Anda di halaman 1dari 18

TATALAKSANA PADA KETOASISDOSIS DIABETIK

PADA PEDIATRIK

Disusun Oleh:

Stacey Nathasia

01073170055

Pembimbing:

dr. Anita Halim, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


UNIVERSITAS PELITA HARAPAN – RUMAH SAKIT UMUM SILOAM
TANGERANG, BANTEN
JUNI-AGUSTUS 2019
DAFTAR ISI

BAB I: Pendahuluan..................................................................................................................1
BAB II: Tinjauan Pustaka..........................................................................................................2
2.1 Definisi......................................................................................................................2
2.2 Epidemiologi.............................................................................................................2
2.3 Faktor Resiko.............................................................................................................2
2.4 Patofisiologi...............................................................................................................3
2.5 Manifestasi Klinis......................................................................................................3
2.6 Pemeriksaan Laboratorium........................................................................................4
2.7 Klasifikasi..................................................................................................................5
2.8 Tatalaksana................................................................................................................5
2.9 Komplikasi...............................................................................................................10
BAB III: Kesimpulan...............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

Ketoasidosis diabetik merupakan komplikasi akut yang paling dan bisa mengancam nyawa
dari diabetes mellitus pada anak. Secara umum, diabetes mellitus lebih dikenal sebagai
penyakit yang cenderung menyerang orang dewasa dan berhubungan dengan usia yang lebih
tua, sehingga sering kali orang-orang lupa akan perannya pada anak.

Sering kali gejala yang yang muncul pada ketoasidosis diabetik pada anak tidak
dikenali dan dianggap gejala penyakit lain yang lebih ringan. Keluhan sesak napas dapat
dianggap sebagai pneumonia atau asma, mual muntah sebagai gastroenteritis, dan nyeri perut
lebih sering diduga sebagai penyakit gastrointestinal yang bermacam-macam.(1)

Bahkan, sebuah penelitian telah menemukan bahwa banyak anak dengan diabetes
onset baru memiliki riwayat bertemu dengan dokter paling tidak sekali, tanpa terdiagnosis
dengan diabetes, sebelum akhirnya datang dengan presentasi ketoasidosis diabetik. Hal ini
menunjukkan bahwa bahkan dengan datangnya anak ke instansi medis, tanda-tanda diabetes
sering kali tidak dikenali. Dokter-dokter pelayanan primer perlu ditingkatkan
kewaspadaannya akan kejadian diabetes pada anak untuk mencegah terjadinya ketoasidosis
diabetik di masa depan. Pencegahan ketoasidosis memiliki peran penting karena
meminimalisir durasi rawat inap dan juga menghilangkan penyebab morbiditas dan kematian
yang paling sering ditemukan berhubungan dengan diabetes, yaitu edema serebral.(2)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Berdasarkan International Society for Pediatric and Adolescent Diabetes, ketoasidosis
diabetik (KAD) dapat didiagnosa berdasarkan kriteria dibawah:
 Hiperglikemia yaitu gula darah >200 mg/dL (11 mmol/L) DAN
 Asidosis metabolik yang didefinisikan sebagai pH darah vena <7.3 atau bikarbonat
plasma <15 mEq/L (15 mmol/L) DAN
 Ketosis yang ditentukan dari ditemukannya keton pada darah ataupun urin.(3)

2.2 Epidemiologi
Ketoasidosis diabetik seringkali ditemukan sebagai gejala awal pada anak-anak dengan
diabetes mellitus (DM) tipe 1 onset baru. Sebuah penelitian yang mempelajari kasus
diabetes pada anak berumur 0-19 tahun menemukan bahwa angka kejadian KAD pada
anak tetap tinggi dari tahun ke tahun, yaitu diantara 29.1% dan 31.1% dari tahun 2002
sampai 2010.(4) Penelitian lain yang mengambil data anak-anak dengan diabetes
mellitus tipe 1 onset baru mendapatkan bahwa 34% dari anak-anak tersebut datang
dengan presentasi KAD.(5) Sedangkan pada DM tipe 2, KAD lebih jarang ditemukan
sebagai presentasi awal dengan jumlah yang bervariasi berdasarkan lokasi, paling sering
pada remaja Afrika-Amerika.

2.3 Faktor Resiko


Berbagai faktor resiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya KAD sebagai
gejala pertama dari DM tipe 1 ataupun kemungkinan KAD terjadi pada pasien yang
sudah terdiagnosa dengan DM sebelumnya.
Umur yang lebih muda secara konsisten diasosiasikan dengan meningkatnya
resiko KAD pada diagnosis. Meningkatnya resiko paling menonjol terlihat pada anak
dibawah umur 2 tahun dan masih ada pada umur 5 tahun, akan tetapi pada umur 10
tahun tidak ada perbedaan signifikan dalam resiko.(6)

2
Tabel 1. Faktor Resiko Kejadian KAD
Terjadinya KAD Sebagai Presentasi DM tipe 1
Umur muda (<5 tahun dan terutama <2 tahun)
Status sosioekonomi rendah
Diagnosis terlambat
Anak di negara dengan prevalensi DM tipe 1 rendah
Indeks massa tubuh rendah
Terjadinya KAD pada Pasien Dengan DM Tipe 1
Anak dengan kontrol metabolik buruk
Gastroenteritis dengan muntah dan dehidrasi
Remaja wanita peripubertas dan pubertas
Anak dengan riwayat kelainan psikiatrik
Anak dengan akses pengobatan yang terbatas
Pemberhentian insulin secara sengaja atau pun tidak

2.4 Patofisiologi
Ketoasidosis deibatik terjadi oleh karena defisiensi dari insulin yang bersirkulasi dan
peningkatan level dari hormon-hormon seperti katekolamin, glucagon, kortisol, dan
growth hormone. Hormon-hormon ini dapat meningkat pada keadaan-keadaan seperti
sepsis dan trauma.
Kombinasi dari kedua hal ini menyebabkan keadaan katabolik yang
diakselerasi dengan peningkatan produksi glukosa oleh hati dan ginjal melalui
glikogenolisis serta gluconeogenesis serta utilisasi glukosa periferal yang terganggu,
sehingga menghasilkan hiperglikemia dan hiperosmolalitas. Defisiensi indulin dan
tingginya hormon counter-regulatory juga meningkatkan lipolisis dan ketogenesis
sehingga menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia yang melebih
batas ginjal yang berupa 180 mg/dL digabung dengan hiperketonemia menyebabkan
osmosis diuretic, dehidrasi, hilangnya elektrolit, yang sering kali diperparah oleh
muntah dan diasosiasikan dengan ketosis berat.(7)
Perubahan-perubahan ini akan menyebabkan produksi hormon stress yang
lebih lanjut yang menyebabkan resistensis insulin yang lebih berat dan memperparah
hiperglikemia serta hiperketonemia. Asidosis laktat yang disebabkan oleh hipoperfusi
ataupun sepsis dapat berkontribusi terhadap asidosis. Apabila siklus ini tidak diputuskan
oleh tatalaksana yang baik, maka dehidrasi dan asidosis metabolik yang fatal dapat
terjadi.(8)

3
Defisiensi insulin absolut
ATAU
Stress, infeksi, atau insulin insufisien

Hormon Counterregulatory
Glukagon ↑
Kortisol ↑
Katekolamin ↑
Growth Hormone ↑

Lipolisis ↑ Penggunaan Proteolisis ↑ Glikogenolisis ↑


glukosa ↓ Sintesis protein ↓

Free fatty acid Substrat


yang menuju glukoneogenik ↑
hepar ↑
Glukoneogenesis ↑
Ketogenesis ↑
Hiperglikemia
Cadangan
alkali ↓
Glukosuria
(Diuresis osmotik)
Asidosis
Hilangnya cairan
dan elektrolit

Laktat ↑ Dehidrasi Hiperosmolaritas

Gangguan
fungsi ginjal

Gambar 1. Patofisiologi KAD

2.5 Manifestasi Klinis


Secara umum tanda-tanda klinis pada anak dengan KAD ialah dehidrasi, takikardia,
takipnea, pernapasan Kussmaul yang bisa disertai dengan bau aseton dari napas anak,
mual muntah, nyeri abdomen, kebingunan, keadaan anak yang cenderung mengantuk,
penurunan kesadaran yang progresif, dan diakhiri dengan kehilangan kesadaran
seluruhnya.(1)
Gejala-gejala awal pada KAD kebanyakan berhubungan dengan hiperglikemia.
Anak yang lebih dewasa dan remaja bisa datang dengan polyuria, polidipsia, takikardia,

4
dan rasa lemas. Tanda lain dapat berupa penurunan berat badan, nokturia, enuresis pada
siang hari, maupun hypovolemia apabila keluarnya urin tidak digantikan dengan baik.
Akan tetapi, semakin muda anak akan semakin sulit untuk mendapatkan gejala-gejala
klasik tersebut.(8)
Polifagia biasa terjadi diawal dari perjalanan penyakit. Akan tetapi, saat
defisiensi insulin menjadi lebih berat dan ketoasidosis mulai terjadi, nafsu makan akan
menurun. Pasien datang dengan presentasi seperti anoreksia, mual, muntah, dan nyeri
perut. Gejala-gejala ini seringkali dianggap sebagai gejala dari apendisitis ataupun
gastroenteritis.(1,9)
Hiperventilasi dan pernapasan Kussmaul menggambarkan kompensasi respirasi
yang disebabkan oleh asidosis metabolik. Hiperpnea terjadi oleh karena peningkatan
dari volum respirasi per menit dan dapat ditingkatkan dari kenaikan volum tidal saja
tanpa meningkatnya laju pernapasan. Oleh karena itu, pergerakan dada dan laju
pernapasan perlu diperhatikan dengan baik. Pada bayi, hiperpnea bisa bermanifestasi
hanya sebagai takipnea. Bayi dan balita dengan KAD yang memiliki gangguan respirasi
dapat salah didiagnosa sebagai pneumonia, asma, ataupun bronkiolitis (1,9,10)
2.6 Pemeriksaan Laboratorium
Gula darah perlu dilakukan secepatnya serta konsentrasi β-hidroksibutirat darah bila
memungkinkan. Pengukuran ini berguna untuk konfirmasi adanya ketoasidosis yaitu
sebanyak ≥3 mmol/L dan untuk memonitor respons terhadap pengobatan.(11,12)
Sampel darah perlu diambil untuk melakukan pemeriksaan laboratorium. Hal-
hal yang perlu diperiksa ialah glukosa serum atau plasma, keton serum, elektrolit, blood
urea nitrogen (BUN), kreatinin, osmolalitas serum, pH vena, pCO 2, hemoglobin,
hematokrit, pemeriksaan darah lengkap, almbumin, kalsium, fosfat, dan magnesium.
Urinalisis juga perlu dilakukan untuk menilai keton apabila keton serum belum dapat
diperiksa. Spesimen untuk kultur baiknya juga diambil dari darah, urin, dan
tenggorokan apabila ada tanda infeksi seperti demam. Walaupun tidak wajib dilakukan
pada tatalaksana KAD, pemeriksaan HbA1C juga boleh dinilai untuk memperkirakan
durasi dari hiperglikemia.(3)
Selain itu, pada pasien yang baru didiagnosa dengan DM, titer autoantibodi
yang diasosiasikan dengan diabetes, autoantibodi tiroid, dan konsentrai C-peptide dapat
membantu klinisi untuk memutuskan asal dari diabetes berhubungan dengan autoimun
atau tidak. Akan tetapi, pemeriksaan ini tidak selalu bisa membedakan antara kedua tipe
diabetes oleh karena tidak semua anak dengan DM tipe 1 memiliki titer autoantibodi

5
insulin yang positif dan sebagian anak dengan DM tipe 2 bisa menunjukkan gambaran
autoimunitas, akan tetapi hal ini masih merupakan kontroversi.
2.7 Klasifikasi
Berdasarkan Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 1 maupun
International Society for Pediatric and Adolescent Diabetes, KAD dapat dibagi menjadi
3 klasifikasi berdasarkan derajat asidosis yang terjadi. KAD ringan ialah keadaan
dimana pH <7.3 atau HCO3 <15 mEq/L. KAD sedang adalah saat <7.2 atau HCO3 < 10
mEq/L. Sedangkan, KAD berat dapat didefinisikan dengan pH <7.1 atau HCO 3 < 5
mEq/L.(3)

2.8 Tatalaksana
2.8.1 Tatalaksana Awal
Berdasarkan Pediatric Advanced Life Support, terdapat beberapa tindakan yang
dapat dilakukan sebagai penilaian awal. Airway perlu dinilai kepatenannya dan
ada tidaknya obstruksi yang dapat mengganggu kemampuan pasien untuk
bernapas. Pada pasien yang tidak sadar, jalan napas perlu diamankan dan
pengosongan lambung dengan suction nasogastrik dapat dilakukan untuk
mencegah aspirasi pulmoner. Breathing berarti melakukan penilaian terhadap
laju pernapasan, suara napas, dan dapat dipasangkan pulse oximetry untuk
menilai sutrasi oksigen. Apabila pasien mengalami dehidrasi berat atau syok,
maka pasien bisa diberikan oksigen. Pada Circulation, dilakukan penilaian
terhadap denyut jantung, tekanan darah, nadi periferal, dan juga capillary refill
time. Pemasangan EKG juga dapat dipasang sebagai pemantauan sekaligus
untuk melihat gelombang T untuk tanda hiperkalemia atau hipokalemia.
(3,13,14)
Selanjutnya perlu dilakukan penilaian terhadap dehidrasi dan berat badan
pasien untuk terapi cairan. Penilaian dehidrasi oleh petugas medis seringkali
baiknya dilakukan berdasarkan tanda-tanda dari pemeriksaan fisik.(3) Kesadaran
juga perlu dinilai dan dapat digunakan Skala Koma Glasgow untuk menentukan
derajat penurunan kesadaran yang terjadi pada pasien. Skala koma Glasgow
pediatrik dapat digunakan pada anak berumur 2 tahun kebawah. (15)
Pemasangan 2 akses intravena dapat dilakukan untuk mempermudah
pemberian terapi dan pengambil sampel darah. Akses intraarterial terkadang
diperlukan pada pasien kritis dan diberikan tatalaksana di intensive care unit

6
(ICU). Selain itu, pemasangan kateter urin juga perlu dipasang apabila pasien
tidak dapat buang air kecil sendiri atau dalam keadaan tidak sadar.
Pasien dengan KAD berat (gejala berdurasi panjang, sirkulasi terganggu,
atau penurunan kesadaran) atau pasien dengan resiko yang tinggi untuk
mengalami edema serebral perlu dipertimbangkan untuk tatalaksana secepatnya
di ICU.(3)
2.8.2 Tatalaksana Dehidrasi
Gejala-gejala yang paling penting untuk memprediksi dehidrasi 5% pada anak
berumur 1 bulan sampai 5 tahun ialah capillary refill time yang memanjang atau
>2 detik serta turgor kulit yang abnormal dimana dapat ditemukan tenting atau
kulit yang tampak tidak elastik. Tanda lain yang bisa digunakan untuk
menentukan derajat diare adalah mukosa yang kering, mata cekung, tidak
adanya air mata, denyut yang lemah, dan akral dingin. Dehidrasi ≥10% dapat
dicurigai denyut nadi yang lemah atau tidak terpalpasi, tekanan darah rendah,
dan oliguria.
Tabel 2. Evaluasi Klinis Dehidrasi(10)
Dehidrasi Ringan (>5%)
Nadi normal atau meningkat
Penurunan output Turin
Pemeriksaan fisik dalam batas normal
Dehidrasi Sedang (5-10%)
Takikardia
Output urin sedikit atau tidak ada
Letargik atau rewel
Mata cekung
Fontanel cekung
Air mata berkurang
Mukosa kering
Turgor kulit yang menurun
Capillary refill time yang melambat (>1.5)
Pucat
Akral dingin
Dehidrasi Berat (>10%)
Nadi periferal cepat dan lemah atau tidak teraba
Oliguria
Mata sangat cekung
Fontanel sangat cekung
Tidak ada air mata
Mukosa sangat kering
Turgor kulit buruk
Capillary refill time yang sangat melambat (>3)
Kulit dingin dan mottled
7
Kesadaran menurun

KAD ialah keadaan dehidrasi hiperosmolar. Menurunnya volum cairan


pada tubuh ini disebabkan oleh diuresis osmotik yang disebabkan oleh glukosa
dan keton pada urin, serta masalah gastrointestinal seperti muntah dan diare
apabila ada. Secara umum, defisi cairan pada anak-anak dengan KAD ialah
antara 5-10% atau dikenal sebagai dehidrasi sedang. Administrasi cairan
dibutuhkan akan tetapi perlu dilakukan secara hati-hati untuk meminimalisir
resiko terjadinya edema serebral. Tujuan utama ekspansi voum cara untuk
mengembalikan volum sirkulasi efektif dengan menggantikan hilangnya cairan
dan natrium, serta memperbaiki glomerular filtration rate (GFR) untuk
mendukung pembuangan keton dan glukosa dari darah.(3)
Pada pasien dengan kekurangan cairan tanpa syok, resusitasi perlu
dimulai secepatnya menggunakan saline 0.9% untuk mengembalikan sirkulasi
perifer. Umumnya volum yang diberikan ialah 10 mL/kgBB selama 30-60
menit. Apabila perfusi jarring masih belum membaik, bolus cairan dapat
diberikan dalam 15-30 menit dan bolus kedua dapat dilakukan. Pada pasien
KAD dengan syok, maka perlu diberikan saline isotonik 20 mL/kgBB secepat
mungkin.(16)
Saat hemodinamika pasien telah stabil, maka rehidrasi selanjutnya dapat
dilakukan dengan lebih perlahan menggunakan saline 0.45-0.9% atau Ringer
Laktat (RL) dengan penambahan kalium. Dengan memenuhi kebutuhan cairan
maintenance harian, diperkirakan defisit cairan dapat terkoreksi dalam 24-48
jam. Pemasukkan oral secara umum dapat dimulai setelah 24 jam kecuali pada
pasien dengan keadaan yang lebih berat.(3)
2.8.3 Tatalaksana Hiperglikemia
Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh menurunnya jumlah insulin yang
bersirkulasi dengan meningkatnya konsentrasi hormon counter-regulatory.
Walaupun rehidrasi saja sering kali sudah menurunkan konsentrasi gula darah,
terapi insulin masih dibutuhkan untuk mengembalikan metabolisme sel normal,
supresi lipolisis dan ketogenesis, dan normalisasi konsentrasi gula darah.
Infusi insulin bisa dimulai paling tidak 1 jam setelah memulai terapi
cairan. Dosis yang digunakan ialah 0.05-0.1 unit/kgBB/jam dengan rute
administrasi intravena. Insulin 50 unit dapat didilusikan dalam 50 mL normal
saline. Bolus intravena tidak perlu dilakukan karena dapat meningkatkan resiko
8
terjadinya edema serebral.(17) Dosis insulin ini perlu dipertahankan sampai
resolusi dari KAD. Level pH vena dan konsentrasi serum β-hidroksibutirat darah
setiap 2 jam untuk memastikan apakah terjadi perbaikan. Apabila pengaruh
insulin sudah cukup, maka konsentrasi serum β-hidroksibutirat darah seharusnya
menurun sebanyak 0.5 mmol/L/jam.(18)
Perbaikan dari hiperglikemia terjadi sebelum perbaikan dari asidosis.
Oleh karena itu, insulin masih dibutuhkan untuk mengkontrol pelepasan fatty
acid dan ketosis setelah tingkat glukosa darah telah mencapai normal.(10) Pada
rehidrasi awal, juga sudah terjadi penurunan dari konsentrasi glukosa plasma.
Oleh karena itu, setelah memulai pemberian terapi insulin, konsentrasi glukosa
plasma menurun pada kecepatan 2-5 mmol/L/jam berdasarkan dari waktu dan
jumlah dari glukosa yang diberikan. Sebagai pencegahan penurunan konsentrasi
glukosa plasma yang terlalu cepat dan hipoglikemia, awalnya cairan Dekstrosa
5% perlu diberikan ke cairan intravena saat plasma glukosa ada dibawah 14-17
mmol/L atau 250-300 mg/dL. Dekstrosa 10% atau 12.5% juga dapat diberikan
untuk mencegah hipoglikemia saat dilanjutkannya infusi insulin untuk
mengkoreksi asidosis metabolik.
Penggunaan insulin juga dapat menyebabkan peningkatan ekskresi
kalium dari urin oleh karena efek yang mirip dengan aldosteron. Dosis tinggi
yang diberikan secara intravena terus menerus dapat menyebabkan penurunan
konsentrasi kalium serum bahkan dengan adanya pemberian kalium. Oleh
karena itu, maka dosis dan durasi penggunaan insulin perlu diminimalisir untuk
mencegah terjadinya hipokalemia berat.(19)
Apabila pemberian intravena terus menerus tidak memungkinkan dan
pasien datang dengan KAD tanpa komplikasi, maka pemberian insulin rapid-
acting setiap jam atau setiap 2 jam merupakan pilihan yang aman dan hampir
sama efektifnya dengan infusi insulin intravena yang biasa akan tetapi jangan
digunakan pada pasien dengan sirkulasi perifer yang terganggu. Dosis awal
subkutaneus ialah 0.3 unit/kgBB lalu diikuti dengan insulin lispro atau aspart 0.1
unit/kgBB secara subkutaneus setiap jam atau 0.15-0.2 unit/kgBB setiap 2-3
jam.(20)
2.8.4 Tatalaksana Gangguan Elektrolit dan Asam-Basa
2.8.4.1 Kalium
Pasien dengan KAD pada umumnya mengalami defisit kalium sejumlah
3-6 mmol/kgBB. Hilangnya kalium intraseluler disebabkan oleh
9
perpindahan transelular karena hipertonisitas, asidosis, dan
glikogenolisis serta proteolisis yang terjadi sekunder oleh karena
defisiensi insulin yang juga menyebabkan efluks dari sel. Kalium juga
bisa keluar dari tubuh akibat muntah maupun karena diuresis osmotik.
Terapi pengganti kalium diperlukan tanpa memandang konsentrasi
kalium serum, kecuali kalau terdapat kegagalan ginjal.
EKG dapat digunakan untuk menilai apakah pasien mengalami
hiperkalemia atau hipokalemia apabila pengukuran kalium serum tidak
dapat secepatnya dilakukan. Perpanjangan dari interval PR, pendataran
dari gelombang T maupun inversi, depresi ST, gelombang U yang
prominen, atau interval QT yang panjang dapat mengindikasikan
hipokalemia. Gelombang T yang tinggi dan simetris serta pemendekan
dari interval QT bisa menggambarkan adanya hiperkalemia.(21)
Apabila terdapat hipokalemia, terapi perlu dimulai saat rehidrasi
awal dan sebelum memulai terapi insulin. Kalau tidak, maka kalium
dapat mulai diganti setelah rehidrasi awal dan bersamaan dengan terapi
insulin. Apabila pasien mengalami hiperkalemia, maka tatalaksana
kalium perlu ditunda sampai output rutin telah terpantau.
Infusi kalium dapat dimulai dengan konsentrasi sebanyak 40
mmol/L. Terapi penggantian kalium selanjutnya perlu disesuaikan
dengan hasil pengukuran serum kalium. Jika kalium diberikan
bersamaan dengan rehidrasi awal, dosis yang digunakan adalah 20
mmol/L. Kecepatan pemberian kalium intravena yang
direkomendasikan pada umumnya adalah 0.5 mmol/kgBB/jam.(3)
2.8.4.2 Fosfat
Penurunan dari fosfat intraselular terjadi pada KAD dan hal interjadi
oleh karena diuresis osmotik. Konsentrasi fosfat plasma juga bisa turun
setelah dimulainya tatalaksana dan dapat diperberat oleh oleh
penggunaan insulin yang mempromosikan masuknya fosfat ke dalam
sel. Hipofosfatemia juga dapat terjadi apabila terapi intravena diberikan
tanpa konsumsi makanan lebih dari 24 jam.
Manifestasi dari hipofosfatemia yang berat dapat berupa
ensefalopati metabolik, kontraktilitas miokardium terganggu, kegagalan
napas akibat kelemahan dari diafragma, disfungsi otot akibat miopati

10
proksimal, disfagia, ileus, hemolisis, dan trombositopenia. Apabila ada
gejala-gejala ini, maka hipofosfatemia harus langsung ditangani.(22)
2.8.4.3 Asidosis
Bila terdapat asidosis berat, bisa diberikan tatalaksana berupa insulin
untuk menghentikan produksi ketoacid yang lebih lanjut dan untuk
metabolismenya sehingga menghasilkan bikarbonat. Penanganan
terhadap hipovolemia juga dapat membantu memperbaiki perfusi
jaringan dan fungsi renal sehingga bisa meningkatkan ekskresi dari
asam-asam organik.(23)
Berdasarkan penelitian-penelitian ditemukan bahwa administrasi
bikarbonat tidak memberikan keuntungan klinis yang signifikan. Selain
itu, terapi pemberian bikarbonat dapat menyebabkan asidosis sistem
saraf pusat paradoksikal dan hipokalemia apabila dilakukan koreksi
cepat. Akan tetapi, administrasi bisa berperan apabila pasien memiliki
hyperkalemia yang mengancam nyawa dan asidosis sangat berat (pH
vena <6.9) yang mengganggu kontraktilitas jantung.(24) Apabila
bikarbonat dianggap perlu diberikan, maka dapat digunakan dosis
sebanyak 1-2 mmol/kgBB dalam 60 menit.

2.9 Komplikasi
2.14.1 Edema Serebral
Edema serebral merupakan komplikasi yang jarang terjadi akan tetapi berpotensi
memiliki konsekuensi yang berat pada pasien dengan KAD. Berdasarkan sebuah
penelitian di Amerika Serikat, edema serebral terjadi sebanyak 0.39% pada
anak-anak dengan KAD.(25) Penelitian lain menunjukkan bahwa angka
mortalitas dari edema serebral sebanyak 23%.(26) Pasien yang lebih muda,
dengan diabetes yang beru terdiagnosa, atau memiliki asidosis berat atau
dehidrasi memiliki resiko yang lebih besar untuk terjadinya edema serebral.
Semua pasien perlu di monitor secara baik untuk tanda awal dari edema
serebral sepanjang durasi tatalaksana dari KAD. Skala Koma Glasgow dapat
digunakan untuk mengevaluasi gangguan neurologis akan tetapi sensitivitasnya
kurang baik untuk pencegahan yang efektif. Tanda lain ialah munculnya sakit
kepala, gangguan kesadaran, muntah berulang, inkontinensia, iritabilitias, atau
letargi. Perubahan bisa tampak pada CT scan lebih lambat sehingga keputusan
untuk penanganan perlu didasarkan oleh evaluasi klinis. Apabila edema serebral

11
sudah dicurigai maka perlu dilakukan pemberian mannitol 0.5-1 mg/kgBB atau
salin 3% 5-10 mL/kg BB selama 30 menit.(3)

12
BAB III
KESIMPULAN

Ketoasidosis memiliki peran yang sangat penting untuk menentukan prognosis pada anak
dengan diabetes mellitus sehingga klinisi harus mampu mengenali tanda-tanda awal dari
diabetes mellitus pada anak. KAD merupakan tanda dari diabetes yang sudah berkomplikasi
sehingga penyakit ini harus dikenali sebelum mengancam nyawa anak.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Raghupathy P. Diabetic ketoacidosis in children and adolescents. Indian J Endocrinol


Metab. 2015;19(7):55.
2. Bui H, To T, Stein R, Fung K, Daneman D. Is Diabetic Ketoacidosis at Disease Onset a
Result of Missed Diagnosis? J Pediatr. 2010 Mar;156(3):472–7.
3. Wolfsdorf JI, Glaser N, Agus M, Fritsch M, Hanas R, Rewers A, et al. ISPAD Clinical
Practice Consensus Guidelines 2018: Diabetic ketoacidosis and the hyperglycemic
hyperosmolar state. Pediatr Diabetes. 2018 Oct;19:155–77.
4. Dabelea D, Rewers A, Stafford JM, Standiford DA, Lawrence JM, Saydah S, et al.
Trends in the Prevalence of Ketoacidosis at Diabetes Diagnosis: The SEARCH for
Diabetes in Youth Study. Pediatrics. 2014 Apr 1;133(4):e938–45.
5. Klingensmith GJ, Tamborlane W V., Wood J, Haller MJ, Silverstein J, Cengiz E, et al.
Diabetic Ketoacidosis at Diabetes Onset: Still an All Too Common Threat in Youth. J
Pediatr. 2013 Feb;162(2):330-334.e1.
6. Usher-Smith JA, Thompson MJ, Sharp SJ, Walter FM. Factors associated with the
presence of diabetic ketoacidosis at diagnosis of diabetes in children and young adults:
a systematic review. BMJ. 2011 Jul 7;343(1):d4092–d4092.
7. Cox K, Cocchi MN, Salciccioli JD, Carney E, Howell M, Donnino MW. Prevalence
and significance of lactic acidosis in diabetic ketoacidosis. J Crit Care. 2012
Apr;27(2):132–7.
8. Wolfsdorf J, Glaser N, Sperling MA. Diabetic Ketoacidosis in Infants, Children, and
Adolescents: A consensus statement from the American Diabetes Association. Diabetes
Care. 2006 May 1;29(5):1150–9.
9. Cohen M, Shilo S, Zuckerman-Levin N, Shehadeh N. Diabetic Ketoacidosis in the
Pediatric Population with Type 1 Diabetes. In: Major Topics in Type 1 Diabetes.
InTech; 2015.
10. Kliegman RM, Stanton BF, St Geme III J, Schor NF, Behrman RE. Nelson Textbook
of Pediatrics. 20th ed. Philadelphia: Elsevier; 2016. 2760–2785 p.
11. Sheikh-Ali M, Karon BS, Basu A, Kudva YC, Muller LA, Xu J, et al. Can Serum Beta-
Hydroxybutyrate Be Used to Diagnose Diabetic Ketoacidosis? Diabetes Care. 2008
Apr 1;31(4):643–7.
12. Klocker AA, Phelan H, Twigg SM, Craig ME. Blood β-hydroxybutyrate vs. urine
acetoacetate testing for the prevention and management of ketoacidosis in Type 1

14
diabetes: a systematic review. Diabet Med. 2013 Jul;30(7):818–24.
13. Kleinman ME, Chameides L, Schexnayder SM, Samson RA, Hazinski MF, Atkins DL,
et al. Pediatric Advanced Life Support: 2010 American Heart Association Guidelines
for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Pediatrics.
2010 Nov 1;126(5):e1361–99.
14. Kleinman ME, de Caen AR, Chameides L, Atkins DL, Berg RA, Berg MD, et al.
Pediatric Basic and Advanced Life Support: 2010 International Consensus on
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care Science With
Treatment Recommendations. Pediatrics. 2010 Nov 1;126(5):e1261–318.
15. James HE. Neurologic Evaluation and Support in the Child with an Acute Brain Insult.
Pediatr Ann. 1986 Jan 1;15(1):16–22.
16. Dunger DB, Sperling MA, Acerini CL, Bohn DJ, Daneman D, Danne TP.
ESPE/LWPES consensus statement on diabetic ketoacidosis in children and
adolescents. Arch Dis Child. 2004 Feb 1;89(2):188–94.
17. Seewi O, Vierzig A, Roth B, Schönau E. Symptomatic cerebral oedema during
treatment of diabetic ketoacidosis. Diabetol Metab Syndr. 2010 Dec 19;2(1):56.
18. Noyes KJ, Crofton P, Bath LE, Holmes A, Stark L, Oxley CD, et al. Hydroxybutyrate
near-patient testing to evaluate a new end-point for intravenous insulin therapy in the
treatment of diabetic ketoacidosis in children. Pediatr Diabetes. 2007 Jun;8(3):150–6.
19. Carlotti AP de CP, St. George-Hyslop C, Bohn D, Halperin ML. Hypokalemia during
Treatment of Diabetic Ketoacidosis: Clinical Evidence for an Aldosterone-Like Action
of Insulin. J Pediatr. 2013 Jul;163(1):207-212.e1.
20. Savoldelli RD, Farhat SC, Manna TD. Alternative management of diabetic ketoacidosis
in a Brazilian pediatric emergency department. Diabetol Metab Syndr. 2010;2(1):41.
21. Viera AJ, Wouk N. Potassium Disorders: Hypokalemia and Hyperkalemia. Am Fam
Physician. 2015 Sep 15;92(6):487–95.
22. McCance KL, Huether SE. Pathophysiology: The Biologic Basis for Disease in Adults
and Children. Missouri: Mosby; 2014.
23. Rosenbloom AL. The management of diabetic ketoacidosis in children. Diabetes Ther.
2010 Dec 12;1(2):103–20.
24. Chua H, Schneider A, Bellomo R. Bicarbonate in diabetic ketoacidosis - a systematic
review. Ann Intensive Care. 2011;1(1):23.
25. Patel A, Singh D, Bhatt P, Thakkar B, Akingbola OA, Srivastav SK. Incidence, Trends,
and Outcomes of Cerebral Edema Among Children With Diabetic Ketoacidosis in the
United States. Clin Pediatr (Phila). 2016 Sep 20;55(10):943–51.
15
26. Lawrence SE, Cummings EA, Gaboury I, Daneman D. Population-based study of
incidence and risk factors for cerebral edema in pediatric diabetic ketoacidosis. J
Pediatr. 2005 May;146(5):688–92.

16

Anda mungkin juga menyukai