Disusun oleh :
Umi S
Adit
A. Latar Belakang
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai pada
waktu tertentu, tetapi dimulai sejak awal kehidupan (Dewi, SR.: 2014). Proses menua
(aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis
maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi
menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada
lansia. Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang
dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari
Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek
fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain.
Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomik-fisiologik dan dapat timbul pula
penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Usia harapan hidup lansia di Indonesia semakin
meningkat karena pengaruh status kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan, ilmu
pengetahuan dan sosial ekonomi yang semakin meningkat sehingga populasi lansia pun
meningkat. Menurut ilmu demografi Indonesia dalam masa transisi demografi yaitu
perubahan pola penduduk berusia muda ke usia tua. Infeksi saluran nafas bagian bawah
akut dan tuberkulosis paru menduduki 5 penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat.
Belum banyak dijumpai laporan para ahli tentang insidens PPOK orang tua usia lanjut.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstruktive Pulmonary
Disease (COPD) merupakan penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
Beberapa penyakit yang lazim terjadi adalah emfisema, bronkitis kronis, asma. Udara
harus dapat masuk dan keluar dari paru-paru untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Ketika
aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan terperangkap didalam paru-
paru. Hal ini akan mempersulit paru-paru untuk mendapatkan oksigen yang cukup bagi
bagian tubuh lainnya.
Emfisema dan bronkitis kronis menyebabkan proses inflamasi yang berlebihan
dan pada akhinya menimbulkan kelainan pada struktur paru-paru, sehingga aliran udara
terhambat secara permanen (itulah sebabnya disebut “bronkitis kronis”). Sebuah studi
baru menunjukan bahwa orang dewasa penderita asma berpeluang 12 kali lebih besar
untuk mengalami PPOK daripada orang yang tidak mengalami kondisi tersebut. PPOK
ditandai oleh pertambahan neutrofil, makrofag, dan T-limfosit (khususnya CD+) di
sejumlah bagian paru-paru, dan berikatan dengan tingkat hambatan aliran udara.
Mungkin terjadi peningkatan eosinofil pada beberapa pasien, khususnya jika terjadi
pembukukan penyakit, sel-sel inflamasi ini mampu melepaskan sejumlah sitokin dan
mediator inflamasi, terutama leukotrien 4, interleukin-8, dan tumor necrosis factor-α.
Pola inflamasi ini sangat berbeda dari pola yang terlihat pada penderita.
Maka dari itu, penulis mengangkat kasus ini dalam asuhan keperawatan yang
berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada Pasien PPOK”. Karena penyakit ini memerlukan
pengobatan dan perawatan yang optimal dan komprehensiv mulai serangan awal penyakit
sampai dengan perawatan di rumah sakit. Dan yang lebih penting adalah perawatan untuk
memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang perawatan
dan pencegahan seragan berulang pada pasien PPOK di rumah
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronis?
2. Bagaimana etiologi,komplikasi dan manifestasi klinis penyakit PPOK?
3. Bagaimana WOC pada pasien PPOK?
4. Bagaimana Askep Teori pada pasien PPOK?
5. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien PPOK pada Lansia?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Penyakit PPOK
2. Mengetahui etiologi, komplikasi dan manifestasis klinispenyakit PPOK
3. Mengetahui WOC pada pasien PPOK
4. Mengetahui Askep Teori pada pasien PPOK
5. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien PPOK pada Lansia
BAB II
TINJAUAN TEORI
Penyakit paru obsruksi kronis (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru yang
menghambat aliran udara pada pernapasan saat menarik napas atau menghembuskan napas.
Udara harus dapat masuk dan keluar dari paru-paru untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Ketika aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan terperangkap di dalam
paru-paru. Hal ini akan mempersulit paru- paru mendapatkan oksigen yang cukup bagi
bagian tubuh yang lainnya. Emfisema dan bronkitis kronis menyebabkan proses inflamasi
yang berlebihan dan pada akhirnya menimbulkan kelainan di dalam struktur paru-paru,
sehingga aliran udara terhambat secara permanen(itulah sebabnya disebut “obstruktif
kronis”).
a. Bronkitis kronis
Bronkitis akut adalah radang mendadak pada bronkus yang biasanya mengenai trakea
dan laring, sehingga sering disebut juga dengan laringotrakeobronkitis. Radang ini
dapat timbul sebagai kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit
sistemik, misalnya morbili, pertusis, difteri, dan tipus abdominalis. Istilah bronkitis
kronis menunjukan kelainan pada bronkus yang sifatnya menahun(berlangsung lama)
dan disebabkan berabagai faktor, baik yang berasal dari luar bronkus maupun dari
bronkus itu sendiri. Bronkitis kronis merupakan keadaan yang berkaitan dengan
produksi mukus trakeobronkial yang berlebihan, sehingga cukup untuk menimbulkan
batuk dan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun dan paling sedikit 2 tahun
secara berturut-turut.
b. Emfisema Paru
Menurut WHO, emfisema merupakan gangguan pengembangan paru yang ditandai
dengan pelebaran ruang di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan. Sesuai dengan
definisi tersebut, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara(alveolus)
tanpa disertai adanya destruktif jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak termasuk
emfisema, melainkan hanya sebagai overinflation. Sebagai salah satu bentuk penyakit
paru obstruktif menahun, emfisema merupakan pelebaran asinus yang abnormal,
permanen, dan disertai destruktif dinding alveoli paru. Obstruktif pada emfisema
lebih disebabkan oleh perubahan jaringan daripada produksi mukus, seperti yang
terjadi pada asma bronkitis kronis.
c. Asma bronkial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkospasme periodik(kontraksi spasme pasa saluran napas) terutama pada
percabangan trakeonronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti
oleh faktor biokemial, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma didefinisakn
sebagai suatu penyakit inflamasi kronis di saluran pernapasan, dimana terdapat
banyak sel-sel induk, eosinofil, T-limfosit, neutrofil, dan sel-sel epitel. Pada individu
rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing, sulit bernapas, dada sesak, dan
batuk secara berulang, khususnya pada malam hari dan di pagi hari.
2. Etiologi, komplikasi, dan manifestasi klinis penyakit (PPOK)
Etiologi penyakit ini yang sering ditemukan meliputi:
a. Kebiasaan merokok
Hampir semua perokok menyadari bahwa merokok merupakan kebiasaan yang salah.
Namun sebagaian besar perokok tidak mampu menghilangkan kebiasaan ini. Resiko
mengalami serangan jantung 2 kali lebih besar bagi prokok berat atau yang merokok
20 batang atau lebih dalam sehari. Bahkan, resiko menghadapi kematian mendadak 5
kali lebih besar dari pada orang yang tidak merokok sama sekali. Namun bagi
mereka yang dapat berhenti merokok sama sekali, resiko ini dapat berkurang hampir
sama yang tidak merokok. Sejumlah kecil nikotin dalam rokok adalah racun bagi
tubuh. Nikotin yang terserap dalam setiap hisapan rokok memang tidak mematikan,
tetapi tetap membahayakan jantung. Terjadi pengerasan pembuluh nadi serta
mengacaukan irama jantung.
b. Infeksi saluran napas atas yang kambuh atau kronis
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyebab penyakit ini dapat berupa bakteri,
virus dan berbagai mikroba lain. Gejala utama dapat berupa batuk dan demam, kalau
berat, dapat disertai sesak napas dan nyeri dada. Penanganan penyakit ini dapat
dilakukan dengan istirahat, pengobatan simtomatis sesuai gejala atau pengobatan
kausal untuk mengatasi penyebab, peningkatan daya tahan tubuh dan pencegahan
penularan kepada orang sekitar, antara lain dengan menutup mulut ketika batuk,
tidak meludah sembarang. Faktor berkumpulnya banyak orang misalnya di tempat
pengungsian tempat korban banjir, juga berperan dalam penularan ISPA.
Penyakit kulit juga hampir selalu di alami, terutama yang sering tergenang banjir.
Penyakit ini bisa berupa infeksi, alergi, atau bentuki lain. Pada musim banjir, maka
masala utamanya adalah kebersihan yang tidak terjaga baik. Seperti ISPA, maka
faktor berkumpulnya banyak orang berperan dalam penularan infeksi kulit. Penyakit
saluran cerna lain, adalah demam tifoid, yang juga terkait dengan faktor kebersihan
makanan. Upaya untuk mengatasi tentu saja dengan menjaga kebersihan diri dan
lingkungan
c. Polusi udara
Selama ini orang banyak menduga bahwa andil terbesar dari pencemaran udara kota
berasal dari industri. Jarang di sadari, bahwa justru yang mempunyai andil sangat
besar adalah gas dan partikel yang di emifisikan ( dikeluarkan ) oleh kendaraan
bermontor. Padahal kendaraan bermontor jumlahnya semakin bertambah besar.
Di kota-kota besar, konstrikbusi gas buang kendaraan bermontor sebagai sumber
pencemaran udara mencapai 60 – 70%. Padahal, konstribusi gas buah dari cerobong
asap industri hanya berpisah 10-15%, sedangkan sisannya dari sumber pembakaran
lain, misalnya dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dll
Sebenarnya banyak polutan udara yang perlu di waspadai, tetapi WHO ( word helalth
organization) menetapkan beberapa jenis polutan yang di anggap serius. Polutan
udara yang berbahaya bagi kesehatan manusia, hewan, serta mudah merusak harta
benda adalah partikulat yang mengandung partikel
( asap dan jelaga ), hidrokarbon, sulfur di oksida, dan nitrogen oksida. Kesemuanya di
emisikan oleh kendaraan bermontor.
WHO memperkirakan bahwa 70% penduduk kota di dunia pernah menghirup udara
kotor akibat emisi kendaraan bermontor, se3dangkan 10% sisannya menghirup udara
yang bersifat” marjinal”. Akibat menghirup udara yang tidak bersih ini lebih fatal
pada bayi dan anak-anak. Demikian pula pada orang dewasa yang beresiko tinggi,
misalnya wanita hamil, usia lanjut, serta orang yang telah memiliki riwayat penyakit
paru dan saluran pernapasan menaun. Celakanya, para penderita maupun kelurganya
tidak menyadari bahwa berbagai akibat negatif tersebut berasal dari pencemaran
udara akibat emisi kendaraan bermontor semakin memperhatinkan.
Peningkatan
kerja otot
pernafasan
.
4. Askep Teori pada pasien PPOK
a. Pengkajian
1. Biodata
Penyakit PPOK (Asma bronkial) terjadi dapat menyerang seagala usia tetapi lebih
sering di jumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan
sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Predisposisi laki-laki dan
perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.
2. Riwayat kesehatan
Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan sama bronkial adalah dispnea (bias
sampai berhari-hari atau berbulan-bulan),batuk,dan mengi (pada beberapa kasus
lebih banyak paroksismal).
Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya penyakit ini,
di antaranya adalah riwyat alergi dan riwayat penyakit saluran napas bagian
bawah ( rhinitis, urtikaria, dan eksim).
Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali di dapatkan adanya riwayat penyaakit
keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak di temukan adanya penyakit
yang sama pada anggota keluarganya.
3. Pengkajian diagnostic COPD
Chest X- Ray :dapat menunjukkan hyperinflation paru, flattened diafragma,
peningkatan ruangan udara retrosternal, penurunan tanda vascular / bullae
( emfisema ), peningkatan suara bronkovaskular ( bronchitis ), normal ditemukan
saat periode remisi ( asma ).
Pemeriksaan fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea,
menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi,
memperkirakan tingkat disfungsi, dan mengevaluasi efek dari terapi, misalnya
bronkodilator.
Total lung capacity (TLC ) : meningkat pada bronkitis berat dan biasanya pada
asma, namun menurun pada emfisema.
Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema.
FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi ( FEV ) terhadap tekanan kapasitas
vital ( FVC ) menurun pada bronkitis dan asma.
Arterial blood gasses (ABGs) : menunjukan prose penyakit kronis, sering kali
PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkatkan ( bronkitis kronis dan
emfisema ), terapi sering kali menurun pada asma, Ph normal atau asidosis,
alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi ( emfisema sedang
atau asma).
Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat inspirasi, kolabs
bronkial pada tekanan ekspirasi( emfisema ), pembesaran kelenjar
mucus( brokitis).
Darah lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin ( emfisema berat) dan eosinophil
(asma).
Kimia darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema perimer.
Skutum kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi pathogen,
sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan untuk menentukan penyakit
keganasan/ elergi.
Electrokardiogram (ECG) : diviasi aksis kanan, glombang P tinggi ( asma berat),
atrial disritmia ( bronkitis), gelombang P pada leadsII, III, dan AVF panjang,
tinggi( pada bronkitis dan efisema) , dan aksis QRS vertical (emfisema).
Exercise ECG , stress test :membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi
pernafasan, mengevaluasi keektifan obat bronkodilator, dan merencanakan/
evaluasi program.
4. Pemeriksaan fisik
Objektif
a) Batuk produktif/nonproduktif
b) Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada kedua fase
respirasi semakin menonjol.
c) Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit di keluarka.
d) Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
e) Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradoksus.
f) Fase ekspirasi memanjang diseratai wheezing( di apeks dan hilus )
g) Penurunan berat badan secara bermakna.
Subjektif
Klien merasa sukar bernapas,sesak dan anoreksia
Psikososial
a) Cemas, takut, dan mudah tersinggung.
b) Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnnya
c) Data tambahan (medical terapi)
5. Penatalaksanaan
Bronkodilator
Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau parenteral.
Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya
diberikan Aminophilin seacara parenteral, sebab mekanisme yang berlainan,
demikian pula sebaliknya, bila sebelmnya telah digunakan obat golongan Teofilin
oral, maka sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau
parenteral.
Obat obatan bronkodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap
adrenoreseptor ( orsiprendlin, salbutamol, terbutalin, ispenturin, fenoterol)
mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek samping kecil
dibandingkan dengan bentuk non selektif (adrenalin, Efedrin, Isoprendlin)
a. Obat-obat bronkodilator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping
sistemiknya lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak napas berat pada anak-
anak dan dewasa. Mula-mula deberikan dua sedotan dari Metered Aerosol
Defire (AfulpenMetered Aerosol ). Jika menunjukkan perbaikan dapat diulang
setiap empat jam, jika tidak ada perbaikan dalam 10-15 menit setelah
pengobatan, maka berikan Aminophilin intravena
b. Obat-obat bronkodilator simpatomimetik memberi efek samping takikardi,
penggunaan parenteral pada orang tua harus hati-hati, berbahaya pada penyakit
hipertensi, kardiovaskuler, dan serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan
0,3 ml larutan epinefrin 1 : 1000 secara subkutan. Pada anak-anak 0,01 mg
/KgBB subkutan (1 mg per mil) dapat diulang setiap 30 menit untuk 2-3 kali
sesuai kebutuhan .
c. Pemberian Aminophilin secara intravena denagn dosis awal 5-6 mg/KgBB
dewasa/ anak-anak, disuntikkan perlahan dalam 5-10 menit, untuk dosis
penunjang dapat diberikan sebanyak 0-9 mg/kgBB/jam secara intravena. Efek
sampingnya tekanan darah menurun bila tidak dilakukan secara perlahan.
Kortikosteroid
Jika pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukkan perbaikan, maka bisa
dilanjutkan deagan pengobatan kortikosteroid, 200 mg hidrokortison secara oral
atau dengan dosis 3-4 mg/KgBB intravena sebagai dosis permulaan dan dapat
diulang 2-4 jam secara parental sampai serangan akut terkontrol,dengan diikuti
pemberian 30-60 mg prednison atau dengan dosis 1-2 mg/KgBB/hari secara oral
dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap
Pemberian oksigen
Oksigen dialirkan melalui kanul hidung dengan kecepatan 2-4 liter/menit ,
menggunakan air (humidifier) untuk memberiakan pelembapan. Obat eksfektoran
seperti gliserolguaiakolat juga dapat digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, oleh
karena itu intake cairan per oral infus harus cukup sesuai dengan prinsip.
Beta Agonis
Beta agonis ( β–adrenergic agents) merupakan pengobatan awal yang digunakan
dalam penatalaksanaan penyakit asma, dikarenakan obat ini berekrja dengan cara
mendilatsikan otot polos ( vasedilator). Andrenerigic agent juga meningkatkan
pergerakan siliari , menurunkan mediator kimia anafilaksis, dan dapat
meningkatan efek bronkodilatasi dari kortikosteroid. Andrenergic yang sering
digunakan antara lain epinefrin, albuterol, metaproterenol, isoproterenol, isoetarin,
dan terbutalin. Biasanya diberikan secara parenteral atau inhalasi. Jalan inhalasi
merupakan salah satu pilihan dikarenakan dapat mempengaruhi secara langsung
dan mempunyai efek samping yang lebih kecil.
6. Intervensi dan rasional pada penyakit ini didasarkan pada konsep Nursing
Interventien Classification (NIC) dan Nursing Outcome Classification (NOC).
dan cracles.
Posisi semi/
Batuk
high fowler
(presisten)dengan
/tanpa produksi memberikan
sputum. kesempatan
paru-paru
berkembang
secara maksimal
akibat diafragma
turun ke bawah.
Batuk efektif
mempermudah
ekspektorasi
mukus.
Klien dalam
kondisi sesak
cenderung untuk
bernapas
melalui mulut
yang pada
akhirnya jika
tidak
ditindaklanjuti
akan
mengakibatkan
stomatis.
2. Gangguan pertukaran Status respirasi a. Manajemen asam
gas yang berhubungan pertukaran gas basa tubuh Kelemahan,
dengan: dengan skala….(1- b. Manajemen jalan iritable, bingung
Kurangnya suplai 5) setelah diberikan napas dan somnolen
oksigen (obstruksi perawatan c. Latihan batuk dapat
jalan napas oleh selama… hari efektif merefleksikan
secret, dengan kriteria : d. Tingkatkan adanya
bronkospasme, air Status aktivitas hipoksemia/pen
trapping); mental e. Terapi oksigen urunan
Destruksi alveoli dalam batas f. Monitoring oksigenasi
Ditandai dengan normal respirasi serebral.
Dyspnea Bernapas g. Monitoring tanda
Untuk
mengikuti
kemajuan proses
penyakit dan
memfasilitasi
perubahan
dalam terapi
oksigen.
Mampu
mengontrol
asupan makanan
secara adekuat
(1-5)
(menunjukkan)
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Hari/ Tgl : Senin, 26 November 2019
Jam : 12.00
Nama Mhs : Umi S
1. Identitas Klien
Nama : Ny.S
Umur : 80 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa
Pendidikan Terakhir :-
Alamat : Ungaran Barat
Diagnosa. Medis : PPOK
Rumah pasien tambak bersih, tertata rapi, barang tersusun rapi di rak dan tidak ada debu.
Penerangan di ruang tamu dan kamar cukup, sirkulasi udara baik, jendela dibuka tiap pagi
hari. Rumah klien sudah memiliki jamban sehat, dan pembuangan limbah dialirkan ke
selokan, untuksumber air bersih didapatkan dari air PAM. Keluarga pasien biasa
membakar sampah jika di tempat pembuangan sudah penuh. Rumah pasien sudah di
plester, dan lantainya agal licin, di rumah klien tidak terpasang pegangan pengaman.
Hanya saja untuk halaman masih tanah dan berdebu. Saat memasak terkadang anak
pasien masih menggunakan kayu bakar.
4. Riwayat Kesehatan
2. Riwayat alergi ( obat, makanan, binatang, debu dll ) : tidak ada riwayat alergi
4. Riwayat pernah dirawat di RS : pasien pernah dirawat di RSU Permata Medika sekitar
1 minggu yang lalu dengan PPOK dan Hipertensi
5. Pola Fungsional
Sebelum sakit:
INDES KATZ
Selama sakit:
INDES KATZ
Keterangan
0 = Mandiri .
1 = dengan Alat Bantu .
2 = Dibantu oleh orang lain
3 = Dibantu oleh orang lain dan alat.
4 = Tergantung secara total.
Ny.S Tergolong indeks katz G
PENILAIAN RESIKO JATUH (MORSE FALL)
Sebelum di RS : Pasien mengatakan tidak ada yang tidak pasien sukai dari dalam
tubuhnya.
Selama di RS : Pasien mengatakan dirinya sudah tua dan sakit – sakitan, pasien
mengatakan dirinya hanya akan menyusahkan orang lain terutama
anak – anaknya. Pasien mengatakan selama sakit aktivitasnya
selalu dibantu oleh anak – anaknya.
h. Pola Peran-Hubungan
Sebelum di RS : Pasien adalah seorang ibu rumah tangga, selama dirumah tinggal
bersama keluarga. Pasien yang mengatur kebutuhan rumah.
Selama di RS : selama sakit pasien dibantu oleh keluarga mengurus rumah
i.Sexualitas
Sebelum di RS : pasien mengatakan sudah tidak melakukan hubungan seks dengan
suaminya
Selama di RS : pasien mengatakan suami sudah meninggal
j. Koping-Pola Toleransi Stress
Keterangan; paasien tergolong dalam depresi ringan sampai sedang dengan jumlah 5
k. Nilai-Pola Keyakinan
a. Keadaan Umum : pasien tampak sakit berat, kesadaran composmentis, pasien terlihat
sesak nafas
b.Tanda-tanda vital
TTV
NO TANGGAL
TD HR RR S Spo2
1 25-05-2019 160/90 mmHg 100 x/mnt 20 x/mnt 36,5 ºC 99%
1) Kulit. kuku : warna kulit sawomatang, Kuku tidak tampak pucat/ sianosis , CRT <3
detik , turgor kuit tidak kering
2) Kepala : Bentuk simetris,kulit kepala bersih ,tidak terdapat lesi dan benjolan,tidak ada
nyeri tekan,warna rambut hitam keputihan beruban, rambut bersih, sedikit ketombe dan
tidak ada kutu,tidak rontok, rambut pendek.
3) Mata : Posisi mata simetris, bentuk mata bulat, sklera mata tidak ikterik, konjungtiva
anemis, pergerakan bola mata normal, refleks pupil normal, alis mata simetris,bulu mata
sedang.
4) Hidung: Posisi lubang hidung simetris, hidung tampak kotor, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada lesi dan benjolan, tidak terdapat secret, terpasang selang NGT di lubang kanan
dan terpasang nasal kanul 3 lt/mnt
5) Mulut: Gigi tampak kotor, gusi bersih, lidah bersih, mukosa bibir kering, tidak ada lesi
dan benjolan, bibir sediit sianosis.
6) Leher : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar, tidak ada lesi dan
benjolan,tidak terdapat peningkatan JVP.
7) Thorax
Pulmonal :
Inspeksi : pergerakan dada simetris, paru dapat mengembang,RR: 20x/mnt
Palpasi: vocal fremitus sama antara kanan dan kiri tidak ada yang menurun, tidak ada
benjolan maupun massa, tidak ada nyeri tekan
Perkusi: sonor
Auskultasi: vesikuler tidak ada suara tambahan seperti wheezing dan ronchi.
Kardio :
Inspeksi : ictus cordis tak tampak, pulsasi katub tidak tampak,
Palpasi: tidak ada benjolan, HR : 100 x/mnt denyutan lemah,irama teratur
Perkusi: bunyi jantung pekak batas jantung normal
Auskultasi: Bunyi jantung I,II : bunyi jantung S1 – S2 reguler, Gallop tidak ada suara
gallop dan mur-mur.
8) Abdomen
Inspeks : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
Auskultasi : Bisisng usus 30 x/menit
Perkusi : Bunyi timpani
Palpasi : Nyeri tekan ada, nyeri perut bawah
9) Punggung
Terdapat luka di punggung belakng bagian kanan atas luka tampak kemerahan dibalut
kassa embab luka tampak kotor
10) Urogenital
Vagina : testis bersih tidak ada pembesaran atau odem, terpasang selang kateter
urin.
Anus : tidak pernah operasi hemorrhoid, saat ini tidak ada hemoroid.
11) Ekstermitas
Ekstermitas superior ( tangan )
Dextra : tidak ada edema, akral hangat, capillary refill <3 detik detik,
kekuatan otot 4
Sinistra : tidak ada edema, akral hangat, capillary refill <3 detik, kekuatan otot 2,
terpasang infus RL 20 Tpm, terdapat luka memar di lengan atas
12) Ekstermitas inferior ( kaki )
Dextra : tidak ada edema, akral hangat, capillary refill <3 detik, kekuatan
otot 4, tidak ada varises
Sinistra : tidak ada edema, akral hangat, capillary refill <3 detik, kekuatan otot 2,
tidak ada varises.
Pemeriksaan Penunjang
1. EKG : Sinus Rythm
2. Rontgen : tanggal 25 November 2019
Kesan : Cor tak membesar, cenderung gambaran proses spesifik.
3. Laboratorium : Tanggal 25 November 2019
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN METODE KET
RUJUKAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin 16,4 13.2-17.3 g/dl Sulfa Hb
Leukosit 18.8 H 3.8-10.6 ribu Sulfa Hb
Eritrosit 5.50 44-5.9 Juta E.Impedence
Iritegration
Hematokrit 49.8 40-52 %
Volume
Focus
Trombosit 308 150-400 ribu
Hidrodinamik
MCV 90.6 82-98 fL E. Impedance
MCH 28.0 27-32 Pg E. Impedance
MCHC 30.9 L 32-37 g/dl E. Impedance
RDW 15.9 10-16 % E. Impedance
MPV 8.3 7-11 Mikro m3 E. Impedance
Limfosit 0.66 L 1.0-4.5 10^3/mikro E. Impedance
Monosit 0.26 0.2-1.0 10^3/mikro E. Impedance
Eosinofil 0.04 0.04-0.8 10^3/mikro E. Impedance
Basofil 0.09 0-0.2 10^3/mikro E. Impedance
Neutrofil 17.96 H 1.8-7.5 10^3/mikro E. Impedance
PCT 0.252 0.2-0.5 % E. Impedance
PDW 8.1 L 10-18 % E.Impadance
KIMIA KLINIK
Glukosa puasa 353 74-106 Mg/dl Helesahedilus
SGOT 55 0-50 U/L IFCC
SPGT 70 0-50 IU/L IFCC
Enzymatic
Ureum 151 10-50 Mg/dl
UV lesi
Kreatinin 1.16 H 0.62-1.1 mg/dl Stardart
HDL Direct 71 H 28-63 Mg/dl CHOD PAP
Cholestrol 291 H Mg/dl CHOD PAP
Kalium 3.3 L 3.5-5.1 mmoL/L Standart
TRIGLISERIDA 145 H 70-140 Mg/dl GPO - PAP
Therapy Medis
Nama Obat Dosis Obat Cara Indikasi
Infus RL 20 tpm Intravena Penganti cairan
Azythromicin 1x500 mg Oral Antibiotic mengobati infeksi bakteri
Ampicilin 3x1,5 gr Intravena Antibiotic mengobati infeksi bakteri
Metylpednisdon 3x30 mg Intravena Untuk mengatasi peradangan
Fluimucil 1x600mg Intravena Pencahar untuk mengobati kostipasi
Aminopilin Untuk mengobati berbagai ganguan
10 ml Intravena
pernapasan
Combiven 2,5 mg Inhalasi Untuk mengatasi saluran pernapasan
Pulmicort 0,25 mg Inhalasi Untuk mengurangi peradangan
Meptin Untuk mengurangi gejala yang
0,5 mg Inhalasi disebabkan gangguan obstruksi
pernapasan
B. Analisa Data
DO :
C. Prioritas Diagnosa
D. Intervensi keperawatan
No Masalah Tujuan Intervensi TTD
. keperawatan
DP
I Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan NIC 1 Umi
nafas berhubungan tindakan keperawatan Airway management
dengan obstruksi selama 1x7 jam 1. Monitor frekuensi dan
saluran nafas diharapkan irama pernapasan
ketidakefektifan pola 2. Monitor pola pernapasan
nafas dapat teratasi
abnormal
dengan kriteria hasil:
3. Posisikan pasien untuk
NOC 1:
memaksimalkan ventilasi
1.
4. Pertahankan jalan napas
Mendemonstrasika
n batuk efektif dan
yang paten.
E. Implementasi
Mengajarkan klien
tentang upaya
pencegahan cidera
Menjelaskan dan
meminimalkan aktivitas
gerak
I, II, 07.00 WIB Mengganti terapi O2 NRM S : klien mengatakan mau Umi
III 10 lpm dengan nasal kanul diganti nasal kanul 3 lpm, klien
3lpm mengatakan sesak nya sudah
mulai berkurang
O : klientampak lebih tenang
I,II,III Kamis, 28 Mengkaji ulang adanya S : klien mengatakan besedia di Umi
,V November faktor-faktor resiko benasal kanul O2
2019 jatuh pada klien. O : nasal kanul terpasang, tidak
ada kebocoran selang, nasal
Menulis dan laporkan
07.15 WIB kanul 4 liter
adanya faktor-faktor
Tidak ada tanda- tanda cidera
resiko
pada pasien
Memantau nasal kanul 4
liter
F. Evaluasi
IV 14.00 WIB S: klien mengatakan jauh lebih nyaman, klien sudah tidak Umi
merasa hanya merepotkan anaknya
O: Klien tampak lebih banyak tersenyum dan mampu
menceritakan perasaannya
A: masalah gannguan citra tubuh teratasi
P: Hentikan Intervensi
V 14.00 WIB S: klien mengatakan akan selalu memastikan pengaman sisi Umi
tempat tidurnya tertutup dan terkunci, klien mengatakan akan
meletakkan barang – barangnya di dekat tempat tidur
Klien mengatakan akan meminta bantuan saat berkatifitas ke
kamar mandi
O: Klien tampak kooperatif, tempat tidur terkunci, dan sisi
tempat tidur tertutup
A: resiko cidera tidak terjadi
P: Hentikan Intervensi
BAB IV
A. Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) atau Chronic Obstruktif Pulmonary
Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis
kronis, dan emfisema paru-paru. Sering juga penyakit ini disebut dengan Chronic Airflow
Limitation (CAL) dan Chronic Obstructive Lung Disease (COLD). Diagnosa yang utama
pada penderita PPOK yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi
sputum
B. Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan baik
terhadap penderita penyakit saluran pernapasan terutama PPOK. Oleh karena itu, perawat
juga harus mampu berperan sebagai pendidik dalam hal ini melakukan penyuluhan
ataupun memberikan edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien terutama mengenai
tanda-tanda, penanganan dan penceganhanya.
DAFTAR PUSTAKA
Kuwalak, Jennifer.P.2011.PATOHFISIOLOGI,Jakarta:EGC
Somantri,Irwan.2009.Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Syamsudin,Sesilia Andriani keban.2013.Buku ajar Farmakotrapi gangguan saluran
pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Anies.2015.penyakit berbasis lingkungan.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media
Herdman,T. Heather.2012.diagnosis keperawatan.Jakarta:EGC
Huda Nurarif,Amin dan Hardi kusuma.2015.Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa medis dan Nanda Nic-Noc.Yogyakarta:mediaction
http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/copd.pdf