TINJAUAN PUSTAKA
A. Pandemi Covid-19
1. Epidemologi Pandemi Covid-19
Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus
2 (SARS-CoV-2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan.
Penyakit karena infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus Corona bisa
menyebabkan gangguan ringan pada system pernapasan, infeksi paru-
paru yang berat, hingga kematian (Kemenkes RI, 2020).
Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2)
yang lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari
coronavirus yang menular ke manusia. Walaupun lebih bayak menyerang
lansia, virus ini sebenarnya bias menyerang siapa saja, mulai dari bayi,
anak-anak, hingga orang dewasa, termasuk ibu hamil dan ibu menyusui.
Infeksi virus Corona disebut COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) dan
pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019.
Virus ini menular dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir
semua negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan
(Kemenkes RI, 2020).
COVID-19 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret
2020 sejumlah 2 kasus (WHO, 2020). Data 31 Maret 2020 menunjukkan
kasus yang terkonfirmasi berjumlah 1.528 kasus dan 136 kasus kematian
(Kemenkes RI, 2020). Tingkat mortalitas COVID-19 di Indonesia sebesar
8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara (WHO, 2020).
Per tanggal 30 Maret 2020, terdapat 693.224 kasus dan 33.106
kematian di seluruh dunia. Eropa dan Amerika Utara telah menjadi pusat
pandemi COVID-19, dengan kasus dan kematian sudah melampaui
China. Amerika Serikat menduduki peringkat pertama dengan kasus
COVID-19 terbanyak dengan penambahan kasus baru sebanyak 19.332
kasus pada tanggal 30 Maret 2020 disusul oleh Spanyol dengan 6.549
kasus baru. Italia memiliki tingkat mortalitas paling tinggi di dunia, yaitu
11,3% (WHO, 2020).
7
8
2. Transmisi Covid-19
Saat ini, penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia
menjadi sumber transmisi utama sehingga penyebaran menjadi lebih
agresif. Transmisi SARS-CoV-2 dari pasien simptomatik terjadi melalui
droplet yang keluar saat batuk atau bersin (Han & Yang , 2019). Selain
itu, telah diteliti bahwa SARS-CoV-2 dapat viabel pada aerosol
(dihasilkan melalui nebulizer) selama setidaknya 3 jam (Doremalen,
2020). WHO memperkirakan reproductive number (R 0) COVID-19
sebesar 1,4 hingga 2,5. Namun, studi lain memperkirakan R 0 sebesar
3,28 (Liu, Gayle, Wilder-Smith & Rocklöv, 2020).
SARS-CoV-2 telah terbukti menginfeksi saluran cerna
berdasarkan hasil biopsi pada sel epitel gaster, duodenum, dan rektum.
Virus dapat terdeteksi di feses, bahkan ada 23% pasien yang dilaporkan
virusnya tetap terdeteksi dalam feses walaupun sudah tak terdeteksi
pada sampel saluran napas. Kedua fakta ini menguatkan dugaan
kemungkinan transmisi secara fekal-oral (Xiao, et al, 2020).
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas,
mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia,
pneumonia berat, ARDS, sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus
tergolong ringan atau sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan
sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan kritis. Berapa besar
proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui (WHO, 2020). Viremia dan
viral load yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang
asimptomatik telah dilaporkan (Kam, et. al, 2020).
Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut
saluran napas atas tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam,
fatigue, batuk (dengan atau tanpa sputum), anoreksia, malaise, nyeri
tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit kepala. Pasien tidak
membutuhkan suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus pasien juga
mengeluhkan diare dan muntah (Huang et. al., 2020). Pasien COVID-19
dengan pneumonia berat ditandai dengan demam, ditambah salah satu
dari gejala: (1) frekuensi pernapasan >30x/menit (2) distres pernapasan
berat, atau (3) saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen. Pada
pasien geriatri dapat muncul gejala-gejala yang atipikal (WHO, 2020).
9
2. Protokol Kesehatan
Beberapa protokol kesehatan terkait COVID-19 sudah diterbitkan
oleh Kemenkes (2020), antara lain:
a. Protokol Isolasi diri sendiri dalam penanganan COVID-19
b. Protokol Penanganan COVID-19 terdiri dari:
1) Protokol Komunikasi Publik
2) Protokol Kesehatan
3) Protokol di Area dan Transportasi Publik
4) Protokol di Area Institusi Pendidikan
5) Protokol di Pintu Masuk Wilayah Indonesia (Bandara,
Pelabuhan, dan PLBDN)
6) Protokol dalam Lingkup Khusus Pemerintahan (VVIP)
c. Protokol Pencegahan Penularan COVID-19 di Tempat Kerja
d. Protokol Pencegahan Penularan COVID-19 di Bidang Keolahragaan
e. Protokol di Tempat-Tempat Umum terdiri dari:
1) Protokol Pencegahan Penularan COVID-19 di Area Publik
2) Protokol Pencegahan Penularan COVID-19 di Transportasi
Publik
3) Protokol Pencegahan Penularan COVID-19 di Pasar
4) Protokol Pencegahan Penularan COVID-19 di Mass Gathering
5) Protokol Pencegahan Penularan COVID-19 di Restoran
6) Protokol Pencegahan Penularan COVID-19 di Sekolah
7) Protokol Pencegahan Penularan COVID-19 di Pesantren
8) Protokol Pencegahan Penularan COVID-19 di Masjid
f. Protokol Repatriasi WNA yang Menjadi Pasien Suspek dan/atau
Terpapar Positif COVID-19
g. Protokol Repatriasi WNA yang di Rawat di Rumah Sakit oleh Sebab
Penyakit Lainnya
h. Protokol Pemulangan Jenazah WNA yang Positif COVID-19
i. Protokol Karantina Diri Sendiri (Self Quarantine), Karantina Rumah
(Home Quarantine), Karantina Rumah Sakit (Hospital Quarantine),
Karantina Wilayah (Area Quarantine), dan Isolasi Mandiri (Self
Isolation)
11
c. Perilaku sehat
Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan tentang
bagaimana cara untuk menghindari dari komplikasi lebih lanjut.
d. Pemberian informasi
Pemberian informasi yang jelas pada individu dan keluarga
mengenai penyakit serta cara pencegahannya.
5. Mengukur tingkat kepatuhan
Tingkat ketidakpatuhan seseorang dalam menjalankan
kepatuhan protokol kesehatan Covid-19 dapat diukur dengan beberapa
metode (Dinna, 2020), antara lain :
a. Metoda pengukuran langsung misalnya observasi lapangan
langsung,
b. Metoda pengukuran tidak langsung meliputi wawancara dengan
individu.
C. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah perasaan yang tidak menyenangkan atau
ketakutan yang tidak jelas dan hebat hebat. Hal ini terjadai sebagai
reaksi terhadap sesuatu yang dialami oleh seseorang. Kecemasan
kondisi yang paling langka dilaporkan karena tidak dianggap penting.
Sukar untuk mengira jumlah orang yang menderita kecemasan sebab
mayoritas penderita tidak konsultasi ke dokter (Ramaiah, 2013).
Menurut Syahputra (2013), kecemasan merupakan gejolak
emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan
mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan, terlihat
jelas bahwa kecemasan ini mempunyai dampak terhadap kehidupan
seseorang, baik dampak positif maupun negatif. Menurut Kaplan &
Sadock, (2015) kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan,
memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan
seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Kecemasan
merupakan respons terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak
diketahui, internal, samar-samar, atau konfliktual. Kecemasan tidak
dapat dihindarkan dari kehidupan individu dalam memelihara
keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada
beberapa situasi dan hubungan interpersonal.
14
Respon Maladaftif
Respon adaftif
D. Kerangka Teori
Gambar 2.2. Kerangka Teori
Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan:
Pandemi Covid-19 Kecemasan Faktor eksternal
Ancaman terhadap integritas fisik
Ancaman terhadap sistem diri
Faktor internal
Komponen : Usia
Respon fisiologis Jenis kelamin
Respon psikologis Tingkat pengetahuan
Respon kognitif Tipe kepribadian
Respon afektif
Komponen :
Cuci tangan
Memakai Masker
Jaga Jarak
Isolasi diri sendiri
Keterangan :
:Diteliti
:Tidak diteliti