Oleh:
Zilga Ekha Regina
No. BP. 1840312781
Penulis
Pada 30 Desember 2019, Wuhan Municipal Health Committet melaporkan terdapat kasus
pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada
tanggal 31 Desember 2019 dilaporkan terdapat 27 kasus dan terus meningkat mencapai 59
orang dengan 7 kasus kondisi berat pada tanggal 5 Januari 2020. Tanggal 9 Januari 2020,
WHO (World Health Organization) mengkonfirmasi bahwa etiologi pneumonia tersebut
sebagai jenis baru coronavirus (coronavirus disease, COVID-19). Pada tanggal 30 Januari
2020 WHO telah menetapkan sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan
Dunia/ Public Health Emergency of International Concern (KKMMD/PHEIC). Pada tanggal 2
Maret 2020, Indonesia telah melaporkan 2 kasus terkonfirmasi COVID-19. Pada tanggal 11
Maret 2020, WHO menetapkan bahwa COVID-19 sebagai pandemi
Saat ini, penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia menjadi sumber transmisi
utama. Transmisi SARS-CoV-2 dari pasien simptomatik terjadi melalui droplet yang keluar
saat batuk atau bersin.Manifestasi klinis pasien COVID-19 mulai dari tanpa gejala
(asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS, sepsis, hingga syok sepsis.
Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan sebanyak
6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan kritis. Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum
diketahui. Viremia dan viral load yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang
asimptomatik telah dilaporkan.8
Berdasarkan data yang sudah ada, penyakit komorbid hipertensi dan diabetes melitus,
jenis kelamin laki-laki, dan perokok aktif merupakan faktor risiko dari infeksi SARS-CoV-2.
Pada perokok, hipertensi, dan diabetes melitus, diduga ada peningkatan ekspresi reseptor
ACE2.5 Pasien kanker dan penyakit hati kronik lebih rentan terhadap infeksi SARS-CoV-2.
2.1 COVID-19
2.1.1 Definisi
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum pernah
diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus corona ditularkan antara hewan ke manusia
(zoonosis) dan manusia ke manusia.1 Awalnya, penyakit ini dinamakan sementara sebagai 2019
novel coronavirus (2019-nCoV), kemudian WHO mengumumkan nama baru pada 11 Februari
2020 yaitu Coronavirus Disease (COVID-19) yang disebabkan oleh virus Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2).5
2.1.2 Epidemiologi
Pada 30 Desember 2019, Wuhan Municipal Health Committet melaporkan terdapat kasus
pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada tanggal
31 Desember 2019 dilaporkan terdapat 27 kasus dan terus meningkat mencapai 59 orang dengan
7 kasus kondisi berat pada tanggal 5 Januari 2020. Tanggal 9 Januari 2020, WHO (World Health
Organization) mengkonfirmasi bahwa etiologi pneumonia tersebut sebagai jenis baru
coronavirus (coronavirus disease, COVID-19). Pada tanggal 30 Januari 2020 WHO telah
menetapkan sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia/ Public Health
Emergency of International Concern (KKMMD/PHEIC). Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia
telah melaporkan 2 kasus terkonfirmasi COVID-19. Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO
menetapkan bahwa COVID-19 sebagai pandemi .1
2.1.3 Etiologi
Virus corona adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini utamanya
menginfeksi hewan, yaitu kelelawar dan unta. Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6 jenis
coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus
NL63, betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory Illness
Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV).
2.1.4 Penularan
Saat ini, penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia menjadi sumber transmisi
utama. Transmisi SARS-CoV-2 dari pasien simptomatik terjadi melalui droplet yang keluar saat
batuk atau bersin. Selain itu, telah diteliti bahwa SARS-CoV-2 dapat viabel pada aerosol selama
3 jam. Beberapa laporan kasus menunjukkan dugaan penularan dari karier asimtomatis, namun
mekanisme pastinya belum diketahui. Kasus-kasus terkait transmisi dari karier asimtomatis
umumnya memiliki riwayat kontak erat dengan pasien COVID-19.5
2.1.6 Patogenesis
Patogenesis SARS-CoV-2 masih belum banyak diketahui, tetapi diduga tidak jauh
berbeda dengan SARS-CoV. Pada manusia, SARS-CoV-2 terutama menginfeksi sel-sel pada
saluran napas yang melapisi alveoli. SARS-CoV-2 akan berikatan dengan reseptor-reseptor dan
membuat jalan masuk ke dalam sel. Glikoprotein yang terdapat pada envelope spike virus akan
berikatan dengan reseptor selular berupa ACE2 pada SARS-CoV-2. Di dalam sel, SARS-CoV-2
melakukan duplikasi materi genetik dan mensintesis protein-protein yang dibutuhkan, kemudian
membentuk virion baru yang muncul di permukaan sel.
Faktor virus dan pejamu memiliki peran dalam infeksi SARS-CoV. Efek sitopatik virus
dan kemampuannya mengalahkan respons imun menentukan keparahan infeksi. Disregulasi
sistem imun kemudian berperan dalam kerusakan jaringan pada infeksi SARS-CoV-2. Respons
imun yang tidak adekuat menyebabkan replikasi virus dan kerusakan jaringan. Di sisi lain,
respons imun yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Respons imun yang
disebabkan oleh SARS-CoV-2 juga belum sepenuhnya dapat dipahami, namun dapat dipelajari
dari mekanisme yang ditemukan pada SARS-CoV dan MERS-CoV. Ketika virus masuk ke
dalam sel, antigen virus akan dipresentasikan ke antigen presentation cells (APC). Presentasi
antigen virus terutama bergantung pada molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas
I. Namun, MHC kelas II juga turut berkontribusi. Presentasi antigen selanjutnya menstimulasi
respons imunitas humoral dan selular tubuh yang dimediasi oleh sel T dan sel B yang spesifik
terhadap virus.5
Manifestasi klinis pasien COVID-19 mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan,
pneumonia, pneumonia berat, ARDS, sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong
ringan atau sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam
keadaan kritis. Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui. Viremia dan viral
load yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang asimptomatik telah dilaporkan.8
Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran napas atas tanpa
komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan atau tanpa sputum), anoreksia,
malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit kepala. Pasien tidak membutuhkan
suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus pasien juga mengeluhkan diare dan muntah. Pasien
COVID-19 dengan pneumonia berat ditandai dengan demam, ditambah salah satu dari gejala: (1)
frekuensi pernapasan >30x/menit (2) distres pernapasan berat, atau (3) saturasi oksigen 93%
tanpa bantuan oksigen. Pada pasien geriatri dapat muncul gejala-gejala yang atipikal.9
Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan gejala-gejala pada
sistem pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan sesak napas. Berdasarkan data 55.924 kasus,
gejala tersering adalah demam, batuk kering, dan fatigue. Gejala lain yang dapat ditemukan
adalah batuk produktif, sesak napas, sakit tenggorokan, nyeri kepala, mialgia/artralgia, menggigil,
mual/muntah, kongesti nasal, diare, nyeri abdomen, hemoptisis, dan kongesti konjungtiva. Lebih
dari 40% demam pada pasien COVID-19 memiliki suhu puncak antara 38,1-39°C, sementara
34% mengalami demam suhu lebih dari 39°C.5
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium seperti hematologi rutin, hitung jenis, fungsi ginjal, elektrolit,
analisis gas darah, hemostasis, laktat, dan prokalsitonin dapat dikerjakan sesuai dengan indikasi.
Trombositopenia kadang dijumpai, sehingga kadang diduga sebagai pasien dengue. Yan, dkk di
Pencitraan
Modalitas pencitraan utama yang menjadi pilihan adalah foto toraks dan Computed
Tomography Scan (CT-scan) toraks. Pada foto toraks dapat ditemukan gambaran seperti
opasifikasi ground-glass, infiltrat, penebalan peribronkial, konsolidasi fokal, efusi pleura, dan
atelectasis. Foto toraks kurang sensitif dibandingkan CT scan, karena sekitar 40% kasus tidak
ditemukan kelainan pada foto toraks.11
B. Pemeriksaan Virologi
Metode yang dianjurkan untuk deteksi virus adalah amplifikasi asam nukleat dengan real-
time reversetranscription polymerase chain reaction (rRT-PCR) dan dengan sequencing. Sampel
dikatakan positif (konfirmasi SARS-CoV-2) bila rRT-PCR positif pada minimal dua target
C. Pengambilan Spesimen
World Heatlh Organization (WHO) merekomendasikan pengambilan spesimen pada dua
lokasi, yaitu dari saluran napas atas (swab nasofaring atau orofaring) atau saluran napas bawah
(sputum, bronchoalveolar lavage (BAL), atau aspirat endotrakeal). Sampel diambil selama 2 hari
berturut turut untuk PDP dan ODP, boleh diambil sampel tambahan bila ada perburukan klinis.
Pada kontak erat risiko tinggi, sampel diambil pada hari 1 dan hari 14.13
Sampel darah, urin maupun feses untuk pemeriksaan virologi belum direkomendasikan
rutin dan masih belum dianggap bermanfaat dalam praktek di lapangan. Virus hanya terdeteksi
pada sekitar <10% sampel darah, jauh lebih rendah dibandingkan swab.14 Belum ada yang
berhasil mendeteksi virus di urin.14 SARS-CoV-2 dapat dideteksi dengan baik di saliva. Studi di
Hong Kong melaporkan tingkat deteksi 91,7% pada pasien yang sudah positif COVID-19,
dengan titer virus paling tinggi pada awal onset.15
2.3 Diagnosis
Kasus probable didefinisikan sebagai PDP yang diperiksa untuk COVID-19 tetapi hasil
inkonklusif atau seseorang dengan dengan hasil konfirmasi positif pancoronavirus atau
betacoronavirus. Kasus terkonfirmasi adalah bila hasil pemeriksaan laboratorium positif COVID-
19, apapun temuan klinisnya. Selain itu, dikenal juga istilah orang tanpa gejala (OTG), yaitu
orang yang tidak memiliki gejala tetapi memiliki risiko tertular dan ada kontak erat dengan
pasien COVID-19.5
Pasien Dalam Pengawasan (PDP) adalah 1) orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) yaitu demam (≥38oC) atau riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit
pernapasan seperti: batuk/sesak nafas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat
dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan dan pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang
melaporkan transmisi lokal, 2) orang dengan demam (≥380C) atau riwayat demam atau ISPA
dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi COVID-19, 3) Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan
2.4 Tatalaksana
Saat ini belum tersedia rekomendasi tata laksana khusus pasien COVID-19,
termasuk antivirus atau vaksin. Tata laksana yang dapat dilakukan adalah terapi
simtomatik dan oksigen. Pada pasien gagal napas dapat dilakukan ventilasi
mekanik.5
2.6 Prognosis
Prognosis COVID-19 dipengaruhi banyak faktor. Studi Yang, dkk
melaporkan tingkat mortalitas pasien COVID-19 berat mencapai 38% dengan
median lama perawatan ICU hingga meninggal sebanyak 7 hari. Peningkatan
kasus yang cepat dapat membuat rumah sakit kewalahan dengan beban pasien
yang tinggi. Hal ini meningkatkan laju mortalitas di fasilitas tersebut.7 Reinfeksi
pasien yang sudah sembuh masih kontroversial.
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia adalah
suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam darah melebihi batas
melitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan pada beberapa keadaan yang lain.
anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana terdapat
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika tubuh tidak
dapat memproduksi insulin dalam jumlah cukup atau tidak dapat menggunakan
insulin secara efektif.Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel beta pankreas
yang memungkinkan glukosa yang berasal dari makanan masuk ke dalam sel-sel
kronik pada DM ini berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, atau
pembuluh darah.9
2.2.2 Epidemiologi
Pada tahun 2014, prevalensi global DM usia lebih dari 18 tahun diperkirakan
mencapai 9%. Angka ini sangat jauh meningkat dibandingkan data pada tahun 2000
yang juga dilaporkan oleh WHO yaitu sebesar 2,8.3 International Diabetes
Federation (IDF) pada tahun 2013 melaporkan bahwa diestimasikan sekitar 382 juta
atau 8,3% usia dewasa di dunia menderita DM. Sebanyak 80% diantaranya berasal
dari negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Jika tren ini berlanjut,
pada tahun 2035, sekitar 592 juta orang, atau 1 diantara 10 dewasa akan menderita
DM.
Prevalensi DM pada populasi Asia meningkat secara progresif dalam 1 dekade
terakhir. Pada tahun 2007, lebih dari 110 juta penduduk di Asia menderita DM.
Secara global, Indonesia menduduki peringkat ke 7 kejadian tertinggi untuk DM (IDF,
2013).World Health Organization memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di
Indonesia dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun
2030. International Diabetes Federation pada tahun 2009, memprediksi kenaikan
jumlah penyandang DM dari 7,0 juta jiwa pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta jiwa
pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya
menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat
5
pada tahun 2030.
Menurut data Riskesdas 2013, prevalensi DM di Indonesia sebesar 2,1%,
prevalensi tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah 3,7%, Sulawesi Utara 3,6%,
Sulawesi Selatan 3,4% dan Nusa Tenggara Timur 3,3%. Sedangkan untuk
Sumatera
2.2.5 Patofisiologi
2.2.6 Patogenesis
2.2.7 Diagnosis
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan
bahan plasma darah vena.Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
1. Riwayat Penyakit.
2. Pemeriksaan Fisik
3. Evaluasi Laboratorium
4. Penapisan Komplikasi
Langkah-langkah Penatalaksanaan Khusus
Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi
medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat
anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan.
Edukasi
Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat
lanjutan
1. Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Primer
yang meliputi:
a. Materi tentang perjalanan penyakit DM.
b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan.
a. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas.Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat
badan.Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi
hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
b. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin).Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.
3.2 Genogram
56 th 53 th 49 th 45 th
26 th 23 th 15 th
Keteranga :
= Laki-laki
= Perempuan
= Meninggal
=DM
APGAR Keluarga
No. Fungsi Uraian Skor
1 Adaptation Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga saya 2
untuk membantu pada waktu yang menyusahkan saya
2 Partnership Saya puas dengan cara keluarga saya membicarakan sesuatu 2
dengan saya dan mengungkapkan masalah dengan saya
3 Growth Saya puas bahwa keluarga saya menerima dan mendukung 1
keinginan saya untuk melakukan aktivitas dan arahan baru
4 Affection Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan afek 1
dan berespon terhadap emosi-emosi saya seperti marah, sedih
atau mencintai
5 Resolve Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya menyediakan 2
waktu bersama-sama
PART 2
Siapa yang tinggal di rumah mu?
Nama Hubungan Usia Pekerjaan
Zulmatri Ayah 56 tahun PNS
Nurjasmi Ibu 49 tahun Pedagang
Zilullah Zamzami P. Anak 26 tahun wiraswasta
Syofian Syarif Anak 15 tahun Pelajar
3.5 SCREEM
Social : Interaksi dengan tetangga baik, keluarga ikut kegiatan sosial yang diadakan
masyarakat setempat bila tidak berhalangan hadir
Culture : Keluarga mengikuti semua budaya, tatakrama yang ada yang sesuai
dengan daerah tempat tinggal, dan keluarga menyadari penuh mengenai etika dan
sopan santun
Religious : Keluarga pasien beragama islam, melakukan ibadah sholat 5 waktu,
terkadang keluarga pasien sholat berjamaah di masjid. Anggota keluarga pasien yang
laki-laki masih sholat Jumat berjamaah di masjid.
Economic: Termasuk golongan menengah ke atas. Sumber penghasilan pasien
rata-rata Rp 4.500.000,00 per bulan. Penghasilan istri rata-rata Rp 2.000.000 per
bulan. P engeluaran rata-rata Rp 3.500.000 per bulan
. Educational : Pasien tamat D3, istri pasien tamat SMA, anak pasien yang pertama
sarjan,anak ke 2 tamat SMA dan anak ke 3 masih SMP
Medical: Anggota keluarga bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai
di sarana kesehatan terdekat.
Anak
Ke 1
Anak
Ke 3
Istri suami
Anak
Ke 2
Keluhan Utama :
Pasien berkontak erat dengan anaknya yang baru pulang dari daerah terjangkit covid
19 (OTG)
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien kontak langsung dengan anaknya yang baru pulang dari daerah Terjangkit
COVID 19 (OTG).
Saat ini demam tidak ada, batuk tidak ada, flu tidak ada.
Sesak napas tidak ada.
Nyeri kepala dan nyeri otot serta sendi tidak ada.
Nyeri abdomen, mual dan muntah tidak ada.
Nafsu makan berkurang tidak ada.
Saat ini pasien tinggal bersama istri dan 2 orang anak nya yaitu anaknya yang
pertama dan anak ke 3. Namun setiap akhir pekan anaknya yang ke 2 pulang ke
rumahnya. Anak ke 2 pasien bekerja di daerah terjangkit COVID 19 dan setIap
pulang kerumah tidak melakukan isolasi mandiri atau tetap berkontak dengan
anggota keluarga lainnya.