Anda di halaman 1dari 38

REFERAT MANAJEMEN ANESTESI PADA PASIEN

SECTIO CAESAREA DENGAN COVID 19


Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan senior
Departemen Anestesi Dan Intensive Care
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun Oleh :
Galih Ricci Muchamad 22010118220139
Ireneus Vanessa 22010119220025
Akhmad Raumulfaro Akbar 22010119220028
Monica Aprillia Pangjaya 22010119220029
Alifiyyah Sarah Prameswari 22010119220049
Gabriela Rolanda 22010119220052
Julsyawiah Novthalia 22010119220059
Fini Andriani 22010119220060
Ivana Shafira Putri 22010119220069
Ayyasi Izaz Almas 22010119220104
Farih Amanil Wafa 22010119210152

Dosen Pembimbing :
dr. Satrio Adi Wicaksono, Sp.An

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

Sejak Desember 2019, peningkatan kasus Corona Virus Disease-2019,


atau yang biasa disebut sebagai COVID-19, telah diidentifikasi pertama kali di
Wuhan, sebuah kota besar dengan 11 juta penduduk di pertengahan daratan
Tiongkok.1-3 Pada tanggal 29 Desember 2019, empat kasus pertama, semuanya
berhubungan dengan Pasar Grosir Seafood Huanan, hal tersebut diidentifikasi
oleh rumah sakit setempat menggunakan mekanisme surveilans untuk kasus
pneumonia yang belum diketahui etiologinya.4 Pada tanggal 7 Januari 2020, Cina
mengidentifikasi pneumonia yang tidak diketahui etiologinya tersebut sebagai
jenis baru coronavirus (coronavirus disease, COVID-19). Pada tanggal 30 Januari
2020 WHO telah menetapkan sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang
Meresahkan Dunia/ Public Health Emergency of International Concern
(KKMMD/PHEIC). Penambahan jumlahkasus COVID-19 berlangsung cukup
cepat dan sudah terjadi penyebaran antar negara.3

Sampai dengan tanggal 5 April 2020, WHO melaporkan total kasus


konfirmasi 1.051.635 dengan 56.985 kematian (CFR 5,4%) dimana kasus
dilaporkan di 203 negara/wilayah. Diantara kasus tersebut, sudah ada beberapa
petugas kesehatan yang dilaporkan terinfeksi. Pada tanggal 2 Maret 2020,
Indonesia melaporkan kasus konfirmasi COVID-19 sebanyak 2 kasus. Sampai
dengan tanggal 5 April 2020, Indonesia sudah melaporkan 2092 kasus konfirmasi
COVID-19 dari 32 Provinsi. Wilayah dengan transmisi lokal di Indonesia adalah
DKI Jakarta, Jawa Barat (Kabupaten Bogor, Kabupaten Karawang, Kabupaten
Bekasi, Kota Bogor, Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Depok), Jawa Tengah
(Kota Surakarta), Jawa Timur (Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang, Kabupaten
Sidoarjo, Kabupaten Magetan, Kota Surabaya), Banten (Kabupaten Tangerang,
Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan), Kalimantan Barat (Kota Pontianak),
Kalimantan Selatan (Kota Banjarmasin), Kalimantan Timur (Kota Balikpapan),
Sulawesi Selatan (Kota Makassar), Sulawesi Tenggara (Kota Kendari).4
COVID-19 diakibatkan oleh sebuah virus yang merupakan anggota dari β
group Coronaviruses. Virus terbaru ini kemudian diberi nama sebagai Wuhan
coronavirus atau 2019 novel coronavirus (2019-nCov) oleh para peneliti
Tiongkok. Selanjutnya, Komite Internasional Taksonomi Virus atau The
International Committee on Taxonomy Virus (ICTV) memberi nama untuk virus
tersebut yaitu SARS-CoV-2 dengan penyakit yang ditimbulkannya yaitu COVID-
191-4. COVID-19 merupakan penyakit yang dapat menular dari orang ke orang.
WHO menyatakan bahwa penularan virus ini terutama melalui droplet yang
dihasilkan saat pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 batuk, bersin atau berbicara
dengan keras.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sectio Caesarea

2.1.1 Definisi Sectio Caesarea

Sectio Caesarea atau dalam Bahasa Inggris disebut Caesarean


Section secara etimologi merupakan gabungan dari dua kata section dan
caesarea. Kata “Caesar” beraal dari kata “caedare” yang berarti
membedah.5 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
disebut bahwa bedah cesar adalah pembedahan yang dilakukan dengan
pengirisan dinding perut dan peranakan untuk melahirkan (mengeluarkan)
janin.6

Dalam ilmu kedokteran, istilah section caesarea memiliki beberapa


pengertian. Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim
dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh.7

2.1.2 Indikasi Sectio Caesarea

Sectio Caesarea pada umumnya dilakukan dengan alasan adanya


kelainan power, misalnya akibat daya mengejan ibu yang lemah, ibu yang
berpenyakit jantung atau ibu hamil yang usianya lebih dari 35 tahun.
Kelainan passenger, diantaranya bayi terlalu besar (giant baby), bayi
melintang, bayi sungsang, bayi yang tertekan terlalu lama pada pintu atas
panggung dan janin yang menderita denyut jantung lemah. Kelainan
passage, diantaranya meliputi panggul sempit, trauma persalinan serius
pada jalan lahir, atau adanya infeksi pada jalan lahir yang dapat menular
pada anak, misalnya kondolima sifilitik yang lebar dan pipih, penyakit
infeksi, herpes kelamin, hepatitis B dan hepatitis C.7

3
Dari data dan fakta yang terjadi, tidak semua ibu dapat melahirkan
secara normal. Berbagai alasan medis seperti yang dikemukakan di atas
memaksa ibu untuk melahirkan dengan jalan alternatif yang seharusnya
cara demikian ini dilakukan ketika keadaan ibu dan bayinya dalam
keadaan darurat dan hanya dapat diselamatkan dengan jalan operasi.

2.2 Coronavirus Disease 2019

Pneumonia Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah


peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh Severe acute
respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Sindrom gejala klinis
yang muncul beragam, dari mulai tidak berkomplikasi (ringan) sampai
syok septik (berat). Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu,
tiga gejala utama: demam, batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit
bernapas atau sesak. Tapi perlu dicatat bahwa demam dapa tidak
ditemukan pada beberapa keadaan, terutama pada usia geriatri atau pada
mereka dengan imunokompromis. Gejala tambahan lainnya yaitu nyeri
kepala, nyeri otot, lemas, diare dan batuk darah. Pada beberapa kondisi
dapat terjadi tanda dan gejala infeksi saluran napas akut berat (Severe
Acute Respiratory Infection-SARI). Definisi SARI yaitu infeksi saluran
napas akut dengan riwayat demam (suhu≥ 38 C) dan batuk dengan onset
dalam 10 hari terakhir serta perlu perawatan di rumah.8

Pada tanggal 31 Desember 2019, Tiongkok melaporkan kasus


pneumonia misterius yang tidak diketahui penyebabnya. Dalam 3 hari,
pasien dengan kasus tersebut berjumlah 44 pasien dan terus bertambah
hingga saat ini berjumlah ribuan kasus.8 Pada awalnya data epidemiologi
menunjukkan 66% pasien berkaitan atau terpajan dengan satu pasar
seafood atau live market di Wuhan, Provinsi Hubei Tiongkok. Sampel
isolat dari pasien diteliti dengan hasil menunjukkan adanya infeksi
coronavirus, jenis betacoronavirus tipe baru, diberi nama 2019 novel
Coronavirus (2019-nCoV).9 Pada tanggal 11 Februari 2020, World Health

4
Organization (WHO) memberi nama virus baru tersebut Severe acute
respiratory syndrome coronavirus-2 (SARS-CoV-2) dan nama penyakitnya
sebagai Coronavirus disease 2019 (COVID-19).10 Jumlah kasus terus
bertambah seiring dengan waktu. Selain itu, terdapat kasus 15 petugas
medis terinfeksi oleh salah satu pasien.11 Salah satu pasien tersebut
dicurigai kasus “super spreader”.11,12 Akhirnya dikonfirmasi bahwa
transmisi pneumonia ini dapat menular dari manusia ke manusia.13 Sampai
saat ini virus ini dengan cepat menyebar masih misterius dan penelitian
masih terus berlanjut.

Coronavirus memiliki kapsul, partikel berbentuk bulat atau elips,


sering pleimorfik dengan diameter sekitar 50-200m.12 Coronavirus
tergolong ordo Nidovirales, famili Coronaviridae. Coronaviridae dibagi
dua subfamili dibedakan berdasarkan serotipe dan karakteristik genom.
Semua virus ordo Nidovirales memiliki kapsul, tidak bersegmen, dan virus
positif RNA serta memiliki genom RNA sangat panjang. Terdapat empat
genus yaitu alphacoronavirus, betacoronavirus, deltacoronavirus dan
gammacoronavirus.9,12,14 Struktur coronavirus membentuk struktur seperti
kubus dengan protein S berlokasi di permukaan virus. Protein S atau spike
protein merupakan salah satu protein antigen utama virus dan merupakan
struktur utama untuk penulisan gen. Protein S ini berperan dalam
penempelan dan masuknya virus kedalam sel host (interaksi protein S
dengan reseptornya di sel inang).15,16

5
Gambar 1. Struktur Coronavirus.17
Coronavirus bersifat sensitif terhadap panas dan secara efektif
dapat diinaktifkan oleh desinfektan mengandung klorin, pelarut lipid
dengan suhu 56℃ selama 30 menit, eter, alkohol, asam perioksiasetat,
detergen non-ionik, formalin, oxidizing agent dan kloroform. Klorheksidin
tidak efektif dalam menonaktifkan virus.5,13 Kebanyakan Coronavirus
menginfeksi hewan dan bersirkulasi di hewan. Coronavirus menyebabkan
sejumlah besar penyakit pada hewan dan kemampuannya menyebabkan
penyakit berat pada hewan seperti babi, sapi, kuda, kucing dan ayam.
Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang ditransmisikan
dari hewan ke manusia. 17,18,19

Coronavirus terutama menginfeksi dewasa atau anak usia lebih tua,


dengan gejala klinis ringan seperti common cold dan faringitis sampai
berat seperti SARS atau MERS serta beberapa strain menyebabkan diare
pada dewasa. Infeksi Coronavirus biasanya sering terjadi pada musim
dingin dan semi. Hal tersebut terkait dengan faktor iklim dan pergerakan
atau perpindahan populasi yang cenderung banyak perjalanan atau
perpindahan. Selain itu, terkait dengan karakteristik Coronavirus yang
lebih menyukai suhu dingin dan kelembaban tidak terlalu tinggi.9,16,17

Semua orang secara umum rentan terinfeksi. Pneumonia


Coronavirus jenis baru dapat terjadi pada pasien immunocompromis dan
populasi normal, bergantung paparan jumlah virus. Jika kita terpapar virus
dalam jumlah besar dalam satu waktu, dapat menimbulkan penyakit
walaupun sistem imun tubuh berfungsi normal. Orang-orang dengan
sistem imun lemah seperti orang tua, wanita hamil, dan kondisi lainnya,
penyakit dapat secara progresif lebih cepat dan lebih parah. Infeksi
Coronavirus menimbulkan sistem kekebalan tubuh yang lemah terhadap
virus ini lagi sehingga dapat terjadi re-infeksi.12

6
Evolusi group dari SARS-CoV-2 ditemukan di kelelawar sehingga
diduga host alami atau utama dari SARS-CoV-2 mungkin juga kelelawar.
Coronavirus tipe baru ini dapat bertransmisi dari kelelawar kemudian host
perantara kemudian manusia melalui mutasi evolusi.12 Coronavirus baru,
memproduksi variasi antigen baru dan populasi tidak memiliki imunitas
terhadap strain mutan virus sehingga dapat menyebabkan pneumonia. Pada
kasus ini ditemukan kasus “super-spreader” yaitu dimana virus bermutasi
atau beradaptasi di dalam tubuh manusia sehingga memiliki kekuatan
transmisi yang sangat kuat dan sangat infeksius. Satu pasien menginfeksi
lebih dari 3 orang dianggap super-spreader.12

Secara patofisiologi, pemahaman mengenai COVID-19 masih perlu


studi lebih lanjut. Pada SARS-CoV-2 ditemukan target sel kemungkinan
berlokasi di saluran napas bawah. Virus SARS-CoV-2. menggunakan
ACE-2 sebagai reseptor, sama dengan pada SARS-CoV. Sekuens dari
RBD (Reseptor-binding domain) termasuk RBM (receptorbinding motif)
pada SARS-CoV-2 kontak langsung dengan enzim ACE 2 (angiotensin-
converting enzyme 2). Hasil residu pada SARS-CoV-2 RBM (Gln493)
berinteraksi dengan ACE 2 pada manusia, konsisten dengan kapasitas
SARS-CoV-2 untuk infeksi sel manusia. Beberapa residu kritis lain dari
SARS-CoV-2 RBM (Asn501) kompatibel mengikat ACE2 pada manusia,
menunjukkan SARS-CoV-2 mempunyai kapasitas untuk transmisi
manusia ke manusia. Analisis secara analisis filogenetik kelelawar
menunjukkan SARS-CoV-2 juga berpotensi mengenali ACE 2 dari
beragam spesies hewan yang menggunakan spesies hewan ini sebagai
inang perantara.22 Pada penelitian 41 pasien pertama pneumonia COVID-
19 di Wuhan ditemukan nilai tinggi dari IL1β, IFNγ, IP10, dan MCP1, dan
kemungkinan mengaktifkan respon sel T-helper-1 (Th1).12 Selain itu,
berdasarkan studi terbaru ini, pada pasien-pasien yang memerlukan
perawatan di ICU ditemukan konsentrasi lebih tinggi dari GCSF, IP10,

7
MCP1, MIP1A, dan TNFα dibandingkan pasien yang tidak memerlukan
perawatan di ICU.9

Hal tersebut mendasari kemungkinan adanya cytokine storm yang


berkaitan dengan tingkat keparahan penyakit. Selain itu, pada infeksi
SARS-CoV2 juga menginisiasi peningkatan sekresi sitokin T-helper-2
(seperti IL4 dan IL10) yang berperan dalam menekan inflamasi, yang
berbeda dengan infeksi SARS-CoV.12

2.3 Prosedur Anestesi pada Pasien Sectio Caesarea dengan COVID-19

a. Persiapan perawatan rutin bagi pasien dengan suspek atau terkonfirmasi


COVID-19
1. Gunakan airborne, droplet and contact precaution (termasuk ruang
isolasi yang memenuhi standar isolasi infeksi airborne) untuk
pasien suspek atau terkonfirmai kasus 2019-nCoV. Traise untuk
airborne precautions dan ruang isolasi dilakukan berdasarkan pada
tingkat estimasi keparahan penyakit, jenis prosedur yang akan
dibeikan, serta fasilitas yang tersedia.
2. Penyedia pelayanan kesehatan perlu dilatih dalam strategi
pengendalian dan pencegahan infeksi, yakni prosedur pemakaian
dan pengelolaan limbah APD (Alat Pelindung Diri) serta selalu
menjaga kebersihan tangan.
3. Ruangan pasien suspek atau terkonfirmasi COVID-19 perlu
ditandai agar tenaga medis dan staff terkait menjadi waspada
sebelum memasuki area pasien.20,21
b. Wanita intrapartum dengan suspek/terkonfirmasi COVID-19
Pasien ditangani oleh staf yang menggunakan APD terstandar kemudian
diberi masker bedah (bukan masker FFP3). Pasien kemudian segera
diantar ke ruang isolasi.
Setelah masuk ke ruang isolasi, penilaian ibu dan janin perlu dilakukan,
termasuk :

8
 Penilaian derajat keparahan infeksi COVID-19 secara multidisiplin
 Observasi ibu : suhu, laju nafas, dan saturasi oksigen (usahakan
SpO2>94%).
 Konfirmasi onset persalinan sesuai dengan perawatan standar
 Monitoring janin menggunakan CTG (Cardiotocograph)
Pada 2 kasus di China, 8 bayi dari 19 bayi mengalami fetal
compromise sehingga continuous electronic fetal monitoring dalam
proses persalinan saat ini direkomendasikan untuk seluruh wanita
hamil dengan COVID-19.
Bila wanita belum memasuki masa persalinan, edukasi kapan harus
ke rumah sakit (akan melahirkan, sulit bernafas, demam >38 oC)
dan melanjutkan self isolating sampai memasuki masa persalinan.
Apabila persalinan terkonfirmasi, pengelolaan perlu dilanjutkan di
ruang isolasi yang sama.
 Di ruang persalinan, anggota tim multidisiplin perlu diberi tahu :
konsultan bagian obstetri, anestesiologi, neonatal, bidan, serta
suster bagian neonatal dengan jumlah staf yang masuk minimal.
 Penunggu pasien yang asimptomatik diperlakukan sebagai suspek
terinfeksi dan diminta menggunakan masker serta mencuci tangan
sesering mungkin. Apabila penunggu pasien memiliki gejala
COVID-19 yang simptomatik, penunggu pasien harus tetap berada
di ruang isolasi dan tidak boleh masuk ke ruang persalinan.
 Metode persalinan perlu didiskusikan dengan pasien. Diagnosis
COVID-19 tidak memengaruhi metode persalinan, kecuali kondisi
pernafasan pasien memerlukan persalinan darurat. Penggunaan
birthing pools dihindari pada kasus suspek dan terkonfirmasi
COVID-19.20,21

c. Persiapan prosedur risiko tinggi — Intubasi dan AGMP (Aerosol –


Generating Medical Procedures)

9
Yang termasuk AGMP: intubasi, ekstubasi, bronkoskopi, airway suction,
high frequency osvillatory ventilation (HFOV), trakeostomi, fisioterapi
dada, penggunaan nebulizer. Prosedur ini bisa dilakukan pada pasien
COVID-19 jika manfaatnya lebih besar dari risikonya, dan harus
dilakukan menggunakan APD yang memadai.20
1. Melindungi penyedia layanan kesehatan merupakan prioritas
utama.
2. Gunakan APD dan tinjau rencana intubasi. Sebaiknya telah
menyiapkan checklist guideline sebelumnya untuk membantu
prosedur.
3. APD yang lebih kompleks diperlukan untuk tindakan AGMP.
Diperlukan alat respirator N95 (atau ditenagai alat PAPR pada
seseorang terlatih menggunakannya), face shield, gown, dan sarung
tangan ganda (sebaiknya sarung tangan panjang).
4. Meminimalkan jumlah staff dalam ruangan yang dibutuhkan untuk
melakukan tindakan intubasi. Ahli anestesi yang berpengalaman
lebih disarankan untuk melakukan intubasi.
5. Sebelum prosedur dimulai, memastikan bahwa semua alat telah
siap: alat monitoing standar, akses intravena, dan obat – obatan.
Pastikan ventilator dan alat suction fungsional.
6. Hindari penggunaan awake fiberoptic intubation (oleh karena
risiko batuk dan aerosol). Pertimbangkan penggunaan
videolaryngoskopi untuk meminimalkan paparan dekat antara
anestesiologis dan aerosol pernafasan pasien.
7. Rencanakan RSI (Rapid Sequence Induction) yang mungkin dapat
termodifikasi menjadi ultra-rapid breathing jika pasien mempunyai
gradien alveolar-arterial yang sangat tinggi dan tidak dapat
menoleransi apnea periode pendek, atau mempunyai kontraindikasi
terhadap blokade neuromuskular.
Jika ventilasi manual dibutuhkan, gunakan volume tidal kecil.

10
5 menit preoksigenasi dengan oksigen 100% dan RSI diperlukan
untuk menghindari ventilasi manual dan kemungkinan aerosolisasi
droplet pernafasan yang infeksius.
8. Pastikan high efficiency hydrophobic filter diletakkan secara tepat
diantara facemask dan breathing circuit atau di antara face mask
dan tas Laerdal. Intubasi dan konfirmasi posisi yang benar tracheal
tube.
Gunakan ventilasi mekanik dan stabilisasi pasien.
9. Hindari penggunaan high flow nasal oxygenation dan masker
CPAP atau BiPAP karena risiko aerolosolisasi lebih besar.
10. Semua peralatan airway harus didekontaminasi dan didesinfeksi
sesuai dengan kebijakan rumah sakit dan pabrik. Semua peralatan
kotor diletakkan pada tempat yang terlabel khusus. Lepaskan
sarung tangan terluar sebelum menyentuh benda/ ruang lain yang
mungkin disentuh oleh orang lain. Setelah melepas semua alat
pelindung, hindari menyentuh rambut atau wajah sebelum mencuci
tangan.
11. Pertimbangkan menunda program NO (Nitrious oxide) pada unit
L&D oleh karena kemungkinan aerosolisasi meskipun pada pasien
asimptomatik. Belum ada informasi keselamatan yang cukup
mengenai hal ini.20
d. Persiapan Ruang Operasi, Prosedur Keluar-Masuk, dan Perlindungan Staf
Medis
1. Ibu hamil dirawat di ruang isolasi bertekanan negatif.
2. Merencanakan dan meminimalkan jumlah orang yang akan
merawat pasien COVID19 selama proses persalinan. Mengabsen
seluruh staf yang masuk dan keluar ruangan.
3. Merencanakan dengan tim NICU untuk bersiap memisahkan bayi
baru lahir untuk mencegah transmisi ibu-anak.
4. Siapkan kit COVID19 dengan semua peralatan termasuk obat –
obatan analgesia dan peralatan operasi caesar yang meminimalkan

11
transportasi dan menghindari kontaminasi drug dispensing
machine pada ruangan operasi.
5. Batasi jumlah pengunjung sesuai dengan kebijakan rumah sakit.
6. Alat Pelindung Diri (APD) yang tepat digunakan oleh seluruh staf
medis yang terlibat setiap saat, baik pada ruang isolasi, saat transfer
pasien, maupun pada ruang operasi. Alat APD yang memenuhi
Biosafety Level-3 (BSL-3) digunakan selama operasi, yakni
masker N95, goggles, pelindung kepala, gown, dan handscoon.
Untuk memberikan penanganan pada pasien COVID-19 yang
mendapat anestesi general dan intubasi endotrakeal, anestesiologis
menggunakan masker Powered Air-Purifying Respirator
(PAPR).22,23
7. Ibu hamil dipindahkan dari ruang isolasi ke ruang operasi
menggunakan kabin transfer bertekanan negatif oleh staf yang
mengenakan APD BSL-3. Selama perawatan, ibu hamil dengan
COVID-19 juga perlu menggunakan masker bedah di seluruh
prosedur untuk mengurangi risiko penyebaran virus. Ruang operasi
bertekanan negatif digunakan untuk melakukan persalinan caesar
pada ibu hamil dengan COVID-19. Tenaga medis masuk dan
keluar ruang operasi sesuai dengan prinsip-prinsip area bersih, area
terkontaminasi, dan 2 area buffer.22
8. Setelah prosedur operasi selesai, disinfeksi pada area kerja anestesi
selama 2 jam menggunakan circuit sterilizer system yang
mengandung 12% hidrogen peroksida. Klorin yang mengandung
disinfektan (2000 mg/L) digunakan untuk membersihkan lantai
ruang operasi dan alat yang bisa digunakan kembali. Alat medis
yang bisa digunakan kembali direndam selama 30 menit dalam
2000mg/L klorin, disegel, dan dikumpulkan dalam kantong limbah
medis sekali pakai berlapis ganda lalu dikirim untuk disinfeksi dan
sterilisasi. Setelah ruang operasi dibersihkan, PAPR dimatikan
setelah 30 menit. Kemudian, 3% hidrogen peroksida (20-30

12
mL/m3) digunakan untuk fumigasi ruang operasi selama 2 jam.
Lalu ventilasi tekanan negatif dapat dinyalakan kembali.22

Gambar 1. Tata letak ruang

Gambar 2. Prosedur standar memakai BSL-3

13
Gambar 3. Prosedur standar melepas BSL-3

e. Anestesi, Operasi dan Manajemen Perioperatif


1. Persetujuan tindakan dilakukan di ruang isolasi atau ruang operasi
untuk menghindari kemungkinan penyebaran virus. Penggunaan
APD untuk tenaga medis mungkin tampak memperlambat proses
persalinan, namun tidak dapat ditinggalkan sehingga pasien dan
keluarga perlu diedukasi mengenai hal ini.
2. Pada kegawatan persalinan caesar, anestesi epidural kontinu atau
CSEA (Combined Spinal and Epidural Anesthesia) adalah pilihan
pertama untuk mengurangi kemungkinan anestesi umum dan
menghindari pemasangan endotracheal tube yang dapat
menginduksi atau memperburuk komplikasi paru pada ibu dengan
COVID-19. Anestesi umum adalah pilihan untuk kasus dengan
gawat darurat ibu maupun janin, atau bagi pasien dengan
kontraindikasi teknik epidural atau CSEA.22,24
Diagnosis COVID19 sendiri bukan kontraindikasi anestesi neuraxial.
Kurang lebih 1/3 pasien dari laporan kasus di Wuhan memiliki
jumlah platelet <150 (trombositopenia) sehingga disarankan untuk
mengecek jumlah platelet sebelum insersi epidural atau spinal, atau
sebelum mengeluarkan kateter epidural bila memungkinkan. Selain

14
itu, tidak ada bukti bahwa menggunakan Etonox merupakan
prosedur yang memicu aerosolisasi. Filter mikrobiologis perlu
digunakan sebagai bagian dari praktes klinis sehari – hari.
3. Evaluasi keadaan umum dan tanda vital (suhu, laju nafas, tekanan
darah, dan denyut nadi), monitoring rutin elektrokardiografi dan
saturasi oksigen dilakukan saat pasien memasuki ruang operasi.
Usahakan saturasi oksigen >94%.
4. Administrasi oksigen melalui masker oksigen 5L / menit untuk
meningkatkan saturasi oksigen..
5. Infus NaCl melalui vena perifer.22,25,26

Gambar 4. Petunjuk anestesi pada pasien terkonfirmasi COVID-19


 Prosedur Anestesi Epidural
Diskus intervertebralis L3-4 atau L2-3 dipilih sebagai tempat
dilakukannya tusukan untuk anestesi epidural. Pasien dimiringkan ke
posisi lateral kiri (15°-30°) dan disarankan sebisa mungkin untuk tidak
batuk. Tusukan pada pasien dilakukan pada bagian subarachnoid L2-3
atau L3-4. Lidokain 2% digunakan sebagai dosis uji dan juga loading-
dose. Ropivacine 0,75% digunakan untuk maintenance anestesi
epidural. Dilakukan blok sensorik dan motorik pada segmen T6-T8
hingga S4-5 dipertahankan selama operasi caesar berlangsung.22,25

15
 Prosedur Anestesi Umum
1) Pada kasus yang membutuhkan anestesi umum dan intubasi
untuk persalinan sesar, tenaga ahli anestesi, asisten, serta serta
semua orang di ruang operasi harus menggunakan N95 atau
PAPR.
Gunakan N95/PAPR atau face shield (bila PAPR tidak
digunakan), gown yang tidak tembus air, handscoon ganda, dan
pelindung kepala. Handscoon ganda digunakan untuk semua
prosedur dan mengganti lapisan terluar handscoon setelah
intubasi.
2) Preoksigenasi (aliran maksimum 5L/menit) dengan FiO2 100%
menggunakan circuit extension atau HEPA filter pada circuit
sisi pasien. Hal ini untuk memastikan pasien mendapatkan
HMEF (Heat and Moisture Exchanging Filter) kualitas tinggi
yang dapat menghilangkan 99.97% partikel airborne dengan
besar partikel 0,3 mikron atau lebih besar yang diletakkan di
antara facemask dan sirkuit pernafasan atau di antara facemask
dan reservoir bag.
3) Gunakan sistem closed suction bila ada.
4) Intubasi harus dilakukan semaksimal mungkin agar sukses pada
percobaaan pertama dan meminimalkan perlunya ventilasi
tekanan positif (bag mask ventilation) menggunakan video-
laryngoskop.
5) Lakukan RSI (Rapid Sequence Induction) pada anestesi umum
dilakukan menggunakan sevoflurane 8% dalam 100% oksigen
sementara penekanan krikoid terus menerus dilakukan, diikuti
ventilasi tekanan positif (VTP) selama 2-3 menit. Setelah itu,
dilakukan anestesi dengan suntikan lidokain 2% intravena (1-1,5
mg/kg), remifentanil (1-2 mg/kg), dan suksinilkolin (1-2 mg/kg)
untuk mengoptimalkan intubasi.

16
Sevoflurane digunakan untuk mempertahankan anestesi sebelum
operasi sesar, dengan sufentanil (0,25-0,35 μg/kg) dan infus
propofol (50-100 μg/kg/menit) digunakan untuk
mempertahankan efek anestesi setelah operasi sesar selesai.22
f. Evaluasi Post-Operatif
Delayed cord clamping tetap direkomendasikan setelah persalinan.
Bayi dapat dibersihkan dan dikeringkan secara normal sementara tali pusat
masih intak. Rongga mulut, hidung, dan wajah bayi yang baru lahir diseka
dan dibersihkan dengan handuk steril. Dilakukan penilaian skor APGAR
pada 1,5, dan 10 menit setelah dilahirkan. Literatur dari China
menganjurkan pemisahan ibu yang terinfeksi dari bayinya selama 14 hari.
Namun karena fungsi feeding dan bonding tidak dapat disampingkan,
berdasarkan bukti terbatas, pada kondisi sekarang, pasien dengan bayi baru
lahir sehat, dirawat gabung dengan ibunya, kecualiuntuk mendapatkan
perawatan neonatal. Pada 6 kasus di China, ASI terdeteksi negatif untuk
COVID-19, namun risiko kangaroo mother care adalah kontak dekat
dengan ibu yang mungkin menyebarkan airborne droplets infektif.
Keuntungan dari menyusui harus melampaui risiko sehingga perlu
diedukasi ke pasien serta konsultasi ke bagian neonatalogi. Untuk
meminimalisasi risiko, perlu dilakukan :
- Cuci tangan sebelum menyentuh bayi, breast pump, atau botol
susu
- Menghindari batuk atau bersin selama bersama bayi
- Pikirkan untuk memakai masker saat menyusui bila tersedia
- Mengikuti rekomendasi pembersihan pompa setiap kali
pemakaian
- Pikirkan untuk meminta bantuan seseorang untuk menyusui ASI
yang telah dipompa.
Bila diperlukan, bayi yang baru lahir kemudian dipindahkan ke
radiant-warmer. Setelah pemotongan tali pusat, bayi dikirim ke Neonatal
Intensive Care Unit (NICU) dan hindari kontak dengan ibu bayi yang

17
menderita COVID-19. Tes virus SARS-CoV-2 RT-PCR (swab nasal)
dilakukan 2 kali, pertama pada hari setelah melahirkan dan pada hari akan
dipulangkan. Semua petugas medis yang terlibat dalam operasi sesar
dilakukan tes deteksi virus SARS-CoV-2 (RT-PCR dari swab nasal) dan
CT Scan 2 minggu sekali.22
g. Perhatian khusus transmisi
Pada kebanyakan kasus COVID-19 secara global memiliki bukti
transmisi human to human. Namun, kasus baru – baru ini menunjukkan
tidak adanya bukti kontak dengan orang yang terinfeksi. Virus ini
menunjukkan penyebaran yang mudah melalui jalur pernafasan, fomite
(rambut, furnitur, pakaian), dan tinja.
Transmisi vertikal (dari ibu ke bayi secara antenatal atau
intrapartum) telah dilaporkan. Belum jelas apakah transmisi ini sebelum
persalinan atau segera setelah persalinan terjadi. Pendapat ahli
menunjukkan bahwa transmisi dari ibu ke janin tidak semestinya terjadi.
Studi kasus menunjukkan cairan amnion, darah tali pusat, plasenta, swab
tenggorok neonatal, dan sampel ASI dari ibu yang terdiagnosis COVID-19
menunjukkan negatif 2019-nCOV. Selain itu, belum ada bukti yang
menunjukkan transmisi melalui cairan genital.27
h. Efek COVID-19 pada ibu dan bayi
Pada ibu: mayoritas wanita mengalami gejala sedang / sedang berat cold-
flu like symptoms: demam, batuk, pemendekan nafas, dan lain – lain.
Gejala lain yang lebih berat seperti pneumonia dan hipoksia progresif
lebih sering ditemukan pada orang yang lebih tua, immunosupresif, dan
orang dengan penyakit kronis seperti diabetes, kanker, dan penyakit paru
kronis.
Pada janin: belum ada data yang menunjukkan peningkatan risiko
keguguran terkait COVID-19. Terdapat beberapa laporan kasus terkait
persalinan preterm pada wanita dengan COVID19 namun tidak jelas
apakah persalinan preterm ini disebabkan penyebab iatrogenik atau
penyebab spontan. Penyebab iatrogenik dapat terjadi akibat infeksi virus

18
yang terlapor pada 1 kasus seperti fetal compromise dan ketuban pecah
dini.27

i. Contoh Kasus
Wanita berusia 30 tahun G5P1 dengan usia kehamilan 36 minggu 3
hari, yang terkonfirmasi diagnosis COVID-19 melalui hasil pemeriksaan
rRT-PCR (+) dan CT Scan dada.
Pasien denan riwayat demam 8 hari, batuk, dan nyeri otot seluruh
badan, serta riwayat kontak dengan anggota keluarga yang terkonfirmasi
diagnosis COVID-19.
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan: suhu 37.5°C, RR 22x/m, TD
112/70 mmHg, dan HR 96 kali/menit. Terdapat penurunan suara paru dan
ronkhi pada auskultasi kedua lapang paru.
Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb 114g/L, Limfosit 1,04 G/L,
Rasio limfosit 19,4%, dan CRP 34,12 mg/L. Parameter biokimia dan
koagulasi lain dalam batas normal. Hasil pemeriksaan swab tenggorok dan
sampel tinja menunjukkan positif 2019-nCov secara rRT-PC assay (real
time reverse transcription polymerase chain reaction) dan negatif untuk tes
patogen virus respiratori lainnya (influenza A dan B, parainfluenza, RSV/
Respiratory Syncytial Virus, mycoplasma pneumoniae, adenovirus, dan
coxsackievirus.
Hasil pemeriksaan CT Scan dada menunjukkan patchy ground glass
opacity, lesi konsol;idasi, beberapa garis fibrosa, terutama terdistribusi
pada regio subpleural pada kedua paru yang merupakan gambaran pada
COVID-19. Dengan hasil rRT-PCR yang positif dan gambaran CT thorax,
diagnosis COVID-19 dapat ditegakkan dan diputuskan untuk dilakukan
operasi sesar segera.
Pasien dipindahkan ke ruang operasi dengan temperatur 38.5°C, RR
23 kali/menit, tekanan darah 112/74 mmHg, nadi 81 kali/menit dan
saturasi oksigen 86-90%. Dengan pemberian oksigen 5L/menit, saturasi
oksigen pasien meningkat menjadi 94-96%. Pasien diinfus dengan NaCl.

19
Prosedur CSEA dilakukan pada posisi pasien miring ke sisi lateral kiri
pada diskus intervertebralis L2-3. Aliran LCS diamati sebelum dilakukan
injek 15 mg hyperbaric ropivacaine 0.5% dan terpasangnya kateter
epidural. 10 menit setelah injeksi spinal, pinprick-test dilakukan dan
didapatkan efek anestesi setinggi T6 dengan pemblokan motorik
ekstremitas bawah. 15 menit setelah injeksi spinal, tekanan darah pasien
turun menjadi 88/58 mmHg tetapi kembali menjadi 110-120/64-70 setelah
injek methoxamine IV dan pemberian infus cairan tambahan.
Delapan menit setelah insisi, lahir bayi laki-laki (3,63 kg) dengan
Skor APGAR 8 pada menit ke-1 dan 9 pada menit ke-5. Setelah
melahirkan dilakukan injeksi oksitosin 20 unit pada corpus uterus, 12,5 mg
dolasetron IV dan 100 mg tramadol IV. Perdarahan intraoperative
sebanyak 300 ml dan pasien mendapat total infus NaCl sebanyak 1000 ml.
Tanda vital pasien stabil setelah operasi, dan dipindahkan ke ruang isolasi
setelah pelepasan kateter epidural. Bayi juga diisolasi pada ruang yang
telah tersedia dan tidak mendapat breastfeeding terlebih dahulu.
Satu hari setelah postoperatif, suhu tubuh pasien kembali normal
dan pada hari ke-7 dan hari ke-9 pasien dilakukan tes rRT-PCR 2019-
nCoV dan didapatkan hasil negatif. Bayi pasien juga tidak mendapatkan
gejala klinis dari infeksi pernafasan dan hasil swab tenggorokan untuk tes
rRT-PCR 2019-nCoV pada hari ke-3 dan hari ke-7 juga didapatkan hasil
negatif.28

2.4 Komplikasi sectio caesarea pada pasien COVID-19

Selama dan setelah prosedur sectio caesarea (SC) beberapa komplikasi dapat
terjadi dan pasien COVID-19 yang menjalani prosedur ini juga tidak terlepas dari
kemungkinan komplikasi-komplikasi ini.29

a. Perdarahan
Salah satu faktor risiko perdarahan post-partum adalah SC.
Perdarahan ini bisa terjadi yaitu, akibat atonia uterus, trauma jaringan,
kelainan koagulasi darah, maupun kelainan plasenta. Semua tatalaksana

20
perdarahan disesuaikan dengan penyebab yang mendasari. karena berbagai
hal

b. Sepsis post-operatif
Selain perdarhaan, SC juga merupakan faktor risiko terjadinya
sepsis post-partum yang dapat bersumber dari berbagai penyebab. Infeksi
luka operasi dan endometritis merupakan lokasi infeksi post-operatif yang
paling sering ditemukan, namun infeksi saluran kemih, pernapasan, dan
sistem saraf juga dapat ditemukan. Risiko ini dapat diperkecil dengan
pemberian antibiotic profilaksis sebelum insisi dilakukan. Infeksi luka
operasi superfisial akan menimbulkan gejala dan tanda berupa nyeri pada
lokasi luka, eritema, dan keluarnya sekret. Pada endometritis akan
ditemukan lochia dalam jumlah banyak dan dapat disertai nyeri pada area
abdomen. Apabila infeksi atau bahkan sepsis terjadi, dapat diberikan
antibiotic spektrum luas, resusitasi cairan, dan debridemen operatif dini
juga mungkin diperlukan pada sumber infeksi.
c. Trauma kandung kemih
Trauma pada kandung kemih jarang ditemukan sebagai komplikasi
pada SC. Pada SC primer, sebagian besar terjadi pada saat membuka
segmen peritoneum, sedangkan pada SC ulangan sebagain besar terjadi
ketika diseksi kandung kemih dari segmen bawah uterus (pembentukan
flap kandung kemih). Kecurigaan tinggi terjadinya injuri kandung kemih
bila terjadi kesulitan ketika membuka bagian peritoneum atau adanya
adhesi pelvis yang signifikan. Injuri yang terjadi dapat terlihat dengan
adanya laserasi, ekstravasasi urin, terlihatnya balon kateter urin, hematuria,
atau perdarahan signifikan yang bukan berasal dari lokasi inisisi.
d. Trauma ureter
Trauma ureter lebih jarang ditemukan dan lebih sulit didiagnosis
secara intraoperatif daripada trauma kandung kemih. Umumnya trauma ini
terjadi akibat transeksi dan ligasi/kinking penjahitan. Gejala dan tanda

21
yang timbul tergantung dari lokasi dan periode waktu sejak post-operasi.
Apabila terjadi oklusi atau transeksi bilateral maka akan terjadi anuria
post-operatif. Dapat ditemukan juga gejala dan tanda berupa demam,
hematuria, nyeri pinggang, distensi abdomen, sepsis/peritonitis/ileus, atau
pembentukan urinoma retroperitoneal. Apabila didapatkan adanya
kebocoran urin dari vagina maka dapat dicurigai adanya fistula yang
terbentuk atau apabila dari luka operasi / drain maka dapat dicurirgai
adanya penumpukan urin intra-abdominal. Pemeriksaan fungsi ginjal dapat
menunjukkan hasil gagal ginjal pada kasus oklusi dan adanya reabsorpsi
metabolit pada kasus transeksi. Dalam periode jangka panjang dapat
menjadi hipertensi sekunder akibat nefropati obstruktif.
e. Trauma usus
Trauma usus langsung merupakan komplikasi yang jarang terjadi
karena uterus yang terdistensi akan menggeser usus agar tidak
menghalangi lapangan operasi, namun trauma tetap saja bisa terjadi. Usus
dapat adhesi dengan dinding abdomen anterior terutama bila terdapat
riwayat operasi dengan insisi pada midline, selain itu usus juga dapat
menaglamim kerusakan ketika membuka peritoneum atau bila pembukaan
perlengketan ekstensif diperlukan sebelum melahirkan. Setelah
melahirkan, usus juga dapat mengalami trauma ketika melakukan
penutupan insisi. Penting sekali untuk menghindari cedera usus akibat
diatermi karena cedera termal sulit untuk dikenali dan 48-72 jam kemudian
pasien dapat menunjukkan gejala perforasi usus sekunder nekrosis
jaringan. Selain itu, gejala dapat juga berupa sepsis intra-abdominal.
f. Ileus postoperatif
Ileus postoperatif mengarah kepada konstipasi berat dan intoleransi
asupan per oral akibat penyebab non-mekanik setelah operasi. Hal ini
dapat merupakan keadaan yang normal, sebagai respon fisiologis dari
operasi abdomen. Ileus dapat menunjukkan gejala dan tanda berupa,
anoreksia, mual dan muntah, ketidakmampuan untuk flatus, nyeri dan

22
distensi yang semakin memberat seiring waktu setelah operasi. Gejala
akan bervariasi tergantung dari bagian usus yang terlibat.
g. Sindroma Ogilvie
Sindroma Ogilvie didefinisikan sebagai obstruksi usus besar akut
tanpa sebab mekanik. Pada SC, sindroma ini dapat terjadi akibat cedera
pada persarafan parasimpatis sacral, yang berjalan dekat dengan serviks,
vagina, dan broad ligament. Karakteristik sindroma ini meliputi distensi
abdomen progresif, yang awalnya dapat bersifat tidak nyeri dan disertai
dengan konstipasi. Semakin terdistensinya caecum, nyeri akan semakin
memberat, terlokalisir menuju sisi kanan dan disertai takikardi. Pada
akhirnya akan terjadi iskemi caecum, performasi, dan peritonitis.

23
Gambar 4. Komplikasi pada saat atau setelah SC

Sebuah penelitian di Cina dimana tujuh wanita hamil dengan


pneumonia COVID-19 yang menjalani SC menunjukkan outcome yang
baik untuk ibu dan juga neonates. Tiga diantara neonatus yang dilahirkan
diuji SARS-CoV-2 dan salah satu diantaranya menunjukkan hasil positif
setelah 36 jam. Pada penelitian ini semua ibu hamil sudah berada di
trimester ketiga dan gejala yang dialami bersifat ringan sehingga efek
infeksi SARS-CoV-2 terhadap fetus pada trimester 1 atau 2 atau pada
pasien dengan gejala sedang maupun berat tidak dapat diketahui. Jumlah
kasus yang sedikit membuat tidak adanya bukti yang dapat diandalkan

24
untuk mendukung adanya kemungkinan transmisi vertical infeksi COVID-
19 dari ibu ke anak. Electrical fetal monitoring secara kontinu
direkomendasikan pada semua ibu hamil dengan COVID-19 karena pada 2
buah serial kasus di Cina ditemukan 8 fetal compromise dari 19 neonatus
yang dilahirkan. Observasi maternal dan saturasi oksigen per jam
diperkulan dengan target mempertahankan sturasi oksigen > 94%.
Keperluan APD pada saat SC dipertimbangkan berdasarkan risiko
kemungkinan diperlukannya anestesi umum. Intubasi untuk anestesi umum
merupakan prosedur yang membentuk aerosol. Hal ini meningkatkan
risiko transmisi coronavirus pada staff yang hadir. Di sisi lain, anestesi
regional (spinal, epidural, atau kombinasi) bukan merupakan prosedur
yang membentuk aerosol.30-32

2.5 Prognosis Prosedur Anestesi pada Pasien Sectio Caesarea dengan


COVID- 19

Anestesi pada pasien section caesarea pada pasien dengan infeksi


COVID-19 yang sesuai prosedur, baik anestesi epidural atau CSEA ataupun
anestesi umum, telah terbukti aman dan efektif bagi ibu dan bayi yang dilahirkan.
Anestesi spinal single-shot adalah teknik yang sederhana dan fleksibel, tetapi
berrisiko gagal blokade saraf. Anestesi umum memberikan jalan napas yang
aman, tetapi seringkali membutuhkan ventilasi mekanis yang dapat memperburuk
cedera paru-paru. Pada pasien dengan CSEA tidak terdapat efek samping yang
terkait dengan anestesi dan pembedahan yang ditemukan pada pasien.
Dibandingkan dengan anestesi epidural, CSEA dapat memberikan onset analgesia
yang lebih efektif dan cepat dalam proses persalinan.33,34

Kepatuhan yang ketat terhadap pedoman pencegahan dan pengendalian


infeksi sangat penting untuk mengurangi risiko infeksi silang antara petugas
kesehatan dan pasien. Mengenakan set lengkap Personal Protection Equipment
(PPE) tidak mempengaruhi kinerja anestesi dan secara efektif melindungi staf
medis di garis depan dari paparan infeksi COVID-19. Ruang operasi bertekanan

25
negatif, transfer pasien secara tepat, serta prosedur akses untuk staf medis juga
penting untuk melindungi staf medis dari infeksi SARS-CoV-2.33,35

BAB III

KESIMPULAN

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah peradangan pada parenkim


paru yang disebabkan oleh Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2

26
(SARS-CoV-2). Gejala umum yang dapat ditemukan yaitu demam, batuk kering
(sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak. COVID-19 dapat
mengenai semua orang terutama orang-orang dengan sistem imun lemah seperti
orang tua dan wanita hamil.

Wanita hamil dengan suspek atau terkonformasi COVID-19 harus dirawat


sesuai prosedur yang telah diberlakukan pada pasien COVID-19. Pasien
ditempatkan pada ruang isolasi dan ditangani oleh tenaga kesehatan dengan
menggunakan APD yang terstandarisasi. Dilakukan observasi pada ibu dan
monitoring janin. Diagnosis COVID-19 tidak memengaruhi metode persalinan,
kecuali kondisi pernafasan pasien memerlukan persalinan darurat. Penggunaan
birthing pools dihindari pada kasus suspek dan terkonfirmasi COVID-19. Selain
itu penggunaan AGMP (Aerosol Generating Medical Procedures) seperti
intubasi, ekstubasi, dan bronkoskopi dilakukan pada pasien COVID-19 jika
manfaatnya lebih besar dari risikonya.
Pada kegawatan persalinan caesar, anestesi epidural kontinu atau CSEA
(Combined Spinal and Epidural Anesthesia) adalah pilihan pertama untuk
mengurangi kemungkinan anestesi umum dan menghindari pemasangan
endotracheal tube yang dapat menginduksi atau memperburuk komplikasi paru
pada ibu dengan COVID-19. Anestesi umum adalah pilihan untuk kasus dengan
gawat darurat ibu maupun janin, atau bagi pasien dengan kontraindikasi teknik
epidural atau CSEA.

Komplikasi persalinan caesar pada pasien COVID-19 sama halnya dengan


persalinan caesar umumnya yaitu perdarahan, trauma kandung kemih, trauma
ureter, trauma usus, ileus postoperative, sindrom ogilvie, dan sepsis. Belum
terdapat bukti yang dapat diandalkan untuk mendukung adanya kemungkinan
transmisi vertikal infeksi COVID-19 dari ibu ke anak.

Anestesi pada pasien section caesarea pada pasien dengan infeksi


COVID-19 yang sesuai prosedur, baik anestesi epidural atau CSEA ataupun
anestesi umum, telah terbukti aman dan efektif bagi ibu dan bayi yang dilahirkan.

27
Namun pada anestesi umum seringkali membutuhkan ventilasi mekanis yang
dapat memperburuk cedera paru pada pasien COVID-19.

BAB IV

QnA

1. Metode anestesi apa yang tepat bagi pasien ibu hamil yang akan menjalani
persalinan dengan tindakan seksio sesarea yang terinfeksi COVID-19?

28
Jawaban
Metode anestesi yang tepat bagi pasien ibu hamil yang akan menjalani
persalinan dengan tindakan seksio sesarea yang terinfeksi COVID-19 adalah
anestesi regional dengan teknik anestesi neuraksial yang meliputi anestesi
regional spinal, epidural, ataupun kombinasi spinal-epidural.36
COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2
(Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2) yang dapat menginfeksi
saluran nafas dan parenkim paru sehingga menimbulkan gejala demam, batuk
kering, dan sulit bernafas.37 Ibu hamil yang akan menjalani proses persalinan
dengan tindakan seksio sesarea yang terinfeksi COVID-19 diperlukan
pemberian anestesi yang tepat. Anestesi neuraksial dapat diberikan karena
dapat mengurangi tejadinya komplikasi pada paru-paru yang disebabkan oleh
kegagalan tindakan intubasi endotrakeal dan mencegah terjadinya aspirasi
pada pemberian anestesi umum.38 Teknik ini diberikan dengan memblokade
saraf untuk mengurangi rasa nyeri. Meskipun metode anestesi neuraksial
dapat menyebabkan komplikasi berupa hipotensi, namun penelitian
menyebutkan dapat diminimalisir dengan penggunaan leg wrapping. Leg
wrapping dapat diberikan sebelum tindakan anestesi spinal dengan membalut
bagian pergelangan kaki hingga ketinggian setengah paha dengan perban
elastik. Tujuan dari leg wrapping adalah untuk mencegah pengumpulan
darah dari sentral ke tungkai bawah.39-41
Ibu hamil yang terinfeksi COVID-19 menimbulkan gejala batuk dan
sesak nafas sehingga diperlukan pemberian anestesi yang tidak melalui
saluran nafas supaya mengurangi terjadinya komplikasi maupun penularan
kepada petugas kesehatan ataupun orang lain, karena virus ini dapat
berpindah ke orang lain melalui droplet atau percikan kecil.42

2. Anestesi epidural berkelanjutan atau combined spinal-epidural anesthesia


(CSE) merupakan pilihan pertama untuk seksio sesarea pada pasien Covid-19

29
untuk menghindari intubasi endotrakeal. Namun, kapankah general anesthesia
dilakukan?
Jawaban
Intubasi untuk general anesthesia (GA) adalah prosedur penghasil
aerosol (aerosol-generating procedure/AGP). Hal ini secara signifikan
meningkatkan risiko penularan virus corona kepada staff.43 General anesthesia
dilakukan untuk kasus keadaan darurat ibu atau janin, atau untuk pasien
dengan kontraindikasi teknik epidural atau CSE, atau jika anestesi intratekal
gagal.44 Adapun kontraindikasi teknik epidural terdiri dari:45
 Hipotensi maternal berat
 Gangguan koagulasi
 Beberapa bentuk gangguan neurologis
 Penolakan pasien
 Masalah teknis
 Sepsis, infeksi lokal di area insersi jarum atau secara general.

3. Apakah terdapat perbedaan efek anestesi pada seksio sesarea pasien Covid-19
dengan seksio sesarea pasien tanpa Covid-19?
Jawaban
Efek anestesi pada seksio sesarea pasien Covid-19 pada aspek waktu
onset blok sensorik dan blok motorik, derajat blok motorik, dan kualitas
anestesi tampak sama dengan pada wanita hamil yang tidak terinfeksi.
Namun, hipotensi intraoperatif banyak terjadi pada anestesi epidural. Hal
tersebut dapat berkaitan dengan mekanisme pengikatan reseptor angiotensin-
converting enzyme II (ACE2) oleh protein S (Spike) SARS-CoV-2.44 ACE2
telah diidentifikasi sebagai reseptor fungsional untuk coronavirus, termasuk
SARS-CoV dan SARS-CoV-2 (Covid-19).46 Fungsi ACE2 sendiri merupakan
katalis konversi angiotensin II menjadi angiotensin 1-7, yang bertindak
sebagai vasodilator, dalam renin–angiotensin–aldosterone system (RAAS). 47
Oleh karena itu adanya infeksi Covid-19 dapat berkaitan dengan kejadian
hipotensi intraoperatif, meskipun mekanisme spesifiknya masih belum pasti.

30
4. Bagaimana pengaturan ruang operasi dan tatalaksana proteksi diri bagi tim
dokter dan perawat untuk menghindari transmisi COVID-19 selama operasi
seksio sasarea?
Jawaban:
Pengaturan ruang operasi dan tatalaksana proteksi diri bagi tim dokter
dan perawat disesuaikan dengan SOP (Standard Operating Procedure)
Biosafety Level 3 (BSL-3). Ruang operasi terbagi menjadi 4 bagian yaitu
clean room, buffer area, potential polluted area, dan ruang operasi
bertekanan negatif. Buffer area menjadi tempat dimana tim tenaga medis
melakukan pemasangan alat pelindung diri Biosafety Level 3 seperti masker
N95, goggles, protective suits, surgical cap, dan medical rubber glove.
Dokter anestesi yang akan melakukan general anesthesia dan intubasi
endotrakeal perlu memakai powered air-purifying respirator untuk mencegah
penularan horizontal dari pasien. Tim tenaga medis yang terlibat harus
seminimal mungkin dan harus memakai APD selama operasi berlangsung.
Setelah operasi, workstation dokter anestesi harus dibersihkan dengan
anesthesia circuit sterilizer (mengandung 12% hidrogen peroksida). Ruang
operasi dan permukaan peralatan operasi harus dibersihkan dengan klorin
(2000 mg/L) dan alat operasi reusable harus direndam dengan klorin selama
30 menit sebelum ditangani oleh departemen sterilisasi alat.48,49

Gambar 1. Skema Ruang Operasi sesuai Biosafety Level 3

31
5. Bagaimana prosedur CSEA sebagai metode anestesi pilihan pada operasi SC
pasien COVID-19?
Jawaban:
Setelah diberikan larutan natrium klorida dengan rapid intravenous
infusion, anestesi intraspinal (0,5% ropivacaine 10-15 mg) diberikan dengan
meggunakan pencil-point spinal needles setinggi L2-3. Kateter epidural
dimasukkan melalui ujungnya sebagai rescue pathway selama operasi serta
sebagai jalur pemberian analgesik postoperasi. Untuk analgesik postoperasi,
dezocine (5 mg/ml 5-10 mg) diberikan secara intravena setelah operasi
dikombinasikan dengan morfin (0,2 mg/ml) 2 mg diinjeksikan melalui kateter
epidural pada akhir seksio sasarea.50,51

DAFTAR PUSTAKA

1. The 2019-nCoV Outbreak Joint Field Epidemiology Investigation Team, Li Q.


Notes from the field: an outbreak of NCIP (2019-nCoV) infection in China —
Wuhan, Hubei Province, 2019–2020. China CDC Weekly 2020;2:79-80.
2. Tan WJ, Zhao X, Ma XJ, et al. A novel coronavirus genome identified in a cluster
of pneumonia cases — Wuhan, China 2019–2020. China CDC
Weekly 2020;2:61-62.
3.  Zhu N, Zhang D, Wang W, et al. A novel coronavirus from patients with
pneumonia in China, 2019. N Engl J Med. 2020;382:727-733.

32
4. Kemenkes. PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
CORONAVIRUS DISEASE (COVID-19) REVISI KE-4. Jakarta. Kemenkes
RI : 2020
5. Baston, H. and Hall, J., 2009, Midwifery Essentials Postnatal Volume 4, Jakarta,
EGC, 75-76
6. KBBI, 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online] Available at :
http://kbbi.web.id/rehabilitasi [Diakses 02 April 2020]
7. Astuti, Haturi Puji. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu I Kehamilan.
Yogyakarta : Rohima Press
8. WHO. Novel Coronavirus (2019-nCoV) Situation Report-1. Januari 21, 2020.
9. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Zang Li, Fan G, etc. Clinical features of
patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. The Lancet. 24
jan 2020.
10. WHO. WHO Director-General’s remarks at the media briefing on 2019-nCov
on 11 February 2020. Cited Feb 13rd 2020. Available on:
https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-generals-remarks-at-the-
media-briefing-on-2019-ncov-on-11-february2020. (Feb 12th 2020)
11. Channel News Asia. Wuhan virus outbreak: 15 medical workers infected, 1 in
critical condition. [Homepage on The Internet]. Cited Jan 28th 2020. Available
on:https://www.channelnewsasia.com/news/asia/wuhanpneumonia-outbreak-
health-workers coronavirus-12294212 (Jan 21st 2020).
12. Wang Z, Qiang W, Ke H. A Handbook of 2019-nCoV Pneumonia Control and
Prevention. Hubei Science and Technologi Press. China; 2020.
13. Relman E, Business insider Singapore. [Homepage on The Internet]. Cited Jan
28th 2020. Available on:https://www.businessinsider.sg/deadly-china-wuhan-
virusspreading-human-to-human-officials-confirm-2020- 1/?r=US&IR=T.
14. John Hopkins University. Wuhan Coronavirus (2019-nCoV) Global Cases(by
John Hopkins CSSE). [Homepage on The Internet]. Cited Jan 28th 2020.
Available on:
https://gisanddata.maps.arcgis.com/apps/opsdashboard/index.html#/bda759474
0fd40299423467b48e9ecf6. (Jan 2020)

33
15. Ref : Estimating the effective reproduction number of the 2019- nCoV in China
- Zhidong Cao et al., Jan. 29, 2020
16. Elsevier. Novel Coronavirus Information Center. ]. Cited Jan 26th 2020.
Available on: https://www.elsevier.com/connect/coronavirus-informationcenter
17. Korsman SNJ, van Zyl GU, Nutt L, Andersson MI, Presier W. Viroloy. Chins:
Churchill Livingston Elsevier; 2012
18. The Straits Times. China reports first death in Wuhan pneumonia outbreak
[Homepage on The Internet]. Cited Jan 28th 2020. Available on:
https://www.straitstimes.com/asia/east-asia/chinareports-first-death-in-wuhan-
pneumonia-outbreak.Jan 11st 2020.
19. Fehr AR, Perlman S. Coronavirus: An Overview of Their Replication and
Pathogenesis. Methods Mol Biol. 2015 ; 1282: 1– 23.
20. World Federation of Societies of Anesthesiologists. Coronavirus - Guidance
for Anaesthesia and Perioperative Care Providers [Internet]. 2020 [dikutip 4
April 2020]. Tersedia pada: https://www.wfsahq.org/resources/coronavirus
21. Anesthesia Patient Safety Foundation. Perioperative Considerations for the
2019 Novel Coronavirus (COVID-19) [Internet]. 2020 [dikutip 4 April 2020].
Tersedia pada: https://www.apsf.org/news-updates/perioperative-
considerations-for-the-2019-novel-coronavirus-covid-19/
22. Chen R, Zhang Y, Huang L, Cheng B heng, Xia Z yuan, Meng Q tao. Safety
and efficacy of different anesthetic regimens for parturients with COVID-19
undergoing Cesarean delivery: a case series of 17 patients. Can J Anesth
[Internet]. 2020; Tersedia pada: https://doi.org/10.1007/s12630-020-01630-7
23. Royal Collage of Anaesthetis. Advice Regarding PPE to be Worn when
Managing Pregnant Women with Known or Suspected COVID-19 [Internet].
2020 [dikutip 4 April 2020]. Tersedia pada: https://icmanaesthesiacovid-
19.org/advice-regarding-ppe-to-be-worn-when-managing-pregnant-women-
with-known-or-suspected-covid19
24. Royal Collage of Anaesthetis. Management of Pregnant Women with Known
or Suspected COVID-19 [Internet]. 2020 [dikutip 4 April 2020]. Tersedia pada:

34
https://icmanaesthesiacovid-19.org/management-of-pregnant-women-with-
known-or-suspected-covid-19
25. Xia H, Zhao S, Wu Z, Luo H, Zhou C, Chen X. Emergency Caesarean delivery
in a patient with confirmed coronavirus disease 2019 under spinal anaesthesia.
Br J Anaesth [Internet]. 2020;(xxx):1–3. Tersedia pada:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/32192711
26. Zhao S, Ling K, Yan H, Zhong L, Peng X, Yao S, et al. Anesthetic
Management of Patients With Suspected or Confirmed 2019 Novel
Coronavirus Infection During Emergency Procedures. J Cardiothorac Vasc
Anesth. 2020;34.
27. Royal Collage of Obstetricians & Gynaecologist. Coronavirus (COVID-19)
Infection in Pregnancy. 2020;
28. Song L, Xiao W, Ling K, Yao S, Chen X. Translational Perioperative and Pain
Medicine Anesthetic Management for Emergent Cesarean Delivery in a
Parturient with Recent Diagnosis of Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): A
Case Report. TranspopmedOrg. 2019;7(3):5–8.
29. Field A, Haloob R. Complications of caesarean section. Obstet Gynaecol.
2016;(18):265–72.
30. Luo Y, Yin K. Management of pregnant women infected with COVID-19.
Lancet Infect Dis. 2020;
31. Yang H, Wang C, Poon LC. Novel coronavirus infection and pregnancy.
Ultrasound Obs Gynecol. 2020;(55):435–7.
32. RCOG. Coronavirus ( COVID-19 ) Infection in Pregnancy. 2020;(March).
33. Yue L. Anaesthesia and Infection Control in Cesarean Section of Pregnant
Women with Coronavirus Disease 2019 ( COVID-19 ). 2020;1–17.
34. Song L, Xiao W, Ling K, Yao S, Chen X. Anesthetic Management for
Emergent Cesarean Delivery in a Parturient with Recent Diagnosis of
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): A Case Report. TranspopmedOrg.
2019;7(3):5–8.
35. Chen R, Zhang Y, Huang L, Cheng B heng, Xia Z yuan, Meng Q tao. Safety
and Efficacy of Different Anesthetic Regimens for Parturients with COVID-19

35
Undergoing Cesarean Delivery: a Case Series of 17 Patients. Can J Anesth
[Internet]. 2020; Tersedia pada: https://doi.org/10.1007/s12630-020-01630-7
36. Royal College of Obstetricians and Gynecologists. Coronavirus (COVID-19)
Infection in Pregnancy. London: Royal College of Obstetricians and
Gynecologists, 2020.
37. Chestnut DH, Polley LS, Tsen LC WC. Chestnut’s obstetric anesthesia
principles and practice. 4 ed. Philadephia: Mosby Elsevier; 2009.
38. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Articles Clinical features
of patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan , China.
2020;6736(20):1–10.
39. Algert CS, Bowen JR, Giles WB, Knoblanche GE, Lain SJ, Roberts CL.
Regional block versus general anaesthesia for caesarean section and neonatal
outcomes : a population-based study. 2009;7:1–7.
40. Singh K, Payal YS. Evaluation of hemodynamic changes after leg wrapping in
elective cesarean section under spinal anesthesia. 2014;4(1):23–9.
41. Kee WDN. Prevention of maternal hypotension after regional anaesthesia for
caesarean section. 2010;
42. Kaya S, Karaman H, Erdogan H, Akyilmaz A TS. Combined Use of Low-dose
Bupivacaine , Colloid Preload and Wrapping of the Legs for Preventing
Hypotension in Spinal Anaesthesia for Caesarean Section. 2007;(35):615–25.
43. Erlina Burhan, Fathiyah Isbaniah ADS et al. Pneumonia COVID-19 Diagnosis
& Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia;
2020.
44. RCOG. Coronavirus (COVID-19) Infection in Pregnancy. London: Royal
College of Obstetricians and Gynecologists; 2020.
45. Chen R et al. Safety and Efficacy of Different Anesthetic Regimens for
Parturients with Covid-19 Undergoing Cesarean Delivery: A Case Series of 17
Patients. Kanada: Canadian Anesthesiologists’ Society; 2020.
46. Datta S et al. Obstetric Anesthesia Handbook. New York: Springer Science
Business Media; 2010.
47. Zheng Y-Y. COVID-19 and the cardiovascular system. Nat Rev Cardiol

36
[Internet]. 2019; Tersedia pada: http://dx.doi.org/10.1038/s41569-020-0360-5
48. Kuster GM, Osswald S, Haaf P, Widmer AF. SARS-CoV2 : should inhibitors
of the renin – angiotensin system be withdrawn in patients with COVID-19 ?
2020;1–3.
49. Chen R, Zhang Y, Huang L, Cheng B. Safety and efficacy of different
anesthetic regimens for parturients with COVID-19 undergoing Cesarean
delivery : a case series of 17 patients. Can J Anesth Can d’anesthésie. 2020;
50. Lucas N, Donald F. Labour Analgesia/Anaesthesia for Caesarean Delivery.
Obstet Anaesth Assoc. 2020;1(1).
51. Yue L. Anaesthesia and infection control in cesarean section of pregnant
women with coronavirus disease 2019 ( COVID-19 ). 2020.

37

Anda mungkin juga menyukai