Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL 3

MEREBAKNYA SUATU PENYAKIT EPIDEMI BARU YANG VIRULEN

Pengampu: dr.Hema Dewi Anggraheny,M.Kes


Disusun oleh :
Kelompok 12
Pertemuan I
Moderator : Sophie Isfa Kartika Sari (H2A018149)
Sekretaris : Putri Nadia Ramadhani (H2A018150)
Pertemuan II
Moderator : Dhin Syihabudin (H2A018142)
Sekretaris : Sophie Isfa Kartika Sari (H2A018149)
Anggota:
1.   Aliyah Ari Juliani (H2A018031)
2. Jasmin Athaya Hayuning Putri (H2A018047)
3. Dyah Ayu Wulansari (H2A018067)
4. Muhammad Ivan Ardiansyah (H2A018072)
5. Eros Bimo Laksmana (H2A018120)
6. Ummu Syafa`ah (H2A018133)
7. Nissa Anggreini (H2A018140)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2020
Skenario 3. Merebaknya suatu penyakit epidemi baru yang virulen

Pak Robert usia 60 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari
yang lalu. Keluhan disertai dengan demam tinggi dan batuk berdahak. Pak Robert memiliki
riwayat bepergian ke China 1 minggu yang lalu,sehingga dikawatirkan dia tertular virus
(wuhan corona virus) yang sedang merebak disana. Dokter kemudian melakukan beberapa
test diagnostic. Keluarga merasa khawatir pak robert menderita virus yang sedang merebak
tersebut.

STEP 1 .Clarify Unfamiliar Terms (Klarifikasi istilah)

1. Demam :Proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh
ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C).
2. Virulen : Derajat patogenisitas mikroorganisme yang ditunjukkan oleh beratnya
penyakit yang dihasilkan dan kemampuannya untuk menginvasi jaringan hospes;
secara lebih luas, kemampuan setiap agen penyebab infeksi untuk menimbulkan efek
patologis
3. Virus :Agen infeksius yang sangat kecil dan dengan beberapa pengecualian, tidak
dapat dilihat dilihat dengan mikroskop cahaya, tidak mampu melakukan metabolisme
sendiri dan hanya mampu bereplikasi dalam sel hospes yang hidup; partikel
tunggalnya (virion) terdiri dari asam nukleat (nukleoid)–DNA atau RNA (tetapi tidak
keduanya)–dan selubung protein (kapsid), yang membungkus serta melindungi asam
nukleat serta berlapis-lapis
4. Test diagnostic : Sebuah cara (alat) untuk menentukan apakah seseorang menderita
penyakit atau tidak,berdasar adanya tanda dan gejala pada orang tersebut
5. Corona virus :Virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak bersegmen.
Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae. Berbentuk khas
seperti mahkota dengan glikoprotein spike di permukaannya
STEP 2. Define the Problems (Merumuskan masalah)

1. Apa hubungan sesak napas dengan batuk berdahak?


2. Apa saja factor risiko yang dapat meningkatkan penyakit ini ?
3. Apa hubungan usia dan keluhan pasien?
4. Apa itu corona virus?
5. Bagaimana transmisi virus tersebut?
6. Mengapa virus tersebut dapat menyebabkan masalah pernapasan?
7. Apa gejala dan tanda pada penyakit pasien?
8. Apa saja tes diagnosis yang perlu dilakukan?
9. Apa penyebab pak Robert demam tinggi?

Step 3. Brainstorm Possible Hypothesis or Explanation (Melakukan curah pendapat


dan kesimpulan sementara)

1. Apa hubungan sesak napas dengan batuk berdahak?


Batuk diperlukan oleh penderita sesak nafas sebagai salah satu cara melegakan aliran
udara yang tersedak didalam tenggorokan dan mengeluarkan lender yang menyumbat
penyebab sulitnya aliran udara dan oksigen untuk masuk ke paru-paru.
Bahkan pada keadaan yang kronis, penderita sesak nafas sering mengalami batuk
kering hingga batuk darah. Untuk mengekspresikannya atau melegakan nafas
penderita harus melakukan batuk. Hal ini disebabkan oleh (1) stimulasi refleks batuk
oleh benda asing yang masuk ke dalam larink, (2) akumulasi sekret pada saluran
pernapasan bawah. Bronkitis kronik,asma,tuberkulosis,dan pneumonia merupakan
penyakit dengan gejala batuk yang mencolok.

2. Apa saja factor risiko yang dapat meningkatkan penyakit ini ?


COVID-19 dapat menyebabkan gejala ringan termasuk pilek, sakit tenggorokan,
batuk, dan demam. Sekitar 80% kasus dapat pulih tanpa perlu perawatan khusus.
Sekitar 1 dari setiap 6 orang mungkin akan menderita sakit yang parah, seperti disertai
pneumonia atau kesulitan bernafas, yang biasanya muncul secara bertahap. Walaupun
angka kematian penyakit ini masih rendah (sekitar 3%), namun bagi orang yang
berusia lanjut, dan orang-orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya
(seperti diabetes, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung), mereka biasanya lebih
rentan untuk menjadi sakit parah. Melihat perkembangan hingga saat ini, lebih dari
50% kasus konfirmasi telah dinyatakan membaik, dan angka kesembuhan akan terus
meningkat.

3. Apa hubungan usia dan keluhan pasien?


Perubahan pada Lansia dan hubungannya dengan infeksi virus Corona
Pada Sistem Respirasi,Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi, aktivitas
silia menurun, paru-paru dan bronkus kehilangan elastisitas, oksigen arteri menurun,
serta kemampuan refleks batuk berkurang. Pada proses penuaan terjadi perubahan
jaringan ikat paru, kapasitas total tetap, tetap volume cadangan paru bertambah untuk
kompensasi kenaikan ruang paru dan udara yang mengalir ke paru
berkurang.Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan gejala-
gejala pada sistem respirasi seperti demam, batuk, bersin, dan sesak napas. Pasien
COVID-19 dengan pneumonia berat ditandai dengan demam, ditambah salah satu dari
gejala: 1. frekuensi pernapasan >30x/menit; 2. distres pernapasan berat; atau 3.
saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen. Pada pasien geriatri dapat muncul
gejala-gejala yang atipikal.Sekitar 80% orang yang terinfeksi mengalami gejala yang
cukup ringan. Tetapi 20% mengalami gejala yang serius, dan sekitar 2% psien di
Tiongkok, meninggal dunia. Ini sepertinya tergantung seberapa kuatnya sistem
imunitas orang yang terinfeksi tersebut. Lansia atau orang yang punya masalah
kesehatan seperti diabetes atau penyakit kronis lainnya, kemungkinan besar akan
mengalami gejala yang lebih berat. Pasien dengan kondisi parah seperti ini dapat
sembuh hanya dengan perawatan dan dukungan yang intensif – cairan infus,
dukungan alat pernafasan, dan perawatan lainnya, sehingga mereka bisa bertahan
melalui gejala berat yang dialami saat imunitas tubuh berperang melawan
koronavirus.

4. Apa itu corona virus?


Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak
bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae.
Coronaviridae dibagi dua subkeluarga dibedakan berdasarkan serotipe dan
karakteristik genom. Terdapat empat genus yaitu alpha coronavirus, betacoronavirus,
deltacoronavirus dan gamma coronavirus.
Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari
gejala ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui
menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum pernah
diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 ini dinamakan
Sars-CoV-2. Virus corona adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia).
Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak (civet cats)
ke manusia dan MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang menjadi sumber
penularan COVID-19 ini sampai saat ini masih belum diketahui.

5. Bagaimana transmisi virus tersebut?


Saat ini, penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia menjadi sumber
transmisi utama sehingga penyebaran menjadi lebih agresif. Transmisi SARS-CoV-2
dari pasien simptomatik terjadi melalui droplet yang keluar saat batuk atau bersin.
Selain itu, telah diteliti bahwa SARS-CoV-2 dapat viabel pada aerosol (dihasilkan
melalui nebulizer) selama setidaknya 3 jam.WHO memperkirakan reproductive
number (R0 ) COVID-19 sebesar 1,4 hingga 2,5. Namun, studi lain memperkirakan
R0 sebesar 3,28.
Beberapa laporan kasus menunjukkan dugaan penularan dari karier asimtomatis,
namun mekanisme pastinya belum diketahui. Kasus-kasus terkait transmisi dari karier
asimtomatis umumnya memiliki riwayat kontak erat dengan pasien COVID-19.
Beberapa peneliti melaporan infeksi SARS-CoV-2 pada neonatus. Namun, transmisi
secara vertikal dari ibu hamil kepada janin belum terbukti pasti dapat terjadi. Bila
memang dapat terjadi, data menunjukkan peluang transmisi vertikal tergolong kecil.
Pemeriksaan virologi cairan amnion, darah tali pusat, dan air susu ibu pada ibu yang
positif COVID-19 ditemukan negatif.

6. Mengapa virus tersebut dapat menyebabkan masalah pernapasan?


Saat virus ini berkembang, mereka mulai menginfeksi sel-sel di sekitarnya. Gejalanya
biasanya mulai terasa di belakang tenggorokan, berupa rasa nyeri tenggorokan dan
batuk kering. Lalu virus dengan cepat merambat masuk ke saluran pangkal paru-paru,
hingga masuk ke paru-paru. Proses ini merusak jaringan pada paru-paru, membuat
jaringan ini membengkak, sehingga lebih sulit bagi paru-paru untuk memasok oksigen
dan menyalurkan keluar karbondioksida. Pembengkakan pada jaringan paru dan
kurangnya oksigen dalam darah membuat jaringan tersebut terisi dengan cairan,
nanah dan sel yang mati. Pneumonia, radang paru-paru, bisa muncul. Ini bisa
membuat pasien mengalami kesulitan bernafas sehingga butuh alat bantu pernafasan
(ventilator). Dalam beberapa kasus, terjadi yang disebut Sindrom Kesulitan
Pernafasan Akut (Acute Respiratory Distress Syndrome), sehingga bahkan dengan
ventilator pun, pasien bisa meninggal karena kesulitan pernafasan.

7. Apa gejala dan tanda pada penyakit pasien?


Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat. Gejala klinis
utama yang muncul yaitu demam (suhu > 38 oC), batuk dan kesulitan bernafas. Selain
itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue, myalgia, gejala gastrointestinal
seperti diare dan gejala saluran napas lain. Setengah dari pasien timbul sesak dalam
satu minggu. Pada kasus berat perburukan secara cepat dan progresif, seperti ARDS,
syok sepsis, asidosis metabolic yang sulit dikoreksi dan perdarahan atau disfungsi
sistem koagulasi dalam beberapa hari. Pada beberapa pasien,gejala yang muncul
ringan, bahkan tidak disertai dengan demam. Kebanyakan pasien memiliki prognosis
baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan meninggal. Berikut sindrom
klinis yang dapat muncul jika terinfeksi
 Tidak berkomplikasi
Kondisi ini merupakan kondisi teringan. Gejala yang muncul berupa gejala yang tidak
spesifik. Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk, dapat disertai dengan nyeri
tenggorokan, kongerti hidung, malaise, sakit kepala, dan nyeri otot. Perlu diperhatikan
bahwa pada pasien lanjut usia dan pada pasien immunocompromised presentasi gejala
menjadi tidak khas atau atipikal. Selain itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai
dengan demam dan gejala relative ringan. Pada kondisi ini pasien tidak memiliki
gejala komplikasi dianaranya dehidrasi, sepsis atau napas pendek.
 Pneumonia ringan
Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak. Namun tidak ada tanda
pneumo berat. Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat ditandai dengan batuk,
susah bernapas atau tampak sesak disertai napas cepat atau takipneu tanpa adanya
tanda pneumonia berat.
Definisi takipnea pada anak:
a) < 2 bulan : ≥ 60x/menit
b) 2-11 bulan : ≥ 50x/menit
c) 1-5 tahun : ≥ 40x/menit
d) Pneumonia berat
 Pada pasien dewasa
a) Gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi saluran
napas
b) Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas: > 30x/menit),
distress pernapasan berat atau saturasi oksigen pasien <90 % udara
luar.
 Pada pasien anak-anak:
 Gejala : batuk atau tampk sesak, ditambah satu diantaranya sebagai berikut :
 Sianosis central / SpO2 > 90 %
 Distress napas berat (retraksi dada berat)
 Pneumonia dengan tanda bahaya (tidak mau menyusu atau minum; letargi atau
penurunan kesadaran; atau kejang)

8. Apa saja tes diagnosis yang perlu dilakukan?

1. Pemeriksaan Antigen-Antibodi
 Tes serologi yang mendeteksi antibodi sebagai respon dari infeksi virus
penyebab COVID-19. Spesimen yang digunakan adalah darah atau serum.
 Hasil tes bisa diketahui dalam waktu kurang lebih 15 menit
 Portable dan dapat digunakan dimana saja (point-of –care testing). Biaya yang
diperlukan relatif rendah.
 Karena tes ini mendeteksi antibodi, tes ini paling baik digunakan saat antibodi
sudah terbentuk yang terbentuk dan jumlahnya cukup untuk dideteksi berkisar
1 minggu setelah munculnya gejala. Sehingga tes ini tidak dapat dijadikan
untuk menyatakan seseorang sedang sakit COVID -19 atau tidak. IgM dan IgA
dilaporkan terdeteksi mulai hari 3-6 setelah onset gejala, sementara IgG mulai
hari 10-18 setelah onset gejala.
 Keterbatasan lainnya adalah hasil tes ini rentan terjadi negatif palsu ataupun
positif palsu. Jika hasil tes reaktif, perlu dikonfirmasi dengan PCR
 WHO tidak merekomendasikan tes ini untuk kepentingan klinis namun
digunakan untuk kepentingan penelitian dan surveilans

2. Pemeriksaan Virologi/real-time reverse transcription polymerase chain reaction


(rRT-PCR)

 Metode pemeriksaan molekular yang mendeteksi asam nukleat virus.


Spesimen yang umumnya digunakan adalah usapan nasofaring atau hidung
dan sputum.
 Hasil tes bisa diketahui dalam waktu 24 jam
 Saat ini, hasil pemeriksaan PCR menjadi baku emas atau standar penentu
seseorang dinyatakan sakit COVID-19 atau tidak. Sampel dikatakan positif
(konfirmasi SARS-CoV-2) bila rRT-PCR positif pada minimal dua target
genom (N, E, S, atau RdRP) yang spesifik SARS-CoV-2; ATAU rRT-PCR
positif betacoronavirus, ditunjang dengan hasil sequencing sebagian atau
seluruh genom virus yang sesuai dengan SARS-CoV-2.
 Akurat namun prosedur pengujian membutuhkan waktu yang relatif lama dan
mahal. Pemeriksaan ini membutuhkan tingkat keamanan laboratorium
minimal BSL-2

3. Pemeriksaan TCM (Tes Cepat Molekuler)

 Metode pemeriksaan molekular yang mendeteksi asam nukleat virus. Sampel


yang digunakan adalah swab nasofaring ataupun aspirat nasal.
 Hasil tes bisa diketahui kurang dari 1 jam
 TIngkat akurasi tinggi. Alat TCM tersebar di hampir seluruh kab/kota di
Indonesia.
 Dibutuhkan biaya yang cukup tinggi untuk satu kali pemeriksaan per
spesimen. Pemeriksaan ini membutuhkan tingkat keamanan laboratorium
minimal BSL -2

Spesimen yang dapat digunakan tergantung pada insert kit alat TCM dan PCR, dapat
berupa: swab nasofaring, swab orofaring, sputum, aspirat saluran napas bawah,
bronchoalveolar lavage (BAL), aspirat nasofaring atau aspirat nasal.
9. Apa penyebab pak Robert demam tinggi?
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen
adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen
eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen
eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme
seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang
dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen
yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen
endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini
pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat
mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit,
dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau
reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal
dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen
endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin
(Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan
meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus
akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga
ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil,
vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan
terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada
akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut
(Sherwood, 2001).
Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan.
Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang
ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang
berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan
menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase keseimbangan antara
produksi panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat.
Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai
dengan vasodilatasi pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk
menghilangkan panas sehingga tubuh akan berwarna kemerahan.

STEP 4. Arrange Explanations Into Tentative Solutions/ Analyze the problem


(Inventarisasi masalah secara sistematis dengan problem tree)

COVID 19 dan
Pneumonia

Prognosis
Etiologi, Penegakan Diagnosis Tata
Patofisiologi dan
Epidemiologi Diagnosis Banding Laksana
Komplikasi

STEP 5. Defining Learning Objective ( Merumuskan sasaran belajar)

PNEUMONIA DAN COVID-19


1. Epidemiologi
2. Etiology
3. Patofisiologi
4. Manifestasi Klinis
5. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, dan Pemeriksaan Penunjang
6. Diagnosis Banding
7. Tata Laksana
8. Komplikasi dan Prognosis
9. Peran dokter Keluarga dan AIK

STEP 6. Belajar Mandiri


STEP 7

1. Epidemiologi

- Covid 19
Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19 di China
setiap hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal Februari 2020.
Awalnya kebanyakan laporan datang dari Hubei dan provinsi di sekitar, kemudian
bertambah hingga ke provinsi-provinsi ain dan seluruh China.7 Tanggal 30
Januari 2020, telah terdapat 7.736 kasus terkonfirmasi COVID-19 di China, dan
86 kasus lain dilaporkan dari berbagai negara seperti Taiwan, Thailand, Vietnam,
Malaysia, Nepal, Sri Lanka, Kamboja, Jepang, Singapura, Arab Saudi, Korea
Selatan, Filipina, India, Australia, Kanada, Finlandia, Prancis, dan Jerman.8
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah
dua kasus.9 Data 31 Maret 2020 menunjukkan kasus yang terkonfirmasi
berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian.10 Tingkat mortalitas COVID-19
di Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia
Tenggara.5,11 Per 30 Maret 2020, terdapat 693.224 kasus dan 33.106 kematian di
seluruh dunia. Eropa dan Amerika Utara telah menjadi pusat pandemi COVID-19,
dengan kasus dan kematian sudah melampaui China. Amerika Serikat menduduki
peringkat pertama dengan kasus COVID-19 terbanyak dengan penambahan kasus
baru sebanyak 19.332 kasus pada tanggal 30 Maret 2020 disusul oleh Spanyol
dengan 6.549 kasus baru. Italia memiliki tingkat mortalitas paling tinggi di dunia,
yaitu 11,3%.

- Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang dapat menyebabkan
kelainan difusi dan memiliki angka mortalitas yang tinggi. Infeksi saluran napas
bawah termasuk pneumonia menduduki urutan ke-3 dari 30 penyebab kematian di
dunia. Di Amerika, rerata insidens tahunan adalah 6 per 1000 pada kelompok
umur 18 – 39 tahun dan meningkat menjadi 34 per 1000 pada kelompok umur di
atas 75 tahun. Sekitar 20 – 40 % pasien pneumonia komunitas memerlukan
perawatan rumah sakit dan sekitar 5 – 10 % memerlukan perawatan intensif. Di
Indonesia pneumonia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit
dengan proporsi kasus 53,95% laki-laki dan 46,05% perempuan, dengan crude
fatality rate (CFR) 7,6%, paling tinggi bila dibandingkan penyakit lainnya.
Jenis pneumonia yang terdiagnosis pada layanan primer adalah pneumonia
komunitas (CAP) dan pneumonia terkait pelayanan fasilitas kesehatan (HAP).
Pada penelitian di Belanda, 79 % kasus pneumonia komunitas terdiagnosis di
dokter layanan primer. Diagnosis dan keputusan untuk merujuk ke rumah sakit
didasari dengan penilaian klinis dan sistem penilaian derajat keparahan. Penilaian
riwayat penyakit serta klinis penting untuk menentukan terapi antibiotika yang
tepat dan adekuat.
Klasifikasi pneumonia:
1. Berdasarkan klinis dan epideologis :
 Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
 Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
 Pneumonia aspirasi
 Pneumonia pada penderita Immunocompromised. Pembagian ini
penting untuk memudahkan penatalaksanaan.

2. Berdasarkan bakteri penyebab

 Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa


bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita
pasca infeksi influenza.
 Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
 Pneumonia virus
 Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised)

3. Berdasarkan predileksi infeksi

 Pneumonia lobaris. Sering pada bakterial, jarang pada bayi dan orang
tua. Pneumonia yang melibatkan satu lobus atau segmen, penyebab
terbanyak yaitu S.pneumoniae. kemungkinan sekunder disebabkan
adanya obstruksi bronchus.
 Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat
multifocalpada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun
virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan
obstruksi bronkus
 Pneumonia interstisial

2. Etiology

- Covid 19
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus
betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk
dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah Severe
Acute Respiratory Illness (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas
dasar ini, International Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama
SARS-CoV-2. Sekuens SARSCoV-2 memiliki kemiripan dengan coronavirus
yang diisolasi pada kelelawar, sehingga muncul hipotesis bahwa SARS-CoV-2
berasal dari kelelawar yang kemudian bermutasi dan menginfeksi manusia.
Coronavirus merupakan virus RNA yang memiliki amplop, tidak bersegmen,
beruntai tunggal, sense positif. Istilah Corona diambil karena penampakannya
yang menyerupai korona atau mahkota yang terlihat pada mikroskop elektron.
Virus corona bersifat spesifik terhadap inangnya dan dapat menginfeksi baik
manusia maupun hewan dan menimbulkan beragam sindrom klinis. Ukuran
partikel Coronavirus berkisar antara 120 hingga 160 nm. Terdapat enam tipe
Coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu Coronavirus alfa 229E dan
NL63, Coronavirus beta OC43, HKU1, severe acute respiratory syndrome (SARS-
CoV) dan Middle East respiratory syndrome (MERS-CoV).

- Pneumonia
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri,
virus, jamur, dan protozoa. Pneumoni komunitas yang diderita oleh masyarakat
luar negeri banyak disebabkan gram positif, sedangkan pneumonia rumah sakit
banyak disebabkan gram negatif. Dari laporan beberapa kota di Indonesia
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita komunitas adalah bakteri gram
negatif. Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan
nosokomial:
a. Yang didapat di masyarakat: Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma
pneumonia, Hemophilus influenza, Legionella pneumophila, chlamydia
pneumonia, anaerob oral, adenovirus, influenza tipe A dan B.
b. Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negative (E. coli, Klebsiella
pneumonia), Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, anaerob oral.
c. Virus, disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui droplet,
biasanyamenyerang pada pasien dengan imunodefisiensi. Diduga virus
penyebabnya adalah cytomegalivirus, herpes simplex virus, varicella zooster
virus
d. Fungi, Infeksi pneumonia akibat jamur biasanya disebabkan oleh
jamuropportunistik, dimana spora jamur masuk ke dalam tubuh saat
menghirup udara.Organisme yang menyerang adalah Candida sp.,Aspergillus
sp., Cryptococcus neoformans.

3. Patofisiologi

- Covid 19
Ada 3 transmisi utama penyebaran COVID-19:

1. Melalui droplet: ketika droplet pernapasan pasien terinfeksi keluar saat


bersin atau batuk
2. Melalui kontak: ketika menyentuh benda yang terkontaminasi virus
kemudian menyentuh mulut, hidung, atau mata
3. Aerosol: ketika droplet pernapasan bercampur diudara, membentuk aerosol
dan menyebabkan infeksi saat menghirup aerosol.

Masa inkubasi berkisar dari 1-14 hari. Variasi dalam periode inkubasi
dikaitkan dengan usia pasien di atas usia 60 tahun yang biasanya
mengembangkan gejala lebih cepat dibandingkan dengan yang lain. Ketika
virus SARS-CoV2 ditransmisikan melalu droplet pernapasan, virus masuk ke
host melalui membrane mucosa, menuju tractus respiratorius dan masuk ke
alveoli paru. Di alveoli, protein spike virus berikatan dengan reseptor ACE 2
pada sel pneumosit tipe II. Virus kemudian masuk ke sitoplasma dan
melakukan replikasi gen dari RNA genom virus membentuk polyprotein dari
ribosom sel inang. Polyprotein inilah yang akan meningkatkan viral load.
Polyprotein yang matang akan kembali menuju alveoli, sel pneumosit II di
hancurkan sehingga merangsang pengeluarkan mediator inflamasi seperti
sitokin yang akan menyebabkan demam.Selanjutnya, mediator inflamasi
seperti interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), and tissue necrosis factor-
alpha (TNF-α) akan masuk ke aliran darah dan menyebabkan dilatasi otot
polos seiring dengan kontraksi sel endothelial pembuluh darah. Hal ini
menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler. Saat permeabilitas kapiler
meningkat, plasma dari aliran darah akan bocor ke ruang interstitial,
menyebabkan edema alveolar.

Selain itu produksi surfaktan yang juga berkurang akibat kerusakan sel
pneumosit tipe II akan meningkatkan tegangan alveolar. Runtuhnya alveoli
akan menggangu pertukaran gas, yang menyebabkan hipoksemia refrakter.
Apabila pertukaran gas berkurang sedangkan aktivitas pernapasan meningkat
akibat adanya edema, lama kelamaan akan mengarah ke syndrome gangguan
pernapasan akut (ARDS). Terjadi peningkatan laju pernapasan dan tekanan
darah sebagai dekompensasi penuruan oksigen. Selain itu alveolar yang rusak
akan menyebabkan konsolidasi yang akan menyebabkan hipoksemia, batuk
produktif dan dyspnea akibat penurunan oksigen.

- Pneumonia
Pneumonia terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dan lingkungan sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Kerusakan jaringan paru setelah
kolonisasi suatu mikroorganisme paru  banyak disebabkan oleh reaksi imun dan
peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang
dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung
merusak sel-sel system pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme
mencapai permukaan:
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut, yang terbanyak adalah cara kolonisasi.


Mikroorganisme yang masuk bersama secret bronchus ke dalam alveoli
menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan
infilitrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan
fagositosis sebelum terbentuknya antibody. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke
permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis
sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan. Ada 4 stadium:

1. Stadium Kongesti (4 –  12 jam pertama) Disebut hyperemia. Hiperemia ini


terjadi akibat  pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan  prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
vasodilatasi otot  polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
2. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam selanjutnya)/ permulaan konsolidasi
Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan.

3. Stadium Hepatisasi Kelabu (Konsolidasi)/konsolidasi luas Daerah tempat


terjadi fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyakk

4. Stadium Akhir (Resolusi) Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara


rongga alveoli dicerna secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan
dengan batuk. Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah
sampai pulih mencapai keadaan normal.

4. Manifestasi Klinis

- Covid 19
Masa inkubasi COVID-19 adalah 1 sampai 14 hari, dan pada umumnya terjadi
di hari ke tiga sampai hari ke tujuh. Demam, kelelahan, dan batuk kering
merupakan tanda-tanda umum infeksi corona disertai dengan gejala seperti hidung
tersumbat, pilek, dan diare pada beberapa pasien. Karena beberapa pasien yang
parah tidak mengalami kesulitan bernapas yang jelas dan datang dengan
hipoksemia, sehingga ada perubahan dalam panduan ini menjadi Dalam kasus
yang parah, dispnea dan atau hipoksemia biasanya terjadi setelah satu minggu
setelah onset penyakit, dan yang lebih buruk dapat dengan cepat berkembang
menjadi sindrom gangguan pernapasan akut, syok sepsis, asidosis metabolik yang
sulit ditangani, dan perdarahan dan disfungsi koagulasi, dan lain-lain. Edisi ini
menekankan bahwa pasien dengan kondisi sakit ringan hanya mengalami demam
ringan, kelelahan ringan dan sebagainya, tetap tanpa manifestasi pneumonia.
Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai dari
tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS,
sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau sedang,
13,8% mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan
kritis. Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui. Viremia dan
viral load yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang asimptomatik telah
dilaporkan. Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran
napas atas tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan
atau tanpa sputum), anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau
sakit kepala.

- Pneumonia

Gambaran klinik biasanya ditandai dengan:

- Demam, menggigil, suhu tubuh meningkat >38oC


- Batuk dengan dahak mucoid atau purulent kadang-kadang disertai darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
- Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada yang sakit
dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
- Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian
bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus,
perkusi redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan
pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.

5. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, dan Pemeriksaan Penunjang

- Covid 19
- Anamnesis
Pada anamnesis gejala yang dapat ditemukan yaitu, tiga gejala utama:
demam, batuk kering (sebagian kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak.
Tapi perlu dicatat bahwa demam dapat tidak didapatkan pada beberapa keadaan,
terutama pada usia geriatri atau pada mereka dengan imunokompromis. Gejala
tambahan lainnya yaitu nyeri kepala, nyeri otot, lemas, diare dan batuk darah.
Pada beberapa kondisi dapat terjadi tanda dan gejala infeksi saluran napas akut
berat (Severe Acute Respiratory Infection-SARI). Definisi SARI yaitu infeksi
saluran napas akut dengan riwayat demam (suhu≥ 38 C) dan batuk dengan onset
dalam 10 hari terakhir serta perlu perawatan di rumah sakit. Tidak adanya demam
tidak mengeksklusikan infeksi virus. Definisi Kasus:
A. Pasien dalam pengawasan atau kasus suspek / possible
1) Seseorang yang mengalami:
a. Demam (≥380C) atau riwayat demam
b. Batuk atau pilek atau nyeri tenggorokan
c. Pneumonia ringan sampai berat berdasarkan klinis dan/atau gambaran
radiologis. (pada pasien immunocompromised presentasi kemungkinan atipikal)
DAN disertai minimal satu kondisi sebagai berikut :
● Memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok atau wilayah/ negara yang terjangkit*
dalam 14 hari sebelum timbul gejala
● Petugas kesehatan yang sakit dengan gejala sama setelah merawat pasien infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) berat yang tidak diketahui penyebab / etiologi
penyakitnya, tanpa memperhatikan riwayat bepergian atau tempat tinggal. ATAU

2) Pasien infeksi pernapasan akut dengan tingkat keparahan ringan sampai berat
dan salah satu berikut dalam 14 hari sebelum onset gejala:

a. Kontak erat dengan pasien kasus terkonfirmasi atau probable COVID-19, atau

b. Riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan sudah teridentifikasi), atau

c. bekerja atau mengunjungi fasilitas layanan kesehatan dengan kasus


terkonfirmasi atau probable infeksi COVID-19 di Tiongkok atau wilayah/negara
yang terjangkit.*

d. Memiliki riwayat perjalanan ke Wuhan dan memiliki demam (suhu ≥380C)


atau riwayat demam.

B. Orang dalam Pemantauan: Seseorang yang mengalami gejala demam atau


riwayat demam tanpa pneumonia yang memiliki riwayat perjalanan ke Tiongkok
atau wilayah/negara yang terjangkit, dan tidak memiliki satu atau lebih riwayat
paparan diantaranya: ● Riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19
● Bekerja atau mengunjungi fasilitas kesehatan yang berhubungan dengan pasien
konfirmasi COVID-19 di Tiongkok atau wilayah/negara yang terjangkit (sesuai
dengan perkembangan penyakit), ● Memiliki riwayat kontak dengan hewan
penular (jika hewan penular sudah teridentifikasi) di Tiongkok atau
wilayah/negara yang terjangkit (sesuai dengan perkembangan penyakit.

C. Kasus Probable: Pasien dalam pengawasan yang diperiksakan untuk COVID-


19 tetapi inkonklusif atau tidak dapat disimpulkan atau seseorang dengan hasil
konfirmasi positif pan-coronavirus atau beta coronavirus.
D. Kasus terkonfirmasi: Seseorang yang secara laboratorium terkonfirmasi
COVID-19.

- Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau beratnya
manifestasi klinis.
● Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran
● Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat, tekanan
darah normal atau menurun, suhu tubuh meningkat. Saturasi oksigen dapat normal
atau turun.
● Dapat disertai retraksi otot pernapasan
● Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis dan
dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah konsolidasi, suara napas
bronkovesikuler atau bronkial dan ronki kasar
- Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks Pada
pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi subsegmental, lobar
atau kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass. Pada stage awal, terlihat
bayangan multiple plak kecil dengan perubahan intertisial yang jelas
menunjukkan di perifer paru dan kemudian berkembang menjadi bayangan
multiple ground-glass dan infiltrate di kedua paru. Pada kasus berat, dapat
ditemukan konsolidasi paru bahkan “white-lung” dan efusi pleura (jarang).
2. Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah
● Saluran napas atas dengan swab tenggorok(nasofaring dan orofaring)
● Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan
endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal).
Untuk pemeriksaan RT-PCR SARS-CoV-2, (sequencing bila tersedia). Ketika
melakukan pengambilan spesimen gunakan APD yang tepat. Ketika mengambil
sampel dari saluran napas atas, gunakan swab viral (Dacron steril atau rayon
bukan kapas) dan media transport virus. Jangan sampel dari tonsil atau hidung.
Pada pasien dengan curiga infeksi COVID-19 terutama pneumonia atau sakit
berat, sampel tunggal saluran napas atas tidak cukup untuk eksklusi diagnosis dan
tambahan saluran napas atas dan bawah direkomendasikan. Klinisi dapat hanya
mengambil sampel saluran napas bawah jika langsung tersedia seperti pasien
dengan intubasi. Jangan menginduksi sputum karena meningkatkan risiko
transmisi aerosol. Kedua sampel (saluran napas atas dan bawah) dapat
diperiksakan jenis patogen lain.
Bila tidak terdapat RT-PCR dilakukan pemeriksaan serologi. Pada kasus
terkonfirmasi infeksi COVID-19, ulangi pengambilan sampel dari saluran napas
atas dan bawah untuk petunjuk klirens dari virus. Frekuensi pemeriksaan 2- 4 hari
sampai 2 kali hasil negative dari kedua sampel serta secara klinis perbaikan,
setidaknya 24 jam. Jika sampel diperlukan untuk keperluan pencegahan infeksi
dan transmisi, specimen dapat diambil sesering mungkin yaitu harian.
3. Bronkoskopi
4. Pungsi pleura sesuai kondisi
5. Pemeriksaan kimia darah : ● Darah perifer lengkap Leukosit dapat ditemukan
normal atau menurun; hitung jenis limfosit menurun. Pada kebanyakan pasien
LED dan CRP meningkat. ● Analisis gas darah ● Fungsi hepar (Pada beberapa
pasien, enzim liver dan otot meningkat) ● Fungsi ginjal ● Gula darah sewaktu ●
Elektrolit ● Faal hemostasis ( PT/APTT, d Dimer), pada kasus berat, Ddimer
meningkat ● Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis) ● Laktat (Untuk menunjang
kecurigaan sepsis)
6. Biakan mikroorganisme dan uji kepekaan dari bahan saluran napas
(sputum, bilasan bronkus, cairan pleura) dan darah. Kultur darah untuk bakteri
dilakukan, idealnya sebelum terapi antibiotik. Namun, jangan menunda terapi
antibiotik dengan menunggu hasil kultur darah)
7. Pemeriksaan feses dan urin (untuk investasigasi kemungkinan penularan).

- Pneumonia
 Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 40o C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen
kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda konsolidasi, dan ronki.
Tanda konsolidasi pada pemeriksaan fisik paru antara lain:
- Inspeksi : Terlihat bagiam yang sakit tertinggal saat bernapas.
- Palpasi : fremitus meningkat pada bagian yang sakit.
- Perkusi : redup di bagian yang sakit.
- Auskultasi : Terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang
dapat disertai ronki.

 Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi: pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral)
merupakan pemeriksaan penunjang utama (gold standard) untuk
menegakkan diagnosis pneumonia. Gambaran radiologis dapat berupa
infiltrat sampai konsoludasi dengan air bronchogram, penyebaran
bronkogenik dan intertisial serta gambaran kavitas. Foto toraks saja
tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran
pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat
bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus
atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.

Pneumonia Lobaris Bronchopneumonia

2. Laboratorium: peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 -


40.000 /ul, Leukosit polimorfonuklear dengan banyak bentuk.
Meskipun dapat pula ditemukan leukopenia. Hitung jenis menunjukkan
shift to the left, dan LED meningkat.
3. Mikrobiologi: diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk
mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi
antigen polisakarida pneumokokkus.
4. Analisa Gas Darah: ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada
beberapa kasus, tekanan parsial karbondioksida (PCO2) menurun dan
pada stadium lanjut menunjukkan asidosis respiratorik.

6. Diagnosis Banding

- Covid 19
Pasien COVID-19 dapat datang dengan manifestasi klinis yang beragam sehingga
diagnosis bandingnya meliputi gejala pada saluran napas dan di luar saluran
napas. Diagnosis banding penyakit infeksi saluran napas dengan mikroorganisme
penyebab lain:
o Adenovirus
o Coronavirus lainnya
o Chlamydia pneumoniae
o Influenza (28% pasien COVID-19 mengalami influenza)
o Human metapneumovirus (HmPV)
o Human rhinovirus/enterovirus
o Legionella pneumophilia
o Mycoplasma pneumoniae
o Parainfluenza
o Pneumocystis jirovecii (in immunocompromised hosts)
o Respiratory syncytial virus (RSV)
o Rhinovirus (common cold)
o Infectious mononucleosis
o Acute HIV
 Pneumonia primer karena virus atau bakteri seperti :
o Streptococcus pneumoniae pneumonia
o Haemophilus influenzae pneumonia
o Moraxella catarrhalis pneumonia
 Keadaan akut pada paru seperti :
o edema paru
o embolisme paru
o eksaserbasi penyakit paru obstruktif kronis
o asma
o hipertensi pulmoner/cor pulmonale
o acute respiratory distress syndrome (ARDS)
o pneumonitis
 Kelainan pada jantung, seperti :
o sindrom coroner akut
o gagal jantung
o penyakit katup jantung
 Lainnya : tumor, acute chest syndrome (pada sickle cell disease)
 Selain penyakit yang melibatkan saluran napas, seorang pasien dengan
COVID-19 juga dapat menampilkan tanda dan gejala lain, di luar sistem
pernapasan. Sehingga diagnosis bandingnya meluas:
o diare dan gangguan pencernaan lainnya, hampir 50% pasien COVID-19
mengalami gejala gastrointestinal terutama diare. Sebanyak 19.4% pasien
mengalami diare terjadi sebagai gejala awal, yang berlangsung 2-14 hari.
o konjungtivitis dan kelainan pada mata lainnya dengan gejala epifora, kongesti
konjungtiva dan khemosis. Sekitar sepertiga (33%) dari seluruh pasien
COVID-19 mengalami kelainan pada mata.
o chikungunya/ Dengue/ infeksi virus lainnya
o malaria
o penyakit lain dengan gejala demam, seperti demam tifoid Bahkan penyakit
non infeksi seperti vaskulitis dan dermatomiositis dapat menjadi diagnosis
banding dari COVID-19. Satu hal penting yang harus diingat adalah bahwa
25% pasien dengan COVID-19 tidak bergejala atau asimtomatik.

- Pneumonia

o Tuberculosis Paru (TB), adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang
produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala
sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan
dan penurunan berat badan
o Atelektasis, adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna
dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak
mengandung udara dan kolaps.
o Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), adalah suatu penyumbatan
menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema atau bronkitis
kronis. COPD lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal. COPD
juga lebih sering terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang
diturunkan
o Bronkhitis, adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru).
Penyakit bronchitis biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh
sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya
penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronchitis bisa
bersifat serius.
o Asma bronkhiale, adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan saluran
pernapasan, sehingga pasien yang mengalami keluhan sesak napas/kesulitan
bernapas. Tingkat keparahan asma ditentukan dengan mengukur kemampuan paru
dalam menyimpan oksigen. Makin sedikit oksigen yang tersimpan berarti semakin
buruk kondisi asma.

7. Tata Laksana

- Covid 19
Saat ini belum tersedia rekomendasi tata laksana khusus pasien COVID-19,
termasuk antivirus atau vaksin. Tata laksana yang dapat dilakukan adalah terapi
simtomatik dan oksigen. Pada pasien gagal napas dapat dilakukan ventilasi
mekanik. National Health Commission (NHC) China telah meneliti beberapa obat
yang berpotensi mengatasi infeksi SARS-CoV-2, antara lain interferon alfa (IFN-
α), lopinavir/ritonavir (LPV/r), ribavirin (RBV), klorokuin fosfat (CLQ/CQ),
remdesvir dan umifenovir (arbidol). Selain itu, juga terdapat beberapa obat
antivirus lainnya yang sedang dalam uji coba di tempat lain.
A. Terapi Etiologi/Definitif : Biarpun belum ada obat yang terbukti meyakinkan
efektif melalui uji klinis, China telah membuat rekomendasi obat untuk penangan
COVID-19 dan pemberian tidak lebih dari 10 hari. Rincian dosis dan administrasi
sebagai berikut:89

• IFN-alfa, 5 juta unit atau dosis ekuivalen, 2 kali/hari secara inhalasi;

• LPV/r, 200 mg/50 mg/kapsul, 2 kali 2 kapsul/hari per oral;

• RBV 500 mg, 2-3 kali 500 mg/hari intravena dan dikombinasikan dengan IFN-
alfa atau LPV/r;

• Klorokuin fosfat 500 mg (300 mg jika klorokuin), 2 kali/ hari per oral;

• Arbidol (umifenovir), 200 mg setiap minum, 3 kali/ hari per oral.

Selain China, Italia juga sudah membuat pedoman penanganan COVID-19


berdasarkan derajat keparahan penyakit:

1. Asimtomatis, gejala ringan, berusia < 70 tahun tanpa factor resiko: observasi
klinis dan terapi supportif

2. Gejala ringan, berusia >70 tahun dengan faktor risiko dan bergejala demam,
batuk, sesak napas, serta rontgen menunjukkan pneumonia: LPV/r 200 mg/50 mg,
2 x 2 tablet per hari; atau Darunavir/ritonavir (DRV/r) 800 mg/100 mg, 1 x 1
tablet per hari; atau Darunavir/cobicistat 800 mg/150 mg, 1 x 1 tablet per hari;
DAN klorokuin fosfat 2 x 500 mg/hari atau hidroksiklorokuin (HCQ) 2 x 200
mg/hari. Terapi diberikan selama 5-20 hari berdasarkan perubahan klinis.

3. Pada kasus membutuhkan terapi oksigen atau perburuk secara cepat, terapi poin
2 dihentikan dan diganti remdesivir (RDV) 200 mg (hari 1) dilanjutkan 100 mg
(hari 2-10) dan klorokuin 2 x 500 mg/hari atau HCQ 200 mg, 2 kali perhari. Obat
selama 5-20 hari, berdasarkan perubahan klinis. Jika nilai Brescia COVID
respiratory severity scale (BCRSS) ≥2, berikan deksametason 20 mg/hari selama 5
hari dilanjutkan 10 mg/hari selama 5 hari dan/atau tocilizumab.

4. Pneumonia berat, ARDS/gagal napas, gagal hemodinamik, atau membutuhkan


ventilasi mekanik: RDV 200 mg (hari 1), 100 mg (hari 2-10); DAN klorokuin
fosfat 2 x 500 mg/hari atau HCQ 2 x 200 mg/ hari. Kombinasi diberikan selama 5-
20 hari. Jika RDV tidak tersedia, berikan suspensi LPV/r 5 mL, 2 kali per hari
atau suspensi DRV/r; DAN HCQ 2 x 200 mg/hari.

5. Terapi ARDS: deksametason 20 mg/hari selama 5 hari dilanjutkan 10 mg/hari


selama 5 hari atau tocilizumab. Rekomendasi dosis tocilizumab adalah 8
mg/kgBB pada ≥ 30 kg dan 12 mg/kgBB pada < 30 kg. Dapat diberikan sebanyak
3 kali dengan jarak 8 jam bila dengan satu dosis dianggap tidak ada perbaikan.

Di Indonesia, Peneliti Universitas Airlangga (Unair) Dokter Purwati bersama


Badan Intelijen Negara dan Gugus Tugas Nasional terus melakukan penelitian
untuk memutakhirkan resep penyembuhan Covid-19. Dari 14 regimen penelitian
didapatkan 5 kombinasi regimen obat yang mempunyai potensi dan efektivitas
yang cukup bagus untuk menghambat virus itu masuk ke dalam sel target dan juga
membantu penurunan perkembangbiakannya di dalam sel yaitu

- lopinavir atau ritonavir dan azithromycin.


- lopinavir atau ritonavir dan doxycycline.
- lopinavir atau ritonavir dan clarithromycin.
- hydroxychloroquine dan azithromycin
- kombinasi hydroxy dan doxycycline

- Pneumonia
Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan antibiotik
tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian antibitotik
bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman penyebab infeksi, akan
tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan antibiotik empiris dan terapi suportif
perlu diberikan untuk menjaga kondisi pasien.

 Tatalaksana pasien yang menjalani rawat jalan antara lain:


- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
- Pemberian antibiotika kurang dari 8 jam, dengan pilihan terapi empiris antara
lain: Pada pasien yang sebelumnya sehat, tidak mendapatkan terapi antibiotika
dapat diberikan macrolide atau doxicyclin. Sedangkan pada pasien dengan
riwayat antibiotika sebelumnya diberikan golongan fluorokuinolon tunggal atau
golongan beta laktam + makrolid generasi terbaru.
 Terapi Supportif
- Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi
95-96% berdasarkan pemeriksaan analisa gas darah
- Resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik
- Bila demam atau nyeri pleuritik dapat diberikan antipiretik analgesik
serta dapat diberikan mukolitik atau ekspektoran untuk mengurangi
dahak
- Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas
positif kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi
mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas.
 Terapi Empiris
- Pemberian antibiotik diberikan secara empirik dan harus diberikan
dalam waktu kurang dari 8 jam.
- Pemilihan antibiotic dengan spectrum sesempit mungkin, berdasar
etiologi
- Terapi anitbiotik diberikan 5 hari.
- Syarat untuk alih terapi intavena ke oral hemodinamik stabil dan gejala
klinik membaik
Lama pemberian antibiotik secara oral maupun intravena minimal 5 hari dan tidak
terdapat demam selama 48-72 jam. Sebelum terapi dihentikan pasien dalam keadaan
sebagai berikut: tidak memerlukan suplemen oksigen (kecuali untuk penyakit
dasarnya) dan tidak memiliki lebih dari satu tanda-tanda ketidakstabilan klinik seperti:
 Frekuensi nadi > 100 x/menit  Frekuensi napas > 24 x/menit  Tekanan darah
sistolik ≤ 90 mmHg.

Setelah mendapatkan perbaikan dengan antibiotik intravena pada pasien rawat inap
maka jika terapi secepatnyadiganti ke oral dengan syarat; hemodinamik stabil, gejala
klinis membaik, dapat minum obat per oral dan fungsi gastrointestinal baik. Terapi
sulih atau switch terapi dapat dengan 3 cara yaitu sequential,switch over, dan step
down. Pasien akan dipulangkan jika dalam waktu 24 jam tidak ditemukan salah satu
dibawah ini :  Suhu > 37, 80 C  Nadi > 100 menit  Frekuensi napas > 24/ minute 
Distolik < 90 mmHg  Saturasi oksigen < 90%  Tidak dapat makan per oral

8. Komplikasi dan Prognosis

- Covid 19
 Prognosis: dipengaruhi banyak faktor. Studi Yang X, dkk. melaporkan tingkat
mortalitas pasien COVID-19 berat mencapai 38% dengan median lama
perawatan ICU hingga meninggal sebanyak 7 hari. Peningkatan kasus yang
cepat dapat membuat rumah sakit kewalahan dengan beban pasien yang tinggi.
Hal ini meningkatkan laju mortalitas di fasilitas tersebut. Laporan lain
menyatakan perbaikan eosinofil pada pasien yang awalnya eosinofil rendah
diduga dapat menjadi prediktor kesembuhan.
 Komplikasi: Komplikasi utama pada pasien COVID-19 adalah ARDS, tetapi
Yang, dkk. menunjukkan data dari 52 pasien kritis bahwa komplikasi tidak
terbatas ARDS, melainkan juga komplikasi lain seperti gangguan ginjal akut
(29%), jejas kardiak (23%), disfungsi hati (29%), dan pneumotoraks (2%).
Komplikasi lain yang telah dilaporkan adalah syok sepsis, koagulasi
intravaskular diseminata (KID), rabdomiolisis, hingga pneumomediastinum.
- Pneumonia
 Prognosis: Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak
ditemukannya antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia,
penyakit dasar dan kondisi pasien. Secara umum angka kematian pneumonia
pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada
orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis
hepatis, penyakit paru obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia,
ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan
petanda prognosis yang buruk. Kuman gram negatif menimbulkan prognosis
yang lebih jelek. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak
ditemukannya antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia,
penyakit dasar dan kondisi pasien. Secara umum angka kematian pneumonia
pneumokokus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada
orang tua dengan kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis
hepatis, penyakit paru obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia,
ikterus, terkenanya 3 atau lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan
petanda prognosis yang buruk. Kuman gram negatif menimbulkan prognosis
yang lebih jelek
 Komplikasi: Efusi pleura, Empyema, Abses Paru, Pneumotoraks, Gagal napas,
Sepsis. Komplikasi ekstrapulmoner non infeksius bisa terjadi gagal ginjal, gagal
jantung, emboliparu/infark paru, dan infark miokard akut acute
respiratory distresssyndrome (ARDS), gagal organ jamak, dan pneumonia
nosokomial.

9. Peran dokter Keluarga dan AIK

- Rasulullah bersabda, "Jika kalian mendengar tentang wabah-wabah di suatu


negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu
tempat kalian berada, maka janganlah kalian meninggalkan tempat itu," (Hadits
Riwayat Bukhari dan Muslim)
- Tidak ada musibah yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, akan Allah akan
memberi petunjuk kepada hatinya.” (QS. At-Thaghabun[64]: 11)

DAFTAR PUSTAKA :

1. Dahlan, F. 2000. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FK UI
2. Rahmawati, FA. 2014. Angka Kejadian Pneumonia pada Pasien Sepsis di ICU
RSUP Dr. Kariadi Semarang
3. Sudoyo, Aru W. dkk (Editor). 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Ed 5.
Jakarta : Interna Publishing
4. Wilson LM. Penyakit pernapasan restriktif dalam Price SA, Wilson LM. 2012.
Patofisiologi: konsep klinis prosses-proses penyakit E/6 Vol.2. Jakarta:EGC.
5. Luttfiya MN, Henley E, Chang L. Diagnosis and treatment of community acquired
pneumonia. American Family Physician. 2010;73(3)
6. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia: Pneumonia Komuniti,
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003
7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia COVID-19: Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia Tahun 2020
8. Hussain A, Kaler J, Tabrez E, et al. (May 18, 2020) Novel COVID-19: A
Comprehensive Review of Transmission, Manifestation, and Pathogenesis. Cureus
12(5): e8184
9. Adityo Susilo,dkk. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini Coronavirus
Disease 2019: Review of Current Literatures. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. Maret
2020; 7(1)
10. Metlay JP, Waterer GW, Long AC, Anzueto A, Brozek J, Crothers K, et al. Diagnosis
and Treatment of Adults with Communityacquired Pneumonia: An Official Clinical
Practice Guideline of the American Thoracic Society and Infectious Diseases Society
of America. Am J Respir Crit Care Med.Vol: 200 Iss 7; pp e45– e67 29. 2014
11. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P). Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease (COVID-19) Revisi Ke-4.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI; 2020
12. Allen JN. Eusinophilic Lung Disease, dalam James CD, dkk (editor). Baum's
Textbook of Pulmonary Diseases. Philadephia: Lippincott W & W.2004
13. Said M. Pneumonia. Dalam: Rahajoe NN. Supriyatno B. Setyanto DB. penyunting.
Buku ajar respirologi anak. Edisi I cetakan 2. Jakarta: Badan Penerbit !DAI: 2010

Anda mungkin juga menyukai