Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Di masa pandemi COVID-19, tenaga medis berupaya memberikan


perawatan yang terbaik untuk membantu penyembuhan pasien COVID-19. Pasien
dengan COVID-19 yang dirawat di Rumah Sakit banyak yang mengeluh
mengalami sesak nafas. Sebagai seorang perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan tidak hanya berupa terapi konvensional, tetapi dapat dilakukan
bersamaan dengan terapi komplementer sebagai upaya untuk membantu proses
penyembuhan penyakit. Terapi komplementer yang dapat diberikan yaitu
kombinasi Deep breathing dan Humming. Penelitian mengenai Kombinasi Deep
breathing dan Humming belum pernah ada yang melakukan sebelumnya.

Kasus pneumonia misterius pertama kali dilaporkan di Wuhan, Provinsi


Hubei pada Desember 2019. Sumber penularan kasus ini masih belum diketahui
pasti, tetapi kasus pertama dikaitkan dengan pasar ikan di Wuhan (Huang C,
2020). Penyakit ini berkembang sangat pesat dan telah menyebar ke berbagai
provinsi lain di Cina, bahkan menyebar hingga ke Thailand dan Korea Selatan
dalam kurun waktu kurang dari satu bulan. Pada 11 Februari 2020, World Health
Organization (WHO) mengumumkan nama penyakit ini sebagai Virus Corona
Disease (COVID-19) yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2, yang
sebelumnya disebut 2019-nCoV, dan dinyatakan sebagai pandemik pada tanggal
12 Maret 2020 (Susilo , 2020).

Awalnya, penyakit ini dinamakan sementara sebagai 2019 novel corona


virus (2019-nCoV), kemudian WHO mengumumkan nama baru pada 11 Februari
2020 yaitu Coronavirus Disease (COVID-19) yang disebabkan oleh virus Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Virus ini dapat

1
ditularkan dari manusia ke manusia dan telah menyebar secara luas di China dan
lebih dari 190 negara dan teritori lainnya. Sampai tanggal 29 Maret 2020, terdapat
634.835 kasus dan 33.106 jumlah kematian di seluruh dunia. Sementara di
Indonesia sudah ditetapkan 1.528 kasus dengan positif COVID-19 dan 136 kasus
kematian (WHO, 2020).

Berdasarkan laporan WHO, pada tanggal 30 Agustus 2020, terdapat


24.854.140 kasus konfirmasi COVID-19 di seluruh dunia dengan 838.924
kematian (CFR 3,4%). Wilayah Amerika memiliki kasus terkonfirmasi terbanyak,
yaitu 13.138.912 kasus. Selanjutnya wilayah Eropa dengan 4.205.708 kasus,
wilayah Asia Tenggara dengan 4.073.148 kasus, wilayah Mediterania Timur
dengan 1.903.547 kasus, wilayah Afrika dengan 1.044.513 kasus, dan wilayah
Pasifik Barat dengan 487.571 kasus (WHO, 2020).

Kasus terkonfirmasi COVID-19 di Indonesia masih terus bertambah.


Berdasarkan laporan Kemenkes RI, pada tanggal 03 Februari 2021 tercatat total
kasus COVID-19 sebanyak 1,1 juta terkonfirmasi dengan angka kematian 30.581.
Kalimantan Timur menepati urutan ke 6 dari 34 provinsi di Indonesia dengan
kasus terkonfirmasi sebanyak 42.021 kasus (Kemenkes RI, 2020). Menurut data
penyebaran COVID-19 di wilayah kutai kartanegara pada bulan januari 2021
tercatat 5.105 jiwa kasus terkonfirmasi COVID-19 (Dinas perhubungan, 2021).
Berdasarkan data 10 besar penyakit di RSUD A.M. Parikesit Tenggarong,
penyakit Pneumonia menempati urutan ke 10 dengan jumlah kasus sebanyak 127
pada tahun 2019 (RSUD A.M. Parikesit, 2019).

Corona virus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit


mulai dari gejala ringan sampai . Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang
diketahui menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala seperti Middle
East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang

2
belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-
19 ini dinamakan Sars-CoV-2. Virus corona adalah zoonosis (ditularkan antara
hewan dan manusia).

Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan
pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-
6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID19 yang dapat
menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan
kematian. Tanda-tanda dan gejala klinis yang dilaporkan pada sebagian besar
kasus adalah demam, dengan beberapa kasus mengalami kesulitan bernapas, dan
hasil rontgen menunjukkan infiltrate pneumonia luas di kedua paru. Gejala yang
dirasakan oleh penderita COVID-19 mirip dengan penderita SARS. Kebanyakan
orang yang terinfeksi akan mengalami gejala ringan hingga sedang. Center for
Disease Control (CDC) menyatakan saat ini dilaporkan dapat terjadi gejala
tambahan berupa kehilangan bau dan rasa (Kemenkes RI, 2020).

Pneumonia merupakan peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh


mikroorganisme bakteri, virus, jamur, dan parasit, namun pneumonia juga dapat
disebabkan oleh bahan kimia ataupun karena paparan fisik seperti suhu atau
radiasi (Djojodibroto, 2014). Sesak nafas merupakan gejala paling umum
sekaligus paling urgent pada pasien positif COVID-19 apabila gejala ini tidak
lekas ditangani dan ditindak lanjuti dengan tepat maka akan mengancam nyawa
pasien. Adapun guidelineterapi farmakologis yang akan diberikan oleh Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) adalah dengan memberikan obat-obatan
yang mengurangi gejala yang timbul pada pasien mengingat belum ditemukannya
vaksin daripada virus ini.

Sebagai upaya untuk meringankan gejala yang timbul dan mempercepat


perbaikan kondisi umum pasien terutama pada kondisi sesak nafas pasien positif
COVID-19 maka diperlukan terapi konvensional medis non farmakologi.

3
Manajemen untuk mengatasi sesak nafas dapat dibagi menjadi 2, yaitu
manajemen farmakologi dan manajemen non farmakologi. Manajemen non
farmakologi yang dapat dilakukan berupa terapi komplementer yaitu Deep
breathing dan Humming.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Covid 19 ?

2. Apa saja etiologi dari Covid 19 ?

3. Apa saja karakteristikepidemiologi covid 19?

4. Apa saja karakteristik klinis covid 19 ?

5. Bagaimana cara pencegahan covid 19 ?

6. Bagaimana asuhan keperawatan covid 19?

C. Tujuan

1. Agar dapat mengetahui definisi Covid 19


2. Agar dapat mengetahui etiologi Covid 19
3. Agar dapat mengetahui kaakteristik epidemiologi Covid 19
4. Agar dapat mengetahui karakteristik klinis Covid 19
5. Agar dapat mengetahui cara pencegahan Covid 19
6. Agar dapat mengetahui asuhan keperawatan Covid 19

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep COVID 19
1. Definisi

Pengertian COVID-19 Corona virus merupakan keluarga besar virus


yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia
biasanya menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai flu biasa
hingga penyakit yang serius seperti Middle East Respiratory Syndrome
(MERS) dan Sindrom Pernapasan Akut / Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS). Penyakit ini terutama menyebar di antara orang- orang melalui
tetesan pernapasan dari batuk dan bersin. Virus ini dapat tetap bertahan
hingga tiga hari dengan plastik dan stainless steel SARS CoV-2 dapat
bertahan hingga tiga hari,atau dalam aerosol selama tiga jam4. Virus ini juga
telah ditemukan di feses, tetapi hingga Maret 2020 tidak diketahui apakah
penularan melalui feses mungkin, dan risikonya diperkirakan rendah
(Doremalen et al, 2020).

Corona virus jenis baru yang ditemukan pada manusia sejak kejadian
luar biasa muncul di Wuhan China, pada Desember 2019, kemudian diberi
nama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS- COV2),
dan menyebabkan penyakit Coronavirus Disease-2019 (COVID-19). COVID-
19 termasuk dalam genus dengan flor elliptic dan sering berbentuk
pleomorfik, dan berdiameter 60- 140 nm. Virus ini secara genetic sangat
berbeda dari virus SARS-CoV dan MERS-CoV. Homologi antara COVID19
dan memiliki karakteristik DNA coronavirus pada kelelawar-SARS yaitu
dengan kemiripan lebih dari 85%. Ketika dikultur pada vitro, COVID-19

5
dapat ditemukan dalam sel epitel pernapasan manusia setelah 96 jam.
Sementara itu untuk mengisolasi dan mengkultur vero E6 dan Huh7 garis sel
dibutuhkan waktu sekitar 6 hari. Paru-paru adalah organ yang paling
terpengaruh oleh COVID-19, karena virus mengakses sel inang melalui enzim
ACE2, yang paling melimpah di sel alveolar tipe II paruparu. Virus ini
menggunakan glikoprotein permukaan khusus, yang disebut “spike”, untuk
terhubung ke ACE2 dan memasuki sel inang (Letko et al, 2020).

Sub-family virus corona dikategorikan ke dalam empat genus; α, β, γ,


d an δ. Selain virus baru ini (COVID 19), ada tujuh virus corona yang telah
diketahui menginfeksi manusia. Kebanyakan virus corona menyebabkan
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), tetapi Middle East Respiratory
Syndrome Coronavirus (MERSr CoV), severe acute respiratory syndrome
associated coronavirus (SARSr CoV) dan novel coronavirus 2019 (COVID-
19) dapat menyebabkan pneumonia ringan dan bahkan , serta penularan yang
dapat terjadi antar manusia. Virus corona sensitif terhadap sinar ultraviolet
dan panas, dan dapat di nonaktifkan (secara efektif dengan hampir semua
disinfektan kecuali klorheksidin). Oleh karena itu, cairan pembersih tangan
yang mengandung klorheksidin tidak direkomendasikan untuk digunakan
dalam wabah ini (Safrizal dkk, 2020)

2. Etiologi

Dalam diagnosis awal dari Rencana Perawatan Penyakit Virus Corona


2019 (yang disusun Pemerintah China), deskripsi etiologi COVID-19
didasarkan pada pemahaman sifat fisikokimia dari penemuan virus corona
sebelumnya. Dari penelitian lanjutan, edisi kedua pedoman tersebut
menambahkan “coronavirus tidak dapat dinonaktifkan secara efektif oleh
chlorhexidine”, juga kemudian definisi baru ditambahkan dalam ed isi

6
keempat, “nCov-19 adalah genus b, dengan envelope, bentuk bulat dan sering
berbentuk pleomorfik, dan berdiameter 60-140 nm.

Karakteristik genetiknya jelas berbeda dari SARSr- CoV dan


MERSrCoV. Homologi antara nCoV2019 dan bat-SL-CoVZC45 lebih dari
85%. Ketika dikultur in vitro, nCoV-2019 dapat ditemukan dalam sel epitel
pernapasan manusia setelah 96 jam, sementara itu membutuhkan sekitar 6 hari
untuk mengisolasi dan membiakkan VeroE6 dan jaringan sel Huh-7“, serta
”corona virus sensitif terhadap sinar ultraviolet” (Safrizal dkk, 2020). CoV
adalah virus RNA positif dengan penampilan seperti mahkota di bawah
mikroskop elektron (corona adalah istilah latin untuk mahkota) karena adanya
lonjakan glikoprotein pada amplop. Subfamili Orthocoronavirinae dari
keluarga Coronaviridae (orde Nidovirales) digolongkan ke dalam empat gen
CoV: Alphacoronavirus (alphaCoV), Betacoronavirus (betaCoV),
Deltacoronavirus (deltaCoV), dan Gammacoronavirus (deltaCoV).
Selanjutnya, genus betaCoV membelah menjadi lima sub- genera atau garis
keturunan10.

Karakterisasi genom telah menunjukkan bahwa mungkin kelelawar


dan tikus adalah sumber gen alphaCoVs dan betaCoVs. Sebaliknya, spesies
burung tampaknya mewakili sumber gen deltaCoVs dan gammaCoVs.
Anggota keluarga besar virus ini dapat menyebabkan penyakit pernapasan,
enterik, hati, dan neurologis pada berbagai spesies hewan, termasuk unta, sapi,
kucing, dan kelelawar (Safrizal dkk, 2020). Sampai saat ini, tujuh CoV
manusia (HCV) yang mampu menginfeksi manusia telah diidentifikasi.
Beberapa HCoV diidentifikasi pada pertengahan 1960-an, sementara yang lain
hanya terdeteksi pada milenium baru.

Dalam istilah genetik, Chan et al. telah membuktikan bahwa genom


HCoV baru, yang diisolasi dari pasien kluster dengan pneumonia atipikal.

7
Setelah mengunjungi Wuhan diketahui memiliki 89% identitas nukleotida
dengan kelelawar SARS seperti-CoVZXC21 dan 82% dengan gen manusia
SARS- CoV11. Untuk alasan ini, virus baru itu bernama SARS-CoV-2.
Genom RNA untai tunggal-nya mengandung 29891 nukleotida, yang
mengkode 9860 asam amino. Meskipun asalnya tidak sepenuhnya dipahami,
analisis genom ini menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 mungkin berevolusi
dari strain yang ditemukan pada kelelawar. Namun, potensi mamalia yang
memperkuat, perantara antara kelelawar dan manusia, belum diketahui.
Karena mutasi pada strain asli bisa secara langsung memicu virulensi terhadap
manusia, maka tidak dipastikan bahwa perantara ini ada (Safrizal dkk, 2020).

3. Karakteristik Epidemiologi
Menurut Safrizal dkk, (2020) karakteristik epidemiologi meliputi:
a. Orang dalam pemantauan
Seseorang yang mengalami gejala demam (≥38°C) atau memiliki
riwayat demam atau ISPA tanpa pneumonia. Selain itu seseorang yang
memiliki riwayat perjalanan ke negara yang terjangkit pada 14 hari
terakhir sebelum timbul gejala juga dikategorikan sebagai dalam
pemantauan.
b. Pasien dalam pengawasan
1) Seseorang yang mengalami memiliki riwayat perjalanan ke negara yang
terjangkit pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala-gejala COVID-19
dan seseorang yang mengalami gejala- gejala, antara lain: demam
(>38°C); batuk, pilek, dan radang tenggorokan, pneumonia ringan
hingga berdasarkan gejala klinis dan/atau gambaran radiologis; serta
pasien dengan gangguan sistem kekebalan tubuh (immunocompromised)
karena gejala dan tanda menjadi tidak jelas.
2) Seseorang dengan demam >38°C atau ada riwayat demam atau ISPA
ringan sampai dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala, memiliki

8
salah satu dari paparan berikut: Riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi COVID-19, bekerja atau mengunjungi fasilitas kesehatan
yang berhubungan dengan pasien konfirmasi COVID-19, memiliki
riwayat perjalanan ke wilayah endemik, memiliki sejarah kontak dengan
orang yang memiliki riwayat perjalanan pada 14 hari terakhir ke wilayah
endemik.

4. Mekanisme Penularan
COVID-19 paling utama ditransmisikan oleh tetesan aerosol penderita
dan melalui kontak langsung. Aerosol kemungkinan ditransmisikan ketika
orang memiliki kontak langsung dengan penderita dalam jangka waktu yang
terlalu lama. Konsentrasi aerosol di ruang yang relatif tertutup akan semakin
tinggi sehingga penularan akan semakin mudah (Safrizal dkk, 2020).

5. Karakteristik Klinis
Menurut Safrizal dkk, (2020) berdasarkan penyelidikan epidemiologi
saat ini, masa inkubasi COVID-19 berkisar antara 1 hingga 14 hari, dan
umumnya akan terjadi dalam 3 hingga 7 hari. Demam, kelelahan dan batuk
kering dianggap sebagai manifestasi klinis utama. Gejala seperti hidung
tersumbat, pilek, pharyngalgia, mialgia dan diare relative jarang terjadi pada
kasus yang parah, dispnea dan / atau hipoksemia biasanya terjadi setelah satu
minggu setelah onset penyakit, dan yang lebih buruk dapat dengan cepat
berkembang menjadi sindrom gangguan pernapasan akut, syok septik,
asidosis metabolik sulit untuk dikoreksi dan disfungsi perdarahan dan batuk
serta kegagalan banyak organ, dll.
Pasien dengan penyakit parah atau kritis mungkin mengalami demam
sedang hingga rendah, atau tidak ada demam sama sekali. Kasus ringan hanya
hadir dengan sedikit demam, kelelahan ringan dan sebagainya tanpa
manifestasi pneumonia Dari kasus yang ditangani saat ini, sebagian besar

9
pasien memiliki prognosis yang baik. Orang tua dan orang-orang dengan
penyakit kronis yang mendasari biasanya memiliki prognosis buruk
sedangkan kasus dengan gejala yang relatif ringan sering terjadi pada anak-
anak.

Beberapa gejala yang mungkin terjadi, antara lain :

a. Penyakit Sederhana (ringan)


Pasien-pasien ini biasanya hadir dengan gejala infeksi virus saluran
pernapasan bagian atas, termasuk demam ringan, batuk (kering), sakit
tenggorokan, hidung tersumbat, malaise, sakit kepala, nyeri otot, atau
malaise. Tanda dan gejala penyakit yang lebih serius, seperti dispnea,
tidak ada. Dibandingkan dengan infeksi HCoV sebelumnya, gejala non-
pernapasan seperti diare sulit ditemukan.
b. Pneumonia Sedang
Gejala pernapasan seperti batuk dan sesak napas (atau takipnea pada
anak-anak) hadir tanpa tanda-tanda pneumonia .
c. Pneumonia Parah
Demam berhubungan dengan dispnea , gangguan pernapasan, takipnea
(> 30 napas / menit), dan hipoksia (SpO2<90%) pada udara kamar).
Namun, gejala demam harus ditafsirkan dengan hatihati karena bahkan
dalam bentuk penyakit yang parah, bisa sedang atau bahkan tidak ada.
Sianosis dapat terjadi pada anak-anak. Dalam definisi ini, diagnosis adalah
klinis, dan pencitraan radiologis digunakan untuk mengecualikan
komplikasi.
d. Sindrom Gangguan Pernapasan Akut (ARDS)
Diagnosis memerlukan kriteria klinis dan ventilasi. Sindrom ini
menunjukkan kegagalan pernapasan baru-awal yang serius atau
memburuknya gambaran pernapasan yang sudah diidentifikasi. Berbagai
bentuk ARDS dibedakan berdasarkan derajat hipoksia.

10
6. Pencegahan
Menurut Kemenkes RI dalam Health Line (2020) pencegahan penularan
COVID-19 meliputi :
a. Sering-Sering Mencuci Tangan
Sekitar 98 persen penyebaran penyakit bersumber dari tangan.
Mencuci tangan hingga bersih menggunakan sabun dan air mengalir
efektif membunuh kuman, bakteri, dan virus, termasuk virus Corona.
Pentingnya menjaga kebersihan tangan membuat memiliki risiko rendah
terjangkit berbagai penyakit.
b. Hindari Menyentuh Area Wajah
Virus Corona dapat menyerang tubuh melalui area segitiga wajah,
seperti mata, mulut, dan hidung. Area segitiga wajah rentan tersentuh oleh
tangan, sadar atau tanpa disadari. Sangat penting menjaga kebersihan
tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan benda atau bersalaman
dengan orang lain.
c. Hindari Berjabat Tangan dan Berpelukan
Menghindari kontak kulit seperti berjabat tangan mampu mencegah
penyebaran virus Corona. Untuk saat ini menghindari kontak adalah cara
terbaik. Tangan dan wajah bisa menjadi media penyebaran virus Corona.
d. Jangan Berbagi Barang Pribadi
Virus Corona mampu bertahan di permukaan hingga tiga hari. Penting
untuk tidak berbagi peralatan makan, sedotan, handphone, dan sisir.
Gunakan peralatan sendiri demi kesehatan dan mencegah terinfeksi virus
Corona.
e. Etika ketika Bersin dan Batuk
Satu di antara penyebaran virus Corona bisa melalui udara. Ketika
bersin dan batuk, tutup mulut dan hidung agar orang yang ada di sekitar

11
tidak terpapar percikan kelenjar liur. Lebih baik gunakan tisu ketika
menutup mulut dan hidung ketika bersin atau batuk. Cuci tangan hingga
bersih menggunakan sabun agar tidak ada kuman, bakteri, dan virus yang
tertinggal di tangan.
f. Bersihkan Perabotan di Rumah
Tidak hanya menjaga kebersihan tubuh, kebersihan lingkungan tempat
tinggal juga penting. Gunakan disinfektan untuk membersih perabotan
yang ada di rumah. Bersihkan permukaan perabotan rumah yang rentan
tersentuh, seperti gagang pintu, meja, furnitur, laptop, handphone, apa
pun, secara teratur. Bisa membuat cairan disinfektan buatan sendiri di
rumah menggunakan cairan pemutih dan air. Bersihkan perabotan rumah
cukup dua kali sehari.
g. Jaga Jarak Sosial
Satu di antara pencegahan penyebaran virus Corona yang efektif
adalah jaga jarak sosial. Pemerintah telah melakukan kampanye jaga jarak
fisik atau physical distancing. Dengan menerapkan physical distancing
ketika beraktivitas di luar ruangan atau tempat umum, sudah melakukan
satu langkah mencegah terinfeksi virus Corona. Jaga jarak dengan orang
lain sekitar satu meter. Jaga jarak fisik tidak hanya berlaku di tempat
umum, di rumah pun juga bisa diterapkan.
h. Hindari Berkumpul dalam Jumlah banyak
Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Kepolisian Republik
Indonesia telah membuat peraturan untuk tidak melakukan aktivitas
keramaian selama pandemik virus Corona. Tidak hanya tempat umum,
seperti tempat makan, gedung olah raga, tetapi tempat ibadah saat ini
harus mengalami dampak tersebut. Tindakan tersebut adalah upaya untuk
mencegah penyebaran virus Corona. Virus Corona dapat ditularkan
melalui makanan, peralatan, hingga udara. Untuk saat ini, dianjurkan lebih

12
baik melakukan aktivitas di rumah agar pandemik virus Corona cepat
berlalu.
i. Mencuci Bahan Makanan
Selain mencuci tangan, mencuci bahan makanan juga penting
dilakukan. Rendam bahan makanan, seperti buah-buah dan sayursayuran
menggunakan larutan hidrogen peroksida atau cuka putih yang aman
untuk makanan. Simpan di kulkas atau lemari es agar bahan makanan
tetap segar ketika ingin dikonsumsi. Selain untuk membersihkan, larutan
yang digunakan sebagai mencuci memiliki sifat antibakteri yang mampu
mengatasi bakteri yang ada di bahan makanan.

B. Konsep Sesak Nafas


1. Definisi
Sesak nafas merupakan subjek seseorang dan pasien sering merasa
tercekik, nafas pendek, atau didada. Menurut Hidayat (2008), sesak nafas
merupakan perasaan sesak dan pada saat bernafas. Sesak nafas dapat
disebabkan karena perubahan kadar gas dalam darah atau jaringan, kerja , atau
berlebih, serta faktor psikologis (Hidayat, 2008)
2. Cara mengukur sesak nafas
a. Skala sesak Modifieted Medical Reserch Coucil ( Mrct )
b. Modifieted Borg Scale (MBS)
c. Base Line Index (BDI)
d. Visual Analouge Scale for Dypsnea (VAS)
e. Saturasi Oksigen

13
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,


untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalahmasalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas: (Arif
Muttaqin, 2008)

a. Pengumpulan Data

1. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
no. register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Keluhan utama klien dengan pneumonia adalah sesak napas, batuk,
dan peningkatan suhu tubuh atau demam.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Apabila
klien mengatakan batuk, maka perawat harus menanyakan sudah berapa
lama, dan lama keluhan batuk muncul. Keluhan batuk biasanya timbul
mendadak dan tidak berkurang setelah minum obat. Pada awalnya keluhan
batuk nonproduktif, lama kelamaan menjadi batuk produktif dengan mukus
purulent kekuningan, kehijauan, kecoklatan, atau kemerahan dan sering kali
berbau busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan
menggigl serta sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, dan lemas.

14
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit diarahkn pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah
mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dengan gejala seperti
luka tenggorokan, kongesti nasal, bersin, dan demam ringan
5) Riwayat keperwatan berdasarkan pola kesehatan fungsional
a. Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat
Keluarga sering menganggap seperti batuk biasa, dan menganggap
benar-benar sakit apabila sudah mengalami sesak napas.
b. Pola metabolik nutrisi
Sering muncul anoreksia (akibat respon sistematik melalui control
saraf pusat), mual muntah karena terjadi peningkatan rangsangan gaster
dari dampak peningkatan toksik mikroorganisme.
c. Pola eliminasi
Penderita mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan
cairan karena demam.
d. Pola tidur-istirahat
Data yang muncul adalah pasien kesulitan tidur karena sesak napas.
Penampilan lemah, sering menguap, dan tidak bisa tidur di malam hari
karena tidak kenyamanan tersebut.
e. Pola aktivitas-latihan
Aktivitas menurun dan terjadi kelemahan fisik.
f. Pola kognitif-persepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernsh disampaikan
biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigenasi pada
otak.
g. Pola persepsi diri-konsep diri
Tampak gambaran keluarga terhadap pasien, karena pasien diam.
h. Pola peran hubungan

15
Pasien terlihat malas jika diajak bicara dengan keluarga, pasien lebih
banyak diam.
i. Pola toleransi stress-koping
Aktivitas yang sering tampak saat menghadapi stress adalah pasien
selalu diam dan mudah marah.
j. Pola nilai-kepercayaan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan untuk
mendapat sumber kesembuhan dari Allah SWT.

2. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
Wajah terlihat pucat, meringis, lemas, banyak keringat, sesak, adanya
PCH, Adanya takipnea sangat jelas (25-45 kali/menit), pernafasan cuping
hidung, penggunaan otot-otot aksesori pernafasan, dyspnea, sianosis
sirkumoral, distensi abdomen, sputum purulen, berbusa, bersemu darah,
batuk : Non produktif – produktif, demam menggigil, faringitis.
b) Palpasi
Denyut nadi meningkat dan bersambungan (bounding), nadi biasanya
meningkat sekitar 10 kali/menit untuk setiap kenaikan satu derajat celcius,
turgor kulit menurun, peningkatan taktil fremitus di sisi yang sakit, hati
mungkin membesar.
c) Perkusi
Perkusi pekak bagian dada dan suara redup pada paru yang sakit.
d) Auslkutasi
Terdengar stridor, bunyi nafas bronkovesikuler atau bronkial, egofoni
(bunyi mengembik yang terauskultasi), bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan
yang terauskultasi melalui dinding dada), ronchii pada lapang paru.
Perubahan ini terjadi karena bunyi ditransmisikan lebih baik melalui
jaringan padat atau tebal (konsolidasi) daripada melalui jaringan normal.

16
3. Pemeriksaan Diagnostik
a) Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi strukstural (misal: Lobar, bronchial);
dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema (stapilococcus);
infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/perluasan
infiltrat nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikroplasma, sinar x
dada mungkin bersih.
b) GDA (Gas Darah Arteri)
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat
dan penyakit paru yang ada
c) Pemeriksaan darah.
Pada kasus pneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis
(meningkatnya jumlah netrofil) (Sandra M. Nettina, 2001 : 684) Secara
laboratorik ditemukan leukositosis biasa 15.000- 40.000/m dengan
pergeseran LED meninggi.
d) LED meningkat.
Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas
meningkat dan komplain menurun, elektrolit Na dan Cl mungkin rendah,
bilirubin meningkat, aspirasi biopsi jaringan paru
e) Rontegen dada
Ketidak normalan mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang
terlibat dan penyakit paru yang ada. Foto thorax bronkopeumonia terdapat
bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia
lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
f) Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal,bronskoskopi
fiberoptik, atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme

17
penyebab, seperti bakteri dan virus. Pengambilan sekret secara broncoscopy
dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan dan test resistensi dapat
menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan
karena sulit.
g) Tes fungsi paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar), tekanan
jalan nafas mungkin meningkat dan complain menurun. Mungkin terjadi
perembesan (hipokemia).
h) Elektrolit Natrium dan klorida mungkin rendah.
i) Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka
Dapat menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik
(CMV), karakteristik sel raksasa (rubella).

B. Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien pneumonia


adalah sebagai berikut:

a) Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif (D.0001)


b) Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
c) Intoleransi aktivitas (D.0056)

C. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses


keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam
usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk memenuhi
kebutuhan pasien (Setiadi, 2012). Berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SLKI) dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Tahun
2018 intervensi pada diagnosa yang muncul seperti di table berikut ini

18
N Rencana Keperawatan
O Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Bersihan Jalan Nafas Tujuan: Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas
(D.0001) intervensi keperawatan (I.01011)
Di buktikan dengan : selama .......... bersihan Observasi
Gejala dan Tanda Mayor jalan nafas meningkat • Monitor pola nafas
Subjektif: dengan kriteria hasil : • Monitor bunyi nafas
Mengeluh sesak nafas 1. Produksi sputum • Monitor sputum
menurun
Objektif: 2. Mengi menurun Terapeutik
- Batuk tidakefektif atau mamp 3. Whezing menurun • Pertahankan kepatenan
u batuk 4. Dipsnea menurun jalan nafas dengan headtill
- Sputum berlebih/obstruksi 5. Saturasi Oksigen chin lift
jalan nafas membaik 6. Pola nafas • Posisikan semifowler
- Mengi, Wheezing, atau membaik atau fowler
ronchi kering • Berikan minum hangat
• Lakukan fisioterapi dada
Gejala dan Tanda Minor • Lakukan penghisapan
Subjektif: lendir kurang dari 15 detik
Tidak tersedia Objektif: • Berikan oksigen, jika
- Gelisah perlu
- Sianosis
- Bunyi nafas menurun Edukasi
- Saturasi Oksigen berubah • Anjurkan asupan 2000
- Pola nafas berubah ml/hari
• Ajarkan batuk efektif

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian

19
bronkodilator
Gangguan pertukaran gas Tujuan: Setelah dilakukan Pemantauan respirasi
(D.0003) intervensi keperawatan (I.1014)
Dibuktikan dengan : selama ............. maka Observasi:
gangguan pertukaran gas • Monitor frekuensi, irama,
Gejala dan Tanda Mayor meningkat dengan kriteria • kedalamam, dan upaya
Subjektif: hasil : nafas
Dipsnea 1. Dipsnea menurun • Monitor kemampuan
2. Bunyi nafas tambahan baruk
Objektif : menurun • Efektif
- Pco2 meningkat/menurun 3. Pusing menurun • Monitor pola nafas
- Po2 menurun 4.Pengelihatan kabur • Monitor adanya sputum
- Takikardi menurun • Monitor adanya sumbatan
- bunyi nafas tambahan jalan nafas
• Auskultasi suara nafas
Gejala dan Tanda Minor • Monitor saturasi oksigen
Subjektif: • Monitor AGD
- Pusing
- Pengelihatan kabur Terapeutik:
• Atur interval pemantauan
Objektif : dan prosedur pemantauan
- sianosis • Dokumentasi hasil
- gelisah pemantauan
- nafas cuping hidung
- pola nafas abnormal Edukasi
- kesadaran menurun • Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
• Informasikan hasil
pemantauan

20
3. Intoleransi aktivitas (D.0056) Tujuan: Manajemen Energi
Dibuktikan dengan : Setelah dilakukan Observasi:
Gejala dan Tanda Mayor intervensi keperawatan • Identifikasi gangguan
Subjektif: selama ............. maka fungsi tubuh yang
Mengeluh lelah gangguan pertukaran gas mengakibatkan kelelahan
meningkat dengan kriteria • Monitor pola dan jam
Objektif : hasil : tidur • Monitor kelelahan
- Frekunsi jantung meningkat 1. Kemudahan dalam fisik dan emosional
melakukan aktivitas Edukasi
Gejala dan Tanda Minor sehari-hari Meningkat • Anjurkan tirah baring
Subjektif: 2. Kekuatan tubuh bagian • Anjurkan melakukan
- Dipsnea saat aktivitas atas dan bawahMeningka aktivitas secara bertahap
- Merasa lemas 3. Keluhan lelah menurun
4. Dispnea saat aktivitas Terapeutik:
Objektif : menurun - Sediakan lingkungan
- Tekanan darah berubah nyaman dan rendah
(>20%) darikondisi istirahat stimulus
- Gambaran EKG - Lakukan latihan rentang
- Sianosis gerak pasif dan/atau aktif
- Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan

Kolaborasi
• Kolaborasi dengan ahli

21
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan Terapi Relaksasi
(I.09326)

Observasi
• Identifikasi perubahan
tingkat energi
• Pwerksa nadi, TD, dan
Suhu sebelum dan sesudah
latihan
• Monitor respon terhadap
relaksasi Terapeutik -
Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus
• Gunakan nada suara yang
lembut dengan irama
lambat dan berirama
Edukasi
• Jelaskan tujuan, manfaat,
dan jenis relaksasi yg
tersedia (nafas dalam dan
humming)
• Jelaskan secara rinci
intervensi yg dipilih
• Anjurkan mengambil
posisi yg nyaman

22
• Anjurkan rileks
• Anjurkan sering
mengulangi teknik
Demontrasikan dan latih
teknik relaksasi

D. Implementasi

Implementasi keperawatan yang merupakan komponen proses keperawatan


adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan mencapai
tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan
diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan
kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan arahan perawatan untuk
mencapai tujuan yang berpusat pada klien, menyelia dan mengevaluasi kerja anggota
staff, dan mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan
perawatan kesehatan berkelanjutan dari klien (Hidayat, 2012).

E. Evaluasi

Dokumentasi evaluasi adalah merupakan catatan tentang indikasi kemajuan


pasien terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi bertujuan untuk menilai keefektifan
parawatan dan untuk mengkomunikasikan status pasien dari hasil tindakan
keperawatan (Hidayat, 2012). Terdapat dua tipe evaluasi keperawatan menurut yaitu;
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif terjadi secara periodik
selama pemberian perawatan, sedangkan evaluasi sumatif terjadi pada akhir aktivitas,
seperti diakhir penerimaan, pemulangan atau pemindahan ke tempat lain, atau diakhir
kerangka waktu tertentu, seperti diakhir sesi penyuluhan (Setiadi, 2012).

BAB IV

PENUTUP

23
A. Kesimpulan
Intervensi yang diberikan berupa pemberian kombinasi deep breathing
dan humming yang mampu menurunkan sesak nafas pada pasien Pneumonia
et causa post COVID-19. Hasil intervensi yang dilakukan menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan Saturasi Oksigen sebelum dan sesudah dilakukan
pemberian intervensi kombinasi deep breathing dan humming, sehingga
intervensi ini terbukti memiliki pengaruh dalam menurunkan sesak nafas yang
dirasakan oleh pasien covid 19.

B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
diharapkan dapat menjadi bahan masukkan atau sumber informasi
serta dasar pengetahuan
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
diharapkan menjadi landasan yang kuat untuk penelitian-penelitian
yang selanjutnya
3. Bagi Rumah Sakit
diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan klien dengan
Pneumonia di Rumah Sakit.
4. Bagi Profesi Perawat
diharapkan dapat meningkatkan Asuhan Keperawatan klien dengan
pneumonia secara komperhensif

DAFTAR PUSTAKA

24
Amin, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic- Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogakarta:
MediactionPublishing.
Anita Y. (2019). Pengaruh Nafas Dalam dan Posisi Terhadap Saturasi Oksigen
dan Frekuensi Nafas Pada Pasien Asma. Jurnal Keperawatan Raflesia :
Poltekkes Kemenkes Bengkulu. ISSN: 2656-6222.
Barnason, S., Zimmerman, L., & Young, L. (2011). An integrative review of
interventions promoting self-care of patients with heart failure, 448–475.
https://doi.org/10.1111/j.1365-2702.2011.03907.x
Bangun Virgona Argi & Nuraeni Susi. (2013). Pengaruh Aromaterapi Lavender
Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi di Rumah Sakit
Dustira Cimahi. Jurnal Keperawatan Soedirman.Volume 8 No2.
Bintang P. (2019). Urgency Praktik Pranayama di Era Milenial. Jurnal Yoga dan
Kesehatan : Brahma Widya IHDN. ISSN : 2621-0185.
Brunner dan Suddarth. (2011). Keperawatan Medikal Bedah Edisi8 Volume4.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Chalwadi Shila. (2020). Critical Study Of Bhramari Pranayama A Review
Article.International Journal of Applied Ayurved Research : College
Kharghar. ISSN: 2347- 6362
Dian K. (2019). Latihan Napas Dalam terhadap Peningkatan Arus Puncak
Ekspirasi (Ape) Pasien Asma Di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Kota
Pekalongan. MOTORIK Journal Kesehatan : Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Klate. ISSN : 1907-218X.
Dinas Perhubungan. (2021). Pantauan Data dan Peta Sebaran Corona diWilayah
Kutai Kartanegara. Alamat : https://dishub.kukarkab.go.id/
Djojodibroto, Darmanto (2014). Respirologi. Jakarta : EGC, hal. 151.
Guyton A.C. and J.E. Hall (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC. 74,76, 80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340.

25

Anda mungkin juga menyukai