Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

H
DENGAN DIAGNOSA PPOK EKSASERBASI AKUT

DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD DZIKRY JABBAR ARRIDWAN

NIK : 3190491

RS EMC SENTUL
BOGOR
A. DEFINISI/ PENGERTIAN

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang
mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang merupakan kondisi
ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar
udara paru-paru.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan obstruksi saluran
napas, termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi
paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran
napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.
Penyakit paru obtruksi menahun (PPOK) adalah aliran udara mengalami obstruksi yang
kronis dan pasien mengalami kesulitan dalam pernafasan. PPOK sesungguhnya merupakan
kategori penyakit paru-paru yang utama dan bronkitis kronis, dimana keduanya menyebabkan
perubahan pola pernafasan (Reeves,    2001 : 41).
Penyakit Paru Obsruksi Kronik menurut Niluh G. Yasin (2003) adalah kondisi obstruksi
irevisibel progresif aliran udara dan ekspirasi biasanya ditandai dengan kesulitan bernafas, batuk
produktif, serta intolenransi aktifitas.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru Obstruksi Kronik
merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis kronis, bronkietaksis dan emfisema,
obstruksi tersebut bersifat progresif disertai hiperaktif aktivitas bronkus.
B.     PENYEBAB/ ETIOLOGI

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut Arief Mansjoer
(2002) adalah :
1.   Kebiasaan merokok
2.   Polusi Udara
3.   Paparan Debu, asap
4.   Gas-gas kimiawi akibat kerja
5.   Riwayat infeki saluran nafas
6.   Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin Sedangkan  penyebab lain Penyakit Paru
Obstruksi Kronik menurut David Ovedoff (2002) yaitu : adanya kebiasaan merokok berat dan
terkena polusi udara dari bahan kimiawi akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan
dengan virus hemophilus influenza dan strepto coccus pneumonia Faktor penyebab dan faktor
resiko yang paling utama  menurut   Neil F. Gordan (2002) bagi penderita PPOK atau kondisi
yang secara bersama membangkitkan penderita penyakit PPOK, yaitu :

1.    Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi.


2.    Jenis kelamin pria lebih beresiko dibanding wanita
3.    Merokok
4.    Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
5.    Keterbukaan terhadap berbagai polusi, seperti asap  rokok dan debu
6.    Polusi udara
7.    Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia dan bronkitus
8.    Asma episodik, orang dengan kondisi ini beresiko mendapat penyakit paru obstuksi kronik.
9.    Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya
melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena
empisema pada usia yang relatif muda, walau pun tidak merokok.
C.    EPIDEMIOLOGI/ INSIDEN KASUS

Pada studi  populasi  di  Inggris selama 40 tahun,  didapati  bahwa hipersekresi mucus


merupakan suatu gejala yang paling sering terjadi  pada PPOK,  penelitian ini menunjukkan
bahwa  batuk  kronis,  sebagai  mekanisme  pertahanan  akan  hipersekresi mukus  di  dapati
sebanyak 15-53% pada pria paruh umur,  dengan prevalensi  yang lebih rendah pada wanita
sebanyak 8-22%.
Badan  Kesehatan  Dunia  (WHO)  memperkirakan  bahwa  menjelang  tahun  2020
prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya
meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian tersering peringkatnya
jugameningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Di  Eropa,  tingkat kejadian PPOK tertinggi  terdapat
pada negara-negara Eropa Barat sepert Inggris dan Prancis, dan paling rendah pada negara-
negara Eropa Selatan seperti  Italia.  Negara Asia Timur seperti Jepang dan China memiliki
kejadian terendah PPOK,  dengan jarak antara angka kejadian terendah dan
tertinggi  mencapai  empat
kali lipat.
Pada 12 negara Asia Pasifik, WHO menyatakan angka prevalensi PPOK sedang-berat
pada usia 30 tahun keatas,  dengan tingkat  sebesar  6,3%,  dimana Hongkong dan Singapura
dengan angka prevalensi  terkecil  yaitu 3,5% dan Vietnam sebesar  6,7%. Indonesia sendiri
belumlah memiliki  data pasti  mengenai  PPOK ini  sendiri,  hanya Survei  Kesehatan Rumah
Tangga Depkes RI  1992 menyebutkan bahwa PPOK bersama-sama dengan asma bronchial
menduduki peringkat ke-6 dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia.
Prevalensi PPOK berdasarkan SKRT 1995 adalah 13 per 1000 penduduk, dengan
perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah
3 banding 1. Penderita PPOKumumnya berusia minimal
40 tahun, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan PPOK terjadipada usia kurang dari 40 tahun. 
Menurut hasil penelitian Setiyanto dkk. (2008) di ruangrawat inap RS. Persahabatan Jakarta sel
ama April 2005 sampai April 2007 menunjukkanbahwa dari 120 pasien, usia termuda adalah 4
0 tahun dan tertua adalah
81 tahun. Dilihat dari riwayat merokok, hampir semua pasien adalah bekas perokokyaitu 
109 penderita dengan proporsi sebesar 90,83%.
Kebanyakan  pasien  PPOK  adalah  laki-laki.  Hal  ini  disebabkan  lebih  
banyakditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Hasil Susenas 
(SurveiSosial   Ekonomi   Nasional)   tahun   2001   menunjukkan   bahwa   sebanyak   62,2%
penduduk laki-laki merupakan perokok
dan hanya 1,3% perempuan yang merokok.Sebanyak 92,0% dari
perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah,
ketikabersama anggota rumah tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumaht
angga merupakan perokok pasif.
D.    PATHOFISIOLOGI
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas
jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan
kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang
diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat
hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan
oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga
menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi
obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal
fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi
banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang
menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal
ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi.
Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami
gangguan.
E.     GEJALA KLINIS

Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi iniharus  diperiksa  de
ngan  teliti  karena  seringkali  dianggap  sebagai  gejala yangbiasa  terjadi  pada  proses  pen
uaan.
Batuk  kronik  adalah  batuk  hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang dengan pengob
atan yang diberikan.Kadang- kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus menerus tanp
a disertai
batuk. Selain itu, Sesak napas merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasienterutama
pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalamiadaptasi dengan  sesak  n
apas  yang  bersifat  progressif  lambat  sehingga  sesak ini  tidak dikeluhkan. Untuk menilai
kuantitas sesak napas terhadap kualitashidup digunakan   ukuran sesak napas sesuai skala se
sak menurut BritishMedical Research  Council  (MRC) (Tabel 2.1) (GOLD, 2009).

Tabel  2.1. Skala Sesak menurut British  Medical  Research  Council  (MRC)

Skala Sesak Keluhan Sesak Berkaitan dengan Aktivitas

1 Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat

2 Sesak mulai timbul jika berjalan cepat atau naik tangga 1tingk
at

3 Berjalan lebih lambat karena merasa sesak

4 Sesak timbul jika berjalan 100 meter atau setelahbeberapa men
it

5 Sesak bila mandi atau berpakaian
F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1.    Pemeriksaan radiologis pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan:

a.  Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari
hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal

b.   Corak paru yang bertambah

2.    Pemeriksaan faal paru


Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan
KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan
arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR,
sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang
pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema
kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

3.    Analisis gas darah


Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang
pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu
penyebab payah jantung kanan.

4.    Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase
QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet
.
5.    Kultur sputum, untuk mengetahui patogen penyebab infeksi.
6.  Laboratorium darah lengkap.
G.    PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:

1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut, tetapi juga
fase kronik.

2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.

3.  Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1.    Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari


polusi udara.
2.    Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3.    Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu
diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu
sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4.    Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk
mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih controversial.
5.    Pengobatan simtomatik.
6.    Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7.    Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 – 2
liter/menit.
8.    Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a.   Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
b.  Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif.
c.   Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.
d.  Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali mengerjakan
pekerjaan semula.
e.   Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita dengan penyakit
yang dideritanya.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.H DENGAN DIAGNOSA PPOK EKSASERBASI

DI RUANG ICU RS EMC SENTUL

Tanggal masuk : 10/01/2020

Jam : 23:15

A. Pengkajian

1. Identitas

Nama : Ho Chul Jang

Diagnosa medis : PPOK EKSASERBASI

Jenis kelamin : Laki-laki

Status : Menikah

Umur : 63 tahun

Tanggal lahir : 04 Januari 1957

Tanggal masuk Rs : 09/01/2020

Tanggal pengkajian : 11/01/2020

Sumber informasi : Status dan pasien

General Impression

Keluhan utama pasien sesak, pola nafas tidak terartur, lelah, dan tidak nafsu makan

Orientasi : Baik

BB : 70

Tb : 178cm
Airway :

Bersih tidak ada sumbatan dan obstruksi total parsial

Breathing :

Gerakan dada simetris, irama ireguler tidak teratur, retraksi otot dada dalam, Respiratory

Rate 36x/menit, Saturasi oksigen spO2: 87-90 %

Circulation :

Nadi teraba kuat irama cepat kuat, sianosis ,crt <2detik ,JVP tidak ada pembesaran

Disability :

Respon Verbal koperatif, Kesadaran Compos mentis Eye:4 Motorik:6 Verbal: 5

Pupil Isokor, reflek cahaya ada.

Anamnesa : Pasien mengatakan sesak berat, semenjak 3 hari yang lalu, batuk berdahak,

Keringat berlebih, dan lelah, riwayat perokok aktif, sudah 4 kali dirawat dengan hal yang sama,
alergi obat dan makanan tidak ada.

Haemodinamik saat pengkajian :

Td : 110/78 N:103x/menit Rr : 36x/menit Spo2 : 89 % Suhu: 37,6c

Pemeriksaan Fisik

Kepala : Inspeksi/palpasi simetris tidak ada benjolan dan hematom

Mata : Isokor, pupil 2 mm, skelera tidak tampak kemerahan konjungtifa merah

Telinga : inspeksi, Simetris tidak tampak benjolan dan cairan menumpuk, fungsi pendengaran
baik

Hidung : Inspeksi/palpasi simetris, tidak ada pembengkokan tulang sinus,

Mulut dan tenggorokan : Inspeksi/palpasi keadaan gigi cukup kotor, membrane mukosa kering
pecah-pecah, produksi salifa dan slem berlebih.
Leher : Inspeksi/palpasi tidak terdapat benjolan ,tidak ada pembengkakan vena jugularis,tidak
ada nyeri tekan

Thorak : Inspeksi/palpasi/auskultasi bentuk dada simetris,retraksi otot dada dalam,tidak terdapat


benjolan, perkusi paru sonor perkusi jantung pekak,auskultasi paru vesikuler, ronchi +, wheezing
+

Abdomen : inpeksi/palpasi simetris, tidak ada pembengkakan dan nyeri tekan, auskultasi bising
usus +, perkusi tympani, nafsu makan berkurang, BAB negative dari 3 hari yang lalu,

Anda mungkin juga menyukai