pasien untuk diajak bekerjasama dalam

2. Kaji respon emosi, social dan spiritual

melakukan tindakan.
terhadap aktifitas.
2. Untuk mengetahui aktivitas yang
3. Evaluasi motivasi dan keinginan klien untuk
dilakukan
meningkatkan aktifitas.
3. Memudahkan pasien untuk diajak
4. Monitor
aktifitas

respon
:

kardiorespirasi

takikardi,

disritmia,

terhadap
dispnea,

diaforesis, pucat.
5. Monitor asupan nutrisi untuk memastikan
keadekuatan sumber energi.
6. Monitor
respon
terhadap

bekerjasama

dalam

melakukan

tindakan.
4. Untuk mencegah timbul/ memburuknya
disritmia
5. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen

pemberian

oksigen :nadi, irama jantung, frekuensi


Respirasi terhadap aktifitas perawatan diri.
7. Letakkan benda-benda yang sering digunakan

6. Untuk mengetahui kondisi jantung


pasien.

pada tempat yang mudah dijangkau


8. Kelola energy pada klien dengan pemenuhan 7. Untuk mempermudah aktivitas
kebutuhan makanan, cairan, kenyamanan /
digendong untuk mencegah tangisan yang 8. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen
menurunkan energi.
9. Kaji pola istirahat klien dan adanya faktor

didalam tubuh

yang menyebabkan kelelahan.


9. Memfokuskan
istirahat

kembali

perhatian

III.Daftar pustaka
Alimul H., A. Aziz. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Buku 1. Jakarta: Salemba Medika
Heater Herdman, T.2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan 20122014.Jakarta: EGC
Perry, Potter. 2010. Fundamental Keperawatan Buku 3 Edisi 7.Jakarta: Salemba
Medika
Suparmi, Yulia, dkk. 2010. Panduan Praktik Keperawatan. Yogyakarta: PT Citra Aji
Pramana

Banjarmasin,

November 2016

Preseptor Akademik

Preseptor Klinik

(...................................................)

(.........................................................)

Anda mungkin juga menyukai