Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN PPOK

ASRIANI

NIM : PO7120421004

PRECEPTOR RUANGAN PRECEPTOR INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES PALU
TAHUN 2021-2022
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

(PPOK)

A. DEFINISI

Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Anies (2006) adalah suatu


penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema
dan bronchitis kronis. Sedangkan menurut Sylvia dan Laurence (2006) Penyakit
Paru Obstruksi Kronik merupakan sekelompok penyakit paru yaitu emfisema
paru, bronkitisakut dan asma bronchial yang berlangsung lama ditandai oleh
peningkatan resitensi terhadap aliran udara.
            Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Jan Tambayong (1999) adalah
menghambatnya aliran udara di dalam paru yang menimbulkan sedikit tahanan
pada inspirasi dan lebih banyak tahanan pada ekspirasi.
            Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Susan MartinTucker dkk,(1993)
adalah kondisi kroni yang berhubunan denan riwayat emfisema paru, bronchitis
kronik dan asma bronchial disebabkan oleh perokok aktif atau terpajan pada
polusi udara,terdapat sumbatan jalan naas yang secara rogrsif meningkat.
            Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut David Ovedoff (2002) adalah
sekresi mukoid bronchial bertmbah ecara menetap di sertai dengan
kecenderungan terjadi infeksi yang berualang di sertai batuk produktif selama 3
bulan jangka waktu2 tahun berturut-turut.
Penyakit paru obstruksi kronik menurut Smaler (2001) adalah klasifikasi
luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan
asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
            Penyakit Paru Obsruksi Kronik menurut Niluh G. Yasin (2003) adalah
kondisi obstruksi irevisibel progresif aliran udara dan ekspirasi biasanya ditandai
dengan kesulitan bernafas, batuk produktif, serta intolenransi aktifitas.
            Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru
Obstruksi Kronik merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitas
kronis, bronkietaksis dan emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif disertai
hiper aktif aktivitas bronkus

B. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Arief
Mansjoer (2002) adalah :
a. Kebiasaan merokok
b. Polusi Udara
c. Paparan Debu, asap
d. Gas-gas kimiawi akibat kerja
e. Riwayat infeki saluran nafas
f. Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin
Sedangkan penyebab lain Penykit Paru Obstruksi Kronik menurut David Ovedoff
(2002) yaitu : adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi udara dari
bahan kimiawi akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan dengan virus
hemophilus influenza dan strepto coccus pneumonia.
Faktor penyebab dan factor resiko yang paling utama  menurut   Neil F Gordan
(2002) bagi penderita PPOK atau kondisi yang secara bersama membangkitkan
penderita penyakit PPOK, yaitu :
a. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi.
b. Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita
c. Merokok
d. Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak
dirasakan.
e. Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap  rokok dan debu
f. Polusi udara
g. Infeksi system pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus
h. Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit paru
obstuksi kronik
i. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang
normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang
kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif
muda, walau pun tidak merokok.

C. EPIDEMOLOGI
Pada studi populasi di Inggris selama 40 tahun, didapati bahwa
hipersekresi mukusmerupakan suatu gejala yang paling sering terjadi pada
PPOK, penelitian ini menunjukkan bahwa batuk kronis, sebagai mekanisme
pertahanan akan hipersekresi mukus di dapatisebanyak 15-53% pada pria paruh
umur, dengan prevalensi yang lebih rendah pada wanita sebanyak 8-22%
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa
m e n j e l a n g t a h u n 2 0 2 0  prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai
penyebab penyakit tersering peringkatnyameningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan
sebagai penyebab kematian tersering peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi
ke-3. Di Eropa, tingkat kejadian PPOK tertinggi terdapat pada negara-negara
Eropa Barat seperti Inggris dan Prancis, dan paling rendah pada negara-negara
Eropa Selatan seperti Italia. Negara Asia Timur seperti Jepang dan China
memiliki kejadian terendah PPOK, dengan jarak antara angka kejadian terendah
dan tertinggi mencapai empat kali lipat
Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK
sedang-berat pada usia 30 tahun keatas, dengan tingkat sebesar 6,3%, dimana
Hongkong dan Singapura dengan angka prevalensi terkecil yaitu 3,5% dan
Vietnam sebesar 6,7%. Indonesia sendiri  belumlah memiliki data pasti
mengenai PPOK ini sendiri, hanya Survei Kesehatan RumahTangga Depkes RI
1992 menyebutkan bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronchial
menduduki peringkat ke-6 dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia

D. PATHOFISIOLOGI
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam
usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang
sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh.
Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru.
Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem
respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi
bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis.
Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus
terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara
yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak
terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal
inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya.
Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi,
distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.
PATHWAY
E. GEJALA KLINIS
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok: (3)
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue
bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut:


1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
5. Mengi atau wheeze
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki, asites dan jari tabuh.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah
bayangan bronkus yang menebal
b. Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink
puffer
b. Corakan paru yang bertambah
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan
VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut,
sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli
untuk difusi berkurang.(5)
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia
yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung
kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan.(5)
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada
hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1
dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.(5)
5.      Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
6.      Laboratorium darah lengkap
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada
fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:


1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi


antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat
sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas
atau pengobatan empirik.

4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan


kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.

5. Pengobatan simtomatik.

6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.

7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan


dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.

8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret


bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
d. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita
dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri
penderita dengan penyakit yang dideritanya.
KONSEP DASAR TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

(PPOK)

A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor
registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstriksi Kronik(PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak
nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat
badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan
atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan
keluhan yang sama
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang sama
e. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya

3. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Bernafas
Kaji pernafasan pasien. Keluhan yang dialami pasien dengan Penyakit
Paru Obstruksi Kronik ialah batuk produktif/non produktif, dan sesak
nafas
b. Makan dan Minum
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan PPOK akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari
sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan
metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit
c. Eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
d. Gerak dan Aktivitas
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan
Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
e. Istirahat dan tidur
Akibat sesak yang dialami dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat
perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir,
berisik dan lain sebagainya.
f. Kebersihan Diri
Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus
dibantu oleh orang lain.
g. Pengaturan suhu tubuh
Cek suhu tubuh pasien, normal(36°-37°C), pireksia/demam(38°-40°C),
hiperpireksia=40°C< ataupun hipertermi <35,5°C.
h. Rasa Nyaman
Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Nyeri
dada meningkat karena batuk berulang (skala 5)
i. Rasa Aman
Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang
dialaminya
j. Sosialisasi dan Komunikasi
Observasi apakan pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan
keluarga atau temannya.
k. Bekerja
Tanyakan pada pasien, apakan sakit yang dialaminya menyebabkan
terganggunya pekerjaan yang dijalaninya.
l. Ibadah
Ketahui agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kali pasien
sembahyang, dll.
m. Rekreasi
Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja
meluangkan waktunya untuk rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik
yang tepat saat depresi.
n. Pengetahuan atau belajar
Seberapa besar keingintahuan pasien untuk mengatasi sesak yang
dirasakan. Disinilah peran kita untuk memberikan HE yang tepat dan
membantu pasien untuk mengalihkan sesaknya dengan metode pemberian
nafas dalam

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan akibat sesak,
pengaturan posisi dan pengaruh lingkungan
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak
mengetahui sumber informasi
5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia

C. INTERVENSI
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan uapaya
nafas ( nyeri saat bernafas )
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24 jam diharapkan pola napas
membaik
Kriteria Hasil :
a. Ventilasi semenit meningkat ( 5 )
b. Tekanan ekspirasi meningkat ( 5 )
c. Tekanan inspirasi meningkat ( 5 )
d. Frekuensi nafas membaik ( 5 )
Intervensi :
Observasi
1. Monitor pola nafas ( frekuensi, kedalaman, usaha nafas )
2. Monitor bunyi nafas tambahan ( mis, gurgling,
wheezing ,ronkhi )
3. Monitor sputum
Terapeutik
1. Pertahanakan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin-liift
2. Posisikan semi fowlwer atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakuakan fisioterpai dada , jika perlu
5. Lakuakanpengisapan lender kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum pengisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumabatan benda padat dengan porsep McGill
8. Berikan oksigen , jika perlu
Edukasi
1. Anjurakan asupan airan 200ml/ hari, jika tidak kontraindikasi
2. Anjurkan teknik batuk efektif
Kalaborasi
1. Kalaborasi pemberian bronkadilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu

2. Ganggua pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur


Tujuan :
a. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil :
Setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
pola tidur membaik dengan kriteria hasil :
a. Kesulitan sulit tidur menurun ( 1 )
b. Keluahan sering terjaga menurun (1 )
c. Keluahan pola tidur berubah menurun (1)
d. Kemamapuan beraktivitas meningakat (1 )
Intervensi :
Observasi :
a. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
b. Identifikasi faktor penganggu tidur
Trepeutik
a. Modifikasi lingkungan ( mis: pencahayaan, kebisingan suhu,
matras dan tempat tidur )
b. Fasilitasi menghilangkan stress debelum tidur
c. Tetapkan jadwal tidur rutin
d. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan ( mis,
pijat,pengaturan posisi)
e. Sesuaikan jadwal pemberian obat
Edukasi
a. Jelaskan pentingnya tidur selama sakit
b. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
c. Anjurkan menghindari makan/ minum yang menganggu tidur

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi,


tidak mengetahui sumber informasi
Tujuan :
a. Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Kriteria hasil :
a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.
b. Pasien dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang
memerlukan evaluasi medik.
c. Pasien dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan
perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya
masalah.
Intervensi :
a. Kaji patologi masalah individu.
Rasional :
Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan
pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya
intervensi terapeutik.
b. Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.
Rasional :
Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan
keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.
c. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat
(contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
Rasional :
Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk
mencegah, menurunkan potensial komplikasi.
d. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik,
istirahat, latihan).
Rasional :
Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan
dapat mencegah kekambuhan.

4. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan asupan nutrisi dapat
terpenuhi
Kriteria Hasil :
a. Peningkatan berat badan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Intervensi
e. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional :
Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya,
kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang
pentingnya nutrisi bagi tubuh.
f. Auskultasi suara bising usus.
Rasional :
Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya
gangguan pada fungsi pencernaan.
g. Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional :
Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
h. Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional :
Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.
i. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi,
banyak selingan memudahkan reflek.
j. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet TKTP
Rasional :
Diet TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan
pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan
semua asam amino esensial.
k. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan
pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan
suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake
diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan
Rasional :
Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah
asam lemak dalam tubuh.

f. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan
validasi ; ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan
cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis
klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari
rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 1994,4).

g. EVALUASI

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana

evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan

melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.

Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam

rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan

pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 1989).


Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :

Dx 1 : Gangguan bersihan jalan nafas dapat teratasi


Dx 2 : Ketidakefektifan pola nafas dapat teratasi
Dx 3 : Kebutuhan istirahat pasien dapat terpenuhi
Dx 4 : Pasien dan keluarga mengetahui mengenai kondisi dan aturan
pengobatan
Dx 5 : Asupan nutrisi dapat terpenuhi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6,
Penerbit Buku Kedokteran EGC,;1995

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

Price, Sylvia A. Dkk.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi


6 Volume 1. EGC, Jakarta

Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan
Suddarth Edisi 8 Volume 2. EGC, Jakarta.

Immanueldwinugroho.2012.Laporan Pendahuluan Paru Obstruksi


(dalam:http://immanueldwinugroho.blogspot.com/2012/06/laporan-
pendahuluan-paru-obstruksi.html) diakses 18 November 2013, pkl 20.14 wita

Anda mungkin juga menyukai