Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

OMPHALOCELE

I. Konsep Omphalocele
1.1 Definisi Omphalocele
Omphalokel (omfalokel) adalah adanya protrusi (keadaan menonjol kedepan)
pada waktu lahir dibagian usus yang melalui suatu defek besar pada dinding
abdomen di umbilikus dan usus yang menonjol hanya ditutupi oleh membrane
tipis transparan yang terdiri dari amnion dan peritoneum (W. A. Newman
Dorland, 2002).

Omphalocele merupakan defek (kecacatan) pada dinding anterior abdomen


pada dasar dari umbilical cord dengan herniasi dari isi abdomen. Organ-organ
yang berherniasi dibungkus oleh peritoneum parietal. Setelah 10 minggu
gestasi, amnion dan Wharton Jelly juga membungkus massa hernia (Lelin-
Okezone, 2007).

Omphalocele juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan dimana dinding perut
mengandung struktur muskulo aponeuresis yang kompleks. Aponeuresis
adalah lembaran jaringan mirip tendon yang lebar serta mengkilap untuk
membungkus dan melekatkan otot yang satu dengan yang lainnya dan juga
dengan bagian yang digerakkan oleh otot tersebut.

Omphalocele terjadi saat bayi masih dalam kandungan. Karena gangguan


fisiologis pada sang ibu, dinding dan otot-otot perut janin tak terbentuk
dengan sempurna. Akibatnya, organ pencernaan seperti usus, hati, tali pusar,
serta lainnya tumbuh di luar tubuh. Jenis gastroschisis terjadi seperti
omphalocele. Bedanya, posisi tali pusar tetap pada tempatnya. (,2008 ,dr
Redmal Sitorus).

1.2 Etiologi Omphalocele


Penyebab pasti terjadinya omphalokel belum jelas sampai sekarang. Beberapa
faktor resiko atau faktor-faktor yang berperan menimbulkan terjadinya
omphalokel diantaranya adalah infeksi, penggunaan obat dan rokok pada ibu

1
2

hamil, defisiensi asam folat, hipoksia, penggunaan salisilat, kelainan genetik


serta polihidramnion.

Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab omfalokel, yaitu:


a. Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit dan
terinfeksi, penggunaan obat-obatan, merokok dan kelainan genetik.
Faktor-faktor tersebut berperan pada timbulnya insufisiensi plasenta
dan lahir pada umur kehamilan kurang atau bayi prematur, diantaranya
bayi dengan gastroschizis dan omfalokel paling sering dijumpai.
b. Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat menimbulkan defek
dinding abdomen pada percobaan dengan tikus tetapi kemaknaannya
secara klinis masih sebatas perkiraan. Secara jelas peningkatan
MSAFP (Maternal Serum Alfa Feto Protein) pada pelacakan dengan
ultrasonografi memberikan suatu kepastian telah terjadi kelainan
struktural pada fetus. Bila suatu kelainan didapati bersamaan dengan
adanya omfalokel, layak untuk dilakukan amniosintesis guna melacak
kelainan genetik.
Polihidramnion, dapat diduga adanya atresia intestinal fetus dan kemungkinan
tersebut harus dilacak dengan USG.

1.3 Tanda gejala Omphalocele


Menurut A.H. Markum, manifestasi dari omphalokel adalah :
a. Organ visera / internal abdomen keluar
b. Penonjolan pada isi usus
c. Teridentifikasi pada prenatal dengan ultrasound
Sedang tanda yang lain :
a. Apabila berukuran kecil di dalam korda umbilicus terdapat sembuhan
yang berisi usus
b. Apabila ukuran besaar di dalam korda berisi hati dan usus
c. Tali pusat tampak terletak di daerah apeckantong dengan pembuluh
darah umbilicus meluncur sepanjang kantong masuk kedalam rongga
perut
d. Sering ditemukan pada bayi premature
e. Umbilicus menonjol keluar.
3

1.4 Patofisiologi Omphalocele


a. Selama perkembangan embrio,ada suatu kelemahan yang terjadi pada
dinding abdomen semasa embrio yang mana menyebabkan herniasi pada
isi usus pada salah satu samping umbilikus.hal ini menyebabakan organ
visera abdomen keluar dari kapasitas abdomen dan terbungkus kantong.
b. Terjadinya penurunan kapasitas abdomen yang dianggap abnormal.
c. Omfalokel terbentuk akibat kegagalan fungsi dalam pembentukan dinding
abdomen ,dan terbentuk defek.
d. Letak defek umumnya di sebelah kanan umbilikus
e. Usus sebagian besar berkembang di luar rongga abdomen janin,akibatnya
usus menjadi tebal dan kaku karena pengendapan dan iritasi dari cairan
as.amino,usus juga terlihat pendek dan rongga abdomen sempit.
f. Usus,visera dan seluruh permukaan rongga abdomen yang berhubungan
dengan dunia luar menyebabkan penguapan dan pancaran panas dari
tubuh cepat berlangsung,sehingga terjadi dehidrasi dan
hipotermi,kontaminasi usus dengan kuman dapat terjadi,dan distensi usus
sehingga mempersulit koreksi pemasukan kerongga abdomen pada saat
pembedahan.
g. Embriogenesis pada saat janin berumur 5 -6 minggu isi abdomen terletak
diluar embrio.pada usia 10minggu terjadi pegembangan lumen abdomen
sehingga usus dari extra peritoneum akan masukke rongga perut.bila
proses ini terhambat maka akan terbentuk kantong di pangkal umbilikus
yang terisi usus,lambung dan kadang hati.dindingnya tipis terdiri dari
lapisan peritoneum dan lapisan amino yang keduanya bening sehingga isi
kantong tampak keluar,keadaan ini disebut omfalokel.bila usus keluar di
titik terlemah dikanan umbilikus,usus akan berada diluar rongga perut
tanpa di bungkus,peritoneum dan amino keadaan ini disebut gastrokhisis.

1.5 Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan maternal serum alfa fetoprotein (MSAFP). Diagnosis
prenatal defek pada dinding abdome dapat di deteksi dengan peningkatan
serum MSAFP
b. USG
c. Radiologi
4

1. Fetal sonography dapat menggambarkan kelainan genetik dengan


memperlihatkan marker struktural.
2. Echocardiography fetus untuk membantu melihat kelainan jantung.

1.6 Komplikasi Omphalocele


Komplikasi dini merupakan infeksi pada kantong yang mudah terjadi pada
permukaan yang telanjang. Kelainan kongenital dinding perut ini mungkin
disertai kelainan bawaan lain yang memperburuk prognosi.
komplikasi dari omphalokel adalah :
Komplikasi dini adalah infeksi pada kantong yang mudah terjadi pada
permukaan yang telanjang.
Kekurangan nutrisi dapat terjadi sehingga perlu balans cairan dan nutrisi
yang adekuat misalnya dengan nutrisi parenteral.
Dapat terjadi sepsis terutama jika nutrisi kurang dan pemasangan
ventilator yang lama.
Nekrosis

1.7 Penatalaksanaan Omphalocele


Penatalaksanaan Terapeutik menurut Suriadi & Yuliani R (2001) adalah :
a. Perawatan pra-bedah
Terpeliharanya suhu tubuh
Kehilangan panas dapat berlebihan karena usus yang mengalami
prolaps sangat meningkatkan area permukaan.
Pemasangan NGT dan pengisapan yang kontinu untuk mencegah
distensi usus-usus yang mempersulit pembedahan.
Penggunaan bahan synthetic (silatik) dengan lapisan tipis yang
tidak melengket seperti xeroform, kemudian dengan kerlix dan
pembungkus Saran untuk menutup usus atau menutup dengan kasa
steril lembab dengan cairan NaCl steril untuk mencegah
kontaminasi
Omphalocele dianjurkan tidak melakukan traksi yang berlebihan
pada mesenterium.
Terapi intravena untuk hidrasi
Antiseptik dengan spectrum luas secara intravena: Besarnya
kantong, luasnya cacat dinding perut dan ada tidaknya hepar di
5

dalam kantong, akan menentukan cara pengelolaan. Bila kantong


omphalocele kecil, dapat dilakukan operasi satu tahap. Dinding
kantong dibuang, isi kantong dimasukkan ke dalam rongga perut,
kemudian lubang ditutup dengan peritoneum, fasia dan kulit. Tetapi
biasanya omphalocele terlalu besar dan rongga perut terlalu kecil
sehingga isi kantong tidak dapat dimasukkan ke dalam perut.
Jika dipaksakan, maka karena regangan pada dinding perut,
diafragma akan terdorong ke atas sehingga terjadi gangguan
pernapasan. Obstruksi vena cava inferior dapat juga terjadi karena
tekanan tersebut.
Tindakan yang dapat dilakukan ialah melindungi kantong
omphalocele dengan cairan antiseptik, misalnya betadin dan
menutupnya dengan kain dakron agar tidak tercemar. Dengan
demikian, ada kesempatan untuk terjadinya epitelisasi dari tepi,
sehingga seluruh kantong tertutup epitel dan terbentuk hernia
ventralis yang besar. Epitelisasi ini membutuhkan waktu 3-4 bulan.
Kemudian operasi koreksi hernia ventralis tersebut dapat dikerjakan
setelah anak berumur 5-10 bulan.
Terapi oksigen diberikan untuk membantu pernafasan

b. Pembedahan
Pembedahan dilakukan secara bertahap tergantung besar kecilnya
lubang pada dinding abdomen. Tujuan pebedahan adalah untuk
mengembalikan visera kedalam kavum abdomen dan menutup diding
abdomen.
Pada omphalokel, jika lubangnya kecil maka akan disambungkan
saja, namun jika lubangnya besar maka akan dicangkok dengan
mengambil kulit dari bokong atau paha bayi. Operasi koreksi ini untuk
menempatkan usus ke dalam rongga perut dan menutup lubang. Harus
dikerjakan secepat mungkin sebab tidak ada perlindungan infeksi.
Tambahan lagi makin ditunda operasi makin sukar karena usus akan
udem.
c. Paska Bedah
Perawatan paska bedah neonatus rutin
Terapi oksigen maupun ventilasi mekanik kemungkinan diperlukan
6

Dilakukan aspirasi setiap jam pada tuba nasogastrik


Pemberian antibiotika
Terapi intravena diberikan untuk perbaikan cairan
Pada sekitar 7-12 hari setelah pembedahan, anak akan kembali lagi
mengalami pembedahan untuk menjalani perbaikan cacat. Namun ini
tergantung dari kondisi si bayi (lemah atau tidak).
1) Bayi post bedah omphalokel yang masih dalam perawatan
2) Bayi post operasi omphalokel dengan dinding abdomen yang sudah
rapi seperti orang normal lainnya.

1.8 Pathway
Kelainan bawaan

Alat dalam gagal kembali ke rongga


dalam abdomen

Isi abdomen masuk ke dalam umbilikus

Korda terobek
Agen cidera
biologis
Omfalokel
Nyeri

Ileus obstruksi Usus keluar Keterbatasan


koognitif

Kekurangan Pertahanan tubuh


cairan Defisiensi
(dehidrasi) primer tidak
pengetahuan
adekuat
orangtua
Kenaikan suhu tubuh
Resiko infeksi
(hipertemi)
Ansietas
7

II. Rencana asuhan klien dengan Omphalocele


2.1 Pengkajian
2.1.1 Pemeriksaan fisik: data focus
Fokus Pengkajian menurut Dongoes, M.F (1999):
1. Mengkaji Kondisi Abdomen
a. Kaji area sekitar dinding abdomen yang terbuka
b. Kaji letak defek, umumnya berada di sebelah kanan umbilicus
c. Perhatikan adanya tanda-tanda infeksi/iritasi
d. Nyeri abdomen, mungkin terlokalisasi atau menyebar,
akut/ironis sering disebabkan oleh inflamasi, obstruksi
e. Distensi abdomen, kontur menonjol dari abdomen yang
mungkin disebabkan oleh pelambatan penyosongan lambung,
akumulasi gas/feses, inflamasi/obstruksi.

2. Mengukur temperatur tubuh


a. Demam, manifestasi umum dari penyakit pada anak-anak
dengan gangguan GI,biasanya berhubungan dengan dehidrasi,
infeksi atau inflamasi.
b. Lakukan pengukuran suhu secara kontinu tiap 2 jam
c. Perhatikan apabila terjadi peningkatan suhu secara mendadak.

3. Kaji Sirkulasi
a. Kaji adanya sianosis perifer

4. Kaji distress pernafasan


Lakukan pengkajian fisik pada dada dan paru, terhadap
a. Frekuensi : Cepat (takipneu), normal atau lambat
b. Kedalaman : normal, dangkal (Hipopnea), terlalu dalam
(hipernea)
c. Kemudahan : sulit (dispneu), othopnea
d. Irama : variasi dalam frekuensi dan kedalaman pernafasan
e. Observasi adanya tanda-tanda infeksi, batuk, seputum dan
nyeri dada
f. Kaji adanya suara nafas tambahan (mengi/wheezing)
g. Perhatikan bila pasien tampak pucat/sianosis
8

2.1.2 Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Pemeriksaan maternal serum alfa fetoprotein (MSAFP).
Diagnosis prenatal defek pada dinding abdome dapat di deteksi
dengan peningkatan serum MSAFP
3. USG
4. Radiologi
a. Fetal sonography dapat menggambarkan kelainan genetik
dengan memperlihatkan marker struktural.
b. Echocardiography fetus untuk membantu melihat kelainan
jantung.

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Nyeri akut
2.2.1 Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dengan
istilah seperti awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas
ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat
diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
2.2.2 Batasan karakteristik
2.2.2.1 Subjektif:
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat.
2.2.2.2 Objektif:
Posisi untuk menghindari nyeri
Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas, tidak
bertenaga sampai kaku)
Respon autonomik (misalnya; perubahan tekanan darah,
pernapasan atau nadi)
Perubahan selera makan
Perilaku distraksi (misalnya; mondar-mandir, mencari orang
atau aktivitas lain, aktivitas berulang)
Perilaku ekspresif (gelisah, merintih, menangis, dll)
Wajah topeng
Fokus menyempit
9

Bukti nyeri yang dapat diamati


Gangguan tidur
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Agen-agen penyebab cedera (misalnya; biologis, kimia, fisik dan
psikologis)

Diagnosa 2: hipertermia
2.2.4 Definisi
Peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal..
2.2.5 Batasan karakteristik
2.2.5.1 Objektif:
Kulit merah
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal
Kejang atau kovulasi
Takikardie
takipnea
2.2.5 Faktor yang berhubungan
Dehidrasi
Penyakit atau trauma
Ketidak mampuan dan penurunan kemampuan berkeringat
Pakaian yang tidak tepat
Peningkatan laju metabolisme
Obat atau anastesi
Terpajan lingkungan panas
Aktivitas yang berlebih

Diagnosa 3: Risiko infeksi


2.1.6 Definisi:
berisiko terhadap invasi organisme patogen
2.1.7 Faktor risiko
a. Penyakit kronis
b. Penekanan sistem imun
c. Ketidakadekuatan imunitas dapatan
10

b. Pertahanan primer tidak adekuat ( misalnya: kulit luka, trauma


jaringan, penurunan kerja silia, statis cairan tubuh, perubahan pH
sekresi, dan gangguan peristaltis)
c. Pertahanan lapis kedua yang tidak memadai ( misalnya:
hemoglobin turun, leukopenia, dan supresi respon inflamasi)
d. Peningkatan pemajanan lingkungan terhadap pathogen
e. Pengetahuan yang kurang untuk menghindari pajanan patogen
f. Prosedur invasif
g. Malnutrisi
h. Agens farmasi (misal: obat imunosupresi)
i. Pecah ketuban
j. Kerusakan jaringan
k. Trauma

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Nyeri akut
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
2.3.1.1Tingkat kenyamanan: Tingkat persepsi positif terhadap
kemudahan fisik dan psikologis.
2.3.1.2 Pengendalian nyeri: Tindakan individu untuk mengendalikan
nyeri
2.3.1.3 Tingkat nyeri: keparahan nyeri yang dapat diamati atau
dilaporkan.
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
2.3.2.1 Intervensi umum :
a. Mandiri
Manajemen nyeri (relaksasi dan distraksi): meringankan atau
mengurangi nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat
diterima oleh pasien.
Manajemen sedasi: memberikan sedatif, memantau respons
pasien, dan memberikan dukungan fisiologis yang dibutuhkan
selama prosedur diagnostik atau terapeutik.
Pemantauan tanda-tanda vital.
Pertahankan posisi tubuh yang baik untuk mencegah nyeri atau
cedera otot.
11

b. Kolaborasi
Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian analgesik.

Diagnosa 2 : hipertermia
2.3.4 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
2.3.4.1Termoregulasi: keseimbangan antara produksi panas, dan
kehilangan panas.
2.3.4.2 tanda-tanda vital: nilai suhu, denyut nadi, frekuensi pernapasan,
dan tekanan darah dalam rentang normal
2.3.5 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
2.3.5.1 Intervensi umum :
c. Mandiri
Pantau tanda-tanda vital :
memantau pasien apakah terjadi peningkatan suhu atau tidak..
Lakukan tindakan untuk mencegah peningkatan suhu:
memberikan kompres hangat.
Melaporkan tanda gejala dini hipertermia : tidak mengalami
gawat napas, gelisah atau latergi.
d. Kolaborasi
Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian paracetamol.

Diagnosa 3 : resiko infeksi


2.3.3 Tujuan dan kriteria hasil (outcome criteria): setelah dilakukan
tindakan keperawatan faktor risiko infeksi akan hilang dengan
kriteria hasil:
NOC :
Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
Memperlihatkan hygiene personal yang adekuat
Immune dalam batas normal

2.3.4 Intervensi keperawatan dan rasional:


NIC:
- Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi (misalnya usia lanjut, usia kurang dari 1 tahun, luluh
imun, malnutrisi).
12

Rasional: mengidentifikasi faktor penyebab infeksi


- Jaga hygiene personal untuk melindungi tubuh terhadap infeksi
Rasional: meminimalkan pajanan pada organisme infektif
- Pantau hasil laboratorium (hitung darah lengkap, hitung
granulosit, absolute, hitung jenis, protein serum dan albumin)
Rasional: mengetahui perkembangan hasil laboratorium
- Kolaborasi dalam pemberian obat bila diperlukan
Rasional: diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi
khusus

III. Daftar Pustaka


Beth cecyl L, Sowden Linda A.2002 . Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta
: EGC.

Catzel, pincus.1990.Kapita Selekta Pediatri Edisi 2.Jakarta:EGC

Dongoes, M.F.1999.Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 2. Jakarta :
EGC.

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0803/08/jab07.html/ Bayi Tanpa Dinding


Perut Dirawat di RSUD Kardinah

Pelaihari, Februari 2017


Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(..) (..)

Anda mungkin juga menyukai