Anda di halaman 1dari 30

Cert.

No.
EGS-
0905
0010

TUGAS KEPERAWATAN GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN “Pengkajian, analisa data, diagnosis keperawatan,

intervensi” PADA LANSIA DENGAN MASALAH RESPIRATORI “PPOK”

Dosen Pengampu Ns. Dwi Indah Iswanti, M.Kep

Anggota Kelompok :
1. Anita Ulfah (1907006)
2. Fajriatun Nafiah (1907017)
3. Paskalis Ragang M (1907029)
4. Wina Ikawati (1907050)
5. Wisri Rahayu (1907052)

1
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG

2020

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstruktive Pulmonary
Disease (COPD) merupakan penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Beberapa penyakit yang lazim terjadi adalah emfisema, bronkitis kronis,
asma. Udara harus dapat masuk dan keluar dari paru-paru untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Ketika aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan terperangkap
didalam paru-paru. Hal ini akan mempersulit paru-paru untuk mendapatkan oksigen
yang cukup bagi bagian tubuh lainnya.
Emfisema dan bronkitis kronis menyebabkan proses inflamasi yang berlebihan
dan pada akhinya menimbulkan kelainan pada struktur paru-paru, sehingga aliran
udara terhambat secara permanen (itulah sebabnya disebut “bronkitis kronis”).
Teradinya peningkatan eosinofil pada beberapa pasien, khususnya jika terjadi
pembukukan penyakit, sel-sel inflamasi ini mampu melepaskan sejumlah sitokin dan
mediator inflamasi, terutama leukotrien 4, interleukin-8, dan tumor necrosis factor-α.
Pola inflamasi ini sangat berbeda dari pola yang terlihat pada penderita.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronis?

2. Bagaimana etiologi, komplikasi dan manifestasi klinis penyakit PPOK?

2
3. Bagaimana WOC pada pasien PPOK?

4. Bagaimana Askep Teori pada pasien PPOK?

5. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien PPOK?

C. TUJUAN

1. Mengetahui pengertian Penyakit PPOK

2. Mengetahui etiologi, komplikasi dan manifestasis klinispenyakit PPOK

3. Mengetahui WOC pada pasien PPOK

4. Mengetahui Askep Teori pada pasien PPOK

5. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien PPOK

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Penyakit paru obsruksi kronis (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru yang
menghambat aliran udara pada pernapasan saat menarik napas atau menghembuskan
napas. Udara harus dapat masuk dan keluar dari paru-paru untuk memenuhi
kebutuhan tubuh. Ketika aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan
terperangkap di dalam paru-paru. Hal ini akan mempersulit paru- paru mendapatkan
oksigen yang cukup bagi bagian tubuh yang lainnya.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstruktif Pulmonary


Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis
kronis, dan emfisema paru-paru. Sering juga penyakit ini disebut dengan Chronic
Airflow Limitation (CAL) dan Chronic Obstructive Lung Disease (COLD).

Klasifikasi dari penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yaitu:


1. Bronkitis kronis
Bronkitis akut adalah radang mendadak pada bronkus yang biasanya mengenai
trakea dan laring, sehingga sering disebut juga dengan laringotrakeobronkitis.
Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai
bagian dari penyakit sistemik, misalnya morbili, pertusis, difteri, dan tipus

4
abdominalis. Istilah bronkitis kronis menunjukan kelainan pada bronkus yang
sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan berabagai faktor, baik yang
berasal dari luar bronkus maupun dari bronkus itu sendiri.
2. Emfisema Paru
Menurut WHO, emfisema merupakan gangguan pengembangan paru yang
ditandai dengan pelebaran ruang di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan.
Sesuai dengan definisi tersebut, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang
udara (alveolus) tanpa disertai adanya destruktif jaringan maka keadaan ini
sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai overinflation.
3. Asma bronkial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkospasme periodik (kontraksi spasme pasa saluran napas) terutama pada
percabangan trakeonronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti
oleh faktor biokemial, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Pada individu
rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing, sulit bernapas, dada sesak,
dan batuk secara berulang, khususnya pada malam hari dan di pagi hari.

B. Etiologi, Komplikasi, dan Manifestasi Klinis Penyakit (PPOK)

Etiologi penyakit ini yang sering ditemukan meliputi :


1. Kebiasaan merokok
Resiko mengalami serangan jantung 2 kali lebih besar bagi prokok berat atau
yang merokok 20 batang atau lebih dalam sehari. Bahkan, resiko menghadapi
kematian mendadak 5 kali lebih besar dari pada orang yang tidak merokok sama
sekali. Namun bagi mereka yang dapat berhenti merokok sama sekali, resiko ini
dapat berkurang hampir sama yang tidak merokok. Sejumlah kecil nikotin dalam
rokok adalah racun bagi tubuh. Nikotin yang terserap dalam setiap hisapan rokok
memang tidak mematikan, tetapi tetap membahayakan jantung. Terjadi
pengerasan pembuluh nadi serta mengacaukan irama jantung.
2. Infeksi saluran napas atas yang kambuh atau kronis
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyebab penyakit ini dapat berupa
bakteri, virus dan berbagai mikroba lain. Gejala utama dapat berupa batuk dan
demam, kalau berat, dapat disertai sesak napas dan nyeri dada. Penanganan
penyakit ini dapat dilakukan dengan istirahat, pengobatan simtomatis sesuai

5
gejala atau pengobatan kausal untuk mengatasi penyebab, peningkatan daya tahan
tubuh dan pencegahan penularan kepada orang sekitar, antara lain dengan
menutup mulut ketika batuk, tidak meludah sembarang.
3. Polusi udara
Selama ini orang banyak menduga bahwa andil terbesar dari pencemaran udara
kota berasal dari industri. Jarang di sadari, bahwa justru yang mempunyai andil
sangat besar adalah gas dan partikel yang di emifisikan (dikeluarkan) oleh
kendaraan bermontor. Padahal kendaraan bermontor jumlahnya semakin
bertambah besar.
Di kota-kota besar, konstrikbusi gas buang kendaraan bermontor sebagai
sumber pencemaran udara mencapai 60 – 70%. Padahal, konstribusi gas buah dari
cerobong asap industri hanya berpisah 10-15%, sedangkan sisannya dari sumber
pembakaran lain, misalnya dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran
hutan, dll

Tingkatan keparahan penyakit PPOK :

Tingkat Nilai FEV1 dan gejala


0 Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum dan dispnea.
Beresiko Ada paparan terhadap faktor resiko (rokok, polusi),spirometri normal.
I FEV1/FVC < 70%, FEV1≥ 80%, dan umumnya, tapi tidak selalu ada gejala
Ringan batuk kronis dan produksi sputum. Pada tahap ini, pasien biasanya bahkan
belum berasa paru-parunya bermasalah.
II FEV1/FVC < 70%, 50% < FEV1 < 80%, gejalamya biasanya mulai
Sedang progresif/memburuk, dengan nafas pendek-pendek.
III FEV1/FVC < 70%, 30% < FEV1 < 50%. Terjadi eksaserbasi berulang yang
Berat mulai mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pada tahap ini pasien mulai
mencari pengobatan karena mulai dirasakan sesak nafas atau serangan
penyakit.
IV FEV1/FVC < 70%, FVE1 < 30% atau < 50% plus kegagalan respirasi kronis.
Sangat berat Pasien bisa digolongkan masuk tahap IV jika walaupun FEV1 > 30%, tapi
pasien mengalami kegagalan pernafaasan atau gagal jantung kanan/cor
pulmonary. Pada tahap ini, kualitas hidup sangat terganggu dan serangan
mungkin mengancam jiwa.

6
 Komplikasi:
a. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nialai Pa02 < 55 mmHg, dengan
nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan mengalmi perubahan
mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lajut akan timbul
sianosis

b. Asidosis Respiratori
Rimbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2(hiperkapnea). Tanda yang muncul
antara lain nyeri kepala,fatigue,letargi,dizzines,dan takipnea.

c. Infeksi Respirator
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan
rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran udara
akan menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.

d. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.

e. Kardiak Disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respirator

f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak
berespons terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunan otot bantu pernapasan
dan distensi vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma.

7
 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala PPOK dapat mencakup:
a. Penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan yang cukup berat
dan keadaan ini terjadi Karena penurunan cadangan paru
b. Batuk produktif akibat stimulasi reflex batuk oleh mucus
c. Dispenea pada aktivitas fisik ringan
d. Infeksi saluran nafas yang sering terjadi
e. Hipoksemia intermiten atau kontinu
f. Hasil tes faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata
g. Deformitas toraks

 Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan utama adalah meningkatkan kualitas hidup, memperlambat


perkembangan proses penyakit, dan mengobati obstruksi saluran napas agar tidak
terjadi hipoksia.pendekatan terapi mencakup :

1. Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja napas.


2. Mencegah dan mengobati infeksi.
3. Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru.
4. Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi
pernapasan yang adekuat.
5. Dukungan psikologis
6. Edukasi dan rehabilitasi klien.
Jenis obat yang diberikan:
1. Bronkodilators.
2. Terapi aerosol.
3. Terapi infeksi.
4. Kortikostiroid.
5. Oksigenasi.

2.3 WOC pada pasien PPOK

8
Peningkatan
kerja otot
pernafasan

Nafsu makan Ketidakefektifan pola


ketidak nafas
seimbangan
nutrisi kurang

2.4 Askep Teori pada pasien PPOK

Asuhan Keperawatan pada Klien PPOK

a. Pengkajian
1. Biodata
Penyakit PPOK (Asma bronkial) terjadi dapat menyerang seagala usia tetapi lebih
sering di jumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan
sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Predisposisi laki-laki dan
perempuan di usia dini sebesar 2:1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.
2. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama

9
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan sama bronkial adalah
dispnea (bias sampai berhari-hari atau berbulan-bulan),batuk,dan mengi
(pada beberapa kasus lebih banyak paroksismal).
 Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya
penyakit ini, di antaranya adalah riwyat alergi dan riwayat penyakit
saluran napas bagian bawah ( rhinitis, urtikaria, dan eksim).
 Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali di dapatkan adanya riwayat
penyaakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak di temukan
adanya penyakit yang sama pada anggota keluarganya.

3. Pengkajian diagnostic COPD


 Chest X- Ray :dapat menunjukkan hyperinflation paru, flattened
diafragma, peningkatan ruangan udara retrosternal, penurunan tanda
vascular / bullae ( emfisema ), peningkatan suara bronkovaskular
( bronchitis ), normal ditemukan saat periode remisi ( asma ).
 Pemeriksaan fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab
dispnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat
obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi, dan
mengevaluasi efek dari terapi, misalnya bronkodilator.
 Total lung capacity (TLC ) : meningkat pada bronkitis berat dan
biasanya pada asma, namun menurun pada emfisema.
 Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema.
 FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi ( FEV ) terhadap
tekanan kapasitas vital ( FVC ) menurun pada bronkitis dan asma.
 Arterial blood gasses (ABGs) : menunjukan prose penyakit kronis,
sering kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkatkan
( bronkitis kronis dan emfisema ), terapi sering kali menurun pada
asma, Ph normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder
terhadap hiperventilasi ( emfisema sedang atau asma).

10
 Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat inspirasi,
kolabs bronkial pada tekanan ekspirasi( emfisema ), pembesaran
kelenjar mucus( brokitis).
 Darah lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin ( emfisema berat)
dan eosinophil (asma).
 Kimia darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema
perimer.
 Skutum kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan
mengidentifikasi pathogen, sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan
untuk menentukan penyakit keganasan/ elergi.
 Electrokardiogram (ECG) : diviasi aksis kanan, glombang P tinggi
( asma berat), atrial disritmia ( bronkitis), gelombang P pada leadsII,
III, dan AVF panjang, tinggi( pada bronkitis dan efisema) , dan aksis
QRS vertical (emfisema).
 Exercise ECG , stress test :membantu dalam mengkaji tingkat
disfungsi pernafasan, mengevaluasi keektifan obat bronkodilator, dan
merencanakan/ evaluasi program.

4. Pemeriksaan fisik
 Objektif
a) Batuk produktif/nonproduktif
b) Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada kedua
fase respirasi semakin menonjol.
c) Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit di keluarka.
d) Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
e) Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradoksus.
f) Fase ekspirasi memanjang diseratai wheezing( di apeks dan hilus )
g) Penurunan berat badan secara bermakna.

 Subjektif
Klien merasa sukar bernapas,sesak dan anoreksia
 Psikososial

11
a) Cemas, takut, dan mudah tersinggung.
b) Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnnya
c) Data tambahan (medical terapi)
 Bronkodilator
Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi dipakai secara inhalasi atau
parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan
simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan Aminophilin seacara
parenteral, sebab mekanisme yang berlainan, demikian pula sebaliknya,
bila sebelmnya telah digunakan obat golongan Teofilin oral, maka
sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau
parenteral.
Obat obatan bronkodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif
terhadap adrenoreseptor ( orsiprendlin, salbutamol, terbutalin, ispenturin,
fenoterol) mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta
efek samping kecil dibandingkan dengan bentuk non selektif (adrenalin,
Efedrin, Isoprendlin)
a. Obat-obat bronkodilator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek
samping sistemiknya lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak napas
berat pada anak-anak dan dewasa. Mula-mula deberikan dua sedotan
dari Metered Aerosol Defire (AfulpenMetered Aerosol ). Jika
menunjukkan perbaikan dapat diulang setiap empat jam, jika tidak ada
perbaikan dalam 10-15 menit setelah pengobatan, maka berikan
Aminophilin intravena
b. Obat-obat bronkodilator simpatomimetik memberi efek samping
takikardi, penggunaan parenteral pada orang tua harus hati-hati,
berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler, dan
serebrovaskuler. Pada dewasa dicoba dengan 0,3 ml larutan epinefrin 1
: 1000 secara subkutan. Pada anak-anak 0,01 mg /KgBB subkutan (1
mg per mil) dapat diulang setiap 30 menit untuk 2-3 kali sesuai
kebutuhan .
c. Pemberian Aminophilin secara intravena denagn dosis awal 5-6
mg/KgBB dewasa/ anak-anak, disuntikkan perlahan dalam 5-10 menit,
untuk dosis penunjang dapat diberikan sebanyak 0-9 mg/kgBB/jam

12
secara intravena. Efek sampingnya tekanan darah menurun bila tidak
dilakukan secara perlahan.

 Kortikosteroid
Jika pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukkan
perbaikan, maka bisa dilanjutkan deagan pengobatan kortikosteroid, 200
mg hidrokortison secara oral atau dengan dosis 3-4 mg/KgBB intravena
sebagai dosis permulaan dan dapat diulang 2-4 jam secara parental sampai
serangan akut terkontrol,dengan diikuti pemberian 30-60 mg prednison
atau dengan dosis 1-2 mg/KgBB/hari secara oral dalam dosis terbagi,
kemudian dosis dikurangi secara bertahap
 Pemberian oksigen
Oksigen dialirkan melalui kanul hidung dengan kecepatan 2-4
liter/menit , menggunakan air (humidifier) untuk memberiakan
pelembapan. Obat eksfektoran seperti gliserolguaiakolat juga dapat
digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, oleh karena itu intake cairan per
oral infus harus cukup sesuai dengan prinsip.
 Beta Agonis
 Beta agonis ( β–adrenergic agents) merupakan pengobatan awal yang
digunakan dalam penatalaksanaan penyakit asma, dikarenakan obat ini
berekrja dengan cara mendilatsikan otot polos ( vasedilator).
Andrenerigic agent juga meningkatkan pergerakan siliari , menurunkan
mediator kimia anafilaksis, dan dapat meningkatan efek bronkodilatasi
dari kortikosteroid. Andrenergic yang sering digunakan antara lain
epinefrin, albuterol, metaproterenol, isoproterenol, isoetarin, dan
terbutalin. Biasanya diberikan secara parenteral atau inhalasi. Jalan
inhalasi merupakan salah satu pilihan dikarenakan dapat
mempengaruhi secara langsung dan mempunyai efek samping yang
lebih kecil.

13
Intervensi dan rasional pada penyakit ini didasarkan pada konsep
Nursing Interventien Classification (NIC) dan Nursing Outcome Classification
(NOC).

Diagnosis Keperawatan Perencanaan


No. (NANDA) Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
1. Bersihan jalan nafas Status respirasi: a. Manajemen jalan Adanya
tidak efektif kepatenan jalan napas. perubahan
berhubungan dengan nafas dengan skala b. Penurunan fungsi respirasi
 Bronkospasme. (1-5) setelah kecemasan dan penggunaan
 Peningkatan diberikan c. Aspiration otot tambahan
produksi secret perawatan precautions. menandakan
(secret yang selama…hari, d. Fisioterapi dada. kondisi penyakit
bertahan, kental) dengan kriteria: e. Latih batuk yang masih
 Menurunya  Tidak ada efektif harus
energi/fatigue demam f. Terapi oksigen. mendapatkan
 Tidak ada g. Pemberian posisi. penanganan
Ditandai dengan: cemas h. Monitoring penuh.

 Klien mengeluh  RR normal respirasi.

sulit bernafas.  Irama nafas i. Monitoring tanda Ketidakmampua

 Perubahan normal vital. n mengeluarkan

kedalaman/jumla  Pergerakan mukus

h napas, sputum keluar menjadikan

penggunaan otot dari jalan nafas timbulnya

bantu pernafasan.  Bebas dari kongesti

 Suara nafas suara nafas berlebih pada

abnormal seperti tambahan. saluran

wheezing, ronchi, pernapasan .

dan cracles.
Posisi semi/
 Batuk
high fowler
(presisten)dengan
memberikan
/tanpa produksi
kesempatan
sputum.
paru-paru

14
berkembang
secara maksimal
akibat diafragma
turun ke bawah.
Batuk efektif
mempermudah
ekspektorasi
mukus.

Klien dalam
kondisi sesak
cenderung untuk
bernapas melalui
mulut yang pada
akhirnya jika
tidak
ditindaklanjuti
akan
mengakibatkan
stomatis.
2. Gangguan pertukaran Status respirasi a. Manajemen asam
gas yang berhubungan pertukaran gas basa tubuh Kelemahan,
dengan: dengan skala….(1- b. Manajemen jalan iritable, bingung
 Kurangnya suplai 5) setelah diberikan napas dan somnolen
oksigen (obstruksi perawatan c. Latihan batuk dapat
jalan napas oleh selama… hari efektif merefleksikan
secret, dengan kriteria : d. Tingkatkan adanya
bronkospasme, air  Status aktivitas hipoksemia/pen
trapping); mental e. Terapi oksigen urunan
 Destruksi alveoli dalam batas f. Monitoring oksigenasi
Ditandai dengan normal respirasi serebral.
 Dyspnea  Bernapas g. Monitoring tanda

 Confusion,lemah; dengan vital

 Tidak mampu mudah Mencegah

15
mengeluarkan  Tidak ada kelelahan dan
secret; sinosis mengurangi
 Nilai ABGs  Pao paco konsumsi
abnormal (hipoksia dalam batas oksigen untuk
dan hiperkapnea) normal memfasilitasi
 Perubahan tanda  Saturnasi O resolusi infeksi.
vital dalam
 Menurunya rentang Pemberian terapi
toleransi terhadap normal oksigen untuk
aktivitas memelihara
PaO2 di atas 60
mmHg, oksigen
yang diberikan
sesuai dengan
toleransi dari
klien.

Untuk mengikuti
kemajuan proses
penyakit dan
memfasilitasi
perubahan
dalam terapi
oksigen.

3 Ketidakseimbangan Status nutrisi; a. Manajemen


nutrisi : intake cairan dan cairan Meningkatkan
Kurang dari kebutuhan makanan gas b. Monitoring kenyamanan
tubuh yang berhubungan dengan skala......(1- cairan flora normal
dengan : 5) setelah diberikan c. Status diet mulut, sehingga
 Dispea, perawatan d. Manajemen akan
fatique selama…. Hari gangguan meningkatkan
 Efek dengan kriteria; makan perasaan nafsu

16
samping  Asupan e. Manajemen makan.
pengobatan makanan nutrisi
 Produksi adekuat f. Kolaborasi Meningkatkan
sputum dengan skala.. dengan ahli intake makanan
 Anoreksia, (1-5) gizi untuk dan nutrisi klien
nausea/vomit  Intake cairan memberikan terutama kadar
ing. per oral terapi nutrisi protein tinggi
Ditandai dengan adekuat, g. Konseling akan
 Penurunan dengan skala nutrisi meningkatkan
berat badan …(1-5) h. Kontroling mekanisme

 Kehilangan  Intake cairan nutrisi tubuh dalam

masa otot, adekuat dilakukan proses

tonus otot dengan untuk penyembuhan.

jelek skala… (1-5) memenuhi

 Dilaporkan diet pasien. Menentukan

adanya Status nutrisi intake i. Terapi kebutuhan

perubahan nutrien gas dengan menelan nutrisi yang

sensasi rasa skala … (1-5) j. Monitoring tepat bagi klien.

 Tidak setelah diberikan tanda vital Mengontrol

bernafsu untuk perawatan k. Bantuan keefektifan

makan, tidak selama… untuk tindakan

tertarik makan  Intake kalori peningkatan terutama dengan

adekuat,denga BB kadar protein

n skala.. (1-5) l. Manajemen darah.

 Intake protein, berat badan

karbohidrat, Meningkatkan

dan lemak komposisi tubuh

adekuat, akan kebutuhan

dengan skala vitamin dan

…(1-5) nafsu makan


klien.

Control berat badan


dengan skala … (1-

17
5) setelah diberikan
perawatan selama
… hari dengan
kriteria:
 Mampu
memelihara
intake kalori
secara optimal
(1-5)
(menunjukkan)
 Mampu
memelihara
keseimbangan
cairan (1-5)
(menunjukkan)

 Mampu
mengontrol
asupan makanan
secara adekuat
(1-5)
(menunjukkan)

No. Diagnosa Perencanaan


Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
keperawatan
(NANDA)
4. Intoleransi  Berpartisipasi  Kolaborasi Mengurangi stres dan
aktifitas b.d dalam aktivitas dengan tenaga stimulasi yang
ketidakseimbagan fisik tanpa rehabilitasi berlebihan,
antara suplai dan disertai medik dalam meningkatkan istirahat
kebutuhan peningkatan merencanaakan

18
oksigen. darah, nadi dan program terapi Klien mungkin merasa
RR. yang tepat nyaman dalam kepala
 Mampu  Bantu klien dalam keadaan evalasi,
melakukan untuk tidur di kursi atau
aktivitas sehari- mengidentifikas istiirahat pada meja
hari (ADLs) i aktivitas yang dengan bantuan bantal
secara mandiri. mampu
 Tanda-tanda dilakukan. Meminimalkan kelelahn
vital normal.  Bantu utuk dan menolong
 Energi memilih menyeimbangkan suplai
psikomotor. aktivitas yang oksigen dan kebutuhan.
 Level sesuai dengan
kelemahan. kemampuan
 Mampu fisik, sosial dan
berpindah: psikologi.
dengan atau  Bantu utuk
menggunakan mengidetifikasi
alat. dan
 Status mendapatkan
kardiopulmoari sumber yang
adekuat. diperlukan

 Sirkulasi status untuk aktivitas

baik. yang diinginkan

 Status respirasi:  Bantu klien

pertukara gas da untuk

vetilasi adekuat. mendapatkan


alat bantuan
aktivitas seperti
kursi roda, krek
 Bantu untuk
mengidentifikas
i aktivitas yang
disukai

19
 Bantu klien
membuat jadwal
latihan diwaktu
luang
 Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikas
i kekurangan
dalam
beraktivitas
 Sediakan
penguatan
positif bagi
yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien
untuk
mengembangka
n motivasi diri
dan penguatan
 Monitor respon
fisik,emosi,
sosial dan
spiritual.
5. Risiko tinggi  Tidak muncul  Monitor vital  Selama peride ini,
penyebaran tanda tanda sign, terutama potensial
infeksi yang b.d infeksi pada proses berkembang
penyakit kronis . sekunder. terapi. menjadi
 Klien dapat  Demonstrasikan komplikasi yang
mendemonstrasi teknik mencuci lebih
kan kegiatan yang benar. fatal( hipotensi /
untuk  Ubah posisi dan shock ).
menghindarkan  Sangat efektif
20
infeksi. berikan untuk mengurangi
pulmonari toilet penyebaran
yang baik. infeksi .
 Batasi  Meningkatkan
pengunjung atas ekspektorasi,
indikasi. membersihkan
 Lakukan isolasi dari infeksi.
sesuai dengan  Mengurangi
kebutuhan paparan dengan
individual. organisme
 Anjurkan untuk patogen lain.
istirahat secara  Isolasi mungkin
adekuat dapat mencegah
sebanding penyebaran atau
dengan aktifitas, memproteksi
tingkatkan klien dari proses
intake nutrisi infeksi lainya.
secara adekuat.  Memvasilitasi
proses
pengembuhan dan
meningkatkan
pertahanan tubuh
alami.

2.5 Asuhan Keperawatan pada klien PPOK

Study kasus

Tn.R, 68 thn, dating ke IGD dengan keluhan pusing, sesk napas dan batuk riwayat
penyakit sekrang: 1 bulan terakhir tiap pagi batuk-batuk sampai dahak keluar semua. Sesak
napas bila menaiki tangga. 2 hari terakhir, pasien mengeluh demam, batuk, pilek, pusing, dan
sesak napas. Berdasarkan anamnesia dan pemeriksaan spirometri dan foto thoraks, diagnose
yang di tegakkan klinis/ dokter adalah PPOK st III.

Terapi yang diberikan:

21
Oksigen, setelah stabil, terapi yang di berikan adalah: codein 10 mg po 3x1 dan seretide MDI
tiap 6 jam tanda-tanda vital saat pasien MRS: suhu 38,5 oC, TD 140/90 mmHg, Nadi
100/menit,RR 25x/menit

A. Pengkajian
I. Identitas pasien
Nama = Tn. R
Umur = 60 th
II. Riwaya penyakit sekarang
Keluhan utama = pusing, sesak nafas, batuk
Riwayat penyakit sekarang = 1 bulan terakhir tiap pagi batuk-batuk sampai dahak
keluar semua, sesak nafas bila menaiki tangga
III. Riwayat penyakit dahulu
2 hari terakhir pasien mengeluh demam, batuk pilek, pusing ,sesak nafas
IV. Pemeriksaan fisik
TTV=
T= 38,5 °C
P= 100 x/m
RR= 25 x/m
BP= 140/90 mmHg

V. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan spirometri dan foto thorax (+) PPOK ST III
VI. Terapi yang di dapat
Oksigen, setelah stabil, terapi yang diberikan codein 10 mg po 3x1 dan seretide MDI
tiap 6 jam

B. Diagnosa
I. Analisis data

No Data Etiologi Problem


1. Ds : Klien mengatakan pusing, sesak Peningkatan Bersihan jalan
nafas, batuk. produksi sputum. napas tidak efektif.

22
Do: 1 bulan terakhir tiap pagi batuk-
sampai dahak keluar semua, RR
25 x/menit.
2. Ds : 2 hari terakhir pasien mengeluh Penyakit kronis Resiko tinggi
demam, batuk, pilek, pusing, dan penyebaran infeksi
sesak nafas.

Do : pemeriksaan spirometri dan


foto thorax diagnosa PPOK St
III suhu : 38,5 °C, TD : 140/ 90
mmHg, nadi : 100 x/menit
3. Ds : pasien mengeluh demam Penyakit Hipertemia
Do : suhu 38,50C , RR 25 x/menit ,
nadi 100 x/menit, TD 140/ 90 mmHg

4. Ds : sesak nafas bila menaiki tangga. Ketidakseimbangan Intoleransi aktivitas


Do : Nadi 100x/m, RR 25x/m, antara suplai dan
kebutuhan oksigen
5. Ds : 2 hari terakhir pasien mengeluh Hiperventilasi Ketidakefektifan
sesak nafas. pola nafas
Do : Nadi 100x/m, RR 25x/m,

Berdasarkan analisa data tersebut, dapat disimpulkan diagnosa keperawatan diantaranya:

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum


2. Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi
3. Hipertermia b.d penyakit
4. Intoleransi aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Resiko tinggi penyebaran inferksi b.d penyakit kronis.

C. Intervensi dan implementasi

23
No Diagnosa Intervensi Implementasi
1. Bersihan jalan napas tidak  Posisikan pasien  Memberikan posisi
efektif b.d peningkatan untuk fowler atau semi
produksi sputum memaksimalkan fowler
ventilasi.  Menghitung respirasi
Kriteria hasil :  Monitor respirasi setiap 3 jam sekali
 Secara verbal tidak ada dan status O2.  Memberikan obat
keluhan sesak  Kolaborasi dalam ipratropium
 tidak ada batuk dan pemberian bromida dg dosis
jumlah sputum normal pengobatan atas 20mcg 2 hirup 3-4
 jumlah pernafasan dalam indikasi. kali per hari.
batas normal sesuai usia bronkodilator  Mengajarkan klien
 Demonstrasikan menahan dada dan
atau bantu klien batuk efektif dalam
melakukan posisi tegak lurus.
latihan napas
dalam.

2. Ketidak efektifan pola napas  Posisikan pasien  Memberikan posisi


b.d hiperventilasi. untuk fowler atau semi
memaksimalkan fowler
Kriteria hasil : ventilasi.  Menghitung
 Mampu batuk efektif.  Identifikasi pasien frekuensi nafas.
 Mampu bernafas perlunya  Memberikan terapi
dengan mudah. pemasangan alat ogsigenasi dengan
 Frekuensi pernafasan nafas buatan. menggunakan nasal
dalam rentang normal.  Monitor respirasi kanul.
 TTV dalam rentang dan status O2.
normal.

3. Hipertermia b.d penyakit.  Kompres pasien  Memberikan


Kriteria hasil: pada lipat paha dan kompres dengan

24
 Suhu tubuh aksila handuk di bagian lipat
rentang normal  Monitor suhu paha dan aksila
 Nadi dan RR sesering mungkin.  Menghitung suhu
dalam rentang  Monitor tekanan setiap 2 jam sekali
normal darah, nadi dan RR  Menghitung
 Tidak ada  Kolaborasi tekanan darah, nadi
pusing pemberian cairan dan RR setiap 2 jam
intravena. sekali.
 Memberikan cairan
intravena sesuai
anjuran dokter.
4. Intoleransi aktivitas b.d.  Kolaborasi  Memberikan terapi
ketidakseimbangan antara dengan tenaga Oksigen dengan
suplay dan kebutuhan oksigen rehabilitasi medik kecepatan aliran 1
Kriteria hasil: dalam atau 2 ltr/mnt.
 Mampu mealkukan merencanakan  Melakukan
aktivitas sehari-hari progam terapi komunikasi
secara mandiri yang tepat. terapeutik.
 Tanda-tanda vital normal  Bantu pasien  Menghitung tanda
 Sirkulasi status baik untuk tanda vital 3 jam
 Status respirasi : mengembangkan sekali.
pertukaran gas dan motivasi diri dan  Menjelaskan perlunya
ventilasi adekuat penguatan. keseimbangan
 Monitor aktivitas dan istirahat.
perubahan tanda
tanda vital.
 Memberikan
edukasi untuk
memenuhi
kebutuhan secara
mandiri.
5. Resiko tinggi penyebaran  Ajarkan keluarga  Menjelaskan kepada
infeksi b.d Penyakit kronis. dan pasien tanda keluarga pasien tanda
dan gejala infeksi. dan gejala infeksi

25
Kriteria hasil :  Monitor tanda dan  Memberikan edukasi
 Klien bebas dari tanda gejala infeksi kepada pasien berseta
dan gejala infeksi. sistemik dan lokal keluarga tentang
 Tidak munculnya  Kolaborasi dengan penyakit infeksi.
tanda-tanda infeksi dokter pemberian  memberikan
sekunder. obat anti mikroba. antibiotik.
 Klien dapat  menghitung TTV
mendemonstrasikan setiap 3 jam sekali.
kegiatan untuk
menghindarkan infeksi.

d. Evaluasi

Dx Keperawatan Tgl/jam Tindakan TTD Catatan TTD


Perawat perkembangan Perawat
Bersihan jalan 29  Memberikan S : klien
napas tidak efektif oktober posisi fowler mengatakan
b.d peningkatan 2016 atau semi fowler batuk secara
produksi sputum  Melakukan efektif
suction O: RR
 Menghitung 18x/menit
respirasi setiap 3 A: masalah
jam sekali teratasi
P: intervensi
dihentikan

26
Ketidak efektifan 29  Memberikan S : klien
pola napas b.d oktober posisi fowler mengatakan
hiperventilasi. 2016 atau semi fowler mampu batuk
 Menghitung efektif dan
frekuensi nafas. bernafas
 Memberikan dengan mudah.
terapi ogsigenasi O:
dengan RR 19x/mnt.
menggunakan N : 80x/ mnt
nasal kanul. TD : 110/90
S : 37,5 C
A : masalah
teratasi
P: itervensi
dihentikan
Hipertermi b.d 29  Memberikan S:klien
penyakit oktober kompres mengatakan
2016 dengan demam
handuk di menurun
bagian lipat O: hasil suhu
paha dan 37oC , RR
aksila 20x/menit, TD
 Menghitung 120/90 mmHg
suhu setiap 2 A: masalah
jam sekali teratasi
 Menghitung P : intervensi
tekanan dihentikan
darah, nadi
dan RR setiap
2 jam sekali
Intoleransi 29  Memberikan S : klien
aktivitas b.d. oktober terapi mampu
ketidakseimbangan 2016 Oksigen melakukan
antara suplay dan dengan aktivitas

27
kebutuhan oksigen kecepatan secara mandiri
aliran 1 atau 2 O:
ltr/mnt. RR 19x/mnt.
 Melakukan N : 80x/ mnt
komunikasi TD : 110/90
terapeutik. S : 37,5 C
 Menghitung A : masalah
tanda tanda teratasi
vital 3 jam P : intervensi
sekali. dihentikan
 Menjelaskan
perlunya
keseimbangan
aktivitas dan
istirahat.

Resiko tinggi 29  Menjelaskan S: klien


penyebaran infeksi oktober kepada mengatakan
b.d Penyakit 2016 keluarga tidak
kronis pasien demam,pusing,
tanda dan batuk., sesak
gejala napas, pilek.
infeksi
 Memberikan O : suhu 37ºC
edukasi TD
kepada 120/80mmHg
pasien A: masalah
berseta teratasi
keluarga P : Intervensi
tentang dihentikan
penyakit
infeksi

28
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK) atau Chronic Obstruktif Pulmonary
Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis
kronis, dan emfisema paru-paru. Sering juga penyakit ini disebut dengan Chronic
Airflow Limitation (CAL) dan Chronic Obstructive Lung Disease (COLD). Diagnosa
yang utama pada penderita PPOK yaitu Bersihan jalan napas tidak efektif b.d
peningkatan produksi sputum

29
1.2 Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan
baik terhadap penderita penyakit saluran pernapasan terutama PPOK. Oleh karena itu,
perawat juga harus mampu berperan sebagai pendidik dalam hal ini melakukan
penyuluhan ataupun memberikan edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien
terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan penceganhanya.

DAFTAR PUSTAKA

Kuwalak, Jennifer.P.2011.PATOHFISIOLOGI,Jakarta:EGC
Somantri,Irwan.2009.Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Syamsudin,Sesilia Andriani keban.2013.Buku ajar Farmakotrapi gangguan saluran
pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Anies.2015.penyakit berbasis lingkungan.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media
Herdman,T. Heather.2012.diagnosis keperawatan.Jakarta:EGC
Huda Nurarif,Amin dan Hardi kusuma.2015.Aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis dan Nanda Nic-Noc.Yogyakarta:mediaction
http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/copd.pdf

30

Anda mungkin juga menyukai