Anda di halaman 1dari 16

I.

KONSEP DASAR PENYAKIT


A. PENGERTIAN
PPOK/COPD (Cronic Obstruktion Pulmonary Disease) merupakan istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price,
Sylvia Anderson : 2005)
PPOK  merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit
paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu
kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru
dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001)
P P O K  adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Bruner & Suddarth, 2002).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru Obstruksi
Kronik merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis kronis, bronkietaksis dan
emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif disertai hiperaktif aktivitas bronkus.

B. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Arief Mansjoer
(2002) adalah :
1. Kebiasaan merokok
2. Polusi Udara
3. Paparan Debu, asap
4. Gas-gas kimiawi akibat kerja
5. Riwayat infeki saluran nafas
6. Bersifat genetik yakni kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu
enzim yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan, orang yang
kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif muda, walau pun
tidak merokok.

C. PATOFISIOLOGI

Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk
keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme.
Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses
masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara
alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah
teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan
pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran
napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital
(KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas
vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari
saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema
jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada
paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di
paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi
akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila
tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara
kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,
komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic
Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas
dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan
adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan
perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

Pathway terlampir
D. KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai
berikut:
1. Bronchitis Kronis
Definisi : Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan
mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan
pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut
(Bruner & Suddarth, 2002).
Etiologi :
a. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.
b. Alergi
c. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok.
Manifestasi klinis :
a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana akan
meningkatkan produksi mukus.
b. Mukus lebih kental
c. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus. Oleh
karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan dan meningkatkan
kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar
mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan
meningkat.
d. Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan normal)
dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan produksi mukus
yang banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran
udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus besar,
tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
e. Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas, terutama
selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara terperangkap pada bagian
distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi
alveolar, hypoxia dan asidosis.
f. Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal timbul,
dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga meningkatkan nilai
PaCO2.
g. Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi polisitemia
(overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi sejumlah sputum yang
hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.
h. Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV dan
FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang akhirnya
menuju penyakit cor pulmonal dan CHF
2. Emfisema
Definisi : Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus,
duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).
Etiologi :
a. Faktor tidak diketahui
b. Predisposisi genetic
c. Merokok
d. Polusi udara
Manifestasi klinis :
a. Dispnea
b. Takipnea
c. Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
d. Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
e. Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
f. Hipoksemia
g. Hiperkapnia
h. Anoreksia
i. Penurunan BB
j. Kelemahan
3. Asthma Bronchiale
Definisi : Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari
trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa
kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran
nafas (Bruner & Suddarth, 2002).
Etiologi :
a. Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
b. Infeksi saluran  nafas
c. Stress
d. Olahraga (kegiatan jasmani berat)
e. Obat-obatan
f. Polusi udara
g. Lingkungan kerja
h. Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
Manifestasi Klinis :
a. Dispnea
b. Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat),
c. wheezing,
d. batuk non produktif
e. takikardi
f. takipnea

E. MANIFESTASI KLINIS

Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk
bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan
sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan
mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin
bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang
hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini menunjukkan
adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa
penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas
dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:
1. Batuk bertambah berat
2. Produksi sputum bertambah
3. Sputum berubah warna
4. Sesak nafas bertambah berat
5. Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6. Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7. Penurunan kesadaran

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar
dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang
menebal.
b. Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula.
Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
b. Corakan paru yang bertambah
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan
KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM
(kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih
jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas
kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli
untuk difusi berkurang.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik
merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi
umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.
Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering
terdapat RBBB inkomplet.
5. Kultur sputum, untuk mengetahui patogen penyebab infeksi.
6. Laboratorium darah lengkap.

G. KOMPLIKASI

1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan
nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood,
penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran
udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan
dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami
masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini
sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap
therapi yang biasa diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher
seringkali terlihat.

H. PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-
0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat)
dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B.
Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase. Pemberiam antibiotik seperti
kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi
akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak
flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat
infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya
golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5
mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau
aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang di lakukan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-0,5/hari
dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien
maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal
paru.
c. Fisioterapi
4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5. Mukolitik dan ekspektoran
6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan
PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Airway
1. Kaji dan pertahankan jalan napas
2. Lakukan head tilt, chin lift jika perlu
3. Gunakan bantuan jalan napas jika perlu
4. Pertimbangkan untuk segera merujuk ke ahli anaestesi
Breathing
1. Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter
2. Lakukan pemeriksaan arterial gas darah untuk mengkaji pH, PaCO2 and PaO2
3. Jika pH arteri <7.2, pasien lebih menguntungkan menggunakan non-invasive ventilation
(NIV) dan rujukan harus dibuat sesuai dengan kebijakan setempat
4. Kontrol terapi oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%
5. Monitoring secara ketat PaCO2
6. Berikan nebuliser salbutamol 5 mg dan ipratropium 500 mcg melalui oksigen
7. Berikan prednisolone 30 mg per oral atau hydrocortisone 100 mg IV setiap 6 jam.
8. Catat temperature
9. Lakukan pemeriksaan untuk mencari tanda:
a. Sianosis
b. Clubbing
c. pursed lip breathing
d. kesimetrisan pergerakan
e. retraksi interkosta
f. deviasi trachea
10. Dengarkan adanya:
a. Wheezing
b. Crackles
c. Penurunan aliran udara
d. Silent chest
11. Lakukan pemeriksaan torak untuk melihat
a. Pneumothorak
b. Konsolidasi
c. Tanda gagal jantung
12. Jika ada bukti infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri pathogen diantaranya:
a. streptococcus pneumoniae
b. haemophilus influenzae
c. moraxella catarrhalis
Circulation
1. Kaji heart rate dan ritme
2. Catat tekanan darah
3. Periksa EKG
4. Lakukan intake output, dan pemeriksaan darah lengkap
5. Lakukan pemasangan IV akses
6. Jika potassium rendah maka berika cairan potassium
7. Lakukan pembatasan cairan
8. Pertimbangkan pemberian heparin subkutan
Disability
1. Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
2. Penurunan kesadaran menunjukan pasien membutuhkan pertolongan medis dengan
segera dan dikirim ke ICU
Exposure
Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik lainnya

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan


produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi
dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan
kebutuhan oksigen.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akibat sesak, pengaturan
posisi dan pengaruh lingkungan.

C. INTERVENSI
No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
hasil

1 Setelah diberikan 1. Kaji frekuensi 1. Takipnea biasanya ada


tindakan keperawatan pernapasan. Catat rasio pada beberapa derajat dan
diharapkan jalan napas inspirasi/ekspirasi dapat ditemukan pada
pasien adekuat. penerimaan atau selama
Kriteria Hasil : stress /adanyaproses
- Mendemonstrasika infeksi akut. Pernapasan
n batuk efektif dan bisa melambat dan
suara nafas yang frekuensi ekspirasi
bersih, tidak ada memanjang disbanding
sianosis dan 2. Beri pasien 6 sampai 8 inspirasi
dyspneu (mampu gelas cairan/hari kecuali 2. Hidrasi membantu
mengeluarkan terdapat kor pulmonal. menurunkan kekentalan
sputum, mampu secret dan mempermudah
bernafas dengan 3. Lakukan drainage pengeluarannya.
mudah, tidak ada postural dengan perkusi 3. Mempermudah
pursed lips) dan vibrasi pada pagi pengeluaran sekret yang
- Menunjukkan jalan hari dan malam hari kental sesuai dengan letak
nafas yang paten sesuai yang diharuskan. sekret dan memperbaiki
(klien tidak merasa ventilasi pada segmen
tercekik, irama 4. Ajarkan dan berikan dasar paru
nafas, frekuensi dorongan penggunaan 4. Memberikan pasien
pernafasan dalam teknik pernapasan beberapa cara untuk
rentang normal, diafragmatik dan batuk. mengatasi dan mengontrol
tidak ada suara dispnea dan menurunkan
nafas abnormal) Kolaborasi jebakan udara
v 5. Berikan antibiotik sesuai
yang diharuskan. 5. Untuk mengontrol infeksi
6. Bantu dalam pemberian pernapasan/pneumonia.
tindakan nebuliser, 6. Merilekskan otot halus dan
inhaler dosis terukur menurunkan kongesti
local. Menurunkan spasme
jalan napas, mengi dan
produksi mukosa.
2 Setelah diberikan 1. Auskultasi bunyi napas 1. Bunyi napas menurun/
tindakan keperawatan dan catat adanya bunyi tidak ada bila jalan napas
diharapkan pola napas napas seperti krekels, obstruksi sekunder
adekuat mengi terhadap perdarahan.
Kriteria Hasil : Ronki atau mengi
- Mendemonstrasika menyertai obstruksi jalan
n batuk efektif dan napas/kegagalan
suara nafas yang pernapasan.
bersih, tidak ada 2. Berikan dorongan 2. Menggunakan otot bantu
sianosis dan penggunaan latihan pernapasan mempermudah
dyspneu otot-otot pernapasan pengambilan oksigen saat
- Menunjukkan jalan jika diharuskan. terjadi penyempitan jalan
nafas yang paten, napas
3. Ajarkan klien latihan 3. Memberikan pasien
irama nafas,
bernapas diafragmatik beberapa cara untuk
frekuensi
dan pernapasan bibir mengatasi dan mengontrol
pernafasan dalam
dirapatkan. dispnea dan menurunkan
rentang normal,
tidak ada suara jebakan udara
Kolaborasi
nafas abnormal 4. Berikan oksigen
- Tanda Tanda vital 4. Memaksimalkan bernapas
tambahan dan menurunkan kerja
dalam rentang
normal (tekanan napas
darah (sistole 110-
130mmHg dan
diastole 70-
90mmHg), nad
(60-100x/menit)i,
pernafasan (18-
24x/menit)
3 Setelah diberikan 1. Pantau frekuensi napas 1. Manifestasi distress
tindakan keperawatan klien terhadap dispnea pernapasan tergantung
diharapkan pertukaran dan hipoksia. pada indikasi derajat
gas adekuuat keterlibatan paru dan
Kriteria Hasil : status kesehatan umum.
- Frekuensi nafas 2. Tinggikan kepala dan 2. Meningkatkan inspirasi
normal dorong sering maksimal, meningkatkan
(16-4x/menit) menggubah posisi , pengeluaran secret untuk
- Melaporkan napas dalam dan batuk memperbaiki ventilasi
penurunan dispnea efektif.
- Menunjukkan 3. Ajarkan menggunakan 3. Mencegah terlalu lelah da
perbaikan dalam teknik relaksasi menurunkan kebutauhan/
laju aliran konsumsi oksigen untuk
ekspirasi memudahkan perbaikan
infeksi
Kolaborasi
4. Pantau pemberian
oksigen 4. Mempertahankan PaO2 di
atas 60 mmHg
4 Setelah diberikan 1. Kaji respon individu 1. Menetapkan
tindakan keperawatan terhadap aktivitas; nadi, kemampuan / kebutuhan
diharapkan tidak tekanan darah, pasien dan memudahkan
terjadi intoleransi pernapasan pilihan intervensi
aktivitas 2. Ukur tanda-tanda vital 2. Perubahan tanda-tanda
Kriteria Hasil : segera setelah aktivitas, vital dapat berpengaruh
- Berpartisipasi istirahatkan klien pada kemampuan pasiem
dalam aktivitas selama 3 menit dalam melakukan
fisik tanpa disertai kemudian ukur lagi aktivitas
peningkatan tanda-tanda vital.
tekanan darah, 3. Dukung pasien dalam 3. Membantu keseimbangan
nadi dan RR menegakkan latihan suplai dan kebutuhan
- Mampu melakukan teratur dengan oksigen
aktivitas sehari menggunakan treadmill
hari (ADLs) secara dan exercycle, berjalan
mandiri atau latihan lainnya
yang sesuai, seperti
berjalan perlahan.
4. Meminimalkan kelelahan
4. Tingkatkan aktivitas
dan mengatur
secara bertahap; klien
keseimbangan oksigen
yang sedang atau tirah
baring lama mulai
melakukan rentang
gerak sedikitnya 2 kali
sehari.
Kolaborasi 5. Mempercepat proses
5. konsultasi dengan ahli peningkatan
terapi fisik untuk keseimbangan saat
menentukan program melakukan aktivitas
latihan spesifik
terhadap kemampuan
pasien
5 Setelah diberikan 1. Kaji kebiasaan diet, 1. Pasien distress pernapasan
tindakan keperawatan masukan makanan saat akut sering anoreksia
diharapkan asupan ini. Catat derajat karena dyspepsia, produksi
nutrisi terpenuhi kesulitan makan. sputum dan obat, selain itu
Kriteria Hasil : Evaluasi berat badan pasien PPOK mempunyai
- Adanya dan ukuran tubuh. kebiasaan makan buruk,
peningkatan berat meskipun kegagalan
badan sesuai pernapasan membuat status
dengan tujuan hipermetabolik dengan
- Berat badan ideal peningkatan kebutuhan
sesuai dengan kalori.
2. Auskultasi bunyi usus
tinggi badan 2. Penurunan/hipoaktif bising
- Mampu usus menunjkkan
mengidentifikasi penurunan motolitas gaster
kebutuhan nutrisi dan konstipasi yang
- Tidak ada tanda berhubungan dengan
tanda malnutrisi pembatasan pemasukan
- Tidak terjadi cairan, pilihan makanan
penurunan berat 3. Timbang berat badan buruak, penurunan aktivitas
badan yang berarti tiap hari sesuai indikasi dan hipoksemia
3. Berguna untuk menentukan
kebutuhan kalori,
menyusun tujuan berat
4. Anjurkan klien badan dan evaluasi
istirahat 1 jam sebelum keadekuatan rancana nutrisi
dan sesudah makan. 4. Membantu menurunkan
kelemahan selama waktu
makan dan memberikan
kesempatan untuk
Kolaborasi meningkatkan masukan
5. Pemeriksaan kalori tetap
laboratorium 5. Mengevaluasi/ mengatasi
kekurangan dan mengawasi
keefektifan terapi nutrisi
6 Setelah diberikan 1. Observasi gejala 1. Observasi gejala kardinal
asuhan keperawatan kardinal dan keadaan guna mengetahui
diharapkan kebutuhan umum pasien. perubahan terhadap kondisi
istirahat dan tidur pasien.
pasien terpenuhi. 2. Beri posisi senyaman 2. Posisi semi fowler atau
Kriteria hasil : mungkin bagi pasien. posisi yang menyenangkan
- Pasien tidak sesak akan memperlancar
nafas peredaran O2dan CO2.
- Pasien dapat tidur 3. Tentukan kebiasaan 3. Mengubah pola yang sudah
dengan nyaman motivasi sebelum tidur menjadi kebiasaan sebelum
tanpa mengalami malam sesuai dengan tidur akan mengganggu
gangguan kebiasaan pasien proses tidur.
- Pasien beristirahat sebelum dirawat.
4. Anjurkan pasien untuk 4. Relaksasi dapat membantu
atau tidur dalam
latihan relaksasi mengatasi gangguan tidur.
waktu 3-8 jam per
sebelum tidur.
hari.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi disesuaikan dengan intervensi
E. EVALUASI
Diagnosa 1:
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
- Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Diagnosa 2:
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu
- Menunjukkan jalan nafas yang paten, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal
- Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah (sistole 110-130mmHg dan
diastole 70-90mmHg), nad (60-100x/menit)i, pernafasan (18-24x/menit)
Diagnosa 3:
- Frekuensi nafas normal (16-4x/menit)
- Melaporkan penurunan dispnea
- Menunjukkan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi
Diagnosa 4:
- Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
- Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
Diagnosa 5:
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda tanda malnutrisi
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Diagnosa 6:
- Pasien tidak sesak nafas
- Pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan
- Pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta,
EGC.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II, edisi ketiga. Jakarta: balai Penerbit FKUI.
Price, Sylvia A. Dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume
1. Jakarta: EGC.
Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed
8 Vol 1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai