Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH TREN ISSUE IBU HAMIL DENGAN COVID 19

Diajukan untuk tugas MATERNITAS


Disusun Oleh:

DISUSUN OLEH :

1. Tri wahyuni

2. nahdah dyah nadila

3. Muhamad safei

4. Ratna farida

5. Novrianti Gledys

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU


KESEHATAN PERTAMEDIKA JAKARTA 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) merupakan gangguan saluran pernapasan akut
yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 dan telah menjadi pandemi di seluruh dunia.
COVID-19 telah menjangkit seluruh penduduk dunia tidak terkecuali wanita hamil.
Kerentanan wanita hamil terhadap infeksi menjadi latar belakang perlunya studi tentang
pengaruh COVID-19 baik pada ibu, janin, maupun bayi yang dilahirkan. Studi ini bertujuan
untuk mengetahui gambaran kasus COVID-19 pada ibu hamil, potensi transmisi vertikal, ada
tidaknya asam nukleat SARS-CoV-2 pada ASI, pengaruh COVID-19 pada perkembangan
janin, serta pengobatan ibu hamil dengan COVID-19.

Covid-19 dideklarasikan sebagai pandemik oleh WHO pada tanggal 12 Maret 2020.
Hal ini membuat Covid-19 menjadi perhatian utama dunia. Berbagai penelitian telah
dilakukan untuk mengungkap agen penyebab Covid-19 serta patogenesis dan manifestasi
klinis pada pasien Covid-19. Penulisan ini menggunakan metode studi literatur melalui
penelusuran artikel publikasi pada PubMed, Elsevier, dan Springer yang diterbitkan pada
tahun 2020. Ditemukan bahwa agen penyebab Covid-19 merupakan virus RNA yang
berasal dari genus betacoronavirus. Virus ini dinamakan SARS-CoV-2 dan menggunakan
ACE2 yang merupakan reseptor membran ekstraselular yang diekspresikan pada sel epitel
tubuh inang sebagai jalan masuknya. Infeksi dari SARS-CoV-2 dapat menyebabkan badai
sitokin yang berakibat pada kerusakan jaringan dan dapat menimbulkan Acute Respiratory
Distress Syndrome. Manifestasi klinis Covid-19 beragam, melibatkan traktus respiratorius,
traktus gastrointestinal, hingga dilaporkan manifestasi neurologis. Gejala utama Covid-19
yaitu demam, batuk kering, dispnea, fatigue, nyeri otot, dan sakit kepala.
Dilaporkan pertama kali pada 31 Desember 2019, Coronavirus disease 2019 (COVID-
19) adalah penyakit yang sedang mewabah hampir di seluruh dunia saat ini, dengan nama
virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARSCOV2). Dimulai dari
daerah Wuhan, provinsi Hubei, Tiongkok yang melaporkan pertama kali mengenai kasus
Pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya. Data dari website WHO tanggal 7 Maret
2010 didapatkan kasus konfirmasi sebanyak 90870 dengan total kematian 3112 orang.
Berdasarkan data per tanggal 14 Februari 2020, angka mortalitas di seluruh dunia sebesar
2,1%, secara khuss di kota Wuhan sebesar 4,9% dan provinsi Hubei sebesar 3,1%. Di
Indonesia per tanggal 14 Maret 2020 ada sebanyak 96 kasus yang terkonfirmasi COVID-
19 dengan jumlah kematian 6 orang dan menjadi negara ke 65 yang positif konfirmasi
COVID-19. Secara keseluruhan tingkat mortalitas dari COVID-19 masih lebih kecil jika
dibandingkan dengan kejadian luar biasa oleh Coronavirus tipe lain yaitu Severe Acute
Respiratory Syndrome-coronavirus (SARSCoV) dan Middle East Respiratory Syndrome-
coronavirus (MERS-CoV) masingmasing sebesar 10% dan 40%. Infeksi COVID-19 dapat
menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat. Gejala klinis utama yang muncul yaitu
demam (suhu >38C), batuk dan kesulitan bernapas. Selain itu dapat disertai dengan sesak
memberat, fatigue, mialgia, gejala gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas
lain. Setengah dari pasien timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat perburukan
secara cepat dan progresif, seperti ARDS, syok septik, asidosis metabolik yang sulit
dikoreksi dan perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. Pada
beberapa pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak disertai dengan demam.
Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi kritis
bahkan meninggal. Sampai saat ini, pengetahuan tentang infeksi COVID-19 dalam
hubungannya dengan kehamilan dan janin masih terbatas dan belum ada rekomendasi
spesifik untuk penanganan ibu hamil dengan COVID-19. Berdasarkan data yang terbatas
tersebut dan beberapa contoh kasus pada penanganan Coronavirus sebelumnya (SARS-
CoV dan MERS-CoV) dan beberapa kasus COVID-19, dipercaya bahwa ibu hamil
memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya penyakit berat, morbiditas dan mortalitas
dibandingkan dengan populasi umum. Efek samping pada janin berupa persalinan preterm
juga dilaporkan pada ibu hamil dengan infeksi COVID-19. Akan tetapi informasi ini
sangat terbatas dan belum jelas apakah komplikasi ini mempunyai hubungan dengan
infeksi pada ibu. Dalam dua laporan yang menguraikan 18 kehamilan dengan COVID-19,
semua terinfeksi pada trimester ketiga didapatkan temuan klinis pada ibu hamil mirip
dengan orang dewasa yang tidak hamil. Gawat janin dan persalinan prematur ditemukan
pada beberapa kasus. Pada dua kasus dilakukan persalinan sesar dan pengujian untuk
SARS-CoV-2 ditemukan negatif pada semua bayi yang diperiksa. Sampai saat ini juga
masih belum jelas apakah infeksi COVID-19 dapat melewati rute transplasenta menuju
bayi. Meskipun ada beberapa laporan dimana bayi pada pemeriksaan didapatkan
pemeriksaan positif dengan adanya virus beberapa saat setelah lahir, tetapi penelitian ini
perlu validasi lebih lanjut tentang transmisi ini apakah terjadi di dalam kandungan atau di
postnatal. Saat ini tidak ada data yang mengarahkan untuk peningkatan risiko keguguran
yang berhubungan dengan COVID-19. Laporan kasus dari studi sebelumnya dengan
SARS dan MERS tidak menunjukkan hubungan yang meyakinkan antara infeksi dengan
risiko keguguran atau kematian janin di trimester dua. Oleh karena tidak adanya bukti akan
terjadinya kematian janin intra uterin akibat infeksi COVID-19, maka kecil kemungkinan
akan adanya infeksi kongenital virus terhadap perkembangan janin. Terdapat laporan
kasus pada persalinan prematur pada wanita dengan COVID-19, namun tidak jelas apakah
persalinan prematur ini iatrogenik atau spontan. Persalinan iatrogenik disebabkan
persalinan karena indikasi maternal yang berhubungan dengan infeksi virus, meskipun
terdapat bukti adanya perburukan janin dan KPD preterm pada satu laporan kasus. Dokter
dan petugas medis lainnya sebaiknya melakukan anamnesis tentang riwayat perjalanan
seorang ibu hamil dengan gejala demam dan infeksi saluran pernapasan atas mengikuti
panduan sesuai dengan Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Novel Coronavirus
2019 nCoV yang dikeluarkan oleh Direktoral Jendral Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit, Januari 2020, dan buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia
COVID-19 yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun
2020. Dokter dan petugas kesehatan lainnya juga harus memberitahu petugas penanggung
jawab infeksi di rumah sakitnya sendiri (Komite Pencegahan dan pengendalian infeksi /
PPI) untuk penanganan kasus di tempat penemuan dan petugas di rumah sakit rujukan dan
Departemen Kesehatan di daerahnya
B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini untuk mempelajari pengetahuan, sikap, dan dampaknya pada
ibu hamil yang diakibatkan oleh COVID 19.

Studi ini dilakukan untuk mempelajari kasus wanita hamil, ada tidaknya
kemungkinan transmisi pada janin serta kondisi pasca melahirkan sebab proses
kelahiran merupakan proses yang sangat menentukan keselamatan ibu dan bayi.
Melalui studi ini juga akan dibahas adanya gangguan perkembangan janin ataupun
cacat lahir akibat adanya COVID-19 serta pengaruh COVID-19 pada saat menyusui.
Adanya upaya perawatan yang maksimal sangat dibutuhkan untuk menjamin kesehatan
dan keselamatan ibu dan bayi.
BAB III

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

Virus Corona merupakan virus RNA dengan ukuran partikel 60-140 nm(Meng
dkk., 2020; Zhu dkk., 2020). Xu dkk. (2020) melakukan penelitian untuk mengetahui
agen penyebab terjadinya wabah di Wuhan dengan memanfaatkan rangkaian genom
2019-nCoV, yang berhasil diisolasi dari pasien yang terinfeksi di Wuhan. Rangkaian
genom 2019-nCoV kemudian dibandingkan dengan SARSCoV dan MERS-CoV.
Hasilnya, beberapa rangkaian genom 2019-nCoV yang diteliti nyaris identik satu
sama lain dan 2019-nCoV berbagi rangkaian genom yang lebih homolog dengan
SARS-CoV dibanding dengan MERSCoV. Penelitian lebih lanjut oleh Xu dkk. (2020)
dilakukan untuk mengetahui asal dari 2019-nCoV dan hubungan genetiknya dengan
virus Corona lain dengan menggunakan analisis filogenetik.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 2019-nCoV termasuk dalam genus
betacoronavirus (Xu dkk., 2020). Penelitian serupa untuk mengetahui agen penyebab
wabah di Wuhan juga dilakukan oleh Zhu dkk. (2020). Hasil mikrograf elektron dari
partikel untai negatif 2019-nCoV menunjukkan bahwa morfologi virus umumnya
berbentuk bola dengan beberapa pleomorfisme. Diameter virus bervariasi antara 60-
140 nm. Partikel virus memiliki protein spike yang cukup khas, yaitu sekitar 9-12 nm
dan membuat penampakan virus mirip seperti korona matahari. Morfologi yang
didapatkan oleh Zhu dkk. (2020) serupa dengan family Coronaviridae.
Hasil analisis filogenetik yang dilakukan oleh Zhu dkk.(2020) menunjukkan
hasil yang sama dengan penelitian Xu dkk. (2020), bahwa virus ini masuk dalam
genus betacoronavirus dengan subgenus yang sama dengan virus Corona yang
menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory Syndrome(SARS) pada 2002-2004
silam, yaitu Sarbecovirus. International Virus Classification Commisson menamakan
agen kausatif ini sebagai SARS-CoV-2(Lingeswaran dkk., 2020; Susilo dkk., 2020).
Mekanisme virulensi virus corona berhubungan dengan protein struktural dan
protein non struktural. Virus Corona menyediakan messenger RNA (mRNA) yang
dapat membantu proses translasi dari proses replikasi/transkripsi. Gen yang berperan
dalam proses replikasi/transkripsi ini mencakup 2/3 dari rangkaian RNA 5’-end dan
dua Open Reading Frame (ORF) yang tumpang tindih, yaitu ORF1a dan ORF1b.
Dalam tubuh inang, virus Corona melakukan sintesis poliprotein 1a/1ab (pp1a/pp1ab).
Proses transkripsi pada sintesis pp1a/pp1ab berlangsung melalui kompleks replikasi-
transkripsi di vesikel membran ganda dan juga berlangsung melalui sintesis rangkaian
RNA subgenomik. Terdapat 16 protein non struktural yang dikode oleh ORF. Bagian
1/3 lainnya dari rangkaian RNA virus, yang tidak berperan dalam proses
replikasi/transkripsi, berperan dalam mengkode 4 protein struktural, yaitu protein S
(spike), protein E (envelope), protein M (membrane), dan protein N (nucleocapsid)
(Gennaro dkk., 2020; Ye dkk., 2020). Jalan masuk virus ke dalam sel merupakan hal
yang esensial untuk transmisi. Seluruh virus Corona mengode glikoprotein
permukaan, yaitu protein spike (protein S), yang akan berikatan dengan reseptor inang
dan menjadi jalan masuk virus ke dalam sel. Untuk genus betacoronavirus, terdapat
domain receptor binding pada protein S yang memediasi interaksi antara reseptor
pada sel inang dan virus. Setelah ikatan itu terjadi, protease pada inang akan memecah
protein S virus yang selanjutnya akan menyebabkan terjadinya fusi peptida spike dan
memfasilitasi masuknya virus ke dalam tubuh inang(Letkodkk., 2020). Mekanisme
virulensi virus Corona berhubungan dengan fungsi protein non-struktural dan protein
struktural. Penelitian telah menekankan bahwa protein nonstruktural mampu untuk
memblok respon imun innate inang. Protein E pada virus memiliki peran krusial pada
patogenitas virus. Protein E akan memicu pengumpulan dan pelepasan virus(Gennaro
dkk., 2020).

B. PATOFISIOLOGI
Virus dapat melewati membran mukosa, terutama mukosa nasal dan laring,
kemudian memasuki paru-paru melalui traktus respiratorius. Selanjutnya, virus akan
menyerang organ target yang mengekspresikan Angiotensin Converting Enzyme 2
(ACE2), seperti paru-paru, jantung, sistem renal dan traktus gastrointestinal (Gennaro
dkk., 2020). Protein S pada SARS-CoV-2 memfasilitasi masuknya virus corona ke
dalam sel target.
Masuknya virus bergantung pada kemampuan virus untuk berikatan dengan
ACE2, yaitu reseptor membran ekstraselular yang diekspresikan pada sel epitel, dan
bergantung pada priming protein S ke protease selular, yaitu TMPRSS2
(Handayanidkk., 2020; Kumar dkk., 2020; Lingeswaran dkk., 2020). Protein S pada
SARS-CoV-2 dan SARS-CoV memiliki struktur tiga dimensi yang hampir identik
pada domain receptor-binding. Protein S pada SARS-CoV memiliki afinitas ikatan
yang kuat dengan ACE2 pada manusia.
Pada analisis lebih lanjut, ditemukan bahwa SARS-CoV-2 memiliki
pengenalan yang lebih baik terhadap ACE2 pada manusia dibandingkan dengan
SARS-CoV. (Zhang dkk., 2020). Periode inkubasi untuk COVID19 antara 3-14 hari.
Ditandai dengan kadar leukosit dan limfosit yang masih normal atau sedikit menurun,
serta pasien belum merasakan gejala. Selanjutnya, virus mulai menyebar melalui
aliran darah, terutama menuju ke organ yang mengekspresikan ACE2 dan pasien
mulai merasakan gejala ringan. Empat sampai tujuh hari dari gejala awal, kondisi
pasien mulai memburuk dengan ditandai oleh timbulnya sesak, menurunnya limfosit,
dan perburukan lesi di paru. Jika fase ini tidak teratasi, dapat terjadi Acute
Respiratory Distress Syndrome(ARSD), sepsis, dan komplikasi lain. Tingkat
keparahan klinis berhubungan dengan usia (di atas 70 tahun), komorbiditas seperti
diabetes, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), hipertensi, dan obesitas (Gennaro
dkk., 2020; Susilo dkk., 2020).
Sistem imun innate dapat mendeteksi RNA virus melalui RIG-Ilike receptors,
NOD-like receptors, dan Toll-like receptors. Hal ini selanjutnya akan menstimulasi
produksi interferon (IFN), serta memicu munculnya efektor anti viral seperti sel
CD8+, sel Natural Killer (NK), dan makrofag. Infeksi dari betacoronavirus lain, yaitu
SARS-CoV dan MERS-CoV, dicirikan dengan replikasi virus yang cepat dan
produksi IFN yang terlambat, terutama oleh sel dendritik, makrofag, dan sel epitel
respirasi yang selanjutnya diikuti oleh peningkatan kadar sitokin proinflamasi seiring
dengan progres penyakit (Allegra dkk., 2020; Lingeswaran dkk., 2020). Infeksi dari
virus mampu memproduksi reaksi imun yang berlebihan pada inang.
Pada beberapa kasus, terjadi reaksi yang secara keseluruhan disebut “badai
sitokin”. Badai sitokin merupakan peristiwa reaksi inflamasi berlebihan dimana
terjadi produksi sitokin yang cepat dan dalam jumlah yang banyak sebagai respon dari
suatu infeksi. Dalam kaitannya dengan Covid-19, ditemukan adanya penundaan
sekresi sitokin dan kemokin oleh sel imun innate dikarenakan blokade oleh protein
non-struktural virus. Selanjutnya, hal ini menyebabkan terjadinya lonjakan sitokin
proinflamasi dan kemokin (IL-6, TNFα, IL-8, MCP-1, IL-1 β, CCL2, CCL5, dan
interferon) melalui aktivasi makrofag dan limfosit. Pelepasan sitokin ini memicu
aktivasi sel imun adaptif seperti sel T, neutrofil, dan sel NK, bersamaan dengan terus
terproduksinya sitokin proinflamasi. Lonjakan sitokin proinflamasi yang cepat ini
memicu terjadinya infiltrasi inflamasi oleh jaringan paru yang menyebabkan
kerusakan paru pada bagian epitel dan endotel. Kerusakan ini dapat berakibat pada
terjadinya ARDS dan kegagalan multi organ yang dapat menyebabkan kematian
dalam waktu singkat (Gennaro dkk., 2020; Lingeswaran dkk., 2020).
Seperti diketahui bahwa transmisi utama dari SARS-CoV-2 adalah melalui
droplet. Akan tetapi, ada kemungkinan terjadinya transmisi melalui fekal-oral.
Penelitian oleh Xiao dkk. (2020) menunjukkan bahwa dari 73 pasien yang dirawat
karena Covid19, terdapat 53,42% pasien yang diteliti positif RNA SARS- CoV-2
pada fesesnya. Bahkan, 23,29% dari pasien tersebut tetap terkonfirmasi positif RNA
SARS- CoV-2 pada fesesnya meskipun pada sampel pernafasan sudah menunjukkan
hasil negatif. Lebih lanjut, penelitian juga membuktikan bahwa terdapat ekspresi
ACE2 yang berlimpah pada sel glandular gaster, duodenum, epitel rektum, serta
ditemukan protein nukleokapsid virus pada epitel gaster, duodenum, dan rektum. Hal
ini menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 juga dapat menginfeksi saluran pencernaan
dan berkemungkinan untuk terjadi transmisi melalui fekal-oral (Kumar dkk., 2020;
Xiao dkk., 2020).
Pada umumnya, adanya perubahan fisiologis dan mekanis pada saat kehamilan
dapat meningkatkan kerentanan seseorang terhadap infeksi karena pada kehamilan
terdapat perubahan sistem kardiorespiratorik seperti peningkatan diafragma sehingga
total lung capacity juga berkurang. Hal ini dapat mendorong terjadinya gagal napas
pada ibu hamil. Ibu hamil pada umumnya mengalami perubahan fisiologi yang
memicu perubahan respon imun dari respon Th1 ke arah respon 14 Th2. Th2
merupakan sel limfosit yang memproduksi sitokin anti inflamasi seperti IL-4, IL-10,
IL-13, dan 15 TGFβ. Hal tersebut menyebabkan, ibu hamil lebih rentan untuk
terinfeksi termasuk terinfeksi SARS-CoV-2. Pada ibu hamil yang telah mengalami
infeksi SARS-CoV2, terjadi peningkatan ekspresi sitokin proinflamasi yaitu IL-6, IL-
12, IL-1β, dan IFNγ yang menyebabkan kerusakan paru-paru. Adanya perubahan
hormonal yang mengubah kondisi fisiologi dan sistem imun menjadi Th2 yang lebih
dominan, menyebabkan ekspresi sitokin anti inflamasi dapat mengimbangi ekspresi
16 sitokin proinflamasi, seperti IL-6 yang menyebabkan keparahan dan kematian pada
pasien COVID-19. Hal ini menyebabkan tingkat keparahan COVID-19 pada ibu
hamil lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang 17 tidak hamil. Wanita hamil
yang terpapar SARS-CoV-2 dapat terjadi baik pada trimester pertama, kedua, maupun
ketiga. Pada tahap awal kehamilan, infeksi SARS-CoV-2 mungkin be rpo t ens i dapa
t mempenga ruhi organogenesis dan perkembangan janin, walaupun sejauh ini
transmisi SARS-CoV-2 secara vertikal dari ibu kepada janin belum terbukti. Hal yang
pasti bahwasannya semakin dini terjadinya kasus infeksi, maka risiko abortus semakin
besar sebab kondisi ibu yang menurun dapat mempengaruhi aliran nutrisi dan 19
oksigen melalui plasenta pada perkembangan janin. Kondisi ibu hamil sangat
beragam dan sangat menentukan kondisi ibu dan janin selama masa kehamilan dan
post-partum. Gejala yang timbul pada setiap wanita bisa sangat berbeda tergantung
dari banyak hal, salah satunya kondisi obesitas dan adanya penyakit penyerta.
Obesitas pada wanita hamil dengan COVID-19 berpotensi menyebabkan emboli paru
(pulmonary embolism). Hal ini disebabkan karena kondisi obesitas sangat berkaitan
erat dengan aktivasi protrombotik yang memicu terjadinya pembekuan pada
pembuluh darah yang menyebabkan risiko terjadinya emboli paru. Selain obesitas,
emboli paru juga dapat terjadi jika pasien telah mengalami infeksi pada paruparu
sebelumnya misalkan karena adanya infeksi bakteri seperti Streptocoocus aureus yang
menyebabkan pneumonia. Terjadinya emboli paru pada ibu hamil menyebabkan
oksigen saturasi mengalami penurunan (PaO2< 70 mmHg) dan laju napas hingga 30
kali per menit (tachypnea).

C. Transmisi Vertikal SARS-CoV-2 dari Ibu ke Janin


Transmisi atau penularan COVID-19 secara vertikal mungkin dapat terjadi
dari ibu ke janin. Perlu adany astudi kasus dan penelitian yang memadai untuk
membuktikan ada tidaknya transmisi vertikal COVID-19 tersebut. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan di 50 Rumah Sakit di Kota Wuhan menyebutkan, dari 55
kasus kehamilan terinfeksi COVID-19, 46 neonatus yang terlahir tidak menunjukkan
adanya transmisi virus 20 SARS-CoV-2 secara vertical dari ibu ke janinnya. Hal ini
dibuktikan dengan hasil pemeriksaan cairan amniotik, cord blood, ASI, dan hasil
swab tenggorokan bayi yang baru lahir yang negatif. Penelitian lain juga
menyebutkan bahwa transmisi COVID-19 secara vertikal terbukti tidak terjadi. Hal
ini ditunjukkan baik dari hasil laboratorium pada sampel Ibu dan juga sampel
neonatus. Pada hari pertama kelahiran, dilakukan pengujian terhadap cairan amnion,
secret vagina, cord blood, plasenta, serum, dan swab anal. Adapun hasil yang didapat,
semua sampel tidak ditemukan adanya SARS-CoV-2. Sedangkan hasil pengamatan
yang dilakukan pada neonatus sejak hari pertama kelahiran hingga hari ke-14 juga
menunjukkan hasil negatif COVID-19 pada sampel swab tenggorokan 21 dan anal,
serum, dan urin.
Transmisi vertikal COVID-19 mungkin dapat terjadi namun kasusnya sangat
jarang. Dari 179 kelahiran bayi dengan ibu yang terkonfirmasi positif, hanya
ditemukan 8 kasus yang dicurigai adanya transmisi vertikal yaitu 5 kasus positif dari
hasil RT-PCR SARSCoV-2 22 dan 3 kasus dengan IgM reaktif. Ada transmisi
vertikal juga dapat didukung oleh adanya infeksi pada plasenta Ibu, namun sampai
saat ini kasusnya masih 23 sangat jarang.

D. Persalinan pada Wanita dengan COVID-19


Persalinan merupakan tahapan yang penting bagi ibu dan bayi. Setelah
perdebatan mengenai ada tidaknya transmisi vertikal, penularan melalui persalinan
baik normal (vaginal delivery) maupun Sectio Caesarea (SC) juga menjadi
pertanyaan. Berdasarkan studi kasus menyebutkan bahwa bayi yang dilahirkan secara
normal dari ibu yang terinfeksi COVID-19 menunjukkan hasil yang negatif pada tes
swabnya. Suatu tindakan persalinan yang baik dapat mencegah terjadinya paparan
virus SARS-CoV-2 dari Ibu ke bayi maupun petugas medis.25 Jika dibandingkan
antara persalinan ibu hamil normal dengan COVID-19, risiko gagal napas pada wanita
hamil dengan COVID-19 lebih berat dibandingkan dengan kondisi normal. Pada ibu
hamil dengan COVID-19 diupayakan agar kadar oksigen ibu normal (PaO2> 70
mmHg atau sebanding dengan oksigen saturasi >95%). Selain itu faktor iatrogenik
seperti kesalahan diagnosis, komplikasi, dan kekeliruan 19 tenaga medis
diminimalisir.

E. Pengaruh COVID-19 pada Perkembangan Bayi


Pada infeksi COVID-19 di usia kelahiran late pregnant menunjukkan tidak
satupun bayi lahir terkonfirmasi positif dari 7 kelahiran yang terjadi berdasarkan tes
RTPCR. Dari keseluruhan bayi tidak ada yang mengalami asfiksia. Rata-rata berat
lahir bayi yang dilaporkan yaitu 2096 ± 660g diantaranya terdapat 2 bayi prematur
yang mengalami gejala mendengkur sedang (mild grunting) namun mereda dengan
bantuan non-invasive continuous positive airway pressure (nCPAP) ventilation.
Berdasarkan pengamatan X-ray dada ditemukan bahwa 2 kasus bayi premature
tersebut mengalami neonatal respiratory 26 distress syndrome(NRDS). COVID-19
pada trimester ketiga terbukti tidak menimbulkan respon imunitas seluler maupun
humoral pada fetus, serta tidak ada aktivitas diferensiasi limfosit yang berlebihan.
Tidak satupun dari 51 bayi yang terlahir dari ibu dengan COVID-19 yang
menunjukkan gejala seperti demam maupun gangguan pernapasan. Berdasarkan
analisis ekspresi sel limfosit diketahui bahwa kadar limfosit secara umum normal
yaitu pada CD3, CD4, CD8 dan CD19. Sedangkan pada CD16-CD56 terdapat sedikit
penurunan kadar. Hanya ada 1 dari 51 (1,96%) bayi yang mengalami peningkatan
sitokin IL-6 yang ekstrim dan ditemukan adanya enterokolitis selama Medica
Hospitalia | Vol. 7, No. 1A, Agustus 2020 - Edisi Khusus Covid-19 333 3 minggu
awal paska kelahiran. Namun demikian, 50 dari 51 bayi (98,04%) tidak ditemukan
adanya gejala 27 abnormal. P e n g a r u h C O V I D - 1 9 p a d a t e r h a d a p
perkembangan janin selama kehamilan belum banyak diketahui. Sebuah
korespondensi menyebutkan bahwa terdapat potensi COVID-19 saat kehamilan dapat
memicu terjadinya gangguan perkembangan syaraf 28 (neurodevelopmental disorder).
Hal ini mungkin terjadi sebab COVID-19 dapat mempengaruhi sistem imun dari ibu
yang memungkinkan terjadinya perubahan 29 epigenetik pada DNA janin. Selain
dapat menimbulkan epigenetik, peningkatan kadar sitokin sebagai aktivitas sistem
imun dapat memicu terjadinya Autism Spectrum Disorder 30 (ASD) dan
Schizophrenia. Peningkatan IL-6 pada ibu hamil juga dapat menimbulkan perubahan
struktur otak, gangguan fungsi otak seperti gangguan 31 fungsi memori, serta
gangguan neuro psikiatrik. Namun sejauh ini, belum ada kasus klinis yang
menunjukkan adanya gangguan perkembangan syaraf otak pada janin yang terjadi
karena adanya COVID-19 pada ibu hamil.

Secara teoritis, jika transmisi vertikal dari ibu ke janin tidak terjadi maka
gangguan perkembangan juga sangat rendah. Namun yang perlu dipahami bahwa,
COVID-19 yang terjadi pada ibu hamil mungkin berpengaruh terhadap kadar oksigen
dan respon imun ibu yang mempengaruhi keadaan janin. Jikalau pun terjadi transmisi
vertikal, maka perubahan epigenetik dan tingginya IL-6 pada janin menjadi faktor
yang mungkin dapat menyebabkan gangguan perkembangan pada janin.

E. COVID-19 pada Ibu Menyusui


ASI merupakan nutrisi penting bagi kehidupan pertama bayi. Pada kasus
kelahiran dengan ibu yang positif COVID-19, inisiasi dini untuk memberikan ASI
sangat berbahaya untuk dilakukan. Jika memungkinkan, ASI tidak diberikan langsung
namun denga npumping. Namun pertanyaannya adalah, apakah di dalam Air Susu Ibu
(ASI) ditemukan asam nukleat virus SARS-CoV-2. Jika di dalam ASI terdapat
material genetik virus SARSCoV-2, hal ini tentu akan menjadi media penularan
COVID-19. Berdasarkan berbagai studi yang telah dilakukan pada berbagai
penelitian, diketahui bahwa tidak ditemukan asam nukelat SARS-CoV-2 pada sampel
ASI ibu terkonfirmasi positif COVID-19. Sejak hari pertama kelahiran sampai hari
ke-14, tidak ditemukan adanya asam nukleat virus SARS-CoV-2 pada sampel ASI
dari 21 ibu terkonfirmasi positif. Begitu juga dengan penelitian lain menyebutkan
bahwa tidak ditemukan adanya materi genetik virus SARS-CoV-2 pada sampel ASI
dari ibu yang terkonfirmasi positif COVID-19.20 Pada penelitian lain telah dilakukan
uji asam nukleat virus SARS-CoV-2 antara tanggal 1 Februari sejak persalinan 5
orang pasien hamil positif COVID-19 hingga 20 Februari 2020. Dilakukan sebanyak
3 kali tes yaitu pada tanggal 4, 5 dan 20 Februari 2020. Dari ketiga tes tersebut, 4 dari
5 sampel ASI menunjukkan 32 hasil negatif.

F. Perawatan Wanita Hamil dengan COVID-19


Berdasarkan studi yang dilakukan pada 13 pasien wanita hamil terkonfirmasi
positif COVID-19 di 10 Rumah Sakit di New York mendapatkan obat anti virus yaitu
hydrochloroquine sebanyak 11 orang (85%) dan Remdesivir sebanyak 3 orang (23%).
Pada pasien dengan gejala pneumonia juga mendapatkan antibiotik sebanyak 12 orang
(92%). Seluruh pasien mendapatkan antikoagulan profilaksis dan terapi. Pasien juga
mendapatkan immunomodulator seperti kortikosteroid (54%), inhibitor IL-1 (15%),
inhibitor IL-6 (38%) dan 18 plasma covalescent(15%).

Berdasarkan berbagai studi klinis yang ada di Asia, ada berbagai jenis obat
antivirus yang diberikan pada ibu hamil. Di Hong Kong, Tiongkok, penggunaan
kombinasi lopinavir/ritonavir dan ribavirin sebanyak 41 pasien memiliki resiko yang
lebih rendah terhadap Adverse Events dibandingkan dengan terapi tunggal ribavirin
seperti Acute Respiratory Disease Syndrome (ARDS) dan kematian lebih rendah
(2,5% dibandingkan 33 28,8%).

Berdasarkan studi yang dilakukan pada 236 pasien di lebih dari 10 rumah
sakit di Provinsi Hubei, Tiongkok, diketahui bahwa remdesivir tidak memiliki
manfaat 34 klinis yang signifikan secara statistik. Pemberian obat pada pasien
COVID-19 wanita hamil dengan gejala ringan sebaiknya memperhatikan obat yang
non teratogenik. Pasien dengan kebutuhan oksigen yang tinggi pada awal kehamilan
perlu dilakukan monitor terhadap kondisi hipoksemia untuk menjamin keselamatan
ibu dan bayi.

Untuk pasien yang mengalami gejala infeksi berat selama awal kehamilan,
prioritas pertama adalah untuk memastikan keselamatan ibu. Keputusan penghentian
kehamilan dini harus dipertimbangkan pada faktor-faktor risiko termasuk viral load,
generasi penularan, kisaran lesi paru oleh CT Scan (lebih dari dua lobus), usia ibu,
dan penyakit komorbid 19 ibu (diabetes, penyakit kardiovaskular, dll.

Berdasarkan rekomendasi penanganan infeksi virus Corona (COVID-19) pada


maternal (wanita hamil, bersalin, dan nifas) Pokjainfeksi saluran reproduksi
Perkumpulan Obstetri dan ginekologi Indonesia Tahun 2020, wanita hamil dengan
COVID-19 membutuhkan penanganan khusus meliputi antenatal, persalinan, dan post
partum.

Prinsip-prinsip manajemen COVID-19 pada kehamilan meliputi isolasi awal,


prosedur pencegahan infeksi sesuai standar, terapi oksigen, hindari kelebihan cairan,
pemberian antibiotik empiris (mempertimbangkan risiko sekunder akibat infeksi
bakteri), pemeriksaan SARS-CoV-2 dan pemeriksaan infeksi penyerta yang lain,
pemantauan janin dan kontraksi uterus, ventilasi mekanis lebih dini apabila terjadi
gangguan pernapasan yang progresif, perencanaan persalinan berdasarkan pendekatan
individual / indikasi obstetri, dan pendekatan berbasis 35 tim dengan multidisipin

Antivirus yang banyak diberikan pada ibu hamil dengan COVID-19 antara
lain hydroxychloroquine, remdesivir, lopinavir, ritonavir, dan ribavirin. Belum ada
penelitian yang spesifik bagaimana antivirus tersebut digunakan pada penderita
COVID-19. Antivirus yang dipakai ini didasarkan pada pendekatan aktivitasnya pada
penyakit infeks i virus lain mi salnya hyroxychloroquine untuk malaria, remdesivir
untuk Ebola, Lopinavir dan Ritonavir untuk HIV, dan Ribavirin untuk Hepatitis.
Hydrochloroquine memiliki aktivitas menghambat ikatan antara SARS-CoV-2 dengan
reseptor ACE2, transport protein virus ke nukleaus, serta sintesis protein virus dan
replikasi virus. Remdesivir berperan untuk menonaktifkan protein virus di dalam sel
inang. Lopinavir berperan menonaktifkan enzim protease virus. Ribavirin berperan
sebagai analog guanosin untuk merusak RNA atau DNA virus

Beberapa studi antivirus untuk COVID-19 ibu hamil juga telah dilakukan.
Berdasarkan studi klinis penggunaan hydoxychloroquine terbukti dapat digunakan 36
dengan aman bagi ibu hamil. Berdasarkan uji klinis Fase 3 baik di Amerika Serikat
dan Cina, penggunaan Remdesivir pada wanita hamil dengan COVID-19 (ringan
hingga sedang) terbukti aman digunakan. Lopinavir/ritonavir dan ribavirin lebih aman
diberikan pada ibu hamil dengan kombinasi dengan risiko Adverse Event lebih rendah
dibandingkan dengan terapi 33 tunggal.

G. Rekomendasi Khusus pada Ibu Hamil


Antenatal care

Prinsip-prinsip manajemen COVID-19 pada kehamilan meliputi isolasi awal,


prosedur pencegahan infeksi sesuai standar, terapi oksigen, hindari kelebihan cairan,
pemberian antibiotik empiris (mempertimbangkan risiko sekunder akibat infeksi bakteri),
pemeriksaan SARS-CoV-2 dan pemeriksaan infeksi penyerta yang lain, pemantauan janin
dan kontraksi uterus, ventilasi mekanis lebih dini apabila terjadi gangguan pernapasan yang
progresif, perencanaan persalinan berdasarkan pendekatan individual / indikasi obstetri, dan
pendekatan berbasis tim dengan multidisipin.

Beberapa rekomendasi saat antenatal care :

1. Wanita hamil yang termasuk pasien dalam pengawasan (PDP) COVID-19 harus segera
dirawat di rumah sakit (berdasarkan pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi
COVID-19). Pasien dengan COVID-19 yang diketahui atau diduga harus dirawat di
ruang isolasi khusus di rumah sakit. Apabila rumah sakit tidak memiliki ruangan isolasi
khusus yang memenuhi syarat Airborne Infection Isolation Room (AIIR) pasien harus
ditransfer secepat mungkin ke fasilitas di mana fasilitas isolasi khusus tersedia.
2. Investigasi laboratorium rutin seperti tes darah dan urinalisis tetap dilakukan
3. Pemeriksaan rutin (USG) untuk sementara dapat ditunda pada ibu dengan infeksi
terkonfirmasi maupun PDP sampai ada rekomendasi dari episode isolasinya berakhir.
Pemantauan selanjutnya dianggap sebagai kasus risiko tinggi.
4. Penggunaan pengobatan di luar penelitian harus mempertimbangkan analisis riskbenefit
dengan menimbang potensi keuntungan bagi ibu dan keamanan bagi janin. Saat ini
tidak ada obat antivirus yang disetujui oleh FDA untuk pengobatan COVID-19,
walaupun antivirus spektrum luas digunakan pada hewan model MERS sedang
dievaluasi untuk aktivitas terhadap SARS-CoV-2
5. Antenatal care untuk wanita hamil yang terkonfirmasi COVID-19 pasca perawatan
maternal. Perawatan antenatal lanjutan dilakukan 14 hari setelah periode penyakit akut
berakhir. Periode 14 hari ini dapat dikurangi apabila pasien dinyatakan sembuh.
Direkomendasikan dilakukan USG antenatal untuk pengawasan pertumbuhan janin, 14
hari setelah resolusi penyakit akut. Meskipun tidak ada bukti bahwa gannguan
pertumbuhan janin (IUGR) adalah risiko COVID-19, duapertiga kehamilan dengan
SARS disertai oleh IUGR dan solusio plasenta terjadi pada kasus MERS, sehingga
tindak lanjut ultrasonografi diperlukan.
6. Jika ibu hamil datang di rumah sakit dengan gejala memburuk dan diduga /
dikonfirmasi terinfeksi COVID-19, berlaku beberapa rekomendasi berikut:
a. Pembentukan tim multi-disiplin idealnya melibatkan konsultan dokter spesialis
penyakit infeksi jika tersedia, dokter kandungan, bidan yang bertugas dan dokter
anestesi yang bertanggung jawab untuk perawatan pasien sesegera mungkin
setelah masuk. Diskusi dan kesimpulannya harus didiskusikan dengan ibu dan
keluarga tersebut.
b. Pembahasan dalam rapat tim meliputi :
c. Prioritas utama untuk perawatan medis pada ibu hamil
d. Lokasi perawatan yang paling tepat (mis. unit perawatan intensif, ruang isolasi di
bangsal penyakit menular atau ruang isolasi lain yang sesuai)
e. Evaluasi kondisi ibu dan janin
f. Perawatan medis dengan terapi suportif standar untuk menstabilkan kondisi ibu
Pertimbangan khusus untuk ibu hamil adalah:
g. Pemeriksaan radiografi harus dengan perlindungan terhadap janin.
h. Frekuensi dan jenis pemantauan detak jantung janin harus dipertimbangkan
secara individual, dengan mempertimbangkan usia kehamilan janin dan kondisi
ibu.
i. Stabilisasi ibu adalah prioritas sebelum persalinan dan apabila ada kelainan
penyerta lain seperti contoh pre-eklampsia berat harus mendapatkan penanganan
yang sesuai
j. Keputusan untuk melakukan persalinan perlu dipertimbangkan, kalau persalinan
akan lebih membantu efektifitas resusitasi ibu atau karena ada kondisi janin yang
mengharuskan dilakukan persalinan segera.
k. Pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin harus dikonsultasikan dan
dikomunikasikan dengan tim dokter yang merawat. Pemberian kortikosteroid
untuk pematangan paru janin harus sesuai indikasi.
7. Konseling perjalanan untuk ibu hamil. Ibu hamil sebaiknya tidak melakukan perjalanan
keluar ke negara dengan mengikuti anjuran perjalanan (travel advisory) yang
dikeluarkan pemerintah. Dokter harus menanyakan riwayat perjalanan terutama dalam
14 hari terakhir dari daerah dengan penyebaran luas SARS-CoV-2.
8. Vaksinasi. Saat ini tidak ada vaksin untuk mencegah COVID-19. Sejak memposting
SARSCoV-2 urutan genetik virus online pada 10 Januari 2020, beberapa organisasi
berusaha mengembangkan vaksin COVID-19 dengan cepat. Kita masih menunggu
pengembangan cepat vaksin yang aman dan efektif.

H. Rekomendasi Persalinan
1. Jika seorang wanita dengan COVID-19 dirawat di ruang isolasi di ruang bersalin,
dilakukan penanganan tim multi-disiplin yang terkait yang meliputi dokter paru /
penyakit dalam, dokter kandungan, anestesi, bidan , dokter neonatologis dan perawat
neonatal.
2. Upaya harus dilakukan untuk meminimalkan jumlah anggota staf yang memasuki
ruangan dan unit harus mengembangkan kebijakan lokal yang menetapkan personil
yang ikut dalam perawatan. Hanya satu orang (pasangan/anggota keluarga) yang
dapat menemani pasien. Orang yang menemani harus diinformasikan mengenai risiko
penularan dan mereka harus memakai APD yang sesuai saat menemani pasien.
3. Pengamatan dan penilaian ibu harus dilanjutkan sesuai praktik standar, dengan
penambahan saturasi oksigen yang bertujuan untuk menjaga saturasi oksigen > 94%,
titrasi terapi oksigen sesuai kondisi.
4. Menimbang kejadian penurunan kondisi janin pada beberapa laporan kasus di Cina,
apabila sarana memungkinkan dilakukan pemantauan janin secara kontinyu selama
persalinan.
5. Sampai saat ini belum ada bukti klinis kuat merekomendasikan salah satu cara
persalinan, jadi persalinan berdasarkan indikasi obstetri dengan memperhatikan
keinginan ibu dan keluarga, terkecuali ibu dengan masalah gagguan respirasi yang
memerlukan persalinan segera berupa SC maupun tindakan operatif pervaginam.
6. Bila ada indikasi induksi persalinan pada ibu hamil dengan PDP atau konfirmasi
COVID-19, dilakukan evaluasi urgency-nya, dan apabila memungkinkan untuk
ditunda samapai infeksi terkonfirmasi atau keadaan akut sudah teratasi. Bila menunda
dianggap tidak aman, induksi persalinan dilakukan di ruang isolasi termasuk
perawatan pasca persalinannya.
7. Bila ada indikasi operasi terencana pada ibu hamil dengan PDP atau konfirmasi
COVID-19, dilakukan evaluasi urgency-nya, dan apabila memungkinkan untuk
ditunda untuk mengurangi risiko penularan sampai infeksi terkonfirmasi atau keadaan
akut sudah teratasi. Apabila operasi tidak dapat ditunda maka operasi sesuai prosedur
standar dengan pencegahan infeksi sesuai standar APD lengkap.
8. Persiapan operasi terencana dilakukan sesuai standar
9. Apabila ibu dalam persalinan terjadi perburukan gejala, dipertimbangkan keadaan
secara individual untuk melanjutkan observasi persalinan atau dilakukan seksio
sesaria darurat apabila hal ini akan memperbaiki usaha resusitasi ibu.
10. Pada ibu dengan persalinan kala II dipertimbangkan tindakan operatif pervaginam
untuk mempercepat kala II pada ibu dengan gejala kelelahan ibu atau ada tanda
hipoksia
11. Perimortem cesarian section dilakukan sesuai standar dilakukan apabila ibu dengan
kegagalan resusitasi tetapi janin masih viable.
12. Ruang operasi kebidanan :
a. Operasi elektif pada pasien COVID-19 harus dijadwalkan terakhir
b. Pasca operasi ruang operasi harus dilakukan pembersihan penuh ruang operasi
sesuai standar.
c. Jumlah petugas di kamar operasi seminimal mungkin dan menggunakan alat
perlindungan diri sesuai standar
13. Penjepitan tali pusat tunda/ beberapa saat setelah persalinan masih bisa dilakukan
asalkan tidak ada kontraindikasi lainnya. Bayi dapat dibersihkan dan dikeringkan
seperti biasa, sementara tali pusat masih belum dipotong
14. Staf layanan kesehatan di ruang persalinan harus mematuhi Standar Contact dan
Droplet Precautions termasuk menggunakan APD yang sesuai dengan panduan PPI.
15. Antibiotik intrapartum harus diberikan sesuai protokol.
16. Plasenta harus dilakukan penanganan sesuai praktik normal. Jika diperlukan histologi,
jaringan harus diserahkan ke laboratorium dan laboratorium harus diberitahu bahwa
sampel berasal dari pasien suspek atau terkonfirmasi COVID19
17. Anestesi. Berikan anestesi epidural atau spinal sesuai indikasi dan menghindari
anestesi umum kecuali benar-benar diperlukan. 18. Tim neonatal harus diberitahu
tentang rencana untuk melahirkan bayi dari ibu yang terkena COVID-19 jauh
sebelumnya.

I. Rekomendasi Postpartum
1. Karena informasi mengenai virus baru ini terbatas dan tidak ada profilaksis atau
pengobatan yang tersedia, pilihan untuk perawatan bayi harus didiskusikan dengan
keluarga pasien dan tim kesehatan yang terkait.
2. Ibu dikonseling tentang adanya referensi dari Cina yang menyarankan isolasi terpisah
dari ibu yang terinfeksi dan bayinya selama 14 hari. Pemisahan sementara bertujuan
untuk mengurangi kontak antara ibu dan bayi
3. Bila seorang ibu menunjukkan bahwa ia ingin merawat bayi sendiri, maka segala
upaya harus dilakukan untuk memastikan bahwa ia telah menerima informasi lengkap
dan memahami potensi risiko terhadap bayi.
4. Sampai saat ini data terbatas untuk memandu manajemen postnatal bayi dari ibu yang
dites positif COVID-19 pada trimester ketiga kehamilan. Sampai saat ini tidak ada
bukti transmisi vertikal (antenatal).
5. Semua bayi yang lahir dari ibu dengan PDP atau dikonfirmasi COVID-19 juga perlu
diperiksa untuk COVID-19.
6. Bila ibu memutuskan untuk merawat bayi sendiri, baik ibu dan bayi harus diisolasi
dalam satu kamar dengan fasilitas en-suite selama dirawat di rumah sakit.
7. Tindakan pencegahan tambahan yang disarankan adalah sebagai berikut:
 Bayi harus ditempatkan di inkubator tertutup di dalam ruangan
 Ketika bayi berada di luar inkubator dan ibu menyusui, mandi, merawat,
memeluk atau berada dalam jarak 1 meter dari bayi, ibu disarankan untuk
mengenakan APD yang sesuai dengan pedoman PPI dan diajarkan mengenai
etiket batuk.
 Bayi harus dikeluarkan sementara dari ruangan jika ada prosedur yang
menghasilkan aerosol yang harus dilakukan di dalam ruangan.
8. Pemulangan untuk ibu postpartum harus mengikuti rekomendasi pemulangan pasien
COVID-19

J. Rekomendasi Menyusui
1. Ibu sebaiknya dikonseling tentang sebuah penelitian terbatas pada dalam enam kasus
persalinan di Cina yang dilakukan pemeriksaan pada ASI yang didapatkan negatif
untuk COVID-19, namun mengingat jumlah kasus yang sedikit, bukti ini harus
ditafsirkan dengan hati-hati.
2. Risiko utama untuk bayi menyusui adalah kontak dekat dengan ibu yang cenderung
terjadi penularan melaui droplet infeksius di udara.
3. Mengingat bukti saat ini, petugas kesehatan sebaiknya menyarankan bahwa manfaat
menyusui melebihi potensi risiko penularan virus melalui ASI. Risiko dan manfaat
menyusui, termasuk risiko menggendong bayi dalam jarak dekat dengan ibu, harus
didiskusikan. Ibu sebaiknya juga dikonseling bahwa panduan ini dapat berubah sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan.
4. Keputusan untuk menyusui atau kapan akan menyusui kembali (bagi yang tidak
menyusui) sebaiknya dilakukan komunikasi tentang risiko kontak dan manfaat
menyusui dengan dokter yang merawatnya
5. Untuk wanita yang ingin menyusui, tindakan pencegahan harus diambil untuk
membatasi penyebaran virus ke bayi:
a. Mencuci tangan sebelum menyentuh bayi, pompa payudara atau botol o
Mengenakan masker untuk menyusui
b. Lakukan pembersihan pompa ASI setelah setiap kali penggunaan o
Pertimbangkan untuk meminta bantuan seseorang dengan kondisi yang sehat
untuk memberi ASI pada bayi 6. Untuk ibu yang memerah ASI.
c. Ibu harus didorong untuk memerah ASI (manual atau elektrik), sehingga bayi
dapat menerima manfaat ASI dan untuk menjaga persediaan ASI agar proses
menyusui dapat berlanjut setelah ibu dan bayi disatukan kembali. Jika
memerah ASI menggunakan pompa ASI, pompa harus dibersihkan dan
didesinfeksi dengan sesuai.
d. Kantong ASI harus yang diangkut dari kamar ibu ke lokasi penyimpanan
harus ditranportasi menggunakan kantong spesimen plastik. Kondisi
penyimpanan harus sesuai dengan kebijakan dan kantong ASI harus ditandai o
dengan jelas dan disimpan dalam kotak wadah khusus sehingga terpisah
dengan kantong ASI dari pasien lainnya.
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan, ditemukan agen penyebab Covid-19 yaitu
SARS-CoV-2. Virus masuk ke dalam tubuh inang melalui ikatan antara protein S dengan
ACE2 yang diekspresikan oleh sel epitel inang. Gejala utama Covid-19 yaitu demam, batuk
kering, dispnea, fatigue, nyeri otot, dan sakit kepala. Selain gejala-gejala tersebut, dilaporkan
pula gejala pada traktus gastrointestinal dan manifestasi neurologis. Gambaran CT-Scan
toraks pada pasien Covid-19 yaitu opasitas ground-glass. Leukopenia, limfositopenia, dan
trombositopenia pada pasien Covid-19 juga dilaporkan.
Berdasarkan studi yang komprehensif, COVID-19 pada ibu hamil ditemukan sebagian
besar kasus ringan, adanya transmisi vertikal yang rendah dibuktikan dari hasil tes sampel ibu
dan bayi, minimnya kasus spontaneous abortus, kelahiran bayi prematur, kematian bayi, serta
sedikit gangguan perkembangan. ASI dari ibu hamil positif COVID-19 juga cukup aman
diberikan pada bayi dikarenakan kasus positif asam nukleat SARS-CoV2 sangat minim
ditemukan. Meskipun demikian perlu adanya uji yang menyeluruh sebab setiap individu
memiliki kondisi yang berbeda satu dengan lainnya. Sejauh ini, penelitian terkait dengan
SARS-CoV-2 dan COVID-19 pada wanita hamil masih terus berkembang dan memerlukan
studi lebih lanjut terkait penelitian terbaru.

B. SARAN

Perlu adanya pendidikan kesehatan bagi ibu hamil secara berulang kali sehingga ibu
hamil semakin meningkat pengetahuannya dalam menjalani kehamilan. Pada ibu
hamil dan janin pencegahan terjadinya komplikasi dapat dilakukan dengan melakukan
penanganan COVID-19 yang tepat sesuai dengan indikasi yang ditemukan

DAFTAR FUSTAKA

1. Christyani F, Padang AF, Rejeki ST, Susilo A, Rumende CM, Pitoyo CW, et al.
Transmisi Vertikal COVID 19 selama Kehamilan. Cermin Dunia Kedokt
[Internet]. 2020;47(11):66–7. Tersedia pada:
https://doi.org/10.1016/j.ajogmf.2020.100110
2. Kementerian Kesehatan. Infeksi Emerging Kementerian Kesehatan RI
[Internet]. 13 oktober 2020.Tersedia pada: https://covid19.kemkes.go.id/situasi-
infeksi-emerging/situasiterkin perkembangan-coronavirus-disease-covid-1913-
oktober-2020
3. Rejeki, Sri Tanjung. Fatkhiyah, Natiqotul. Fitriani Y. EdukasiKesehatan
mengenaiCOVID-19 pada Ibu Hamil. 2021;5(01):52–7.
4. POGI. Rekomendasi pada maternal (hamil, bersalin dan nifas). 2020;
Tersedia pada: https://pogi.or.id/publish/wp-content/uploads/2020/03/Rekomendasi-
Penanganan-Infeksi-COVID19-pada-maternal.pdf
5. PHEOC Kemenkes RI. Infeksi Emerging Kementerian Kesehatan RI up date
20 januari 2021.
6. Setyawan A, Purnomo FA, Firdaus JA, Nugraheni A, Balita AP. Sosialisasi
Peningkatan Pengetahuan Ibu Hamil dan Balita dalam Pemantauan Secara
Mandiri Pada Era PandemikCOVID-19 di Kelurahan Ngesrep Semarang.
2019;549–54.
7. Pradana AACN. Pengaruh kebijakan social distancing pada wabah COVID-19
terhadap kelompok rentan di Indonesia.J Kebijak Kesehat Indones.
2020;09(02):617.
8. Dewi R, Widowati R, Indrayani T. Pengetahuan dan sikap ibu hamil
trimester III terhadap pencegahan Covid-19. Heal Inf J Penelit. 2020;12(2):131–
41.
9. Erlinawati E, Parmin J. Pendidikan kesehatan pada ibu hamil dalam pencegahan
penularan Covid-19 Di Puskesmas Kuok. Community Herlina Hinonaung JS,
PramardikaDD, Wuaten GA
10. Jurnal Ilmiah Kebidanan IndonesiaMahihody AJ, Manoppo EJ49[Internet].
2020;1(3):505–10. Tersedia pada:
https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/cdj/article/view/1243
11. Pujiati., Rizah A. Hubungan pengetahuan terhadap sikap ibu tentang pencegahan
Covid-19di PMB Haryanti. 2020;1–10.
12. Rumfabe, S S., Herlina, Y., Pande MDA. Dampak coronavirus disease 2019
(COVID-19) pada kehamilan sejak desember 2019 hingga agustus 2020 melalui
tinjauan literatur.Wal’afiat Hosp J. 2020;1(1):1–8.
13. Barbara L. Systematic Review Dalam Kesehatan -Google Books.
Deepublish. 2020.
14. Aditya R. Pengaruh penyuluhan tentang adaptasi kebiasaan baru bagi ibu
hamil di Poliklinik Kebidanan RSUD Ulin Banjarmasin. Pros Konf Nas Pengabdi
Kpd Masy dan CorpSocResponsib. 2020;3:270–3.
15. Ariestanti Y, Widayati T, SulistyowatiY. Determinan perilaku ibu hamil
melakukan pemeriksaan kehamilan (antenatal care) pada masa pandemi Covid-19.
J Bid Ilmu Kesehat.2020;10(2):203–16.
16. Aritonang J, Nugraeny L, Sumiatik, Siregar RN. Peningkatan pemahaman
kesehatan pada ibu hamil dalam upaya pencegahan COVID-19. J SOLMA.
2020;9(2):261–9.
17. Mira Rizkia M. Hubungan pengetahuan dengan perilaku ibu hamil dalam
menjalani kehamilan selama masa pandemi Covid-19. J Keperawatan Malang.
2020;5(2):80–6.
18. Akbar A. gejala klinis infeksi virus corona 2019 (Covid-19) Pada Wanita
Hamil. J Implementa Husada. 2020;1(2):172–80.
19. Yuliana LW. Karakteristik gejala klinis kehamilan dengan coronavirus disease
(COVID-19). J Ilm Kesehat Sandi Husada. 2020;12(2):726–34.
20. Yuliani DR, Aini FN. Kecemasan ibu hamil dan ibu nifas pada masa pandemi
Covid-19 Di Kecamatan Baturraden. J Sains Kebidanan. 2020;2(2):11–4.
21. Nwafor, Johnbosco Ifunanya. Aniukwu, Joseph Kenechi. Anozie B,
Chidiebere IAC. Knowledge and practice of preventive measures against
COVID-19 infection amongpregnant women in a low-resource African setting.
2020;
22. Brahmana IB. Edukasi Pencegahan Penularan Covid-19 Bagi Tenaga kesehatan
dan pasiendi Poliklinik Rawat Jalan Obsgin. Vol. 1, Jurnal Empati. 2020.
23. Hinonaung, Jelita Siska Herlina. Hapsari ED. Widyawati. Pengaruh pemberian
paket “kiat sehat” terhadap kecemasan pada ibu hamil. 2018;71(10)

Anda mungkin juga menyukai