Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Polusi udara dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan
manusia. Polusi yang disebabkan oleh asap rokok, kebakaran hutan,
dan juga asap kendaraan bermotor. Akibat terpapar oleh polusi udara
yang tidak sehat bisa menyebabkan masalah kesehatan terutama
masalah pada saluran pernapasan. Banyak penyakit pernafasan yang
bisa ditimbulkan seperti bronckitis, emfisema serta penyakit
PPOK(Saminan 2014).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit pada
saluran pernapasan, yang dapat mengakibatkan hambatan aliran
udara dengan manifestasi sesak napas dan gangguan oksigenasi
jaringan serta diikuti dengan adanya obstruksi jalan napas yang
sifatnya menahun(Oktorina,2011).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, penyakit ini
menempati urutan ke-4 sebagai penyebab kematian.Pada dekade
mendatang akan meningkat ke peringkat ketiga. Penyakit Paru
Obstruktif Kronik merupakan penyakit progresif dan mengancam jiwa
yang diperkirakan mempengaruhi lebih dari 251 juta orang di seluruh
dunia. Sedangkan prevalensi di Indonesia menurut Riskesdas 2013
adalah 3,7% atau sekitar 9,2 juta penduduk, Provinsi dengan
prevalensi dari PPOK tertinggi adalah provinsi Nusa Tenggara Timur
10,0%. Sedangkan di Provinsi Bali prevalensi dari PPOK sebesar 3,5
%. Saat ini menjadi penyebab utama keempat kematian di dunia,
menyebabkan lebih dari 3 juta kematian setiap tahunnya. PPOK
diperkirakan akan menjadi penyebab utama ketiga kematian di dunia
pada tahun 2020. (PERHIMPUNAN DOKTER PARU INDONESIA
2018),(rikesdas. 2013).
PPOK dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu,, PPOK ringan
dimana penderita dapat mengalami batuk maupun tidak dan juga
penderita bisa menghasilkan sputum atau tidak dan disertai sesak
nafas. PPOK sedang, dimana penderita mengalami batuk dan juga
menghasilkan sputum serta sesak nafas. PPOK berat, penderita
mengalami gagal nafas kronik dan disertai gagal jantung menurut
Persatuan Dokter Paru Indonesia 2005 dalam(Oemiati, 2013).
Untuk mnemukan penyelesaian dari kasus PPOK kita harus
mengetahui mengenai etilogi, patofisiologi, tanda gejala, pencegahan,
intervensi dll dari penyakita tersebut, oleh karena itu makalah ini
mencoba menguraikan satu persatu mengenai hal-hal yang diutuhkan
untuk memahami penyakit PPOK.

B. TUJUAN PENULISAN
a. Untuk mengetahui definisi PPOK
b. Untuk mengetahui etiologi PPOK
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis PPOK
d. Untuk mengetahui pathway PPOK
e. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik PPOK
f. Untuk mengetahui penatalaksanaan klinis PPOK
g. Untuk mengetahui pengkajian keperawatan PPOK
h. Untuk mengetahui Analisa data PPOK
i. Untuk mengetahui diagnose keperawatan PPOK
j. Untuk mengetahui perencanaan keperawatan PPOK

C. MANFAAT PENULISAN
a. Untuk mengetahui definisi, etiolgi, manifestasi klinis, pemeriksaan
diagnostic dari PPOK
b. Mengetahui penatalaksanaan asuhan keperawatan dari PPOK
c. Bahan pelajaran dan ilmu untuk mahasiswa keperawatan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. DEFINISI PPOK
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) adalah suatu kondisi
yang ditandai dengan obstruksi jalan nafas yang membatasi aliran
udara, menghambat ventilasi yang terjadi ketika dua penyakit paru
terjadi pada waktu bersamaan: bronchitis kronis dan emfisema.
Bronchitis kronis terjadi ketika bronkus mengalami inflamasi dan iritasi
kronis Pembengkakan dan produksi lendir yang kental menghasilkan
obstruksi jalan nafas besar dan kecil. Emfisema menyebabkan paru
kehilangan elastisitasnya, menjadi kaku dan tidak lentur dengan
merangkap udara
dan menyebabkan distensi kronis pada alveoli (Hurst, 2016).
Penyakit paru obstruktif kronik adalah suatu penyakit yang bisa
dicegah dan diatasi, yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara
yang menetap, yang biasanya bersifat progresif dan terkait dengan
adanya respon inflamasi krosnis saluran nafas dan paru-paru terhadap
gas atau partikel berbahaya seperti asap rokok, debu industri, polusi
udara baik dari dalam maupun luar ruangan (Ikawati
2016).
PPOK adalah penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran
udara yang tidak dapat pulih sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara
biasanya bersifat progresif dan di kaitkan dengan respon inflamasi
paru yang abnormal terhadap partikel atau gas berbahaya, yang
menyebabkan penyempitan jalan nafas, hipersekresi mucus, dan
perubahan pada system pembuluh darah paru. Penyakit lain seperti
kistik fibrosis, bronkiektasis, dan asama yang sebelumnya
diklasifikasiakan dalam jenis COPD kini di klasifikasikan paru kronis,
meskipun gejala tumpang tindih dengan COPD lain. Merokok, polusi
udara, dan pajanan di tempat kerja (batu bara, katun, biji-bijian padi)
merupakan factor penting yang menyebabkan terjadinya COPD, yang
dapat terjadi dalam rentang waktu 20-30 tahun (Suddarth, 2015).
B. ETIOLOGI PPOK
Adapun penyakit yang membentuk PPOK adalah sebagai
berikut:
a. Bronkitis Kronik.
Bronkitis Kronis merupakan keadaan yang berkaitan dengan
produksi mukus takeobronkial yang berlebihan, sehingga cukup
untuk menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan
dalam setahun dan paling sedikit 2 tahun secara berturut-turut
(Somantri, 2012). Iritan inhalasi menyebabkan proses inflamasi
kronik dengan vasodilatasi, kongesti dan edema mukosa bronkial.
Sel goblet meningkat dalam hal ukuran dan jumlah serta kelenjar
mukosa membesar. Mukus yang tebal dan banyak dihasilkan
dalam jumlah yang bertambah banyak. Perubahan pada sel
skuamosa bronkial mengganggu kemampuan untuk membersihkan
mukus (Fishman et al., 2008 dalam LeMone et al., 2016).
Penyempitan jalan nafas dan kelebihan sekresi mengobstruksi
jalan nafas. Karena fungsi silier terganggu, mekanisme pertahanan
normal tidak mampu membersihkan mukus dan semua patogen
yang diinhalasi. Infeksi berulang umum pada bronkitis kronik
(LeMone et al., 2016).
3 jenis penyebab bronchitis yaitu:
1. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus
influenzae.
2. Alergi
3. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
Tanda dan gejala
1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi
besar, yang mana akanmeningkatkan produksi mukus.
2. Mukus lebih kental
3. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme
pembersihan mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence"
dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan
kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul,
kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia
sehingga produksi mukus akan meningkat.
4. Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai
dua kali ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara.
Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang
banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-
mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar, tetapi
biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
5. Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan
mengobstruksi jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan
nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian
distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan
ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.
6. Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi
perfusi abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2.
Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai PaCO2.
7. Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia,
maka terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat
penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam,
biasanya karena infeksi pulmonary.
8. Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan
peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak
ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju
penyakit cor pulmonal dan CHF (Bruner & Suddarth, 2002)
b. Emfisema Paru.
Emfisema adalah gangguan yang berupa dinding alveolus
mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut menyebabkan ruang
udara terdistensi secara permanen. Aliran udara terhambat
sebagai hasil dari perubahan tersebut, bukan produksi mucus
seperti yang terjadi pada bronchitis kronis. Merokok sangat
berimplikasi sebagai factor penyebab pada sebagian besar kasus
emfisema (LeMone et al., 2016).
Penyebab: Faktor tidak diketahui, Predisposisi genetic, Merokok,
Polusi udara
Tanda gejala :
1. Dispnea.
2. Takipnea.
3. Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan.
4. Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh
bidang paru.
5. Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan
ekspirasi.
6. Hipoksemia.
7. Hiperkapnia.
8. Anoreksia.
9. Penurunan BB.
10. Kelemahan (Bruner & Suddarth, 2002)
c. Asma Bronkial.
Asma Bronkial adalah suatu gangguan pada saluran Bronkial
yang mempunyai ciri bronkospasme periodik terutama pada
percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai
stimulus seperti faktor biokemikal, endokrin, infeksi, dan psikologi
(Somantri, 2012).
Penyebab:
1. Faktor tidak diketahui
2. Predisposisi genetic
3. Merokok
4. Polusi udara
5. Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
6. Infeksi saluran nafas
7. Stress
8. Olahraga (kegiatan jasmani berat)
9. Obat-obatan
10. Polusi udara
11. Lingkungan kerja 8
12. Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
Tanda dan gejala:
1. Dispnea
2. Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada
terasa berat),
3. wheezing,
4. batuk non produktif
5. takikardi
6. takipnea
(Bruner & Suddarth, 2002)
Patofisiologi PPOK di tandai dengan obstruksi progresif lambat
pada jalan nafas. Penyakit ini merupakan salah satu eksaserbasi
periodic, sering kali berkaitan dengan infeksi pernapasan, dengan
peningkatan gejala dyspnea dan produksi sputum. Tidak seperti
proses akut yang memungkinkan jaringan paru pulih, jalan napas dan
parenkim paru tidak kembali ke normal setelah ekserbasi; Bahkan,
penyakit ini menunjukkan perubahan destruktif yang progresif
(LeMone et al., 2016).
Meskipun salah satu atau lainya dapat menonjol PPOK
biasanya mencakup komponen bronchitis kronik dan emfisema, dua
proses yang jauh berbeda. Penyakit jalan napas kecil, penyempitan
bronkiola kecil, juga merupakan bagian kompleks PPOK. Melalui
mekanisme yang berbeda, proses ini menyebabkan jalan napas
menyempit, resistensi terhadap aliran udara untuk meningkat, dan
ekpirasi menjadi lambat dan sulit (LeMone et al., 2016).

C. MANIFESTASI KLINIS PPOK


manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis menurut Reeves (2001) dalam Rahmadi (2015) :
Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah
malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya
ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang
makin menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang
berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak
(pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten
yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak. Biasanya
pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan
berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien
tersebut tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-
tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab
pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik
banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Selain itu
pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan
yang cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena
produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan
tubuh, kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan
kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi
sel dalam sistem (GI) gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih
membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan
tenaga dalam melakukan pernafasan.

D. KLASIFIKASI PPOK
PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat, menurut Global
Initiative for Chronic Obstructuve Lung Disease (GOLD) dalam
Rahmadi tahun 2015, yaitu:
a. Derajat 0 (beresiko)
Gejala klinis : memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis,
produksi sputum, dan dispnea, terdapat paparan faktor resiko,
sprirometri : normal.
b. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala Klinis : batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak
sering. Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa
menderita PPOK.
c. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala Klinis : sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang
ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini
biasanya pasien mulai memeriksakan kesehatannya.
d. Derajat III (PPOK Berat)
Gejala Klinis : sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah
dan serangan eksasernasi semakin sering dan berdampak pada
kualitas hidup pasien
e. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala Klinis : Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas
atau gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada
derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi
dapat mengancam jiwa biasanya disertai gagal napas kronik.
E. PATHWAY PPOK

Genetik Faktor lingkungan Merokok

Defisiensi Zat nikotin dan


Polusi udara
antitripsin alfa 1 karbon dioksida

Menurunkan fungsi
epitel dan saluran nafas

Pencetus :
Asma, bronkhitis kronis, empisema, brokhietasis

PPOK

Respon inflamasi

Hipersekresi mukus Lisis dinding alveoli

Penumpukan lendir dan Kerusakan alveolar


sekresi berlebih
Kolaps saluran nafas kecil
Merangsang refleks batuk saat ekspirasi
Obstruksi jalan
nafas
Bersihan jalan nafas tidak efektif Obstruksi pada pertukaran O2 da
CO2 dari dan ke paru-paru
Penurunan suplai O2 Kompensasi tubuh RR Sesak nafas

Hipoksemia Pola nafas tidak efektif Penurunan nafsu makan

Gangguan pertukaran gas Defisit nutrisi


F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PPOK
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Somantri (2009) antara lain :
a. Chest X-Ray : dapat menunjukan hiperinflation paru, flattened
diafragma, peningkatan ruang udara restrotenal, penurunan tanda
vaskuler/bullae (emfisema), peningkatan suara bronkovaskular
(bronkitis), normal ditemukan saat periode remisi (asma).
b. Pemeriksaan Fungsi Paru : dilakukan untuk menentukan
penyebab dispnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut
apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat
disfungsi, dan mengevaluasi efek dari terapi, misalnya
bronkodilator.
c. Total Lung Capacity (TLC) : meningkat pada bronkitis berat dan
biasanya pada asma, namun menurun pada emfisema.
d. Kapasitas Inspirasi : menurun pada emfisema.
e. FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap
tekanan kapasitas vital (FVC) menurun pada bronkitis dan asma.
f. Arterial Blood Gasses (ABGs) : menunjukan proses penyakit
kronis, sering kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau
meningkat (bronkitis kronis dan emfisema), tetapi sering kali
menurun pada asma, pH normal atau asidosis, alkalosis repiratori
ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau
asma).
g. g.Bronkogram : dapat menunjukan dilatasi dari bronki saat
inspirasi, kolaps bronkial pada tekanan ekspirasi (emfisema),
pembesaran kelenjar mukus (bronkitis).
h. h.Darah Lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin (emfisema
berat) dan eosinofil (asma).
i. Kimia Darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada
emfisema primer.
j. Sputum Kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan
mengidentifikasi patogen, sedangkan pemeriksaan sitologi
digunakan untuk menentukan penyakit keganasan atau alergi.
k. Elektrokardiogram (EKG) : deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi
(asma berat), atrial distritmia (bronkitis), gelombang P pada leads
II, III, dan AVF panjang, tinggi (pada bronkitis dan emfisema), dan
aksis QRS vertikal (emfisema).
l. Exercise EKG, Stress test : membantu dalam mengkaji tingkat
disfungsi pernapasan, mengevaluasi keefektifan obat
bronkodilator, dan merencanakan/evaluasi program

Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru


Obstruksi Kronis (PPOK) menurut (Bruner & Suddarth)

a. Pemeriksaan radiologi
1. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-
garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru.
Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah
2. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada
emfisema panlobular dan pink puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
3) Pemeriksaan faal paru. Pada bronchitis kronik terdapat VEP1
dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang
normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV,
dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR,
sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih
jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini
perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways).
Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan
alveoli untuk difusi berkurang.
b. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun,
timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan
penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang
pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada
kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan
harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab
payah jantung kanan.
c. Pemeriksaan EKG Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock
wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi
aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.
Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S
kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
d. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi. 5.
Laboratorium darah lengkap

G. PENATALAKSAAN KLINIS
a. MEDIS (FARMAKOLOGI)
Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan
1. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi
disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin
4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat
diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza
dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase
Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau
doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut
terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu
mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-
10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi
sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan
antibiotik yang kuat.
2. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan
karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap
CO
3. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum
dengan baik.
4. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas,
termasuk di dalamnya golongan adrenergik b dan anti
kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan
atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan
nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.
Terapi jangka panjang di lakukan :
1. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin
4×0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
2. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi
saluran napas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini
dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
3. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
4. Mukolitik dan ekspektoran
5. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami
gagal napas tipe II dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)
6. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja,
merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan
sosialisasi agar terhindar dari depresi.
b. KEPERAWATAN
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera
menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
2. Memposisikan pasien semi fowler agar membuka jalan nafas
3. Pemberian oksigen sesuai resep
4. Pemberian Pendidikan kesehatan tentang penyakit
5. Kolaborasi

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. KELUHAN UTAMA
Keluhan utama yang timbul pada pasien ppok umumnya Pasien
mengeluh sesak nafas berat, batuk berdahak,lemes,
b. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
Merupakan informasi tentang keadaan dan keluhan-keluhan pasien
yang paling dirasaan saat ini.
c. RIWAYAT KESEHATAN SEBELUMNYA
Data yang menyatakan adanya factor predisposisi timbulnya
penyakit ini, diantaranya adalah riwayat alergi, Astma, Perokok,
Batuk.

d. PEMERIKSAAN FISIK PER-SISTEM


Menurut Doenges (2012) pengkajian pada pasien dengan PPOK
ialah :
1. Aktivitas dan istirahat :
Gejala :
1) Keletihan, kelemahan, malaise.
2) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
karena sulitbernafas.-Ketidakmampuan untuk tidur, perlu
tidur dalam posisi duduk tinggi.
3) Dispnea pada saat istirahat atau latihan dengan tanda
Keletihan,
Tanda :
1) Gelisah.
2) insomnia.
3) Kelemahan umum atau kehilangan masa otot.
2. Sirkulasi
Gejala :
Pembengkakan pada ekstrimitas bawah.
Tanda :
1) Peningkatan tekanan darah.
2) Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau
disritmia.
3) Distensi vena leher atau penyakit berat.
4) Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit
jantung.
5) Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter
AP dada)
6) Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-
abu atau sianosis, kuku tabuh dan sianosis perifer.
7) Pucat dapat menunjukkan anemia.
3. Integritas Ego
Gejala :
1) Peningkatan faktor resiko.
2) Perubahan pola hidup.
4. Ansietas, ketakutan, peka rangsang Makanan atau Cairan
Gejala :
1) Mual atau muntah.
2) Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
3) Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
4) Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan-
berat badan
5) Menunjukkan edema (bronchitis).
Tanda :
1) Mual atau muntah.
2) Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
3) Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
4) Penurunan berat badan menetap (emfisema),
peningkatan berat bada menunjukkan edema
(bronchitis).
5. Hygiene
Gejala :
Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan
bantuan melakukan aktivitas sehai-hari.
Tanda :
Kebersihan buruk, bau badan.
6. Pernafasan
Gejala :
1) Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea
sebagai gejala menonjol pada emfisema , khususnya
pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas
(asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk
bernafas (asma).
2) Lapar udara kronis.
3) Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari
terutama saat bangun selama minimal 3 bulan berturut-
turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum
(hijau, putih atau kuning) dapat banyak sekali (bronkhitis
kronis).
4) Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada
tahap dini meskipun dapat menjadi produktif (emfisema).
5) Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia
atau iritan pernafasan dalam jangka panjang misalnya
rokok sigaret atau debu atau asap misalnya asbes, debu
batubara, rami katun, serbuk gergaji.
6) Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa
antritipsin (emfisema).
7) Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
Tanda :
1) Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi
memanjang dengan mendengkur, nafas bibir (emfisema).
2) Lebih memilih posisi 3 titik (tripot) untuk bernafas
khususnya dengan eksasebrasi akut (bronchitis kronis).
3) Penggunaan otot bantu pernafasan misalnya
meninggikan bahu, retraksi fosa supraklavikula,
melebarkan hidung.
4) Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian
diameter AP (bentuk barrel chest), gerakan diafragma
minimal.
5) Bunyi nafas mungkin redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema), menyebar, lembut, atau krekels lembab
kasar (bronkhitis), ronki, mengi, sepanjang area paru
pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi
berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi nafas
(asma).
6) Perkusi ditemukan hiperesonan pada area paru misalnya
jebakan udara dengan emfisema, bunyi pekak pada area
paru misalnya konsolidasi, cairan, mukosa.
7) Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 sampai 5 kata
sekaligus.
8) Warna pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku.
Keabu-abuan keseluruhan, warna merah (bronkhitis
kronis, biru menggembung). Pasien dengan emfisema
sedang sering disebut pink puffer karena warna kulit normal
meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi
pernafasan cepat.
9) Tabuh pada jari-jari (emfisema).
7. Keamanan
Gejala :
1) Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor
lingkungan.
2) Adanya atau berulangnya infeksi.
3) Kemerahan atau berkeringan (asma)
8. Seksual
Gejala :
Penurunan libido.
9. Interaksi Sosial
Gejala :
1) Hubungan ketergantungan.
2) Kurang sistem pendukung.
3) Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atau
orang terdekat.
4) Penyakit lama atau kemampuan membaik.
Tanda :
1) Ketidakmampuan untuk membuat atau mempertahankan
suara karena distress pernafasan.
2) Keterbatasan mobilitas fisik.
3) Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
5) Penyuluhan atau pembelajan
Gejala :
1) Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernafasan.
2) Kesulitan menghentikan merokok.
3) Penggunaan alkohol secara teratur.
4) Kegagalan untuk membai

I. ANALISA DATA
No Tanda Gejala Etiologi Masalah
1. DS: Genetik Bersihan jalan
-Dispnea nafas tidak efektif
-Sulit bicara Defisiensi antitripsin apha 1
-Otopnea
DO: Asma
-Batuk tidak efektif,
-Tidak mampu batuk, PPOK
Sputum berlebih ,
Mengi, Respon inflamasi
-Wheezing dan atau
ronchi kering, letih Hipersekresi mukus
lesu
-Gelisah Penumpukan lendir dan
-Sianosis sekresi berlebih
-Bunyi nafas
menurun Merangsang refleks bantuk
- frekuensi nafas
berubah Bersihan jalan nafas tidak
-Pola nafas berubah efektif
2 DS : Factor lingkungan Gangguan
Dispnea pertukaran gas
-Pusing Polusi udara
-Penglihatan kabur
DO : Bronkhitis kronis / Asma
-PCO2 meningkat
atau menurun PPOK
-PO2 menurun
-Takikardia Respon inflamasi
-pH arteri meningat
atau menurun Hipersekresi mukus
-Bunyi nafas
tambahan Penumpukan lendir dan
-Sianosis sekresi berlebih
-Diasporesis
-Pola nafas abnormal Obstruksi jalan nafas
-Penurunan
kesadaran Penurunan suplai oksigen

Hipoksemia

Gangguan pertukaran gas


3 DS : Merokok Pola nafas tidak
-Dispnea efektif
-Ortopnea Mengandung zat nikotin dan
DO : CO2
-Penggunaan otot
bantu pernafasan Menurunnya fungsi sel epitel
-Hasil ekspirasi paa saluran nafas
memanjang
-Pola nafas abnormal Empisema
-Pernafasan pursed-
lip PPOK
-Pernafpasan cuping
hidung Respon inflamasi
-Diameter thorax
anterior posterior Hipersekresi mukus
meningkat
-Ventilasi semenit Penumpukan lendir dan
menurun sekresi berlebih
-Kapasitas vital
menurun Obstruksi jalan nafas
-Tekanna ekspirasi
menurun Penurunan suplai oksigen
-Tekanan inspirasi
menurun Hipoksemia
-ekskursi dada
berubah Gangguan pertukaran gas

Kompensasi tubuh dengan


peningkatan respirasi

Pola nafas tidak efektif


4 DS : PPOK Defisit nutrisi
-cepat kenyang
setelah makan Respon inflamasi
-kram atau nyeri
abdomen Hipersekresi mukus
-nafsu makan
menurun Penumpukan lendir dan
DO : sekresi berlebih
-penurunan BB
Bisiing usus hiperaktif Obstruksi jalan nafas
-otot mengunyah
lemah Penurunan suplai oksigen
-otot menelan lemah
-membran mukosa Hipoksemia
pucat
-sariawan Gangguan pertukaran gas
-serum albumin turun
-rambut rontok Kompensasi tubuh dengan
berlebih peningkatan respirasi
-diare
Sesak nafas

Penurunan nafsu makan

Penurinan BB

Defisit nutrisi

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi mukus
2. Gangguan pertukaran gas b.d asfiksia
3. Pola nafas tidak efektif b.d depresi sistem saraf pusat (Hipoksemia)
4. Defisit nutrisi b.d adanya infeksi

K. PERENCANAAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
nafas tidak tindakan keperawatan Observasi
efektif b.d 3x24 jam sekret pasien  Monitor pola napas
hipersekresi berkurang dengan (frekuensi, kedalaman,
mukus kriterian hasil : usaha napas)
 Mengi menurun  Monitor bunyi napas
 Wheezing menurun tambahan (mis. gurgling,
 Dispnea menurun mengi, whoezing, ronkhi
 Sianosis menurun kering)
 Monitor sputum (jumlah,
wama, aroma)
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-
tiť dan Chin-lift (jaw-thrust
jika curiga trauma
servikal)
 Posisikan seml-Fowler
atau Fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisloterapi dada,
jika perlu
 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
 Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep McGill
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,"
Jika pertu.
2 Gangguan Setelah dilakukan Terapi oksigen
pertukaran gas tindakan keperawatan Observasi
b.d asfiksia selama 3x24 jam  Monitor kecepatan aliran
oksigenasi dan atau oksigen
eliminasi karbondioksida  Monitor posisi alat terapi
pada membran alveolus oksigen
sampai kapiler dalam  Monitor aliran oksigen
batas normal dengan secara periodik dan
kriteria hasil : pastikan fraksi yang
 bunyi nafas diberikan cukup
tambahan menrun  Monitor efektifitas terapi
 nafas cuping hidung oksigen (mis. oksimetri,
menurun analisa gas darah), jika
 takikardi menurun perlu
 sianosis menurun  Monitor kemampuan
 pola nafas membaik melepaskan oksigen saat
makan
 Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
 Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelektasis
 Monitor tingkat
kecemasan akibat terapi
oksigen
 Monitor integritas mukosa
hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik
 Bersihkan sekret pada
mulut, hidung dan trakea,
jika perlu
 Pertahankan kepatenan
jalan napas
 Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
 Berikan aksigen
tambahan, jika perlu
 Tetap berikan oksigen
saat pasien ditransportasi
 Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi
 Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
 Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur
3 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Pemantauan respirasi
efektif b.d tindakan keperawatan Observasi
depresi sistem selama 3x24 jam  Monitor frekuensi, irama,
saraf pusat inspirasa dan atau kedalaman dan upaya
(Hipoksemia) ekspirasi menjadi napas
adekuat dengan kriteria  Monitor pola napas
hasil : (seperti bradipnea,
 Ventilasi dalam satu takipnea, hiperventilasi,
menit meningkat Kussmaul, Choyne-
 Tekanan ekspirasi Stokes.Biot, ataksik)
dan inspirasi  Monitor kemampuan
meningkat batuk efektif
 Dispnea menurun  Monitor adanya produksi
 Penggunaan otot sputum
bantu nafas  Monitor adanya sumbatan
menurun jalan napas
 Frekuensi napas  Palpasi kesimetrisan
membaik ekspansi pahi
 Kedalaman nafas  Auskultasi bunyi napas
membaik  Monitor saturasi oksigen
 Ekskursi dada  Monitor nilai AGD
membaik  Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
 Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
4 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
b.d adanya tindakan keperawatan Observesi
infeksi selama 2x24 jam status  Identifikasi status nutrisi
nutrisi membaik dengan  identifikasi alergi dan
kriteria hasil : intoleransi makanan
 Berat badan pasien  Identifikasi makanan yang
naik disukai
 Nafsu makan  Identifikasi kebutuhan
meningkat kalori dan jenis nutrien
 Status menelan  Identifikasi perlunya
membaik penggunaan selang
 Tingkat depresi nasogastrik
menurun  Monitor asupan makana
 Tingkat nyeri  Monitor berat badan
menurun  Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
 Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
pirarnida makanan)
 Sajikan makanan secara
menank dan suhu yang
sesuai
 Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen
makanan, jika perlu
 Hentikan pernberian
makan melalui selang
nasogatrik jika asupan
oral dapat ditolerans
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaboras!
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antiemetik). Jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan,jika perlu

BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Seorang laki-laki berusia 40 tahun dirawat di ruang paru dengan
keluhan sesak napas berat sejak 2 hari yang lalu disertai nyeri dada
kanan. Dalam tiga hari ini batuk makin sering dengan dahak lebih
pekat berwarna kuning kehijauan. Kedua tungkai bengkak sejak satu
bulan. Riwayat batuk dan sesak sudah berjalan sejak sepuluh tahun
yang lalu. Dua tahun ini dirasa lebih berat dan sering diikuti mengi,
BBnya mengalami penurunan. Pernah diberi obat hirup (inhaler) dan
disarankan berhenti merokok. Klien pernah bekerja di pabrik asbes
selama tujuh tahun. Pada pemeriksaan keadaan umum: penderita
gelisah dan tampak sianosis. Pemeriksaan paru : inspeksi statis dada
kanan menonjol daripada kiri dan saat bernapas dada kanan
tertinggal. Paru kanan perkusi hipersonor, auskultasi suara napas
melemah. Paru kiri didapatkan ronki dan wheezing. Pemeriksaan
jumlah leukosit belum ada hasil. Pemeriksaan foto toraks: paru kanan
kolaps disertai gambaran hiperlusen dan pleural line dan paru kiri
emfisematous. Pemeriksaan kultur mikroorganisme dan sitologi
sputum belum ada hasil.
a. Biodata
nama: tn A
usia : 40 tahun
alamat : -
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama : pasien mengeluh sesak napas berat.
2. Riwayat kesehatan sekarang
pasien mengeluh sesak napas berat sejak dua hari yang
lalu disertai nyeri dada kanan, dalam tiga hari ini batuk
meningkat disertai dahak berwarna kuning kehijauan, tungkai
bengkak sejak satu bulan
3. Riwayat kesehatan dahulu
Batuk dan sesak sudah 10 tahun yang lalu, dua tahun ini
semakin memberat diiringi mengi, riwayat mengggunakan obat
hirup (inhaler), bekerja di pabrik asbes 7 tahun. Perokok.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada data
c. Kebutuhan dasar / pola kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi : bb mengalami penurunan
b. Eliminasi : tidak terkaji
c. Pola istirahat tidur : Tidak terkaji
d. Pola reproduksi atau seksualitas ; tidak terkaji
d. Pemeriksaan fisik
Kesadaran umun gelisah dan tampak sianosis
Ttv : -
e. Pengkajian persistem
1. Sistem pernapasan /paru
a) Infeksi statis dada kanan menonjol dar ipada kiri, dan pada
saat bernafas dada kanan tertinggal.
b) Perkusi paru kanan hipersonor
c) Auskultasi suara napas melemah, paru kiri didapatkan ronchi
da wheezing
2. Sistem kardiovaskuer
Infeksi statis dada kanan menonjol dar ipada kiri, dan pada
saat bernafas dada kanan tertinggal
Auskultasi : tidak tekaji
Palpasi : -
3. Sistem muskuloskeletal / ektremitas
Tungkai : bengkak
Sianosis.

f. Pemeriksaan penunjang
Leukosit : belum ada hasil
Foto thorax : paru kanan kolaps disertai gambaran hiperlusen dan
pleural line.
Paru kiri emfisematous
Kultur mikroorganisme dan sitologi sputum : belum ada hasil
B. ANALISA DATA

No Tanda Gejala Etiologi Masalah


1. DS:pasien Genetik Bersihan jalan
mengtakan sesak nafas tidak efektif
napas berat Defisiensi antitripsin apha 1

DO: Asma
 Ronchi +
 Wheezing + PPOK
Batuk berdahak +
Respon inflamasi

Hipersekresi mukus

Penumpukan lendir dan


sekresi berlebih

Merangsang refleks bantuk

Bersihan jalan nafas tidak


efektif
2 DS : - Factor lingkungan Gangguan
pertukaran gas
DO: Polusi udara
 Bunyi nafas
tambahan Bronkhitis kronis / Asma
(ronchi)
 Sianosis PPOK
 Gelisah
 Pasien riwayat Respon inflamasi
peroko
Hipersekresi mukus

Penumpukan lendir dan


sekresi berlebih

Obstruksi jalan nafas

Penurunan suplai oksigen

Hipoksemia

Gangguan pertukaran gas


3 DS:pasien mengeluh Merokok Pola nafas tidak
nyeri dada sebelah efektif
kanan Mengandung zat nikotin dan
CO2
DO:
 ekskursi dada Menurunnya fungsi sel epitel
berubah paa saluran nafas
 hasil thorax paru
kanan kolaps Empisema
 perkusi paru
kanan hipersonor PPOK
 Auskultasi suara
napas melemah Respon inflamasi

Hipersekresi mukus
Penumpukan lendir dan
sekresi berlebih

Obstruksi jalan nafas

Penurunan suplai oksigen

Hipoksemia

Gangguan pertukaran gas

Kompensasi tubuh dengan


peningkatan respirasi

Pola nafas tidak efektif


4 DS :- PPOK Defisit nutrisi

DO: Respon inflamasi


Terjadi penurunan bb
Hipersekresi mukus

Penumpukan lendir dan


sekresi berlebih

Obstruksi jalan nafas

Penurunan suplai oksigen

Hipoksemia

Gangguan pertukaran gas

Kompensasi tubuh dengan


peningkatan respirasi

Sesak nafas
Penurunan nafsu makan

Penurinan BB

Defisit nutrisi

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekresi mukus
2. Gangguan pertukaran gas b.d asfiksia
3. Pola nafas tidak efektif b.d depresi sistem saraf pusat (Hipoksemia)
4. Defisit nutrisi b.d adanya infeksi

D. PERENCANAAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
nafas tidak tindakan keperawatan Observasi
efektif b.d 3x24 jam sekret pasien  Monitor pola napas
hipersekresi berkurang dengan (frekuensi, kedalaman,
mukus kriterian hasil : usaha napas)
 Mengi menurun  Monitor bunyi napas
 Wheezing menurun tambahan (mis. gurgling,
 Dispnea menurun mengi, whoezing, ronkhi
 Sianosis menurun kering)
 Monitor sputum (jumlah,
wama, aroma)
 Monitor kemampuam
batuk efektif.
Terapeutik
 Posisikan seml-Fowler
atau Fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisloterapi dada.
 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
 Berikan oksigen.
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
2 Gangguan Setelah dilakukan Terapi oksigen
pertukaran gas tindakan keperawatan Observasi
b.d asfiksia selama 3x24 jam  Monitor kecepatan aliran
oksigenasi dan atau oksigen
eliminasi karbondioksida  Monitor posisi alat terapi
pada membran alveolus oksigen
sampai kapiler dalam  Monitor aliran oksigen
batas normal dengan secara periodik dan
kriteria hasil : pastikan fraksi yang
 bunyi nafas diberikan cukup
tambahan menrun  Monitor efektifitas terapi
 pola nafas membaik oksigen (mis. oksimetri,
analisa gas darah),
 Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
 Monitor tanda-tanda
hipoventilas
 Monitor tingkat
kecemasan akibat terapi
oksigen
 Monitor integritas mukosa
hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik
 Bersihkan sekret pada
mulut, hidung dan trakea,
 Pertahankan kepatenan
jalan napas
 Atur peralatan pemberian
oksigen
 Berikan aksigen
tambahan, jika perlu
 Tetap berikan oksigen
saat pasien ditransportasi
 Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi
 Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
 Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur
3 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Pemantauan respirasi
efektif b.d tindakan keperawatan Observasi
depresi sistem selama 3x24 jam  Monitor frekuensi, irama,
saraf pusat inspirasa dan atau kedalaman dan upaya
(Hipoksemia) ekspirasi menjadi napas
adekuat dengan kriteria  Monitor pola napas
hasil : (seperti bradipnea,
 Ventilasi dalam satu takipnea, hiperventilasi,
menit meningkat Kussmaul, Choyne-
 Tekanan ekspirasi Stokes.Biot, ataksik)
dan inspirasi  Monitor kemampuan
meningkat batuk efektif
 Frekuensi napas  Monitor adanya produksi
membaik sputum
 Kedalaman nafas  Monitor adanya sumbatan
membaik jalan napas
 Ekskursi dada  Palpasi kesimetrisan
membaik ekspansi pahi
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
 Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
4 Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi
b.d adanya tindakan keperawatan Observesi
infeksi selama 2x24 jam status  Identifikasi status nutrisi
nutrisi membaik dengan  identifikasi alergi dan
kriteria hasil : intoleransi makanan
 Berat badan pasien  Identifikasi makanan yang
naik disukai
 Nafsu makan  Identifikasi kebutuhan
meningkat kalori dan jenis nutrien
 Tingkat nyeri  Identifikasi perlunya
menurun penggunaan selang
nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
 Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis.
pirarnida makanan)
 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
 Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen
makanan, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaboras!
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antiemetik). Jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan,jika perlu

BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam Bab pembahasan ini, penulis akan membahas permaslahan


tentang Asuhan keperawatan pada Tn.A usia 40 tahun dengan ppok.
Pembahasan akan diuraikan sesuai masalah yang ditemukan dengan
menggunakan pendekatan konsep dasar yang mendukung meliputi
pegkajjian, diagnosa keperawtan, dan rencana tindakan keperawatan.
Penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang muncul pada asuhan
keperawatan antara teori dengan kasus yang penulis kelola. Penulis akan
membahas tentang diagnosa yang muncul dalam melaksanakan tindakan
keperawatan
A. Pengkajian keperawatan
1. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : pasien mengeluh sesak napas berat.
b. Riwayat kesehatan sekarang
pasien mengeluh sesak napas berat sejak dua hari yang lalu
disertai nyeri dada kanan, dalam tiga hari ini batuk meningkat
disertai dahak berwarna kuning kehijauan, tungkai bengkak sejak
satu bulan
c. Riwayat kesehatan dahulu
Batuk dan sesak sudah 10 tahun yang lalu, dua tahun ini semakin
memberat diiringi mengi, riwayat mengggunakan obat hirup
(inhaler), bekerja di pabrik asbes 7 tahun. Perokok.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada data
2. Kebutuhan dasar / pola kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi : bb mengalami penurunan
b. Eliminasi : tidak terkaji
c. Pola istirahat tidur : Tidak terkaji
d. Pola reproduksi atau seksualitas ; tidak terkaji
e. Pemeriksaan fisik.
Kesadaran umun gelisah dan tampak sianosis
Ttv : -
3. Pengkajian persistem
a. Sistem pernapasan /paru
a) Infeksi statis dada kanan menonjol dar ipada kiri, dan pada
saat bernafas dada kanan tertinggal.
b) Perkusi paru kanan hipersonor
c) Auskultasi suara napas melemah, paru kiri didapatkan ronchi
da wheezing,
b. Sistem kardiovaskuer
Infeksi statis dada kanan menonjol dar ipada kiri, dan pada
saat bernafas dada kanan tertinggal
Auskultasi : tidak tekaji
Palpasi : -
c. Sistem pencernaan
Sianosis
d. Sistem muskuloskeletal / ektremitas
Tungkai : bengkak
Sianosis.
B. Diagnosa keperawatan sesuai teori
Setelah dilakukan pengjian dan perumusan masalah pada kasus yang
dilami pasien diagnosa keperawatan yang di tegakan sesuai SDKI (2018)
untuk mengatasi penyakit ppok diantaranya:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif, pasien mengeluh sesak napas berat
sejak 2 hari yang lalu disertai nyeri dada kanan. Dalam tiga hari ini
batuk makin sering dengan dahak lebih pekat berwarna kuning
kehijauan hipersekresi mukus
2. Gangguan pertukaran gas, pasien tampak gelisah, sianosis, dispneu
(sesak napas berat)
3. Pola nafas tidak efektif, pasien sesak berat, dada kanan
tertinggal/kolaps dada kiri mengembang
4. Defisit nutrisi, pasien mengalami penurunan berat badan.
Pada konsep dasar teori asuhan keperawatan dengan ppok diagnosa
yang muncukl yaitu ada enpat diantaranya : Bersihan jalan nafas tidak
efektif b.d hipersekresi mukus, Gangguan pertukaran gas b.d asfiksia,
Pola nafas tidak efektif b.d depresi sistem saraf pusat (Hipoksemia),
Defisit nutrisi b.d adanya infeksi.
Diagnosa yang ada didalam teori muncul semua pada kasus kelompok
yang kami kaji, karena semua data yang terdapat pada kasus menunjang
pada keempat diagnosa keperawatan.
C. Perencanaan Tindakan Keperawatan
Intervensi keperawatan dimulai setelah data-data terkumpul dan dianalisa
sehingga terumuskan diagnosa keperawtan. Penulis menyusun
intervennsi keperawatan berdasarkan SLKI dan SIKI(2018) yang disusun
sesuai diagnosa keperawatan prioritas
Dibawah ini bahasan perencanaan yg dirumuskan sesuai SLKI dan SIKI
(2018):
1. Perencanaan tindakan keperawtan untuk mengatasi besihan jalan
napas tidak efektif dengan tindakan Manajemen jalan nafas.
Observasi

 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)


 Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi, whoezing,
ronkhi kering)
 Monitor sputum (jumlah, wama, aroma)
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tiť dan Chin-lift
(jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
 Posisikan seml-Fowler atau Fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisloterapi dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
 Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik," Jika
pertu.
2. Perencanaan tindakan keperawtan untuk mengatasi gangguan
pertkaran gas dengan tindakan pemberian terapi oksigen
Observasi
 Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor posisi alat terapi oksigen
 Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
 Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, analisa gas darah),
jika perlu
 Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis
 Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
 Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen

Terapeutik

 Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu


 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
 Berikan aksigen tambahan, jika perlu
 Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
 Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi

 Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah

Kolaborasi

 Kolaborasi penentuan dosis oksigen


Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur
3. Perencanaan tindakan keperawtan untuk mengatasi pola napas tidak
efektif dengan tindakan Pemantauan respirasi
Observasi
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
 Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
Kussmaul, Choyne-Stokes.Biot, ataksik)
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi pahi
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik

 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien


 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

Informasikan hasil pemantauan, jika perlu


4. Perencanaan tindakan untuk mengatasi defisit nutrisi dengan tindakan
Manajemen nutrisi
Observesi
 Identifikasi status nutrisi
 identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
 Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
 Monitor asupan makana
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


 Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. pirarnida makanan)
 Sajikan makanan secara menank dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pernberian makan melalui selang nasogatrik jika asupan
oral dapat ditolerans
Edukasi

 Anjurkan posisi duduk, jika mampu


 Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaboras!

 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda


nyeri, antiemetik). Jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan,jika perlu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) adalah suatu kondisi yang
ditandai dengan obstruksi jalan nafas yang membatasi aliran udara,
menghambat ventilasi yang terjadi ketika dua penyakit paru terjadi pada
waktu bersamaan: bronchitis kronis dan emfisema. gejala yang
merupakan ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis pada sistem
pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan
produksi dahak khususnya yang makin menjadi di saat pagi hari. Nafas
pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan
produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi
batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin
banyak.

B. SARAN
1. Bagi Institusi Pendidikan
Penyusunan makalah ini diharapkan dapat dijadikan data atau acuan
untuk melakukan penelitian-penelitian dalam meningkatkan asuhan
keperawatan terutama pada klien dengan PPOK, serta dapat
meningkatkan pembelajaran bagi mahasiswa dalam melakukan
asuhan keperawatan PPOK yang lebih baik yang tidak menyimpang
dari konsep teori.
2. Bagi Kelompok
Diharapkan kelompok dapat lebih giat dalam mencari sumber referensi
tentang kasus penyakit jantung coroner dan belajar untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk memberikan
asuhan keperawatan kepada klien di masa yang akan datang
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai