Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL)

ASUHAN GIZI PADA PENDERITA

Corona Virus Disease-2019 (COVID-19)

DI BAGIAN IGD RSPAL Dr RAMELAN – SURABAYA

Oleh :

Naufalia Primandita Arie Prasetiawan (P17111171016)

Program Studi Sarjana Terapan Gizi dan Dietetika

Jurusan Gizi

Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN GIZI MALANG

2021
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN STUDI KASUS

ASUHAN GIZI PADA PASIEN COVID-19 DISERTAI DIABETES MELITUS


RUMKITAL Dr.RAMELAN – SURABAYA

Menyetujuti,

Koordinator PKL Subdep Gizi Pembimbing Kasus Mendalam


Rumkital Dr. Ramelan Surabaya Rumkital Dr. Ramelan Surabaya

Suzanna Primadona, SKM., M.Kes Ika Mukti Virgiyanti, SST


19640506 198703 2 003 197309201996032001

Mengetahui,
Kepala Subdep Gizi
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya

I Wayan Dwija Karuasa, S.Gz, M.PH


Letkol Laut (K) NRP 12990/P
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh turunan coronavirus baru,
‘CO’ diambil dari corona, ‘VI’ virus, dan ‘D’ disease (penyakit). COVID-19 disebabkan
oleh SARS-COV2 yang termasuk dalam keluarga besar coronavirus yang sama
dengan penyebab SARS pada tahun 2003, hanya berbeda jenis virusnya. Gejalanya
mirip dengan SARS, namun angka kematian SARS (9,6%) lebih tinggi dibanding
COVID-19 (saat ini kurang dari 5%), walaupun jumlah kasus COVID-19 jauh lebih
banyak dibanding SARS. COVID-19 juga memiliki penyebaran yang lebih luas dan
cepat ke beberapa negara dibanding SARS (Tim Kerja Kementerian Dalam Negeri,
2020). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan wabah koronavirus
2019-2020 sebagai Kesehatan Masyarakat Darurat Internasional (PHEIC) pada 30
Januari 2020, dan pandemi pada 11 Maret 2020.
Wabah penyakit ini begitu sangat mengguncang masyarakat dunia, hingga
hampir 200 Negara di Dunia terjangkit oleh virus ini termasuk Indonesia. Berbagai
upaya pencegahan penyebaran virus Covid-19 pun dilakukan oleh pemerintah di
negara-negara di dunia guna memutus rantai penyebaran virus Covid-19 ini, yang
disebut dengan istilah lockdown dan social distancing (Supriatna, 2020).
Sejak 31 Desember 2019 hingga 3 Januari 2020 kasus ini meningkat pesat,
ditandai dengan dilaporkannya sebanyak 44 kasus. Tidak sampai satu bulan,
penyakit ini telah menyebar di berbagai provinsi lain di China, Thailand, Jepang, dan
Korea Selatan. Sampel yang diteliti menunjukkan etiologi coronavirusbaru, awalnya,
penyakit ini dinamakan sementara sebagai 2019 novel coronavirus (2019-nCoV),
kemudian WHO mengumumkan nama baru pada 11 Februari 2020 yaitu Coronavirus
Disease (COVID-19) yang disebabkan oleh virusSevere Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Virus ini dapat ditularkandari manusia ke
manusia dan telah menyebar secara luas. Kasus terbaru pada tanggal 13 Agustus
2020, WHO mengumumkan COVID-19, terdapat 20.162.474 juta kasus konfirmasi
dan 737.417 ribu kasus meninggal dimana angka kematian berjumlah 3,7 % di
seluruh dunia, sementara di Indonesia sudah ditetapkan 1.026.954 juta kasus
dengan spesimen diperiksa, dengan kasus terkonfirmasi 132.138 (+2.098) dengan
positif COVID-19 sedangkan kasus meninggal ialah 5.968 kasus yaitu 4,5% (PHEOC
Kemenkes RI, 2020).
Diabetes mellitus penyakit gangguan metabolik terutama metabolisme
karbohidrat yang disebabkan oleh berkurangnya atau ketiadaan hormon insulin dari
sel beta pankreas, atau akibat gangguan fungsi insulin, atau keduanya (Sutedjo,
2010). Terdapat dua jenis penyakit diabetes mellitus, yaitu Diabetes mellitus tipe I
(insulin-dependent diabetes mellitus) dan diabetes mellitus tipe II (noninsulin-
dependent diabetes mellitus). Diabetes mellitus tipe I yaitu dicirikan dengan
hilangnya sel penghasil insulin pada pulau-pulau langhernas pankreas sehingga
terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes mellitus tipe II, terjadi akibat
ketidakmampuan tubuh untuk merespon dengan wajar terhadap aktivitas insulin
yang dihasilkan pankreas (resistensi insulin), sehingga tidak tercapai kadar glukosa
yang normal dalam darah. Diabetes mellitus tipe II lebih banyak ditemukan dan
meliputi 90% dari semua kasus diabetes di seluruh dunia (Maulana, 2009).
Menurut WHO tahun 2011, diabetes mellitus termasuk penyakit yang paling
banyak diderita oleh penduduk di seluruh dunia dan merupakan urutan ke empat dari
prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif. Prevalensi Diabetes Mellitus
pada populasi dewasa di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat sebesar 35%
dalam dua dasawarsa dan menjangkit 300 juta orang dewasa pada tahun 2025.
Bagian terbesar peningkatan angka pravalensi ini akan terjadi di negara-negara
berkembang (Gibney, 2009).
Berdasarkan trend statistik selama 10 tahun terakhir IDF memprediksi bahwa
Indonesia akan berada pada peringkat ke enam dengan jumlah penderita mencapai
12 juta jiwa pada tahun 2030 (IDF, 2011). Peningkatan jumlah penderita diabetes ini
90% hingga 95% adalah diabetes mellitus tipe II. Diabetes mellitus tipe II ini terjadi
akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin atau karena gangguan sekresi insulin
(Smeltzer & Bare, 2013).
Di Indonesia, diabetes mellitus berada diurutan 4 penyakit kronis berdasarkan
pravalensinya. Data Riskesdas tahun 2013, menyatakan prevalensi nasional
penyakit diabetes mellitus adalah 1,5%. Merujuk kepada prevalensi nasional,
Sumatera Barat memiliki prevalensi total DM sebanyak 1,3%. Dimana Sumatera
Barat berada diurutan 14 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia. Berdasarakan
umur, penderita banyak dalam rentang usia 56-64 tahun dengan prevalensi sebesar
4,8% (Kemenkes, 2013).

B. Tujuan Umum
Memberikan asuhan gizi kenapa pasien dengan diagnose medis Covid-19 disertai
Diabetes Melitus

C. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat melakukan skrining gizi kepada pasien menggunakan
perangkat MST
2. Mahasiswa dapat Melakukan pengkajian gizi kepada pasien
3. Mahasiswa dapat Menetapkan diagnosis gizi dibawah bimbingan CI/Pembimbing
4. Mahasiswa dapat Merencanakan intervensi gizi dan mengimplementasikan
rencana intervensi
5. Mahasiswa dapat Melakukan monitoring dan evaluasi kepada pasien
D. Manfaat Studi Kasus
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman mahasiswa dalam
merencanakan manajemen proses asuhan gizi klinik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. COVID ARDS
a. Pengertian Covid-19
COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus severe acute
respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). COVID-19 dapat
menyebabkan gangguan sistem pernapasan, mulai dari gejala yang ringan
seperti flu, hingga infeksi paru-paru, seperti pneumonia. COVID-19
(coronavirus disease 2019) adalah jenis penyakit baru yang disebabkan oleh
virus dari golongan coronavirus, yaitu SARS-CoV-2 yang juga sering disebut
virus Corona.
b. Virologi Covid-19
Virus Corona merupakan virus RNA dengan ukuran partikel 60-140
nm (Meng dkk., 2020; Zhu dkk., 2020). Xu dkk. (2020) melakukan penelitian
untuk mengetahui agen penyebab terjadinya wabah di Wuhan dengan
memanfaatkan rangkaian genom 2019-nCoV, yang berhasil diisolasi dari
pasien yang terinfeksi di Wuhan. Rangkaian genom 2019-nCoV kemudian
dibandingkan dengan SARS-CoV dan MERS-CoV. Hasilnya, beberapa
rangkaian genom 2019-nCoVyang diteliti nyaris identik satu sama lain dan
2019-nCoVberbagirangkaian genom yang lebih homolog dengan SARS-CoV
dibanding dengan MERS-CoV.
Penelitian lebih lanjut oleh Xu dkk.(2020) dilakukan untuk mengetahui
asal dari 2019-nCoV dan hubungan genetiknya dengan virus Corona lain
dengan menggunakan analisis filogenetik. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa 2019-nCoV termasuk dalam genus betacoronavirus (Xu dkk.,
2020).Penelitian serupa untuk mengetahui agen penyebab wabah di Wuhan
juga dilakukan oleh Zhu dkk. (2020).
Hasil mikrograf elektron dari partikel untai negatif 2019-nCoV
menunjukkan bahwa morfologi virus umumnya berbentuk bola dengan
beberapa pleomorfisme. Diameter virus bervariasi antara 60-140 nm. Partikel
virus memiliki protein spike yang cukup khas, yaitu sekitar 9-12 nm dan
membuat penampakan virus mirip seperti korona matahari. Morfologi yang
didapatkan oleh Zhu dkk. (2020) serupa dengan family Coronaviridae.
Hasil analisis filogenetik yang dilakukan oleh Zhu dkk.(2020)
menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Xu dkk. (2020), bahwa virus
ini masuk dalam genus beta coronavirus dengan sub genus yang sama
dengan virus Corona yang menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. International
Virus Classification Commisson menamakan agen kausatif ini sebagai SARS-
CoV-2 (Lingeswaran dkk., 2020; Susilo dkk., 2020).
Mekanisme virulensi virus corona berhubungan dengan protein
struktural dan protein nonstruktural. Virus Corona menyediakan messenger
RNA (mRNA) yang dapat membantu proses translasi dari proses
replikasi/transkripsi. Gen yang berperan dalam proses replikasi/transkripsi ini
mencakup 2/3 dari rangkaian RNA 5’-end dan dua Open Reading Frame
(ORF) yang tumpang tindih, yaitu ORF1a dan ORF1b. Dalam tubuh inang,
virus Corona melakukan sintesis poliprotein 1a/1ab (pp1a/pp1ab).
Proses transkripsi pada sintesis pp1a/pp1ab berlangsung melalui
kompleks replikasi-transkripsi di vesikel membran ganda dan juga
berlangsung melalui sintesis rangkaian RNA subgenomik. Terdapat 16
protein non struktural yang dikode oleh ORF. Bagian 1/3 lainnya dari
rangkaian RNA virus, yang tidak berperan dalam proses replikasi/transkripsi,
berperan dalam mengkode 4 protein struktural, yaitu protein S (spike), protein
E (envelope), protein M (membrane), dan protein N (nucleocapsid) (Gennaro
dkk., 2020; Ye dkk., 2020).
Jalan masuk virus ke dalam sel merupakan hal yang esensial untuk
transmisi. Seluruh virus Corona mengode gliko protein permukaan, yaitu
protein spike (protein S), yang akan berikatan dengan reseptor inangdan
menjadi jalan masuk virus ke dalam sel. Untuk genus betacoronavirus,
terdapat domain receptor binding pada protein S yang memediasi interaksi
antara reseptor pada sel inang dan virus. Setelah ikatan itu terjadi, protease
pada inang akan memecah protein S virus yang selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya fusi peptida spike dan memfasilitasi masuknya virus
ke dalam tubuh inang (Letko dkk., 2020). Mekanisme virulens ivirus Corona
berhubungan dengan fungsi protein non-struktural dan protein struktural.
Penelitian telah menekankan bahwa protein non-struktural mampu untuk
memblok respon imun innateinang. Protein E pada virus memiliki peran
krusial pada patogenitas virus. Protein E akan memicu pengumpulan dan
pelepasan virus (Gennaro dkk., 2020).
c. Patogenesis Covid-19
Virus dapat melewati membran mukosa, terutama mukosa nasal dan
laring, kemudian memasuki paru-paru melalui traktus respiratorius.
Selanjutnya, virus akan menyerang organ target yang mengekspresikan
Angiotensin Converting Enzyme2 (ACE2), seperti paru-paru, jantung, sistem
renal dan traktus gastrointestinal (Gennaro dkk., 2020).
Protein S pada SARS-CoV-2 memfasilitasi masuknya virus corona ke
dalam sel target. Masuknya virus bergantung pada kemampuan virus untuk
berikatan dengan ACE2, yaitu reseptor membran ekstraselular yang
diekspresikan pada sel epitel, dan bergantung pada primingprotein S ke
protease selular, yaitu TMPRSS2 (Handayani dkk., 2020; Kumar dkk., 2020;
Lingeswaran dkk., 2020). Protein S pada SARS-CoV-2 dan SARS-CoV
memiliki struktur tiga dimensi yang hampir identik pada domain receptor-
binding. Protein S pada SARS-CoV memiliki afinitas ikatan yang kuat dengan
ACE2 pada manusia. Pada analisis lebih lanjut, ditemukan bahwa SARS-
CoV-2 memiliki pengenalan yang lebih baik terhadap ACE2 pada manusia
dibandingkan dengan SARS-CoV. (Zhangdkk., 2020).
Periode inkubasi untuk COVID-19 antara 3-14 hari. Ditandai dengan
kadar leukosit dan limfosit yang masih normal atau sedikit menurun, serta
pasien belum merasakan gejala. Selanjutnya, virus mulai menyebar melalui
aliran darah, terutama menuju ke organ yang mengekspresikan ACE2 dan
pasien mulai merasakan gejala ringan. Empat sampai tujuh hari dari gejala
awal, kondisi pasien mulai memburuk dengan ditandai oleh timbulnya sesak,
menurunnya limfosit, dan perburukan lesi di paru. Jika fase ini tidak teratasi,
dapat terjadi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARSD), sepsis, dan
komplikasi lain. Tingkat keparahan klinis berhubungan dengan usia (di atas
70 tahun), komorbiditas seperti diabetes, penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK), hipertensi, dan obesitas (Gennaro dkk., 2020; Susilo dkk., 2020).
Sistem imun innatedapat mendeteksi RNA virus melalui RIG-I-like
receptors, NOD-like receptors, dan Toll-like receptors. Hal ini selanjutnya
akan menstimulasi produksi interferon (IFN), serta memicu munculnya efektor
anti viral seperti sel CD8+, sel Natural Killer (NK), dan makrofag. Infeksi dari
betacoronavirus lain, yaitu SARS-CoV dan MERS-CoV, dicirikan dengan
replikasi virus yang cepat dan produksi IFN yang terlambat, terutama oleh sel
dendritik, makrofag, dan sel epitel respirasi yang selanjutnya diikuti oleh
peningkatan kadar sitokin proinflamasi seiring dengan progres penyakit
(Allegra dkk., 2020; Lingeswaran dkk., 2020).
Infeksi dari virus mampu memproduksi reaksi imunyang berlebihan
pada inang. Pada beberapa kasus, terjadi reaksi yang secara keseluruhan
disebut “badai sitokin”. Badai sitokin merupakan peristiwa reaksi inflamasi
berlebihan dimana terjadi produksi sitokin yang cepat dan dalam jumlah yang
banyak sebagai respon dari suatu infeksi. Dalam kaitannya dengan Covid-19,
ditemukan adanya penundaan sekresi sitokin dan kemokin oleh sel imun
innate dikarenakan blokade oleh protein non-struktural virus. Selanjutnya, hal
ini menyebabkan terjadinya lonjakan sitokin proinflamasi dan kemokin (IL-6,
TNF-α, IL-8, MCP-1, IL-1 β, CCL2, CCL5, dan interferon) melalui aktivasi
makrofag dan limfosit. Pelepasan sitokin ini memicu aktivasi sel imun adaptif
seperti sel T, neutrofil, dan sel NK, bersamaan dengan terus terproduksinya
sitokin proinflamasi. Lonjakan sitokin proinflamasi yang cepat ini memicu
terjadinya infiltrasi inflamasi oleh jaringan paru yang menyebabkan kerusakan
paru pada bagian epitel dan endotel. Kerusakan ini dapat berakibat pada
terjadinya ARDS dan kegagalan multi organ yang dapat menyebabkan
kematian dalam waktu singkat (Gennaro dkk., 2020; Lingeswaran dkk.,
2020).
Seperti diketahui bahwa transmisi utama dari SARS-CoV-2 adalah
melalui droplet. Akan tetapi, ada kemungkinan terjadinya transmisi melalui
fekal-oral. Penelitian oleh Xiao dkk. (2020) menunjukkan bahwa dari 73
pasien yang dirawat karena Covid-19, terdapat 53,42% pasien yang diteliti
positif RNA SARS-CoV-2 pada fesesnya. Bahkan, 23,29% dari pasien
tersebut tetap terkonfirmasi positif RNA SARS-CoV-2 pada fesesnya
meskipun pada sampel pernafasan sudah menunjukkan hasil negatif. Lebih
lanjut, penelitian juga membuktikan bahwa terdapat ekspresi ACE2 yang
berlimpah pada sel glandular gaster, duodenum, dan epitel rektum, serta
ditemukan protein nukleokapsid virus pada epitel gaster, duodenum, dan
rektum. Hal ini menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 juga dapat menginfeksi
saluran pencernaan dan berkemungkinan untuk terjadi transmisi melalui
fekal-oral (Kumar dkk., 2020; Xiao dkk., 2020).
d. Manifestasi Klinik Covid-19
Covid-19 menjadi perhatian penting pada bidang medis, bukan hanya
karena penyebarannya yang cepat dan berpotensi menyebabkan kolaps
sistem kesehatan, tetapi juga karena beragamnya manifestasi klinis pada
pasien (Vollono dkk., 2020).
Spektrum klinis Covid-19 beragam, mulai dari asimptomatik, gejala
sangat ringan, hingga kondisi klinis yang dikarakteristikkan dengan kegagalan
respirasi akut yang mengharuskan penggunaan ventilasi mekanik dan
supportdi Intensive Care Unit (ICU). Ditemukan beberapa kesamaan
manifestasi klinis antara infeksi SARS-CoV-2 dan infeksi betacorona virus
sebelumnya, yaitu SARS-CoV dan MERS-CoV. Beberapa kesamaan tersebut
diantaranya demam, batuk kering, gambaran opasifikasi ground-glass pada
foto toraks (Gennaro dkk., 2020; Huang dkk., 2020).
Gejala klinis umum yang terjadi pada pasien Covid-19,diantaranya
yaitu demam, batukkering, dispnea, fatigue, nyeri otot, dan sakit kepala
(Lapostolle dkk., 2020;Lingeswaran dkk., 2020). Berdasarkan penelitianyang
dilakukan oleh Huang dkk. (2020), gejala klinis yang paling sering terjadi
pada pasien Covid-19 yaitu demam (98%), batuk (76%), dan myalgia atau
kelemahan (44%). Gejala lain yang terdapat pada pasien, namun tidak
begitu sering ditemukan yaitu produksi sputum (28%), sakit kepala 8%, batuk
darah 5%, dan diare 3%. Sebanyak 55% dari pasien yang diteliti mengalami
dispnea.
Gejala klinis yang melibatkan saluran pencernaan juga dilaporkan
oleh Kumar dkk. (2020). Sakit abdominal merupakan indikator keparahan
pasien dengan infeksi COVID-19. Sebanyak 2,7% pasien mengalami sakit
abdominal, 7,8% pasien mengalami diare, 5,6% pasien mengalami mual
dan/atau muntah.Manifestasi neurologis pada pasien Covid-19 harus
senantiasa di pertimbangkan. Meskipun manifestasi neurologis tersebut
merupakan presentasi awal. Virus Coronadapat masuk pada sel yang
mengekspresikan ACE2, yang juga diekspresikan oleh sel neuron dan sel
glial (Farley & Zuberi, 2020; Vollono dkk., 2020).
Pada penelitian Vollono dkk. (2020), didapatkan seorang pasien
wanita 78 tahun terkonfirmasi Covid-19 mengalami focal status epilepticus
sebagai presentasi awal. Pasien memiliki riwayat status epileptikus pada dua
tahun sebelumnya, akan tetapi pasien rutin diterapi dengan asam valproat
dan levetiracetam dan bebas kejang selama lebih dari dua tahun. Tidak ada
gejala saluran pernapasan seperti pneumonia dan pasien tidak membutuhkan
terapi oksigen. Penelitian oleh Farley dan Zuberi (2020) juga menunjukkan
manifestasi neurologis pada pasien terkonfirmasi Covid-19 yaitu status
epileptikus pada pasien lelaki usia 8 tahun dengan riwayat ADHD, motor tic,
dan riwayat kejang sebelumnya.
B. DIABETES MELITUS
a. Pengertian DM
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. (PERKENI,2015). Menurut
Wahyuningsih (2013), diabetes mellitus merupakan kumpulan gejala yang
timbul pada seseorang yang disebabkan oleh adanya peningkatan kadar
glukosa darah akibat kekurangan insulin, baik absolut maupun relatif.
b. Klasifikasi DM
Diabetes mellitus dapat diklasifikasikan berdasarkan kemampuan pankreas
menghasilkan hormon insulin yaitu sebagai berikut :
1) Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 merupakan kondisi dimana sel-β
dalam kelenjar pulau Langerhans dihancurkan oleh reaksi autoimun
dalam tubuh. Sebagai akibatnya adalah sangat rendahnya produksi
insulin. Pada tahap ini, insulin tidak lagi sanggup untuk menurunkan
kadar gula darah dengan cepat saat seseorang mengkonsumsi
makanan. Bahkan kadar gula darah akan semakin tinggi sebagai
akibat dari hilangnya fungsi insulin, yaitu fungsi untuk menghentikan
produksi glukagon, saat kadar gula darah tinggi (Wahyuningsih,
2013).
2) Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 merupakan diabetes yang sering
ditemui. Pada penderita diabetes mellitus tipe 2 ini, pankreas masih
dapat memproduksi insulin, bahkan dalam beberapa kasus insulin
yang diproduksi hampir sama dengan layaknya orang normal.
Masalahnya adalah saat insulin tersebut tidak sanggup untuk
memberikan reaksi terhadap sel dari tubuh untuk mengurangi gula.
Penderita diabetes mellitus tipe 2 biasanya resisten terhadap insulin.
Semakin lama jumlah sel-β akan berkurang dan penderita akhirnya
mendapatkan perlakuan yang sama dengan penderita diabetes
mellitus tipe 1, yakni injeksi insulin (Wahyuningsih, 2013).
3) Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Diabetes mellitus gestasional merupakan intoleransi glukosa
yang terjadi saat kehamilan. Diabetes ini terjadi pada perempuan
yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemi
terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormon-hormon plasenta.
Sesudah melahirkan, kadar glukosa darah akan kembali normal. Anak
dari ibu dengan GDM memiliki risiko lebih besar mengalami obesitas
dan diabetes pada usia dewasa muda (Wahyuningsih, 2013).
c. Etiologi DM
Diabetes melitus menurut Kowalak, (2011) Wilkins, (2011) dan Andra, (2013)
mempunyai beberapa penyebab, yaitu :
a. Hereditas
Peningkatan kerentanan sel-sel beta pancreas dan perkembangan
antibodi autoimun terhadap penghancuran sel-sel beta
b. Lingkungan (makanan, infeksi, toksin, stress)
Kekurangan protein kronik dapat mengakibatkan hipofungsi pancreas.
Infeksi virus coxsakie pada seseorang yang peka secara genetic. Stress
fisiologis dan emosional meningkatkan kadar hormon stress (kortisol,
epinefrin, glucagon, dan hormon pertumbuhan), sehingga meningkatkan
kadar glukosa darah.
c. Perubahan gaya hidup
Pada orang secara genetik rentan terkena DM karena perubahan gaya
hidup, menjadikan seseorang kurang aktif sehingga menimbulkan
kegemukan dan beresiko tinggi terkena diabetes melitus.
d. Kehamilan
Kenaikan kadar estrogen dan hormon plasental yang berkaitan dengan
kehamilan, yang mengantagoniskan insulin.
e. Usia
Usia diatas 65 tahun cenderung mengalami diabetes melitus. Obesitas
Obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin di dalam tubuh.
Insulin yang tersedia tidak efektif dalam meningkatkan efek metabolic.
f. Antagonisasi efek insulin yang disebabkan oleh beberapa medikasi,
antara lain diuretic thiazide, kortikosteroid adrenal, dan kontraseptif
hormonal.
a. Patofisiologi DM
Ada berbagai macam penyebab diabetes melitus menurut Price,
(2012) dan Kowalak (2011) yang menyebabkan defisiensi insulin, kemudian
menyebabkan glikogen meningkat, sehingga terjadi proses pemecahan
gulabaru (glukoneugenesis) dan menyebabkan metabolisme lemak
meningkat. Kemudian akan terjadi proses pembentukan keton (ketogenesis).
Peningkatan keton didalam plasma akan mengakibatkan ketonuria (keton
dalam urin) dan kadar natrium akan menurun serta pH serum menurun dan
terjadi asidosis.
Defisiensi insulin mengakibatkan penggunaan glukosa menurun,
sehingga menyebabkan kadar glukosa dalam plasma tinggi (hiperglikemia).
Jika hiperglikemia parah dan lebih dari ambang ginjal maka akan
menyebabkan glukosuria. Glukosuria akan menyebabkan diuresis osmotik
yang meningkatkan peningkatan air kencing (polyuria) dan akan timbul rasa
haus (polidipsi) yang menyebabkan seseorang dehidrasi (Kowalak, 2011).
Glukosuria juga menyebabkan keseimbangan kalori negatif sehingga
menimbulkan rasa lapar yang tinggi (polifagia). Penggunaan glukosa oleh sel
menurun akan mengakibatkan produksi metabolisme energi menurun
sehingga tubuh akan menjadi lemah (Price et al, 2012).
Hiperglikemia dapat berpengaruh pada pembuluh darah kecil,
sehingga menyebabkan suplai nutrisi dan oksigen ke perifer berkurang.
Kemudian bisa mengakibatkan luka tidak kunjung sembuh karena terjadi
infeksi dan gangguan pembuluh darah akibat kurangnya suplai nutrisi dan
oksigen (Price et al, 2012). Gangguan pembuluh darah mengakibatkan aliran
darah ke retina menurun, sehingga terjadi penurunan suplai nutrisi dan
oksigen yang menyebabkan pandangan menjadi kabur. Akibat utama dari
perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal
yang menyebabkan terjadinya nefropati yang berpengaruh pada saraf perifer,
sistem saraf otonom serta sistem saraf pusat (Price et al, 2012).
b. Manifestasi Klinis DM
Tanda dan gejala diabetes melitus menurut Smeltzeret al, (2013) dan
Kowalak (2011), yaitu :
a) Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa haus yang
berlebih) yang disebabkan karena osmolalitas serum yang tinggi
akibat kadar glukosa serum yang meningkat
b) Anoreksia dan polifagia (rasa lapar yang berlebih) yang terjadi karena
glukosuria yang menyebabkan keseimbangan kalori negatif.
c) Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan
penggunaan glukosa oleh sel menurun.
d) Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuhnya, dan rasa
gatal pada kulit.
e) Sakit kepala, mengantuk, dan gangguan pada aktivitas disebabkan
oleh kadar glukosa intrasel yang rendah.
f) Kram pada otot, iritabilitas, serta emosi yang labil akibat
ketidakseimbangan elektrolit.
g) Gangguan penglihatan seperti pemandangan kabur yang disebabkan
karena pembengkakan akibat glukosa.
h) Sensasi kesemutan atau kebas di tangan dan kaki yang disebabkan
kerusakan jaringan saraf.
i) Gangguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen yang disebabkan
karena neuropati otonom yang menimbulkan konstipasi.
j) Mual, diare, dan konstipasi yang disebabkan karena dehidrasi dan
ketidak seimbangan elektrolit serta neuropati otonom.
c. Diagnosis DM
Pada diagnosis diabetes mellitus, pemeriksaan yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Walaupun demikian, sesuai dengan kondisi setempat dapat
juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai dengan
pembakuan oleh WHO. Terdapat perbedaan antara uji diagnostik DM dan
pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang
menunjukkan gejala DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
mengidentifikasi mereka yang tidak memiliki gejala, namun memiliki risiko
DM. (Soegondo,Soewondo, dan Subekti, 2009). Penegakan diagnosis
penyaring dapat melihat acuan darikonsensus pengelolaan DM tipe 2 oleh
PERKENI (Wahyuningsih, 2013), yaitu sebagai berikut

Tabel 1. Kadar Gula Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan


Penyaring dan Diagnosis DM (mg/ml)
Bukan Belum DM
Jenis Pemeriksaan
DM Pasti DM
Kadar glukosa Plasma <100 100-199 ≥ 200
darah sewaktu vena
(mg/dl) Darah <90 90-199 ≥ 200
Kapiler
Kadar glukosa Plasma <100 100-125 ≥ 126
puasa vena
(mg/dl) Darah <90 90-99 ≥ 100
Kapiler
sumber: PERKENI,2015

d. Komplikasi DM
Komplikasi dari diabetes mellitus menurut Smeltzeret al, (2013) dan
Tanto et al, (2014) diklasifikasikan menjadi komplikasi akut dan komplikasi
kronik. Komplikasi akut terjadi karena intoleransi glukosa yang berlangsung
dalam jangka waktu pendek yang mencakup :
a) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dimana glukosa dalam darah
mengalami penurunan dibawah 50 sampai 60 mg/dL disertai dengan
gejala pusing,gemetar, lemas,pandangan kabur, keringat dingin, serta
penurunan kesadaran.
b) Ketoasidosis Diabetes (KAD)
KAD adalah suatu keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolic
akibat pembentukan keton yang berlebih.
c) Sindrom nonketotik hiperosmolar hiperglikemik (SNHH)
Suatu keadaan koma dimana terjadi ganagguan metabolisme yang
menyebabkan kadar glukosa dalam darah sangat tinggi,
menyebabkan dehidrasi hipertonik tanpa disertai ketosis serum.
Komplikasi kronik menurut Smeltzeret al, (2013) biasanya terjadi pada
pasien yang menderita diabetes mellitus lebih dari 10 –15 tahun.
Komplikasinya mencakup :
- Penyakit makrovaskular (Pembuluh darah besar): biasanya
penyakit ini memengaruhi sirkulasi koroner, pembuluh darah
perifer, dan pembuluh darah otak.
- Penyakit mikrovaskular (Pembuluh darah kecil): biasanya penyakit
ini memengaruhi mata (retinopati) dan ginjal (nefropati); kontrol
kadar gula darah untuk menunda atau mencegah komplikasi
mikrovaskular maupun makrovaskular.
- Penyakit neuropatik: memengaruhi saraf sensori motorik dan
otonom yang mengakibatkan beberapa masalah, seperti impotensi
dan ulkus kaki.
e. Penatalaksanaan DM
Penatalaksaan pada pasien diabetes menurut Perkeni (2015) dan
Kowalak (2011) dibedakan menjadi dua yaitu terapi farmakologis dan non
farmakologi:
a) Terapi farmakologi
Pemberian terapi farmakologi harus diikuti dengan pengaturan pola
makan dan gaya hidup yang sehat. Terapi farmakologi terdiri dari obat
oral dan obat suntikan, yaitu:
1) Obat antihiperglikemia oral
Menurut Perkeni, (2015) berdasarkan carakerjanya obat ini
dibedakan menjadi beberapa golongan, antara lain:
- Pemacu sekresi insulin: Sulfonilurea dan Glinid Efek
utama obat sulfonilurea yaitu memacu sekresi insulin oleh
sel beta pancreas. Cara kerja obat glinid sama dengan
cara kerja obat sulfonilurea, dengan penekanan pada
peningkatan sekresi insulin fase pertama yang dapat
mengatasi hiperglikemia post prandial.
- Penurunan sensitivitas terhadap insulin: Metformin dan
Tiazolidindion (TZD)
Efek utama metformin yaitu mengurangi produksi glukosa
hati (gluconeogenesis) dan memperbaiki glukosa perifer.
Sedangkan efek dari Tiazolidindion (TZD) adalah
menurunkan resistensi insulin dengan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan glukosa di
perifer.
- Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase
alfaFungsi obat ini bekerja dengan memperlambat absopsi
glukosa dalam usus halus, sehingga memiliki efek
menurunkan kadar gula darah dalam tubunh sesudah
makan.
- Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV) Obat
golongan penghambat DPP-IV berfungsi untuk
menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1
(Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang
tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk
meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi
glukagon sesuai kadar glukosa darah (glucose
dependent).
2) Kombinasi obat oral dan suntikan insulin Kombinasi
Obat antihiper glikemia oral dan insulin yang banyak
dipergunakan adalah kombinasi obat antihi perglikemia oral dan
insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang),
yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Terapi tersebut
biasanya dapat mengendalikan kadar glukosa darah dengan baik
jika dosis insulin kecil atau cukup. Dosis awal insulin kerja
menengah adalah 6- 10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00,
kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan melihat nilai
kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Ketika kadar
glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun
sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi
kombinasi insulin basal dan prandial, serta pemberian obat
antihipe rglikemia oral dihentikan (Perkeni, 2015).
b) Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi menurut Perkeni, (2015) dan Kowalak, (2011)
yaitu:
- Edukasi
Edukasi bertujuan untuk promosi kesehatan supaya hidup
menjadi sehat. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan
dan bisa digunakan sebagai pengelolaan DM secara holistic.
- Terapi nutrisi medis (TNM)
Pasien DM perlu diberikan pengetahuan tentang jadwal makan
yang teratur, jenis makanan yang baik beserta jumlah kalorinya,
terutama pada pasien yang menggunakan obat penurun glukosa
darah maupun insulin.
- Latihan jasmani atau olahraga
Pasien DM harus berolahraga secara teratur yaitu 3 sampai 5 hari
dalam seminggu selama 30 sampai 45 menit, dengan total 150
menit perminggu, dan dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2
hari berturut-turut. Jenis olahraga yang dianjurkan bersifat aerobic
dengan intensitas sedang yaitu 50 sampai 70% denyut jantung
maksimal seperti: jalan cepat, sepeda santai, berenang, dan
jogging. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara: 220 –
usia pasien
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Pasien


Ny TIS
No RM = 352511
TTL 14 Sept 63
TB = 156 cm, BB = 68 kg
Masuk Rumah Skit pada tanggal 5 Maret 2021, pukul 14.41. Px dirawat diruang
isolasi biasa, Px adalah Covid. Px mengalami penurunan nafsu makan (mual,
lambung begah, sesak nafas, lemas BAB cair 2x/hari). Riwayat Penyakit px adalah
DM dan Hipertensi. Riwayat Obat: Glimepirid 2 mg dan amlodipin 5 mg obat rutin. Px
saat MRS gula darah = 371, selama isolasi px diberikan diet DM 1700 tim lauk
cincang (3 utama 2 selingan). Px hanya bs mengkonsumsi 45% dari total rata2
selama 2 hr isolasi. Di hari ke 2 px mengalami gelisah dan batuk2 (sadar) diketahui
TD 139/38 , nadi 86 , SPO 94 , RR 35, Suhu 36,3. Px dokter kedua Confirm Covid
ARDS berat jadi pindah ke ICU. Rapid pcr + di tgl 6 maret 2021. Px pindah ke ICU
saat pindah diberikan infus NS 500 ml, kemudian dokter memberikan makanan
enteral dalam bentuk sonde + infus dextrose 5% 6x 100 ml. Diberikan obat heparin
lasik lefofloksi neropenem dikasih obat untuk pengencer darah. Obat anti virus,
antibiotik,, uab nebul, obat untuk lambung (anti mual). Kemudian dr dokter penyakit
dalam pindah ICU Gula darah 238, tensi 144/80 (terkontrol), BUN 9, kreatinin 0,5,
natrium 126, kalium 3,67, obatnya dikasih insulin, Px terakhir Hiperglikemi Tidak
Terkontrol, selama di ICU px mendapatkan asupan makanan berbentuk sonde.
Identitas Pasien
1. Nama : Ny. TIS
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Usia : 57 Tahun
4. Pekerjaan : Mengurus rumah tangga
5. Agama : Islam
6. Bahasa : Indonesia
7. Diagnosis Meids : Covid-19
8. Jenis Diet : Diet Diabetes Melitus
B. Assesment (Pengkajian Pasien)
1. Riwayat Gizi (FH)
- Riwayat Gizi Dahulu
Px hanya mengkonsumsi 45% dari total rata-rata selama 2 hari di
Isolasi Biasa
- Riwayat Gizi Sekarang
Sonde + D5 6x 100 ml & Infus NS 500 ml
2. Pengkuran Antropometri (AD)

BB 68 kg
TB 156 cm
IMT 68/1,562 = 21,79

3. Pemeriksaan Biokimia (BD)


Hasil Pemeriksaan Laboratorium (5 Maret 2021)

Jenis Hasil Nilai Normal Keterangan


Pemeriksaan Pemeriksaan
Glukosa Darah 371 74.0 - 106.0 Tinggi
Covid-19 + - Positif

4. Pemeriksaan Temuan Fisik (PD)


a. Pemeriksaan Fisik (5 Maret 2021)
- Penurunan Nafsu Makan
- Mual
- Lambung begah
- Sesak nafas
- Lemas
- BAB Cair 2x/hari

Pemeriksaan (6 Maret 2021)

- TD 138/38 mmHg
- Nadi 86x/mnt (60 – 100 mmHg)
- SPO 94 (memakai alat bantu pernafasan HFNC)
- RR 35x/mnt (12 20x/mnt)
- Suhu 36,3
5. Riwayat Personal (CH)
- Umur, pekerjaan, tingkat pendidikan, informasi terkait
gizi/penyakit yang diderita, peranan pasien dalam keluarga
Usia pasien adalah 57 tahun, pasien adalah seorang ibu rumah
tangga.
- Keadaan sosial ekonomi
-
- Riwayat penyakit keluarga
-
- Riwayat penyakit dahulu
Diabetes Melitus dan Hipertensi
- Riwayat penyakit sekarang
Covid-19 dan Diabetes Melitus
- Aktivitas fisik, kebiasaan berolahraga, gaya hidup (merokok,
peminum alkohol, dll), obat-obat yang digunakan
-
- Masalah psikologis
-
- Pantangan/alergi makanan
-
6. Diagnosis Gizi (NI, NB, NC)
- NC.2.1
Kekurangan intake makanan dan minuman oral berkaitan dengan
meningkatnya kebutuhan energi ditandai dengan asupan makanan
oral kurang dari 80% yaitu 726 kkal dari total energi 1738 kkal.
- NC – 2.2
Perubahan nilai laboratorium terkait zat gizi khusus berkaitan dengan
gangguan fungsi endokrin ditandai dengan hasil dari biokimia glukosa
darah yang meningkat
7. Rencana Intervensi
a) Intervensi Diet
1) Tujuan Intervensi
Tujuan Diet Penyakit Diabetes Melitus adalah :
a. Meningkatkan intake makanan dan minuman oral secara bertahap.
Target sasaran dalam 1 hari 60%, dengan cara memodifikasi bentuk
makanan menjadi makanan cair yang dikonsumsi secara oral.
b. Membantu menurunkan/mengelola kadar glukosa darah dengan
memberikan diet DM dalam bentuk cair
c. Prinsip Diet
- Tepat jumlah
- Tepat jenis
- Tepat jadwal
d. Syarat Diet
- Kebutuhan energi cukup yaitu 1738 kkal.
- Kebutuhan protein normal yaitu 65,1 gram
- Kebutuhan lemak sedang yaitu 48,2 gram
- Kebutuhan karbohidrat adalah sia dari kebutuhan energi total
yaitu 260,7 gram
- Tidak merangsang saluran cerna
- Diberikan setiap 2-3 jam sekali
- Kandungan energi minimal 1kkal/ml. Konsentrasi cairan diberikan
secara bertahap ½ , 3,4 , sampai penuh.
- Jenis Diet Untuk px DM dengan kondisi kusus/NGT (Sonde)
menggunakan Formula Enteral Rumah Sakit
- Bentuk Makanan Sonde (NGT)
- Rute Pemberian secara Enteral (NGT)
- Jadwal pemberian 3x/hari selang waktu 1-3 hari tergantung
dengan kondisi pasien.
e. Jenis Diet
- Diet Diabetes Melitus
f. Perhitungan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi
*Perhitungan Kebutuhan Cairan :
Kebutuhan Cairan = 30 ml / kgBB / hari
= 30 x 50,4

= 1512 ml/hari

Menurut Perhitungan Perkeni (2019) Kebutuhan Energi dan Zat Gizi


Pasien DM adalah :

Ny TIS Perempuan Usia 57 Tahun

Berat Badan = 68 kg

Tinggi Badan = 156 cm

Berat Badan Ideal (BBI) = (TB-100) – 10% (TB-100)


= (156-100) – 10% (156-100)
= 56 – 5,6
= 50,4 kg
- BEE = 655,1 + (9,56 x BB) + (1,85 x TB) – (4,68 x U)
= 655,1 + (9,56 x 50,4) + (1,85 x 156) – (4,68 x 57)

= 655,1 + 481,824 + 288,6 – 266,76


= 1158,764

Kebutuhan Perhari = BEE x FS

= 1158,764 x 1,5

= 1738 kkal

Perbedaan Kandungan Gizi Formula Enteral Untuk Pasien DM Per Penyajian

Kandungan Gizi Dia******* (60 gram)


Energi (kkal) 260
Protein (gram) 7
Lemak (gram) 10
Karbohidrat (gram) 39

- Protein = (15% x total Energi) : 4


= (15% x 1738) : 4
= 65,1 gram
- Lemak = (25% x total energi) : 9
= (25% x 1738) : 9
= 48,2 gram
- Karbohidrat = (60% x total energi) : 4
= (60% x 1738) : 4
= 260,7 gram
8. Tabel Monitoring dan Evaluasi

Food History Antropometri Biokimia Fisik Klinis Riwayat Identifikasi Rencana Tindak
Tanggal
(FH) (AD) (BD) (PD) Personal (CH) Masalah Baru Lanjut
07 Maret - Infus : - GDA = Keluhan - - -
2021 371 Sesak
NS 500 ml
BUN = 9 HFNC
Sonde Creatinin SPO2 = 85
= 0,5 TD = 134/82
Volume
Na = 126 mmHg
Pemberian 6x K = 3,67 Nadi =
GD PP 124x/mnt
300 kkal
Sore = Suhu = 36℃
personde : 300 RR –
GDA pre 39x/mnt
Dalam sehari
breakfast GCS = 4/5/6
asupan Energi = 126
1738 kkal,
Protein = 65,1
gram, Lemak =
48,2 gram, KH =
260,7 gram
Pemenuhan
kebutuhan zat
gizi
Energi = 60%
(1042 kkal)
Protein = 60%
(39 gram)
Lemak = 60%
(28 gram)
KH = 60% (156
gram)
Riwayat Obat :
Novorapid 3x8
subcutan
Premeal
Levemir 0-0-10
CDM 6x
dikonsumsi

08 Maret Infus : - - Masih sesak - - -


2021 tetapi sudah
NS 500 cc
berkurang
Sonde 6x dapat TD = 122/75
mmHg
diterima
Nadi =
Volume 97x/mnt
Suhu =
Pemberian 6x
36,8℃
300 kkal RR= 28x/mnt
HFNC
personde :
SPO = 97
Dalam sehari GCS = 4/5/8
asupan Energi =
1738 kkal,
Protein = 65,1
gram, Lemak =
48,2 gram, KH =
260,7 gram
Riwayat Obat :
Sp Heparin,
lasix, miloz
Remdesivir
1x100 mg H3
Levofloksasin
1x750 mg H3
Nebul bisolvon-
midatro 3x
Lansoprazol 1x1
inj
Resfar drip
Impepsa 3x30cc
Dexametasone
1x6 mg H3
09 Maret Infus : - Glukosa Sesak - NC-2.3 RC-1.4
2021 Darah TD = 115/73
NS 500cc Interaksi obat dan Kolaborasi dengan
379 mmHg
Sonde dapat Nadi – makanan berkaitan tim medis lain
diterima 100x/mnt
dengan pemberian seperti dokter dan
Volume Suhu =
36,2℃ obat Dexametasone perawat yaitu
Pemberian 6x
RR =
(Golongan obat dengan cara
300 kkal 24x/mnt
HFNC Kortikosteroid) mengganti
personde :
SPO = 95
ditandai dengan obat/memberikan
Dalam sehari GCS = 4/5/6
Glukosa darah beberapa menu
asupan Energi =
masih meningkat yang bisa
1738 kkal,
menurunkan kadar
Protein = 65,1
Diagnosa ini sudah
gram, Lemak = terjadi ketika Pasien glukosa darah
48,2 gram, KH = pertama kali dirawat
260,7 gram dirumah sakit yaitu
Glukosa Darah
Meningkat

ALASAN :
Penggunaan
kortikosteroid
eksogen
berhubungan
dengan
hiperglikemia dan
terapi kortikosteroid
dosis tinggi
meningkatkan
resistensi insulin
pada pasien yang
sebelumnya sudah
menderita diabetes
atau yang tanpa
diabetes. Efek
pemberian
glukortikoid pada
glukosa telah
diamati dalam
beberapa jam
setelah pemberian
steroid dan efek
tersebut muncul
tergantung dosis
yang diberikan.
Sebuah studi
berbasis populasi
lebih dari 11.000
pasien menemukan
bahwa resiko
hiperglikemia
meningkat searah
dengan
meningkatnya dosis
steroid sehari-hari.
( Canadian Diabetes
Association Clinical
Practice Guidelines
Expert Commite.
2013 dan American
Diabetes
Association. 2012
dalam jurnal Bistok
Sihombing, Arina
Vegas. 2018)
9. Tabel Pelayanan Asuhan Gizi Terstandart (PAGT)
Nama : Ny. TIS

No. Register : 352511

Ruang/Bed : ICU

Usia : 57 th 6 bulan

Diagnosis Penyakit : Covid-19 + DM

ASSESSMENT/REASSESSMENT KESIMPULAN

RIWAYAT GIZI RIWAYAT GIZI DAHULU – FH-1.1.1.1


Perkiraan asupan
Px hanya mengkonsumsi 45% dari total rata-
energi dalam 24
rata selama 2 hari di Isolasi Biasa
jam tidak adekuat
Tingkat Konsumsi :

45/100 x 1738 kkal = 782 kkal (Jadi pasien


mengkonsumsi sekitar 782 kkal dalam 24
jam)

RIWAYAT GIZI SEKARANG

Sonde + D5 6x 100 ml

Infus NS 500 ml

AKTIFITAS FISIK: -

RIWAYAT OBAT :

- Glimepirid 2 mg
- Amlodipin 5 mg
- Levofloksasin dan meropenem
- Avigan
Obat untuk lambung (untuk mual)

ANTROPOMETRI Bb = 68 kg AD-1.1.5
Obesitas
Tb = 156 cm
(Normal = 18,5 –
IMT = 27,9 (Obesitas)
BBI = = (TB-100) – 10% (TB-100) 25,0)

= (156-100) – 10% (156-100)

= 56 – 5,6

= 50,4 kg

BIOKIMIA 5 Maret 2021 (14.41) 9 Feb 2021


(01.29)
- Glukosa darah 371 mg/dl (74.0 – 106.0)
↑ BD – 1.5.1
- Glukosa Darah ↑

Karena px
mempunyai
riwayat penyakit
DM sebelum
terkena Covid-19

Mengutip dari
Bangalore Mirror,
px terjangkit virus
corona yang
memiliki gula
darah tinggi dua
kali lebih besar
mengalami
kematian
daripada px yang
memiliki jumlah
gula darah
normal.

FISIK-KLINIS Temuan Fisik PD-1.1.9


Respiratory Rate ↑
MRS 5 MARET 2021 PUKUL 14.41
Alasan :
- Penurunan nafsu makan
- Mual RR meningkat
- Lambung begah dikarenakan
- Sesak nafas adanya
- Lemas komplikasi
- BAB cair 2x/hari penyakit pada
HARI KE-2 6 MARET 2021 Covid-19 salah
satunya adalah
- TD 138/38 mmHg
ARDS (Acute
- Nadi 86x/mnt (60 – 100 mmHg)
Respiratory
- SPO 94 (memakai alat bantu
Distress
pernafasan HFNC)
Syndrome),
- RR 35x/mnt (12 20x/mnt)
ditandai dengan
- Suhu 36,3
peningkatan RR,
sesak nafas dan
penurunan
SPO2.

RIWAYAT RIWAYAT PENYAKIT DAHULU : CH – 2.1.3


PERSONAL Diabetes Melitus
DM dan Hipertensi
CH-2.1.13 Covid-
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG: 19

Covid-19 Hiperglikemi ARDS + Perawatan


Intensif (ICU)

DIAGNOSA GIZI NI-2.1 Kekurangan intake makanan dan minuman oral berkaitan
dengan meningkatnya kebutuhan energi ditandai dengan asupan
makanan oral kurang dari 80% yaitu 726 kkal dari total energi 1738
kkal.

NC – 2.2 Perubahan nilai laboratorium terkait zat gizi khusus


berkaitan dengan gangguan fungsi endokrin ditandai dengan hasil
dari biokimia glukosa darah yang meningkat

INTERVENSI GIZI RENCANA MONITORING &


EVALUASI
ND-1.2 Modifikasi distribusi,, jenis, atau
jumlah makanan dan zat gizi pada BD-1.5.1 Glukosa Darah
waktu makan atau pada waktu khusus
PD-1.1.9 Respiratory Rate
E-1.4 Pasien maupun keluarga FH-1.1.1.1 Perkiraan asupan energi dalam 24
diberikan edukasi gizi tentang pola jam tidak adekuat
makan yang sehat terkait dengan diet
CH – 2.1.3 Diabetes Melitus
yang diberikan untuk pasien
CH-2.1.13 Covid-19
RC.1.4 Kolaborasi dengan perawat
yaitu monitoring dari pemberian
makanan dan tim dokter untuk volume
pemerian makanan cair.

10. Perencanaan Menu Sehari


*Perhitungan Kebutuhan Cairan :
Kebutuhan Cairan = 30 ml / kgBB / hari
= 30 x 50,4

= 1512 ml/hari

Menurut Perhitungan Perkeni (2019) Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Pasien DM
adalah :

Ny TIS Perempuan Usia 57 Tahun

Berat Badan = 68 kg

Tinggi Badan = 156 cm

Berat Badan Ideal (BBI) = (TB-100) – 10% (TB-100)

= (156-100) – 10% (156-100)


= 56 – 5,6
= 50,4 kg
- BEE = 655,1 + (9,56 x BB) + (1,85 x TB) – (4,68 x U)
= 655,1 + (9,56 x 50,4) + (1,85 x 156) – (4,68 x 57)

= 655,1 + 481,824 + 288,6 – 266,76


= 1158,764

Kebutuhan Perhari = BEE x FS

= 1158,764 x 1,5

= 1738 kkal
Kandungan Gizi Formula Enteral Untuk Pasien DM

Kandungan Gizi Dia******* (60 gram)


Energi (kkal) 260
Protein (gram) 7
Lemak (gram) 10
Karbohidrat (gram) 39

- Protein = (15% x total Energi) : 4


= (15% x 1738) : 4
= 65,1 gram
- Lemak = (25% x total energi) : 9
= (25% x 1738) : 9
= 48,2 gram
- Karbohidrat = (60% x total energi) : 4
= (60% x 1738) : 4
= 260,7 gram

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Dari hasil skrining gizi menggunakan perangkat MST diperoleh skor 0 dengan
Interpretasi “Resiko Rendah” yaitu pasien tidak beresiko malnutrisi.
*Pasien dalam kondisi khusus : Penyakit DM dan perawatan intensif
2. Dari hasil assesment gizi pada pasien wanita usia 57 tahun 6 bulan dengan
status gizi obesitas dirawat dengan diagnosis Diabetes Melitus + COVID-19
memiliki status gizi obesitas (IMT = 27,9 Kg/m).
3. Dari hasil diagnosis gizi pasien berkaitan dengan asupan makanan oral
pasien dan berkaitan dengan gangguan fungsi endokrin.
4. Hasil intervensi riwayat makan pasien semakin hari berlangsung meningkat
yaitu sesuai target >60% dan 6x sonde dapat diterima. Tetapi, hasil biokimia
glukosa darah menunjukkan hasil yang tetap yaitu tinggi yaitu batas normal
(74-106 mg/dL).
5. Dari hasil monev tanggal 09 Maret 2021 menunjukkan bahwa hasil biokimia
Glukosa darah 379 mg/dL termasuk dalam kategori tinggi karena adanya
interaksi obat yang dikonsumsi yaitu Dexametasone (Golongan obat
Kortikosteroid).
B. Saran
1. Pasien sebaiknya melakukan diet yang sudah dianjurkan.
2. Pasien sebaiknya melakukan pemeriksaan lebih lanjut mengenai penyakit
pasien.
3. Pasien sebaiknya melakukan perawatan medis secara intensif.

DAFTAR PUSTAKA

Allegra, A., Gioacchino, M. Di, Tonacci, A., Musolino, C., & Gangemi, S. (2020).
Immunopathology of SARS-CoV-2 Infection : Immune Cells and Mediators ,
Prognostic Factors , and Immune-Therapeutic Implications. Journal of
Molecular Sciences, 21(4782), 1–19. https://doi.org/10.3390/ijms21134782

Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah


Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep.Yogyakarta: Nuha Medika.
Farley, M., & Zuberi, J. (2020). COVID-19 Precipitating Status Epilepticus in a
Pediatric Patient. Journal of Case Report, 21, 1–4.
https://doi.org/10.12659/AJCR.925776

Gennaro, F. Di, Pizzol, D., Marotta, C., Antunes, M., Racalbuto, V., Veronese, N., &
Smith, L. (2020). Coronavirus Diseases ( COVID-19 ) Current Status and
Future Perspectives : A Narrative Review. International Journal of
Environmental Research and Public HealthEnvironmental Research and
Public Health, 17(2690), 1–11. https://doi.org/10.3390/ijerph17082690

Gibney, M.J., et al. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.

Handayani, D., Hadi, D. R., Isbaniah, F., Burhan, E., & Agustin, H. (2020). Penyakit
Virus Corona 2019. Jurnal Respirologi Indonesia, 40(2), 119–129.

Kemenkes Ri. 2013.Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:Balitbang


Kemenkes Ri

KEMENKES RI. (2020b). Situasi Terkini Perkembangan Coronavirus Disease


(COVID-19) 5 Mei 2020. Retrieved May 6, 2020, from Public Health

Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Kumar, C. V. S., Mukherjee, S., Harne, P. S., Subedi, A., Ganapathy, M. K.,
Patthipati, V. S., & Sapkota, B. (2020). Novelty in the Gut : A Systematic
Review Analysis of the Gastrointestinal Manifestations of COVID-19. BMJ
Open Gastroenterology, 7(e000417), 1–9. https://doi.org/10.1136/bmjgast-
2020-000417

Lapostolle, F., Schneider, E., Vianu, I., Dollet, G., Roche, B., Berdah, J., … Adnet, F.
(2020). Clinical Features of 1487 COVID - 19 Patients with Outpatient
Management in the Greater Paris : the COVID - Call Study. Internal and
Emergency Medicine, (0123456789). https://doi.org/10.1007/s11739-020-
02379-z

Letko, M., Marzi, A., & Munster, V. (2020). Functional Assessment of Cell Entry and
Receptor Usage for SARS-CoV-2 and Other Lineage B Betacoronaviruses.
Nature Microbiology, 5, 562–569. https://doi.org/10.1038/s41564-020-0688-y
Lingeswaran, M., Goyal, T., Ghosh, R., & Suri, S. (2020). Inflammation , Immunity
and Immunogenetics in COVID-19 : A Narrative Review. Indian Journal of
Clinical Biochemistry, 35(3), 260–273. https://doi.org/10.1007/s12291-020-
00897-3

Maulana, Heri, d.j, Promosi Kesehatan (Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2009).

Meng, H., Xiong, R., He, R., Lin, W., Hao, B., Zhang, L., & Lu, Z. (2020). CT Imaging
and Clinical Course of Asymptomatic Cases with Covid-19 Pneumonia at
Admission in Wuhan, China. Journal of Infection, 81(2020), e33–e39.
Retrieved from https://doi.org/10.1016/j.jinf.2020.04.004

PERKENI, 2015, Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia,PERKENI, Jakarta.

Price, W. L. (2012). Patofisiologi konsep klinis proses -proses penyakit ed. 6.Jakarta:
ECG.

Smeltzer Suzanne C., Bare Brenda G., Hinkle Janice L., Cheever Kerry H. (2013).
Keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth ed. 12; alih bahasa: Devi
Yulianti, Amelia Kimin; editor edisi Bahasa Indonesia: Eka Anisa
Mardella.Jakarta: EGC.

Soegondo S., 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam:Insulin : Farmakoterapi pada


Pengendalian Glikemia Diabetes Melitus Tipe 2, Jilid III, Edisi 4, Jakarta: FK
UI pp. 1884.

Soewondo P, 2009.,Buku Ajar Penyakit Dalam:Insulin : Koma Hiperosmolar


Hiperglikemik non Ketotik, Jilid III, Edisi 4, Jakarta: FK UIpp. 1913.

Subekti I., 2009.Buku Ajar Penyakit Dalam:Neuropati Diabetik, Jilid III, Edisi 4,
Jakarta: FK UIpp. 1948.

Supriatna, E. (2020). Wabah Corona Virus Disease Covid 19 Dalam Pandangan


Islam. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, Covid 19

Tanto, Chris, et al. (2014). Kapita selekta kedokteran / editor, Chris Tanto et al, Ed.
4.Jakarta: Media Aesculapius.
Vollono, C., Rollo, E., Romozzi, M., Frisullo, G., Servidei, S., Borghetti, A., &
Calabresi, P. (2020). Focal Status Epilepticus as Unique Clinical Feature of
Covid-19: A Case Report. Europian Journal of Epilepsy, 78(2020), 109–112.
Retrieved from https://doi.org/10.1016/j.seizure.2020.04.009

Wahyuningsih R. Penatalaksanaan Diet pada Pasien. 1st ed. Yogyakarta: Graha


Ilmu; 2013

Williams., & Wilkins. (2011). Nursing:MenafsirkanTanda-Tanda dan Gejala Penyakit.


jakarta : PT Indeks.

Xiao, F., Tang, M., Zheng, X., Liu, Y., Li, X., & Shan, H. (2020). Evidence for
Gastrointestinal Infection of SARS-CoV-2. Elsevier Gastroenterology,
158(6), 1831–1833. Retrieved from https://doi.org/10.1053/j.gastro.2
020.02.055

Xu, X., Chen, P., Wang, J., Feng, J., Zhou, H., Li, X., … Hao, P. (2020). Evolution of
Novel Coronavirus from The Ongoing Wuhan Outbreak and Modeling of Its
Spike Protein For Risk Of Human Transmission. Science China Life
Sciences. Science China Life Sciences, 63(3), 457–460.

Zhu, N., Zhang, D., Wang, W., Li, X., Yang, B., Song, J., … Tan, W. (2020). A Novel
Coronavirus from Patients with Pneumonia in China, 2019. The New
England Journal of Medicine, 382(8), 727–733.
https://doi.org/10.1056/NEJMoa2001017

Anda mungkin juga menyukai