Pengertian
Penyakit paru-paru obstrutif kronis (PPOK) atau Chronic obstructive pulmonary
diseases (COPD) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif non-reversibel atau reversibel parsial. PPOK atau
Chronic obstructive pulmonary diseases (COPD) merupakan istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya
(Somantri, 2007). PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan
keduanya. Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik
berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut dan
tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang
ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding
alveoli (PDPI, 2003).
B. Etiologi
Penyakit PPOK menyebabkan obstruksi saluran pernapasan yang bersifat ireversibel.
Gejala yang ditimbulkan pada PPOK biasanya terjadi bersama-sama dengan gejala primer
dari penyebab penyakit ini. Etiologi PPOK yang utama adalah emfisema, bronkitis kronik,
dan faktor resiko lain.
1. Bronkhitis Kronis
Bronkhitis kronis adalah keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus
trakheobronkhial yang berlebihan, sehingga menimbulkan batuk yang terjadi paling sedikit
selama tiga bulan dalam waktu satu tahun untuk lebih dari dua tahun secara berturut-
turut(Somantri, 2007). Somantri (2007) menjelaskan bahwa terdapat 3 jenis penyebab
bronkhitis yaitu sebagai berikut.
1. Infeksi stafilokokus, streptokokus, pneumokokus,haemophilus influenzae.
2. Alergi
3. Rangsangan lingkungan misalnya asap pabrik, asap mobil, asap rokok
2. Emfisema
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran
ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan(Somantri, 2007). Etiologi
emfisema menurut Somantri (2007) yaitu sebagai berikut.
a Genetik yaitu atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar
imunoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper-responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi
paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa-1 anti tripsin.
b Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Dalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase
supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan
elastik paru rusak sehingga timbul emfisema.
c Rokok menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi
makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi, dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan
metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan.
d Infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkhiolitis akut, dan asma bronkial dapat
mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya
emfisema.
e Polusiudara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia
yang dapat menghambat fungsi makrofag alveolar.
f Faktor Sosial Ekonomi
g Usia
3. Faktor resiko lainnya
Faktor resiko lainnya menurut PDPI (2003) yaitu kebiasaan merokok,
riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja, hipereaktivitas bronkus,
riwayat infeksi saluran napas bawah berulang, defisiensi antitripsin alfa-1.
Merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari
faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan
a. Riwayat merokok
Perokok aktif
Perokok pasif
Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB) yaitu perkalian jumlah rata-rata
batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun
Kategori Ringan : 0-200
Sedang : 200-600
Berat : >600
Sedangkan menurut Mansjoer (2001) Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
PPOK, yaitu:
Kebiasaan merokok
Polusi udara
Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja
Riwayat infeksi saluran napas
C. Klasifikasi
COPD/PPOM/PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis,
bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002)
Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
· Asma Bronkhial: dikarakteristikan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot halus
bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin, latihan, obat, kimia dan
infeksi.
· Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran
dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit
selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru,
dan asma bronkial.
· Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya
secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal,
D. Anatomi fisiologi
1. Anatomi
Infeksi yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrosit karena keadaan hipoksia kronik, gagal
nafas, dan kor pulmonal.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan fisik :
· Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih
rendah, pekak jantung berkurang.
2. Pemeriksaan radiologi
Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-
garisyang pararel keluar dari hilus menuju ke apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
c. Rontgen dada : hiperinflasi dan pendataran diafragma. Pada emfisema paru, foto
thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah yang
rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.
d. Pemeriksaan sputum dan darah : eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil).
Peningkatan kadar serum Ig E pada asma alergik
f. Fungsi pulmonari :
Biasanya normal
Serangan akut : Peningkatan TLC dan FRV; FEV dan FVC agak menurun
Bronkografi
Bronkoskopi
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan penyebab dispnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstimulasi atau restriksi, untuk memperkirakan
derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
4. Pemeriksaan EKG
H. Penatalaksanaan
2.1.1. Bronkodilator
Pengobatan utama COPD adalah dengan obat bronkodilator. Bronkodilator utama yang
sering dipakai adalah : agonis-b , antikolinergik, methyl-xanthin.
· Pemakaian teofilin tidak banyak, karena batas antara dosis terapeutik dan
dosis toksiknya terlalu dekat.
· Kombinasi yang terbanyak dipakai untuk PPOK adalah agonis-b kerja cepat
(fenoterol, salbutamol), dan antikolinergik (ipratropium)
o Antibiotik
o Terapi oksigen
o Pertimbangkan ventilator mekanik invasif. Pada keadaan berat sepertj ancaman gagal
napas akut, kelainan asam basa berat atau perburukan status mental dll, maka pemasangan
ventilator mekanik invasif dapat dipertimbangkan. Dalam hal ini jenis ventilasi yang banyak
dipakai adalah assisted control ventilation, pressure support ventilation, intermittent
mandatory ventilation.
a. a-antitripsin
b. Mukolitik
- Latihan Fisik
- Latihan pernapasan
- Rehabilitasi psikososial.
A. Anamnesa
B. Keluhan Utama
Klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada seperti terpukul, dan batuk
F. Pola Kebiasaan :
Makanan yang disajikan tidak dihabiskan klien, klien punya masalah nutrisi.
o Pola eliminasi.
Pasien dalam hal makan, minum, toileying, berpakaian, mobilitas dapat dilakukan
sendiri.
o Pola tidur dan istirahat
Pasien sering terbangun malam dan tidak tidur siang karena sesak.
Respon individu terhadap sakit, meringis saat nyeri dada dan sesak nafas datang.
B. Pemeriksaan Fisik
· Keadaan umum :
· Kulit
Teraba panas. Warna kulit Cyanosis. Turgor kulit menurun.
· Kepala
Tidak ada benjolan pada kulit kepala dan wajah bentuk simetris.
· Mata
Mata simestris antara kanan dan kiri, sclera tidak ikterik dan konjungtiva tampak anemis,
respon pupil terhadap cahaya mengecil bila terkena cahaya.
· Telinga
Daun telinga simetris dan tidak ada lesi. Pendengaran tidak menggunakan alat bantu.
Posisi anatomis hidung bentuk simetris dan terdapat pernafasan cuping hidung.
· Leher
N
o Data (Subjek dan Objek) Etiologi Diagnosa
N Perencanaan Rasionalisasi
o Diagnosa
Tujuan Kriteria hasil NIC
Ketidakefektifan - Tidak ada
1. bersihan - Ventilasi/ demam - Kaji/pantau frekuensi - Takipnea biasanya ada
jalan nafas beberapa derajat dan dapat
ditemukan pada
berhubungan oksigenisasi -Tidak ada cemas pernapasan, catat rasio
penerimaan
dengan sekresi adekuat
berlebihan untuk - RR dalam batas inspirasi/ekspirasi. atau selama stress/adanya
proses infeksi akut.
dengan: kebutuhan normal - Kaji pasien untuk posisi - Peninggian kepala
tempat
- Irama nafas
Ds: individu. dalam yang nyaman, misalnya tidur mempermudah
- Demam peninggian kepala pernapasan dan
turun batas normal tempat
menggunakan gravitasi.
tidur, duduk dan
Do: - Kecemasan - Pergerakan sandaran - Memberikan pasien
Klien tampak berkurang sputum tempat tidur. beberapa cara untuk
mengatasi dan mengontrol
sesak keluar dari jalan - Dorong/bantu latihan dispnea dan menurunkan
napas abdomen atau jebakan udara.
Bibir tampak nafas bibir. - Hidrasi membantu
cynosis - Bebas dari suara - Tingkatkan masukan menurunkan kekentalan
cairan sampai 3000 secret, mempermudah
Terdengarnya nafas tambahan ml/hari pengeluaran.
sesuai toleransi - Melonggarkan jalan
adanya ronchi jantung. nafas
dan untuk melepaskan dan
basah pada paru. - Latihan Batuk efektif. membantu menggerakkan
- Lakukan pelatihan sekret dan saluran napas
kecil ke trakea sehingga
Fisioterapi dada.
dapat bernafas dengan
lega.
berat badan yang
berarti.
- Obstruksi
jalan nafas oleh sekret oksigen
Hivopentilasi yang normal. mu
adekuat -
untuk - tem
Ds:
mendemonstrasik
keperluan an tid
me
tubuh. peningkatan mu
Do: - ventilasi dan un
na
- Confusion, lemah.
oksigenasi yang ata
- Sianosis. na
-Tidak mampu adekuat. de
mengeluarkan sekret ke
sianosis dan
dyspneu.
sentral (terlihat sekitar bibir atau danun telinga). Keabu-
abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.