Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN TUTORIAL KEPERAWATAN GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN PPOK

DISUSUN OLEH : KELOMPOK II

NAMA :

1. Mustika ratu 7. Ester enjelina palmar

2. Eva bonita 8. Dominatri

3. Nur wulan 9. Nur fatanah

4. Ova dwi anofa 10. Harza hadi kusuma

5. Nurul aini 11. Odi irawan

6. Fahmi rahman

Dosen Pembimbing : Ns. Ni Made Sumartyawati.,M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM

2020/2021

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronchitis kronis,
bronkiektasis, emfisiema dan asma . PPOK merupakan kondisi irreversible yang berkaitan
dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. PPOK
merupakan penyebab kematian ke 5 terbesar di Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang lebih
dari 25% dari populasi dewasa.
Obstruksi jalan napas yang menyebabkan reduksi aliran udara beragam tergantung pada
penyakit. Pada bronchitis kronik dan bronkiolitis, penumpukan lendir dan sekresi yang sangat
banyak menyumbat jalan napas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan
karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi ruang
udara dalam paru-paru. Pada asma, jalan napas bronchial menyempit dan membatasi jumlah
udara yang mengalir dalam paru-paru. Protocol pengobatan tertentu digunakan dalam semua
kelainan ini, meski patafisiologi dari masing-masing kelainan ini membutuhkan pendekatan
spesifik.
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhulubungan dengan interaksi genetic dengan
lingkungan. Merokok, polusi udara dan pemajanan ditempat kerja (terhadap batu bara, kapas,
padi-padian ) merupakakn factor-faktor risiko penting yang menunjang pada terjadinya penyakit
ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20-30 tahunan. PPOK juga ditemukan
terjadi pada individu yang tidak mempunyai enzim yang normal mencegah panghancuran
jaringan paru oleh enzim tertentu. PPOK tampak timbul cukup dini dalam kehidupan dan
merupakan kelainan yang mempunyai kemajuan lambat yang timbul bertahun-tahun sebelum
awitan gejala-gejala klinis kerusakan fungsi paru.
PPOK sering menjadi simptomatik selama tahun-tahun usia baya, tetapi insidennya
meningkat sejalan dengan peningkatan usia. meskipun aspek-aspek paru tertentu, seperti
kapasitas vital dan volume ekspirasi kuat, menurun sejalan dengan peningkatan usia, PPOK
memperburuk banyak perubahan fisiologi yang berkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan
obstruksi jalan napas (dalam bronchitis) dan kehilangan daya kembang elastic paru (pada
emfisema). Karenanya, terdapat perubahan tambahan dalam rasio ventilasi perkusi pada pasien
lansia dengan PPOK.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah makalah ini antara lain:
1. Apa pengertian PPOK?
2. Bagaimana klasifikasi dari PPOK?
3. Apa saja etiologi dari PPOK?
4. Bagaimana pathogenesis PPOK?
5. Bagaimana tanda dan gejala pasien dengan PPOK?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostic pada pasien PPOK?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien PPOK?
8. Bagiamana asuhan keperawatan pada pasien PPOK?

3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
 Secara umum
1. Agar menambah pengetahuan mahasiswa tentang PPOK
2. Agar mahasiswa/mahasiwi dapat menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
PPOK.

 Secara khusus
1. Menjelaskan pengertian PPOK
2. Mengklasifikasikan PPOK
3. Menyebutkan etiologi dari PPOK
4. Menjelaskan pathogenesis dari PPOK
5. Menjelaskan apa saja tanda dan gejala pasien dengan PPOK
6. Menjelaskan pemeriksaan diagnostic pada pasien PPOK
7. Memahami bagaimana penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien PPOK
8. Menjelaskan dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien PPOK

BAB II

ISI
A. Pengertian
Penyakit paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Bronchitis kronik,
emfisema paru dan asma bronchial membentuk kesatuan yang disebut PPOK. Agaknya ada
hubungan etiologi dan sekuensial antara bronchitis kronis dan emfisema, tetapi tampaknya
tidak ada hubungan antara penyakit itu dengan asma. Hubungan ini nyata sekali
sehubungan dengan etiologi, pathogenesis dan pengobatan.
PPOK adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap disertai dengan
kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran nafas , batuk
produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut (Ovedoff, 2002).
Sedangkan menurut Price & Wilson (2005), COPD adalah suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai
dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Menurut Carpenito
(1999) COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu kumpulan penyakit
paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk bronchitis, empisema,
bronkietaksis dan asma. PPOM paling sering diakibatkan dari iritasi oleh iritan kimia
(industri dan tembakau), polusi udara, atau infeksi saluran pernapasan kambuh.

B. Klasifikasi
Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Asma Bronkhial : dikarakteristikkan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot halus
bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin, latihan, obat, kimia dan
infeksi.
2. Bronkitis kronis : ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran
dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit
selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor
paru, dan asma bronkial.
3. Emfisema : suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara
abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan dinding
alveolus.

C. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer, 1999)
adalah :
1. Kebiasaan merokok
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok
adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara fisiologis rokok berhubungan
langsung dengan hiperplasia kelenjar mukosa bronkus dan metaplasia skuamulus
epitel saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkan bronkokonstriksi akut. Menurut
Crofton & Doouglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar,
makrofage alveolar dan surfaktan.
a. Riwayat Perokok :
1) Perokok Aktif
2) Perokok Pasif
3) Bekas Perokok
b. Derajat berat merokok (Indeks Brinkman = Jumlah rata-2 batang
rokok /hr X lama merokok /th) :
1) Ringan : 0 - 200
2) Sedang : 200 - 600
3) Berat : > 600
2. Polusi udara
Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah zat pereduksi
seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid dan ozon.
a. Polusi di dalam ruangan :
 Asap rokok
 Asap kompor
b. Polusi di luar ruangan :
 Gas buang kendaranan bermotor
 Debu jalanan
c. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
3. Riwayat infeksi saluran nafas.
Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitis koronis
hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan
kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronchitis kronis disangka paling sering
diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh
bakteri.
4. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin.

D. Patofisiologi
Walaupun COPD terdiri dari berbagai penyakit tetapi seringkali memberikan kelainan
fisiologis yang sama. Akibat infeksi dan iritasi yang menahun pada lumen bronkus, sebagian
bronkus tertutup oleh secret yang berlebihan, hal ini menimbulkan dinding bronkus
menebal, akibatnya otot-otot polos pada bronkus dan bronkiolus berkontraksi, sehingga
menyebabkan hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mucus dan akhirnya terjadi edema dan
inflamasi. Penyempitan saluran pernapasan terutama disebabkan elastisitas paru-paru yang
berkurang. Bila sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat dibuktikan adanya tanda-
tanda obstruksi. Gangguan ventilasi yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas
mengakibatkan hiperventilasi (napas lambat dan dangkal) sehingga terjadai retensi CO2
(CO2 tertahan) dan menyebabkan hiperkapnia (CO2 di dalam darah/cairan tubuh lainnya
meningkat).
Pada orang noirmal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan
paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernapasan bagian bawah paru akan tertutup.
Pada penderita COPD saluran saluran pernapasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak
yang tertutup. Akibat cepatnya saluran pernapasan menutup serta dinding alveoli yang
rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung dari
kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada, tetapi perfusi baik,
sehingga penyebaran pernapasan udara maupun aliran darah ke alveoli, antara alveoli dan
perfusi di alveoli (V/Q rasio yang tidak sama). Timbul hipoksia dan sesak napas, lebih jauh
lagi hipoksia alveoli menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia.
Perjalanan klinis penderita PPOK terbentang mulai dari pink puffers sampai blue bloaters
adalah timbulnya dispnea tanpa disertai batuk dan produksi sputum yang berarti. Biasanya
dispnea mulai timbul antara usia 30 sampai 40 tahun dan semakin lama semakin berat. Pada
penyakit lanjut, pasien mungkin begitu kehabisan napas sehingga tidak dapat makan lagi
dan tubuhnya tampak kurus tak berotot. Pada perjalanan penyakit lebih lanjut, pink puffers
dapat berlanjut menjadi bronktis kronis sekunder. Dada pasien berbentuk tong, diafragma
terletak rendah dan bergerak tak lancar. Polisitemia dan sianosis jarang ditemukan,
sedangkan kor pulmonal (penyakit jantung akibat hipertensi pulmonal dan penyakit paru)
jarang ditemukan sebelum penyakit sampai pada tahap terakhir. Gangguan keseimbangan
ventilasi dan perfusi minimal, sehingga dengan hiperventilasi penderita pink puffers
biasanya dapat mempertahankan gas-gas darah dalam batas normal sampai penyakit ini
mencapai tahap lanjut. Paru biasanya membesar sekali sehingga kapasitas paru total dan
volume residu sangat meningkat.
Pada keadaan PPOK ekstrim yang lain didapatkan pasien-pasien blue bloaters (bronchitis
tanpa bukti-bukti emfisema obstuktif yang jelas). Pasien ini biasanya menderita batuk
produktif dan berulang kali mengalami infeksi pernapasan yang dapat berlangsung selama
bertahun-tahun sebelum tampak gangguan fungsi. Akan tetapi, akhrnya timbul gejala
dipsnea pada waktu pasien melakukan kegiatan fisik. Pasien-pasien ini memperlihatkan
gejala berkurangnya dorongan untuk bernapas; mengalami hipoventilasi dan menjadi
hipoksia dan hiperkapnia. Rasio ventilasi/perfusi juga tampak sangat berkurang. Hipoksia
yang kronik merangsang ginjal untuk memproduksi eritrropoetin, yang akan merangsang
peningkatan pembentukan sel-sel darah merah, sehingga terjadi polisitemia sekunder. Kadar
hemoglobin dapat mencapai 20gram/ 100 ml atau lebih, dan sianosis mudah tampak karena
Hb dapat tereduksi mudah mencapai kadar 5 gram/100ml walaupun hanya sebagian kecil
Hb sirkulasi yang berada dalam bentuk Hb tereduksi. Pasien-pasien ini tidak mengalami
dispnea sewaktu istirahat sehingga mereka tampak sehat. Biasanya berat tubuh tidak banyak
menurun dan bentuk tubuh normal. Kapasitas paru total normal dan diafrgma berada pada
posisi normal. Kematian biasanya terjadi akibat kor pulmonal atau akibat kegagalan
pernapasan.
Perjalanan klinis PPOK yang khas berlangsung lama, dimulai pada usia 20-30 tahun
dengan batuk “merokok”, atau “pagi” disertai pembentukan sedikit sputum mukoid. Infeksi
pernapasan ringan cenderung berlangsung lebih lama dari biasanya pada pasien-pasien ini.
Meskipun mungkin terdapat penurunan toleransi terhadap kerja fisik, tetapi biasanya
keadaan ini tidak diketahui karena berlangsung dalam jangka waktu lama. Akhirnya,
serangan bronchitis akut makin sering timbul terutama pada musim dingin dan kemampuan
kerja pasien berkurang, sehingga waktu mencapai usia 50-60an pasien mungkin harus
berhenti bekerja. Pada pasien dengan tipe emfisema tosa yang mencolok perjalanan klinis
tampaknya tidak begitu lama yaitu tanpa riwayat batuk produktif dan dalam beberapa tahun
timbul dipsnea yang membuat pasien menjadi sangat lemah. Bila timbul hiperkapnia,
hipoksemia dank or pulmonal prognosisnya buruk dan kematian biasanya terjadi beberapa
tahun sesudah timbul penyakit. Gabungan gagal napas dan gagal jantung yang dipercepat
oleh pneumonia merupakan penyebab kematian yang lazim.

E. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala PPOK adalah sebagai berikut Brunner & Suddarth (2005) :
1. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
2. Sputum putih.
3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan untuk bernapas.
4. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
5. Anoreksia.
6. Penurunan berat badan dan kelemahan.
7. Takikardia, berkeringat.
8. Hipoksia, sesak dalam dada.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesa (Keluhan)
 Umumnya dijumpai pada usia tua (> 45 th)
 Riwayat PEROKOK / bekas PEROKOK
 Riwayat terpajan zat iritan di tempat kerja (waktu lama)
 Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
 Ada faktor predisposisi pada masa bayi/anak (BBLR, infeksi nafas
berulang, lingkungan asap rokok)
 Batuk berulang dengan/tanpa dahak
 Sesak dengan/tanpa bunyi mengi
 Sesak nafas bila aktivitas berat
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter
anteroposterior dada meningkat).
b. Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
c. Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati
lebih rendah, pekak jantung berkurang.
d. Suara nafas berkurang.
3. Pemeriksaan Radiologi
 Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa
bayangan garis-garis yang pararel keluar dari hilus menuju ke apeks paru
dan corakan paru yang bertambah.
 Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan
gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar, penciutan
pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.
4. Tes fungsi paru
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan penyebab
dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstimulasi atau
restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek
terapi, misalnya bronkodilator.
5. Pemeriksaan gas darah
6. Pemeriksaan EKG
7. Pemeriksaan Laboratorium darah : hitung sel darah putih

G. Penatalaksanaan
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
2. Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi :
 Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S.
Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau
aritromisin 4 x 0,5 g/hari.
 Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika
kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis
yang memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti
kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang
mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan
dan membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun hanya
dalam 7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi
sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik
yang lebih kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.
 Manfaat Oksigen :
1) Mengurangi sesak
2) Memperbaiki Aktivitas
3) Mengurangi hipertensi pulmonal (Penyakit jantung)
4) Mengurangi vasokonstriksi
5) Mengurangi hematokrit
6) Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
7) Meningkatkan kualitas hidup
 Indikasi Pemberian Oksigen :
1) PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90 %.
2) PaO2 antara 55 – 59 mmHg atau SaO2>89%+ adanya :

a) Kor Pulmonale
b) P. Pulmonal
c) Hematokrit > 55%
d) Tanda gagal jantung kanan
e) Sleep apneu
f) Penyakit paru lain
 Macam Terapi Oksigen :
1) Pemberian oksigen jangka panjang
2) Pemberian Oksigen pada waktu aktiviti
3) Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
4) Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal nafas
 Alat bantu pemberian Oksigen :
1) Nasal kanul
2) Sungkup venturi
3) Sungkup rebreathing
4) Sungkup Non rebreathing
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termsuk didalamnya
golongan adrenergic B dan antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan
sulbutamol 5 mg dan g diberikan tiap 6 jam dengan rebulizeratau
protropium bromide 250 atau aminofilin 0,25 – 05 g IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25
– 0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap
pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan
obyektif fungsi foal paru.
c. Fisioterapi.
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.
e. Mukolitik dan ekspekteron.
f. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas
Tip II dengan PaO2
g. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri
dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar dari
depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK/COPD :
a) Fisioterapi
b) Rehabilitasi psikis
c) Rehabilitasi pekerjaan.

F. PENGKAJIAN

1. Identitas Klien
2. Keluhan Utama
a) Riwayat penyakit sekarang
keluarganya mengeluhkan sesak nafas yang bertambah berat 1 minggu terakhir.
Hasil pengkajian didapatkan pasien tampak pucat, retraksi dinding dada dan
ditemukan barrel chest, edema pada keduatungkai
b) Riwayat penyakit dahulu

Sesuai kasus tidak ditemukan riwayat penyakit dahulu dari Pasien.

c) Riwayat penyakit keluarga

Sesuai kasus tidak ditemukan riwayat penyakit Keluarga dari Pasien.

d) Riwayat psikososial
Sesuai kasus tidak ditemukan riwayat penyakit psikososial dari Pasien.
3. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi : ditemukan barrel chest, edema pada kedua tungkai, sesak nafas pasien
tampak pucat, retraksi dinding dada
 Palpasi : ditemukan barrel chest, retraksi dinding dada
4. Pemeriksaan Diagnostik
1. X-Ray

ANALISA DATA

N DATA ETIOLOGI PROBLEM


O
1 Ds : Kelemahan otot Gangguan ventilasi
sesak nafas yang bertambah berat 1 pernafasan spontan berhubungan
minggu terakhir ditemukan barrel dengan kelemahan
chest, otot pernafasan
Do : ditandai dengan
Terdapat PPOK pengunaan otot bantu
Terdapat retraksi dinding dada pada nafas meningkat .
pasien
Terdapat hipertrofi ventrikel kanan
TTV :
TD 110/80 mmHg,
frekuensi nadi 109 x/mnt,
frekuensi nafas 30 x/mnt,
Suhu 37oC,
2 Ds : Deformitas dinding Pola nafas tidak
sesak nafas yang bertambah berat dada efektif berhubungan
1minggu terakhir, ditemukan barrel dengan deformitas
chest dinding dada ditandai
dengan adanya pola
Do : nafas abnormal
Terdapat PPOK (Dispnea)
Terdapat retraksi dinding dada pada
pasien
TTV :
TD 110/80 mmHg,
frekuensi nadi 109 x/mnt,
frekuensi nafas 30 x/mnt,
Suhu 37oC,
3 Ds : ketidak seimbangan Intoleransi aktivitas
sesak nafas yang bertambah berat antara suplai dan Berhubungan dengan
1minggu terakhir, kebutuhan oksigen ketidak seimbangan
antara suplai dan
Do: kebutuhan oksigen
Terdapat retraksi dinding dada dan ditandai dengan
ditemukan barrel chest, edema pada adanya dispnea
kedua tungkai,

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan ditandai
dengan pengunaan otot bantu nafas meningkat .

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformitas dinding dada ditandai dengan
adanya pola nafas abnormal (Dispnea)

3. Intoleransi aktivitas Berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen ditandai dengan adanya dispnea

INTERVENSI KEPERAWATAN

No. DX Tujuan Kriteria Standar Intervensi


D.0004 SLKI : 1. Dispnea SIKI : Dukungan
Diharapkan menurun Ventilasi
setelah 2. Penggunaan Observasi :
diberikan otot bantu 1. Identifikasi adanya
tindakan napas menurun kelelahan otot bantu
Asuhan napas
keperawatan 2. Identifikasi efek
selama 1 x 8 perubahan posisi
Jam, ventilasi terhadap status
spontan pasien pernapasan
meningkat. 3. Memonitor status
respirasi dan
oksigenasi

Teraupetik :
1. Pertahankan
ketahanan jalan napas
2. Berikan posisi semi
fowler
3. Fasilitasi mengubah
posisi senyaman
mungkin
4. Berikan oksigenasi
sesuai kebutuhan
5. Gunakan bag valve
mask

Edukasi:
1. Ajarkan melakukan
teknik relaksasi napas
dalam
2. Ajarkan mengubah
posisi secara mandiri
3. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
bronkhodilator,
jika perlu
D.0005 SLKI : 1. Dispnea SIKI : Manajemen Jalan
Diharapkan menurun Napas
setelah 2. Penggunaan Observasi :
dilakukan otot bantu 1. Monitor pola napas
Asuhan napas menurun (frekuensi,
keperawatan 3. Frekuensi kedalaman, usaha
selama 1 x 8 napas membaik napas)
Jam, pola 4. Ekskursi dada 2. Monitor bunyi naas
napas pasien membaik tambahan
membaik 3. Monitor sputum

Teraupetik :
1. Pertahankan
kepatenan jalan
napas dengan head-
tilt dan chin-lift
2. Posisikan semi
fowler
3. Berikan minuman
hangat
4. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
5. Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 5 detik
6. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forself Mc-Gill
8. Berikan oksigen,
jika perlu

Edukasi :
1. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml
perhari jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu
D.0056 SLKI : 1. Frekuensi nadi SIKI : Terapi Aktivitas
Diharapkan meningkat Observasi :
setelah 2. Saturasi 1. Identiikasi tingkat
dilakukan oksigen aktivitas
Asuhan meningkat 2. Identiikasi
keperawatan kemampuan
selama 1 x 8 berartisipasi
Jam, toleransi dalam aktivitas
aktivitas tertentu
pasien 3. Identifikasi
meningkat sumber daya
untuk aktivitas
yang diinginkan
4. Identifikasi
strategi
meningkat
partisipsi dalam
aktivitas
5. Identifikasi
makna aktivitas
rutin (mis.
Bekerja) dan
waktu luang
6. Monitor respons
emosional fisik,
sosial, dan
spiritual terhadap
aktivitas
Terapeutik :
1. Fasilitasi fokus
pada kemampuan,
bukan defisit yang
dialami
2. Sepakati
komitmen untuk
menigkatkan
frekuensi dan
rentag aktivitas
3. Fasilitasi memilih
aktivitas dan
tetapkan tujuan
aktivitas yang
berkonsisten
sesuai
kemampuan fisik,
psikologi, dan
sosial
4. Koordinasikan
pemilihan
aktivitas sesuai
usia
5. Fasilitasi makna
aktivitas yang
dipilih
6. Fasilitasi pasien
dan keluarga
dalam
menyesuaikan
lingkungan untuk
mengakomodasi
kemampuan
aktivitas yang
dipilih
7. Fasilitasi aktivitas
pengganti saat
mengalami
keterbatasan
waktu, energi atau
gerak
8. Fasilitasi
mengembangkan
motivasi dan
penguatan diri
9. Berikan
penguatan positif
atas partisipasi
dalam aktivitas
Edukasi :
1. Jelaskan metode
aktivitas fisik
sehari-hari, jika
perlu
2. Ajrkan cara
melakukan
aktivitas yang
dipilih
3. Anjurkan
melakukan
aktivitas fisik,
sosial, spiritual,
dan kognitif
dalam menjaga
fungsi dan
kesehatan
4. Anjurkan terlibat
dalam aktivitas
kelompok (terapi,
jika sesuai)
No. Dx Hari/ Tujuan Kriteria Standar Inervensi
Tgl

D.0004 SLKI : 3. Dispnea SIKI : Dukungan


menurun Ventilasi
Diharapkan
setelah 4. Penggunaan Observasi :
diberikan otot bantu
tindakan napas menurun 4. Identifikasi adanya
kelelahan otot bantu
Asuhan napas
keperawatan 5. Identifikasi efek
selama 1 x 8 perubahan posisi
Jam, terhadap status
ventilasi pernapasan
spontan 6. Memonitor status
respirasi dan
pasien
oksigenasi
meningkat.
Teraupetik :

6. Pertahankan
ketahanan jalan napas
7. Berikan posisi semi
fowler
8. Fasilitasi mengubah
posisi senyaman
mungkin
9. Berikan oksigenasi
sesuai kebutuhan
10. Gunakan bag valve
mask

Edukasi:
4. Ajarkan melakukan
teknik relaksasi napas
dalam
5. Ajarkan mengubah
posisi secara mandiri
6. Ajarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi :
2. Kolaborasi
pemberian
bronkhodilator,
jika perlu

D.0005 SLKI : 5. Dispnea SIKI : Manajemen Jalan


menurun Napas
Diharapkan
setelah 6. Penggunaan Observasi :
dilakukan otot bantu
Asuhan napas menurun 4. Monitor pola napas
(frekuensi,
keperawatan kedalaman, usaha
selama 1 x 8 7. Frekuensi
napas)
Jam, pola napas membaik
5. Monitor bunyi naas
napas 8. Ekskursi dada tambahan
pasien 6. Monitor sputum
membaik
membaik
Teraupetik :
9. Pertahankan
kepatenan jalan
napas dengan head-
tilt dan chin-lift
10. Posisikan semi
fowler
11. Berikan minuman
hangat
12. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
13. Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 5 detik
14. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
penghisapan
endotrakeal
15. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forself Mc-Gill
16. Berikan oksigen, jika
perlu

Edukasi :
3. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml
perhari jika tidak
kontraindikasi
4. Ajarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi :
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu
D.0056 SLKI : 3. Frekuensi nadi SIKI : Terapi Aktivitas
meningkat
Diharapkan Observasi :
setelah 4. Saturasi
dilakukan oksigen 7. Identiikasi tingkat
Asuhan meningkat aktivitas
keperawatan 8. Identiikasi
selama 1 x 8 kemampuan
Jam, berartisipasi
toleransi dalam aktivitas
aktivitas tertentu
pasien
meningkat 9. Identifikasi
sumber daya
untuk aktivitas
yang diinginkan

10. Identifikasi
strategi meningkat
partisipsi dalam
aktivitas

11. Identifikasi
makna aktivitas
rutin (mis.
Bekerja) dan
waktu luang

12. Monitor respons


emosional fisik,
sosial, dan
spiritual terhadap
aktivitas

Terapeutik :

10. Fasilitasi fokus


pada kemampuan,
bukan defisit yang
dialami

11. Sepakati
komitmen untuk
menigkatkan
frekuensi dan
rentag aktivitas

12. Fasilitasi memilih


aktivitas dan
tetapkan tujuan
aktivitas yang
berkonsisten
sesuai
kemampuan fisik,
psikologi, dan
sosial

13. Koordinasikan
pemilihan
aktivitas sesuai
usia

14. Fasilitasi makna


aktivitas yang
dipilih

15. Fasilitasi pasien


dan keluarga
dalam
menyesuaikan
lingkungan untuk
mengakomodasi
kemampuan
aktivitas yang
dipilih

16. Fasilitasi aktivitas


pengganti saat
mengalami
keterbatasan
waktu, energi atau
gerak

17. Fasilitasi
mengembangkan
motivasi dan
penguatan diri

18. Berikan
penguatan positif
atas partisipasi
dalam aktivitas

Edukasi :

5. Jelaskan metode
aktivitas fisik
sehari-hari, jika
perlu

6. Ajrkan cara
melakukan
aktivitas yang
dipilih

7. Anjurkan
melakukan
aktivitas fisik,
sosial, spiritual,
dan kognitif
dalam menjaga
fungsi dan
kesehatan

8. Anjurkan terlibat
dalam aktivitas
kelompok (terapi,
jika sesuai)

Anda mungkin juga menyukai