Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KELUARGA BINAAN

Oleh:
Zilga Ekha Regina
No. BP. 1840312781

Diajukan Sebagai Pemenuhan Syarat Untuk Menyelesaikan


Siklus Family OrientedMedical Education (FOME) III

BAGIAN PROFESI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2020

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


KATA PENGANTAR
Puji syukur saya kirimkan atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat
meyelesaikan laporan keluarga binaan. Laporan ini saya buat untuk melengkapi syarat kelulusan pada
siklus Family Oriented Medicine Education (FOME) III saya serta diharapkan bisa menjadi referensi
bacaan untuk masyarakat mengenai peran masyarakat dalam menangani pandemic yang terjadi di dunia
saat ini.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Lili Irawati, M.Kes selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan dan petujuk, dan semua pihak yang telah membantu dalam penulisan laporan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan. Untuk itu kritik
dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Padang, 23 April 2020

Penulis

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum pernah
diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus corona ditularkan antara hewan ke manusia
(zoonosis) dan manusia ke manusia.1 Awalnya, penyakit ini dinamakan sementara sebagai
2019 novel coronavirus (2019-nCoV), kemudian WHO mengumumkan nama baru pada 11
Februari 2020 yaitu Coronavirus Disease (COVID-19) yang disebabkan oleh virus Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2).5

Pada 30 Desember 2019, Wuhan Municipal Health Committet melaporkan terdapat kasus
pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada
tanggal 31 Desember 2019 dilaporkan terdapat 27 kasus dan terus meningkat mencapai 59
orang dengan 7 kasus kondisi berat pada tanggal 5 Januari 2020. Tanggal 9 Januari 2020,
WHO (World Health Organization) mengkonfirmasi bahwa etiologi pneumonia tersebut
sebagai jenis baru coronavirus (coronavirus disease, COVID-19). Pada tanggal 30 Januari
2020 WHO telah menetapkan sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan
Dunia/ Public Health Emergency of International Concern (KKMMD/PHEIC). Pada tanggal 2
Maret 2020, Indonesia telah melaporkan 2 kasus terkonfirmasi COVID-19. Pada tanggal 11
Maret 2020, WHO menetapkan bahwa COVID-19 sebagai pandemi

Saat ini, penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia menjadi sumber transmisi
utama. Transmisi SARS-CoV-2 dari pasien simptomatik terjadi melalui droplet yang keluar
saat batuk atau bersin.Manifestasi klinis pasien COVID-19 mulai dari tanpa gejala
(asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS, sepsis, hingga syok sepsis.
Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan sebanyak
6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan kritis. Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum
diketahui. Viremia dan viral load yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang
asimptomatik telah dilaporkan.8

Berdasarkan data yang sudah ada, penyakit komorbid hipertensi dan diabetes melitus,
jenis kelamin laki-laki, dan perokok aktif merupakan faktor risiko dari infeksi SARS-CoV-2.
Pada perokok, hipertensi, dan diabetes melitus, diduga ada peningkatan ekspresi reseptor
ACE2.5 Pasien kanker dan penyakit hati kronik lebih rentan terhadap infeksi SARS-CoV-2.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3


1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Mengetahui gambaran karakteristik jumlah sasaran, data demografi dan data klinis keluarga binaan.
1.2.2Mengetahui masalah yang dihadapi keluarga binaan terkait COVID-19.
1.2.3Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masalah pada keluarga binaan terkait COVID-19.
1.2.4 Mengetahui penyelsaian masalah dari segi promotive dan preventif pada keluarga binaan terkait
COVID-19.

1.3 Manfaat Penulisan

1.3.1 Manfaat Teoritis


Penulis : menambah pengetahuin penulis dalam menganalisa masalah dan melakukan intervensi terhadap
permasalahan keluarga binaan.
Keluarga Binaan: menambah
1.3.2 Manfaat Praktis
Penulis : mampu melakukan pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tingkat primer.
Keluarga Binaan: dapat menilai status kesehatan sendiri dan mampu melakukan tindakan secara mandiri
sebagai upaya pencegahan COVID-19.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 4


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 COVID-19
2.1.1 Definisi
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum pernah
diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus corona ditularkan antara hewan ke manusia
(zoonosis) dan manusia ke manusia.1 Awalnya, penyakit ini dinamakan sementara sebagai 2019
novel coronavirus (2019-nCoV), kemudian WHO mengumumkan nama baru pada 11 Februari
2020 yaitu Coronavirus Disease (COVID-19) yang disebabkan oleh virus Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2).5

2.1.2 Epidemiologi

Pada 30 Desember 2019, Wuhan Municipal Health Committet melaporkan terdapat kasus
pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada tanggal
31 Desember 2019 dilaporkan terdapat 27 kasus dan terus meningkat mencapai 59 orang dengan
7 kasus kondisi berat pada tanggal 5 Januari 2020. Tanggal 9 Januari 2020, WHO (World Health
Organization) mengkonfirmasi bahwa etiologi pneumonia tersebut sebagai jenis baru
coronavirus (coronavirus disease, COVID-19). Pada tanggal 30 Januari 2020 WHO telah
menetapkan sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia/ Public Health
Emergency of International Concern (KKMMD/PHEIC). Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia
telah melaporkan 2 kasus terkonfirmasi COVID-19. Pada tanggal 11 Maret 2020, WHO
menetapkan bahwa COVID-19 sebagai pandemi .1

2.1.3 Etiologi
Virus corona adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini utamanya
menginfeksi hewan, yaitu kelelawar dan unta. Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6 jenis
coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus
NL63, betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory Illness
Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV).

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 5


Virus corona yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus betacoronavirus. Hasil
analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam subgenus yang sama dengan
coronavirus yang menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory Illness (SARS). Atas dasar ini,
International Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama SARS-CoV-2.5 Pada kasus
COVID-19, trenggiling diduga sebagai reservoir perantara. Strain coronavirus pada trenggiling
adalah yang mirip genomnya dengan coronavirus kelelawar (90,5%) dan SARS-CoV-2 (91%).5

2.1.4 Penularan

Saat ini, penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia menjadi sumber transmisi
utama. Transmisi SARS-CoV-2 dari pasien simptomatik terjadi melalui droplet yang keluar saat
batuk atau bersin. Selain itu, telah diteliti bahwa SARS-CoV-2 dapat viabel pada aerosol selama
3 jam. Beberapa laporan kasus menunjukkan dugaan penularan dari karier asimtomatis, namun
mekanisme pastinya belum diketahui. Kasus-kasus terkait transmisi dari karier asimtomatis
umumnya memiliki riwayat kontak erat dengan pasien COVID-19.5

2.1.5 Faktor Risiko


Berdasarkan data yang sudah ada, penyakit komorbid hipertensi dan diabetes melitus, jenis
kelamin laki-laki, dan perokok aktif merupakan faktor risiko dari infeksi SARS-CoV-2. Pada
perokok, hipertensi, dan diabetes melitus, diduga ada peningkatan ekspresi reseptor ACE2.5
Pasien kanker dan penyakit hati kronik lebih rentan terhadap infeksi SARS-CoV-2.
Infeksi saluran napas akut yang menyerang pasien HIV umumnya memiliki risiko
mortalitas yang lebih besar dibanding pasien yang tidak HIV. Namun, hingga saat ini belum ada
studi yang mengaitkan HIV dengan infeksi SARS-CoV-2. Hubungan infeksi SARS-CoV-2
dengan hipersensitivitas dan penyakit autoimun juga belumdilaporkan. Belum ada studi yang
menghubungkan riwayat penyakit asma dengan kemungkinan terinfeksi SARS-CoV-2. Namun,
studi meta-analisis yang dilakukan oleh Yang, dkk menunjukkan bahwa pasien COVID-19
dengan riwayat penyakit sistem respirasi akan cenderung memiliki manifestasi klinis yang lebih
parah.7
Beberapa faktor risiko lain yang ditetapkan oleh Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) adalah kontak erat, termasuk tinggal satu rumah dengan pasien COVID-19
dan riwayat perjalanan ke area terjangkit. Berada dalam satu lingkungan namun tidak kontak
dekat (dalam radius 2 meter) dianggap sebagai risiko rendah. Tenaga medis merupakan salah

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 6


satu populasi yang berisiko tinggi tertular. Di Italia, sekitar 9% kasus COVID-19 adalah tenaga
medis. Di China, lebih dari 3.300 tenaga medis juga terinfeksi, dengan mortalitas sebesar 0,6%.5

2.1.6 Patogenesis
Patogenesis SARS-CoV-2 masih belum banyak diketahui, tetapi diduga tidak jauh
berbeda dengan SARS-CoV. Pada manusia, SARS-CoV-2 terutama menginfeksi sel-sel pada
saluran napas yang melapisi alveoli. SARS-CoV-2 akan berikatan dengan reseptor-reseptor dan
membuat jalan masuk ke dalam sel. Glikoprotein yang terdapat pada envelope spike virus akan
berikatan dengan reseptor selular berupa ACE2 pada SARS-CoV-2. Di dalam sel, SARS-CoV-2
melakukan duplikasi materi genetik dan mensintesis protein-protein yang dibutuhkan, kemudian
membentuk virion baru yang muncul di permukaan sel.

Faktor virus dan pejamu memiliki peran dalam infeksi SARS-CoV. Efek sitopatik virus
dan kemampuannya mengalahkan respons imun menentukan keparahan infeksi. Disregulasi
sistem imun kemudian berperan dalam kerusakan jaringan pada infeksi SARS-CoV-2. Respons

imun yang tidak adekuat menyebabkan replikasi virus dan kerusakan jaringan. Di sisi lain,
respons imun yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Respons imun yang
disebabkan oleh SARS-CoV-2 juga belum sepenuhnya dapat dipahami, namun dapat dipelajari
dari mekanisme yang ditemukan pada SARS-CoV dan MERS-CoV. Ketika virus masuk ke
dalam sel, antigen virus akan dipresentasikan ke antigen presentation cells (APC). Presentasi
antigen virus terutama bergantung pada molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas
I. Namun, MHC kelas II juga turut berkontribusi. Presentasi antigen selanjutnya menstimulasi
respons imunitas humoral dan selular tubuh yang dimediasi oleh sel T dan sel B yang spesifik
terhadap virus.5

2.1.7 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pasien COVID-19 mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan,
pneumonia, pneumonia berat, ARDS, sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong
ringan atau sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam
keadaan kritis. Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui. Viremia dan viral
load yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang asimptomatik telah dilaporkan.8

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 7


Gambar 2.1 Gejala COVID 199

Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran napas atas tanpa
komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan atau tanpa sputum), anoreksia,
malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit kepala. Pasien tidak membutuhkan
suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus pasien juga mengeluhkan diare dan muntah. Pasien
COVID-19 dengan pneumonia berat ditandai dengan demam, ditambah salah satu dari gejala: (1)
frekuensi pernapasan >30x/menit (2) distres pernapasan berat, atau (3) saturasi oksigen 93%
tanpa bantuan oksigen. Pada pasien geriatri dapat muncul gejala-gejala yang atipikal.9
Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan gejala-gejala pada
sistem pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan sesak napas. Berdasarkan data 55.924 kasus,
gejala tersering adalah demam, batuk kering, dan fatigue. Gejala lain yang dapat ditemukan
adalah batuk produktif, sesak napas, sakit tenggorokan, nyeri kepala, mialgia/artralgia, menggigil,
mual/muntah, kongesti nasal, diare, nyeri abdomen, hemoptisis, dan kongesti konjungtiva. Lebih
dari 40% demam pada pasien COVID-19 memiliki suhu puncak antara 38,1-39°C, sementara
34% mengalami demam suhu lebih dari 39°C.5

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium seperti hematologi rutin, hitung jenis, fungsi ginjal, elektrolit,
analisis gas darah, hemostasis, laktat, dan prokalsitonin dapat dikerjakan sesuai dengan indikasi.
Trombositopenia kadang dijumpai, sehingga kadang diduga sebagai pasien dengue. Yan, dkk di

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 8


Singapura melaporkan adanya pasien positif palsu serologi dengue, yang kemudian diketahui
positif COVID-19. Karena gejala awal COVID-19 tidak khas, hal ini harus diwaspadai.10

 Pencitraan
Modalitas pencitraan utama yang menjadi pilihan adalah foto toraks dan Computed
Tomography Scan (CT-scan) toraks. Pada foto toraks dapat ditemukan gambaran seperti
opasifikasi ground-glass, infiltrat, penebalan peribronkial, konsolidasi fokal, efusi pleura, dan
atelectasis. Foto toraks kurang sensitif dibandingkan CT scan, karena sekitar 40% kasus tidak
ditemukan kelainan pada foto toraks.11

Gambar 2.2 Rontgen Thorax pasien COVID 19.5

2.1.9 Pemeriksaan Diagnostik SARS-CoV-2


A. Pemeriksaan Antigen-Antibodi
Salah satu kesulitan utama dalam melakukan uji diagnostik tes cepat yang sahih adalah
memastikan negatif palsu. Selain itu, perlu mempertimbangkan onset paparan dan durasi gejala
sebelum memutuskan pemeriksaan serologi. IgM dan IgA dilaporkan terdeteksi mulai hari 3-6
setelah onset gejala, sementara IgG mulai hari 10-18 setelah onset gejala. Pemeriksaan jenis ini
tidak direkomendasikan WHO sebagai dasar diagnosis utama. Pasien negatif serologi masih
perlu observasi dan diperiksa ulang bila dianggap ada faktor risiko tertular.13

B. Pemeriksaan Virologi
Metode yang dianjurkan untuk deteksi virus adalah amplifikasi asam nukleat dengan real-
time reversetranscription polymerase chain reaction (rRT-PCR) dan dengan sequencing. Sampel
dikatakan positif (konfirmasi SARS-CoV-2) bila rRT-PCR positif pada minimal dua target

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 9


genom (N, E, S, atau RdRP) yang spesifik SARS-CoV-2; ATAU rRT-PCR positif
betacoronavirus, ditunjang dengan hasil sequencing sebagian atau seluruh genom virus yang
sesuai dengan SARS-CoV-2.13

C. Pengambilan Spesimen
World Heatlh Organization (WHO) merekomendasikan pengambilan spesimen pada dua
lokasi, yaitu dari saluran napas atas (swab nasofaring atau orofaring) atau saluran napas bawah
(sputum, bronchoalveolar lavage (BAL), atau aspirat endotrakeal). Sampel diambil selama 2 hari
berturut turut untuk PDP dan ODP, boleh diambil sampel tambahan bila ada perburukan klinis.
Pada kontak erat risiko tinggi, sampel diambil pada hari 1 dan hari 14.13
Sampel darah, urin maupun feses untuk pemeriksaan virologi belum direkomendasikan
rutin dan masih belum dianggap bermanfaat dalam praktek di lapangan. Virus hanya terdeteksi
pada sekitar <10% sampel darah, jauh lebih rendah dibandingkan swab.14 Belum ada yang
berhasil mendeteksi virus di urin.14 SARS-CoV-2 dapat dideteksi dengan baik di saliva. Studi di

Hong Kong melaporkan tingkat deteksi 91,7% pada pasien yang sudah positif COVID-19,
dengan titer virus paling tinggi pada awal onset.15

2.3 Diagnosis

Kasus probable didefinisikan sebagai PDP yang diperiksa untuk COVID-19 tetapi hasil
inkonklusif atau seseorang dengan dengan hasil konfirmasi positif pancoronavirus atau
betacoronavirus. Kasus terkonfirmasi adalah bila hasil pemeriksaan laboratorium positif COVID-
19, apapun temuan klinisnya. Selain itu, dikenal juga istilah orang tanpa gejala (OTG), yaitu
orang yang tidak memiliki gejala tetapi memiliki risiko tertular dan ada kontak erat dengan
pasien COVID-19.5
Pasien Dalam Pengawasan (PDP) adalah 1) orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) yaitu demam (≥38oC) atau riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit
pernapasan seperti: batuk/sesak nafas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat
dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan dan pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang
melaporkan transmisi lokal, 2) orang dengan demam (≥380C) atau riwayat demam atau ISPA
dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi COVID-19, 3) Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 10


perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan.1
Orang Dalam Pemantauan (ODP) adalah 1) Orang yang mengalami demam (≥380C) atau
riwayat demam; atau gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk
dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan dan pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang
melaporkan transmisi lokal, 2) Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan
seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki
riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19.1
Kontak erat didefinisikan sebagai individu dengan kontak langsung secara fisik tanpa alat
proteksi, berada dalam satu lingkungan (misalnya kantor, kelas, atau rumah), atau bercakap-
cakap dalam radius 1 meter dengan pasien dalam pengawasan (kontak erat risiko rendah),

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 11


probable atau konfirmasi (kontak erat risiko tinggi). Kontak yang dimaksud
terjadi dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala hingga 14 hari setelah kasus
timbul gejala.5

2.4 Tatalaksana

Saat ini belum tersedia rekomendasi tata laksana khusus pasien COVID-19,
termasuk antivirus atau vaksin. Tata laksana yang dapat dilakukan adalah terapi
simtomatik dan oksigen. Pada pasien gagal napas dapat dilakukan ventilasi
mekanik.5

Manajemen Simtomatik dan Suportif


1. Oksigen
Pastikan patensi jalan napas sebelum memberikan oksigen. Indikasi
oksigen adalah distress pernapasan atau syok dengan desaturase, target kadar
saturasi oksigen >94%. Oksigen dimulai dari 5 liter per menit dan dapat
ditingkatkan secara perlahan sampai mencapai target. Pada kondisi kritis, boleh
langsung digunakan nonrebreathing mask.16
2. Antibiotik
Pemberian antibiotik hanya dibenarkan pada pasien yang dicurigai infeksi
bakteri dan bersifat sedini mungkin. Pada kondisi sepsis, antibiotik harus
diberikan dalam waktu 1 jam. Antibiotik yang dipilih adalah antibiotik empirik
berdasarkan dengan profil mikroba lokal. 16
3. Vitamin C
Kadar vitamin C suboptimal umum ditemukan pada pasien kritis yang
berkorelasi dengan gagal organ dan luaran buruk. Penurunan kadar vitamin C
disebabkan oleh sitokin inflamasi yang mendeplesi absorbsi vitamin C. Kondisi
ini diperburuk dengan peningkatan konsumsi vitamin C pada sel somatik. Oleh
karena itu, dipikirkan pemberian dosis tinggi vitamin C untuk mengatasi sekuens
dari kadar yang suboptimal pada pasien kritis.5
2.5 Komplikasi
Komplikasi utama pada pasien COVID-19 adalah ARDS, Yang, dkk
menunjukkan data dari 52 pasien kritis bahwa komplikasi tidak terbatas ARDS,
melainkan juga komplikasi lain seperti gangguan ginjal akut (29%), jejas kardiak
(23%), disfungsi hati (29%), dan pneumotoraks (2%).7 Komplikasi lain yang telah

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 12


dilaporkan adalah syok sepsis, koagulasi intravaskular diseminata (KID),
rabdomiolisis, hingga pneumomediastinum.5

2.6 Prognosis
Prognosis COVID-19 dipengaruhi banyak faktor. Studi Yang, dkk
melaporkan tingkat mortalitas pasien COVID-19 berat mencapai 38% dengan
median lama perawatan ICU hingga meninggal sebanyak 7 hari. Peningkatan
kasus yang cepat dapat membuat rumah sakit kewalahan dengan beban pasien
yang tinggi. Hal ini meningkatkan laju mortalitas di fasilitas tersebut.7 Reinfeksi
pasien yang sudah sembuh masih kontroversial.

2.2. Diabetes Melitus


2.2.1 Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes melitus merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Hiperglikemia adalah

suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa dalam darah melebihi batas

normal.9,11 Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas penyakit diabetes

melitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan pada beberapa keadaan yang lain.

Sedangkan menurut WHO, diabetes melitus adalah suatu kumpulan problema

anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana terdapat

defisiensi insulin absolut atau relatif, dan gangguan fungsi insulin.10

Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika tubuh tidak

dapat memproduksi insulin dalam jumlah cukup atau tidak dapat menggunakan

insulin secara efektif.Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh sel beta pankreas

yang memungkinkan glukosa yang berasal dari makanan masuk ke dalam sel-sel

tubuh dan diubah menjadi energi. Penderita DM akan mengalami kondisi

hiperglikemia yang akan merusak jaringan dari waktu ke waktu.1 Hiperglikemia

kronik pada DM ini berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, atau

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 13


kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan

pembuluh darah.9

2.2.2 Epidemiologi

Pada tahun 2014, prevalensi global DM usia lebih dari 18 tahun diperkirakan
mencapai 9%. Angka ini sangat jauh meningkat dibandingkan data pada tahun 2000
yang juga dilaporkan oleh WHO yaitu sebesar 2,8.3 International Diabetes
Federation (IDF) pada tahun 2013 melaporkan bahwa diestimasikan sekitar 382 juta
atau 8,3% usia dewasa di dunia menderita DM. Sebanyak 80% diantaranya berasal
dari negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Jika tren ini berlanjut,
pada tahun 2035, sekitar 592 juta orang, atau 1 diantara 10 dewasa akan menderita
DM.
Prevalensi DM pada populasi Asia meningkat secara progresif dalam 1 dekade
terakhir. Pada tahun 2007, lebih dari 110 juta penduduk di Asia menderita DM.
Secara global, Indonesia menduduki peringkat ke 7 kejadian tertinggi untuk DM (IDF,
2013).World Health Organization memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di
Indonesia dari 8,4 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun
2030. International Diabetes Federation pada tahun 2009, memprediksi kenaikan
jumlah penyandang DM dari 7,0 juta jiwa pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta jiwa
pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya
menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat
5
pada tahun 2030.
Menurut data Riskesdas 2013, prevalensi DM di Indonesia sebesar 2,1%,
prevalensi tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah 3,7%, Sulawesi Utara 3,6%,
Sulawesi Selatan 3,4% dan Nusa Tenggara Timur 3,3%. Sedangkan untuk
Sumatera

Barat berkisar 1,3%. Penelitian yang pernah dilakukan di Padang mencatat


bahwa penderita DM tipe 2 yang dirawat inap di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr.
M. Djamil Padang antara Januari 2011 sampai Desember 2012, didapatkan sejumlah
5
261 orang. .

2.2.4 Faktor Risiko

• Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi8,12

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 14


• Ras dan etnik
• Riwayat keluarga dengan diabetes
• Umur
Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Usia> 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.
• Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram atau riwayat
pernah menderita DM gestasional (DMG).
• Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2500 gram. Bayi yang
lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan
bayi lahir dengan BB normal.
8,12
• Faktor yang Dapat Dimodifikasi

• Berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2).


• Kurangnya aktivitas fisik.
• Hipertensi (> 140/90 mmHg). Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau
trigliserida > 250 mg/dL)
• Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan
meningkatkan risiko menderita prediabetes / intoleransi glukosa dan DM tipe

2.2.5 Patofisiologi

Diabetes melitus tipe 1 atau disebut juga Insulin-Dependent Diabetes Melitus


(IDDM) terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas yang diperantarai oleh
proses autoimun. Penanda destrusi sel beta yang dapat diperiksa antara lain
autoantibody islet cell, autoantibody insuln, autoantibody GAD (GAD65), dan
autoantibody tyrosine phosphatases IA-2 and IA-2β. Satu atau lebih antibodi
tersebut dapat terdeteksi pada 85-90% individu dengan gula darah puasa (GDP)
abnormal (ADA, 2010).Manifestasi klinis DM terjadi jika lebih dari 90% sel beta
mengalami destruksi. Pada DM dalam bentuk berat, sel beta telah dirusak semuanya,
sehingga terjadi insulinopenia dan semua kelainan metabolik yang berkaitan dengan
defisiensi insulin.13

Diabetes melitus tipe 2 atau Non–Insulin-Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)


ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula- mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 15


reaksi intraselular yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 (glucose
transporter) glukosa dan meningkatkan transpor glukosa menembus membran sel.
Pada pasien-pasien dengan DM tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin
dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat
reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat
ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik.Akibatnya terjadi penggabungan
abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa. Pada
akhirnya timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar
dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan kondisi euglikemia.13

Kondisi di atas akan menyebabkan glukosa darah meningkat dan ketika


melewati batas kemampuan filtrasi ginjal, akan terjadi suatu keadaan yang disebut
glukosuria. Diuresis osmosis yang disebabkan oleh konsisi hiperglikemia
menyebabkan peningkatan jumlah urin (poliuri) dan juga menyebabkan dehidrasi.
Akibatnya pusat haus akan terangsang dan terjadi polidipsi.14

2.2.6 Patogenesis

• Diabetes melitus tipe 1


Pada saat diabetes melitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel
pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun,
meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya adalah:
pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan
lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu, tetapi
agen noninfeksius juga dapat terlibat.Tahap ketiga adalah insulitis, sel yang
menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T teraktivasi.Tahap
keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel asing.Tahap kelima
adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap sebagai sel
asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan mekanisme imun
seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.15
• Diabetes Melitus Tipe 2
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin abnormal
dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas
yang utama tidak diketahui.Secara deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan
klinis yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 16


insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi insulin
cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak
intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah makan. Pada fase ketiga,
resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin menurun, menyebabkan
hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.15

2.2.7 Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.


Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena.9Untuk memastikan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang
terpercaya (yang melakukan program pemantauan kendali mutu secara
teratur).Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai
bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan
angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk
pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.11 Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.9
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala/tanda DM,
sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang
tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM.9
Diagnosis DM ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Dalam anamnesis berbagai keluhan dapat ditemukan pada
paasien DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan
seperti:1

 Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan
bahan plasma darah vena.Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 17


menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
Kriteria diagnosis dapat didasarkan pada:1
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam.(B). Atau
2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram. (B). Atau
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.Atau
4. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi
oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).

Penggunaan glycosilated hemoglobin (HbA1c) sebagai uji diagnostik alternatif


dapat digunakan untuk mengukur keadaan glikemia kronis, bukan hanya kadar
glukosa darah seketika. HbA1c dapat digunakan sebagai penanda objektif
pengendalian glukosa darah rata-rata selama bertahun-tahun, dan dapat digunakan
untuk keputusan manajemen signifikan, seperti terapi insulin. Pengukuran HbA1c
memberikan keuntungan signifikan dibandingkan pengukuran glukosa darah untuk
diagnosis diabetes, karena dapat dilakukan kapan saja tanpa persiapan khusus,
seperti diet atau puasa.20
Tingkat HbA1c ≥6,5% (48 mmol/mol) direkomendasikan sebagai cutpoint
untuk mendiagnosis diabetes. Pada pasien asimtomatik dengan hasil tes postif, tes
harus diulang untuk mengkonfirmasi diagnosis. Penggukuran HbA1c akan
mempermudah proses diagnostik dan dapat menyebabkan diagnosis lebih dini pada
pasien diabetes, akan tetapi HbA1c tidak boleh digunakan sebagai tes skrining awal
untuk diabetes.19

Akurasi tes HbA1c dipengaruhi oleh konsisi yang mempengaruhi waktu


kelangsungan hidup sel darah merah atau glikolisis hemoglobin non enzimatik.
Waktu kelangsungan hidup hemoglobin berkurang akan menurunkan tingkat HbA1c
dan dapat menyebabkan hasil negatif palsu. Waktu kelangsungan hiduphemoglobin
berkurang pada anemia hemolitik, gagal ginjal kronis, penyakit hati berat, dan
anemia pada penyakit kronis. Defisiensi vitamin B12 dan asam folat juga dapat
mempersingkat masa hidup hemoglobin.19

2.2.8 Tatalaksana 9,11


Tujuan penetalaksanaan Diabetes Melitus:

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 18


1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum
Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama, yang meliputi:

1. Riwayat Penyakit.
2. Pemeriksaan Fisik
3. Evaluasi Laboratorium
4. Penapisan Komplikasi
Langkah-langkah Penatalaksanaan Khusus
Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi
medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat
anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan.
Edukasi
Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat
lanjutan
1. Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Primer
yang meliputi:
a. Materi tentang perjalanan penyakit DM.
b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan.

c. Penyulit DM dan risikonya.


d. Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target pengobatan.
e. Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat antihiperglikemia oral
atau insulin serta obat-obatan lain.
f. Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia).
g. Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia
h. Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
i. Pentingnya perawatan kaki.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 19


2 Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Sekunder
dan / atau Tersier, yang meliputi:
a. Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.
b. Pengetahuan mengenai penyulit menahunDM.
c. Penatalaksanaan DM selama menderitapenyakit lain.
d. Rencana untuk kegiatan khusus (contoh:olahraga prestasi).
e. Kondisi khusus yang dihadapi (contoh:hamil, puasa, hari-hari sakit).
Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.

Obat Antihiperglikemia Oral


1. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)

a. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas.Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat
badan.Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi
hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan ginjal).
b. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin).Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.

2. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin


a. Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2. Dosis
Metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30-60
ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan sperti:

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 20


GFR<30 mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan,
PPOK,gagal jantung [NYHA FC III-IV]). Efek samping yang mungkin berupa
gangguan saluran pencernaan seperti halnya gejala dispepsia.
b. Tiazolidindion (TZD).
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatureseptor inti yang terdapat antara lain di sel
otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di jaringan perifer.Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan
tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC
III-IV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan.Hati-hati pada gangguan faal
hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala.Obat yang masuk
dalam golongan ini adalah Pioglitazone.

3. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:

a. Penghambat Alfa Glukosidase.


Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Penghambat glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan: GFR≤30ml/min/1,73
m2, gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome. Efek samping yang
mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam usus)sehingga sering
menimbulkan flatus.Guna mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan
dosis kecil.Contoh obat golongan ini adalah Acarbose.
b. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga
GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk
aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi
glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucosedependent). Contoh obat
golongan iniadalah Sitagliptin dan Linaglipti
c. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis baru
yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara
menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 21


antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin. Dapagliflozin
baru saja mendapat approvable letter dari Badan POM RI pada bulan Mei 2015.

Obat Antihiperglikemia Suntik


Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi
insulin dan agonis GLP-1.
Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :

 HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik


 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Krisis Hiperglikemia
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
 Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
 Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
Jenis dan Lama Kerja Insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yakni :

 Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)


 Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)
 Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin)
 Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)
 Insulin kerja ultra panjang (Ultra long-acting insulin)
 Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat
dengan menengah (Premixed insulin)
4. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru
untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel-beta sehingga terjadi
peningkatan pelepasan insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan,
menghambat pelepasan glukagon, dan menghambat nafsu makan. Efek penurunan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 22


berat badan agonis GLP-1 juga digunakan untuk indikasi menurunkan berat badan
pada pasien DM dengan obesitas.Pada percobaan binatang, obat ini terbukti
memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada
pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah. Obat yang termasuk golongan
ini adalah: Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, dan Lixisenatide.

 Terapi Kombinasi


Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam
penatalaksanaan DM, namun bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan dengan
pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi sejak dini. Terapi
kombinasi obat antihiperglikemia oral, baik secara terpisah ataupun fixed dose
combination, harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme kerja yang
berbeda. Pada keadaan tertentu apabila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai
dengan kombinasi dua macam obat, dapat diberikan kombinasi dua obat
antihiperglikemia dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis
dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dapat diberikan
kombinasi tiga obat anti-hiperglikemia oral.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 23


BAB 3
LAPORAN KELUARGA BINAAN

Nama kepala keluarga : Zulmatri


Alamat : Sekinjang, Kabupaten Solok Selatan

3.1 Data demografi keluarga


Tabel 3.1 data demografi keluaraga
No Nama Kedudukan Jenis usia Pendidikan Pekerjaan
dalam kelamin
keluarga
1. Zulmatri Suami Laki-laki 56 tahun D3 Guru
2. Nurjasni istri Perempuan 49 tahun SMA pedagang
3. Zilullah zamzami P. anak Laki-laki 26 tahun S1 wiraswasta
4. Aulia Kurniawan anak Laki-laki 23 tahun SMA karyawan
5. Syofian syarif anak Laki-laki 15 tahun SMP pelajar

3.2 Genogram

1945-2007 1950-2009 1946-1999 1948-2010

56 th 53 th 49 th 45 th

26 th 23 th 15 th

Keteranga :

= Laki-laki

= Perempuan

= Meninggal

=DM

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 24


3.3 APGAR
PART 1

APGAR Keluarga
No. Fungsi Uraian Skor
1 Adaptation Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga saya 2
untuk membantu pada waktu yang menyusahkan saya
2 Partnership Saya puas dengan cara keluarga saya membicarakan sesuatu 2
dengan saya dan mengungkapkan masalah dengan saya
3 Growth Saya puas bahwa keluarga saya menerima dan mendukung 1
keinginan saya untuk melakukan aktivitas dan arahan baru
4 Affection Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan afek 1
dan berespon terhadap emosi-emosi saya seperti marah, sedih
atau mencintai
5 Resolve Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya menyediakan 2
waktu bersama-sama

Total skor : 8 -> Fungsi sosial normal


Keterangan :
Skor 2 = selalu
Skor 1 = kadang-kadang
Skor 0 = hampir tidak pernah
Interpretasi :
Skor 8-10 = fungsi sosial normal
Skor 5-7= fungsi sosial cukup
Skor 0-4= fungsi sosial kurang/suka menyendiri

PART 2
Siapa yang tinggal di rumah mu?
Nama Hubungan Usia Pekerjaan
Zulmatri Ayah 56 tahun PNS
Nurjasmi Ibu 49 tahun Pedagang
Zilullah Zamzami P. Anak 26 tahun wiraswasta
Syofian Syarif Anak 15 tahun Pelajar

Bagaimana cara bergaul sesama anggota keluarga? Baik (Well)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 25


3.4 Eco-Map

3.5 SCREEM
 Social : Interaksi dengan tetangga baik, keluarga ikut kegiatan sosial yang diadakan
masyarakat setempat bila tidak berhalangan hadir
 Culture : Keluarga mengikuti semua budaya, tatakrama yang ada yang sesuai
dengan daerah tempat tinggal, dan keluarga menyadari penuh mengenai etika dan
sopan santun
 Religious : Keluarga pasien beragama islam, melakukan ibadah sholat 5 waktu,
terkadang keluarga pasien sholat berjamaah di masjid. Anggota keluarga pasien yang
laki-laki masih sholat Jumat berjamaah di masjid.
 Economic: Termasuk golongan menengah ke atas. Sumber penghasilan pasien
rata-rata Rp 4.500.000,00 per bulan. Penghasilan istri rata-rata Rp 2.000.000 per
bulan. P engeluaran rata-rata Rp 3.500.000 per bulan
. Educational : Pasien tamat D3, istri pasien tamat SMA, anak pasien yang pertama
sarjan,anak ke 2 tamat SMA dan anak ke 3 masih SMP
 Medical: Anggota keluarga bisa mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai
di sarana kesehatan terdekat.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 26


3.6 Family lifeline

Year Life event


1964 Pasien lahir
1970 Pasien masuk SD
1976 Pasien masuk smp
1979 Pasien masuk SMA
1982 Pasien masuk D3
1987 Pasien bekerja sebagai guru SD
1989 Pasien lulus sebagai PNS
1992 Pasien menikah
1994 Anak pertama lahir
1997 Anak kedua lahir
2005 Anak ketiga lahir
2017 Pasien di diagnosis DM tipe 2

3.7 Family Circle

Anak
Ke 1
Anak
Ke 3

Istri suami

Anak
Ke 2

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 27


3.8 Fungsi-fungsi Keluaga

Tabel 3.3 Fungsi-fungsi didalam keluarga


Fungsi Keluarga Penilaian Kesimpulan pembina
untuk fungsi keluarga
yang bersangkutan

Biologis: a. Menilai fungsi biologis Keluarga mengetahui


Adalah sikap dan perilaku keluarga berjalan masalah biologis pasien
keluarga selama ini dalam dengan baik atautidak dengan baik, namun masih
menghadapi risiko b. Mengidentifikasi belum memahami
masalah kelemahan atau disfungsi bagaimana mengatasi atau
biologis, pencegahan, cara biologis dalam keluarga. mencegah masalah
mengatasinya dan c. Menjelaskan dampak tersebut, sehingga keluarga
beradaptasi disfungsi biologis juga tidak mengetahui
dengan masalah biologis terhadap keluarga bagaimana dampak yang
(masalah fisik jasmani) ditimbulkan kedepannya
dari masalah yang mereka
hadapi saat ini.
Psikologis: a.Mengidentifikasi sikap Hubungan psikologis
Adalah sikap dan perilaku dan perilaku keluarga antara pasien dan anggota
keluarga selama ini dalam dalam membangun keluarga berjalan dengan
membangun hubungan hubungan psikologis cukup baik, pasien
psikologis internal antar internal antar anggota merasakan adanya
anggota keluarga. keluarga. dukungan dari anggota
Termasuk dalam hal b.Mengidentifikasi cara keluarga dan anggota
memelihara kepuasan keluarga dalam hal keluarga sudah memahami
psikologis seluruh memelihara kepuasan sepenuhnya kondisi yang
anggota keluarga dan psikologis seluruh anggota dialami pasien.
manajemen keluarga keluarga.
dalam mengahadapi c.Identifikasi dan menilai
masalah psikologis manajemen keluarga
dalam menghadapi
d.masalah psikologis.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 28


Sosial: a.Menilai sikap dan Hubungan pasien dengan
Adalah sikap dan perilaku perilaku tetangga sekitar cukup
keluarga selama ini dalam keluarga selama ini dalam baik, tidak ada konflik
mempersiapkan anggota mempersiapkan anggota antara pasien dengan
keluarga untuk terjun ke keluarga untuk terjun ke tetangga.
tengah masyarakat. tengah masyarakat.
Termasuk di dalamnya b.Membuat daftar
pendidikan formal dan pendidikan formal dan
informal untuk dapat informal (termasuk
mandiri kegiatan organisasi) yang
didapat anggota keluarga
untuk dapat mandiri di
tengah masyarakat.

Ekonomi dan a. Menilai sikap dan Dari segi ekonomi dapat


pemenuhan perilaku dinilai bahwa keluarga ini
kebutuhan: keluarga selama ini dalam termasuk dalam ekonomi
Adalah sikap dan perilaku usaha pemenuhan menengah keatas.
keluarga selama ini dalam kebutuhan primer, Untuk pemenuhan
usaha pemenuhan sekunder dan tertier. kebutuhan hidup keluarga
kebutuhan b. Menilai gaya hidup dan ini lebih memprioritaskan
primer, sekunder dan prioritas penggunaan uang kepada pemenuhan
tertier kebutuhan pokok

3.9 Data risiko interkeluarga


Tabel 3.4 Data risiko internal keluarga
Perilaku Sikap dan perilaku Kesimpulan Pembina
keluarga yang untuk perilaku keluarga
menggambarkan
perilaku tersebut

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 29


Kebersihan pribadi dan - pasien selalu Perhatian keluarga
lingkungan memperhatikan terhadap kebersihan
Apakah tampilan penampilan pribadi, rumah, dan
individual dan lingkungan - Untuk kebersihan rumah lingkungan baik.
bersih dan terawat, istri pasien selalu menyapu
bagaimana kebiasaan rumah setiap hai
perawatan kebersihannya - Perkarangan rumah
pasien tidak dibiarkan
kotor dan pasien
meletakkan 1 tempat
sampah besar di halaman
rumah
- keluarga pasien
membuang sampah di
tempat pembuangan
sampah
Pencegahan spesifik Keluarga mengikuti Perhatian pasien dan
Termasuk perilaku program pemerintah keluarga terhadap
imunisasi anggota pencegahan penyakit
keluarga, gerakan dinilai cukup baik.
pencegahan penyakit lain
yang telah dianjurkan
(baik penyakit menular
maupun tidak menular)
Gizi Keluarga Pasien makan 3x sehari Dalam pemenuhan gizi
Pengaturan makanan tanpa memperhitungkan dapat disimpulkan bahwa
keluarga, mulai cara nilai gizi. pemberian gizi anggota
pengadaan, kuantitas dan Menu makanan pasien keluarga tidak terlalu
kualitas makanan serta sama seperti anggota memperhatikan. Dalam hal
perilaku terhadap diet yang keluarga lainnya kuantitas dinilai cukup.
dianjurkan bagi penyakit Untuk anggota keluarga
tertentu pada anggota yang punya penyakit
keluarga dinilai tidak baik

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 30


Latihan jasmani/ Pasien dan istri tidak Perhatian keluarga
aktifitas fisik: pernah berolahraga namun, terhadap latihan jasmani/
Kegiatan keseharian untuk anak-anak pasien rutin aktifitas fisik dinilai
menggambarkan apakah berolahraga kurang.
sedentary life cukup atau
tertaur dalam latihan
jasmani. Physical exercise
tidak selalu harus berupa
olahraga
Penggunaan pelayanan Dalam penggunaan Dalam penggunaan
kesehatan: layanan kesehatan, pelayanan kesehatan
Perilaku keluarga apakah keluarga datang ke dinilai kurangl.
datang ke posyandu, Puskesmas, atau Rumah
puskesmas, dsb untuk Sakit. Untuk pengobatan
preventif atau hanya pasien saat ini pasien tidak
kuratif, atau kuratif ke pernah lagi kontrol sejak 6
pengobatan komplimenter bulan ini. Pasien hanya
dan alternatif memeriksa kadar gula
(sebutkanjenisnya dan darah sendiri pakai
berapa keseringannya) glukocek jika pasien
merasakan tidak enak
badan.

Kebiasaan / perilaku Pasien masih merokok 7-9 Dalam menjaga kesehatan


lainnya yang buruk batang perhari pasien kurang baik
untuk kesehatan
Misalnya merokok, minum
alkohol, bergadang,dsb.
Sebutkan keseringannya
dan banyaknya setiap kali
dan jenis yang
dikonsumsi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 31


3.10 Data Sarana Pelayanan Kesehatan dan Lingkungan Keluarga

Tabel 3. 5 Faktor pelayanan kesehatan

Faktor Keterangan Kesimpulan pembina


untuk faktor pelayanan
kesehatan

Pusat pelayanan kesehatan Praktek dokterswasta, Keluarga bisa


yang digunakan oleh puskesmas dan rumah menggunakan fasilitas
keluarga sakit. kesehatan sesuai dengan
kebutuhannya.
Cara mencapai pusat Menggunakan motor, Keluarga bisa mencapai
pelayanan kesehatan mobil, atau jalan kaki. tempat pelayanan
tersebut kesehatan tanpa ada
kendala yang berarti.
Tarif pelayanan kesehatan 1. Sangat mahal Pasien menggunakan
tersebut dirasakan 2.Mahal Kartu BPJS non PBI yang
3.Terjangkau di dapatkan dari
keanggotaan pegawai
negeri sipil
Pelayanan kesehatan  Sangat baik biasa
tersebut dirasakan  Baik
 Biasa
 Tidak memuaskan
 Buruk

Tabel 3.6 Lingkungan tempat tinggal


Kepemilikan rumah : milik sendiri
Daerah perumahan : cukup ramai
Karakteristik rumah dan lingkungan Kesimpulan pembina untuk
lingkungan tempat tingga
Luas rumah : 12x15 m2 cukup luas
Jumlah orang dalam satu rumah: 4 orang baik
Luas halaman rumah : cukup luas
Lantai rumah:seluruhnya keramik Baik
Dinding rumah : beton
Penerangan didalam rumah : PLN
Jendela: jumlah cukup, sering dibuka
sehingga pertukaran udara dan jumlah

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 32


sinar matahari yang masuk memadai
Listrik : ada
Ventilasi Baik
Kelembapan rumah : cukup lembab
Bantuan ventilasi didalam rumah :tidak
ada
Kebersihan dalam rumah :bersih Bersih
Tata letak barang dalam rumah ; sesuai
dengan tataletak
Kamar mandi : ada
Jamban : di dalam kamar mandi
Saluran pembuangan: septic tank ada.
Sumber air bersih : PDAM dan air sumur
Sumber air minum : galon isi ulang

3.11 Identifikasi Masalah Pasien

Keluhan Utama :
Pasien berkontak erat dengan anaknya yang baru pulang dari daerah terjangkit covid
19 (OTG)
Riwayat penyakit sekarang :
 Pasien kontak langsung dengan anaknya yang baru pulang dari daerah Terjangkit
COVID 19 (OTG).
 Saat ini demam tidak ada, batuk tidak ada, flu tidak ada.
 Sesak napas tidak ada.
 Nyeri kepala dan nyeri otot serta sendi tidak ada.
 Nyeri abdomen, mual dan muntah tidak ada.
 Nafsu makan berkurang tidak ada.
 Saat ini pasien tinggal bersama istri dan 2 orang anak nya yaitu anaknya yang
pertama dan anak ke 3. Namun setiap akhir pekan anaknya yang ke 2 pulang ke
rumahnya. Anak ke 2 pasien bekerja di daerah terjangkit COVID 19 dan setIap
pulang kerumah tidak melakukan isolasi mandiri atau tetap berkontak dengan
anggota keluarga lainnya.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 33


 Pasieen saat ini sudah bekerja dari rumah
 Pasien masih merokok dan tidak pernah olahraga
 Pasien sudah dikenal DM tipe 2 sejak 2017. Pasien sudah tidak kontrol rutin sejak
9 bulan ini. Pasien hanya cek guladarah mandiri di rumah dengan alat glukoceck.
Pasien mengatakan jika gula darah tinggi, pasien hanya mengurangi makan nasi.
Pasien mempunyai kebiasaan merokok sebanyak 7-9 batang perhari dan tidak
pernah olahraga
Riwayat penyakit dahulu:
-riwayat Hipertensi tidak ada
-riwayat penyakit jantung tidak ada,
Riwayat penyait keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit DM.
Pemeriksaan anjuran :
 Pemeriksaan gula darah
Diagnosis kerja :
Diabetes melitus tipe 2 berisiko terinfeksi COVID-19
3.12 Pengkajian Masalah Kesehatan Pasien
1. masalah internal
 Pasien mengetahui masalah yang dihadapinya dan cukup mengetahui cara
menghadapinya.
 Pasien tidak mengetahui komplikasi yang terjadi sekiranya mengabaikan
protokol COVID-19 dari pemerintah bisa menyebabkan kematian.
 Pasien mengetahui pentingnya mengatur pola makan, dan olahraga, namun
kurang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Masalah eksternal keluarga
Anggota keluarga masih beraktifitas diluar rumah sehingga meningkatkan
resiko terinfeksi COVID-19
3.13 Faktor yang Berperan dalam Penyelesaian Malasah Kesehatan
1. Faktor pendukung
 Pasien mau melakukan tindakan yang dianjurkan untuk mencegah COVID-19
 Pasien juga sering mencari informasi terkait COVID 19
2. Faktor penghambat
Anggota keluarga masih bekerja diluar rumah

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 34


3.14 Rencana Pembinaan Kesehatan
1. promotif
 Edukasi tentang penyakit COVID-19
 Edukasi gerakan keluarga dalam mencegah Covid-19
 Edukasi untuk memanfaatkan hotline COVID-19 atau kontak fasilitas
kesehatan sekiranya ada gejala COVID-19 yang dicurgai muncul pada keluarga.
2. Kuratif
 Menganjurkan anggota keluarga pasien untuk melakukan karantina, cuci
tangan yang bersih dan benar, etika keluar masuk rumah yang benar, memakai
masker dengan benar, melakukan etika batuk dan bersin yang benar, serta
membatasi perjalanan yang tidak mendesak ke negara/wilayah terjangkit.
 Pentingnya menjaga daya tahan tubuh pasien dengan makan makanan bergizi,
istirahat cukup, tidak bergadang, tidak merokok dan melakukan aktifitas fisik
yang cukup.
 Kontrol rutin ke layanan kesehatan terdekat untuk penyakit DM.
3. Kuratif

Tidak ada, karena COVID-19 masih belum ditemukan terapi definitif.


Untuk DM minum obat sesuai anjuran dokter.
4. Rehabilitatif
Tidak ada
3.15 Pengakajian Masalah Kesehatan Keluarga
 Nama / Jenis Kelamin / Umur : Nurjasmi / perempuan / 49 tahun
Pekerjaan / Pendidikan : Pedagang / Tamat SMA
Hubungan dengan Pasien : istri pasien
kebiasaan :
 memiliki kebiasaan begadang
 tidak pernah berolahraga
Riwayat penyakit dahulu :
 Tidak ada

 Nama / Jenis Kelamin / Umur : Zilullah/laki-laki/ 26 tahun


Pekerjaan / Pendidikan : wiraswasta / Tamat S1
Hubungan dengan Pasien : Anak Pasien

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 35


kebiasaan :
 memiliki kebiasaan begadang
 jarang berolahraga
- memiliki kebiasaan merokok
Riwayat penyakit dahulu :
 Tidak ada

 Nama / Jenis Kelamin / Umur : Aulia kurniawani / laki-laki / 23 tahun


Pekerjaan / Pendidikan : karyawan / Tamat SMA
Hubungan dengan Pasien : anak pasien
kebiasaan :
 memiliki kebiasaan begadang
 Pasien rajin berolahraga
Riwayat penyakit dahulu :
 Tidak ada

 Nama / Jenis Kelamin / Umur : Shofyan / Laki-laki / 15 tahun


Pekerjaan / Pendidikan : pelajar / SMP
Hubungan dengan Pasien : anak pasien
kebiasaan :
 idak memiliki kebiasaan begadang
 jarang berolahraga
Riwayat penyakit dahulu :
 Tidak ada
3.16 Analisis Masalah Keluarga
 Bapak Zulmatri memiliki risiko mudah terinfeksi COVID-19 karena berkontak
dengan dengan anaknya yang OTG selain itu juga pasien memiliki komorbid
yaitu penyakit DM tipe 2 dan memiliki keniasaan merokok.
 Ibu Nurjasmi memiliki risiko untuk terinfeksi COVID-19 anaknya (OTG) dan
memiliki kebiasaan begadang yang dapat menurunkan imunitas
 Zilullah memiliki risiko untuk terinfeksi COVID-19 saudaranya yang OTG,
kurang aktifitas fisik dan kurang istirahat cukup.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 36


 Aulia Kurniawan memiliki risiko untuk terinfeksi COVID-19 dari tempat
kerjanya dan aktifitas diluar rumah

3.17 Pemecahan Masalah Keluarga


 Memberikan penjelasan dan edukasi kepada pasien tentang perjalanan penyakit
COVID-19.
 Memberikan penjelasan dan edukasi kepada pasien tentang kepentingan karantina,
cuci tangan yang bersih dan benar, etika keluar dan masuk rumah dan upaya
pencegahan lainnya untuk mengurangi risiko COVID-19.
Preventif :
 Anjurkan untuk berhenti merokok, mengubah gaya hidup menjadi gaya hidup
sehat dengan mengatur pola makan dan meningkatkan aktivitas fisik.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 37


BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
 Pasien tidak mengetahui bahwa sangat berisiko tinggi terinfeksi Covid 19 dari
anaknya
 Pasien merasa DM nya sembuh dan tidak kontrol lagi ke dokter
 Kebiasaan merokok paisen belum berhenti
 Anggota keluarga lain tidak mengetahui bahwa dapat berisiko menularkan Covid
19 kepada ayahnya dengan penyakit komorbid
 anak kedua pasien tidak melakukan protokol isolasi mandiri setelah pulang dari
daerah terjangkit

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 38


DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Pedoman Pencegahan dan
PengendalianCoronavirus Disease (COVID-19) Revisi ke-4.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Infeksi Emerging
(Media Informasi Resmi Terkini Penyakit Infeksi
emerging).https://covid19.kemkes.go.id/.
3. Sumbar tanggap corona. https://corona.sumbarprov.go.id/.-Diakses tanggal 7 April
2020.
4. Cascella M, Rajnik M, Cuomo A, Scott C. Dulebohn, Napoli RD. Features,
Evaluation and Treatment Coronavirus (COVID-19). NCBI. 2020.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554776/.
5. Susilo A, Rumende CM, Pitoyo CW, et al. Coronavirus Disease 2019 :
Tinjauan Literatur Terkini Coronavirus Disease 2019 : Review of Current
Literatures. 2020;7(1):45-67.
6. Guan WJ, Ni ZY, Hu Y, Liang WH, Ou CQ, He JX, et al. Clinical
Characteristics of Coronavirus Disease 2019 in China. New Engl J Med.
2020; published online February 28. DOI: 10.1056/ NEJMoa2002032.
7. International Diabetes Federation. Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus
and intermediate Hyperglicaemia. 2013. Available from url:
https://www.idf.org/webdata/docs/WHO_IDF_definition_diagnosis_of_diabet es.pdf
Accessed April 2017.
8. Riset Kesehatan Dasar. Riset Kesehatan Dasar. 2013. Available from url:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20
2013.pdf Accessed April 2017.
9. World Health Organization. Global Status Report on
Noncommunicable.2015.
10. Wild SG, Roglic A, Green R, Sicree HK. Global Prevalence of Diabetes:
Estimates for The Year 2000 and Projection for 2030. Diabetes Care,
2004:27:1047-1053.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 39


11. Edwina DA. Pola Komplikasi Kronis Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RS Dr. M. Djamil Padang. Skripsi. Padang:
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, 2013
12. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins Basic Pathology 10th ed. Elsevier.
2017:20:749-796

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 40

Anda mungkin juga menyukai