Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK) atauCHRONIC


OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD)

A.    DEFINISI
 PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara
di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya
respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD , 2009).
 PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) merupakan
istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005)
 PPOK  merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit
paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu
kesatuan yang dikenal dengan COPDadalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru
dan asthma bronchiale (S Meltzer, 2001)
 PPOK adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Bruner & Suddarth,
2002).
 PPOK  merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan ireversibel, terjadi
bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya (Snider, 2003).
B.    KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai
berikut:
1.   Bronchitis Kronis
a.   Definisi
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mucus
yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan
pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut
(Bruner & Suddarth, 2002).

b.   Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:
1) Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus influenzae.
2) Alergi
3) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
c.  Manifestasi klinis
1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang
mana akanmeningkatkan produksi mukus.
2) Mukus lebih kental
3) Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan
mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan
dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul,
kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus
akan meningkat.
4) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali ketebalan
normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan
produksi mukus yang banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi
hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
5) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas,
terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara
terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan
penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.
6) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi abnormal
timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi dapat juga
meningkatkan nilai PaCO2.
7) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi
polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat, diproduksi
sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi pulmonary.
8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan pada RV
dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi, hypoxemia akan timbul yang
akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan CHF
2.   Emfisema
a.   Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus
alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).
b.   Etiologi
1)      Faktor tidak diketahui
2)      Predisposisi genetic
3)      Merokok
4)      Polusi udara
c.    Manifestasi klinis
1)      Dispnea
2)      Takipnea
3)      Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4)      Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5)      Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6)      Hipoksemia
7)      Hiperkapnia
8)      Anoreksia
9)      Penurunan BB
10)  Kelemahan
3.   Asthma Bronchiale
a.   Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea dan
bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran
bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari saluran nafas (Bruner
& Suddarth, 2002).
b.   Etiologi
1)      Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
2)      Infeksi saluran  nafas
3)      Stress
4)      Olahraga (kegiatan jasmani berat)
5)      Obat-obatan
6)      Polusi udara
7)      Lingkungan kerja
8)      Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
c.    Manifestasi Klinis
1)      Dispnea
2)      Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat),
3)      wheezing,
4)      batuk non produktif
5)      takikardi
6)      takipnea
C.     ETIOLOGI
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas
yang dihirup  oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :
1.   asap rokok 
a.    perokok aktif 
b.   perokok pasif 
2.   polusi udara
a.    polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor
b.   polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan
3.    polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
4.    infeksi saluran nafas bawah berulang
D.    PATOFISIOLOGI
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk
keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme.
Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses
masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara
alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah
teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan
pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran
napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital
(KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas
vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari
saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi
dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses
ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD,
2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada
paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di
paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi
akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila
tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara
kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi
seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic
Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas
dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan
adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan
perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).
E.     MANIFESTASI KLINIS
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk bersifat
produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang
hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid
kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin bertambahnya
parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang hari, tidak
hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini menunjukkan adanya
obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita
PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada
saat mengalami eksaserbasi akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:
1)      Batuk bertambah berat
2)      Produksi sputum bertambah
3)      Sputum berubah warna
4)      Sesak nafas bertambah berat
5)      Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6)      Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7)      Penurunan kesadaran
F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1.  Pemeriksaan radiologi
a.  Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1)  Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar
dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang
menebal.
2)  Corak paru yang bertambah
b.  Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1)  Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
2)  Corakan paru yang bertambah.
3)  Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan
KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM
(kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih
jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran
napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena
permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

2. Analisis gas darah


Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik
merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi
umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
3. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan
aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari
1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5. Laboratorium darah lengkap
G.    KOMPLIKASI
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan
nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood,
penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain
: nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran
udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan
bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini
sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap
therapi yang biasa diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher
seringkali terlihat.
H.    PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi
juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak
perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi
yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid
untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih kontroversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat
1 - 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling
efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran
jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a.   Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0.25-
0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat
diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang
memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin,
atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat
penyembuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya
dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-
tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
b.   Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c.    Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
d.   Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya
golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg
dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau
aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.
3.   Terapi jangka panjang di lakukan :
a.    Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-0,5/hari
dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b.   Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien
maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.
c.    Fisioterapi
4.   Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5.   Mukolitik dan ekspektoran
6.   Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II dengan
PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi,
untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    PENGKAJIAN
1.  Aktivitas dan Istirahat
Gejala :
·    Keletihan, kelelahan, malaise,Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-
hari karena sulit bernafas
·    Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
·    Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
·    Keletihan
·    Gelisah, insomnia
·    Kelemahan umum/kehilangan massa otot
2.  Sirkulasi
Gejala :Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
· Peningkatan tekanan darah
· Peningkatan frekuensi jantung
· Distensi vena leher 
· Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
· Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameterAPdada)
·  Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh dansianosis
perifer 
·  Pucat dapat menunjukkan anemia.
3.      Integritas Ego
Gejala :
·         Peningkatan factor resiko
·         Perubahan pola hidup
Tanda :
·         Ansietas, ketakutan, peka rangsang
4.      Makanan/ cairan
Gejala :
·         Mual/muntah
·          Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
·         ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
·          penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
menunjukkan edema (bronchitis)
Tanda :
·         Turgor kulit buruk 
·         Edema dependen
·         Berkeringat
5.      Hyegene
Gejala :
·         Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitassehari-hari
Tanda :
·         Kebersihan buruk, bau badan
6.      Pernafasan
Gejala :
·         Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala
menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode
berulangnyasulit nafas (asma); rasa dada tertekan,m ketidakmampuan untuk
bernafas(asma)
· Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun)
selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2tahun. Produksi sputum
(hijau, puith, atau kuning) dapat banyak sekali(bronchitis kronis)
· Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dinimeskipun dapat
menjadi produktif (emfisema)
· Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasandalam
jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap (mis.asbes, debu batubara, rami
katun, serbuk gergaji
· Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.
Tanda :
·  Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi memanjangdengan
mendengkur, nafas bibir (emfisema)
·  Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu, melebarkan hidung.
·  Dada: gerakan diafragma minimal.
·  Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema);menyebar, lembut
atau krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengisepanjang area paru pada
ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak
adanya bunyi nafas (asma)
·   Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara denganemfisema); bunyi
pekak pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan, mukosa)
·   Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
·   Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-abukeseluruhan; warna
merah (bronchitis kronis, “biru mengembung”). Pasiendengan emfisema sedang
sering disebut “pink puffer” karena warna kulitnormal meskipun pertukaran gas tak
normal dan frekuensi pernafasancepat.
·   Tabuh pada jari-jari (emfisema)
7.  Keamanan
Gejala :
·  Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan
·  Adanya/berulang infeksi
·  Kemerahan/berkeringat (asma)
8. Seksualitas
Gejala :
·         penurunan libido
9. Interaksi Sosial
Gejala :
·         Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung
·         Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat
·         Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda :
·         Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena
distress pernafasan
·         Keterbatasan mobilitas fisik 
·         Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain
B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.   Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan
produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.
2.   Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan
iritan jalan napas.
3.   Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan
kebutuhan oksigen.
5.   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelamahan,
efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
6.   Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya
pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
C. RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas NOC : 1. Beri pasien 6
tidakefektif b.d v  Respiratory sampai 8 gelas
bronkokontriksi,peningkatan status : Ventilation cairan/hari kecuali
produksi sputum, batuk v  Respiratory terdapat kor pulmonal.
tidakefektif, status : Airway 2.Ajarkan dan berikan
kelelahan/berkurangnya patency dorongan penggunaan
tenaga dan infeksi v  Aspiration teknik pernapasan
bronkopulmonal. Control diafragmatik dan
Kriteria Hasil : batuk.
v 3. Bantu dalam
Mendemonstrasikan pemberian tindakan
batuk efektif dan nebuliser, inhaler
suara nafas yang dosis terukur
bersih, tidak ada 4. Lakukan drainage
sianosis dan postural dengan
dyspneu (mampu perkusi dan vibrasi
mengeluarkan pada pagi hari dan
sputum, mampu malam hari sesuai
bernafas dengan yang diharuskan.
mudah, tidak ada 5. Instruksikan pasien
pursed lips) untuk menghindari
v Menunjukkan iritan seperti asap
jalan nafas yang rokok, aerosol, suhu
paten (klien tidak yang ekstrim, dan
merasa tercekik, asap.
irama nafas, 6. Ajarkan tentang
frekuensi tanda-tanda dini
pernafasan dalam infeksi yang harus
rentang normal, dilaporkan pada
tidak ada suara dokter dengan segera:
nafas abnormal) peningkatan sputum,
v Mampu perubahan warna
mengidentifikasika sputum, kekentalan
n dan mencegah sputum, peningkatan
factor yang dapat napas pendek, rasa
menghambat jalan sesak didada,
nafas keletihan.
7. Berikan antibiotik
sesuai yang
diharuskan.
8.      Berikan
dorongan pada pasien
untuk melakukan
imunisasi terhadap
influenzae dan
streptococcus
pneumoniae.
2. Pola napas tidak NOC : 1. Ajarkan klien
efektifberhubungan dengan v Respiratory status latihan bernapas
napas pendek, mukus, : Ventilation diafragmatik dan
bronkokontriksi dan iritan NOC pernapasan bibir
jalan napas v  Respiratory dirapatkan.
status : Airway 2. Berikan dorongan
patency untuk menyelingi
v  Vital sign Status aktivitas dengan
Kriteria Hasil : periode istirahat.
v 3. Biarkan pasien
Mendemonstrasikan membuat keputusan
batuk efektif dan tentang perawatannya
suara nafas yang berdasarkan tingkat
bersih, tidak ada toleransi pasien.
sianosis dan 4. Berikan dorongan
dyspneu (mampu penggunaan latihan
mengeluarkan otot-otot pernapasan
sputum, mampu jika diharuskan.
bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips)
v Menunjukkan
jalan nafas yang
paten (klien tidak
merasa tercekik,
irama nafas,
frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal,
tidak ada suara
nafas abnormal)
v Tanda Tanda vital
dalam rentang
normal (tekanan
darah (sistole 110-
130mmHg dan
diastole 70-
90mmHg), nad (60-
100x/menit)i,
pernafasan (18-
24x/menit))
3. Gangguan pertukaran v Respiratory status 1.Deteksi
gasberhubungan dengan : Ventilation bronkospasme
ketidaksamaan ventilasi Kriteria Hasil : saatauskultasi .
perfusi v  Frkuensi nafas 2. Pantau klien
normal terhadap dispnea dan
(16-24x/menit) hipoksia.
v  Itmia 3. Berikan obat-
v  Tidak terdapat obatan bronkodialtor
disritmia dan kortikosteroid
v  Melaporkan dengan tepat dan
penurunan dispnea waspada
v  Menunjukkan kemungkinan efek
perbaikan dalam sampingnya.
laju aliran ekspirasi 4. Berikan terapi
aerosol sebelum
waktu makan, untuk
membantu
mengencerkan sekresi
sehingga ventilasi
paru mengalami
perbaikan.
5.  Pantau pemberian
oksigen
4. Intoleransi NOC : 1. Kaji respon
aktivitasberhubungan v  Energy individu terhadap
dengan ketidakseimbangan conservation aktivitas; nadi,
antara suplai dengan v  Self Care : ADLs tekanan darah,
kebutuhan oksigen Kriteria Hasil : pernapasan
v  Berpartisipasi 2. Ukur tanda-tanda
dalam aktivitas fisik vital segera setelah
tanpa disertai aktivitas, istirahatkan
peningkatan klien selama 3 menit
tekanan darah, nadi kemudian ukur lagi
dan RR tanda-tanda vital.
v  Mampu 3. Dukung pasien
melakukan aktivitas dalam menegakkan
sehari hari (ADLs) latihan teratur dengan
secara mandiri menggunakan
treadmill dan
exercycle, berjalan
atau latihan lainnya
yang sesuai, seperti
berjalan perlahan.
4.      Kaji tingkat
fungsi pasien yang
terakhir dan
kembangkan rencana
latihan berdasarkan
pada status fungsi
dasar.
5.  Sarankan
konsultasi dengan ahli
terapi fisik untuk
menentukan program
latihan spesifik
terhadap kemampuan
pasien.
6. Sediakan oksigen
sebagaiman
diperlukan sebelum
dan selama
menjalankan aktivitas
untuk berjaga-jaga.
7.Tingkatkan aktivitas
secara bertahap; klien
yang sedang atau tirah
baring lama mulai
melakukan rentang
gerak sedikitnya 2 kali
sehari.
8. Tingkatkan
toleransi terhadap
aktivitas dengan
mendorong klien
melakukan aktivitas
lebih lambat, atau
waktu yang lebih
singkat, dengan
istirahat yang lebih
banyak atau dengan
banyak bantuan.
9. Secara bertahap
tingkatkan toleransi
latihan dengan
meningkatkan waktu
diluar tempat tidur
sampai 15 menit tiap
hari sebanyak 3 kali
sehari.
5. Perubahan nutrisi kurang NOC : 1. Kaji kebiasaan diet,
dari kebutuhan v  Nutritional Status masukan makanan
tubuhberhubungan dengan : food and Fluid saat ini. Catat derajat
dispnea, kelamahan, efek Intake kesulitan makan.
samping obat, produksi Kriteria Hasil : Evaluasi berat badan
sputum dan anoreksia, mual v  Adanya dan ukuran tubuh.
muntah. peningkatan berat 2.Auskultasi bunyi
badan sesuai usus
dengan tujuan 3.  Berikan perawatan
v  Berat badan ideal oral sering, buang
sesuai dengan sekret.
tinggi badan 4. Dorong periode
v  Mampu istirahat I jam
mengidentifikasi sebelum dan sesudah
kebutuhan nutrisi makan.
v  Tidak ada tanda 5.Pesankan diet lunak,
tanda malnutrisi porsi kecil sering,
Tidak terjadi tidak perlu dikunyah
penurunan berat lama.
badan yang berarti 6.Hindari makanan
yang diperkirakan
dapat menghasilkan
gas.
7.Timbang berat
badan tiap hari sesuai
indikasi.
6. Kurang perawatan NOC : 1.Ajarkan
diriberhubungan dengan v  Self care : mengkoordinasikan
keletihan sekunder akibat Activity of Daily pernapasan
peningkatan upaya Living (ADLs) diafragmatik dengan
pernapasan dan insufisiensi Kriteria Hasil : aktivitas seperti
ventilasi dan oksigenasi v  Klien terbebas berjalan, mandi,
dari bau badan membungkuk, atau
v  Menyatakan menaiki tangga
kenyamanan 2. Dorong klien untuk
terhadap mandi, berpakaian,
kemampuan untuk dan berjalan dalam
melakukan ADLs jarak dekat, istirahat
v  Dapat melakukan sesuai kebutuhan
ADLS dengan untuk menghindari
bantuan keletihan dan dispnea
berlebihan. Bahas
tindakan penghematan
energi.
3.Ajarkan tentang
postural drainage bila
memungkinkan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta,
EGC.
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi
Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth’s,
Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai