Pak Robert usia 60 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari
yang lalu. Keluhan disertai dengan demam tinggi dan batuk berdahak. Pak Robert memiliki
riwayat bepergian ke China 1 minggu yang lalu,sehingga dikawatirkan dia tertular virus
(wuhan corona virus) yang sedang merebak disana. Dokter kemudian melakukan beberapa
test diagnostic. Keluarga merasa khawatir pak robert menderita virus yang sedang merebak
tersebut.
1. Demam :Proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh
ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C).
2. Virulen : Derajat patogenisitas mikroorganisme yang ditunjukkan oleh beratnya
penyakit yang dihasilkan dan kemampuannya untuk menginvasi jaringan hospes;
secara lebih luas, kemampuan setiap agen penyebab infeksi untuk menimbulkan efek
patologis
3. Virus :Agen infeksius yang sangat kecil dan dengan beberapa pengecualian, tidak
dapat dilihat dilihat dengan mikroskop cahaya, tidak mampu melakukan metabolisme
sendiri dan hanya mampu bereplikasi dalam sel hospes yang hidup; partikel
tunggalnya (virion) terdiri dari asam nukleat (nukleoid)–DNA atau RNA (tetapi tidak
keduanya)–dan selubung protein (kapsid), yang membungkus serta melindungi asam
nukleat serta berlapis-lapis
4. Test diagnostic : Sebuah cara (alat) untuk menentukan apakah seseorang menderita
penyakit atau tidak,berdasar adanya tanda dan gejala pada orang tersebut
5. Corona virus :Virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak bersegmen.
Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae. Berbentuk khas
seperti mahkota dengan glikoprotein spike di permukaannya
STEP 2. Define the Problems (Merumuskan masalah)
1. Pemeriksaan Antigen-Antibodi
Tes serologi yang mendeteksi antibodi sebagai respon dari infeksi virus
penyebab COVID-19. Spesimen yang digunakan adalah darah atau serum.
Hasil tes bisa diketahui dalam waktu kurang lebih 15 menit
Portable dan dapat digunakan dimana saja (point-of –care testing). Biaya yang
diperlukan relatif rendah.
Karena tes ini mendeteksi antibodi, tes ini paling baik digunakan saat antibodi
sudah terbentuk yang terbentuk dan jumlahnya cukup untuk dideteksi berkisar
1 minggu setelah munculnya gejala. Sehingga tes ini tidak dapat dijadikan
untuk menyatakan seseorang sedang sakit COVID -19 atau tidak. IgM dan IgA
dilaporkan terdeteksi mulai hari 3-6 setelah onset gejala, sementara IgG mulai
hari 10-18 setelah onset gejala.
Keterbatasan lainnya adalah hasil tes ini rentan terjadi negatif palsu ataupun
positif palsu. Jika hasil tes reaktif, perlu dikonfirmasi dengan PCR
WHO tidak merekomendasikan tes ini untuk kepentingan klinis namun
digunakan untuk kepentingan penelitian dan surveilans
Spesimen yang dapat digunakan tergantung pada insert kit alat TCM dan PCR, dapat
berupa: swab nasofaring, swab orofaring, sputum, aspirat saluran napas bawah,
bronchoalveolar lavage (BAL), aspirat nasofaring atau aspirat nasal.
9. Apa penyebab pak Robert demam tinggi?
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen
adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen
eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen
eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme
seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang
dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen
yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen
endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini
pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat
mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit,
dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau
reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal
dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen
endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin
(Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan
meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus
akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga
ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil,
vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan
terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada
akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut
(Sherwood, 2001).
Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan.
Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang
ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang
berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan
menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara
produksi panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat.
Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai
dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk
menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan.
COVID 19 dan
Pneumonia
Prognosis
Etiologi, Penegakan Diagnosis Tata
Patofisiologi dan
Epidemiologi Diagnosis Banding Laksana
Komplikasi
1. Epidemiologi
- Covid 19
Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19 di China
setiap hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal Februari 2020.
Awalnya kebanyakan laporan datang dari Hubei dan provinsi di sekitar, kemudian
bertambah hingga ke provinsi-provinsi ain dan seluruh China.7 Tanggal 30
Januari 2020, telah terdapat 7.736 kasus terkonfirmasi COVID-19 di China, dan
86 kasus lain dilaporkan dari berbagai negara seperti Taiwan, Thailand, Vietnam,
Malaysia, Nepal, Sri Lanka, Kamboja, Jepang, Singapura, Arab Saudi, Korea
Selatan, Filipina, India, Australia, Kanada, Finlandia, Prancis, dan Jerman.8
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah
dua kasus.9 Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi
berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian.10 Tingkat mortalitas COVID-19
di Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia
Tenggara.5,11 Per 30 Maret 2020, terdapat 693.224 kasus dan 33.106 kematian di
seluruh dunia. Eropa dan Amerika Utara telah menjadi pusat pandemi COVID-19,
dengan kasus dan kematian sudah melampaui China. Amerika Serikat menduduki
peringkat pertama dengan kasus COVID-19 terbanyak dengan penambahan kasus
baru sebanyak 19.332 kasus pada tanggal 30 Maret 2020 disusul oleh Spanyol
dengan 6.549 kasus baru. Italia memiliki tingkat mortalitas paling tinggi di dunia,
yaitu 11,3%.
- Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang dapat menyebabkan
kelainan difusi dan memiliki angka mortalitas yang tinggi. Infeksi saluran napas
bawah termasuk pneumonia menduduki urutan ke-3 dari 30 penyebab kematian di
dunia. Di Amerika, rerata insidens tahunan adalah 6 per 1000 pada kelompok
umur 18 – 39 tahun dan meningkat menjadi 34 per 1000 pada kelompok umur di
atas 75 tahun. Sekitar 20 – 40 % pasien pneumonia komunitas memerlukan
perawatan rumah sakit dan sekitar 5 – 10 % memerlukan perawatan intensif. Di
Indonesia pneumonia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit
dengan proporsi kasus 53,95% laki-laki dan 46,05% perempuan, dengan crude
fatality rate (CFR) 7,6%, paling tinggi bila dibandingkan penyakit lainnya.
Jenis pneumonia yang terdiagnosis pada layanan primer adalah pneumonia
komunitas (CAP) dan pneumonia terkait pelayanan fasilitas kesehatan (HAP).
Pada penelitian di Belanda, 79 % kasus pneumonia komunitas terdiagnosis di
dokter layanan primer. Diagnosis dan keputusan untuk merujuk ke rumah sakit
didasari dengan penilaian klinis dan sistem penilaian derajat keparahan. Penilaian
riwayat penyakit serta klinis penting untuk menentukan terapi antibiotika yang
tepat dan adekuat.
Klasifikasi pneumonia:
1. Berdasarkan klinis dan epideologis :
Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
Pneumonia aspirasi
Pneumonia pada penderita Immunocompromised. Pembagian ini
penting untuk memudahkan penatalaksanaan.
Pneumonia lobaris. Sering pada bakterial, jarang pada bayi dan orang
tua. Pneumonia yang melibatkan satu lobus atau segmen, penyebab
terbanyak yaitu S.pneumoniae. kemungkinan sekunder disebabkan
adanya obstruksi bronchus.
Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat
multifocalpada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun
virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan
obstruksi bronkus
Pneumonia interstisial
2. Etiology
- Covid 19
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus
betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk
dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah Severe
Acute Respiratory Illness (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas
dasar ini, International Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama
SARS-CoV-2. Sekuens SARSCoV-2 memiliki kemiripan dengan coronavirus
yang diisolasi pada kelelawar, sehingga muncul hipotesis bahwa SARS-CoV-2
berasal dari kelelawar yang kemudian bermutasi dan menginfeksi manusia.
Coronavirus merupakan virus RNA yang memiliki amplop, tidak bersegmen,
beruntai tunggal, sense positif. Istilah Corona diambil karena penampakannya
yang menyerupai korona atau mahkota yang terlihat pada mikroskop elektron.
Virus corona bersifat spesifik terhadap inangnya dan dapat menginfeksi baik
manusia maupun hewan dan menimbulkan beragam sindrom klinis. Ukuran
partikel Coronavirus berkisar antara 120 hingga 160 nm. Terdapat enam tipe
Coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu Coronavirus alfa 229E dan
NL63, Coronavirus beta OC43, HKU1, severe acute respiratory syndrome (SARS-
CoV) dan Middle East respiratory syndrome (MERS-CoV).
- Pneumonia
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri,
virus, jamur, dan protozoa. Pneumoni komunitas yang diderita oleh masyarakat
luar negeri banyak disebabkan gram positif, sedangkan pneumonia rumah sakit
banyak disebabkan gram negatif. Dari laporan beberapa kota di Indonesia
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita komunitas adalah bakteri gram
negatif. Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan
nosokomial:
a. Yang didapat di masyarakat: Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma
pneumonia, Hemophilus influenza, Legionella pneumophila, chlamydia
pneumonia, anaerob oral, adenovirus, influenza tipe A dan B.
b. Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negative (E. coli, Klebsiella
pneumonia), Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, anaerob oral.
c. Virus, disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet,
biasanyamenyerang pada pasien dengan imunodefisiensi. Diduga virus
penyebabnya adalah cytomegalivirus, herpes simplex virus, varicella zooster
virus
d. Fungi, Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh
jamuropportunistik, dimana spora jamur masuk ke dalam tubuh saat
menghirup udara.Organisme yang menyerang adalah Candida sp.,Aspergillus
sp., Cryptococcus neoformans.
3. Patofisiologi
- Covid 19
Ada 3 transmisi utama penyebaran COVID-19:
Masa inkubasi berkisar dari 1-14 hari. Variasi dalam periode inkubasi
dikaitkan dengan usia pasien di atas usia 60 tahun yang biasanya
mengembangkan gejala lebih cepat dibandingkan dengan yang lain. Ketika
virus SARS-CoV2 ditransmisikan melalu droplet pernapasan, virus masuk ke
host melalui membrane mucosa, menuju tractus respiratorius dan masuk ke
alveoli paru. Di alveoli, protein spike virus berikatan dengan reseptor ACE 2
pada sel pneumosit tipe II. Virus kemudian masuk ke sitoplasma dan
melakukan replikasi gen dari RNA genom virus membentuk polyprotein dari
ribosom sel inang. Polyprotein inilah yang akan meningkatkan viral load.
Polyprotein yang matang akan kembali menuju alveoli, sel pneumosit II di
hancurkan sehingga merangsang pengeluarkan mediator inflamasi seperti
sitokin yang akan menyebabkan demam.Selanjutnya, mediator inflamasi
seperti interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), and tissue necrosis factor-
alpha (TNF-α) akan masuk ke aliran darah dan menyebabkan dilatasi otot
polos seiring dengan kontraksi sel endothelial pembuluh darah. Hal ini
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Saat permeabilitas kapiler
meningkat, plasma dari aliran darah akan bocor ke ruang interstitial,
menyebabkan edema alveolar.
Selain itu produksi surfaktan yang juga berkurang akibat kerusakan sel
pneumosit tipe II akan meningkatkan tegangan alveolar. Runtuhnya alveoli
akan menggangu pertukaran gas, yang menyebabkan hipoksemia refrakter.
Apabila pertukaran gas berkurang sedangkan aktivitas pernapasan meningkat
akibat adanya edema, lama kelamaan akan mengarah ke syndrome gangguan
pernapasan akut (ARDS). Terjadi peningkatan laju pernapasan dan tekanan
darah sebagai dekompensasi penuruan oksigen. Selain itu alveolar yang rusak
akan menyebabkan konsolidasi yang akan menyebabkan hipoksemia, batuk
produktif dan dyspnea akibat penurunan oksigen.
- Pneumonia
Pneumonia terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dan lingkungan sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Kerusakan jaringan paru setelah
kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan
peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang
dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung
merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme
mencapai permukaan:
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
4. Manifestasi Klinis
- Covid 19
Masa inkubasi COVID-19 adalah 1 sampai 14 hari, dan pada umumnya terjadi
di hari ke tiga sampai hari ke tujuh. Demam, kelelahan, dan batuk kering
merupakan tanda-tanda umum infeksi corona disertai dengan gejala seperti hidung
tersumbat, pilek, dan diare pada beberapa pasien. Karena beberapa pasien yang
parah tidak mengalami kesulitan bernapas yang jelas dan datang dengan
hipoksemia, sehingga ada perubahan dalam panduan ini menjadi Dalam kasus
yang parah, dispnea dan atau hipoksemia biasanya terjadi setelah satu minggu
setelah onset penyakit, dan yang lebih buruk dapat dengan cepat berkembang
menjadi sindrom gangguan pernapasan akut, syok sepsis, asidosis metabolik yang
sulit ditangani, dan perdarahan dan disfungsi koagulasi, dan lain-lain. Edisi ini
menekankan bahwa pasien dengan kondisi sakit ringan hanya mengalami demam
ringan, kelelahan ringan dan sebagainya, tetap tanpa manifestasi pneumonia.
Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai dari
tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS,
sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau sedang,
13,8% mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan
kritis. Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui. Viremia dan
viral load yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang asimptomatik telah
dilaporkan. Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran
napas atas tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan
atau tanpa sputum), anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau
sakit kepala.
- Pneumonia
- Covid 19
- Anamnesis
Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama:
demam, batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak.
Tapi perlu dicatat bahwa demam dapat tidak didapatkan pada beberapa keadaan,
terutama pada usia geriatri atau pada mereka dengan imunokompromis. Gejala
tambahan lainnya yaitu nyeri kepala, nyeri otot, lemas, diare dan batuk darah.
Pada beberapa kondisi dapat terjadi tanda dan gejala infeksi saluran napas akut
berat (Severe Acute Respiratory Infection-SARI). Definisi SARI yaitu infeksi
saluran napas akut dengan riwayat demam (suhu≥ 38 C) dan batuk dengan onset
dalam 10 hari terakhir serta perlu perawatan di rumah sakit. Tidak adanya demam
tidak mengeksklusikan infeksi virus. Definisi Kasus:
A. Pasien dalam pengawasan atau kasus suspek / possible
1) Seseorang yang mengalami:
a. Demam (≥380C) atau riwayat demam
b. Batuk atau pilek atau nyeri tenggorokan
c. Pneumonia ringan sampai berat berdasarkan klinis dan/atau gambaran
radiologis. (pada pasien immunocompromised presentasi kemungkinan atipikal)
DAN disertai minimal satu kondisi sebagai berikut :
● Memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok atau wilayah/ negara yang terjangkit*
dalam 14 hari sebelum timbul gejala
● Petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setelah merawat pasien infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) berat yang tidak diketahui penyebab / etiologi
penyakitnya, tanpa memperhatikan riwayat bepergian atau tempat tinggal. ATAU
2) Pasien infeksi pernapasan akut dengan tingkat keparahan ringan sampai berat
dan salah satu berikut dalam 14 hari sebelum onset gejala:
a. Kontak erat dengan pasien kasus terkonfirmasi atau probable COVID-19, atau
b. Riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan sudah teridentifikasi), atau
- Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau beratnya
manifestasi klinis.
● Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran
● Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat, tekanan
darah normal atau menurun, suhu tubuh meningkat. Saturasi oksigen dapat normal
atau turun.
● Dapat disertai retraksi otot pernapasan
● Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis dan
dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah konsolidasi, suara napas
bronkovesikuler atau bronkial dan ronki kasar
- Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks Pada
pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi subsegmental, lobar
atau kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass. Pada stage awal, terlihat
bayangan multiple plak kecil dengan perubahan intertisial yang jelas
menunjukkan di perifer paru dan kemudian berkembang menjadi bayangan
multiple ground-glass dan infiltrate di kedua paru. Pada kasus berat, dapat
ditemukan konsolidasi paru bahkan “white-lung” dan efusi pleura (jarang).
2. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah
● Saluran napas atas dengan swab tenggorok(nasofaring dan orofaring)
● Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan
endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal).
Untuk pemeriksaan RT-PCR SARS-CoV-2, (sequencing bila tersedia). Ketika
melakukan pengambilan spesimen gunakan APD yang tepat. Ketika mengambil
sampel dari saluran napas atas, gunakan swab viral (Dacron steril atau rayon
bukan kapas) dan media transport virus. Jangan sampel dari tonsil atau hidung.
Pada pasien dengan curiga infeksi COVID-19 terutama pneumonia atau sakit
berat, sampel tunggal saluran napas atas tidak cukup untuk eksklusi diagnosis dan
tambahan saluran napas atas dan bawah direkomendasikan. Klinisi dapat hanya
mengambil sampel saluran napas bawah jika langsung tersedia seperti pasien
dengan intubasi. Jangan menginduksi sputum karena meningkatkan risiko
transmisi aerosol. Kedua sampel (saluran napas atas dan bawah) dapat
diperiksakan jenis patogen lain.
Bila tidak terdapat RT-PCR dilakukan pemeriksaan serologi. Pada kasus
terkonfirmasi infeksi COVID-19, ulangi pengambilan sampel dari saluran napas
atas dan bawah untuk petunjuk klirens dari virus. Frekuensi pemeriksaan 2- 4 hari
sampai 2 kali hasil negative dari kedua sampel serta secara klinis perbaikan,
setidaknya 24 jam. Jika sampel diperlukan untuk keperluan pencegahan infeksi
dan transmisi, specimen dapat diambil sesering mungkin yaitu harian.
3. Bronkoskopi
4. Pungsi pleura sesuai kondisi
5. Pemeriksaan kimia darah : ● Darah perifer lengkap Leukosit dapat ditemukan
normal atau menurun; hitung jenis limfosit menurun. Pada kebanyakan pasien
LED dan CRP meningkat. ● Analisis gas darah ● Fungsi hepar (Pada beberapa
pasien, enzim liver dan otot meningkat) ● Fungsi ginjal ● Gula darah sewaktu ●
Elektrolit ● Faal hemostasis ( PT/APTT, d Dimer), pada kasus berat, Ddimer
meningkat ● Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis) ● Laktat (Untuk menunjang
kecurigaan sepsis)
6. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas
(sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah. Kultur darah untuk bakteri
dilakukan, idealnya sebelum terapi antibiotik. Namun, jangan menunda terapi
antibiotik dengan menunggu hasil kultur darah)
7. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan penularan).
- Pneumonia
Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 40o C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen
kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda konsolidasi, dan ronki.
Tanda konsolidasi pada pemeriksaan fisik paru antara lain:
- Inspeksi : Terlihat bagiam yang sakit tertinggal saat bernapas.
- Palpasi : fremitus meningkat pada bagian yang sakit.
- Perkusi : redup di bagian yang sakit.
- Auskultasi : Terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang
dapat disertai ronki.
Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi: pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral)
merupakan pemeriksaan penunjang utama (gold standard) untuk
menegakkan diagnosis pneumonia. Gambaran radiologis dapat berupa
infiltrat sampai konsoludasi dengan air bronchogram, penyebaran
bronkogenik dan intertisial serta gambaran kavitas. Foto toraks saja
tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran
pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat
bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus
atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
6. Diagnosis Banding
- Covid 19
Pasien COVID-19 dapat datang dengan manifestasi klinis yang beragam sehingga
diagnosis bandingnya meliputi gejala pada saluran napas dan di luar saluran
napas. Diagnosis banding penyakit infeksi saluran napas dengan mikroorganisme
penyebab lain:
o Adenovirus
o Coronavirus lainnya
o Chlamydia pneumoniae
o Influenza (28% pasien COVID-19 mengalami influenza)
o Human metapneumovirus (HmPV)
o Human rhinovirus/enterovirus
o Legionella pneumophilia
o Mycoplasma pneumoniae
o Parainfluenza
o Pneumocystis jirovecii (in immunocompromised hosts)
o Respiratory syncytial virus (RSV)
o Rhinovirus (common cold)
o Infectious mononucleosis
o Acute HIV
Pneumonia primer karena virus atau bakteri seperti :
o Streptococcus pneumoniae pneumonia
o Haemophilus influenzae pneumonia
o Moraxella catarrhalis pneumonia
Keadaan akut pada paru seperti :
o edema paru
o embolisme paru
o eksaserbasi penyakit paru obstruktif kronis
o asma
o hipertensi pulmoner/cor pulmonale
o acute respiratory distress syndrome (ARDS)
o pneumonitis
Kelainan pada jantung, seperti :
o sindrom coroner akut
o gagal jantung
o penyakit katup jantung
Lainnya : tumor, acute chest syndrome (pada sickle cell disease)
Selain penyakit yang melibatkan saluran napas, seorang pasien dengan
COVID-19 juga dapat menampilkan tanda dan gejala lain, di luar sistem
pernapasan. Sehingga diagnosis bandingnya meluas:
o diare dan gangguan pencernaan lainnya, hampir 50% pasien COVID-19
mengalami gejala gastrointestinal terutama diare. Sebanyak 19.4% pasien
mengalami diare terjadi sebagai gejala awal, yang berlangsung 2-14 hari.
o konjungtivitis dan kelainan pada mata lainnya dengan gejala epifora, kongesti
konjungtiva dan khemosis. Sekitar sepertiga (33%) dari seluruh pasien
COVID-19 mengalami kelainan pada mata.
o chikungunya/ Dengue/ infeksi virus lainnya
o malaria
o penyakit lain dengan gejala demam, seperti demam tifoid Bahkan penyakit
non infeksi seperti vaskulitis dan dermatomiositis dapat menjadi diagnosis
banding dari COVID-19. Satu hal penting yang harus diingat adalah bahwa
25% pasien dengan COVID-19 tidak bergejala atau asimtomatik.
- Pneumonia
o Tuberculosis Paru (TB), adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang
produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala
sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan
dan penurunan berat badan
o Atelektasis, adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna
dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak
mengandung udara dan kolaps.
o Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), adalah suatu penyumbatan
menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema atau bronkitis
kronis. COPD lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal. COPD
juga lebih sering terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang
diturunkan
o Bronkhitis, adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru).
Penyakit bronchitis biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh
sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya
penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronchitis bisa
bersifat serius.
o Asma bronkhiale, adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan saluran
pernapasan, sehingga pasien yang mengalami keluhan sesak napas/kesulitan
bernapas. Tingkat keparahan asma ditentukan dengan mengukur kemampuan paru
dalam menyimpan oksigen. Makin sedikit oksigen yang tersimpan berarti semakin
buruk kondisi asma.
7. Tata Laksana
- Covid 19
Saat ini belum tersedia rekomendasi tata laksana khusus pasien COVID-19,
termasuk antivirus atau vaksin. Tata laksana yang dapat dilakukan adalah terapi
simtomatik dan oksigen. Pada pasien gagal napas dapat dilakukan ventilasi
mekanik. National Health Commission (NHC) China telah meneliti beberapa obat
yang berpotensi mengatasi infeksi SARS-CoV-2, antara lain interferon alfa (IFN-
α), lopinavir/ritonavir (LPV/r), ribavirin (RBV), klorokuin fosfat (CLQ/CQ),
remdesvir dan umifenovir (arbidol). Selain itu, juga terdapat beberapa obat
antivirus lainnya yang sedang dalam uji coba di tempat lain.
A. Terapi Etiologi/Definitif : Biarpun belum ada obat yang terbukti meyakinkan
efektif melalui uji klinis, China telah membuat rekomendasi obat untuk penangan
COVID-19 dan pemberian tidak lebih dari 10 hari. Rincian dosis dan administrasi
sebagai berikut:89
• RBV 500 mg, 2-3 kali 500 mg/hari intravena dan dikombinasikan dengan IFN-
alfa atau LPV/r;
• Klorokuin fosfat 500 mg (300 mg jika klorokuin), 2 kali/ hari per oral;
1. Asimtomatis, gejala ringan, berusia < 70 tahun tanpa factor resiko: observasi
klinis dan terapi supportif
2. Gejala ringan, berusia >70 tahun dengan faktor risiko dan bergejala demam,
batuk, sesak napas, serta rontgen menunjukkan pneumonia: LPV/r 200 mg/50 mg,
2 x 2 tablet per hari; atau Darunavir/ritonavir (DRV/r) 800 mg/100 mg, 1 x 1
tablet per hari; atau Darunavir/cobicistat 800 mg/150 mg, 1 x 1 tablet per hari;
DAN klorokuin fosfat 2 x 500 mg/hari atau hidroksiklorokuin (HCQ) 2 x 200
mg/hari. Terapi diberikan selama 5-20 hari berdasarkan perubahan klinis.
3. Pada kasus membutuhkan terapi oksigen atau perburuk secara cepat, terapi poin
2 dihentikan dan diganti remdesivir (RDV) 200 mg (hari 1) dilanjutkan 100 mg
(hari 2-10) dan klorokuin 2 x 500 mg/hari atau HCQ 200 mg, 2 kali perhari. Obat
selama 5-20 hari, berdasarkan perubahan klinis. Jika nilai Brescia COVID
respiratory severity scale (BCRSS) ≥2, berikan deksametason 20 mg/hari selama 5
hari dilanjutkan 10 mg/hari selama 5 hari dan/atau tocilizumab.
- Pneumonia
Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan antibiotik
tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian antibitotik
bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman penyebab infeksi, akan
tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan antibiotik empiris dan terapi suportif
perlu diberikan untuk menjaga kondisi pasien.
Setelah mendapatkan perbaikan dengan antibiotik intravena pada pasien rawat inap
maka jika terapi secepatnyadiganti ke oral dengan syarat; hemodinamik stabil, gejala
klinis membaik, dapat minum obat per oral dan fungsi gastrointestinal baik. Terapi
sulih atau switch terapi dapat dengan 3 cara yaitu sequential,switch over, dan step
down. Pasien akan dipulangkan jika dalam waktu 24 jam tidak ditemukan salah satu
dibawah ini : Suhu > 37, 80 C Nadi > 100 menit Frekuensi napas > 24/ minute
Distolik < 90 mmHg Saturasi oksigen < 90% Tidak dapat makan per oral
- Covid 19
Prognosis: dipengaruhi banyak faktor. Studi Yang X, dkk. melaporkan tingkat
mortalitas pasien COVID-19 berat mencapai 38% dengan median lama
perawatan ICU hingga meninggal sebanyak 7 hari. Peningkatan kasus yang
cepat dapat membuat rumah sakit kewalahan dengan beban pasien yang tinggi.
Hal ini meningkatkan laju mortalitas di fasilitas tersebut. Laporan lain
menyatakan perbaikan eosinofil pada pasien yang awalnya eosinofil rendah
diduga dapat menjadi prediktor kesembuhan.
Komplikasi: Komplikasi utama pada pasien COVID-19 adalah ARDS, tetapi
Yang, dkk. menunjukkan data dari 52 pasien kritis bahwa komplikasi tidak
terbatas ARDS, melainkan juga komplikasi lain seperti gangguan ginjal akut
(29%), jejas kardiak (23%), disfungsi hati (29%), dan pneumotoraks (2%).
Komplikasi lain yang telah dilaporkan adalah syok sepsis, koagulasi
intravaskular diseminata (KID), rabdomiolisis, hingga pneumomediastinum.
- Pneumonia
Prognosis: Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak
ditemukannya antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia,
penyakit dasar dan kondisi pasien. Secara umum angka kematian pneumonia
pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada
orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis
hepatis, penyakit paru obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia,
ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan
petanda prognosis yang buruk. Kuman gram negatif menimbulkan prognosis
yang lebih jelek. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak
ditemukannya antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia,
penyakit dasar dan kondisi pasien. Secara umum angka kematian pneumonia
pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada
orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis
hepatis, penyakit paru obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia,
ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan
petanda prognosis yang buruk. Kuman gram negatif menimbulkan prognosis
yang lebih jelek
Komplikasi: Efusi pleura, Empyema, Abses Paru, Pneumotoraks, Gagal napas,
Sepsis. Komplikasi ekstrapulmoner non infeksius bisa terjadi gagal ginjal, gagal
jantung, emboliparu/infark paru, dan infark miokard akut acute
respiratory distresssyndrome (ARDS), gagal organ jamak, dan pneumonia
nosokomial.
DAFTAR PUSTAKA :
1. Dahlan, F. 2000. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FK UI
2. Rahmawati, FA. 2014. Angka Kejadian Pneumonia pada Pasien Sepsis di ICU
RSUP Dr. Kariadi Semarang
3. Sudoyo, Aru W. dkk (Editor). 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Ed 5.
Jakarta : Interna Publishing
4. Wilson LM. Penyakit pernapasan restriktif dalam Price SA, Wilson LM. 2012.
Patofisiologi: konsep klinis prosses-proses penyakit E/6 Vol.2. Jakarta:EGC.
5. Luttfiya MN, Henley E, Chang L. Diagnosis and treatment of community acquired
pneumonia. American Family Physician. 2010;73(3)
6. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia: Pneumonia Komuniti,
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003
7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia COVID-19: Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia Tahun 2020
8. Hussain A, Kaler J, Tabrez E, et al. (May 18, 2020) Novel COVID-19: A
Comprehensive Review of Transmission, Manifestation, and Pathogenesis. Cureus
12(5): e8184
9. Adityo Susilo,dkk. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini Coronavirus
Disease 2019: Review of Current Literatures. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. Maret
2020; 7(1)
10. Metlay JP, Waterer GW, Long AC, Anzueto A, Brozek J, Crothers K, et al. Diagnosis
and Treatment of Adults with Communityacquired Pneumonia: An Official Clinical
Practice Guideline of the American Thoracic Society and Infectious Diseases Society
of America. Am J Respir Crit Care Med.Vol: 200 Iss 7; pp e45– e67 29. 2014
11. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P). Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease (COVID-19) Revisi Ke-4.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI; 2020
12. Allen JN. Eusinophilic Lung Disease, dalam James CD, dkk (editor). Baum's
Textbook of Pulmonary Diseases. Philadephia: Lippincott W & W.2004
13. Said M. Pneumonia. Dalam: Rahajoe NN. Supriyatno B. Setyanto DB. penyunting.
Buku ajar respirologi anak. Edisi I cetakan 2. Jakarta: Badan Penerbit !DAI: 2010