PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Polusi udara dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan
manusia. Polusi yang disebabkan oleh asap rokok, kebakaran hutan,
dan juga asap kendaraan bermotor. Akibat terpapar oleh polusi udara
yang tidak sehat bisa menyebabkan masalah kesehatan terutama
masalah pada saluran pernapasan. Banyak penyakit pernafasan yang
bisa ditimbulkan seperti bronckitis, emfisema serta penyakit
PPOK(Saminan 2014).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit pada
saluran pernapasan, yang dapat mengakibatkan hambatan aliran
udara dengan manifestasi sesak napas dan gangguan oksigenasi
jaringan serta diikuti dengan adanya obstruksi jalan napas yang
sifatnya menahun(Oktorina,2011).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, penyakit ini
menempati urutan ke-4 sebagai penyebab kematian.Pada dekade
mendatang akan meningkat ke peringkat ketiga. Penyakit Paru
Obstruktif Kronik merupakan penyakit progresif dan mengancam jiwa
yang diperkirakan mempengaruhi lebih dari 251 juta orang di seluruh
dunia. Sedangkan prevalensi di Indonesia menurut Riskesdas 2013
adalah 3,7% atau sekitar 9,2 juta penduduk, Provinsi dengan
prevalensi dari PPOK tertinggi adalah provinsi Nusa Tenggara Timur
10,0%. Sedangkan di Provinsi Bali prevalensi dari PPOK sebesar 3,5
%. Saat ini menjadi penyebab utama keempat kematian di dunia,
menyebabkan lebih dari 3 juta kematian setiap tahunnya. PPOK
diperkirakan akan menjadi penyebab utama ketiga kematian di dunia
pada tahun 2020. (PERHIMPUNAN DOKTER PARU INDONESIA
2018),(rikesdas. 2013).
PPOK dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu,, PPOK ringan
dimana penderita dapat mengalami batuk maupun tidak dan juga
penderita bisa menghasilkan sputum atau tidak dan disertai sesak
nafas. PPOK sedang, dimana penderita mengalami batuk dan juga
menghasilkan sputum serta sesak nafas. PPOK berat, penderita
mengalami gagal nafas kronik dan disertai gagal jantung menurut
Persatuan Dokter Paru Indonesia 2005 dalam(Oemiati, 2013).
Untuk mnemukan penyelesaian dari kasus PPOK kita harus
mengetahui mengenai etilogi, patofisiologi, tanda gejala, pencegahan,
intervensi dll dari penyakita tersebut, oleh karena itu makalah ini
mencoba menguraikan satu persatu mengenai hal-hal yang diutuhkan
untuk memahami penyakit PPOK.
B. TUJUAN PENULISAN
a. Untuk mengetahui definisi PPOK
b. Untuk mengetahui etiologi PPOK
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis PPOK
d. Untuk mengetahui pathway PPOK
e. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik PPOK
f. Untuk mengetahui penatalaksanaan klinis PPOK
g. Untuk mengetahui pengkajian keperawatan PPOK
h. Untuk mengetahui Analisa data PPOK
i. Untuk mengetahui diagnose keperawatan PPOK
j. Untuk mengetahui perencanaan keperawatan PPOK
C. MANFAAT PENULISAN
a. Untuk mengetahui definisi, etiolgi, manifestasi klinis, pemeriksaan
diagnostic dari PPOK
b. Mengetahui penatalaksanaan asuhan keperawatan dari PPOK
c. Bahan pelajaran dan ilmu untuk mahasiswa keperawatan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. DEFINISI PPOK
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) adalah suatu kondisi
yang ditandai dengan obstruksi jalan nafas yang membatasi aliran
udara, menghambat ventilasi yang terjadi ketika dua penyakit paru
terjadi pada waktu bersamaan: bronchitis kronis dan emfisema.
Bronchitis kronis terjadi ketika bronkus mengalami inflamasi dan iritasi
kronis Pembengkakan dan produksi lendir yang kental menghasilkan
obstruksi jalan nafas besar dan kecil. Emfisema menyebabkan paru
kehilangan elastisitasnya, menjadi kaku dan tidak lentur dengan
merangkap udara
dan menyebabkan distensi kronis pada alveoli (Hurst, 2016).
Penyakit paru obstruktif kronik adalah suatu penyakit yang bisa
dicegah dan diatasi, yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara
yang menetap, yang biasanya bersifat progresif dan terkait dengan
adanya respon inflamasi krosnis saluran nafas dan paru-paru terhadap
gas atau partikel berbahaya seperti asap rokok, debu industri, polusi
udara baik dari dalam maupun luar ruangan (Ikawati
2016).
PPOK adalah penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran
udara yang tidak dapat pulih sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara
biasanya bersifat progresif dan di kaitkan dengan respon inflamasi
paru yang abnormal terhadap partikel atau gas berbahaya, yang
menyebabkan penyempitan jalan nafas, hipersekresi mucus, dan
perubahan pada system pembuluh darah paru. Penyakit lain seperti
kistik fibrosis, bronkiektasis, dan asama yang sebelumnya
diklasifikasiakan dalam jenis COPD kini di klasifikasikan paru kronis,
meskipun gejala tumpang tindih dengan COPD lain. Merokok, polusi
udara, dan pajanan di tempat kerja (batu bara, katun, biji-bijian padi)
merupakan factor penting yang menyebabkan terjadinya COPD, yang
dapat terjadi dalam rentang waktu 20-30 tahun (Suddarth, 2015).
B. ETIOLOGI PPOK
Adapun penyakit yang membentuk PPOK adalah sebagai
berikut:
a. Bronkitis Kronik.
Bronkitis Kronis merupakan keadaan yang berkaitan dengan
produksi mukus takeobronkial yang berlebihan, sehingga cukup
untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan
dalam setahun dan paling sedikit 2 tahun secara berturut-turut
(Somantri, 2012). Iritan inhalasi menyebabkan proses inflamasi
kronik dengan vasodilatasi, kongesti dan edema mukosa bronkial.
Sel goblet meningkat dalam hal ukuran dan jumlah serta kelenjar
mukosa membesar. Mukus yang tebal dan banyak dihasilkan
dalam jumlah yang bertambah banyak. Perubahan pada sel
skuamosa bronkial mengganggu kemampuan untuk membersihkan
mukus (Fishman et al., 2008 dalam LeMone et al., 2016).
Penyempitan jalan nafas dan kelebihan sekresi mengobstruksi
jalan nafas. Karena fungsi silier terganggu, mekanisme pertahanan
normal tidak mampu membersihkan mukus dan semua patogen
yang diinhalasi. Infeksi berulang umum pada bronkitis kronik
(LeMone et al., 2016).
3 jenis penyebab bronchitis yaitu:
1. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus
influenzae.
2. Alergi
3. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
Tanda dan gejala
1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi
besar, yang mana akanmeningkatkan produksi mukus.
2. Mukus lebih kental
3. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme
pembersihan mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence"
dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan
kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul,
kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia
sehingga produksi mukus akan meningkat.
4. Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai
dua kali ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara.
Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang
banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-
mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi
biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
5. Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan
mengobstruksi jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan
nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian
distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan
ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.
6. Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi
perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2.
Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2.
7. Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia,
maka terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat
penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam,
biasanya karena infeksi pulmonary.
8. Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan
peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak
ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju
penyakit cor pulmonal dan CHF (Bruner & Suddarth, 2002)
b. Emfisema Paru.
Emfisema adalah gangguan yang berupa dinding alveolus
mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut menyebabkan ruang
udara terdistensi secara permanen. Aliran udara terhambat
sebagai hasil dari perubahan tersebut, bukan produksi mucus
seperti yang terjadi pada bronchitis kronis. Merokok sangat
berimplikasi sebagai factor penyebab pada sebagian besar kasus
emfisema (LeMone et al., 2016).
Penyebab: Faktor tidak diketahui, Predisposisi genetic, Merokok,
Polusi udara
Tanda gejala :
1. Dispnea.
2. Takipnea.
3. Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan.
4. Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh
bidang paru.
5. Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan
ekspirasi.
6. Hipoksemia.
7. Hiperkapnia.
8. Anoreksia.
9. Penurunan BB.
10. Kelemahan (Bruner & Suddarth, 2002)
c. Asma Bronkial.
Asma Bronkial adalah suatu gangguan pada saluran Bronkial
yang mempunyai ciri bronkospasme periodik terutama pada
percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai
stimulus seperti faktor biokemikal, endokrin, infeksi, dan psikologi
(Somantri, 2012).
Penyebab:
1. Faktor tidak diketahui
2. Predisposisi genetic
3. Merokok
4. Polusi udara
5. Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
6. Infeksi saluran nafas
7. Stress
8. Olahraga (kegiatan jasmani berat)
9. Obat-obatan
10. Polusi udara
11. Lingkungan kerja 8
12. Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
Tanda dan gejala:
1. Dispnea
2. Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada
terasa berat),
3. wheezing,
4. batuk non produktif
5. takikardi
6. takipnea
(Bruner & Suddarth, 2002)
Patofisiologi PPOK di tandai dengan obstruksi progresif lambat
pada jalan nafas. Penyakit ini merupakan salah satu eksaserbasi
periodic, sering kali berkaitan dengan infeksi pernapasan, dengan
peningkatan gejala dyspnea dan produksi sputum. Tidak seperti
proses akut yang memungkinkan jaringan paru pulih, jalan napas dan
parenkim paru tidak kembali ke normal setelah ekserbasi; Bahkan,
penyakit ini menunjukkan perubahan destruktif yang progresif
(LeMone et al., 2016).
Meskipun salah satu atau lainya dapat menonjol PPOK
biasanya mencakup komponen bronchitis kronik dan emfisema, dua
proses yang jauh berbeda. Penyakit jalan napas kecil, penyempitan
bronkiola kecil, juga merupakan bagian kompleks PPOK. Melalui
mekanisme yang berbeda, proses ini menyebabkan jalan napas
menyempit, resistensi terhadap aliran udara untuk meningkat, dan
ekpirasi menjadi lambat dan sulit (LeMone et al., 2016).
D. KLASIFIKASI PPOK
PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat, menurut Global
Initiative for Chronic Obstructuve Lung Disease (GOLD) dalam
Rahmadi tahun 2015, yaitu:
a. Derajat 0 (beresiko)
Gejala klinis : memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis,
produksi sputum, dan dispnea, terdapat paparan faktor resiko,
sprirometri : normal.
b. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala Klinis : batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak
sering. Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa
menderita PPOK.
c. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala Klinis : sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang
ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini
biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya.
d. Derajat III (PPOK Berat)
Gejala Klinis : sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah
dan serangan eksasernasi semakin sering dan berdampak pada
kualitas hidup pasien
e. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala Klinis : Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas
atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada
derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi
dapat mengancam jiwa biasanya disertai gagal napas kronik.
E. PATHWAY PPOK
Menurunkan fungsi
epitel dan saluran nafas
Pencetus :
Asma, bronkhitis kronis, empisema, brokhietasis
PPOK
Respon inflamasi
a. Pemeriksaan radiologi
1. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-
garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru.
Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah
2. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada
emfisema panlobular dan pink puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
3) Pemeriksaan faal paru. Pada bronchitis kronik terdapat VEP1
dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang
normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV,
dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR,
sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih
jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini
perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways).
Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan
alveoli untuk difusi berkurang.
b. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun,
timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan
penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang
pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada
kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan
harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab
payah jantung kanan.
c. Pemeriksaan EKG Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock
wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi
aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.
Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S
kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
d. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi. 5.
Laboratorium darah lengkap
G. PENATALAKSAAN KLINIS
a. MEDIS (FARMAKOLOGI)
Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan
1. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin
4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat
diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza
dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase
Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau
doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut
terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu
mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-
10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi
sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan
antibiotik yang kuat.
2. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan
karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap
CO
3. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum
dengan baik.
4. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas,
termasuk di dalamnya golongan adrenergik b dan anti
kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan
atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan
nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.
Terapi jangka panjang di lakukan :
1. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin
4×0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
2. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi
saluran napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini
dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
3. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
4. Mukolitik dan ekspektoran
5. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami
gagal napas tipe II dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)
6. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja,
merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan
sosialisasi agar terhindar dari depresi.
b. KEPERAWATAN
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera
menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
2. Memposisikan pasien semi fowler agar membuka jalan nafas
3. Pemberian oksigen sesuai resep
4. Pemberian Pendidikan kesehatan tentang penyakit
5. Kolaborasi
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. KELUHAN UTAMA
Keluhan utama yang timbul pada pasien ppok umumnya Pasien
mengeluh sesak nafas berat, batuk berdahak,lemes,
b. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
Merupakan informasi tentang keadaan dan keluhan-keluhan pasien
yang paling dirasaan saat ini.
c. RIWAYAT KESEHATAN SEBELUMNYA
Data yang menyatakan adanya factor predisposisi timbulnya
penyakit ini, diantaranya adalah riwayat alergi, Astma, Perokok,
Batuk.
I. ANALISA DATA
No Tanda Gejala Etiologi Masalah
1. DS: Genetik Bersihan jalan
-Dispnea nafas tidak efektif
-Sulit bicara Defisiensi antitripsin apha 1
-Otopnea
DO: Asma
-Batuk tidak efektif,
-Tidak mampu batuk, PPOK
Sputum berlebih ,
Mengi, Respon inflamasi
-Wheezing dan atau
ronchi kering, letih Hipersekresi mukus
lesu
-Gelisah Penumpukan lendir dan
-Sianosis sekresi berlebih
-Bunyi nafas
menurun Merangsang refleks bantuk
- frekuensi nafas
berubah Bersihan jalan nafas tidak
-Pola nafas berubah efektif
2 DS : Factor lingkungan Gangguan
Dispnea pertukaran gas
-Pusing Polusi udara
-Penglihatan kabur
DO : Bronkhitis kronis / Asma
-PCO2 meningkat
atau menurun PPOK
-PO2 menurun
-Takikardia Respon inflamasi
-pH arteri meningat
atau menurun Hipersekresi mukus
-Bunyi nafas
tambahan Penumpukan lendir dan
-Sianosis sekresi berlebih
-Diasporesis
-Pola nafas abnormal Obstruksi jalan nafas
-Penurunan
kesadaran Penurunan suplai oksigen
Hipoksemia
Penurinan BB
Defisit nutrisi
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi mukus
2. Gangguan pertukaran gas b.d asfiksia
3. Pola nafas tidak efektif b.d depresi sistem saraf pusat (Hipoksemia)
4. Defisit nutrisi b.d adanya infeksi
K. PERENCANAAN KEPERAWATAN
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Seorang laki-laki berusia 40 tahun dirawat di ruang paru dengan
keluhan sesak napas berat sejak 2 hari yang lalu disertai nyeri dada
kanan. Dalam tiga hari ini batuk makin sering dengan dahak lebih
pekat berwarna kuning kehijauan. Kedua tungkai bengkak sejak satu
bulan. Riwayat batuk dan sesak sudah berjalan sejak sepuluh tahun
yang lalu. Dua tahun ini dirasa lebih berat dan sering diikuti mengi,
BBnya mengalami penurunan. Pernah diberi obat hirup (inhaler) dan
disarankan berhenti merokok. Klien pernah bekerja di pabrik asbes
selama tujuh tahun. Pada pemeriksaan keadaan umum: penderita
gelisah dan tampak sianosis. Pemeriksaan paru : inspeksi statis dada
kanan menonjol daripada kiri dan saat bernapas dada kanan
tertinggal. Paru kanan perkusi hipersonor, auskultasi suara napas
melemah. Paru kiri didapatkan ronki dan wheezing. Pemeriksaan
jumlah leukosit belum ada hasil. Pemeriksaan foto toraks: paru kanan
kolaps disertai gambaran hiperlusen dan pleural line dan paru kiri
emfisematous. Pemeriksaan kultur mikroorganisme dan sitologi
sputum belum ada hasil.
a. Biodata
nama: tn A
usia : 40 tahun
alamat : -
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama : pasien mengeluh sesak napas berat.
2. Riwayat kesehatan sekarang
pasien mengeluh sesak napas berat sejak dua hari yang
lalu disertai nyeri dada kanan, dalam tiga hari ini batuk
meningkat disertai dahak berwarna kuning kehijauan, tungkai
bengkak sejak satu bulan
3. Riwayat kesehatan dahulu
Batuk dan sesak sudah 10 tahun yang lalu, dua tahun ini
semakin memberat diiringi mengi, riwayat mengggunakan obat
hirup (inhaler), bekerja di pabrik asbes 7 tahun. Perokok.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada data
c. Kebutuhan dasar / pola kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi : bb mengalami penurunan
b. Eliminasi : tidak terkaji
c. Pola istirahat tidur : Tidak terkaji
d. Pola reproduksi atau seksualitas ; tidak terkaji
d. Pemeriksaan fisik
Kesadaran umun gelisah dan tampak sianosis
Ttv : -
e. Pengkajian persistem
1. Sistem pernapasan /paru
a) Infeksi statis dada kanan menonjol dar ipada kiri, dan pada
saat bernafas dada kanan tertinggal.
b) Perkusi paru kanan hipersonor
c) Auskultasi suara napas melemah, paru kiri didapatkan ronchi
da wheezing
2. Sistem kardiovaskuer
Infeksi statis dada kanan menonjol dar ipada kiri, dan pada
saat bernafas dada kanan tertinggal
Auskultasi : tidak tekaji
Palpasi : -
3. Sistem muskuloskeletal / ektremitas
Tungkai : bengkak
Sianosis.
f. Pemeriksaan penunjang
Leukosit : belum ada hasil
Foto thorax : paru kanan kolaps disertai gambaran hiperlusen dan
pleural line.
Paru kiri emfisematous
Kultur mikroorganisme dan sitologi sputum : belum ada hasil
B. ANALISA DATA
DO: Asma
Ronchi +
Wheezing + PPOK
Batuk berdahak +
Respon inflamasi
Hipersekresi mukus
Hipoksemia
Hipersekresi mukus
Penumpukan lendir dan
sekresi berlebih
Hipoksemia
Hipoksemia
Sesak nafas
Penurunan nafsu makan
Penurinan BB
Defisit nutrisi
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi mukus
2. Gangguan pertukaran gas b.d asfiksia
3. Pola nafas tidak efektif b.d depresi sistem saraf pusat (Hipoksemia)
4. Defisit nutrisi b.d adanya infeksi
D. PERENCANAAN
BAB IV
PEMBAHASAN
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik," Jika
pertu.
2. Perencanaan tindakan keperawtan untuk mengatasi gangguan
pertkaran gas dengan tindakan pemberian terapi oksigen
Observasi
Monitor kecepatan aliran oksigen
Monitor posisi alat terapi oksigen
Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, analisa gas darah),
jika perlu
Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
Monitor tanda-tanda hipoventilasi
Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis
Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
Kolaborasi
Terapeutik
Edukasi
Terapeutik
Kolaboras!
B. SARAN
1. Bagi Institusi Pendidikan
Penyusunan makalah ini diharapkan dapat dijadikan data atau acuan
untuk melakukan penelitian-penelitian dalam meningkatkan asuhan
keperawatan terutama pada klien dengan PPOK, serta dapat
meningkatkan pembelajaran bagi mahasiswa dalam melakukan
asuhan keperawatan PPOK yang lebih baik yang tidak menyimpang
dari konsep teori.
2. Bagi Kelompok
Diharapkan kelompok dapat lebih giat dalam mencari sumber referensi
tentang kasus penyakit jantung coroner dan belajar untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk memberikan
asuhan keperawatan kepada klien di masa yang akan datang
LAMPIRAN