Anda di halaman 1dari 6

Menurut Soetjiningsih, pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah

perubahan dalam besar jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun
individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran
panjang (cm,meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan
nitrogen tubuh); sedangkan perkembangan (development) adalah bertambahnya
kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola
yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.
Menurut Depkes RI, pertumbuhan adalah bertambah banyak dan besarnya sel
seluruh bagian tubuh yang bersifat kuantitatif dan dapat diukur; sedangkan
perkembangan adalah bertambah sempurnanya fungsi dari alat tubuh.
Menurut Markum dkk, pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan
dalam besar, jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu;
perkembangan lebih menitikberatkan aspek perubahan bentuk atau fungsi
pematangan organ atau individu, termasuk perubahan aspek sosial atau emosional
akibat pengaruh lingkungan.
status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap
orang tua. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita
didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini, bersifat
irreversible (tidak dapat pulih).
Ditinjau dari tinggi badan, sebanyak 25,8 persen anak balita Indonesia
pendek (SKRT 2004). Ukuran tubuh yang pendek ini merupakan tanda kurang gizi
yang berkepanjangan. Lebih jauh, kekurangan gizi dapat mempengaruhi
perkembangan otak anak. Padahal, otak tumbuh selama masa balita. Fase cepat
tumbuh otak berlangsung mulai dari janin usia 30 minggu sampai bayi 18 bulan.

Menurut ahli gizi dari IPB, Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS,
standar acuan status gizi balita adalah Berat Badan menurut Umur
(BB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), dan Tinggi
Badan menurut Umur (TB/U). Sementara klasifikasinya adalah
normal, underweight(kurus), dan gemuk. Untuk acuan yang
menggunakan tinggi badan, bila kondisinya kurang baik
disebut stunted (pendek). Pedoman yang digunakan adalah standar
berdasar tabel WHO-NCHS (National Center for Health Statistics).
Status gizi pada balita dapat diketahui dngan cara mencocokkan umur
anak (dalam bulan) dengan berat badan standar tabel WHO-NCHS,
bila berat badannya kurang, maka status gizinya kurang.
Di Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), telah disediakan Kartu
Menuju Sehat (KMS) yang juga bisa digunakan untuk memprediksi
status gizi anak berdasarkan kurva KMS. Perhatikan dulu umur anak,
kemudian plot berat badannya dalam kurva KMS. Bila masih dalam
batas garis hijau maka status gizi baik, bila di bawah garis merah,
maka status gizi buruk.
Parameter yang umum digunakan untuk menentukan status gizi
pada balita adalah berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala.
Lingkar kepala sering digunakan sebagai ukuran status gizi untuk
menggambarkan perkembangan otak.Sementara parameter status gizi

balita yang umum digunakan di Indonesia adalah berat badan


menurut umur. Parameter ini dipakai menyeluruh di Posyandu.
Penyebab utama kurang gizi pada balita adalah kemiskinan
sehingga akses pangan anak terganggu. Penyebab lain adalah infeksi
(diare), ketidaktahuan orang tua karena kurang pendidikan sehingga
pengetahuan gizi rendah, atau faktor tabu makanan dimana makanan
bergizi ditabukan dan tak boleh dikonsumsi anak balita. Kurang gizi
pada balita dapat berdampak terhadap pertumbuhan fisik maupun
mentalnya. Anak kelihatan pendek, kurus dibandingkan temantemannya sebaya yang lebih sehat. Ketika memasuki usia sekolah
tidak bisa berprestasi menonjol karena kecerdasannya terganggu.
Untuk mengatasi kasus kurang gizi memerlukan peranan dari
keluarga, praktisi kesehatan, maupun pemerintah. Pemerintah harus
meningkatkan kualitas Posyandu, jangan hanya sekedar untuk
penimbangan dan vaksinasi, tapi harus diperbaiki dalam hal
penyuluhan gizi dan kualitas pemberian makanan tambahan,
pemerintah harus dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat agar
akses pangan tidak terganggu.
Penilaian Status Gizi Anak
Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok
masyarakat. Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal
dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri
disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Umur.
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan
penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil
penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti
bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering
muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah seperti 1
tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung
dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30
hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam
hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004).
b. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran
massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap
perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan
yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan
menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan
pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan
gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya
memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi
kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke
waktu (Djumadias Abunain, 1990).
c. Tinggi Badan

Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari


keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat
keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir
rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk
Indeks TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat Badan
menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang
lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada
umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan
dan akibat tidak sehat yang menahun ( Depkes RI, 2004).
Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk
menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status
gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi
untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh
(M.Khumaidi, 1994).
Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan sensitive/peka dalam
menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/U.
Dinyatakan dalam BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting <
-2SD diatas 10 % menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang
sangat serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan.
Tabel 1 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB
Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS
N Indeks
yang Batas
Sebutan Status Gizi
o
dipakai
Pengelompokan
1
BB/U
< -3 SD
Gizi buruk
- 3 s/d <-2 SD
Gizi kurang
- 2 s/d +2 SD
Gizi baik
> +2 SD
Gizi lebih
2
TB/U
< -3 SD
Sangat Pendek
- 3 s/d <-2 SD
Pendek
- 2 s/d +2 SD
Normal
> +2 SD
Tinggi
3
BB/TB
< -3 SD
Sangat Kurus
- 3 s/d <-2 SD
Kurus
- 2 s/d +2 SD
Normal
> +2 SD
Gemuk
Sumber : Depkes RI 2004.
Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan dalan dua
versi yakni persentil (persentile) dan skor simpang baku (standar deviation score =
z). Menurut Waterlow,et,al, gizi anak-anak dinegara-negara yang populasinya
relative baik (well-nourished), sebaiknya digunakan presentil, sedangkan dinegara
untuk anak-anak yang populasinya relative kurang (under nourished) lebih baik
menggunakan skor simpang baku (SSB) sebagai persen terhadap median baku
rujukan ( Djumadias Abunaim,1990).
Tabel 2. Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks Antropometri
(BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS)
No Indeks yang digunakan
Interpretasi

BB/U

TB/U

BB/TB

Rendah
Rendah
Normal Normal, dulu kurang gizi
Rendah
Tinggi
Rendah Sekarang kurang ++
Rendah
Normal
Rendah Sekarang kurang +
2
Normal
Normal
Normal Normal
Normal
Tinggi
Rendah Sekarang kurang
Normal
Rendah
Tinggi
Sekarang lebih, dulu kurang
3
Tinggi
Tinggi
Normal Tinggi, normal
Tinggi
Rendah
Tinggi
Obese
Tinggi
Normal
Tinggi
Sekarang lebih, belum obese
Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) :
Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS
Sumber : Depkes RI 2004.
Z-score = (NIS-NMBR) / Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat
diperoleh dengan mengurangi Nilai Induvidual
NSBR
Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku
Rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan Nilai
Simpang Baku Rujukan (NSBR). Atau dengan menggunakan rumus :

CONTOH KASUS
Kasus I
Seorang anak laki-laki berumur 7 bulan memiliki data sebagai
berikut :
Nama : Mr. R
Umur : 7 bulan
Data berat badan :
umur 5 bulan = 5 kg; umur 6 bulan = 5,4 kg; umur 7 bulan = 6
kg.
Ingin diketahui apakah pertumbuhannya baik dan status gizinya juga
baik maka anak ini dibawa ke posyandu untuk kemudian dimasukkan
datanya ke KMS (Kartu Menuju Sehat).

Dari data tersebut dan dari pembacaan menurut KMS, grafik


pertumbuhan/berat badan anak ini baik karena tiap per bulan berat
badannya terus naik mengikuti pertambahan bulannya.
Kemudian untuk mengetahui status gizinya dilakukan
pengukuran menggunakan Z-score berdasarkan tabel rujukan WHONCHS. Sebenarnya ada cara lain yaitu dengan menggunakan grafik

CDC WHO, tetapi yang paling sering digunakan pada setiap posyandu
di Indonesia adalah dengan menghitung Z-score-nya.
Z score =

=
=

= - 2,4 SD

Jika dilihat hasilnya dan dicocokkan pada tabel penilaian status gizi
berdasarkan BB/U maka diperoleh bahwa anak ini berada pada - 3
s/d <-2 SD yang berarti bersatus gizi kurang.
Jadi, anak ini memiliki pertumbuhan baik dan status gizi kurang.
Kasus II
Seorang anak perempuan berumur 9 bulan memiliki data
sebagai berikut :
Nama : Miss R
Umur : 9 bulan
Data berat badan :
umur 7 bulan = 8,8 kg; umur 8 bulan = 8,4 kg; umur 9 bulan =
7,6 kg.
Ingin diketahui apakah pertumbuhannya baik dan status gizinya juga
baik maka anak ini dibawa ke posyandu untuk kemudian dimasukkan
datanya ke KMS (Kartu Menuju Sehat).
Dari data tersebut dan dari pembacaan menurut KMS, grafik
pertumbuhan/berat badan anak ini tidak baik karena tiap per bulan
berat badannya bukannya naik malahan semakin merosot dan tidak
mengikuti pertambahan bulannya.
Kemudian untuk mengetahui status gizinya dilakukan
pengukuran menggunakan Z-score berdasarkan tabel rujukan WHONCHS. Sebenarnya ada cara lain yaitu dengan menggunakan grafik
CDC WHO, tetapi yang paling sering digunakan pada setiap posyandu
di Indonesia adalah dengan menghitung Z-score-nya.

Z score =

=
=

= - 0,85 SD

Jika dilihat hasilnya dan dicocokkan pada tabel penilaian status gizi
berdasarkan BB/U maka diperoleh bahwa anak ini berada pada - 2
s/d +2 SD yang berarti bersatus gizi kurang.
Jadi, anak ini memiliki pertumbuhan tidak baik dan status gizi baik.

Anda mungkin juga menyukai