Anda di halaman 1dari 30

KEPERAWATAN KRITIS

Dosen Pengampu : Ns. Diah Tika Anggraeni, M.Kep

“Asuhan Keperawatan Pada Pasien PPOK”

Disusun Oleh :

Mentari Fajri Romadhona Yahya 1610711095

Lisa Septiani 1610711103

Juliant Imannuel 1610711121

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan tepat
pada waktunya.

Makalah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Kritis Pada Klien PPOK” ini ditulis
untuk memenuhi salah satu tugas keperawatan kritis

Pada kesempatan kali ini, kami menyampaikan rasa hormat dan kami ucapkan terimakasi
kepada teman-teman dan dosen kami yang membantu dalam penyelesaian makalah ini terutama
kepada

1. Dosen keperawatan kritis kami yang memberi bimbingan untuk penyelesaian makalah
2. Orang tua kami yang selalu memberi dukungan
3. Teman-teman yang membantu dalam penyelesaian makalah ini

Depok, Oktober 2019

Kelompok 6
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstruktive Pulmonary


Disease (COPD) merupakan penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
Beberapa penyakit yang lazim terjadi adalah emfisema, bronkitis kronis, asma. Udara
harus dapat masuk dan keluar dari paru-paru untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Ketika
aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan terperangkap didalam paru-
paru. Hal ini akan mempersulit paru-paru untuk mendapatkan oksigen yang cukup bagi
bagian tubuh lainnya.

Emfisema dan bronkitis kronis menyebabkan proses inflamasi yang berlebihan


dan pada akhinya menimbulkan kelainan pada struktur paru-paru, sehingga aliran udara
terhambat secara permanen (itulah sebabnya disebut “bronkitis kronis”). Sebuah studi
baru menunjukan bahwa orang dewasa penderita asma berpeluang 12 kali lebih besar
untuk mengalami PPOK daripada orang yang tidak mengalami kondisi tersebut. PPOK
ditandai oleh pertambahan neutrofil, makrofag, dan T-limfosit (khususnya CD+) di
sejumlah bagian paru-paru, dan berikatan dengan tingkat hambatan aliran udara. Mungkin
terjadi peningkatan eosinofil pada beberapa pasien, khususnya jika terjadi pembukukan
penyakit, sel-sel inflamasi ini mampu melepaskan sejumlah sitokin dan mediator
inflamasi, terutama leukotrien 4, interleukin-8, dan tumor necrosis factor-α. Pola
inflamasi ini sangat berbeda dari pola yang terlihat pada penderita.

Maka dari itu, penulis mengangkat kasus ini dalam asuhan keperawatan yang
berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada Pasien PPOK”. Karena penyakit ini memerlukan
pengobatan dan perawatan yang optimal dan komprehensiv mulai serangan awal penyakit
sampai dengan perawatan di rumah sakit. Dan yang lebih penting adalah perawatan untuk
memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang perawatan
dan pencegahan seragan berulang pada pasien PPOK di rumah.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronis?
2. Bagaimana etiologi,komplikasi dan manifestasi klinis penyakit PPOK?
3. Bagaimana Patofisiologi pada pasien PPOK?
4. Bagaimana Askep Teori pada pasien PPOK?
C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui pengertian Penyakit PPOK
2. Mengetahui etiologi, komplikasi dan manifestasis klinis penyakit PPOK
3. Mengetahui Patofisiologi pada pasien PPOK
4. Mengetahui Askep Teori pada pasien PPOK
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Penyakit paru obsruksi kronis (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru yang
menghambat aliran udara pada pernapasan saat menarik napas atau menghembuskan
napas. Udara harus dapat masuk dan keluar dari paru-paru untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Ketika aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan terperangkap di
dalam paru-paru. Hal ini akan mempersulit paru- paru mendapatkan oksigen yang cukup
bagi bagian tubuh yang lainnya. Emfisema dan bronkitis kronis menyebabkan proses
inflamasi yang berlebihan dan pada akhirnya menimbulkan kelainan di dalam struktur
paru-paru, sehingga aliran udara terhambat secara permanen(itulah sebabnya disebut
“obstruktif kronis”).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) atau Chronic Obstruktif Pulmonary


Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis
kronis, dan emfisema paru-paru. Sering juga penyakit ini disebut dengan Chronic Airflow
Limitation (CAL) dan Chronic Obstructive Lung Disease (COLD).

Klasifikasi dari penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yaitu:

a. Bronkitis kronis
Bronkitis akut adalah radang mendadak pada bronkus yang biasanya mengenai
trakea dan laring, sehingga sering disebut juga dengan laringotrakeobronkitis. Radang ini
dapat timbul sebagai kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit
sistemik, misalnya morbili, pertusis, difteri, dan tipus abdominalis. Istilah bronkitis kronis
menunjukan kelainan pada bronkus yang sifatnya menahun(berlangsung lama) dan
disebabkan berabagai faktor, baik yang berasal dari luar bronkus maupun dari bronkus itu
sendiri. Bronkitis kronis merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus
trakeobronkial yang berlebihan, sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dan
ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun dan paling sedikit 2 tahun secara berturut-
turut.
b. Emfisema Paru
Menurut WHO, emfisema merupakan gangguan pengembangan paru yang
ditandai dengan pelebaran ruang di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan. Sesuai
dengan definisi tersebut, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara(alveolus)
tanpa disertai adanya destruktif jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak termasuk
emfisema, melainkan hanya sebagai overinflation. Sebagai salah satu bentuk penyakit
paru obstruktif menahun, emfisema merupakan pelebaran asinus yang abnormal,
permanen, dan disertai destruktif dinding alveoli paru. Obstruktif pada emfisema lebih
disebabkan oleh perubahan jaringan daripada produksi mukus, seperti yang terjadi pada
asma bronkitis kronis.

c. Asma bronkial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkospasme periodik(kontraksi spasme pasa saluran napas) terutama pada percabangan
trakeonronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor
biokemial, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma didefinisakn sebagai suatu
penyakit inflamasi kronis di saluran pernapasan, dimana terdapat banyak sel-sel induk,
eosinofil, T-limfosit, neutrofil, dan sel-sel epitel. Pada individu rentan, inflamasi ini
menyebabkan episode wheezing, sulit bernapas, dada sesak, dan batuk secara berulang,
khususnya pada malam hari dan di pagi hari.

B. Etiologi, komplikasi dan manifestasis klinis


 Etiologi penyakit ini yang sering ditemukan meliputi:
a. Kebiasaan merokok
merokok
Hampir semua perokok menyadari bahwa merokok merupakan kebiasaan yang
salah. Namun sebagaian besar perokok tidak mampu menghilangkan kebiasaan
ini. Resiko mengalami serangan jantung 2 kali lebih besar bagi prokok berat atau
yang merokok 20 batang atau lebih dalam sehari. Bahkan, resiko menghadapi
kematian mendadak 5 kali lebih besar dari pada orang yang tidak merokok sama
sekali. Namun bagi mereka yang dapat berhenti merokok sama sekali, resiko ini
dapat berkurang hampir sama yang tidak merokok. Sejumlah kecil nikotin dalam
rokok adalah racun bagi tubuh. Nikotin yang terserap dalam setiap hisapan rokok
memang tidak mematikan, tetapi tetap membahayakan jantung. Terjadi
pengerasan pembuluh nadi serta mengacaukan irama jantung.
b. Infeksi saluran napas atas yang kambuh atau kronis
ISPA
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyebab penyakit ini dapat berupa
bakteri, virus dan berbagai mikroba lain. Gejala utama dapat berupa batuk dan
demam, kalau berat, dapat disertai sesak napas dan nyeri dada. Penanganan penyakit
ini dapat dilakukan dengan istirahat, pengobatan simtomatis sesuai gejala atau
pengobatan kausal untuk mengatasi penyebab, peningkatan daya tahan tubuh dan
pencegahan penularan kepada orang sekitar, antara lain dengan menutup mulut ketika
batuk, tidak meludah sembarang. Faktor berkumpulnya banyak orang misalnya di
tempat pengungsian tempat korban banjir, juga berperan dalam penularan ISPA.
Penyakit kulit juga hampir selalu di alami, terutama yang sering tergenang banjir.
Penyakit ini bisa berupa infeksi, alergi, atau bentuki lain. Pada musim banjir, maka
masala utamanya adalah kebersihan yang tidak terjaga baik. Seperti ISPA, maka
faktor berkumpulnya banyak orang berperan dalam penularan infeksi kulit. Penyakit
saluran cerna lain, adalah demam tifoid, yang juga terkait dengan faktor kebersihan
makanan. Upaya untuk mengatasi tentu saja dengan menjaga kebersihan diri dan
lingkungan
c. Polusi udara
Emisi kendaraan bermontor
Selama ini orang banyak menduga bahwa andil terbesar dari pencemaran udara
kota berasal dari industri. Jarang di sadari, bahwa justru yang mempunyai andil
sangat besar adalah gas dan partikel yang di emifisikan ( dikeluarkan ) oleh
kendaraan bermontor. Padahal kendaraan bermontor jumlahnya semakin bertambah
besar.
Di kota-kota besar, konstrikbusi gas buang kendaraan bermontor sebagai sumber
pencemaran udara mencapai 60 – 70%. Padahal, konstribusi gas buah dari cerobong
asap industri hanya berpisah 10-15%, sedangkan sisannya dari sumber pembakaran
lain, misalnya dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dll
Sebenarnya banyak polutan udara yang perlu di waspadai, tetapi WHO ( word
helalth organization) menetapkan beberapa jenis polutan yang di anggap serius.
Polutan udara yang berbahaya bagi kesehatan manusia, hewan, serta mudah merusak
harta benda adalah partikulat yang mengandung partikel
( asap dan jelaga ), hidrokarbon, sulfur di oksida, dan nitrogen oksida. Kesemuanya di
emisikan oleh kendaraan bermontor.
WHO memperkirakan bahwa 70% penduduk kota di dunia pernah menghirup
udara kotor akibat emisi kendaraan bermontor, se3dangkan 10% sisannya menghirup
udara yang bersifat” marjinal”. Akibat menghirup udara yang tidak bersih ini lebih
fatal pada bayi dan anak-anak. Demikian pula pada orang dewasa yang beresiko
tinggi, misalnya wanita hamil, usia lanjut, serta orang yang telah memiliki riwayat
penyakit paru dan saluran pernapasan menaun. Celakanya, para penderita maupun
kelurganya tidak menyadari bahwa berbagai akibat negatif tersebut berasal dari
pencemaran udara akibat emisi kendaraan bermontor semakin memperhatinkan.

Tingkatan keparahan penyakit PPOK :

Tingkat Nilai FEV1 dan gejala


0 Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum dan dispnea.
Beresiko Ada paparan terhadap faktor resiko (rokok, polusi),spirometri normal.
I FEV1/FVC < 70%, FEV1≥ 80%, dan umumnya, tapi tidak selalu ada gejala
Ringan batuk kronis dan produksi sputum. Pada tahap ini, pasien biasanya bahkan
belum berasa paru-parunya bermasalah.
II FEV1/FVC < 70%, 50% < FEV1 < 80%, gejalamya biasanya mulai
Sedang progresif/memburuk, dengan nafas pendek-pendek.
III FEV1/FVC < 70%, 30% < FEV1 < 50%. Terjadi eksaserbasi berulang yang
Berat mulai mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pada tahap ini pasien mulai
mencari pengobatan karena mulai dirasakan sesak nafas atau serangan
penyakit.
IV FEV1/FVC < 70%, FVE1 < 30% atau < 50% plus kegagalan respirasi kronis.
Pasien bisa digolongkan masuk tahap IV jika walaupun FEV1 > 30%, tapi
Sangat berat
pasien mengalami kegagalan pernafaasan atau gagal jantung kanan/cor
pulmonary. Pada tahap ini, kualitas hidup sangat terganggu dan serangan
mungkin mengancam jiwa.

 Komplikasi:
a. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nialai Pa02 < 55 mmHg, dengan
nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan mengalmi perubahan mood,
penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lajut akan timbul sianosis

b. Asidosis Respiratori
Rimbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2(hiperkapnea). Tanda yang muncul
antara lain nyeri kepala,fatigue,letargi,dizzines,dan takipnea.

c. Infeksi Respirator
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan
rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.

d. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat
mengalami masalah ini.

e. Kardiak Disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respirator

f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial. Penyakit
ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak berespons
terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunan otot bantu pernapasan dan distensi
vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma.

 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala PPOK dapat mencakup:
a. Penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan yang cukup berat
dan keadaan ini terjadi Karena penurunan cadangan paru
b. Batuk produktif akibat stimulasi reflex batuk oleh mucus
c. Dispenea pada aktivitas fisik ringan
d. Infeksi saluran nafas yang sering terjadi
e. Hipoksemia intermiten atau kontinu
f. Hasil tes faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata
g. Deformitas toraks

 Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan utama adalah meningkatkan kualitas hidup, memperlambat


perkembangan proses penyakit, dan mengobati obstruksi saluran napas agar tidak terjadi
hipoksia.pendekatan terapi mencakup :

1. Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja napas.


2. Mencegah dan mengobati infeksi.
3. Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru.
4. Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi pernapasan
yang adekuat.
5. Dukungan psikologis
6. Edukasi dan rehabilitasi klien.
Jenis obat yang diberikan:
1. Bronkodilators.
2. Terapi aerosol.
3. Terapi infeksi.
4. Kortikostiroid.
5. Oksigenasi.

C. Patofisiologi

D. Asuhan Keperawatan Kritis Teori PPOK


a. Pengkajian
1. Biodata
Penyakit PPOK (Asma bronkial) terjadi dapat menyerang seagala usia tetapi lebih
sering di jumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan
sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Predisposisi laki-laki dan
perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.
2. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan sama bronkial adalah dispnea
(bias sampai berhari-hari atau berbulan-bulan),batuk,dan mengi (pada
beberapa kasus lebih banyak paroksismal).
 Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya penyakit
ini, di antaranya adalah riwyat alergi dan riwayat penyakit saluran napas
bagian bawah ( rhinitis, urtikaria, dan eksim).
 Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali di dapatkan adanya riwayat penyaakit
keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak di temukan adanya
penyakit yang sama pada anggota keluarganya.

3. Pengkajian diagnostic COPD


 Chest X- Ray :dapat menunjukkan hyperinflation paru, flattened
diafragma, peningkatan ruangan udara retrosternal, penurunan tanda
vascular / bullae ( emfisema ), peningkatan suara bronkovaskular (
bronchitis ), normal ditemukan saat periode remisi ( asma ).
 Pemeriksaan fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab
dispnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi
atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi, dan mengevaluasi efek
dari terapi, misalnya bronkodilator.
 Total lung capacity (TLC ) : meningkat pada bronkitis berat dan
biasanya pada asma, namun menurun pada emfisema.
 Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema.
 FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi ( FEV ) terhadap tekanan
kapasitas vital ( FVC ) menurun pada bronkitis dan asma.
 Arterial blood gasses (ABGs) : menunjukan prose penyakit kronis, sering
kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkatkan ( bronkitis
kronis dan emfisema ), terapi sering kali menurun pada asma, Ph normal
atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi
( emfisema sedang atau asma).
 Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat inspirasi,
kolabs bronkial pada tekanan ekspirasi( emfisema ), pembesaran kelenjar
mucus( brokitis).
 Darah lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin ( emfisema berat) dan
eosinophil (asma).
 Kimia darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema
perimer.
 Skutum kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi
pathogen, sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan untuk menentukan
penyakit keganasan/ elergi.
 Electrokardiogram (ECG) : diviasi aksis kanan, glombang P tinggi (
asma berat), atrial disritmia ( bronkitis), gelombang P pada leadsII, III,
dan AVF panjang, tinggi( pada bronkitis dan efisema) , dan aksis QRS
vertical (emfisema).
 Exercise ECG , stress test :membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi
pernafasan, mengevaluasi keektifan obat bronkodilator, dan
merencanakan/ evaluasi program.

4. Pemeriksaan fisik
 Objektif
a) Batuk produktif/nonproduktif
b) Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada kedua fase respirasi
semakin menonjol.
c) Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit di keluarka.
d) Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
e) Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradoksus.
f) Fase ekspirasi memanjang diseratai wheezing( di apeks dan hilus )
g) Penurunan berat badan secara bermakna.

 Subjektif
Klien merasa sukar bernapas,sesak dan anoreksia
 Psikososial
a) Cemas, takut, dan mudah tersinggung.
b) Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnnya
c) Data tambahan (medical terapi)
 Bronkodilator
Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau parenteral.
Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya
diberikan Aminophilin seacara parenteral, sebab mekanisme yang berlainan,
demikian pula sebaliknya, bila sebelmnya telah digunakan obat golongan Teofilin
oral, maka sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau
parenteral.
Obat obatan bronkodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap
adrenoreseptor ( orsiprendlin, salbutamol, terbutalin, ispenturin, fenoterol)
mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek samping kecil
dibandingkan dengan bentuk non selektif (adrenalin, Efedrin, Isoprendlin)
a. Obat-obat bronkodilator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping
sistemiknya lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak napas berat pada anak-anak
dan dewasa. Mula-mula deberikan dua sedotan dari Metered Aerosol Defire
(AfulpenMetered Aerosol ). Jika menunjukkan perbaikan dapat diulang setiap
empat jam, jika tidak ada perbaikan dalam 10-15 menit setelah pengobatan, maka
berikan Aminophilin intravena
b. Obat-obat bronkodilator simpatomimetik memberi efek samping takikardi,
penggunaan parenteral pada orang tua harus hati-hati, berbahaya pada penyakit
hipertensi, kardiovaskuler, dan serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan 0,3
ml larutan epinefrin 1 : 1000 secara subkutan. Pada anak-anak 0,01 mg /KgBB
subkutan (1 mg per mil) dapat diulang setiap 30 menit untuk 2-3 kali sesuai
kebutuhan .
c. Pemberian Aminophilin secara intravena denagn dosis awal 5-6 mg/KgBB
dewasa/ anak-anak, disuntikkan perlahan dalam 5-10 menit, untuk dosis
penunjang dapat diberikan sebanyak 0-9 mg/kgBB/jam secara intravena. Efek
sampingnya tekanan darah menurun bila tidak dilakukan secara perlahan.

 Kortikosteroid
Jika pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukkan perbaikan,
maka bisa dilanjutkan deagan pengobatan kortikosteroid, 200 mg hidrokortison
secara oral atau dengan dosis 3-4 mg/KgBB intravena sebagai dosis permulaan
dan dapat diulang 2-4 jam secara parental sampai serangan akut terkontrol,dengan
diikuti pemberian 30-60 mg prednison atau dengan dosis 1-2 mg/KgBB/hari
secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap
 Pemberian oksigen
Oksigen dialirkan melalui kanul hidung dengan kecepatan 2-4 liter/menit ,
menggunakan air (humidifier) untuk memberiakan pelembapan. Obat eksfektoran
seperti gliserolguaiakolat juga dapat digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, oleh
karena itu intake cairan per oral infus harus cukup sesuai dengan prinsip.
 Beta Agonis
 Beta agonis ( β–adrenergic agents) merupakan pengobatan awal yang digunakan
dalam penatalaksanaan penyakit asma, dikarenakan obat ini berekrja dengan cara
mendilatsikan otot polos ( vasedilator). Andrenerigic agent juga meningkatkan
pergerakan siliari , menurunkan mediator kimia anafilaksis, dan dapat
meningkatan efek bronkodilatasi dari kortikosteroid. Andrenergic yang sering
digunakan antara lain epinefrin, albuterol, metaproterenol, isoproterenol, isoetarin,
dan terbutalin. Biasanya diberikan secara parenteral atau inhalasi. Jalan inhalasi
merupakan salah satu pilihan dikarenakan dapat mempengaruhi secara langsung
dan mempunyai efek samping yang lebih kecil.
Intervensi dan rasional pada penyakit ini didasarkan pada konsep Nursing
Interventien Classification (NIC) dan Nursing Outcome Classification (NOC).

Diagnosis Keperawatan Perencanaan


No. (NANDA) Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
1. Bersihan jalan nafas Status respirasi: a. Manajemen jalan Adanya
perubahan
tidak efektif kepatenan jalan napas.
fungsi respirasi
berhubungan dengan nafas dengan skala b. Penurunan dan penggunaan
otot tambahan
 Bronkospasme. (1-5) setelah kecemasan
menandakan
 Peningkatan diberikan c. Aspiration kondisi penyakit
yang masih
produksi secret perawatan precautions.
harus
(secret yang selama…hari, d. Fisioterapi dada. mendapatkan
penanganan
bertahan, kental) dengan kriteria: e. Latih batuk
penuh.
 Menurunya  Tidak ada efektif
Ketidakmampua
energi/fatigue demam f. Terapi oksigen.
n mengeluarkan
 Tidak ada g. Pemberian posisi. mukus
menjadikan
Ditandai dengan: cemas h. Monitoring
timbulnya
 Klien mengeluh  RR normal respirasi. kongesti
berlebih pada
sulit bernafas.  Irama nafas i. Monitoring tanda
saluran
 Perubahan normal vital. pernapasan .

kedalaman/jumla  Pergerakan Posisi semi/


h napas, sputum keluar high fowler
memberikan
penggunaan otot dari jalan nafas kesempatan
bantu pernafasan.  Bebas dari paru-paru
berkembang
 Suara nafas suara nafas secara maksimal
abnormal seperti tambahan. akibat diafragma
turun ke bawah.
wheezing, ronchi, Batuk efektif
dan cracles. mempermudah
ekspektorasi
mukus.
 Batuk
Klien dalam
(presisten)dengan kondisi sesak
/tanpa produksi cenderung untuk
bernapas
sputum. melalui mulut
yang pada
akhirnya jika
tidak
ditindaklanjuti
akan
mengakibatkan
stomatis.
2. Gangguan pertukaran Status respirasi a. Manajemen asam
Kelemahan,
gas yang berhubungan pertukaran gas basa tubuh
iritable, bingung
dengan: dengan skala….(1- b. Manajemen jalan dan somnolen
dapat
 Kurangnya suplai 5) setelah diberikan napas
merefleksikan
oksigen (obstruksi perawatan c. Latihan batuk adanya
hipoksemia/pen
jalan napas oleh selama… hari efektif
urunan
secret, dengan kriteria : d. Tingkatkan oksigenasi
serebral.
bronkospasme, air  Status aktivitas
trapping); mental e. Terapi oksigen
Mencegah
 Destruksi alveoli dalam batas f. Monitoring
kelelahan dan
Ditandai dengan normal respirasi mengurangi
konsumsi
 Dyspnea  Bernapas g. Monitoring tanda
oksigen untuk
 Confusion,lemah; dengan vital memfasilitasi
resolusi infeksi.
 Tidak mampu mudah
mengeluarkan  Tidak ada Pemberian
terapi oksigen
secret; sinosis untuk
 Nilai ABGs  Pao paco memelihara
PaO2 di atas 60
abnormal (hipoksia dalam batas mmHg, oksigen
dan hiperkapnea) normal yang diberikan
sesuai dengan
 Perubahan tanda  Saturnasi O toleransi dari
dalam klien.
vital
 Menurunya rentang Untuk
toleransi terhadap normal mengikuti
kemajuan proses
aktivitas
penyakit dan
memfasilitasi
perubahan
dalam terapi
oksigen.

3 Ketidakseimbangan Status nutrisi; a. Manajemen


Meningkatkan
nutrisi : intake cairan dan cairan
kenyamanan
Kurang dari kebutuhan makanan gas b. Monitoring flora normal
mulut, sehingga
tubuh yang berhubungan dengan skala......(1- cairan
akan
dengan : 5) setelah diberikan c. Status diet meningkatkan
perasaan nafsu
 Dispea, perawatan d. Manajemen
makan.
fatique selama…. Hari gangguan
Meningkatkan
 Efek dengan kriteria; makan
intake makanan
samping  Asupan e. Manajemen dan nutrisi klien
terutama kadar
pengobatan makanan nutrisi
protein tinggi
 Produksi adekuat f. Kolaborasi akan
meningkatkan
sputum dengan skala.. dengan ahli
mekanisme
 Anoreksia, (1-5) gizi untuk tubuh dalam
proses
nausea/vomit  Intake cairan memberikan
penyembuhan.
ing. per oral terapi nutrisi
Menentukan
Ditandai dengan adekuat, g. Konseling
kebutuhan
 Penurunan dengan skala nutrisi nutrisi yang
tepat bagi klien.
berat badan …(1-5) h. Kontroling
Mengontrol
 Kehilangan  Intake cairan nutrisi keefektifan
tindakan
masa otot, adekuat dilakukan
terutama dengan
tonus otot dengan untuk kadar protein
darah.
jelek skala… (1-5) memenuhi
diet pasien. Meningkatkan
 Dilaporkan
komposisi tubuh
adanya Status nutrisi intake i. Terapi
akan kebutuhan
vitamin dan
perubahan nutrien gas dengan menelan nafsu makan
klien.
sensasi rasa skala … (1-5) j. Monitoring
 Tidak setelah diberikan tanda vital
bernafsu untuk perawatan k. Bantuan
makan, tidak selama… untuk
tertarik makan  Intake kalori peningkatan
adekuat,denga BB
n skala.. (1-5) l. Manajemen
 Intake protein, berat badan
karbohidrat,
dan lemak
adekuat,
dengan skala
…(1-5)

Control berat badan


dengan skala … (1-
5) setelah diberikan
perawatan selama
… hari dengan
kriteria:
 Mampu
memelihara
intake kalori
secara optimal
(1-5)
(menunjukkan)
 Mampu
memelihara
keseimbangan
cairan (1-5)
(menunjukkan)

 Mampu
mengontrol
asupan makanan
secara adekuat
(1-5)
(menunjukkan)

No. Diagnosa Perencanaan


keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
(NANDA)
4. Intoleransi  Berpartisipasi  Kolaborasi Mengurangi stres dan
aktifitas b.d dalam aktivitas dengan tenaga stimulasi yang
ketidakseimbagan fisik tanpa rehabilitasi berlebihan,
antara suplai dan disertai medik dalam meningkatkan istirahat
kebutuhan peningkatan merencanaakan
oksigen. darah, nadi dan program terapi Klien mungkin merasa
RR. yang tepat nyaman dalam kepala
 Mampu  Bantu klien dalam keadaan evalasi,
melakukan untuk tidur di kursi atau
aktivitas sehari- mengidentifikas istiirahat pada meja
hari (ADLs) i aktivitas yang dengan bantuan bantal
secara mandiri. mampu
 Tanda-tanda dilakukan. Meminimalkan kelelahn
vital normal.  Bantu utuk dan menolong

 Energi memilih menyeimbangkan suplai

psikomotor. aktivitas yang oksigen dan kebutuhan.


 Level sesuai dengan
kelemahan. kemampuan
 Mampu fisik, sosial dan
berpindah: psikologi.
dengan atau  Bantu utuk
menggunakan mengidetifikasi
alat. dan
 Status mendapatkan
kardiopulmoari sumber yang
adekuat. diperlukan
 Sirkulasi status untuk aktivitas
baik. yang diinginkan

 Status respirasi:  Bantu klien


pertukara gas da untuk
vetilasi adekuat. mendapatkan
alat bantuan
aktivitas seperti
kursi roda, krek
 Bantu untuk
mengidentifikas
i aktivitas yang
disukai
 Bantu klien
membuat jadwal
latihan diwaktu
luang
 Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikas
i kekurangan
dalam
beraktivitas
 Sediakan
penguatan
positif bagi
yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien
untuk
mengembangka
n motivasi diri
dan penguatan
 Monitor respon
fisik,emosi,
sosial dan
spiritual.
5. Risiko tinggi  Tidak muncul  Monitor vital  Selama peride ini,
penyebaran tanda tanda sign, terutama potensial
infeksi yang b.d infeksi pada proses berkembang
penyakit kronis . sekunder. terapi. menjadi
 Klien dapat  Demonstrasikan komplikasi yang
mendemonstrasi teknik mencuci lebih fatal(
kan kegiatan yang benar. hipotensi / shock
untuk  Ubah posisi dan ).
menghindarkan berikan  Sangat efektif
infeksi. pulmonari toilet untuk
yang baik. mengurangi
 Batasi penyebaran
pengunjung atas infeksi .
indikasi.  Meningkatkan
 Lakukan isolasi ekspektorasi,
sesuai dengan membersihkan
kebutuhan dari infeksi.
individual.  Mengurangi
 Anjurkan untuk paparan dengan
istirahat secara organisme
adekuat patogen lain.
sebanding  Isolasi mungkin
dengan aktifitas, dapat mencegah
tingkatkan penyebaran atau
intake nutrisi memproteksi
secara adekuat. klien dari proses
infeksi lainya.
 Memvasilitasi
proses
pengembuhan
dan
meningkatkan
pertahanan tubuh
alami.

E. Asuhan Keperawatan Kasus pada klien PPOK

Study kasus

Tn.R, 68 thn, dating ke IGD dengan keluhan pusing, sesk napas dan batuk riwayat
penyakit sekrang: 1 bulan terakhir tiap pagi batuk-batuk sampai dahak keluar semua. Sesak
napas bila menaiki tangga. 2 hari terakhir, pasien mengeluh demam, batuk, pilek, pusing, dan
sesak napas. Berdasarkan anamnesia dan pemeriksaan spirometri dan foto thoraks, diagnose
yang di tegakkan klinis/ dokter adalah PPOK st III.

Terapi yang diberikan:


Oksigen, setelah stabil, terapi yang di berikan adalah: codein 10 mg po 3x1 dan seretide MDI
tiap 6 jam tanda-tanda vital saat pasien MRS: suhu 38,5oC, TD 140/90 mmHg, Nadi
100/menit,RR 25x/menit

A. Pengkajian
I. Identitas pasien
Nama = Tn. R
Umur = 60 th
II. Riwaya penyakit sekarang
Keluhan utama = pusing, sesak nafas, batuk
Riwayat penyakit sekarang = 1 bulan terakhir tiap pagi batuk-batuk sampai dahak keluar
semua, sesak nafas bila menaiki tangga
III. Riwayat penyakit dahulu
2 hari terakhir pasien mengeluh demam, batuk pilek, pusing ,sesak nafas
IV. Pemeriksaan fisik
TTV=
T= 38,5 °C
P= 100 x/m
RR= 25 x/m
BP= 140/90 mmHg

V. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan spirometri dan foto thorax (+) PPOK ST III
VI. Terapi yang di dapat
Oksigen, setelah stabil, terapi yang diberikan codein 10 mg po 3x1 dan seretide MDI tiap
6 jam

B. Diagnosa
I. Analisis data
No Data Etiologi Problem
1. Ds : Klien mengatakan pusing, sesak Peningkatan Bersihan jalan
nafas, batuk. produksi sputum. napas tidak efektif.

Do: 1 bulan terakhir tiap pagi batuk-


sampai dahak keluar semua, RR
25 x/menit.
2. Ds : 2 hari terakhir pasien mengeluh Penyakit kronis Resiko tinggi
demam, batuk, pilek, pusing, dan penyebaran infeksi
sesak nafas.

Do : pemeriksaan spirometri dan


foto thorax diagnosa PPOK St
III suhu : 38,5 °C, TD : 140/ 90
mmHg, nadi : 100 x/menit
3. Ds : pasien mengeluh demam Penyakit Hipertemia
Do : suhu 38,50C , RR 25 x/menit ,
nadi 100 x/menit, TD 140/ 90 mmHg

4. Ds : sesak nafas bila menaiki tangga. Ketidakseimbangan Intoleransi aktivitas


Do : Nadi 100x/m, RR 25x/m, antara suplai dan
kebutuhan oksigen
5. Ds : 2 hari terakhir pasien mengeluh Hiperventilasi Ketidakefektifan
sesak nafas. pola nafas
Do : Nadi 100x/m, RR 25x/m,

Berdasarkan analisa data tersebut, dapat disimpulkan diagnosa keperawatan diantaranya:

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum


2. Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi
3. Hipertermia b.d penyakit
4. Intoleransi aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Resiko tinggi penyebaran inferksi b.d penyakit kronis.

C. Intervensi dan implementasi

No Diagnosa Intervensi Implementasi


1. Bersihan jalan napas tidak  Posisikan pasien  Memberikan posisi
efektif b.d peningkatan untuk fowler atau semi
produksi sputum memaksimalkan fowler
ventilasi.  Menghitung respirasi
Kriteria hasil :  Monitor respirasi setiap 3 jam sekali
 Secara verbal tidak ada dan status O2.  Memberikan obat
keluhan sesak  Kolaborasi dalam ipratropium
 tidak ada batuk dan pemberian bromida dg dosis
jumlah sputum normal pengobatan atas 20mcg 2 hirup 3-4
 jumlah pernafasan dalam indikasi. kali per hari.
batas normal sesuai usia bronkodilator  Mengajarkan klien
 Demonstrasikan menahan dada dan
atau bantu klien batuk efektif dalam
melakukan posisi tegak lurus.
latihan napas
dalam.

2. Ketidak efektifan pola napas  Posisikan pasien  Memberikan posisi


b.d hiperventilasi. untuk fowler atau semi
memaksimalkan fowler
Kriteria hasil : ventilasi.  Menghitung
 Mampu batuk efektif.  Identifikasi pasien frekuensi nafas.
 Mampu bernafas perlunya  Memberikan terapi
dengan mudah. pemasangan alat ogsigenasi dengan
 Frekuensi pernafasan nafas buatan. menggunakan
dalam rentang normal.  Monitor respirasi nasal kanul.
 TTV dalam rentang dan status O2.
normal.

3. Hipertermia b.d penyakit.  Kompres pasien  Memberikan kompres


Kriteria hasil: pada lipat paha dan dengan handuk di
 Suhu tubuh aksila bagian lipat paha dan
rentang normal  Monitor suhu aksila
 Nadi dan RR sesering mungkin.  Menghitung suhu
dalam rentang  Monitor tekanan setiap 2 jam sekali
normal darah, nadi dan RR  Menghitung tekanan
 Tidak ada  Kolaborasi darah, nadi dan RR
pusing pemberian cairan setiap 2 jam sekali.
intravena.  Memberikan cairan
intravena sesuai
anjuran dokter.
4. Intoleransi aktivitas b.d.  Kolaborasi  Memberikan terapi
ketidakseimbangan antara dengan tenaga Oksigen dengan
suplay dan kebutuhan oksigen rehabilitasi medik kecepatan aliran 1
Kriteria hasil: dalam atau 2 ltr/mnt.
 Mampu mealkukan merencanakan  Melakukan
aktivitas sehari-hari progam terapi komunikasi
secara mandiri yang tepat. terapeutik.
 Tanda-tanda vital normal  Bantu pasien  Menghitung tanda
 Sirkulasi status baik untuk tanda vital 3 jam
 Status respirasi : mengembangkan sekali.
pertukaran gas dan motivasi diri dan  Menjelaskan perlunya
ventilasi adekuat penguatan. keseimbangan
 Monitor aktivitas dan istirahat.
perubahan tanda
tanda vital.
 Memberikan
edukasi untuk
memenuhi
kebutuhan secara
mandiri.
5. Resiko tinggi penyebaran  Ajarkan keluarga  Menjelaskan kepada
infeksi b.d Penyakit kronis. dan pasien tanda keluarga pasien tanda
dan gejala infeksi. dan gejala infeksi
Kriteria hasil :  Monitor tanda dan  Memberikan edukasi
 Klien bebas dari tanda gejala infeksi kepada pasien berseta
dan gejala infeksi. sistemik dan lokal keluarga tentang
 Tidak munculnya  Kolaborasi dengan penyakit infeksi.
tanda-tanda infeksi dokter pemberian  memberikan
sekunder. obat anti mikroba. antibiotik.
 Klien dapat  menghitung TTV
mendemonstrasikan setiap 3 jam sekali.
kegiatan untuk
menghindarkan infeksi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) atau Chronic Obstruktif Pulmonary Disease


(COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-
paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan
yang dikenal dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis kronis, dan emfisema paru-paru.
Sering juga penyakit ini disebut dengan Chronic Airflow Limitation (CAL) dan Chronic
Obstructive Lung Disease (COLD). Diagnosa yang utama pada penderita PPOK yaitu
Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum

B. Saran

Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan baik


terhadap penderita penyakit saluran pernapasan terutama PPOK. Oleh karena itu, perawat
juga harus mampu berperan sebagai pendidik dalam hal ini melakukan penyuluhan ataupun
memberikan edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien terutama mengenai tanda-tanda,
penanganan dan penceganhanya.
DAFTAR PUSTAKA

Kuwalak, Jennifer.P.2011.PATOHFISIOLOGI,Jakarta:EGC

Somantri,Irwan.2019.Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem


pernapasan.Jakarta:Salemba Medika

Syamsudin,Sesilia Andriani keban.2013.Buku ajar Farmakotrapi gangguan saluran


pernapasan.Jakarta:Salemba Medika

Anies.2015.penyakit berbasis lingkungan.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media

Herdman,T. Heather.2012.diagnosis keperawatan.Jakarta:EGC

Huda Nurarif,Amin dan Hardi kusuma.2015.Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis dan Nanda Nic-Noc.Yogyakarta:mediaction

Anda mungkin juga menyukai