Anda di halaman 1dari 55

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

DI RUANG PERAWATAN PENYAKIT DALAM RSUD SOLO

Disusun oleh:
1 Dewi Marlianti ST211009
2 Dini Sepi Pratiwi ST211010
3 Dwi Ridwan Ridho Muladi ST211011
4 Endar Dyah Sulistyowati ST211012

PRODI TRANSFER S1 ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2021

BAB 1

PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit yang timbul akibat
dari adanya respon inflamasi kronis yang tinggi pada saluran nafas dan paru yang
biasanya bersifat progresif dan persisten. Penyakit ini memiliki ciri berupa terbatasnya
aliran udara yang masuk dan umumnya dapat di cegah dan di rawat (GOLD, 2015).
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan penyakit paru yang ditandai dengan
obstruksi kronis aliran udara di paru yang mengganggu pernafasan normal yang bisa
mengancam jiwa. Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) PPOK adalah penyakit paru yang ditandai dengan gejala pernafasan persisten
dan keterbatasan aliran udara akibat saluran nafas tersumbat dan atau kelainan alveolar
yang disebabkan partikel atau gas yang berbahaya. PPOK juga disebut dengan Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) (WHO, 2019).
Data World Health Organization (WHO) tahun 2018, menunjukkan bahwa 3,17
juta orang meninggal karena PPOK pada tahun 2016, yakni sebesar 6% dari semua
kematian global. Hasil prevalensi tahun 2018 PPOK di Indonesia sebesar 2.4% dari
penyakit lainnya (Riskesdas, 2018). Hal ini menunjukkan frekuensi penyakit PPOK
masih tinggi. PPOK di Jawa Tengah menempati urutan ketujuh dengan jumlah kasus
31.817 atau sebesar 2.1%. Hasil prevalensi Jawa Tengah tahun 2017 kasus PPOK
ditemukan sebesar 25.390 (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2018).
Pasien dengan PPOK harus segera diberikan tindakan pengobatan yang tepat
sehingga gejala tidak bertambah parah. Pengobatan bagi pasien PPOK harus diberikan
secara komprehensif semenjak serangan sampai perawatan di rumah sakit. Selain itu
diberikan juga pengetahuan dan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga
tentang perawatan dan pencegahan serangan berulang pada pasien PPOK di rumah. Hal
ini diperlukan perawatan yang komprehensif dari tenaga kesehatan.

BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Definisi PPOK
Menurut Djojodibroto (2014) istilah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) ditujukan untuk mengelompokkan
penyakit-penyakit yang mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan.
Masalah yang menyebabkan terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran
pernapasan maupun pada parenkim paru. Kelompok penyakit yang dimaksud adalah
bronkitis kronik (masalah pada saluran pernapasan), emfisema (masalah pada parenkim).
Sedangkan menurut Padila (2012) Penyakit Paru Obstruktif Menahun/Kronik merupakan
suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama
dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara. Ketiga penyakit yang
membentuk kesatuan PPOK adalah bronkitis kronis, emfisema dan asma bronkial.

2. Klasifikasi PPOK

Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Jackson (2014):

1. Asma
Jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan yang ditandai dengan
peradangan dan penyempitan saluran nafas yang menimblkan sesak atau sulit bernafas,
selain sesak nafas penderita juga mengalami nyeri dada, batuk batuk dan juga nyeri
2. Bronkitis kronik
Peradangan yang terjadi pada saluran udara atau saluran bronkus, serangan bronchitis
yang terjadi berulang kali dan berlanjut lebih dari beberapa minggu dapat
mengidentifikasikan terjadinya brinkitis kronik

3. Emfisema
Penyakit kronis akibat kerusakan kantong udara atau Alveolus pada paru-paru, seiring
waktu kerusakan kantong udara semakin parah sehingga sehingga membentuk kantong
besar dari beberapa kantong kecil yang pecah.

Klasifikasi derajat PPOK menurut Global initiative for chronic Obstritif Lung Disease
(GOLD) (2011):

1. Derajat I (PPOK Ringan): Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak
sering. Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa menderita PPOK.
2. Derajat II (PPOK Sedang): Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang
ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai
memeriksakan kesehatannya.
3. Derajat III (PPOK Berat): Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan
serangan eksasernasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien.
4. Derajat IV (PPOK Sangat Berat): Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau
gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien
memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa biasanya disertai gagal napas
kronik.

3. Etiologi
Etiologi ketiga penyakit yang menjadi penyebab PPOK yaitu asma, emfisema paru-paru dan
bronchitis.
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma bronchial atau sering disebut faktor
pencetus adalah :
a. Alergen
Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila dihisap atau dimakan dapat menimbulkan
serangan asma misalnya debu, spora, jamur, bulu binatang, makanan laut dan sebagainya
b. Infeksi saluran nafas
Infeksi saluran pernafasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza merupakan
salah satu factor pencetus yang paling menimbulkan asma bronchial. Diperkirakan dua
pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran
pernafasan 8 Poltekkes Kemenkes Padang
c. Olahraga atau kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asma akan mendapakan serangan asma bila melakukan olahraga atau
aktifitas fisk yang berlebihan.
d. Obat-obatan
Beberapa klien dengan asma bronchial sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti
penisilin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
e. Polusi uadara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik/kendaraan, asap rokok, asap
yang mengandung hasil pembakaran.
f. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja diperkirakan merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-15 %
klien dengan asma (Muttaqin, 2012).

Penyebab bronchitis kronis adalah sebagai berikut :

a. Infeksi seperti Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, Haemophilus influenza.


b. Alergi
c. Rangsangan, seperti asap yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor, merokok dan
lain-lain (somantri, 2009).
Penyebab dari emfisema adalah sebagai berikut :

a. Merokok
Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Terdapat hubungan erat antara merokok
dan penurunan volume ekspirasi paksa (FEV).

b. Keturunan
Belum diketahui jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak pada emfisema
kecuali pada penderita dengan defisiensi enzim alfa 1- antitripsin.
c. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejala-gejalanya pun
menjadi lebih berat. Infeksi saluran pernafasan atas pada seseorang penderita bronchitis
kronis hampir selalu 9 Poltekkes Kemenkes Padang menyebabkan infeksi paru bagian
bawah dan menyebabkan kerusakan paru bertambah.
d. Hipotesis Elastase-Antielastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan antielastase
agar tidak tejadi kerusakan pada jaringan. Perubahan keseimbangan antara keduanya
akan menimbulkan kerusakan pada jaringan elastis paru. Struktur paru akan berubah dan
terjadilah emfisema. Pada bronchitis kronis terjadi penumpukan lendir, sekresi yang
banyak sehingga terjadi sumbatan jalan nafas, pada emfisema obstruksi pada pertukaran
oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan
oleh overekstensi ruang udara dalam paru dan pada asma jalan nafas bronchial
menyempit dan membatasi jumlah udara yang mengalir kedalam paru sehingga ketiga
penyebab ini akan menyebabkan PPOK ( Muttaqin, 2012).

4. Patofisiologi

Obstruksi jalan napas menyebabkan reduksi aliran udara yang beragam

bergantung pada penyakit. Pada bronkitis kronis, terjadi penumpukan lendir dari sekret

yang sangat banyak sehingga menyumbat jalan napas. Pada emfisema, obstruksi pada

pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang

disebabkan oleh overekstensi ruang udara dalam paru. Pada asma, jalan napas bronkial

menyempit dan membatasi jumlah udara yang mengalir ke dalam paru. Protokol

pengobatan tertentu digunakan dalam semua kelainan ini, meski patofisiologi dari

masing-masing kelainan ini membutuhkan pendekatan spesifik.


PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik dengan

lingkungan. Merokok, polusi udara, dan paparan di tempat kerja (terhadap batu bara,

kapas, dan padi padian) merupakan faktor resiko penting yang menunjang terjadinya

penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20-30 tahun. PPOK juga

ditemukan pada individu yang tidak mempunyai enzim yang normal untuk mencegah

penghancuran jaringan paru oleh enzim tertentu.

PPOK merupakan kelainan dengan kemajuan lambat yang membutuhkan waktu

bertahun tahun untuk menunjukkan awitan (onset) gejala klinisnya seperti kerusakan

fungsi paru. PPOK sering menjadi simptomatik selama tahun-tahun usia baya, tetapi

insidennya meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Meskipun aspek-aspek fungsi

paru tertentu seperti kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi paksa (FEV) menurun

sejalan dengan peningkatan usia. PPOK dapat memperburuk keadaan fisiologi yang

berakitan dengan penuaan dan mengakibatkan obstruksi jalan napas misalnya pada

bronkitis serta kehilangan daya pengembangan (elastisitas) paru misalnya pada emfisema.

Oleh karena itu, terdapat perubahan tambahan dalam rasio ventilasi-perfusi pada klien

lansia dengan PPOK (Muttaqin, 2015)


5. Manifestasi Klinis

Adapun tanda dan gejala klinik PPOK adalah sebagai berikut :

a. “Smoker Cough”
biasanya hanya diawali sepanjang pagi yang dingin kemudian berkembang menjadi
sepanjang tahun.
b. Sputum
biasanya banyak dan lengket berwarna kuning, hijau atau kekuningan bila terjadi
infeksi.
c. Dyspnea,
terjadi kesulitan ekspirasi pada saluran pernafasan Gejala ini mungkin terjadi beberapa
tahun sebelum kemudian sesak nafas menjadi semakin nyata yang membuat pasien
mencari bantuan medik .

Sedangkan gejala pada eksaserbasi akut adalah :

a. Peningkatan volume sputum.


b. Perburukan pernafasan secara akut.
d. Dada terasa berat.
e. Peningkatan purulensi sputum
f. Peningkatan kebutuhan bronkodilator
g. Lelah dan lesu
h. Penurunan toleransi terhadap gerakan fisik, cepat lelah dan terengah-engah.
Pada gejala berat dapat terjadi :
a. Sianosis, terjadi kegagalan respirasi.
b. Gagal jantung dan oedema perifer.
c. Plethoric complexion, yaitu pasien menunjukkan gejala wajah yang memerah yang
disebabkan (polycythemia (erythrocytosis, jumlah erythrosit yang meningkat, hal ini
merupakan respon fisiologis normal karena kapasitas pengangkutan O2 yang berlebih
(Ikawati, 2016).

6. Penatalaksanaan PPOK

Penatalaksanaan PPOK adalah sebagai berikut:

1. Pemberian obat obatan


a. Bronkodilator Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada
eksaserbasi digunakan oral atau sistemik
b. Anti inflamasi Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk
penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid positif. Pada
eksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk oral atau sistemik
c. Antibiotik Tidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan
eksaserbasi. Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola kuman
setempat.
d. Mukolitik Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai 19 pengobatan
simptomatik bila tedapat dahak yang lengket dan kental.
e. Antitusif Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu.
Penggunaan secara rutin merupakan kontraindikasi.

2. Pengobatan penunjang
a. Rehabilitasi
 Edukasi
 Berhenti merokok
 Latihan fisik dan respirasi
 Nutrisi
b. Terapi oksigen
Harus berdasarkan analisa gas darah baik pada penggunaan jangka panjang
atau pada eksaserbasi. Pemberian yang tidak berhati hati dapat menyebabkan
hiperkapnia dan memperburuk keadaan. Penggunaan jangka panjang pada
PPOK stabil derajat berat dapat memperbaiki kualiti hidup
c. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik invasif digunakan di ICU pada eksaserbasi berat. Ventilasi
mekanik noninvasif digunakan di ruang rawat atau di rumah sebagai perawatan
lanjutan setelah eksaserbasi pada PPOK berat

d. Operasi paru
Dilakukan bulektomi bila terdapat bulla yang besar atau transplantasi paru
(masih dalam proses penelitian di negara maju)
e. Vaksinasi influensa
Untuk mengurangi timbulnya eksaserbasi pada PPOK stabil.

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain:
1. Radiologi (foto toraks)
2. Spirometri
3. Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia menunjukkan telah terjadi hipoksia
kronik)
4. Analisa gas darah
5. Mikrobiologi sputum diperlukan untuk pemilihan antibiotic bila terjadi eksaserbasi.

8. Komplikasi
Komplikasi penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) menurut irman soemantri, (2009) :
1. Hipoksemia
Hipoksemia di definisikan sebagai penurunan nilai paO2 mengalami perubahan mood
penurunan konsentrasi dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut akan timbul sianosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat peningkatan nilai paCO2 (Hipercapnea). Tanda yang muncul antara lain
nyeri kepala, fatigue, letargi, dizznes, takipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mucus dan rangsangan
otot polos bronchial serta edema mukosa
4. Gagal Jantung
Teutama kor pulmunal (Gagal jantung kanan akibat penyakit paru). Harus di obserfasi
terutama pada klien dispnea berat. Komplikasi ini seringkali berhubungan dengan
bronchitis kronis tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami ini.
5. Kardia Disritmia
Timbul karena hipoksemia penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratori
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayr yang berhubungan asma bronchial. Penyakit ini sangat
berat, potensian mengancam kehidupan, dan seringkali tidak berespon terhadap terapi
yang biasa diberikan
9. Pathway

Bronkitis kronis Emfisema Asma bronkial

Penyumbatan lendir dan Obstruksi pada Jalan napas bronkial


sekresi yang sangat pertukaran oksigen dan menyempit dan
banyak menyumbat jalan karbondioksida terjadi membatasi jumlah udara
napas akibat kerusakan yang mengalir ke dalam
dinding alveoli
paru-paru

Gangguan pergerakan udara dar


i dan ke luar paru

Penurunan kemampuan Peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan,


batuk efektif pengguanaan alat bantu pernafasan.

Ketidakefektifan bersihan Respon sistemis dan psikologis


jalan napas

Resiko
tinggi infeksi
pernapasan Keluhan sistemis, mual, keluhan psikososial,
intake nutrisi tidak kecemasan,
adekuat, malaise, ketidaktahuan akan
kelemahan dan keletihan prognosis
fisik

Peningkatan kerja
pernapasan, hipoksemia Kecemasan
secara reversibel Perubahan
pemenuh Gangguan
a n nutrisi pemenuhan Ketidaktahuan / pemenuhan
kurang ADL kebutuhan
Gangguan pertukaran gas dari
kebutuha
n

Kematian

Resiko tinggi gagal napas


10. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi, dan
komunikasi data tentang klien. Fase proses keperawatan ini mencakup dua langkah yaitu
pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga / tenaga
kesehatan), dan analisis data sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan. Pengkajian
terdiri dari pengumpulan informasi subjektif dan objektif (mis: tanda-tanda vital,
wawancara pasien / keluarga, pemeriksaan fisik dan peninjauan informasi riwayat pasien
pada rekam medik (Doenges, 2012). Menurut Doenges (2012) pengkajian pada pasien
dengan PPOK ialah:
a. Identitas Klien
Yang perlu dikaji pada bagian ini meliputi nama, umur factor usia dan jenis kelamin
mengakibatkan berkurangnya fungsi paru bahkan saat gejala penyakit tidak di
rasakan, jenis kelamin, nomor registrasi, agama, alamat, Pendidikan. pekerjaan yang
sering terpapar asap rokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas kimiawi
(menurut mansoer 2008) status perkawinan, tanggal MRS, dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Ditemukan keluhan sesak nafas, lemas, batuk berdahak karena produksi
sputum/lender peningkatan tekanan darah, nadi dan respirasi meningkat.
Ketidaknyamanan beraktivitas, polusi udara, paparan debu, asap dan gas-gas kimiawi
kebiasaan merokok. Faktor usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan
berkurangnya fungsi paru, bahkan saat gejala penyakit tidak di rasakan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang diderita oleh
pasien dan mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai klien dibawa ke rumah
sakit, serta pengobatan apa saja yang pernah diberikan dan bagaimana
penyembuhannya serta data yang diperoleh dari hasil pengkajian. Pasien merasakan
sesak bila digunakan aktivitas, lemas
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah terkena penyakit PPOK sebelumnya atau terkena penyakit
menular lainnya. Perlu ditanyakan apakah pasien seorang perokok atau sebelumnya
pernah bekerja di tempat yang terpapar partikel atau suatu gas yang berbahaya.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan pada keluarga apakah salah satu anggota keluarganya ada yang
pernah mengalami sakit yang sama dengan pasien atau penyakit yang menular.

f. Pola kesehatan sehari-hari


 Nutrisi
Gejala: nafsu makan berkurang, mual, muntah asupan nutrisi yang berkurang
Tanda: penurunan berat badan, penurunan massa otot.
 Eliminasi BAK/BAB
Terdapat gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi atau riwayat penyakit ginjal
pada masa yang lalu).
 Aktivitas/istirahat tidur
Terdapat kesulitan tidur karena adanya sesak nafas hingga menyebabkan kualitas
tidur menjadi buruk. Kuantitas tidur (lama tidur) siang dan malam menjadi
berkurang atau tidak seperti biasanya. Idenifikasi keluahan saat tidur dan
kebiasaan sebelum tidur pasien seperti kebiasaan makan atau minum sebelum
tidur, membaca, tidur dalam ruangan gelap/terang dan lain-lain. Gejala: Perasaan
lelah, gelisah, emosi, apatis, adanya kehitaman di sekitar mata, konjungtiva
berwarna merah dan perih, bengkak pada kelopak mata, perhatian tidak fokus.
Tanda: Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
g. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
Meliputi keadaan umum pasien, kesadaran, dan pemeriksaan TTV.
 Pemeriksaan kepala dan wajah
Pada pasien PPOK ditemukan wajah nampak lesu karena keletihan dan kurang
tidur, terdapat area gelap disekitar kelopak mata.
 Pemeriksaan telinga
Inspeksi: kesimetrisan telingan kanan dan kiri, kebersihan telinga kanan dan kiri
serta kelainan bentuk pada telinga. Palpasi: palpasi adanya nyeri tekan dan
benjolan abnormal.
 Pemeriksaan mata
Pada pasien dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas ditemukan
bengkak pada kelopak mata, konjungtiva berwarna merah, mata terlihat cekung,
nampak loyo/layu/kurang bersemangat. Terdapat gangguan visual seperti
diplopia (pandangan kabur atau pandangan ganda).
 Pemeriksaan mulut dan faring
Adanya anoreksia dan mual muntah. Inspeksi mukosa mulut, dan kebersihan
mulut, kajia adanya pembesaran tonsil.
 Pemeriksaan leher
Ditemukan adanya peningkatan nadi pada artei karotis, vena jugularis. Serta
adanya distensi pada vena jugularis.
 Pemeriksaan payudara dan ketiak
Inspeksi kesimterisan payudara kanan dan kiri, kebersihan payudara dan ketiak.
Palpasi adanya nyeri tekan daan benjolan abormal.
 Pemeriksaan thoraks
1) Jantung
Didapatkan hasil pemeriksaan TD meningkat, nadi meingkat. Denyut
jantung takikardi dan disritmia.
2) Paru-paru
Mengeluh sesak napas saat beraktivitas, adanya taakipnea, ortopnea, batuk
dengan sputum, terdaapat riwatyat merokok, menggunakan oto bantu
pernapapasan. Ditemukan suara napas tambahan seeperti ronchi, dan
mengi/wheezing
 Pemeriksaan abdomen
Teraba nyeri atau massa pada abdomen (pheochromocytoma) atau sel kromafin.
Kaji adanya distensi maupun asites, ada tidaknya lesi, serta berapa kali bising
usus berbunyi.
 Pemeriksaan integumen
Suhu kulit dingin, kulit berwarna pucat, CRT >2 detik, dan sianosis.
 Pemeriksaan ektremitas
Adanya edema pada ekstremitas bawah, adanya tremor
 Pemeriksaan genetalia dan sekitar anus
Kaji kebersihan genetalia dan anus, adakah nyei tekan dan benjolan abnormal.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2017 adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Definisi: Ketidakmampuan membersihkan skret atau obstruksi jalan nafas untuk
mempertahankan jalan nafas tetap paten.

Penyebab:

a. Fisiologis : spasme jalan nafas,hiperskresi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler,


benda asing dalam jalan nafas, adanya jalan nafas buatan, sekresi yang tertahan,
hiperplasia dinding jalan nafas, proses infeksi, respon alergi dan efek agen
farmakologis (anastesi).

b. Situasional: merokok aktif, merokok pasif, terpajan polutan

Gejala dan tanda mayor

Subjektif : tidak tersedia

Objektif : batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi,
wheezing dan atau ronkhi kering, mekonium dalam jalan nafas (pada neonatus).

Gejala dan tanda Minor

Subjektif : Dispnea, Sulit bicara, ortopnea

Objektif : Gelisah, Sianosis, bunyi nafas menurun, frekuensi nafas berubah, pola
nafas berub

Kondisi klinis terkait

a. Gullian barre syndrom

b. Sklerosis multliple

c. Myasthenia gravis

d. Prosedur diagnostik ( Mis: bronkoskopi, echocardiografi)

e. Depresi sistem saraf pusat

f. Cidera kepala

g. Stroke

h. Kuaddriplegia

i. Sindrom aspirasi mekonium

j. Infeksi Saluran nafas


2. Gangguan Pertukaran Gas
Definisi: Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eleminasi karbondioksida
pada membran alveolus-kapiler
Penyebab: Ketidak seimbangan ventilasi-perfusi dan perubahan membran alveolus-
kapiler
Gejala dan tanda mayorr
Subjektif : dispnea
Objektif : PCO2 meningkat/menurun. PCO2 menurun, Takhikardia, pH arteri
meningkat/menurun, bunyi nafas tambahan
Gejala dan tanda minor
Subjektif: pusing, pengelihatan kabur
Objektif: sianosis, diaforesis, gelisah, nafas cuping hidung, pola nafas abnormal,
warna kulit abnormal, kesdaran menurun
Kondisi Klinis terkait:
a. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
b. Gagak jantung kongestif
c. Asma
d. Pnemonia
e. Tuberkolosis paru
f. Penyakit membran hialin
g. Asfiksia
h. Persisteb pulmonary hypertension of newborn
i. Prematuritas
j. Infeksi saluran nafas
3. Gangguan rasa nyaman
Definisi:Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik,
psikospiritual, lingkungan dan sosial.
Penyebab
a. Gejala penyakit
b. Kurang pengetahuan situasional/lingkungan
c. Ketidakadekuatan sumber daya (mis: dukungan finansial, sosial dan
pengetahuan.
d. Kurangnya privasi
e. Gangguan stimulus lingkungan
f. Efek samping terapi (mis: medikasi, rasiasi, kemoterapi)
g. Gangguan adaptasi kehamilan

Gejala dan tanda mayor


Subjektif : mengeluh tidak nyaman
Objektif : Gelisah
Gejala dan tanda minor
Subjektif: mengeluh sulit tidur, tidak mampu rileks, mengeluh kedinginan/kepanasan,
merasa gatal, mengeluhmual, mengeluh lelah
Objektif : menunjukan gejala distres, tampak merintih/ menangis, pola eliminasi
berubah, postur tubuh berubah, iritabilitas
Kondisi Klinis terkait
a. Penyakit kronis
b. Keganasan
c. Distres psikologi
d. Kehamilan

Kondisi Klinis Terkait

a. Diagnosis gangguan rasa nyaman ditegakkan apabila rasa tidak nyaman muncul
tanpa cidera jaringan.
b. Apabila ketidaknyamanan muncul akibat kerusakan jaringan, maka diagnosis yang
disarankan ialah nyeri akut atau kronis.
4. Defisit Pengetahuan tentang ( Spisifikkan)
Definisi: Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topik
tertentu.
Penyebab
a. Keterbatasan kognitif
b. Gangguan fungsi kognitif
c. Kekeliruan mengikuti anjuran
d. Kurang terpapar informasi
e. Kurang minat dalam belajar
f. Kurang mampu mengingat
g. Ketidaktahuan menemukan sumber informasi

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif: Menanyakan masalah yang dihadapi


Objektif: menunjukan prilaku tidak sesuai anjuran, menunjukan persepsi yang keliru
terhadap masalah
Gejala dan tanda minor
Subjektif : -
Objekrif : Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat, menunjukan prilaku yang
berlebihan (mis: apatis, bermusuhan)
Kondisi Klinis terkait:
a. Kondisi klinis yang baru dihadapi oleh klien
b. Penyakit akut
c. Penyakit kronis

3. Perencanaan Keperawatan

Intervensi Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis berdasarkan
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), 2018 dan Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI), 2019 adalah
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan bersihan jalan


nafas meningkat denga kriteria hasil : batuk efektif, produksi sputum menurun, mengi
menurun, frekuensi nafas membaik.

Intervensi :

a. Intervensi Utama

a) Latihan batuk efektif

b) Managemen jalan nafas

c) Pemantauan respirasi

b. Intervensi Pendukung

a) Dukungan kepatuhan program pengobatan

b) Edukasi fisiotrapi dada

c) Edukasi pengukuran respirasi

d) Fisioterap dada

e) Managemen ventilasi mekanik

f) Managemen jalan nafas buatan

g) Pemberian obat inhalasi

h) Pengaturan posisi

i) Penghisapan jalan nafas

j) Terapi oksigen
2. Gangguan Pertukaran Gas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien


menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan kriteria hasil dispnea
menurun, bunyi nafas tambahan menurun, gelisah menurun, cuping hidung menurun,
PCO2 dan Po2 membaik, sianosis hilang,pola nafas membaik

a. Intervensi Utama:

a) Pemantauan Respirasi

b) Terapi oksigen

b. Intervensi Pendukung

a) Dukungan berhenti merokok

b) Dukungan ventilasi

c) Edukasi berhenti merokok

d) Edukasi fisioterap

e) Fisioterapi dada

f) Insersi jalan nafas

g) Konsultasi via telepon: Pemberian obat

h) Managemen ventilasi mekanik


3. Gangguan rasa nyaman

Setelah di lakukan tindakan keperawatan 2x24 jam gangguan rasa nyaman


berkurang dengan kriteria hasil : rileks meningkat, keluhan tidak nyaman menurun,
keluhan sulit tidur menurun,kelelahan menurun, pola tidur membaik, postur tubuh
kembali normal

a. Intervensi Utama

a) Managemen nyeri

b) Pengaturan posisi

c) Terapi relakasi

b. Intervensi Pendukung
a) Latihan pernafasan

b) Managemen kenyamanan lingkungan

c) Managemen nyeri akut/krinis

d) Managemen keselamatan lingkungan

e) Edukasi aktifitas/istirahat

f) Terapi relaksasi

4. Defisit Pengetahuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam tingkat pengetahuan klien dan
keluarga bertambah.
a. Intervensi Utama
Edukasi Kesehatan
b. Intervensi pendukung
a) Edukasi pengukuran respirasi
b) Edukasi tehnik nafas
c) Edukasi perawatana diri
d) Edukasi ambulasi
e) Edukasi program pengobatan
f) Edukasi efek samping obat
g) Edukasi fisioterapi dad
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus:

Seorang laki-laki berusia 46 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan diagnosa medis penyakit
paru obstruksi kronis. Pasien mengatakan batuk berdahak, kalau tidur terasa sesek. Kondisi pasien saat
ini sesak nafas, batuk berdahak, gangguan nafas saat berbaring tapi saat duduk sesak nafas berkurang
dan tampak gelisah. Tekanan darah 130/85mmHg, RR: 29 x per menit S= 37,5 C Nadi= 89x/menit.
Hasil pemeriksaan fisik didapat ronkhi pada paru kana kiri. Tampak terpasang oksigen 3l/menit.

Pembahasan:

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. X

DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

DI RUANG PERAWATAN PENYAKIT DALAM RSUD SOLO

Tanggal MRS : 31 November 2021 pukul 23.00 wib


Ruang :A
RM : 0012345
Pengkajian : 1 Desember 2021 pukul 08,00
I. Pengkajian
1. Identitas klien
a. Nama : Tn. X
b. Umur : 46 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Suku/bangsa : Jawa
e. Agama : Islam
f. Status perkawinan : Menikah
g. Pendidikan : SD
h. Alamat : Ds. Jeruk Kec. Jambu Kab. Apel Provinsi Nanas
2. Identitas penanggung jawab
a. Nama : Ny. Y
b. Hub. Dengan pasien : Istri
c. Alamat : Ds. Jeruk Kec. Jambu Kab. Apel Provinsi Nanas
d. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
e. Pendidikan : SD
f. Jenis kelamin : Perempuan
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Sesak. nafas
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dibawa ke IGD Rumah sakit dengan keluhan sesak nafas dan batuk berdahak.
Saat dilakukan pengkajian pasien mengeluh sesak nafas, batuk berdahak, gangguan
nafas saat berbaring tapi saat duduk sesak nafas berkurang dan tampak gelisah.
Tindakan yang sudah diberikan di IGD
c. Riwayat penyakit dahulu
Sebelum dirawat di rumah sakit pasien pernah mengalami keluhan yang serupa pasien
terakhir dirawat di rumah sakit beberapa bulan yang lalu dengan keluhan yang sama .
Pasien mengatakan sebelumnya tidak mempunyai penyakit menular, suka merokok
dari remaja
d. Riwayat penyakit keluarga
pasien mengatakan di keluarganya tidak ada yang mempunyai seperti yang dia derita
saat ini, tidak mempunyai penyakit menular serta tidak mempungai penyakit DM dan
jantung.

4. Keadaan umum
Keadaan umum pasien: lemas
Kesadaran: Composmentis
Pemeriksaan TTV:
TD: 130/85 mmHG
Nadi : 89 x permenit
Respirasi: 49 x permenit
Suhu: 37.5 C
Skala Nyeri: 0.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan kepala dan wajah
Inspeksi : kebersihan terjaga dan rambut memutih, wajah nampak lesu karena keletihan
dan kurang tidur, terdapat area gelap disekitar kelopak mata
Palpasi : tidak terjadi nyeri saat ada tekanan
b. Pemeriksaan telinga
Inspeksi: telinga kanan dan kiri simetris, telinga kanan dan kiri tampak bersih serta
tidak ada kelainan bentuk pada telinga.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan abnormal.
c. Hidung
Inspeksi : tidak terdapat cuping hidung, tidak ditemukan sekret, hidung simetris,
terpasang nasal kanul 3 lpm
Palpasi : tidak terjadi nyeri saat ada tekanan.
d. Pemeriksaan mata
Inspeksi : sklera tidak ikterus, konjungtiva tidak anemis, mata terlihat cekung, nampak
lelah/layu/kurang bersemangat.
Palpasi : tidak terjadi nyeri saat ada tekanan.
Penglihatan : penglihatan normal, tidak mengalami gangguan
e. Pemeriksaan mulut
Inspeksi : mulut bersih, bibir kering, lidah bersih, mukosa basah

f. Pemeriksaan Kulit
Kulit kering, turgor elastis, tidak ada edema, warna kulit sawo matang
g. Pemeriksaan leher
Tidak ada pembesaran vena jugularis dan tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
h. Pemeriksaan payudara dan ketiak
Inspeksi: payudara kanan dan kiri simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan abnormal.
i. Pemeriksaan thoraks
Inspeksi : simetris antara kiri dan kanan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : ada ronchi di paru kanan dan kiri
j. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi: tidak ada asites dan lesi
Palpasi: tidak teraba nyeri tekan dan massa pada abdomen
Auskultasi:. bising usus 26 x permenit
Perkusi: tidak ada kembung.
k. Pemeriksaan ektremitas
Atas : akral hangat, tidak ada edema, dan tangan kanan terpasang infuse
Bawah : akral hangat dan tidak ada edema
l. Pemeriksaan genetalia
Tidak terpasang kateter dan bersih
6. Pola aktivitas sehari-hari
I. Pola Persepsi Kesehatan
Pasien memandang kesehatan sebagai hal yang penting dan perlu di prioritaskan. Jika
pasien sakit, pasien akan pergi berobat ke dokter, puskesmas, maupun fasilitas kesehatan
lainnya. Saat ini pasien tahu mengenai penyakit yang dideritanya karena pasien sudah
pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya dengan keluhan yang sama.
II. Pola Nutrisi dan Metabolisme
 Sebelum sakit
Sebelum masuk rumah sakit, pasien makan 3 kali sehari dengan porsi cukup. Setiap
makan juga selalu habis. Nafsu makan normal. Dalam satu hari pasien dapat
menghabiskan minum 1 sampai 2 liter.
 Saat sakit
Saat sakit, pasien makan 3 kali sehari dengan jenis makanan bubur kasar. Namun
pasien tidak habis 1 porsi setiap makan. Pasien hanya makan setengah porsi yang
diberikan oleh rumah sakit. Bubur yang diberikan hanya habis setengah, tetapi lauk
yang diberikan habis. Dalam sehari pasien dapat minum sekitar 500 ml sampai 1 liter
air. Pasien terpasang infus dan nasal kanul.
III. Pola Eleminasi
 Sebelum sakit
Pasien BAK 3-4 kali sehari dengan warna kekuningan. Pasien BAB 1 kali sehari
dengan konsistensi lunak dan warna kuning kecoklatan.
 Saat sakit
Pasien tidak mengalami kesulitan BAK, pasien BAK 2 - 3 kali sehari dengan warna
kuning jernih. Pasien BAB 2 kali sehari dengan konsistensi lunak dan warna kuning.
Keduanya dapat dilakukan secara normal di kamar mandi. Pasien tidak terpasang
kateter.
IV. Pola Istirahat dan Tidur
 Sebelum sakit
Sebelum sakit, pasien memiliki kualitas tidur yang cukup baik. Pasien dapat tidur
pada siang dan malam hari. Pasien dapat tidur selama 2 jam saat siang hari dan 6
sampai 7 jam saat malam hari.

 Saat sakit
Saat sakit, pasien kurang mendapatkan tidur. Pasien mengeluh susah tidur dan sering
terbangun saat malam hari karena merasa tidak nyaman yang dikarenakan sesak yang
dirasakan. Pasien mengatakan saat sudah tidur lalu terbangun, berulang terjadi hingga
pagi hari. Saat siang hari pasien dapat tidur siang walau sebentar sekitar 1 jam. Lalu
saat malam hari pasien hanya dapat tidur sebentar, 1 jam sampai 2 jam dan lalu
terbangun-bangun karena merasakan sesak. Pasien mengeluh lelah karena kurang
tidur.
V. Pola Aktifitas dan Latihan
 Sebelum sakit
Sebelum sakit, pasien menjalankan aktifitasnya seperti biasa, pergi bekerja. Untuk
aktivitas lainnya, pasien dapat melakukannya secara mandiri.
 Saat sakit
Saat sakit, pasien tidak dapat menjalankan aktivitasnya secara optimal. Aktivitas
terbatas sebagian karena terpasang infus dan nasal kanul serta rasa sesak yang
dirasakan. Pasien merasa sesak saat melakukan aktivitas yang berat sehingga pasien
sekarang ini sudah tidak bekerja lagi karena sesak yang dialaminya. Pasien tidak dapat
bekerja seperti sebelumnya dikarenakan sakit dan dirawat di rumah sakit.
VI. Pola Peran dan Hubungan
Pasien berperan sebagai seorang suami dan ayah dalam keluarganya. Pasien menjadi suami
dan ayah dari 1 orang anak. Pasien berhubungan baik dengan keluarga, orang lain, dan
masyarakat. Pasien termasuk orang yang terbuka dan mudah bersosialisasi dengan orang
lain.
VII. Pola Presepsi Sensori
Pasien tidak mengalami gangguan pada kelima indera. Penglihatan, pendengar baik,
merasa, mencium dan meraba dengan normal. Semua indera tidak menunjukkan adanya
gejala gangguan.
VIII. Pola Persespsi Diri / Konsep Diri
Pasien memiliki persepsi positif mengenai keadaan kesehatannya saat ini. Pasien optimis
akan kesembuhannya. Pasien mengerti mengenai keadaan penyakit yang dideritanya, serta
pasien tahu dan mengerti mengenai tindakan dan perawatan yang dilakukan oleh perawat
kepada pasien.
IX. Pola Seksual dan Reproduksi
Pasien adalah seorang laki-laki normal dan sudah menikah. Dari pernikahannya pasien
dikaruniai 1 orang anak serta satu orang istri.
X. Pola Mekanisme Koping
Dalam mengatasi masalah, pasien kadang meminta bantuan orang lain untuk
menyelesaikannya jika memang diperlukan bantuan dari orang lain. Pasien menyerahkan
sepenuhnya kepada Tuhan dan tim medis tentang penyakitnya dan menyerahkan segala
kesembuhannya pada Tuhan Yang Maha Esa.
XI. Pola Nilai & Kepercayaan
Pasien beragama Islam dan menjalankan ibadah dengan teratur. Selama sakit pasien
terbatas untuk melakukan ibadah karena pasien dalam keadaan sakit serta terpasang infus
dan nasal kanul yang dapat menghambat kegiatan yang dilakukan oleh pasien.

II. Analisa Data

Nama : Tn. X No. CM :


0145XXX
Umur : 46 Tahun
Diagnosa
Medis :
Penyakit paru
obstruktif

No Hari/Tanggal Data Fokus Problem Etiologi TTD


Jam

1 DS: Bersihan
Jumat 1. pasien mengatakan
jalan nafas Hipersekresi
tidak jalan nafas
21 Feb 2020 batuk berdahak efektif
sulit keluar, bila D.0001
17.30 WIB
tidur terasa sesak.

DO:
1. Pasien tampak
sesak nafas
2. Batuk berdahak
3. Gelisah, saat
berbaring ada
gangguan nafas,
bila duduk sesak
nafas berkurang,
terpasang Oksigen
3 lpm
4. Ronkhi pada paru
kanan dan kiri,
5. Tanda vital sign:
Tekanan darah
130/85mgHg, Suhu
37,5 Respirasi
49x/menit, Nadi 89
x/menit

2 DS: Gangguan Gejala


rasa penyakit
1. Pasien mengeluh nyaman
susah tidur dan (D.0074)
sering terbangun
saat malam hari
karena merasa
tidak nyaman
yang dikarenakan
sesak yang
dirasakan. Pasien
mengatakan saat
sudah tidur lalu
terbangun,
berulang terjadi
hingga pagi hari.
Saat siang hari
pasien dapat tidur
siang walau
sebentar sekitar 1
jam. Lalu saat
malam hari pasien
hanya dapat tidur
sebentar, 1 jam
sampai 2 jam dan
lalu terbangun-
bangun karena
merasakan sesak.2.
2. Pasien mengeluh
lelah karena
kurang tidur.

DO:
1. Pasien tampak
gelisah.
2. Mata pasien terlihat
cekung
3. nampak
lelah/layu/kurang
bersemangat.
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas ditandai
dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih, ada ronchi, dispneu, ortopnea, tampak gelisah
dan frekuensi nafas berubah. (D.0001)
b. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit ditandai dengan pasien tampak gelisah,
mengeluh tidak nyaman, mengeluh sulit tidur dan mengeluh lelah (D.0074)

III. RENCANA/INTERVENSI KEPERAWATAN


Nama : Tn. X No. CM : 0145XXXX
Umur : 46 Tahun Diagnosa Medis :
Penyakit Paru
Obstruksi

Hari/Tanggal No Tanda
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Jam Dx TTD

1 Setelah dilakukan 1. Latian batuk efektif


tindakan keperawatan (I.01006)
3x24jam diharapkan
bersihan jalan nafas Observasi
dapat meningkat,
dengan kriteria hasil:  Identifikasi
Bersihan jalan nafas kemampuan batuk
(L.01001)
 Monitor adanya
retensi sputum
1. Batuk efektif
 Monitor tanda dan
meningkat
gejala infeksi saluran
2. Produksi sputum
nafa
menurun
3. Wheezing  Monitor input dan

menurun output cairan


4. Dyspnea Terapeutik
membaik  Atur posisi semi-
5. Gelisah fowler atau fowler
menurun  Pasang perlak dan
6. Frekuensi nafas bengkok di
membaik
pangkuan pasien
7. Pola Nafas
 Buang secret pada
membaik
tempat sputum

Edukasi

 Jelaskan tujuan dan


prosedur batuk
efektif
 Anjurkan Tarik
nafas dalam
melalui hidung
selama 4 detik,
ditahan selama 2
detik, kemudian
dikeluarkan dari
mulut dengan bibir
mencucu
(dibulatkan) selama
8 detik
 Anjurkan
mengulangi tarik
napas dalam hingga
3 kali
 Anjurkan batuk
dengan kuat
langsung setelah
Tarik napas dalam
yang ke 3

Kolaborasi

 Kolaborasi
pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika
perlu
2. Manajemen Jalan
Nafas

Observasi

 Monitor pola nafas


(frekuensi,
kedalaman, usaha
napas)
 Monitor bunyi
napas tambahan
(mis. Gurgling,
mengi, wheezing,
ronkhi kering)
 Monitor sputum
( jumlah, warna,
aroma)

Terapeutik

 Posisikan semi-
fowler atau fowler
 Berikan minum
hangat
 Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
 Lakukan
penghisapan lender
kurang dari 15
detik
 Berikan oksigen,
jika perlu

Edukasi

 Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari
jika tidak
kontraindikasi
 Ajarkan teknik
batuk efektif

Kolaborasi

3. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu
4. Pemantauan
Respirasi
Observasi

 Monitor frekuensi,
irama, kedalaman
dan upaya napas
 Monitor pola napas
( seperti bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi,
Kussmaul, Cheyne-
Stokes, Biot,
ataksik)
 Monitor
kemampuan batuk
efektif
 Monitor adanya
produksi sputum
 Monitor adanya
sumbatan jalan
napas
 Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
 Auskultasi bunyi
napas
 Monitor saturasi
oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil X-
Ray Thorax

Terapeutik

 Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
 Dokumentasi hasil
pemantauan

Edukasi

 Jelaskan tujuan dan


prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu

2 Setelah dilakukan 1. Pengaturan Posisi PEB


tindakan keperawatan
Observasi
2x24jam status
kenyamanan  Monitor status
meningkat, dengan oksigenasi sebelum
kriteria hasil:
dan sesudah
Status kenyamanan
mengubah posisi
(L.00064)
Teraupetik
1. Keluhan tidak
 Tempatkan pada
nyaman
tempat tidur
menurun
terapeutik yang tepat
2. Keluhan sulit
 Tempatkan pada
tidur menurun posisi teraupetik
3. Kelelahan  Tempatkan objek
menurun yang sering
4. Pola tidur digunakan mudah
membaik dijangkau
 Tempatkan
bel/lampu panggil
mudah dijangkau
 Atur posisi tidur
untuk mengurangi
sesak (semi fowler)
 Tinggikan tempat
tidur bagian kepala
 Berikan bantal yang
tepat pada leher

Edukasi

 Informasikan saat
akan dilakukan
perubahan posisi
 Ajarkan cara
menggunakan postur
yang baik dan
mekanika tubuh yang
baik selama
melakukan
perubahan posisi

Kolaborasi

 Kolaborasi
pemberian
premedikasi sebelum
mengubah posisi,
jika perlu
2. Terapi Relaksasi

Observasi

 Identifikasi
penurunan tingkat
energy,
ketidakmampuan
berkonsentrasi atau
gejala lain yang
mengganggu
kemampuan
kognitif
 Identifikasi teknik
relaksasi efektif
yang pernah
digunakan
 Identifikasi
kesediaan,
kemampuan, dan
penggunaan teknik
sebelumnya
 Periksa ketegangan
otot, frekuensi
nadi, tekanan darah
dan suhu sebelum
dan sesudah latihan
 Monitor respon
terhadap terapi
relaksasi

Terapeutik

 Ciptakan
lingkungan yang
tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan
suhu ruang
nyaman, jika
memungkinkan
 Berikan informasi
tertulis tentang
persiapan dan
prosedur teknik
relaksasi
 Gunakan pakaian
longgar
 Gunakan nada
suara lembut
dengan irama
lambat dan
berirama
 Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau
tindakan medis
lainnya, jika sesuai

Edukasi

 Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan
dan jenis relaksasi
yang tersedia ( mis.
Music, meditasi,
napas dalam,
relaksasi otot
progresif)
 Jelaskan secara
rinci intervensi
relaksasi yang
dipilih
 Anjurkan
mengambil posisi
nyaman
 Anjurkan rileks
dan merasakan
sensasi relaksasi
 Anjurkan sering
mengulangi atau
melatih teknik
yang dipilih
 Demonstrasikan
dan latih teknik
relaksasi (mis.
Napas dalam,
peregangan, atau
imajinasi
terbimbing)

IV. IMPLEMENTASI
IV. Implementasi Keperawatan
Nama : Tn. X No. CM : 0145XXXX
Umur : 46 Tahun Diagnosa Medis :
Penyakit Paru
Obstruksi

Tanggal Diagnosa Keperawatan Tindakan Keperawatan Paraf


& Jam

1 Bersihan jalan nafas tidak 1. Mengidentifikasi


Desember efektif berhubungan dengan kemampuan batuk
2021 hipersekresi jalan nafas 2. Memonitor pola nafas
ditandai dengan batuk tidak 3. Memonitor frekuensi,
Jam
efektif, sputum berlebih, ada irama, kedalaman dan upaya
08.00 –
ronchi, dispneu, ortopnea, napas
14.00
tampak gelisah dan frekuensi 4. Memonitor bunyi napas
WIB
nafas berubah. (D.0001) tambahan
5. Memonitor sputum
6. Mengatur posisi semi-
fowler
7. Memberikan oksigen 3 lpm
8. Mengajarkan batuk efektif
9. Melakukan fisioterapi dada
10. Memberikan terapi
kolaboratif pemberian
ekspetoran
11. Memberikan minum hangat
12. Mendokumentasikan hasil
pemantauan
1 1. Memonitor status
Gangguan rasa nyaman
Desember oksigenasi sebelum dan
berhubungan dengan gejala
2021 sesudah mengubah posisi
penyakit ditandai dengan
2. Menempatkan pada posisi
Jam pasien tampak gelisah,
teraupetik
08.00 – mengeluh tidak nyaman,
3. Menempatkan objek yang
14.00 mengeluh sulit tidur dan
sering digunakan mudah
WIB mengeluh lelah (D.0074)
dijangkau
4. Menempatkan bel/lampu
panggil mudah dijangkau
5. Mengatur posisi tidur untuk
mengurangi sesak (semi
fowler)
6. Memonitor saturasi oksigen
7. Mengidentifikasi penurunan
tingkat energy,
ketidakmampuan
berkonsentrasi atau gejala
lain yang mengganggu
kemampuan kognitif
8. Menciptakan lingkungan
yang tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika
memungkinkan
9. Mendemonstrasikan dan
latih teknik relaksasi (mis.
Napas dalam, peregangan,
atau imajinasi terbimbing)

2 Bersihan jalan nafas tidak 1. Mengidentifikasi


Desember efektif berhubungan dengan kemampuan batuk
2021 hipersekresi jalan nafas 2. Memonitor pola nafas
ditandai dengan batuk tidak 3. Memonitor frekuensi,
Jam
efektif, sputum berlebih, ada irama, kedalaman dan upaya
07.00 –
ronchi, dispneu, ortopnea, napas
14.00
tampak gelisah dan frekuensi 4. Memonitor bunyi napas
WIB
nafas berubah. (D.0001) tambahan
5. Memonitor sputum
6. Memonitor kemampuan
batuk efektif
7. Memonitor saturasi oksigen
8. Menganjurkan pasien batuk
efektif
9. Mendokumentasi hasil
pemantauan

2  Mengidentifikasi penurunan
Gangguan rasa nyaman
Desember tingkat energy,
berhubungan dengan gejala
ketidakmampuan
2021 berkonsentrasi atau gejala
penyakit ditandai dengan
lain yang mengganggu
Jam pasien tampak gelisah,
kemampuan kognitif
07.00 – mengeluh tidak nyaman,
 Memonitor respon terhadap
14.00 mengeluh sulit tidur dan
terapi relaksasi
WIB mengeluh lelah (D.0074)
 Menciptakan lingkungan
yang tenang dan tanpa
gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
 Mengatur posisi tidur untuk
mengurangi sesak (semi
fowler)
 Meninggikan tempat tidur
bagian kepala
 Memberikan bantal yang
tepat pada leher
 Menganjurkan pasien
menggunakan teknik
relaksasi

V. EVALUASI
Nama : Tn. X No. CM : 0145XXXX
Umur : 46 Tahun Diagnosa Medis :
Penyakit Paru
Obstruksi

Tanggal Diagnosa Evaluasi Paraf

1 Bersihan jalan nafas tidak S : Pasien mengatakan batuk yang


Desember efektif berhubungan dengan disertai sekret sudah bias
2021 hipersekresi jalan nafas dikeluarkan dan produknya
ditandai dengan batuk tidak masih banyak yang keluar, sesak
Jam
efektif, sputum berlebih, ada berkurang dan dahak berwarna
14.00
ronchi, dispneu, ortopnea,
tampak gelisah dan frekuensi putih
nafas berubah. (D.0001)
O : Pernafasan pasien 32 x/menit

Pasien tampak sesak dan tampak


gelisah

Pasien menggunakan otot bantu


pernafasan

Pasien tampak berusaha


melakukan batuk efektif

Auskultasi terdengar Ronchi

Terpasang O2 3 LPM

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

1 S: Pasien mengatakan masih susah


Gangguan rasa nyaman
Desember tidur dan merasa merasa tidak
berhubungan dengan gejala
2021 nyaman yang dikarenakan sesak
penyakit ditandai dengan
yang dirasakan. Pasien
Jam pasien tampak gelisah,
mengatakan masih terasa lelah
14.00 mengeluh tidak nyaman,
karena kurang tidur.
mengeluh sulit tidur dan
O: Pasien tampak gelisah
mengeluh lelah (D.0074)
Pasien tampak lelah dan kurang
bersemangat.
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

2 Bersihan jalan nafas tidak S : Pasien mengatakan dahak sudah


Desember efektif berhubungan dengan bisa dikeluarkan dan produksi
2021 hipersekresi jalan nafas berkurang
ditandai dengan batuk tidak
Jam efektif, sputum berlebih, ada Dahak berwarna kekuningan
14.00 ronchi, dispneu, ortopnea,
O : Pernafasan pasien 28 x/menit
tampak gelisah dan frekuensi
nafas berubah. (D.0001) Pasien tampak sesak dan sedikit
gelisah

Pasien menggunakan otot bantu


pernafasan

Pasien tampak mengeluarkan


dahak dengan batuk efektif

Auskultasi terdengar ronkhi


menurun

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

1 S: Pasien mengatakan sudah bisa


Gangguan rasa nyaman
Desember tidur sedikit semalam dan jarang
berhubungan dengan gejala
2021 terbangun, malam hari bisa tidur
penyakit ditandai dengan
4 jam dan merasa merasa lebih
Jam pasien tampak gelisah,
nyaman karena sesak sudah
14.00 mengeluh tidak nyaman,
berkurang. Pasien mengatakan
mengeluh sulit tidur dan
lelah juga berkurang
mengeluh lelah (D.0074)
O: Pasien tampak sedikit gelisah
Pasien tampak lelah
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
BAB IV
PEMBAHASAAN
Setelah dilakukan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperwatan yang
meliputi pengkajian, diagnosa, penegakan diagnosa keperawatan dan perencanaan,
implementasi dan evaluasi, maka pada bab ini akan memvbahasan kesenjangan
antara teori dan kenyataan.
I. Pengkajian
Merupaka tahab awal dari proses keperawatan dan landasan dari proses
keperawatan. Berikut kita lihat perbedaan yang muncul’
a. Identitas pasien
Pasien merupakan seorang laliki-laki berusia 46 tahun dan memiliki
riwayat perokok. Menurut analisa penyakit PPOK cenderung pada laki-
laki. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukan Ikawati (2012) yang
mengatakan laki-laki beresiko terkena PPOK dbanding wanita karena
kebiasaan merokok.
b. Keluhan utama
Berdasar pengkajian keluhan utama dalah sesak nafas, batuk berdahak,
terdengar ronchi, sulit tidur karena sesak nafas.
Menurut analisa penulis kasus PPOK keluhan utamanya sesak nafas
disertai batuk berdahak. Hal ini sesuai ddengan teori yang dikemukan
oleh Sidabutar (2012) Sesak nafas merupakan keluhan utama penderita
PPOK, dikarenakan terjadi penyempitan aliran nafas menyulitkan
penderita untuk bernafas. Batuk muncul karena adanya peningkatan
reaktivitas terhadap sel-sel yang sudah mati yang akan dikeluarkan dan
meningkatkannya produksi sputum.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Hasil pengkajian ini mempunyai tanda gejala sesak nafas, batuk yang
disertai dahak yang sulit untuk di keluarkan pasien tampak menggunakan
otot bantu pernafasan dan susah tidur sering terbangun saat malam hari
karena merasa tidak nyaman yang dikarenakan sesak yang dirasakan.
Menurut Somantri (2009) Iritan akan memicu timbulnya respon inflamasi
yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema dan
bronkospasme. Oleh karena mucocilliary defence dari paru mengalami
kerusakan, maka meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi,
ketika infeksi timbul kelenjer mukus akan menjadi hipertropi dan
hiperplasia, sehingga produksi mukus akan meningkat. Dinding bronkial
meradang dan menebal (sampai dua kali ketebalan normal ) dan
mengganggu aliran udara. Mucus kental ini bersama-sama dengan
produksi mukus yang banyak akan menghambat beberapa aliran udara
kecil dan mempersempit saluran udara besar
Hal ini sesuai dengan teori Ikawati (2016) menyebutkan manifestasi
klinis dari PPOK adalah peningkatan volume sputum, perburukan
pernafasan secara akut, lelah dan lesu, penurunan toleransi terhadap
gerakan fisik dan cepat lelah dan menurut Potter dan Perry (2005)
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Sebelum dirawat di rumah sakit pasien pernah mengalami keluhan yang
serupa pasien terakhir dirawat di rumah sakit beberapa bulan yang lalu
dengan keluhan yang sama. Pasien mengatakan sebelumnya tidak
mempunyai penyakit menular, suka merokok dari remaperokoja. Hasil
analisa menunjukan seorang perokok aktif. Hal ini sesuai dengan
penyebab utama terjadinya PPOK menurut Ikawati (2016) meroko
merupakan penyebab utama terjadinya PPOK dan memiliki resiko 30 kali
lebih besar dari pada bukan perokok dan 85-90% perokok mengalami
PPOK.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarganya tidak ada yang mempunyai seperti yang dia derita saat ini,
tidak mempunyai penyakit menular serta tidak mempungai penyakit DM
dan jantung. Menurut analisa perawat PPOK bukan merupakan penakit
keturunan tetapi ada beberapa penyakit yang dapat memperburuk
keadaan pasien seperti asma, diabetes mellitus, hipertensi dan jantung
coroner. Menurut Muttaqin (2012) sebagai pengkajian untuk
predisposisi
e. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan ini didapatkan kondisi thoraks melalui Inspeksi dada
tampak simetris antara kiri dan kanan. Palpasi : tidak ada nyeri
tekan dan uskultasi : ada ronchi di paru kanan dan kiri. Berdasarkan
teori muttaqin (2012) pada pemeriksaan paru penderita PPOK biasanya
akan di temukan keadaan paru pada pemeriksaan inspeksi biasanya
terlihat penggunaan otot bantu pernafasan pada pemeriksaan palpasi
biasanya premitus kanan dan kiri melemah pada pemeriksaan perkusi
biasanya hipersonor dan pada auskultasi biasanya terdapat ronkhi dan
wheezing sesuai tingkat keparahan obstruktif.
f. Pemeriksaan Penunjang
Didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium, Hemoglobin 13,2g/dl,
Leukosit 15.260/mm3, Trombosit 203.000/mm3, hematokrit 40%, Gula
darah sewaktu 145mg/dl.
Hasil Radiologi: terdapat gambaran hiperinflasi dan hiperlusen pada paru
kiri dan kanan
Adanya leukosit yang tinggi dan gambaran hiperinflasi paru dapat
disimpulkan mengalami resiko infeksi yang menyebabkan kerusakan
paru lebih parah. Pada kondisi konis terjadi penumpukan lendir sekresi
yang banyak sehingga terjadi sumbatan pada jan nafas, empisema
obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida akibat kerusakan
dinding alveoli, (Muttaqin, 2012)
II. Diagnosa keperawatan
Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis menurut Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2017
adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas
c. Gangguan rasa nyaman
d. Defisit Pengetahuan
Dari data yang diperoleh saat pengkajian maka dalam asuhan keperwatan ini
muncul 2 diagnosa keperawatan aktual
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Etiologi: hipersekresi jalan nafas
Gejala mayor: batuk berdahak, terdapat ronchi, batuk tidak efektif
Gejala minor : gelisah, frekuensi nafas meningkat
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas/mukus berlebih, ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
penggunaan otot bantu pernafasan, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen ke jaringan,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurang asupan makanan, intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi.
b. Gangguan rasa nyaman
Etiologi : gejala penyakit
Gejala dan tanda mayor : mengeluh tidak nyaman, gelisah
Gejala dan tanda minor: mengeluh sulit tidur, tidur sebentar bangun karena
sesak nafas, mengeluh letih. Dari gejala yang muncul dapat dianalisa
disebabkan adanya sesak nafas akibat batuk tidak efektif sehingga terjadi
penumpukan sekret, menimbulkan rasa tidak nyaman. Hal ini sesuai yang
dikemukakan leh (Keliat, 2015) gangguan nyaman nyeri mempunyai batasan
karakteristik yaitu ansientas, berkeluh kesah, pola tidur, gatal, gejala distres,
gelisah, ketidak mapuan untuk rilek, kurag puas dengan keadaan, menagis,
merasa dingin, merasa kurang senang dengan situasi, merasa hangat, merasa
lapar, merasa tidak nyaman dan merintih.
III. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan disusun berdasar diagnosa keperawatan yang
ditemukan pada kasus dan treatment yang dikerjakan berdasar pada
pengetahuan dan pencapaian klinis luaran .berikut intervensi yang muncul pada
kasus Tn X. Adapun rencana tindakan keperawatan menurut Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia, tindakan-tindakan pada intervensi terdiri dari
observasi,teraupetik,edukasi dan kolaburasi (Bermen, 2015)
Perencanaan tindakan keperawatan untuk diagnosa keperawatan bersihan jalan
nafas tidak efektif berhubungan dengan hipesekresi jalan nafas yaitu, posisi
pasien untuk memaksimalkan ventilasi, lakukan fisioterapi dada sebagai mana
mestinya, buang secret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau
menyedot lender, instruksikan bagaimana agar bias melakukan batuk efektif ,
auskultasi suara nafas, posisikan untuk meringankan sesak nafas, gunakan
alat pelindung, tentukan perlunya suksion mulut atau trachea, auskultasi suara
naafs sebelum dan setelah tindakan suction, instruksikan kepada pasien untuk
menarik nafas dalam sebelum dilakukan suction, monitor adanya nyeri, monitor
status oksigenasi pasien, monitor dan catat warna, jumlah dan konsistensi
secret, ,monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas, catat
pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot bantu pernafasan
dan retraksi otot, monitor suara nafas tambahan, monitor pola nafas, auskultasi
suara nafas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi dan
keberadaan suara nafas tambahan, kaji perlunya penyedotan pada jalan nafas
dengan auskultasi suara nafas ronki di paru, monitor kemampuan batuk efektif
pasien, berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (misalnya nebulizer).
Sedangkan perencanaan untuk diagnosa keperawatan gangguan rasa nyaman
berhubungan dengan gejala penyakit diantaranya pengaturan posisi dengan
monitor status oksigenasi sebelum dan sesudah mengubah posisi , tempatkan pada
posisi teraupetik, tempatkan objek yang sering digunakan mudah dijangkau , atur posisi
tidur untuk mengurangi sesak (semi fowler) , tinggikan tempat tidur bagian kepala,
ajarkan cara menggunakan postur yang baik dan mekanika tubuh yang baik selama
melakukan perubahan posisi. Selanjutnya bisa dilakukan terapi relaksasi, diawali
dengan identifikasi teknik relaksasi efektif yang pernah digunakan, periksa
ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah dan suhu sebelum dan sesudah
latihan. monitor respon terhadap terapi relaksasi. Untuk tindak teraupeti bisa
dengan menciptakan lingkungan yang nyaman, beri alunan musik lembut
denfan irama lamabat, tehnik relaksasi juga sebagai strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis lainnya.

IV. IMPLEMENTASI
Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan tidak semua tindakan dilaksanakan
oleh peneliti karna peneliti tidak merawat klien 24 jam. Implementasi
dilakukan studi dokumentasi terhadap tindakan yang telah dilakukan perawat
ruangan umumnya sudah sesuai dengan intervensi yang ada pada SIKI. Adapun
implementasi dilakukan selama 2 hari pada tanggal 1-2 Desember 2021.
Implementasi dari bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
hipersekresi jalan nafas ditandai dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih,
ada ronchi, dispneu, ortopnea, tampak gelisah dan frekuensi nafas berubah.
Diantaranya mengidentifikasi kemampuan batuk, memonitor: pola nafas
frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas, bunyi napas tambahan, jumlah
sputum; mengatur posisi semi-fowler, memberikan oksigen 3 lpm, mengajarkan
batuk efektif, melakukan fisioterapi dada; memberikan terapi kolaboratif
pemberian ekspetoran (nebulizer), memberikan minum hangat,
mendokumentasikan hasil pemantauan kondisi umum.
Sedangkan untuk gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit
ditandai dengan pasien tampak gelisah, mengeluh tidak nyaman, mengeluh sulit
tidur dan kelelahan implementasinya ; Memonitor status oksigenasi sebelum
dan sesudah mengubah posisi, menempatkan objek yang sering digunakan
mudah dijangkau, mengatur posisi tidur untuk mengurangi sesak (semi fowler),
memonitor saturasi oksigen, menciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa
gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan,
mendemonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. Napas dalam, peregangan,
atau imajinasi terbimbing)
V. EVALUASI
Evaluasi keperawatan secara teori merujuk pada Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI). Berdasarkan hasil observasi peneliti perawat ruangan tidak
melakukan evaluasi secara komprehensif. Catatan pekembangan pada pasien
mengikuti catatan sebelumnya dan berkesinambungan. Adapun evaluasi pada Tn X
sebagai berikut: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan nafas setelah dilakukan tindakan keperawatan menunjukan perubahan Pasien
mengatakan dahak sudah bisa dikeluarkan dengan batuk efektif dan produksi
berkurang, dahak berwarna kekuningan, pernafasan pasien 28 x/menit, tampak sesak
dan sedikit gelisah, pasien menggunakan otot bantu pernafasan, auskultasi terdengar
ronkhi menurun. Dengan gambaran tersebut maka masalah teratasi sebagian dan
direncanakan ulang untung tindakan selanjutnya. Untuk gangguan rasa nyaman
berhubungan dengan gejala penyakit, setelah dilakukan Pasien mengatakan sudah bisa
tidur sedikit semalam dan jarang terbangun, malam hari bisa tidur 4 jam dan merasa
merasa lebih nyaman karena sesak sudah berkurang. Pasien mengatakan lelah juga
berkurang dan tampak sedikit gelisah, lelah berkurang.

.
DAFAR PUSTAKA
Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Konsep &
Kerangka Kerja (1sted.). Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Dinkes Jateng. (2018). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun
2018. Semarang: Dinkes Jateng.
Djojodibroto, R. D. 2012. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Doenges, M. E. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:
EGC.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). (2015).
Global Strategy For The Diagnosis Management And Prevention Of
peChronic Obstructive Pulmonary Disease. GOLD USA.
Global initiative for chronic Obstruktif Lung Disease (GOLD). 2011. Inc.
Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention.
http://www.goldcopd.com.
Grace A. Pierce, Borley R. Nier. (2011). Ata Glace Ilmu Bedah Edisi 3.
Pt Gelora Aksara Pratama.
Ikawati, Zullies. 2016. Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem
Pernafasan . Yogyakarta : Bursa Ilmu
Jackson, D. (2014). Keperawatan medikal bedah edisi 1. Yogyakarta.
Rapha Pubising Jakarta : Salemba Medika.Kemenkes
Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :EGC Buku
Kedokteran
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan . Jakarta : Salemba Medika
Padila, S. K. N. (2012). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta: Nuha Medika.Pedoman Skripsi, Tesis Dan Instrumen
Penelitian Keperawatan. Jilid
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018
WHO. 2019. Chronic obstructive pulmonary disease (COPD).
http://www.who.int/mediacent re/factsheets/fs315/en/index.h tml
Rahmadi, Y. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Tn. W Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Di
Ruang Anggrek Bougenvile RSUD Pandan Arang Boyolali. Hal: 4-7.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standart keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standart keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Standart keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Data Penunjang Berdasar pemeriksaan laboratorium tanggal 30


Npember 2021: Hemoglobin 13,2g/dl, Leukosit
15.260/mm3, Trombosit 203.000/mm3,
hematokrit 40%, Gula darah sewaktu 145mg/dl.
Hasil Radiologi: terdapat gambaran hiperinflasi
dan hiperlusen pada paru kiri dan kanan

Program Pengobatan IVFD Asering + 15cc Aminophlin 30 tetes per


menit
Metilprednisolon 2x 125mg
Cefriaxon 1x 2gr
Combivet 3x1 tablet
Nairet 3x 0,3cc
Fluimucil 2x1 tablet

Anda mungkin juga menyukai