Anda di halaman 1dari 26

TUGAS INDIVIDU

Kasus PPOK

OLEH:

NAMA : MUH.NUR IJLAL IMAM BOHARI

NIM : 14220220074

KELAS : C1

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2023
 Seorang pasien laki-laki berusia 40 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan keluhan
sesak napas yang dialami sejak sejak 4 bulan yang lalu, namun bertambah berat dan batuk
dua hari sebelum masuk rumah sakit. Klien memiliki riwayat sesak sejak 2 tahun yang lalu
yang disertai batuk. Riwayat batuk sejak 2 tahun yang lalu dan kebiasaan merokok. Batuk
produktif, yang biasanya lebih berat pada pagi hari.

 Hasil pemeriksaan paru ditemukan keadaan umu pasien lemah, composmentis,


bentuk dada barel chest, suara napas wheezing, dari hasil perkusi ditemukan adanya
hepersonor pada kedua lapang paru, vocal fremitus menurun pada kedua paru. Saat klien
mengatakan nafsu makan menurun, porsi makan dihabiskan hanya ½ porsi, TD :
120/80mmhg, Frekuensi Nadi 98x/m, frekuensi Napas : 31x/mt, S: 38’C , tampak retraksi
dada, Pemeriksaan penunjang ditemukan leukosit : 18.5 10 6/ mm3. Hasil AGD : PH : 7.30,
PCO2 : 48.mmH, PaO2: 85 mmH, HCO3: 23.3, Sa02 93%, Pemeriksaan foto Thorax
didapatkan kesan hiperinflasi., Spirometri: FEV1 % = 45%, FEV1/FVC%=60% , , BB: 59
kg, TB:167cm.

Pasien bekerja sebagi supir angkutan umum memiliki 3 orang anak yang masih
sekolah dan istri sebagai ibu rumah tangga sejak mengalamisesak dan batuk, pasien jarang
berinteraksi dengan tetangga dan tidak lagi terlibat kegiatan di lingkungan rumahnya, tidak
pernah lagi ke masjid karena malu dengan kondisi selalu batuk dan sesak
Saat ini klien memiliki 4 orang anak yang pertama kelas 6 SD, pasien bekerja sebagai buruh
pabrik gabah, saat sakit klien tidak bias lagi menafkahi keluarganya karena tidak mampu
bekerja secara maksimal, klein merasa bingung dengan kondisinya sekarang bahkan kwatir
dengan kondisi keluarganya, gelisah bahkan sulit tidur.

Pertanyaan.
1. Jelasakan pengertian, etiologi, manisfestasi klinik, patofisiologi, pemeriksaan diagnostic
dan penatalaksanaan pada kasus PPOK
2. Jelaskan konsep keperawatan pada kasus PPOK
3. Lakukan penegakan diagnosis Keperawatan pada kasus tersebut dan urutkan sesuai
prioritas
4. Susun luaran keperawatan pada kasus tersebut berdasarkan diagnosis
5. Susun Intervensi Keperawatan berdasarkan tujuan dan dan diagnosis
1. Jelasakan pengertian, etiologi, manisfestasi klinik, patofisiologi, pemeriksaan diagnostic
dan penatalaksanaan pada kasus PPOK

A. DEFINISI

Penyakit paru obstruksi kronik adalah istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok paru yang berlangsung lamma dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebaga gambaran patofisiologi utamanya. (sylvia, 2013)

Penyakit paru obstruksi kronis adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan


oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-perubahan patologi
pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak
sepenunya reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari
paru-paru terhadap gas atau partikel yang berbahaya ( Hariman, 2015)

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara
di saluran nafas yang bersifat progresif non reversibel atau reversibel parsial. PPOK
terdiri dari bronkitis kronik dan emifiesema atau gabungan dari keduanya
( perhimpunan dokter paru indonesia , 2013 ).

Klasifikasi penyakit PPOK adalah :

1. Bronkitis kronik

Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan


pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan
dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam
setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut (Bruner & Suddarth, 2012).

2. Emfisiema paru

Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding


alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth,
2012).

3. Asma bronchial

Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat


dari trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan
manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang
menyeluruh dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2012).

B. ETIOLOGI

Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya PPOK yaitu rokok, infeksi dan polusi.

1. Rokok

Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok adalah
penyebab utama timbulnya ppok. Secara fisiologi rokok berhubungan langsung
dengan hiperflasia kelenjar mukosa bronkus dan metaplasia skuamulus epitel saluran
pernafasan. Rokok juga dapat menyebabkan bronko kontriksi akut. menurut Crofton
& Douglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage
alveolar dan surfaktan.

2. Infeksi

Infeksi saluran pernafasan bagian atas pada seseorang penderita bronchitiskronis


hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah. Serta menyebabkan
kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis cronik diperkirakan paling sering
diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh
bakteri.

3. Polusi
Polusi zat-zat kimia yang juuga dapat menyebabkan bronchitis adalah zat
pereduksi seperti CO2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid dan
ozon.

Faktor penyebab dan faktor resiko menurut Neil F Gordan (2012) yaitu :

1. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi


2. Merokok
3.Jenis kelamin pria lebih beresiko diibanding wanita
4. Berkurangnya fungsi paru paru
5. Keterbukaan terhadap polusi seperti asap rokok dan debu
6.Polusi udara
7.Infeksi saluran pernafasan akut seperti pnemonia dan bronkitus
8. Kurangnya alfa anti tripsin ini merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya
melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan.

C. MANIFESTASI KLINIS

Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien


PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian
berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang
pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen
seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama,
sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal
ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah
yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan
memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.

Tanda dan gejalanya adalah :

1. kelemahan badan
2. batuk
3. sesak nafas
4. whezing
5. ekspirasi memanjang
6. produksi sputum yang bertambah

E. PATOFISIOLOGI

Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang


disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia
yang lebih lanjut kekuatan kontraksi otot pernafasan juga dapat berkurang sehingga
sulit bernafas.

Faktor – faktr resiko diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan
jugamenimbulkna kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari
kerusakan akan mengakibatkan penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara
yang msuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirsi banyak terjebak dalam
alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air traping). Hal inilah yang
mengakibatkan ada nya keluhan sesek nafas dengan segala akibatnya. Adanya
obstruksi pada awal ekspirasiakan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan
pemanjangan fase ekspirasi. fungsi paru sebagai ventilasi, difusi gas, maupun perfusi
darah akan mengalami gangguan.

Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-


komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus
dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran
napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi
dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema
jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat
dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan
adanya peradangan (GOLD, 2013).

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan radiologi

Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:

Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus
yang menebal.

2. Corak paru yang bertambah

pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan


bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.

3. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,


terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia
yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung
kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan.
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

5. Laboratorium darah lengkap

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,


menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak
perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab
infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik..
4. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran 1
- 2 liter/menit.
2. Jelaskan konsep keperawatan pada kasus PPOK

1. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian Menurut Doenges (2012) pengkajian pada pasien dengan PPOK ialah :

1) Aktivitas dan istirahat :

Gejala :

- Keletihan, kelemahan, malaise.

- Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas.

- Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi

. - Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.

Tanda :

- Keletihan.

- Gelisah, insomnia.

- Kelemahan umum atau kehilangan masa otot.

2) Sirkulasi Gejala :

Pembengkakan pada ekstrimitas bawah Tanda :

- Peningkatan tekanan darah.

- Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau disritmia.

- Distensi vena leher atau penyakit berat.

- Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.

- Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter AP dada)

- Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu atau sianosis, kuku tabuh dan
sianosis perifer.

- Pucat dapat menunjukkan anemia.

3) Integritas Ego Gejala :

- Peningkatan faktor resiko.


- Perubahan pola hidup. Tanda

4) Ansietas, ketakutan, peka rangsang Makanan atau Cairan Gejala :

- Mual atau muntah.

- Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).

- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.

- Penurunan berat badan menetap (emfisema),

peningkatan - berat badan - menunjukkan edema (bronchitis).

Tanda :

- Mual atau muntah.

- Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).


- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.

- Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat bada menunjukkan edema
(bronchitis).

5) Hygiene Gejala :

Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehai-hari.


Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.

6) Pernafasan Gejala :

- Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada
emfisema , khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa
dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma).

- Lapar udara kronis.

- Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama saat bangun selama minimal 3
bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih atau kuning)
dapat banyak sekali (bronkhitis kronis).

- Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat
menjadi produktif (emfisema).
- Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia atau iritan pernafasan dalam
jangka panjang misalnya rokok sigaret atau debu atau asap misalnya asbes, debu batubara,
rami katun, serbuk gergaji.

- Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa antritipsin (emfisema). -


Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus meneru 13 7) Penggunaan oksigen pada
malam hari terus menerus

Tanda :

- Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang dengan mendengkur,
nafas bibir (emfisema).

- Lebih memilih posisi 3 titik (tripot) untuk bernafas khususnya dengan eksasebrasi akut
(bronchitis kronis).

- Penggunaan otot bantu pernafasan misalnya meninggikan bahu, retraksi fosa


supraklavikula, melebarkan hidung.

- Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk barrel chest),
gerakan diafragma minimal.

- Bunyi nafas mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), menyebar, lembut, atau
krekels lembab kasar (bronkhitis), ronki, mengi, sepanjang area paru pada ekspirasi dan
kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi nafas
(asma).

- Perkusi ditemukan hiperesonan pada area paru misalnya jebakan udara dengan emfisema,
bunyi pekak pada area paru misalnya konsolidasi, cairan, mukosa. –

Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 sampai 5 kata sekaligus. - Warna pucat dengan
sianosis bibir dan dasar kuku. Keabu-abuan keseluruhan, warna merah (bronkhitis kronis,
biru menggembung). Pasien dengan emfisema sedang sering disebut pink puffer karena
warna kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat. -
Tabuh pada jari-jari (emfisema).

8) Keamanan Gejala :

- Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor lingkungan.

- Adanya atau berulangnya infeksi.


- Kemerahan atau berkeringan (asma)

9) Seksual Gejala :

Penurunan libido.

10) Interaksi Sosial Gejala :

- Hubungan ketergantungan.

- Kurang sistem pendukung.

- Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atau orang terdekat.

- Penyakit lama atau kemampuan membaik.

Tanda :

- Ketidakmampuan untuk membuat atau mempertahankan suara karena distress pernafasan. -


Keterbatasan mobilitas fisik.

- Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.

Penyuluhan atau pembelajan Gejala :

- Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernafasan.

- Kesulitan menghentikan merokok.

- Penggunaan alkohol secara teratur.

- Kegagalan untuk membaik.

2. Rumusan Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan


Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Doenges (2012) adalah :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma, peningkatan


produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi atau kelemahan.

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan oksigenasi (obstruksi jalan nafas
oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.

c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penumpukan gas di lambung.


d. Kurang pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurangnya infromasi
tentang penyakit nya.

3. Perencanaan Keperawatan Intervensi Keperawatan pada pasien dengan Penyakit


Paru Obstruksi Kronis menurut Doenges (2012) adalah :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma, peningkatan


produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi atau kelemahan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien akan
mempertahankan jalan nafas yang paten dengan bunyi nafas bersih atau jelas dengan kriteria
hasil pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas misalnya
batuk efektif dan mengeluarkan sekret. Intervensi :

Mandiri :

1) Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels, ronkhi. R/
mengetahui ada tidaknya obstruksi jalan nafas dan menjadi manifestasi adanya bunyi nafas
adventisius. Kaji atau pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi atau ekspirasi. R/
takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau
selama stress/adanya proses infeksi akut. Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan
lapar udara, gelisah, ansietas, distress pernafasan, penggunaan otot bantu. 16 R/ mengetahui
disfungsi pernapasan. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala
tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur. R/ mempermudah fungsi pernapasan dengan
menggunakan gravitasi. Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir. R/ mengatasi
dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara. Observasi karakteristik batuk,
misalnya batuk menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk memperbaiki
keefektifan upaya batuk. R/ batuk dapat menetap tetapi tidak efektif. Tingkatkan masukan
cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air hangat. Anjurkan
masukan cairan antara sebagai pengganti makanan. R/ hidrasi membantu menurunkan
kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran.

Kolaborasi :

- Berikan obat sesuai indikasi.

- Bronkodilator misalnya albuterol (ventolin).


- Analgesik, penekan batuk atau antitusif misalnya dextrometorfan.

- Berikan humidifikasi tambahan misalnya nebulizer ultranik, humidifier aerosol ruangan.

- Bantu pengobatan pernafasan misalnya fisioterapi dada. R/ merilekskan otot halus dan
menurunkan kongesti lokal menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply oksigen (obstruksi jalan
nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien menunjukkan perbaikan ventilasi
dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernafasan dengan kriteria hasil pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan dalam
tingkat kemampuan atau situasi. Intervensi :

Mandiri :

Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir,
ketidakmampuan berbicara atau berbincang. R/ berguna dalam evaluasi derajat distres
pernapasan dan kronisnya proses penyakit. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk
memilih posisi yang mudah untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir
sesuai kebutuhan atau toleransi individu. R/ posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk
menurunkan kolaps jalan napas, dispnea, dan kerja napas. Kaji atau awasi secara rutin kulit
dan warna membran mukos. R/ Keabu-abuan dan sianosis sentral mengidentifikasikan
beratnya hipoksemia. Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila di indikasikan. R/
banyaknya sekret menjadi sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas.
Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan. R/ bunyi
nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area konsolidasi. Palpasi fremitus.
18 R/ penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak. Awasi
tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan. R/ gelisah dan ansietas
adalah manifestasi umum pada hipoksia. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan
lingkungan tenang dan kalem. Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur atau istirahat di
kursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan
tingkatkan sesuai toleransi individu. R/ program latihan ditujukan untuk meningkatkan
ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa
sehat. Awasi tanda vital dan irama jantung. R/ takikardia, disritmia dan perubahan TD dapat
menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

Kolaborasi :

Awasi dan gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri. R/ PaCO2biasanya meningkat dan
PaCO2 secara umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih
besar. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi
pasien. R/ dapat memperbaiki/mencegah memperburuknya hipoksia Berikan penekan SSP
(antiansietas, sedative, atau narkotik) dengan hati-hati. R/ digunakan untuk mengontrol
ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea. Bantu
intubasi, berikan atau pertahankan ventilasi mekanik dan pindahkan ke ICU sesuai instruksi
untuk pasien. R/ terjadinya kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya tindakan
penyelamatan hidup.

C. Gangguan rasa nyaman “nyeri” Berhubungan Dengan penumpukan gas di lambung.


Setelah di lakukan tindakan keperawatan 2x24 jam gangguan rasa nyaman “nyeri’ berkurang
dengan kriteria hasil : Klien mengatakan nyeri berkurang. - Skala nyeri 2 - klien tidak
meringgis - TTV TD 120/80-140/100 mmhg Nadi 60-100X/ menit Suhu: 36,5-37,5 derajat R/
lakukan pendekatan pada klien dan keluarga jelaskan tentang penyebab sakit yang di alami.
Respon klien dan keluarga lebih terbuka dan menerima baik penjelasan dari perawat. R/
Ajarkan pada keluarga klien agar memberi kompres hangat pada daerah perut yang sakit.
Mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien. R/ Berikan posisi senyaman mungkin.
Mengetahui perkembangan setiap hasilnya

D. Kurang pengetahuan adalah ketiadaan atau defisiensi informasi kognitif yang tidaka
dekuat terhadap pengetahuan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam pengetahuan
klien dan keluarga bertambah.Penulis memprioritaskan diagnosa ini pada urutan ketiga
karena pada saat klien bertanya perawat menjelaskan terkait penyakitnya, Respon klien
merasa puasa atas apa yang diinformasikan terhadap perawat.

Tujuan dari rencana tindakan keperawatan menurut Engram (2000) adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pengetahuan klien dan keluarga
bertambah. 20 Intervensi yang dilakukan ke pasien yakni kaji tingkat pengetahuan pasien dan
keluarga, jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi dengan cara yang tepat, gambarkan tanda dan gejalan yang biasa
muncul pada penyakit dengan cara yang tepat, gambarkan proses penyakit dengan cara yang
tepat.
3. Lakukan penegakan diagnosis Keperawatan pada kasus tersebut dan urutkan sesuai

prioritas

Dari kasus PPOK di atas didapatkan diagnosa keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif ditandai dengan batuk tidak efektif, wheezing, sputum

berlebih.

2. Gangguan ventilasi spontan penurunan cadangan energi yang mengakibatkan individu


tidak

mampu bernapas secara adekuat, ditandai dengan dipsnea

3. Gangguan pertukaran gas ditandai dengan dispnea, napas cuping hidung, pola napas
abnormal

4. Keletihan ditandai dengan mengeluh lelah, tidak mempu mempertahankan aktifitas rutin,

tampak lesu.

5. Defisit Nutrisi ditandai dengan nafsu makan menurun


4. Susun luaran keperawatan pada kasus tersebut berdasarkan diagnosis

1. Bersihan jalan napas tidak efektif ditandai dengan batuk tidak efektif, wheezing, sputum

berlebih.

Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam, maka Bersihan Jalan Napas Meningkat,
dengan

kriteria hasil :

- Batuk efektif meningkat (5)

- Produksi sputum menurun (5)

- Wheezing menurun (5)

- Frekuensi napas membaik (5)

- Pola nafas membaik (5)

2. Gangguan ventilasi spontan penurunan cadangan energi yang mengakibatkan individu


tidak

mampu bernapas secara adekuat, ditandai kelelahan otot pernafasan dan dipsnea.

Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam, maka Ventilasi Spontan Meningkat, dengan

kriteria hasil :

- Dispnea munurun (5)

- Gelisa munurun (5)

- Volume tidal membaik (5)

- PCO2 membaik (5)

3. Gangguan pertukaran gas ditandai dengan dispnea, napas cuping hidung, pola napas
abnormal

Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam, maka Pertukaran Gas Meningkat, dengan

kriteria hasil :

- Tingkat kesadaran meningkat (5)


- Dispnea menurun (5)

- Bunyi napas tambahan menurun (5)

- Gelisah menurun (5)

- PCO2 membaik (5)

- pH arteri membaik (5)

- Pola napas membaik (5)

- Warna kulit membaik (5)

4. Keletihan ditandai dengan mengeluh lelah, tidak mempu mempertahankan aktifitas rutin,

tampak lesu/lelah.

Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam, maka Tingkat Keletihan Menurun, dengan

kriteria hasil :

- Verbalisasi kepulihan energi meningkat (5)

- Tenaga meningkat (5)

- Kemampuan melakukan aktivitas rutin meningkat (5)

- Lesu menurun (5)

- Mengi menurun (5)

- Gelisah menurun (5)

- Frekuensi napas menurun (5)

- Napsu makan membaik (5)

- Pola napas membaik (5)

- Pola istirahat membaik (5)

5. Defisit Nutrisi ditandai dengan nafsu makan menurun

Setelah dilakukan intervensi selama 1x24 jam, maka Status Nutrisi Membaik, dengan kriteria

hasil :
- Porsi makan yang dihabiskan meningkat (5)

- Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi meningkat (5)

- Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat (5)

- Sikap terhadap makanan/minuman sesuai dengan tujuan kesehatan meningkat (5)

- Berat badan cukup membaik (5)

- Indeks massa tubuh (IMT) membaik (5)

- Frekuensi makan membaik (5)

- Nafsu makan membaik (5)


5. Susun Intervensi Keperawatan berdasarkan tujuan dan dan diagnosis

1. Bersihan jalan napas tidak efektif ditandai dengan batuk tidak efektif, wheezing, sputum

berlebih.

Intervensi

Latihan Batuk Efektif

Melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif untuk membersiakn
laring

trakea dan bronkiolus dari secret atau benda asing di jalan napas

Tindakan

Observasi

- Identifikasi kemampuan batuk

- Monitor adanya retensi sputum

- Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas

- Monitor input dan output cairan (mis, jumlah dan karakteristik)

Terapeutik

- Atur posisi semi-Fowler atau Fowler

- Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien

- Buang sekret pada tempat sputum

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

- Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,

kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik

- Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali

- Anjurkan batuk dengan kuat lansung setelah Tarik napas dalam yang ke-3

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu

2. Gangguan ventilasi spontan penurunan cadangan energi yang mengakibatkan individu


tidak

mampu bernapas secara adekuat, ditandai kelelahan otot pernafasan dan dipsnea.

Intervensi

Dukungan Ventilasi

Memfasilitasi dalam mempertahankan pernapasan spontan untuk memaksimalkan pertukaran

gas di paru-paru

Tindakan

Observasi

- Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas

- Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan

- Monitor status respirasi dan oksigenasi (mis, frekuensi dan kedalaman napas, penggunaan

otot bantu napas, bunyi napas tambahan, saturasi oksigen)

Terapeutik

- Pertahankan kepatenan jalan napas

- Berikan posisi semi-Fowler atau Fowler

- Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin

- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan (mis, nasal kanul, masker wajah, masker rebreathing

atau non rebreathing)

- Gunakan bag-valve mask, jika perlu

Edukasi

- Anjurkan melakukan Teknik relaksasi napas dalam

- Anjurkan mengubah posisi secara mandiri

- Anjurkan Teknik batuk efektif


Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian bronchodilator, jika perlu

3. Gangguan pertukaran gas ditandai dengan dispnea, napas cuping hidung, pola napas
abnormal

Intervensi

Pemantauan Respirasi

Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan jalan napas dan

keefektifan pertukaran gas

Tindakan

Observasi

- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas

- Monitor pola napas (mis, seperti bradypnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul,


Cheynestokes, biot, ataksik)

- Monitor kemampuan batuk efektif

- Monitor adanya produksi sputum

- Monitor adanya sumbatan jalan napas

- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

- Aukultasi bunyi napas

- Monitor saturasi oksigen

- Monitor nilai AGD

- Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik

- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

- Dokumentasi hasil pemantauan

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

4. Keletihan ditandai dengan mengeluh lelah, tidak mempu mempertahankan aktifitas rutin,

tampak lesu/lelah.

Intervensi

Edukasi aktivitas/istirahat

Tindakan

Observasi

- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

Terapeutik

- Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan istirahat

- Jadwalkan pemberian Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan

- Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya

Edukasi

- Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik / olahraga secara rutin

- Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok, aktivitas bermain atau aktivitas lainnya

- Anjurkan Menyusun jadwal aktivitas dan istirahat

- Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat (mis, kelelahan, sesak naps saat

aktivitas)

- Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas sesuai kemampuan

5. Defisit Nutrisi ditandai dengan nafsu makan menurun

Intervensi

Manajemen Nutrisi

Mengidentifikasi dan mengelolah asupan nutrisi yang seimbang


Tindakan

Observasi

- Identifikasi status nutrisi

- Identifikasi elergi dan intoleransi makanan

- Identifikasi makanan yang disukai

- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient

- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric

- Monitor asupan makanan

- Monitor berat badan

- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis, piramida makanan)

- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

- Berikan suplemen makanan, jika perlu

- Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogatrik jika asupan oral dapat ditolerensi

Edukasi

- Anjurkan posisi duduk, jika mampu

- Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, pereda nyeri, antiemetic), jika perlu

- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta,
EGC.

Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Johnson, M.,et all, 2012, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2012, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : definsidan Klasifikasi

Price, Sylvia. 2013. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer C Suzanne. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai