Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

SULOSIO PLASENTA EMERGENCY


Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Kritis
RSUD Blambangan

Oleh :
ULIL AINI ROHMAH
2019.04.077

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2020

HALAMAN PENGESAHAN
SULOSIO PLASENTA EMERGENCY
RSUD BLAMBANGAN
Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Kritis Di RSUD Blambangan

Oleh :
ULIL AINI ROHMAH
2019.04.077

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Mahasiswa

( ) ( _________ )

Laporan Pendahuluan
Solusio Plasenta Emergency

A. Konsep Teori
1. Definisi
Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan
(Sarwono Prawirohardjo, 2015).
Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasinya sebelum janin lahir (F. Gary Cunningham, 2012)
Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan
(Sarwono Prawirohardjo, 2015).
Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasinya sebelum janin lahir (F. Gary Cunningham, 2012)
Solusio Placenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan
placenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) sebelum janin lahir,
dengan disertai perdarahan pervaginam pada usia kehamilan 20
minggu atau berat janin di atas 500 gram.

2. Klasifikasi
Secara klinis solusio plasenta dibagi menjadi 3, hal ini sesuai dengan
derajat terlepasnya plasenta. Solusio plasenta dibagi dalam :
a. Solusio plasenta ringan
Plasenta terlepas hanya sebagian kecil pinggir plasenta, yang
sering disebut ruptura sinus marginalis
b. Solusio plasenta sedang
Plasenta terlepas sebagian, yang sering disebut solusio plasenta
parsialis

c. Solusio plasenta berat

Plasenta terlepas seluruhnya, yang sering diebut solusio plasenta


totalis (Sarwono Prawirohardjo, 2015).
3. Etiologi
Etiologi solusio plasenta hingga kini belum diketahui dengan jelas.
(Sarwono Prawirohardjo, 2015). Penyebab utama dari solusio
plasenta, masih belum diketahui dengan jelas. Meskipun demikian,
beberapa hal yang tersebut di bawah ini diduga merupakan faktor-
faktor yang berpengaruh pada kejadian, antara lain :
a. Hipertensi esensialis atai preeklamsi

b. Trauma

c. Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior

d. Uterus yang sangat mengecil (hidramnion pada waktu ketuban


pecah, kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir).
Disamping itu, ada juga pengaruh dari :

a. Umur lanjut
b. Multiparitas
c. Ketuban pecah sebelum waktunya
d. Defisiensi asam folat
e. Merokok, alkohol, kokain.
f. Mioma uteri

(Djamhoer Martaadisoebrata, dkk. 2005).


4. Faktor Predisposisi
a. Beberapa keadaan tertentu dapat menyertai solusio plasenta, seperti :
1) Umur ibu yang tua
2) Multiparitas
3) Penyakit hipertensi menahun
4) Pre-eklamsia
5) Trauma
6) Tali pusat yang pendek
7) Tekanan pada vena kava inferior
8) Defisiensi asam folik
b. Solusio plasenta dapat terjadi karena pecahnya pembuluh-pembuluh
darah plasenta akibat trauma langsung pada waktu versi, atau karena
tarikan tali pusat yang relatif pendek pada waktu janin diputar
(Sarwono Prawirohardjo, 2015).
c. Kausa primer solusio plasenta tidak diketahui, tetapi terdapat
kondisi terkait. Beberapa kondisi tersebut diantaranya adalah :

a. Bertambahnya usia dan paritas


b. Preeklamsia
c. Hipertensi kronik
d. Ketuban pecah dini
e. Merokok
f. Trombofilia
g. Pemakaian kokain
h. Riwayat solusio
i. Leiomioma uterus

(F. Gary Cunningham, 2012).


5. Patofisiologi

Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus


yang membentuk hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak
dan akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit, hematoma yang kecil
itu hanya akan mendesak jaringan plasenta, perdarahan darah antara
uterus dan plasenta belum terganggu, dan pada serta gejalanya pun tidak
jelas. Kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada
pemeriksaan didapatkan cekuangan pada permukaan maternalnya
dengan bekuan darah lama yang sewarna kehitam-hitaman.
Sisanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot
uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih
berkoordinasi menghentikan perdarahannya. Akibatnya, hematoma
retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya
seluruh terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyelundup
di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput
ketuban masuk ke dalam kantong ketuban, atau mengadakan
ekstravasasi di antara serabut-serabut otot uterus. Apabila
ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan
bercak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus Couvelaire, menurut orang
yang pertama kali menemukannya. Uterus seperti uterus seperti ini akan
terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan jaringan miometrium
dan pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin akan masuk ke
dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler di
mana-mana, yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan
fibrinogen. Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan
gangguan pembekuan darah tidak hanya uterus, akan tetapi juga pada
alat-alat tubuh lainnya. Perfungsi ginjal akan terganggu karena syok dan
pembekuan intravaskuler. Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat
nekrosis tubuli ginjal mendadak yang biasanya berakibat fatal.
Nasib janin terganggu dari luasnya plasenta yang terlepas dari
dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia
akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang
terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau mengakibatkan
gawat janin. Waktu sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan
darah, kelainan ginjal dan nasib janin. Makin lama sejak terjadinya
solusio plasenta sampai persalinan selesai, makin hebat umumnya
komplikasinya (Sarwono Prawirohardjo, 2015).
6. Manifestasi Klinis
Tanda an gejala solusio plasenta menurut (Sarwono Prawirohardjo, 2015) .
a. Solusio plasenta ringan
1) Tidak berdarah banyak
2) Sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya
3) Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-
hitaman dan sedikit sekali
4) Perut mungkin terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang
5) Bagian-bagian janin masih mudah teraba
b. Solusio plasenta sedang
1) Sakit perut terus-menerus, yang tidak lama kemudian disusul
dengan perdarahan pervaginam
2) Perdarahan pervaginam tampak sedikit, seluruh perdarahannya
mungkin telah mencapai 1000 ml
3) Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya
kalau masih hidup dalam keadaan gawat
4) Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan
sehingga bagian-bagian janin sukar diraba
5) Apabila janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar didengar
dengan stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonik
c. Solusio plasenta berat
1) Biasanya ibu telah jatuh ke dalam syok, dan janinnya telah
meninggal
2) Uterus sangat tegang seperti papan, dan sangat nyeri
3) Perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan
syok ibunya malahan perdarahan pervaginam mungkin belum
sempat terjadi
4) Besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan
kelainan ginjal.
7. Pemeriksaan penunjang
Tidak disangkal bahwa menegakkan diagnosis solusio plasenta
kadang- kadang sukar sekali, apalagi diagnosis solusio plasenta ringan.
Pemeriksaan ultrasonografi sangat membantu dalam hal keragu-raguan
diagnostik solusio plasenta (Sarwono Prawirohardjo, 2015).

8. Komplikasi

a. Komplikasi Perdarahan dan Syok

b. Hipofibrinogenemi

Koagulopati ialah pembekuan darah, dalam ilmu kebidanan


paling sering disebabkan oleh solusio plasenta, tetapi juga dijumpai
pada emboli air tuban, kematian janin dalam rahim, dan perdarahan
pascapersalinan. Kadar fibrinogen pada wanita yang hamil biasanya
antara 300-700 mg dalam 100 cc, di bawah 150 mg per 100 cc
disebut hipofibrinogenemi. Jika kadar fibrinogen dalam darah turun
di bawah 100 mg per 100 cc (critical point), terjadilah gangguan
pembekuan darah.
Penentuan Hipofibrinogenemi

Penentuan fibrinogen secara laboratoris memakan waktu yang


lama. Oleh karena itu, untuk keadaan akut baik dilakukan clot
observation test. Beberapa cc darah dimasukkan dalam tabung
reagens. Darah yang normal membeku dalam 6-15 menit. Jika darah
membeku cair lagi dalam 1 jam, ada aktivitas fibrinolisis.
Terjadinya koagulopati terjadi dalam 2 fase, yaitu :

Fase I : Pada pembuluh darah terminal (arteriol, kapiler, dan venol)


terjadi pembekuan darah, disebut disseminated
intravascular clotting. Akibatnya bahwa peredaran darah
kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi, pada fase I
turunnya kadar fibrinogen disebabkan pemakaian zat
tersebut maka fase I disebut juga koagulopati konsumtif.
Diduga bahwa haematom retropplasenter mengeluarkan
tromboplastin yang menyebabkan oliguri / anuri dan
akibat gangguan mikrosirkulasi ialah syok.
Fase II : Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif ialah usaha
badan untuk membuka kembali pererdaran darah kapiler
yang tersumbat. Usaha
ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang
berlebihan, lebih lagi menurunkan kadar fibrinogen
hingga terjadi perdarahan patologis.
c. Gangguan Faal Ginjal

Penderita solusio plasenta sering disertai oliguri setelah partus.


Gangguan faal ginjal ini adalah akibat dari pembekuan darah dan
intravaskular syok. Dikatakan makin lama solusio plasenta
berlangsung makin besar kemungkinan oliguri dan
hipofibrinogenemi. Oleh karena itu, selain dari transfusi darah,
penyelesaian persalinan secepat mungkin adalah sangat penting
(Djamhoer Martaadisoebrata, dkk. 2005).
d. Anemia

Gawat Janin / Kematian Janin (Sarwono Prawirohardjo, 2015).


9. Penatalaksanaan

Terapi solusio plasenta akan bergantung pada usia gestasi dan


status ibu dan janin. Pada janin yang hidup dan matur, dan jika
persalinan pervaginam tidak terjadi dalam waktu dekat, dianjurkan
sesar darurat. Pada perdarahan eksternal yang masif, resusitasi intensif
dengan darah plus kristaloid disertai pengeluaran segera janin untuk
mengendalikan perdarahan dapat menyelamatkan nyawa ibu dan
diharapkan nyawa janinnya juga. Jika diagnosis tidak pasti dan janin
masih hidup, tetapi tanpa tanda-tanda gangguan maka dapat dilakukan
pengawasan ketat dengan fasilitas untuk intervensi segera.
a. Solusio plasenta ringan

Penderita dirawat inap dengan sikap istirahat baring ditemapat tidur


selama masih ada perdarahan sampai 3 hari setelah perdarahan
berhenti. Jika perlu boleh diberikan sedativa atau obat penenang
untuk menghilangkan kecemasan
dengan mempertimbangkan kecemasan pengaruh obat tersebut
terhadap janin.
b. Solusio plasenta sedang
Berikan transfusi darah secukupnya di RS. Jika terdapat gawat janit
atau gawat ibu segera lakukan terminasi kehamilan dengan melakukan
amniotomi dipercepat dengan pemberian tetesan larutan oksitosin
dalam larutan garam fisiologis / RL. Jika perlu lakukan bedah sesar
kecuali janin telah mati cukup dengan cara diatas. Biasanya pada
solusio plasenta sedang kira-kira 50 % partus berlangsung spontan.
Bedah sesar juga dilakukan jika diperkirakan dalam 6 jam persalina
akan selesai walaupun dipercepat dengan amniotomi dan infus
oksitosin.
c. Solusio plasenta berat
Biasanya janin telah mati oleh karena itu perhatian terutama diberikan
kepada keselamatan ibu. Segera berikan oksigen dan transfusi darah
yang banyak oleh karena paling tidak penderita diperkirakan teah
kehilangan darah lebih dari 1000 ml dalam keadaan seperti itu.
Bersamaan dengan itu dilakukan pemantauan terhadap komplikasi
gangguan pembekuan darah dan kegagalan fungsi ginjal.

Penatalaksanaan Umum :

1. Pemberian darah yang cukup

2. Pemberian O2.

3. Pemberian antibiotik

4. Pada syok yang berat diberi

kortikosteroid dalam dosis tinggi.


Penatalaksanaan Khusus :

1. Terhadap hipofibrinogenemi – Substitusi dengan human fibrinogen


10 g atau darah segar dan menghentikan fibrinolisis dengan
trasylol (proteinase inhibitor)
200.0 u diberikan IV, selanjutnya jika perlu 100.000 iu/jam dalam
infus.

2. Untuk merangsang diuresis – manitol, diuresis yang baik lebih dari


30-40 cc/jam.
3. Obstetri – pimpinan persalinan pada solusio plasenta
bertujuan untuk mempercepat persalinan sedapat-
dapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam.
Alasan ialah :

a. Bagian plasenta yang terlepas meluas.

b. Perdarahan bertambah

c. Hipofibrinogenemi menjelma atau bertambah

Tujuan ini dicapai dengan :


a. Pemecahan ketuban – pada solusio plasenta tidak bermaksud
untuk menghentikan perdarahan dengan segera, tetapi untuk
mengurangkan regangan dinding rahim dan dengan demikian
mempercepat persalinan.
b. Pemberian infus oksitosin ialah 5 iu dalam 500 cc glukosa 5%.
c. Seksio sesarea dilakukan bila serviks panjang dan tertutup,
setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam
belum juga ada his, dan anak masih hidup.
d. Histerektomi dilakukan bila ada atonia uteri yang berat yang
tidak dapat diatasi dengan usaha-usaha yang lazim. (Sualaiman
Sastrawinata, 2010).
B. Konsep Askep
1. Pengkajian
a. Identitas klien secara lengkap
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, riwaat persalinan
(Sarwono Prawirohardjo, 2015).
b. Keluhan utama
Pasien mengatakan penarahan ang di sertai nyeri, rahim keras
seperti papan, dan nyeri tekan karena isi rahim bertambah dengan
dorongan yang berkumpul dibelakang palsenta, hingga rahim
tegang, perdarahan yang berulang-ulang (Sarwono Prawirohardjo,
2015).
e. - Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri
f. - Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi
rahim bertambah dengan dorongan yang
c. Riayat penyakit sekarang
Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan
darah, darah yang keluar sedikit banyak, terus menerus. Akibat dari
perdarahan pasien lemas dan pucat. Sebelumnya biasanya pasien
pernah mengalami hypertensi esensialis atau pre eklampsi, tali
pusat pendek trauma, uterus yang sangat mengecil (hydroamnion
gameli) dll (Sarwono Prawirohardjo, 2015).
d. Riaat penyakit masa lalu
Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit hipertensi / pre
eklampsi, tali pusat pendek atau trauma uterus (Sarwono
Prawirohardjo, 2015).
e. Riwayat Psikologis
Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai nyeri, serta
tidak mengetahui asal dan penyebabnya (Sarwono Prawirohardjo,
2015).
f. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik menurut (Sarwono Prawirohardjo, 2015).


1) Keadaan umum
- Kesadaran: compos mentis s/d apatis
- Postur tubuh: biasanya gemuk
- Raut Wajah : biasanya pucat
2) Tanda-tana Vital
Tensi : normal sampai turun (syok), nadi : normal sampai
meningkat (> 90x/menit), suhu norma/meningkat, RR;
normal/meningkat > 24x/menit
3) Pemeriksaan Cepalo Caudal
a) Kepala : kulit kepala biasanya normal, tiak mudah
mengelupas rambut biasanya rontok/tiak rontok.
b) Muka : biasanya pucat, tidak odem tiak ada cloasma
c) Hidung; biasanya ada pernafasan cuping hidung.
d) Mata : congjungtiva anemis
e) Dada : bentuk dada normal, RR meningkat, nafas cepat
dan dangkal.
4. Abdomen:
- Inspkesi : perut besar, terlihat etrio pada area perut,
terlihat linea alba dan ligra.
- Palpasi : rahim keras, fundus uteri naik
- Auskultasi : tidak terdengar DJJ, tidak terdengar gerakan
janin.
5. Genetalia
Hiperpregmentasi pada vagina, vagina berdarah / keluar darah
yang merah kehitaman, terdapat farises pada kedua paha /
femur.
6. Ekstremitas
Akral dingin, tonus otot menurun.
7. Pemeriksaan Penunjang
- Darah : hb, hematokrit, trombosit, fibrinogen, elektrolit.
- USG untuk mengetahui letak plasenta, usia gestasi,
keadaan janin.
- Kardiografi: untuk mengetahui kesejahteraan janin
2. Diagnosa
Diagnosa menggunakan SDKI (Standar Diagnosa Keperaatan
Indonesia, 2017)
b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteri atau vena
c. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis
e. Ganggan Eliminasi urin berhubungan dengan penurunan kapasitas
kandung kemih.
f. Gangguan perukaran gas pada janin berhubungan dengan
ketidakseimbangan fentilasi perfusi
g. Resiko syok berhubungan dengan hipoksemia
h. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan ormasme
patogen lingkungan
i. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi.
3. Intervensi
a. Perfusi Perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteri atau vena
Tujuan : setelah di lakukan tinakan keperaatan 3x 24 jam di
harapkan perfusi membaik
Kriteria Hasil SLKI ( Standar Luaran Keperawatan
Indonesia,2018)
- Kekuatan nadi perifer meningkat (5)
- Warna kulit pucat menurun (5)
- Edema perifer menurun (5)
- Nyeri ekstremitas menurun (5)
- Kelemahan otot menurun (5)
- Akral membaik (5)
- Turgor kulit membaik (5)
Intervensi SIKI (Standar Intervensi Keperaatan Indonesia, 2018)
Observasi
1) Peningkatan sirkulasi primer
2) Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
3) Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas.
Terapeutik
1) Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
2) Hindari pengkran tekanan darah pada ekstremitas pada pada
keterbatasan perfusi.
3) Hindari penenkanan dan pemasangan tourniquet pada area
yang cidera
4) Lakukan encegahan infeksi
5) Lakukan perawatan kaki dan kuku
6) Lakukan hidrasi
Edukasi
1) Anjurkan berhenti merokok
2) Anjurkan berolahraga rutin
3) Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikougulasn dan peneurun kolesterol.
4) Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secaa teratur.
5) Anjurkan melakukan perawatan kulit ang tepat
6) Anjurkan program rehabilitasi vaskuler.
7) Informasikan tanda dan gejala yang darurat ang harus di
laporkan.
b. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam di
harapkan cairan membaik
Kriteria hasil: SLKI ( Standar Luaran Keperawatan
Indonesia,2018)
- Kekuatan naddi meningkat (5)
- Outpun urin meningkat (5)
- Membran mukosa lembab meningkat (5)
- Dipsnea menurun (5)
- Rasa lemah menurun (5)
- Frekueni nadi membaik (5)
- Turgor kulit membaik (5)
- VP membaik (5)
- Hemoglobin membaik (5)
- Hematokrit membaik (5)
- Oliguria membaik (5)
- Suhu tubuh membaik (5)
Intervensi SIKI (Standar Intervensi Keperaatan Indonesia, 2018)
Observasi
1) Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
2) Monitor frekuensi nafas
3) Monitor tekanan darah
4) Monitor berat badan
5) Monitor elastis atau turgor kulit
6) Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urin.
7) Monitor kadar albumin dan protin total
8) Identivikasi tanda-tanda hipovolemia
9) Identifikasi tanda-tanda hipervolemia
10) Identifikasi faktor resiko ketidakseimbangan cairan.
Terapeutik
1) Atur interval aktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan.
DAFTAR PUSTAKA

Gary, F. Cunningham. Alih Bahasa Andry Hartono, dkk. 2012. Obstetri


Williams.Jakarta : EGC.

Kusmiyati, Yuni, dkk. 2009. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta : Fitramaya.

Martaadisobrata, Djamhoer. 2005. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan


Reproduksi. Jakarta : EGC.

MMS Bidan. 2008. Jakarta.

Naylor, C. Scott. Alih Bahasa Huriawati Hartanto. Obstetri Ginekologi.


Jakarta : EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2015. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP.

Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta : YBPSP

SDKI ( Standar Keperawatan Keperawatan Indonesia), 2018.

SIKI ( Stanar Intervensi Keperaatan Indonesia), 2018.


SLKI ( Standar Luaran Keperawatan Indonesia), 2018.

Anda mungkin juga menyukai