Kasus PPOK
OLEH:
NIM : 14220220074
KELAS : C1
MAKASSAR
2023
Seorang pasien laki-laki berusia 40 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan keluhan
sesak napas yang dialami sejak sejak 4 bulan yang lalu, namun bertambah berat dan batuk
dua hari sebelum masuk rumah sakit. Klien memiliki riwayat sesak sejak 2 tahun yang lalu
yang disertai batuk. Riwayat batuk sejak 2 tahun yang lalu dan kebiasaan merokok. Batuk
produktif, yang biasanya lebih berat pada pagi hari.
Pasien bekerja sebagi supir angkutan umum memiliki 3 orang anak yang masih
sekolah dan istri sebagai ibu rumah tangga sejak mengalamisesak dan batuk, pasien jarang
berinteraksi dengan tetangga dan tidak lagi terlibat kegiatan di lingkungan rumahnya, tidak
pernah lagi ke masjid karena malu dengan kondisi selalu batuk dan sesak
Saat ini klien memiliki 4 orang anak yang pertama kelas 6 SD, pasien bekerja sebagai buruh
pabrik gabah, saat sakit klien tidak bias lagi menafkahi keluarganya karena tidak mampu
bekerja secara maksimal, klein merasa bingung dengan kondisinya sekarang bahkan kwatir
dengan kondisi keluarganya, gelisah bahkan sulit tidur.
Pertanyaan.
1. Jelasakan pengertian, etiologi, manisfestasi klinik, patofisiologi, pemeriksaan diagnostic
dan penatalaksanaan pada kasus PPOK
2. Jelaskan konsep keperawatan pada kasus PPOK
3. Lakukan penegakan diagnosis Keperawatan pada kasus tersebut dan urutkan sesuai
prioritas
4. Susun luaran keperawatan pada kasus tersebut berdasarkan diagnosis
5. Susun Intervensi Keperawatan berdasarkan tujuan dan dan diagnosis
1. Jelasakan pengertian, etiologi, manisfestasi klinik, patofisiologi, pemeriksaan diagnostic
dan penatalaksanaan pada kasus PPOK
A. DEFINISI
Penyakit paru obstruksi kronik adalah istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok paru yang berlangsung lamma dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebaga gambaran patofisiologi utamanya. (sylvia, 2013)
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara
di saluran nafas yang bersifat progresif non reversibel atau reversibel parsial. PPOK
terdiri dari bronkitis kronik dan emifiesema atau gabungan dari keduanya
( perhimpunan dokter paru indonesia , 2013 ).
1. Bronkitis kronik
2. Emfisiema paru
3. Asma bronchial
B. ETIOLOGI
Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya PPOK yaitu rokok, infeksi dan polusi.
1. Rokok
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok adalah
penyebab utama timbulnya ppok. Secara fisiologi rokok berhubungan langsung
dengan hiperflasia kelenjar mukosa bronkus dan metaplasia skuamulus epitel saluran
pernafasan. Rokok juga dapat menyebabkan bronko kontriksi akut. menurut Crofton
& Douglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage
alveolar dan surfaktan.
2. Infeksi
3. Polusi
Polusi zat-zat kimia yang juuga dapat menyebabkan bronchitis adalah zat
pereduksi seperti CO2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid dan
ozon.
Faktor penyebab dan faktor resiko menurut Neil F Gordan (2012) yaitu :
C. MANIFESTASI KLINIS
1. kelemahan badan
2. batuk
3. sesak nafas
4. whezing
5. ekspirasi memanjang
6. produksi sputum yang bertambah
E. PATOFISIOLOGI
Faktor – faktr resiko diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan
jugamenimbulkna kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari
kerusakan akan mengakibatkan penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara
yang msuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirsi banyak terjebak dalam
alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air traping). Hal inilah yang
mengakibatkan ada nya keluhan sesek nafas dengan segala akibatnya. Adanya
obstruksi pada awal ekspirasiakan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan
pemanjangan fase ekspirasi. fungsi paru sebagai ventilasi, difusi gas, maupun perfusi
darah akan mengalami gangguan.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan radiologi
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus
yang menebal.
H. PENATALAKSANAAN
1. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Menurut Doenges (2012) pengkajian pada pasien dengan PPOK ialah :
Gejala :
. - Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda :
- Keletihan.
- Gelisah, insomnia.
2) Sirkulasi Gejala :
- Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu atau sianosis, kuku tabuh dan
sianosis perifer.
Tanda :
- Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat bada menunjukkan edema
(bronchitis).
5) Hygiene Gejala :
6) Pernafasan Gejala :
- Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada
emfisema , khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa
dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma).
- Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama saat bangun selama minimal 3
bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih atau kuning)
dapat banyak sekali (bronkhitis kronis).
- Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat
menjadi produktif (emfisema).
- Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia atau iritan pernafasan dalam
jangka panjang misalnya rokok sigaret atau debu atau asap misalnya asbes, debu batubara,
rami katun, serbuk gergaji.
Tanda :
- Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang dengan mendengkur,
nafas bibir (emfisema).
- Lebih memilih posisi 3 titik (tripot) untuk bernafas khususnya dengan eksasebrasi akut
(bronchitis kronis).
- Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk barrel chest),
gerakan diafragma minimal.
- Bunyi nafas mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), menyebar, lembut, atau
krekels lembab kasar (bronkhitis), ronki, mengi, sepanjang area paru pada ekspirasi dan
kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi nafas
(asma).
- Perkusi ditemukan hiperesonan pada area paru misalnya jebakan udara dengan emfisema,
bunyi pekak pada area paru misalnya konsolidasi, cairan, mukosa. –
Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 sampai 5 kata sekaligus. - Warna pucat dengan
sianosis bibir dan dasar kuku. Keabu-abuan keseluruhan, warna merah (bronkhitis kronis,
biru menggembung). Pasien dengan emfisema sedang sering disebut pink puffer karena
warna kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat. -
Tabuh pada jari-jari (emfisema).
8) Keamanan Gejala :
- Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor lingkungan.
9) Seksual Gejala :
Penurunan libido.
- Hubungan ketergantungan.
Tanda :
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan oksigenasi (obstruksi jalan nafas
oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
Mandiri :
1) Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels, ronkhi. R/
mengetahui ada tidaknya obstruksi jalan nafas dan menjadi manifestasi adanya bunyi nafas
adventisius. Kaji atau pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi atau ekspirasi. R/
takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau
selama stress/adanya proses infeksi akut. Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan
lapar udara, gelisah, ansietas, distress pernafasan, penggunaan otot bantu. 16 R/ mengetahui
disfungsi pernapasan. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala
tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur. R/ mempermudah fungsi pernapasan dengan
menggunakan gravitasi. Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir. R/ mengatasi
dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara. Observasi karakteristik batuk,
misalnya batuk menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki
keefektifan upaya batuk. R/ batuk dapat menetap tetapi tidak efektif. Tingkatkan masukan
cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air hangat. Anjurkan
masukan cairan antara sebagai pengganti makanan. R/ hidrasi membantu menurunkan
kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran.
Kolaborasi :
- Bantu pengobatan pernafasan misalnya fisioterapi dada. R/ merilekskan otot halus dan
menurunkan kongesti lokal menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply oksigen (obstruksi jalan
nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien menunjukkan perbaikan ventilasi
dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernafasan dengan kriteria hasil pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan dalam
tingkat kemampuan atau situasi. Intervensi :
Mandiri :
Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir,
ketidakmampuan berbicara atau berbincang. R/ berguna dalam evaluasi derajat distres
pernapasan dan kronisnya proses penyakit. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk
memilih posisi yang mudah untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir
sesuai kebutuhan atau toleransi individu. R/ posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk
menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas. Kaji atau awasi secara rutin kulit
dan warna membran mukos. R/ Keabu-abuan dan sianosis sentral mengidentifikasikan
beratnya hipoksemia. Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila di indikasikan. R/
banyaknya sekret menjadi sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas.
Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan. R/ bunyi
nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi. Palpasi fremitus.
18 R/ penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak. Awasi
tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan. R/ gelisah dan ansietas
adalah manifestasi umum pada hipoksia. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan
lingkungan tenang dan kalem. Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur atau istirahat di
kursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan
tingkatkan sesuai toleransi individu. R/ program latihan ditujukan untuk meningkatkan
ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa
sehat. Awasi tanda vital dan irama jantung. R/ takikardia, disritmia dan perubahan TD dapat
menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi :
Awasi dan gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri. R/ PaCO2biasanya meningkat dan
PaCO2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih
besar. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi
pasien. R/ dapat memperbaiki/mencegah memperburuknya hipoksia Berikan penekan SSP
(antiansietas, sedative, atau narkotik) dengan hati-hati. R/ digunakan untuk mengontrol
ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea. Bantu
intubasi, berikan atau pertahankan ventilasi mekanik dan pindahkan ke ICU sesuai instruksi
untuk pasien. R/ terjadinya kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya tindakan
penyelamatan hidup.
D. Kurang pengetahuan adalah ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang tidaka
dekuat terhadap pengetahuan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam pengetahuan
klien dan keluarga bertambah.Penulis memprioritaskan diagnosa ini pada urutan ketiga
karena pada saat klien bertanya perawat menjelaskan terkait penyakitnya, Respon klien
merasa puasa atas apa yang diinformasikan terhadap perawat.
Tujuan dari rencana tindakan keperawatan menurut Engram (2000) adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pengetahuan klien dan keluarga
bertambah. 20 Intervensi yang dilakukan ke pasien yakni kaji tingkat pengetahuan pasien dan
keluarga, jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi dengan cara yang tepat, gambarkan tanda dan gejalan yang biasa
muncul pada penyakit dengan cara yang tepat, gambarkan proses penyakit dengan cara yang
tepat.
3. Lakukan penegakan diagnosis Keperawatan pada kasus tersebut dan urutkan sesuai
prioritas
1. Bersihan jalan napas tidak efektif ditandai dengan batuk tidak efektif, wheezing, sputum
berlebih.
3. Gangguan pertukaran gas ditandai dengan dispnea, napas cuping hidung, pola napas
abnormal
4. Keletihan ditandai dengan mengeluh lelah, tidak mempu mempertahankan aktifitas rutin,
tampak lesu.
1. Bersihan jalan napas tidak efektif ditandai dengan batuk tidak efektif, wheezing, sputum
berlebih.
Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam, maka Bersihan Jalan Napas Meningkat,
dengan
kriteria hasil :
mampu bernapas secara adekuat, ditandai kelelahan otot pernafasan dan dipsnea.
Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam, maka Ventilasi Spontan Meningkat, dengan
kriteria hasil :
3. Gangguan pertukaran gas ditandai dengan dispnea, napas cuping hidung, pola napas
abnormal
Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam, maka Pertukaran Gas Meningkat, dengan
kriteria hasil :
4. Keletihan ditandai dengan mengeluh lelah, tidak mempu mempertahankan aktifitas rutin,
tampak lesu/lelah.
Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam, maka Tingkat Keletihan Menurun, dengan
kriteria hasil :
Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam, maka Status Nutrisi Membaik, dengan kriteria
hasil :
- Porsi makan yang dihabiskan meningkat (5)
1. Bersihan jalan napas tidak efektif ditandai dengan batuk tidak efektif, wheezing, sputum
berlebih.
Intervensi
Melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif untuk membersiakn
laring
trakea dan bronkiolus dari secret atau benda asing di jalan napas
Tindakan
Observasi
Terapeutik
Edukasi
- Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan batuk dengan kuat lansung setelah Tarik napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
mampu bernapas secara adekuat, ditandai kelelahan otot pernafasan dan dipsnea.
Intervensi
Dukungan Ventilasi
gas di paru-paru
Tindakan
Observasi
- Monitor status respirasi dan oksigenasi (mis, frekuensi dan kedalaman napas, penggunaan
Terapeutik
- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan (mis, nasal kanul, masker wajah, masker rebreathing
Edukasi
3. Gangguan pertukaran gas ditandai dengan dispnea, napas cuping hidung, pola napas
abnormal
Intervensi
Pemantauan Respirasi
Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan jalan napas dan
Tindakan
Observasi
Terapeutik
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
4. Keletihan ditandai dengan mengeluh lelah, tidak mempu mempertahankan aktifitas rutin,
tampak lesu/lelah.
Intervensi
Edukasi aktivitas/istirahat
Tindakan
Observasi
Terapeutik
Edukasi
- Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok, aktivitas bermain atau aktivitas lainnya
- Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat (mis, kelelahan, sesak naps saat
aktivitas)
Intervensi
Manajemen Nutrisi
Observasi
Terapeutik
- Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogatrik jika asupan oral dapat ditolerensi
Edukasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, pereda nyeri, antiemetic), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta,
EGC.
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Johnson, M.,et all, 2012, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2012, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : definsidan Klasifikasi
Smeltzer C Suzanne. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.