Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Respiratory Distress Syndrome (RDS)


Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Kritis di Ruang 26P
RSSA Malang

Oleh :
ULIL AINI ROHMAH
2019.04.077

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Respiratory Distress Syndrome (RDS)
RUANG 26P RSUD dr SAIFUL ANWAR MALANG
Untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Kritis RSSA Malang

Oleh :
ULIL AINI ROHMAH
2019.04.077

Telah diperiksa dan disetujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Ns. Anita Dwi Ariyani.,M.Kep


( ) ( )
TINJAUAN TEORI

A. Defenisi
Sindroma gagal nafas (respiratory distress syndrom, RDS) adalah istilah
yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini
merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan
maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru (Suriadi
dan Yuliani, 2011). Gangguan ini biasanya dikenal dengan nama hyaline
membran desease (HMD) atau penyakit membran hialin karena pada penyakit
ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli.
B. Etiologi
Menurut Hudak & Gallo (2017), gangguan yang dapat mencetuskan
terjadinya ARDS adalah :
a. Sistemik
 Syok karena beberapa penyebab.
 Sepsis gram negative.
 Hipotermia.
 Hipertermia.
 Takar lajak obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat,
Metadone, Bleomisin)
 Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass
kardiopulmonal).
 Eklampsia.
 Luka bakar
b. Pulmonal
 Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii)
Trauma (emboli lemak, kontusio paru)
 Aspirasi (cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon)
 Pneumositis
c. Non-Pulmonal
 Cedera kepala.
 Pankreatitis.
 Peningkatan TIK.
 Uremia
 Pascakardioversi.
C. Patofisiologi
RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya
zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel
epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada
kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri
dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan
tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu
menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan
menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2
dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
1. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan
asam laktat asam organic>asidosis metabolic.
2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam
alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan
membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun,
penurunan aliran darah keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan
surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.
D. Tanda dan Gejala
a. Penurunan kesadaran mental
b. Takikardi, takipnea
c. Dispnea dengan kesulitan bernapas
d. Terdapat retraksi interkosta
e. Sianosis.
f. Hipoksemia.
g. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing.
h. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop
E. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang
Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan
Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam
basa
Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia
dapat menyebabkan atau memperberat takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas
Darah rutin dan hitung Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
jenis Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis
Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen
Sumber: Hermansen
F. Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :
a. Paru :Emboli Paru, Fibrosis Paru, Barotrauma
(volutrauma)
b. Gastrointestina :Hemoragi,dismotility,pneumoperitonium,translokasi
bakteri
c. Jantung :Aritmia, Disfungsi Miokardial
d. Renal :Gagal Ginjal Akut, Keseimbangan Cairan Positif
e. Mekanik :Injuri Vaskuler, Pneumothorak, Stenosis/ Injuri
Trakeal
f. Nutrisi : Malnutrisi, Defisiensi Elektroli
1. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2011) dan Surasmi,dkk (2033) tindakan
untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5. Mencegah hipotermia.
6. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
 Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
 Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru
 Fenobarbital
 Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
 Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber
alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa
juga berbentuk surfaktan buatan )
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian

a. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Terdapatnya tanda dan gejala yang berhubungan
dengan syndrome gawat nafas
2. Riwayat kesehatan dahulu
Pernah mengalam penyakit yang sama sebalumnya,
apakah klien pernah menderita penyakit yang
biasanya menyebabkan terjadinya syndrome gawat
nafas.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mengalami
penyakit yang sama.

b. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Kekurangan energi/ kelelahan, Insomnia.
c. Intregitas Ego
Gejala : Ketakutan, ancaman perasaan takut
Tanda : Gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang,
perubahan mental.
d. Makanan/ Cairan
Gejala : Kehilangan selera makan, mual.
Tanda : Edema /perubahan berat badan, hilang/
berkurangnya bunyi usus.
e. Keamanan
Gejala : Riwayat trauma ortopedik/ fraktur, sepsis, transfusi
darah, episode anafilaktik.

b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan takhipneu, pernafasan
mendengkur, retraksi subcostal/ ginterkostal, pernafasan cuping
hidung,sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh
berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya suara
nafas mungkinnormal kemudian dengan menurunnya
pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernafasan dalam.
1) Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala mesosepal, tidak terdapat
benjolan, tidak terdapat luka, rambut tampak bersih,
rambut berwarna hitam.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
2) Mata
Inspeksi :
- Pupil : reaksi cahaya positif, isokor kanan-kiri
- Sklera : tidak ikterik
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3) Telinga
Inspeksi : Telinga simetris kiri kanan, tidak ada lesi,
tidak ada cairan yang keluar dari telinga, telinga bersih,
tidak ada oedema.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada tragus dan mastoid
4) Hidung
Inspeksi : Pernapasan menggunakan cupping hidung,
tidak ada gangguan penciuman, tidak ada oedema.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
5) Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir lembab, terdapat luka sariawan,
tidak ada gangguan menelan, keadaan mulut bersih.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
6) Leher
Inspeksi : tidak ada benjolan, tidak ada peningkatan
JVP, tidak ada nyeri menelan.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan,
7) Kulit
Inspeksi :Warna kulit sawo matang, tidak ada lesi pada
kulit.
Palpasi : tyrgor kulit lentur, tidak ada nyeri tekan
8) Pemeriksaan Dada
a) Pemeriksaan Paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris kiri kanan,
tidak ada luka dada, tidak adanyeri dada, ada
penggunaan otot- otot pernapasan tambahan
(retraksi intercostae).
Palpasi : vocal premitus teraba tidak merata,
tidak ada nyeri tekan
Perkusi : hipersonor kanan dan redup bagian kiri
Auskultasi : adanya navas tambahan seperti
whizeeng, ronkhi,dll.
b) Jantung
Inspeksi : warna dada sama dengan area sekitar,
iktus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cosdis teraba pada ics v
midclavikula sinistra
Perkusi :
 kanan atas (ics 2 lineal parasternalis
dektra)
 Kanan bawah (ics 4 lineal parastrenalis
dextra)
 Kiri atas (ics 2 parastrenalis sinistra)
 Kiri bawah (ics 4 midclavicula sinistra)
Auskultasi :
 bunyi jantung 1 : tunggal (menutupnya
katup AV)
 bunyi jantung 2 : tunggal (menutupnya
katup aorta dan pulmonal)
9) Abdomen
 Inspeksi : tidak terdapat lesi, tdak terdapat
pembesaran abdomen
 Auskultasi : bising usus biasanya normal 8-10 x/
menit
 Palpasai : tidak terdapat nyeri tekan
 Perkusi : tympani
10) Genetalia
Pada kasus gawat nafas biasa terpasang kateter
11) Pemeriksaan ekstremitas
Inspeksi : tidak terdapat odem ekstremitas, tidak
terdapat lesi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, kekuatan otot

5 5
5 5

2. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya
fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan
resistensi jalan nafas
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar
hipoventilasi, penumpukan cairan di permukaan alveoli,
hilangnya surfaktan pada permukaan alveoli
3) Resiko tinggi terjadi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan penggunaan diuretik
4) Cemas/ Ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan; takut mati.

3. Intervensi Keperawatan.
No Diagnose Tujuan SLKI SIKI
1 bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan 1. produksi sputum (5) Observasi
efektif berhubungan
tindakan keperawatan 2. dyspnea (5) 1. monitor bunyi
dengan hilangnya fungsi
jalan nafas, peningkatan selama 1x24 jam 3. sianosis (5) napas tambahan
sekret pulmonal,
bersihan jalan nafas 4. gelisah (5)
peningkatan resistensi jalan
nafas efektif 5. frekuensi napas (5) Terapeutik
2. Pertahankan kepatenan jalan
nafas dengan hea-till dan chin-
lift
3. posisikan semi fawler atau
fowler
4. berikan oksigen

Edukasi
5. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
6.kolaborasi pemberian
bronkodilator

2 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan 1. Dyspnea (4-5) Observasi


tindakan keperawatan 2. PCO2 (4-5) 1. Observasi frekuensi,
berhubungan dengan
selam 1x24 jam 3. PH arteri (5) kedalaman dan upaya
pertukaran gas normal 4. PO2 (5)
alveolar hipoventilasi, pernafasan
penumpukan cairan di 2. Observasi ttv
Terapeutik
permukaan alveoli, 3. Mempertahankan
hilangnya surfaktan pada pemakaian O2
4. Monitoe spo2
permukaan alveoli
5. Monitor nilai BGA
6. Posisikan pasien semi
fowler
Edukasi
7. Jelaskan tujuan
prosedur pemantauan
kolaborasi
8. Kolaborasi dengan tim
medis pemberian obat
3 Resiko tinggi terjadi Setelah dilakukan 1. Asupan cairan (5) observasi
kekurangan volume cairan tindakan keperawatan 2. Haluaran urine (5) 1. Monitor frekuensi dan
berhubungan dengan selama 1x24 jam resiko 3. Tekanan darah (5) kekuatan nadi
2. Monitor frekuensi nafas
penggunaan diuretik kekurangan volume 4. Denyut nadi radial 3. Monitor tekanan darah
cairan terpenuhi (5) 4. Monitor intake dan output
cairan

terapeutik

5. Atur interval waktu


pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien

Edukasi

6. Jelaskan tujuan dan


prosedur pemantauan
7. Informasikan hasil
pemantauan

Kolaborasi

8. kolaborasi dengan tim


medis pemberian obat

4 Cemas/ Ansietas Setelah dilakukan 1. Perilaku gelisah (5) Observasi


berhubungan dengan tindakan keperawatan 2. Frekuensi 1.Observasi peningkatan
perubahan status kesehatan; selama 2x24 jam pernafasan (5) pernafasan, agitasi,
takut mati. ansietas teratasi 3. Tekanan darah (1)
kegelisahan dan kestabilan
4. Tekanan nadi (1)
emosi.
5. Pucat (5)
terapeutik
2. Pertahankan lingkungan
yang tenang dengan
meminimalkan stimulasi.
Usahakan perawatan dan
prosedur tidak menggaggu
waktu istirahat.
3. Identifikasi persepsi
pasien dari pengobatan yang
dilakukan
4.Dorong pasien untuk
mengekspresikan
kecemasannya.
5. Identifikasi tehnik pasien
yang digunakan sebelumnya
untuk menanggulangi rasa
cemas.

Edukasi

6. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi ketegangan

Kolaborasi
7. Kolaboratif
Memberikan sedative sesuai
indikasi dan monitor efek
yang merugikan.
DAFTAR PUSTAKA

Evan. 2011. Asuhan Keperawatan Pasien Respiratory Distress Syndrome (RDS),


diakses pada tanggal 10 September 2011
<http://www.ilmukeperawatanku.com/asuhan-keperawatan-pasien-
respiratory-distress-syndrome-rds.html>

Hermansen C, Lorah K. Respiratory distress in the newborn. Am Fam Physician.


2007;76:987-94.

Indrasanto, Eriyanti., dkk. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obsetri Dan


Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK).

Kosim. M.S., 2010. Deteksi Dini Dan Manajemen Gangguan Napas Pada
Neonatus Sebagai Aplikasi P O N E K (Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergency Komprehensif). Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr.
Kariadi/ FK UNDIP Semarang

Markum, A.H, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FKUI, Jakarta, 1991, hal. 303-306.

Nur .A ., dkk. 2010. Pemberian Surfaktan Pada Bayi Prematur Dengan


Respiratory Distress Syndrome. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK.
Unair/RSUD Dr. Soetomo

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Editor :
Rusepno Hassan & Husein Alatas, Bagian IKA FKUI, Jakarta 1985, hal.

Surasmi,Asrining,dkk.2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC

Suriadi dan Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta :
CV Sagung Seto

Winarno, dkk, Penatalaksanaan Kegawatan Neonatus, dalam Simposium Gawat


Darurat Neonatus, Unit Kerja Koordinasi Pediatri Darurat IDAI, Badan
Penerbit UNDIP, Semarang, 1991, hal. 151-153.

Anda mungkin juga menyukai