Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. COVID-19

1. Pengertian Covid-19

Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan

penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia biasanya menyebabkan

penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit yang

serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom

Pernapasan Akut Berat/ Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Penyakit ini terutama menyebar di antara orang- orang melalui tetesan

pernapasan dari batuk dan bersin. Virus ini dapat tetap bertahan hingga tiga

hari dengan plastik dan stainless steel SARS CoV-2 dapat bertahan hingga

tiga hari,atau dalam aerosol selama tiga jam4. Virus ini juga telah

ditemukan di feses, tetapi hingga Maret 2020 tidak diketahui apakah

penularan melalui feses mungkin, dan risikonya diperkirakan rendah

(Doremalen et al, 2020).

Corona virus jenis baru yang ditemukan pada manusia sejak kejadian luar

biasa muncul di Wuhan China, pada Desember 2019, kemudian diberi nama

Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS- COV2), dan

menyebabkan penyakit Coronavirus Disease-2019 (COVID-19). COVID-

19 termasuk dalam genus dengan flor elliptic dan sering berbentuk

pleomorfik, dan berdiameter 60- 140 nm. Ketika dikultur pada vitro,

COVID-19 dapat ditemukan dalam sel epitel pernapasan manusia setelah 96

jam. Sementara itu untuk mengisolasi dan mengkultur vero E6 dan Huh-7

9
10

garis sel dibutuhkan waktu sekitar 6 hari. Paru-paru adalah organ yang

paling terpengaruh oleh COVID-19, karena virus mengakses sel inang

melalui enzim ACE2, yang paling melimpah di sel alveolar tipe II paru-

paru. (Letko et al, 2020).

2. Epidemiologi

Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus COVID-19 di

China setiap hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal

Februari 2020. Awalnya kebanyakan laporan datang dari Hubei dan provinsi

di sekitar, kemudian bertambah hingga ke provinsi-provinsi lain dan seluruh

China (Googan, 2019). Tanggal 30 Januari 2020, telah terdapat 7.736 kasus

terkonfirmasi COVID-19 di China, dan 86 kasus lain dilaporkan dari

berbagai negara seperti Taiwan, Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri

Lanka, Kamboja, Jepang, Singapura, Arab Saudi, Korea Selatan, Filipina,

India, Australia, Kanada, Finlandia, Prancis, dan Jerman (WHO, 2020).

3. Etiologi

Dalam diagnosis awal dari Rencana Perawatan Penyakit Virus Corona

2019 (yang disusun Pemerintah China), deskripsi etiologi COVID-19

didasarkan pada pemahaman sifat fisikokimia dari penemuan virus corona

sebelumnya. Dari penelitian lanjutan, edisi kedua pedoman tersebut

menambahkan “coronavirus tidak dapat dinonaktifkan secara efektif oleh

chlorhexidine”. Karakteristik genetiknya jelas berbeda dari SARSr- CoV

dan MERSr-CoV. Homologi antara nCoV-2019 dan bat-SL-CoVZC45 lebih

dari 85%. Ketika dikultur in vitro, nCoV-2019 dapat ditemukan dalam sel
11

epitel pernapasan manusia setelah 96 jam, sementara corona virus sensitif

terhadap sinar ultraviolet” (Safrizal dkk, 2020).

CoV adalah virus RNA positif dengan penampilan seperti mahkota di

bawah mikroskop elektron (corona adalah istilah latin untuk mahkota)

karena adanya lonjakan glikoprotein pada amplop. Subfamili

Orthocoronavirinae dari keluarga Coronaviridae (orde Nidovirales)

digolongkan ke dalam empat gen CoV: Alphacoronavirus (alphaCoV),

Betacoronavirus (betaCoV), Deltacoronavirus (deltaCoV), dan

Gammacoronavirus (deltaCoV). Selanjutnya, genus betaCoV membelah

menjadi lima sub- genera atau garis keturunan. Karakterisasi genom telah

menunjukkan bahwa mungkin kelelawar dan tikus adalah sumber gen

alphaCoVs dan betaCoVs. Sebaliknya, spesies burung tampaknya mewakili

sumber gen deltaCoVs dan gammaCoVs. Anggota keluarga besar virus ini

dapat menyebabkan penyakit pernapasan, enterik, hati, dan neurologis pada

berbagai spesies hewan, termasuk unta, sapi, kucing, dan kelelawar (Safrizal

dkk, 2020).

4. Patogenesis

Patogenesis SARS-CoV-2 masih belum banyak diketahui, tetapi diduga

tidak jauh berbeda dengan SARSCoV yang sudah lebih banyak diketahui

(Geng, 2020). Pada manusia, dengan reseptor-reseptor dan membuat jalan

masuk ke dalam sel. Glikoprotein yang terdapat pada envelope spike virus

akan berikatan dengan reseptor selular berupa ACE2 pada SARS-CoV-2. Di

dalam sel, SARS-CoV-2 melakukan duplikasi materi genetik dan


12

mensintesis protein-protein yang dibutuhkan, kemudian membentuk virion

baru yang muncul di permukaan sel (Zhang, 2020)

Sama dengan SARS-CoV, pada SARS-CoV-2 diduga setelah virus

masuk ke dalam sel, genom RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel

dan ditranslasikan menjadi dua poliprotein dan protein struktural.

Selanjutnya, genom virus akan mulai untuk bereplikasi. Glikoprotein pada

selubung virus yang baru terbentuk masuk ke dalam membran retikulum

endoplasma atau Golgi sel. Terjadi pembentukan nukleokapsid yang

tersusun dari genom RNA dan protein nukleokapsid. Partikel virus akan

tumbuh ke dalam retikulum endoplasma dan Golgi sel. Pada tahap akhir,

vesikel yang mengandung partikel virus akan bergabung dengan membran

plasma untuk melepaskan komponen virus yang baru (De Wit,2016).

5. Faktor Resiko

Berdasarkan data yang sudah ada, penyakit komorbid hipertensi dan

diabetes melitus, jenis kelamin laki-laki, dan perokok aktif merupakan

faktor risiko dari infeksi SARS-CoV-2. Distribusi jenis kelamin yang lebih

banyak pada laki-laki diduga terkait dengan prevalensi perokok aktif yang

lebih tinggi. Pada perokok, hipertensi, dan diabetes melitus, diduga ada

peningkatan ekspresi reseptor ACE2 (Fang, 2020).

Lansia dapat mengalami perubahan fisik dan perubahan psikologis

karena proses degeneratif. Menua adalah suatu proses kehilangan secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti

dan mempertahankan fungsi normal sehingga tidak dapat bertahan terhadap

infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan


13

proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah. Sejauh ini, virus

Corona terlihat lebih sering menyebabkan infeksi berat dan kematian pada

orang lanjut usia (lansia) disbanding dengan orang dewasa atau anak.

Jumlah penderita dan kasus kematian akibat infeksi virus Corona pada

lansia setiap harinya terus meningkat akibat imunitas lansia berkurang

(Adisasmito, 2020).

Beberapa faktor risiko lain yang ditetapkan oleh Centers for Disease

Control and Prevention (CDC) adalah kontak erat, termasuk tinggal satu

rumah dengan pasien COVID-19 dan riwayat perjalanan ke area terjangkit.

Berada dalam satu lingkungan namun tidak kontak dekat (dalam radius 2

meter) dianggap sebagai risiko rendah. Tenaga medis merupakan salah satu

populasi yang berisiko tinggi tertular. Di Italia, sekitar 9% kasus COVID-19

adalah tenaga medis. Di China, lebih dari 3.300 tenaga medis juga

terinfeksi, dengan mortalitas sebesar 0,6% (Wang J, 2020).

6. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai

dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat,

ARDS, sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau

sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke

dalam keadaan kritis. Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum

diketahui. Viremia dan viral load yang tinggi dari swab nasofaring pada

pasien yang asimptomatik telah dilaporkan (Wang J, 2020).

Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran

napas atas tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk
14

(dengan atau tanpa sputum), anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti

nasal, atau sakit kepala. Pasien tidak membutuhkan suplementasi oksigen.

Pada beberapa kasus pasien juga mengeluhkan diare dan muntah Pasien

COVID-19 dengan pneumonia berat ditandai dengan demam, ditambah

salah satu dari gejala: (1) frekuensi pernapasan >30x/menit (2) distres

pernapasan berat, atau (3) saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen.

Pada pasien geriatri dapat muncul gejala-gejala yang atipikal (WHO, 2020).

B. Pencegahan Penularan COVID-19

Menurut Kemenkes RI (2020) pencegahan penularan COVID-19 meliputi:

1. Hindari Menyentuh Area Wajah

Virus Corona dapat menyerang tubuh melalui area segitiga wajah,

seperti mata, mulut, dan hidung. Area segitiga wajah rentan tersentuh oleh

tangan, sadar atau tanpa disadari. Sangat penting menjaga kebersihan

tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan benda atau bersalaman

dengan orang lain.

2. Hindari Berjabat Tangan dan Berpelukan

Menghindari kontak kulit seperti berjabat tangan mampu mencegah

penyebaran virus Corona. Untuk saat ini menghindari kontak adalah cara

terbaik. Tangan dan wajah bisa menjadi media penyebaran virus Corona.

3. Penggunaan masker

Masker dapat digunakan baik untuk melindungi orang yang sehat

(dipakai untuk melindungi diri sendiri saat berkontak dengan orang yang

terinfeksi) atau untuk mengendalikan sumber (dipakai oleh orang yang


15

terinfeksi untuk mencegah penularan lebih lanjut). Namun, penggunaan

masker saja tidak cukup memberikan tingkat perlindungan atau

pengendalian sumber yang memadai. Karena itu, langkah-langkah lain di

tingkat perorangan dan komunitas perlu juga diadopsi untuk menekan

penyebaran virus-virus saluran pernapasan. Terlepas dari apakah masker

digunakan atau tidak, kepatuhan kebersihan tangan, penjagaan jarak fisik,

dan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) lainnya

sangat penting untuk mencegah penularan COVID-19 dari orang ke orang.

(WHO, 2020).

Masker medis didefinisikan sebagai masker bedah atau prosedur yang

datar atau memiliki lipatan; masker jenis ini dikencangkan pada kepala

dengan tali yang mengitari telinga atau kepala atau keduanya.

Karakteristik kinerjanya diuji menurut serangkaian metode uji terstandar

(ASTM F2100, EN 14683, N95 atau yang setara) yang bertujuan untuk

menyeimbangkan filtrasi yang tinggi, kemudahan bernapas yang memadai,

dan (opsional) resistansi penetrasi cairan. Penggunaan masker secara tepat,

yang diambil dari praktik-praktik terbaik di tempat pelayanan kesehatan

antara lain: (WHO, 2020)

a. Bersihkan tangan sebelum mengenakan masker;

b. Tempatkan masker dengan hati-hati dan pastikan masker menutupi

mulut dan hidung, sesuaikan dengan batang hidung, dan tali dengan

erat untuk meminimalisasi jarak bukaan antara wajah dan masker;

c. Hindari menyentuh masker saat mengenakan masker;


16

d. Lepas masker dengan teknik yang sesuai: jangan menyentuh bagian

depan masker melainkan lepas ikatan masker dari belakang;

e. Setelah melepas masker atau setelah masker bekas tidak sengaja

tersentuh, bersihkan tangan dengan cairan antiseptik berbahan dasar

alkohol atau sabun dan air jika tangan terlihat kotor;

f. Ganti masker segera setelah masker menjadi lembap dengan masker

baru yang bersih dan kering;

g. Jangan gunakan kembali masker sekali pakai;

h. Buang masker sekali pakai setelah digunakan dan segera buang

masker setelah masker dilepas;

Memakai masker dapat melindungi diri kita sendiri dari

kemungkinan terpapar virus. Masker mencegah masuknya percikan air liur

(droplet) dan dahak dari orang lain saat batuk/bersin/berbicara, sehingga

kita tidak tertular. Begitu pun sebaliknya, dengan memakai masker kita

juga melindungi orang lain. Hal tersebut karena masker yang kita gunakan

juga menahan droplet yang keluar saat kita batuk/bersin/berbicara

sehingga tidak menularkan virus ke orang lain. Memakai masker

merupakan intervensi non-farmasi yang dapat diimplementasikan dengan

biaya minimum tanpa mengubah kegiatan sosial secara ekstrem.

Menggunakan masker dengan efektif dan menjaga jarak yang dilaksanakan

secara efektif dapat menurunkan kurva epidemik, yaitu grafik yang

menggambarkan frekuensi kasus berdasarkan saat mulai sakit selama

periode wabah (Wang J, 2020).


17

Berbagai jenis masker bisa digunakan sebagai perlindungan oleh orang

yang sehat untuk mencegah tertular penyakit. Masker efektif menurunkan

risiko terpapar/tertular. Tanpa memakai masker, risiko penularan COVID-

19 dalam bentuk aerosol (partikel sangat kecil yang dapat mengapung di

udara) adalah 40% dan bentuk droplet sebanyak 30%. Namun, risiko

penularan COVID-19 baik droplet dan aerosol menjadi 0% dengan

memakai masker (WHO, 2020).

4. Etika ketika Bersin dan Batuk

Satu di antara penyebaran virus Corona bisa melalui udara. Ketika

bersin dan batuk, tutup mulut dan hidung agar orang yang ada di sekitar

tidak terpapar percikan kelenjar liur. Lebih baik gunakan tisu ketika

menutup mulut dan hidung ketika bersin atau batuk. Cuci tangan hingga

bersih menggunakan sabun agar tidak ada kuman, bakteri, dan virus yang

tertinggal di tangan.

5. Bersihkan Perabotan di Rumah

Tidak hanya menjaga kebersihan tubuh, kebersihan lingkungan tempat

tinggal juga penting. Gunakan disinfektan untuk membersih perabotan

yang ada di rumah. Bersihkan permukaan perabotan rumah yang rentan

tersentuh, seperti gagang pintu, meja, furnitur, laptop, handphone, apa pun,

secara teratur. Bisa membuat cairan disinfektan buatan sendiri di rumah

menggunakan cairan pemutih dan air. Bersihkan perabotan rumah cukup

dua kali sehari.


18

6. Jaga Jarak Sosial

Satu di antara pencegahan penyebaran virus Corona yang efektif adalah

jaga jarak sosial. Pemerintah telah melakukan kampanye jaga jarak fisik

atau physical distancing. Dengan menerapkan physical distancing ketika

beraktivitas di luar ruangan atau tempat umum, sudah melakukan satu

langkah mencegah terinfeksi virus Corona. Jaga jarak dengan orang lain

sekitar satu meter. Jaga jarak fisik tidak hanya berlaku di tempat umum, di

rumah pun juga bisa diterapkan.

Tujuan dari menjaga jarak adalah memperlambat penyebaran COVID-19

dengan memutus rantai penularan dan mencegah munculnya rantai

penularan baru (WHO, 2020) Droplet yang keluar saat kita batuk, jika tanpa

masker bisa meluncur sampai 2 meter. Saat berbicara tanpa masker, aerosol

(partikel sangat kecil yang dapat mengapung di udara) bisa meluncur sejauh

2 meter. Saat bersin tanpa masker, droplet bisa meluncur sejauh 6 meter.

Dengan menjaga jarak aman sejauh 2 meter, maka kita bisa mengurangi

risiko tertular dan menularkan hingga 85% (Adisasmito, 2020).

Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan sebelum keluar rumah

untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penularan COVID-19, yaitu:

a. Siapa; Semakin banyak bertemu orang, semakin besar risiko kita

tertular.

b. Di mana; Tempat umum yang tertutup merupakan tempat yang paling

berisiko sebagai tempat penularan.

c. Bagaimana; Semakin kecil ruang untuk menjaga jarak, semakin besar

pula risiko ruangan tersebut menjadi tempat penularan.


19

d. Durasi; Semakin lama pertemuan, semakin besar risiko, terlebih apabila

melakukan perbincangan

7. Hindari Berkumpul dalam Jumlah Banyak

Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Kepolisian Republik

Indonesia telah membuat peraturan untuk tidak melakukan aktivitas

keramaian selama pandemik virus Corona. Tidak hanya tempat umum,

seperti tempat makan, gedung olah raga, tetapi tempat ibadah saat ini harus

mengalami dampak tersebut. Tindakan tersebut adalah upaya untuk

mencegah penyebaran virus Corona. Virus Corona dapat ditularkan melalui

makanan, peralatan, hingga udara. Untuk saat ini, dianjurkan lebih baik

melakukan aktivitas di rumah agar pandemik virus Corona cepat berlalu.

Jumlah maksimal masyarakat yang diperbolehkan berkumpul sebanyak 20%

dari kapasitas ruangan, dan tidak boleh lebih dari 30 orang.

8. Mencuci Tangan

Selain mencuci tangan, mencuci bahan makanan juga penting dilakukan.

Rendam bahan makanan, seperti buah-buah dan sayur-sayuran

menggunakan larutan hidrogen peroksida atau cuka putih yang aman untuk

makanan. Simpan di kulkas atau lemari es agar bahan makanan tetap segar

ketika ingin dikonsumsi. Selain untuk membersihkan, larutan yang

digunakan sebagai mencuci memiliki sifat antibakteri yang mampu

mengatasi bakteri yang ada di bahan makanan.

Tangan berperan penting dalam transmisi jasad renik atau

mikroorganisme dan mudah terjadi ketika kita tidak menjaga kebersihan

tangan dengan baik. Mencuci tangan merupakan salah satu langkah paling
20

penting yang bisa kita lakukan untuk menghindari sakit dan menyebarkan

virus ke orang lain. WHO telah menetapkan sering mencuci tangan dengan

sabun dan air sebagai tindakan pencegahan untuk mengurangi kemungkinan

penyebaran virus. Mekanisme sabun dalam membunuh kuman dan

menghilangkan virus didasarkan pada mekanisme pecahnya membran virus,

elusi sederhana, dan penjeratan virus (Wang J, 2020).

Orang-orang sering menyentuh mata, hidung dan mulut tanpa sadar.

Virus bisa masuk ke tubuh melalui mata, hidung dan mulut. Virus dari

tangan yang kotor bisa menyebar ke makanan atau minuman pada saat

proses pembuatan dan saat dimakan. Virus dari tangan kotor bisa menyebar

ke barang, seperti pegangan tangan, meja, mainan yang kemudian menyebar

ke tangan orang lain yang menyentuhnya. Mencuci tangan merupakan

kegiatan pencegahan atau preventif yang bisa dilakukan semua orang

dengan mudah dan secara mandiri. Mencuci tangan pakai sabun dan air

mengalir selama minimal 20 detik dapat menurunkan resiko tertular hingga

35% atau dengan menggunakan hand sanitizer dengan kandungan alkohol

minimal 70%.

Air dan sabun yang dibuat menjadi busa dapat mencuci dan

menghilangkan virus dari tangan. Dengan membasahi tangan pakai air

sebelum mengambil sabun menghasilkan busa yang lebih baik dibandingkan

menyabuni tangan kering. Busa yang baik membentuk buih yang dapat

mencuci dan menghilangkan virus dari tangan. Disarankan melakukan enam

langkah mencuci tangan pakai sabun sebagai berikut: (BNPB, 2021)


21

a. Ratakan sabun dengan kedua tangan

b. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari

c. Gosok jari-jari bagian dalam

d. Gosok telapak tangan dengan posisi jari saling mengunci

e. Gosok ibu jari secara berputar dalam genggaman

f. Gosok ujung jari pada telapak tangan secara berputar Setelah mencuci

tangan, tangan harus dikeringkan dengan menggunakan tisu, handuk

bersih, atau alat pengering tangan karena bakteri lebih mudah menyebar

di kulit basah dibandingkan kulit kering (CDC, 2020).

C. Pencegahan Infeksi Covid-19 Di Puskesmas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pencegahan adalah proses,

cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar sesuatu tidak terjadi.

Dengan demikian, pencegahan merupakan tindakan. Pencegahan identik

dengan perilaku. Pencegahan infeksi COVID-19 berarti proses, cara, tindakan

mencegah agar infeksi COVID-19 tidak terjadi.

Untuk mencapai tingkat efektivitas tertinggi dalam menanggapi wabah

COVID-19, WHO mengeluarkan prinsip strategi Pencegahan dan Pengendalian

Infeksi (PPI) yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan terhadap pasien yang

suspek COVID-19 di fasilitas layanan kesehatan. Panduan ini ditujukan untuk

tenaga kesehatan, manajer layanan kesehatan, dan tim PPI di tingkat fasilitas

Perilaku tetapi juga relevan untuk tingkat nasional dan kabupaten/provinsi

(World Health Organization (WHO), 2020).

Berdasarkan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease

(COVID-19) yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik


22

Indonesia, ada strategi-strategi PPI untuk mencegah atau membatasi penularan

di fasilitas layanan kesehatan, salah satunya adalah menjalankan langkah-

langkah kewaspadaan standar untuk semua pasien.

Kewaspadaan standar yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang untuk

diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien di rumah sakit dan

fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik yang telah didiagnosis, diduga

terinfeksi atau kolonisasi. Diterapkan untuk mencegah transmisi silang

sebelum pasien di diagnosis, sebelum adanya hasil pemeriksaan laboratorium

dan setelah pasien didiagnosis. Tenaga kesehatan seperti petugas laboratorium,

rumah tangga, CSSD, pembuang sampah dan lainnya juga berisiko besar

terinfeksi. Oleh sebab itu penting sekali pemahaman dan kepatuhan petugas

tersebut untuk juga menerapkan Kewaspadaan Standar agar tidak terinfeksi

(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017

Tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan).

Kewaspadaan standar harus selalu diterapkan di semua fasilitas pelayanan

kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi semua

pasien dan mengurangi risiko infeksi lebih lanjut (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2020). Kewaspadaan standar meliputi:

1. Kebersihan tangan dan pernapasan

Petugas kesehatan harus menerapkan “5 momen kebersihan tangan”,

yaitu: sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan prosedur

kebersihan atau aseptik, setelah berisiko terpajan cairan tubuh, setelah

bersentuhan dengan pasien, dan setelah bersentuhan dengan lingkungan


23

pasien, termasuk permukaan atau barang-barang yang tercemar.

Kebersihan tangan mencakup:

a. Mencuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan antiseptik

berbasis alkohol;

b. Cuci tangan dengan sabun dan air ketika terlihat kotor;

c. Kebersihan tangan juga diperlukan ketika menggunakan dan terutama

ketika melepas APD.

Orang dengan gejala sakit saluran pernapasan harus disarankan untuk

menerapkan kebersihan/etika batuk. Selain itu mendorong kebersihan

pernapasan melalui galakkan kebiasaan cuci tangan untuk pasien dengan

gejala pernapasan, pemberian masker kepada pasien dengan gejala

pernapasan, pasien dijauhkan setidaknya 1 meter dari pasien lain,

pertimbangkan penyediaan masker dan tisu untuk pasien di semua area.

2. Penggunaan APD sesuai risiko

Penggunaan secara rasional dan konsisten APD, kebersihan tangan

akan membantu mengurangi penyebaran infeksi. Pada perawatan rutin

pasien, penggunaan APD harus berpedoman pada penilaian

risiko/antisipasi kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan kulit yang

terluka. APD yang digunakan merujuk pada Pedoman Teknis

Pengendalian Infeksi sesuai dengan kewaspadaan kontak, droplet, dan

airborne. COVID-19 merupakan penyakit pernapasan berbeda dengan

penyakit Virus Ebola yang ditularkan melalui cairan tubuh.

3. Pencegahan luka akibat benda tajam dan jarum suntik

4. Pengelolaan limbah yang aman


24

5. Pengelolaan limbah medis sesuai dengan prosedur rutin

6. Pembersihan lingkungan, dan sterilisasi linen dan peralatan perawatan

pasien

Menurut Kemenkes RI (2020) bahwa level penggunaan APD berdasarkan area

perawatan covid-19 antara lain sebagai berikut:

a. Level 1

Level ini diperuntukkan bagi tenaga kesehatan yang bekerja di tempat praktik

umum di mana kegiatannya tidak menimbulkan resiko tinggi, tidak

menimbulkan aerosol. Level ini dibagi ke dalam 2 kategori, yaitu level 1A

dan level 1B. Level 1A diperuntukkan bagi manajemen kantor non pelayanan,

tata usaha (Bagian Keuangan, Barang, Perencanaan, Kepegawaian), dan Tim

Casemix. Pada level ini, alat pelindung diri yang dipakai adalah masker

bedah.

b. Level 2

Level 2 diperuntukkan bagi tenaga kesehatan yang bekerja di ruang

perawatan pasien non covid, tenaga laboratorium yang melakukan

pemeriksaan sampel laboratorium, petugas laundry dan sterilisasi saat

membersihkan linen dan alat infeksius, dan petugas IPAL saat melakukan

pengelolaan limbah. Alat pelindung diri yang dipergunakan terdiri atas

penutup kepala, masker bedah, face shield atau google, sarung tangan non

steril, scoret, sepatu tertutup. Bila melakukan tindakan yang menimbulkan

aerosol (seperti intubasi, ekstubasi, trakeostomi, resusitasi jantung paru,

pemasangan NGT, Suctioning, Bronkoskopi, mengambil swab, nebulizer)

atau Melakukan pemeriksaan fisik di rawat jalan pada pasien dengan gejala-
25

gejala saluran pernafasan/ Melakukan pemeriksaan sampel saluran

pernafasan, masker bedah diganti dengan masker N-95 yang dilapisi masker

bedah.

c. Level 3

Level 3 diperuntukkan bagi tenaga kesehatan yang bekerja kontak langsung

dengan pasien terduga atau terkonfirmasi covid-19. Alat pelindung diri yang

dipergunakan terdiri atas baju kerja/ scrub, hand scoen pendek dan panjang,

masker N95 yang dilapisi masker bedah, kacamata goggle atau face shield,

coverall, sepatu boot.

D. Bidan

Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah

teregistrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perndang-undangan (Kemenkes

R.I, 2017). Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan diatur dalam Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2017. Dalam

penyelenggaraan praktik kebidanan, bidan memiliki kewenangan untuk

memberikan:

1. Pelayanan kesehatan ibu, meliputi konseling pada masa sebelum hamil,

antenatal pada kehamilan normal, persalinan normal, nifas normal, ibu

menyusui, dan konseling pada masa antara dua kehamilan.

2. Pelayanan kesehatan anak, meliputi pelayanan neonatal esensial, penanganan

kegawatdaruratan dilanjutkan dengan perujukan, pemantauan tumbuh kembang

bayi, balita, dan anak pra sekolah, serta konseling dan penyuluhan.
26

3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, meliputi

penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga

berencana, serta pelayanan kontrasepsi oral, kondom, dan suntikan.

Standar asuhan kebidanan adalah acuan dalam proses pengambilan

keputusan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan

ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan yang telah diatur

dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2017.

Standar ini dibagi menjadi enam yaitu:

a. Standar I (Pengkajian)

Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan, dan lengkap dari

semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien.

b. Standar II (Perumusan Diagnosa dan atau Masalah Kebidanan)

Bidan menganalisa data yang diperoleh dari pengkajian,

menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk menegakkan diagnosa

dan masalah kebidanan yang tepat.

c. Standar III (Perencanaan)

Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa masalah yang

ditegakkan.

d. Standar IV (Implementasi)

Bidan melaksanakan asuhan kebidanan secara kemprehensif, efektif, efisien,

dan aman berdasarkan evidence based kepada pasien dalam bentuk upaya

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara mandiri,

kolaborasi serta rujukan.


27

e. Standar V (Evaluasi)

Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan untuk

melihat keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan

perkembangan kondisi pasien.

f. Standar VI (Pencatatan Asuhan Kebidanan)

Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat, dan jelas

mengenai keadaan atau kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam

memberikan asuhan kebidanan.

E. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang tertutup dari seseorang terhadap

statu stimulus atau objek. Sikap dapat diartikan sebagai kesiapan pada seseorang

untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu dan sikap dapat bersifat

positif maupun negatif. Apabila bersifat positif, maka cenderung akan

melakukan tindakan mendekati, menyenangi dan mengharapkan objek tertentu.

Sebaliknya bila bersikap negatif maka akan cenderung akan melakukan tindakan

menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu

(Notoatmodjo, 2012).

Sikap seseorang yang positif belum tentu terwujud dalam tindakan positif,

begitu pula sebaliknya. Temuan-temuan dari peneliti yang lalu menyebutkan

bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat lemah bahkan negatif dan penelitian

lain menyebutkan bahwa hubungannya adalah positif (Natasha et al, 2013).

Sikap merupakan penentu penting dalam tingkah laku. Sikap yang ada pada

seseorang akan memberikan gambaran corak tingkah laku seseorang. Berdasar


28

pada sikap seseorang, orang akan dapat menduga bagaimana respon atau

tindakan yang akan diambil oleh orang tersebut terhadap suatu masalah atau

keadaan yang dihadapinya. Jadi dalam kondisi wajar-ideal gambaran

kemungkinan tindakan atau tingkah laku yang akan diambil sebagai respon

terhadap suatu masalah atau keadaan yang dihadapkan kepadanya dapat

diketahui dari sikapnya (Sugeng, 2014).

Sikap adalah proses mental yang terjadi pada individu yang akan menentukan

respon yang baik dan nyata ataupun yang potensial dari setiap orang yang

berbeda. Dengan perkataan lain bahwa setiap sikap adalah mental manusia untuk

bertindak ataupun menentang kearah suatu objek tertentu. Sedangkan ciri-ciri

sikap adalah: (Notoatmodjo, 2012).

1. Sikap dibentuk dan diperoleh sepanjang perkembangan seseorang dalam

hubungannya dengan objek tertentu.

2. Sikap dapat berubah sesuai dengan keadaan dan syarat-syarat tertentu yang

dapat mengubahnya.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu

terhadap suatu kelompok.

4. Sikap dapat berupa suatu hal yang tertentu tetapi dapat juga berupa kumpulan

dari hal-hal tersebut

5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan.

Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, mempersepsi dan merasa

dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap ini bukan perilaku tetapi

merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu

terhadap objek sikap. Objek sikap dapat berupa benda, orang, tempat, gagasan,
29

situasi atau kelompok. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi,

berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai,

mempunyai daya pendorong atau motivasi, lebih bersifat menetap,

mengandung aspek evaluasi artinya mengandung nilai menyenangkan atau

tidak menyenangkan.

Menurut Azwar (2013), ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap

yaitu:

1. Pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentukan sikap apabila

pengalaman tersebut meninggalkan kesan yang kuat, dan membuat

seseorang sulit untuk melupakannya. Karena itu, sikap akan lebih mudah

terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang

melibatkan faktor emosional.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung memiliki sikap yang sama atau

searah dengan sikap seseorang yang dianggap penting. Kecenderungan ini

antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan untuk

menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

3. Pengaruh kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap

seseorang terhadap berbagai masalah. Sehingga kebudayaan dapat

memberikan corak pengalaman individu kepada masyarakat lainnya.


30

4. Media massa

Dalam pemberitaan melalui media alat komunikasi yang seharusnya

faktual disampaikan secara objektif berpengaruh terhadap sikap

konsumennya.

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama

sangat menentukan sikap kepercayaan seseorang. Sehingga pada berikutnya

konsep tersebut dapat mempengaruhi sikap.

6. Faktor emosional

Bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi

sebagai pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap positif akan

memiliki perilaku yang baik pula karena dengan sikap yang positif

seseorang dengan yakin dan optimis akan berpartisipasi aktif untuk

menanggulangi pandemic COVID-19 di Indonesia sesuai dengan apa yang

dipelajari dan diaplikasikan melalui pengalaman serta tanggung jawabnya

tanpa terbebani oleh suatu hal sehingga akan selalu berusaha untuk

melindungi dirinya sendiri, tenaga kesehatan dan non-kesehatan lain, dan

tentu saja pasien dari paparan virus COVID-19.

F. Perilaku

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan

yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik

disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang


31

saling berinteraksi (Wawan, 2010). Konsep perilaku dari pandangan biologis

adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme bersangkutan.

Perilaku manusia pada dasarnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu

sendiri sehingga perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas

mencangkup berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian dan lain sebagainya.

Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah

apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik yang dapat diamati secara

langsung maupun secara tidak langsung.

Perilaku adalah suatu aktivitas seseorang yang bersangkutan dan

mempunyai kapasitas yang sangat luas mencakup : berjalan, berbicara,

bereaksi, dan berpakaian. Menurut Notoatmodjo (2012) ada 3 faktor utama

yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu :

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)


Faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah terjadinya

perilaku seseorang. Faktor predisposisi mencakup pengetahuan, sikap,

keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi.

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Faktor pemungkin adalah faktor yang memungkinkan atau yang

memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor pemungkin ini mencakup

ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat

serta jarak dan keterjangkauan tempat pelayanan. Contohnya yaitu

puskesmas, posyandu, rumah sakit, klinik dan sebagainya.


32

3. Faktor Penguat (Reinforcing Factor)

Faktor penguat adalah faktor yang mendorong atau memperkuat

terjadinya perilaku. Faktor penguat ini mencakup sikap dan perilaku tokoh

masyarakat, sikap perilaku petugas kesehatan terhadap imunisasi covid19.

Perilaku masyarakat dipengaruhi terutama oleh kebiasaan masyarakat.

Keadaan dan struktur politik di pandang sebagai salah satu aspek penting

yang tidak kecil peranannya dalam mempengaruhi derajat perilaku

masyarakat. Aspek sosial budaya turut menentukan perwujudan dan

derajat peran serta masyarakat. Dimana budaya masyarakat Indonesia

tertentu belum lagi terwujutnya perilaku hidup sehat. Untuk menunjang

terwujutnya peran serta masyarakat, perlu upaya peningkatan komunikasi

informasi dan motivasi (KIM) ditunjukkan kepada segenap lapisan

masyarakat baik secara vertical ataupun horizontal (Notoatmodjo, 2012).

Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme

tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan.

Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini

merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku

manusia. Hereditas atau faktor keturunan adalah merupakan konsepsi

dasar atau modal untuk pengembangan perilaku makhluk hidup.

Sedangkan lingkungan adalah merupakan kondisi atau merupakan lahan

untuk pengembangan perilaku tersebut. Suatu pertemuan antara dua faktor

tersebut dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar

(learning process) (Notoatmodjo, 2012).


33

G. Kerangka Teori

Berdasarkan teori-teori yang telah dibahas dalam tinjauan kepustakaan,

maka kerangka teoritis diadopsi dari pendapat Wawan (2010) dan

Notoatmodjo (2012) maka kerangka teoritis dapat digambarkan sebagai

berikut :

COVID-19

Petugas Kesehatan Masyarakat


(Bidan )

PENCEGAHAN
COVID-19

(Perilaku) (Sikap)
Notoatmodjo, 2012 Wawan, 2010
a. Faktor Predisposisi a. Pengalaman pribadi
(Predisposing Factors) b. Pengaruh kebudayaan
b. Faktor Pemungkin c. Pengaruh orang lain
(Enabling Factor) yang dianggap penting
c. Faktor Penguat d. Media massa
(Reinforcing Factor) e. Faktor emosional
f. Lembaga pendidikan
dan lembaga agama
Sumber (Wawan, 2010 dan Notoatmodjo, 2012)
34

Anda mungkin juga menyukai