Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASKEP

ANAK DENGAN GIZI BURUK

A. Konsep Teori
1. Definisi
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat
akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit
dalam waktu lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus ( menurut BB
terhadap TB ) dan atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala
marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor (Supriyatno Edi, 2012)
Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut), merupakan keadaan kurang
gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya tingkat konsumsi energi,
protein serta makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama.
Ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan hasil
pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau
marasmic-kwashiorkor. Ada beberapa cara untuk mengetahui seorang anak
terkena busung lapar (gizi buruk) yaitu :
1) Dengan cara menimbang berat badan secara teratur setiap bulan. Bila
perbandingan berat badan dengan umurnya dibawah 60% standar
WHO-NCHS, maka dapat dikatakan anak tersebut terkena busung
lapar (Gizi Buruk).
2) Dengan mengukur tinggi badan dan Lingkar Lengan Atas (LILA) bila
tidak sesuai dengan standar anak yang normal waspadai akan terjadi
gizi buruk.
2. Tipe Gizi Buruk
Menurut situs Dinas Kesehatan Pemda Ibukota Jakarta, keadaan gizi buruk ini
secara klinis dibagi menjadi 3 tipe:
a. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan
protein dalam jumlah besar. Selain itu, penderita juga mengalami
kekurangan kalori. Nama kwashiorkor berasal dari suatu daerah di
Afrika, artinya “penyakit anak yang terlantar” atau disisihkan karena
ibunya mengandung alergi dan tidak lagi memberikan air susu ibu
padanya. Tanpa mengganti air susu ibu dan dapat tambahan pangan
yang seimbang anak (umumnya berumur kurang lebih 18 bulan)
kurang mendapat protein. Jenis penyakit ini sering dijumpai pada bayi
dan anak usia 6 bulan sampai 5 tahun pada keluarga berpenghasilan
rendah, dan umumnya kurang sekali pendidikannya. Kasus-kasus
kwashiorkor yang tidak dilakukan penanganan atau penanganannya
yang terlambat, akan memberikan akibat yang fatal. Penyebab
terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang
berlansung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut diatas
antara lain:
1. Pola makan
Protein adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan
berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang
cukup, tidak semua makanan mengandung protein/asam amino
yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan
protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak
memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju,
tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan
ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap
terjadinya kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke
makanan pengganti ASI.
2. Faktor social
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi,
keadaan sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan
untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun-
temurun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya
kwashiorkor.
3. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/penghasilan yang rendah yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak
tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi
kebutuhan proteinnya.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP
dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan
gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan
menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.

Tanda dan gejala klinis yang timbul pada kwashiorkor antara lain:

a. Rambut tipis berwarna merah seperti rambut jagung dan mudah


dicabut tanpa menimbulkan rasa sakit.
b. Edema pada seluruh tubuh terutama pada punggung kaki dan bila
ditekan akan meninggalkan bekas
c. Kelainan kulit (dermatosis) seperti timbulnya ruam berwarna merah
muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan
terkelupas.
d. Wajah membulat dan sembab (moon face).
e. Pandangan mata sayu.
f. Pembesaran hati.
g. Sering disertai penyakit infeksi akut, diare, ISPA, dll.
h. Perubahan status mental menjadi cengeng, rewel, kadang apatis.
i. Otot mengecil (hipotrofi) dan menyebabkan lengan atas kurus
sehingga ukuran LILA-nya kurang dari 14 cm
Dari sekian banyak gejala klinis, ada beberapa gejala klinis tersebut
yang khas pada penderita kwashiorkor. Tanpa gejala klinis yang khas
ini, penegakkan diagnosis kwashiorkor tidak dapat ditegakkan. Gejala
yang khas tersebut adalah edema, rambut yang tidak hitam, mudah
rontok, jarang dan tipis, perut buncit karena hepatomegali, dan crazy
pavement dermatosis. Karena adanaya edema, maka kwashiorkor bisa
disebut edematous protein calorie malnutrition.
b. Marasmus
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama
akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama
tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan
otot (Dorland, 2014:649). Yang mencolok pada keadaan nutritional
marasmus ialah pertumbuhan yang berkurang atau terhenti disertai
atrofi otot dan menghilangnya lemak bawah kulit. Penyebab utama
marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena diet
yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat, karena kelainan
metabolik atau malformasi kongenital (Nelson,2015). Marasmus dapat
terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi
yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan
penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi
akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran
pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit
ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat (Dr. Solihin,
2014:116).

Tanda dan gejala yang terjadi seperti:

a) Wajah seperti orang tua.


b) Mudah menangis/cengeng dan rewel.
c) Sering disertai penyakit infeksi (diare, umumnya kronis
berulang, TBC).
d) Badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya
terbungkus kulit.
e) Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai
tidak ada (pakai celana longgar-baggy pants).
f) Perut cekung.
g) Iga gambang. Karena tidak ada edema, maka marasmus
sering disebut non edematous protein calorie malnutrition.
3. Marasmic-Kwashiorkor
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashiorkor
dengan gabungan gejala yang menyertai seperti:
a. Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat
normal. Gejala khas kedua penyakit tersebut nampak jelas,
seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan
sebagainya.
b. Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena
berkurangnya lemak dan otot.
c. Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan
gangguan metabolik seperti gangguan pada ginjal dan
pankreas.
d. Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti
meningkatnya kadar natrium dan fosfor inorganik serta
menurunnya kadar magnesium.
Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi
dari gejala-gejala masing-masing penyakit tersebut.
3. Etiologi
Banyak faktor yang yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk.
Penyebab gizi buruk terdiri dari penyebab langsung dan tidak langsung.
Penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu:
1) Kurangnya asupan gizi dari makanan.
Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau
makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena
alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan. Bayi dan balita tidak
mendapat makanan yang bergizi, dalam hal ini makanan alamiah
terbaik bagi bayi yaitu air susu ibu, dan sesudah usia enam bulan anak
tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat, baik
jumlah dan kualitasnya. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup
mengandung energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi,
vitamin A, asam folat, vitamin B, serta vitamin dan mineral lainnya.
MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada
keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah
sering kali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak
memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.
2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi.
Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh
sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik. Terjadinya
kejadian infeksi penyakit ternyata mempunyai hubungan timbal balik
dengan gizi buruk. Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami
penurunan daya tahan sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi.
Disisi lain anak yang menderita sakit infeksi akan cenderung
menderita gizi buruk cakupan pelayanan kesehatan dasar terutama
imunisasi, penanganan diare, tindakan cepat pada balita yang tidak
naik berat badan, pendidikan, penyuluhan kesehatan dan gizi,
dukungan pelayanan di posyandu, penyediaan air bersih, kebersihan
lingkungan akan menentukan tinggi rendahnya kejadian penyakit
infeksi. Mewabahnya berbagai penyakit menular akhir-akhir ini seperti
demam berdarah, diare, polio, malaria, dan sebagainya secara hampir
bersamaan dimana-mana, menggambarkan melemahnya pelayanan
kesehatan yang ada di daerah. Berbagai penelitian membuktikan lebih
dari separuh kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi
yang jelek. Resiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali
lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan
bahwa 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keaadaan
gizi anak yang jelek.
Ada berbagai penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang
diantaranya yaitu:
a) Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai.
Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi
kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah
yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya. Namun
kemiskinan kadang menjadikan hambatan dalam penyediaan
pangan bagi keluarga.
b) Pola pengasuhan anak kurang memadai.
Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan
waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat
tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial. Di
masa modern ini pengasuhan anak kadang kita serahkan
kepada pembantu yang belum tentu tahu perkembangan dan
kebutuhan makan anak.
c) Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.
Sistem pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat
menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan
kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang
membutuhkan. Berbagai kesulitan air bersih dan akses sarana
pelayanan kesehatan menyebabkan kurangnya jaminan bagi
keluarga. Pokok masalah gizi buruk di masyarakat yaitu
kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya
pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan
berbagai faktor langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat
ditanggulangi dengan adanya berbagai kegiatan yang ada di
masyarakat seperti posyandu, pos kesehatan.

Ketiga faktor tidak langsung tersebut berkaitan dengan tingkat


pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Semakin tinggi
pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan, terdapat kemungkinan semakin
baik tingkat ketahanan pangan keluarga, semaikin baik pola pengasuhan anak,
dan semakin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada.

Berbagai faktor langsung dan tidak langsung di atas, berkaitan dengan


pokok masalah yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat
nasional. Pokok masalah di masyarakat antara lain berupa ketidakberdayaan
masyarakat dan keluarga mengatasi masalah kerawanan ketahanan pangan
keluarga, ketidaktahuan pengasuhan anak yang baik, serta ketidakmampuan
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. Akar masalah gizi buruk
adalah kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya
pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait dengan meningkatnya
pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi,
politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia. Keadaan tersebut telah
memicu munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan
pangan keluarga yang tidak memadai.

4. Tanda dan Gejala


a. Secara umum anak tampak sembab, letargik, cengeng, dan mudah
terangsang. Pada tahap lanjut anak menjadi apatik, sopor atau koma.
b. Gejala terpenting adalah pertumbuhan yang terhambat, berat dan tinggi
badan lebih rendah dibandingkan dengan BB baku. Penurunana BB ini
tidak mencolok atau mungkin tersamar bila dijumpai edema anasarka.
c. Sebagian besar kasus menunjukkan adanya edema, baik derajat ringan
maupun berat. Edema ini muncul dini, pertama kali terjadi pada alat
dalam, kemudian muka, lengan, tungkai, rongga tubuh, dan pada stadium
lanjut mungkin edema anasarka.
d. Jaringan otot mengecil dengan tonusnya yang menurun, jaringan subkutan
tipis dan lembek.
e. Kelainan gastrointestinal yang mencolok adalah anoreksia dan diare. Diare
terdapat pada sebagian besar penderita, yang selain infeksipenyebabnya
mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas, atau usus (atrofi).
Intoleransi laktosa juga bisa terjadi.
f. Rambut berwarna pirang, berstruktur kasar dan kaku, serta mudah dicabut.
Pada taho lanjut, terlihat lebih kusam, jarang, kering, halus, dan berwarna
pucat atau putih, juga dikenal signo de bandero.
5. Patofisiologi
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang
sangat berlebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori
dalam dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan
perubahan sel yang menyebabkan edema dan perlemakan hati. Karena
kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan berbagai asam amino
esensial dalam serum yang diperlukan untuk sintesis dan metabolisme.
Selama diet mengandung cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan
meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya sudah
kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot. Makin berkurangnya asam
amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin
hepar, yang berakibat timbulnya edema. Perlemakan hati terjadi karena
gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati ke
depot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemak di hati.
6. Komplikasi

1) Hipotemi
2) Hipoglikemi.
3) Infeksi
4) Diare dan Dehidrasi
5) Syok
a. Penyebab Hipotermi
a) Tidak/kurang/jarang diberi makan
b) Menderita Infeksi
c) Paparan angin :
1. Genting bocor
2. Dinding berlubang
3. Tidur dekat pintu
4. Selimut dan topi kurang rapat
d) Menempel benda yang dingin:
1. Tidur dilantai
2. Mandi terlalu lama
3. Popok basah tidak segera diganti(ngompol,Diare)
b. Penyebab Hipoglikemi
a) Tidak dapat/kurang/jarang dapat makan
b) Penyakit Infeksi
Gejala :
a) Hipotemi (<35 oc)
b) Lemah
c) Penurunan kesadaran
8. Penatalaksanaan
Makanan atau minuman dengan biologic tinggi gizi kalori atau protein.
Pemberian secara bertahap dari bentuk dan jumlah mula-mula cair (seperti susu)
lunak (bubur) biasa (nasi lembek).
1) Prinsip pemberian nutrisi:
a. Porsi kecil, sering, rendah serat, rendah laktosa
b. Energy atau kalori: 100 Kkal/kg BB/hari
c. Protein: 1-1,5 g/kg BB/hari
d. Cairan: 130 ml/kg BB/hari ringan-sedang: 100 ml/kg BB/hati edema
berat
2) Obati/ cegah infeksi: Antibiotik
a. Bila tampak komplikasi: cotrymoksasol 5 ml
b. Bila anak sakit berat: ampicillin 50 mg/kg BB IM/IV Setiap 6 jam
selama 2 hari
3) Untuk melihat kemajuan/perkembangan anak
a. Timbang berat badan setiap pagi sebelum diberi makan
b. Catat kenaikan BB anak tiap minggu
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium: kadar gula darah, darah tepi lengkap, feses
lengkap, elektrolit serum, protein serum (albumin, globulin), feritin. Pada
pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis
normositik normokrom karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibat
hipoplasia kronis sumsum tulang di samping karena asupan zat besi yang
kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu
dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun.
b. Pemeriksaan radiologi (dada, AP dan lateral) juga perlu dilakukan untuk
menemukan adanya kelainan pada paru.
c. Tes mantoux perlu dilakukan untuk mengetahui apakah pasien memiliki
bakteri M.tuberculosis didalam tubuhnya atau tidak.
d. EKG : gizi buruk dapat menyebabkan kelainan kardiovaskuler yang dapat
menimbulkan kematian yang disebabkan atrofi jantung selama starvasi.
Pemeriksaan EKG dapat digunakan untuk mengetahui adanya kelainan
jantung pada anak.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Gizi Buruk
a. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, anak
kurus, atau berat badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak
kurang/tidak mau makan, sering menderita sakit yang berulang atau
timbulnya bengkak pada kedua kaki, kadang sampai seluruh tubuh
b. Pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota
keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
c. Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang
meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area
kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria. Fokus
pengkajian pada anak dengan Kwashiorkor adalah :
1) Keadaan Umum
Pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial
serta asites. Muka penderita ada tanda moon face dari akibat terjadinya
edema. Penampilan anak kwashiorkor seperti anak gemuk (sugar
baby).
2) Tumbuh Kembang
Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat badan,
tinggi badan juga kurang dibandingkan dengan anak sehat.
3) Keadaan Psikologis
Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel.
4) Status cairan dan elektrolit
5) Rambut
Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang
mudah tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut,
rambut akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna
menjadi putih.
6) Kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit
yang lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi
dan persisikan kulit karena habisnya cadangan energi maupun protein.
7) Gigi dan Tulang
Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi,
osteoporosis, dan hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan
caries pada gigi penderita.
8) Hepar
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi
hati yang hampir semua sela hati mengandung vakuol lemak besar.
9) Sirkulasi
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor.
10) Pankreas
Pada pankreas terjadi atrofi sel asinus sehingga menurunkan produksi
enzim pankreas terutama lipase.
11) Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia
kadang-kadang demikian hebatnya, sehingga segala pemberian
makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan sonde
lambung.
12) Otot
Massa otot berkurang karena kurangnya protein. Protein juga dibakar
untuk dijadikan kalori demi penyelamatan hidup.
13) Ginjal
Malnutrisi energi protein dapat mengakibatkan terjadi atrofi
glomerulus sehingga GFR menurun.

d. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
(a) Mata : agak menonjol
(b) Wajah : membulat dan sembab
(c) Kepala : rambut mudah rontok dan kemerahan
(d) Abdomen : perut terlihat buncit
(e) Kulit : adakah Crazy pavement dermatosis, keadaan turgor kulit,
odema
2) Palpasi
Pembesaran hsti ± 1 inchi
3) Auskultasi
Peristaltic usus abnormal
1. Diagnose Keperawatan
a. Defisit Nutrisi berhubungan dengan Gangguan absorbsi dan transportasi
zat-zat gizi
b. Gangguan tumbuhan kembang berhubungan dengan Otot-otot melemah
dan menciut
c. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan Odema
d. Resiko infeksi berhubungan dengan Penurunan detoksifikasi hati
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
kondisi, prognosi dan kebutuhan nutrisi
2. Intervensi dan Implementasi
a. Diagnose 1
f. Diagnose 1 : Defisit Nutrisi berhubungan dengan Gangguan absorbsi dan
transportasi zat-zat gizi
1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil :
(a) Klien tidak muntah lagi
(b) Nafsu makan kembali normal
(c) Edema Berkurang /Hilang
(d) BB sesuai dengan umur (berat badan ideal 10 kg tanpa edema)
2) Intervensi :
(a) Beri asupan makanan/minuman tinggi kalori/protein
(b) Timbang berat badan klien tiap hari
(c) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat/vitamin/nutrisi
(d) Observasi pengawasan pemberian cairan
b. Diagnose 2
1) Diagnose 2 : Gangguan tumbuhan kembang berhubungan dengan
Otot-otot melemah dan menciut
2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan
sesuai standar usia dengan criteria hasil :
(a) Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
(b) Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai
standar usia.
3) Intervensi :
(a) Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan
tugas-tugas perkembangan sesuai usia anak.
(b) Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet
pemulihan.
(c) Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.
(d) Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.
(e) Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan
dan perkembangan (Puskesmas/Posyandu)
c. Diagnose 3
1) Diagnose 3 : Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan
Odema
2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan integritas kulit klien kembali normal dengan criteria hasil :
(a) Gatal hilang/berkurang.
(b) Kulit kembali halus, kenyal dan utuh.
3) Intervensi :
(a) Anjurkan pada keluarga tentang pentingnya merubah posisi
sesering mungkin.
(b) Anjurkan keluarga lebih sering mengganti pakaian anak bila basah
atau kotor dan kulit anak tetap kering.
(c) Kolaborasi dengan dokter untuk pengobatan lebih lanjut.
d. Diagnose 4
1) Diagnose 4 : Resiko infeksi berhubungan dengan detoksifikasi hati
2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan pasien tidaak mengalami infeksi dengan criteria hasil :
(a) Klien bebas dari tanda infeksi
(b) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
(c) Jumlah leukosit dalam batas normal
3) Intervensi :
(a) Tingkatkan intake nutrisi
(b) Monitor tanda gejala infeksi sistemik dan local
(c) Dorong masukan cairan
(d) Dorong istirahat
e. Diagnose 5
1) Diagnose 5 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang
informasi tentang kondisi, prognosi dan kebutuhan nutrisi
2) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan pengetahuan keluarga bertambah dengan criteria hasil :
(a) Keluarga mengerti dan memahami isi penyuluhan.
(b) Dapat mengulangi isi penyuluhan.
(c) Mampu menerapkan isi penyuluhan di rumah sakit dan nanti
sampai di rumah.
3) Intervensi :
(a) Tentukan tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar.
(b) Jelaskan tentang:
Nama penyakit anak
Penyebab penyakit
Akibat yang ditimbulkan
Pengobatan yang dilakukan
3. Evaluasi
a. BB klien naik sesuai dengan umur (berat badan ideal 10 kg tanpa edema)
b. Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia
c. Kulit kembali halus, kenyal dan utuh
d. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
e. Keluarga mengerti dan memahami isi penyuluhan
Daftar Pustaka

Anonim. 2014. Kalori Tinggi Untuk Gizi Buruk. Diakses tanggal 18 Mei 2015:

Republika Online.
Depkes. 2012. Kurang Gizi. Portal Kesehatan Online. Diakses tanggal 18 Mei 2015
Judith. 2014. Diagnose Keperawatan. Jakarta: EGC
Nency, Y. 2005. Gizi Buruk, Ancaman Generasi Yang Hilang. Inpvasi Edisi Vol.
5/XVII/ November 2015: Inovasi Online
Notoatmojo, S. 2013. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan Ke-

2. Jakarta: Rineka Cipta

Ngastiyah, 2011, Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC

Supriyatno, Edi. 2013. Gizi Balita. Bandung: Pustaka Ilmu

Anda mungkin juga menyukai