Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN COVID-19

PADA REMAJA

OLEH :

ERLINA PUJIAWATI

21011014

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada akhir Desember 2019, dunia digemparkan dengan
munculnya kasus pneumonia misterius yang dilaporkan pertama
kali di Wuhan, provinsi Hubei. Belum diketahui dengan pasti
sumber penularannya, tetapi kasus dikaitkan dengan pasar ikan
Wuhan. Pada tanggal 18 sampai 29 Desember 2019, telah
dilaporkan terdapat lima pasien yang dirawat dengan Acute
Respiratory Distress Syndrome (ARDS) di Wuhan. Hingga saat ini
kasus terus meningkat dan telah menyebar di berbagai provinsi lain
di China, Thailand, Jepang, Korea Selatan dan negara-negara lain
(Susilo, dkk 2020). Pada tanggal 11 Februari 2020, World Health
Organization memberi nama virus tersebut Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) dan nama
penyakitnya sebagai Coronavirus disease 2019 (COVID-19).
Pada tanggal 12 Maret 2020 WHO telah mengumumkan
COVID-19 sebagai pandemik. Tercatat hingga tanggal 29 Maret
2020, terdapat 634.835 kasus dan 33.106 jiwa meninggal akibat
COVID-19 di seluruh dunia. Sementara penyebaran COVID-19 di
Indonesia tercatat 1.528 kasus dengan positif COVID-19 dan 136
jiwa meninggal akibat COVID-19. Indonesia menjadi negara
dengan tingkat mortalitas tertinggi se Asia Tenggara, dengan
tingkat mortalitas 8,9% (Susilo, dkk 2020).
Diketahui bahwa penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke
manusia menjadi sumber transmisi utama sehingga penyebaran
bersifat lebih agresif. Transmisi SARS-CoV-2 dari pasien
simptomatik terjadi melalui droplet yang keluar saat batuk atau
bersin. Selain itu, telah diteliti pula bahwa SARS-CoV2 dapat
viabel pada aerosol (dihasilkan melalui nebulizer), yang mana virus
mampu bertahan setidaknya 3 jam. SARS-CoV-2 pada manusia
utamanya menginfeksi sel-sel pada saluran napas yang melapisi
alveoli. SARS-CoV-2 akan berikatan dengan reseptor-reseptor dan
membuat jalan masuk ke dalam sel (Susilo, dkk 2020).
Pada Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sindrom gejala
klinis yang muncul beragam, dari mulai tidak berkomplikasi
(ringan) sampai syok septik (berat). Saat anamnesis gejala
ditemukan tiga gejala utama, yaitu : demam, batuk kering (sebagian
kecil berdahak) dan sulit bernapas atau sesak (WHO dalam PDPI,
2020). Menurut data WHO, sekitar 81% pasien virus corona
mengalami gejala ringan, 14% kondisinya membutuhkan terapi
oksigen, dan sekitar 5% memerlukan perawatan intensif, dengan
pneumonia berat menjadi diagnosa utama pada pasien COVID-19.
COVID-19 menginfeksi saluran pernapasan atas yang menyumbat
paru-paru. Pada kasus yang lebih parah virus corona mampu
langsung merusak paru-paru. Ketika virus bereplikasi secara
bertahap virus sedang menuju area pernapasan bawah (respiratory
tree) dan masuk ke tabung bronkial. Ketika tabung bronkial
mengalami bengkak karena peradangan, pada saat itu sistem
pernapasan bermasalah dan sirkulasi oksigen pun terganggu. Hal
inilah yang membuat pasien COVID-19 kesulitan bernapas dan
membutuhkan terapi pemberian oksigen bahkan alat bantu
ventilator. Pemberian terapi oksigen akan membantu untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh yang tidak dapat
dilakukan oleh pasien COVID-19 dikarenakan terinfeksinya organ
paru-paru dan terdapatnya peradangan pada bronkial (VOI, 2020).
Kebutuhan dasar merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan
manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun
psikologis untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan
(Puspitasari dkk, 2015). Berdasarkan teroi Hierarki Maslow,
Oksigen sebagai kebutuhan utama yang termasuk ke dalam lima
kebutuhan fisiologis manusia harus terpenuhi. Keberadaan oksigen
sangat mempengaruhi unsur vital tubuh dalam proses metabolisme
untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh
(Andarmoyo, 2012). Oksigen disuplai ke seluruh tubuh oleh jantung
dan paruparu untuk proses metabolisme tubuh untuk
mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ dan sel tubuh.
Apabila lebih dari 4 menit orang tidak mendapatkan oksigen maka
akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan
biasanya pasien akan meninggal. Secara fungsional oksigen
memegang peranan penting dalam semua proses tubuh. Pemenuhan
kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem pernapasan
secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem
respirasi, maka kebutuhan oksigen pun akan terganggu (Kusnanto,
2016). Pada pasien COVID-19 sistem pernapasan mengalami
gangguan tepatnya pada bronchial yang mengalami inflamasi akibat
terpapar oleh SARS-CoV-2. Hal ini akan mengakibatkan tidak
terpenuhinya kebutuhan oksigen yang disebabkan oleh adanya
gangguan pertukaran gas.
Berdasarkan latar belakang dan pentingnya kebutuhan oksigen
untuk dipenuhi guna menunjang keberlangsungan hidup yang
berhubungan dengan kasus COVID 19, serta pengalaman
menangani pasien COVID 19 yang mengalami gangguan
pertukaran gas.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah pemberian oksigen pada pasien dalam pengawasan
COVID-19 ?
C. Tujuan
1. Menggambarkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
pemberian oksigen pada pasien dalam pengawasan COVID-19
2. Diperoleh gambaran tentang : Konsep Dasar COVID-19

D. Manfaat
Manfaat laporan asuhan keperawatan memuat uraian tentang
implikasi temuan studi kasus yang bersifat praktis terutama bagi :
1. Pasien dan keluarga
Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga dalam
meningkatkan kesehatan pasien dalam pengawasan COVID-19
2. Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan
Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang
keperawatan tentang asuhan keperawatan pasien dalam
pengawasan COVID-19
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Covid-19
Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif,
berkapsul dan tidak bersegmen yang termasuk dalam ordo
Nidovirales, keluarga Coronaviridae. Coronaviridae dibagi dalam
dua subkeluarga yang dibedakan berdasarkan serotipe dan
karakteristik genom. Terdapat empat genus yaitu alpha coronavirus,
betacoronavirus, deltacoronavirus dan gamma coronavirus (Burhan,
dkk 2020). Struktur coronavirus seperti kubus dengan protein S
yang berlokasi di permukaan virus. Coronavirus bersifat sensitif
terhadap panas dan secara efektif dapat diinaktifkan oleh
desinfektan yang mengandung klorin, pelarut lipid dengan suhu
56oC selama 30 menit, eter, alkohol, asam perioksiasetat, detergen
non-ionik, formalin, oxidizing agent dan kloroform. Sedangkan
penggunaan klorheksidin tidak efektif dalam menonaktifkan virus
(Wang, dalam Yuliana 2020).
Infeksi virus corona yang disebut COVID-19 pertama kali
ditemukan di kota Wuhan, Cina, pada akhir Desember 2019. Virus
ini menular dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir
semua negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa
bulan. COVID 19 merupakan penyakit menular yang disebabkan
oleh virus bernama SARS-CoV-2. Virus corona adalah zoonosis
(ditularkan antara hewan dan manusia). Ada setidaknya dua jenis
coronavirus yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat
menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory
Syndrome (MERS-CoV) dan Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARSCoV). SARS CoV2 adalah virus jenis baru yang belum
pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia dan menyebabkan
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) adalah infeksi saluran
pernapasan yang disebabkan oleh coronavirus. Pengurutan genetika
virus ini mengindikasikan bahwa virus ini berjenis betacoronavirus
yang terkait erat dengan virus SARS (WHO, 2020).

B. Etiologi
Secara umum, virus corona memiliki sampul yang melingkupi
materi genetik, yang terdapat berbagai protein dengan berbagai fungsi,
salah satunya berikatan dengan reseptor membran sel. Hal inilah yang
membuat virus dapat mudah masuk ke dalam sel tubuh. Struktur virus
menyerupai mahkota atau crown sehingga dinamai virus corona atau
coronanvirus.
Coronavirus adalah kelompok besar virus yang dapat
menyebabkan penyakit pada hewan dan manusia. Beberapa penyakit-
penyakit pada manusia yang ditimbulkan virus dari keluarga
coronavirus adalah selesma, Middle East Respiratory Syndrome
(MERS), Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), dan penyakit
yang dinyatakan pandemi tertanggal 11 Maret 2020 oleh WHO,
Coronavirus Disease 19 (COVID- 19).
Pada tanggal 31 Desember 2019, WHO menyebutkan
ditemukannya kasus kategori pneumonia yang belum diketahui
penyebabnya di Wuhan, China. Hari ke hari jumlah kasus meningkat
hingga akhirnya WHO menetapkan kasus ini sebagai Public Health
Emergency of International Concern/ Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat yang Meresahkan Dunia (PHEIC/KKMMD). Di tanggal 12
Februari 2020, nama COVID-19 resmi digunakan untuk penyakit baru
ini dengan virus penyebabnya disebut SARS-CoV-2.
Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam
genus betacoronavirus. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa
virus ini masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang
menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) pada
2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini, International
Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama SARS-CoV-2.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang
luas, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia,
pneumonia berat, ARDS, sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus
tergolong ringan atau sedang, 13,8% mengalami sakit berat, dan
sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan kritis.
Gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu ≥ 38oC)
yang lebih dari 40% demam pasien memiliki suhu puncak antara 38,1-
39oC dan 34% suhu pasien lebih dari 39oC, batuk dan kesulitan
bernapas. Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, fatigue,
mialgia, gejala gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas
lain. Setengah dari pasien timbul sesak dalam satu minggu. Pada kasus
berat perburukan secara cepat dan progresif, seperti ARDS, syok septik,
asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan perdarahan atau disfungsi
sistem koagulasi dalam beberapa hari. Kebanyakan pasien memiliki
prognosis baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan
meninggal (Yuliana dalam PDPI, 2020).
Berdasarkan kondisi pasien, gejala yang muncul dapat
dikategorikan sebagai berikut, gejala ringan didefinisikan sebagai pasien
dengan infeksi akut saluran napas atas tanpa komplikasi, bisa disertai
dengan demam, fatigue, batuk (dengan atau tanpa sputum), anoreksia,
malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit kepala. Pasien
tidak membutuhkan suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus pasien
juga mengeluhkan diare dan muntah. Pasien COVID-19 dengan
pneumonia berat ditandai dengan demam, ditambah salah satu dari
gejala: (1) frekuensi pernapasan >30x/menit (2) distres pernapasan
berat, atau (3) saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen. Pada pasien
geriatri dapat muncul gejala-gejala yang atipikal.
Perjalanan penyakit dimulai den gan masa inkubasi yang
lamanya sekitar 3-14 hari (median 5 hari). Pada masa ini leukosit dan
limfosit masih normal atau sedikit menurun dan pasien tidak bergejala.
Pada fase berikutnya (gejala awal), virus menyebar melalui aliran darah,
diduga terutama pada jaringan yang mengekspresi ACE2 seperti paru-
paru, saluran cerna dan jantung. Gejala pada fase ini umumnya ringan.
Serangan kedua terjadi empat hingga tujuh hari setelah timbul gejala
awal. Pada saat ini pasien masih demam dan mulai sesak, lesi di paru
memburuk, limfosit menurun. Penanda inflamasi mulai meningkat dan
mulai terjadi hiperkoagulasi. Jika tidak teratasi, fase selanjutnya
inflamasi makin tak terkontrol, terjadi badai sitokin yang
mengakibatkan ARDS, sepsis, dan komplikasi lainnya (Susilo dkk,
2020).

D. Penatalaksanaan Covid-19
Sampai saat ini belum tersedia rekomendasi tata laksana khusus
pasien COVID-19, termasuk antivirus atau vaksin. Tata laksana yang
dapat dilakukan adalah terapi simtomatik dan oksigen. Pada pasien
gagal napas dapat dilakukan ventilasi mekanik. Menurut National
Health Commisission (NHC) China telah meneliti beberapa obat yang
berpotensi mengatasi infeksi SARS-CoV-2, antara lain interferon alfa
(IFN-𝛼), lopinavir/ritonavir (LPV/r). Ribavirin (RBV), klorokuin fosfat
(CLQ/CQ), remdesvir dan umifenovir (arbidol). Selain itu, juga terdapat
beberapa obat antivirus lainnya yang sedang dalam masa uji coba di
tempat lain.
1. Terapi Etiologi/ Definitif
Meskipun belum ada obat yang terbukti meyakinkan
efektif melalui uji klinis, China telah membuat rekomendasi
obat untuk penangan COVID-19 dan pemberian tidak lebih
dari 10 hari. Rincian dosis dan administrasi sebagai berikut :
1) IFN-alfa, 5 juta unit atau dosis ekuivalen, 2 kali/hari
secara inhalasi 2) LPV/r, 200 mg/50 mg/kapsul, 2 kali 2
kapsul/hari per oral 3) RBV 500 mg, 2-3 kali 500 mg/hari
intravena dan dikombinasikan dengan IFN-alfa atau LPV/r
4) Klorokuin fosfat 500 mg (300 mg jika klorokuin), 2
kali/hari per oral 5) Arbidol (umifenovir), 200 mg setiap
minum, 3 kali/hari per oral.
2. Manajemen Simtomatik dan Suportif
a. Oksigen
Pastikan patensi jalan napas sebelum memberikan
oksigen. Indikasi oksigen adalah distress pernapasan atau
syok dengan desaturase, target kadar saturasi oksigen
>94%. Oksigen dimulai dari 5 liter per menit dan dapat
ditingkatkan secara perlahan sampai mencapai target.
Pada kondisi kritis, boleh langsung digunakan
nonrebreathing mask.
b. Antibiotik
Pemberian antibiotik hanya dibenarkan pada pasien yang
dicurigai infeksi bakteri dan bersifat sedini mungkin.
Pada kondisi sepsis, antibiotik harus diberikan dalam
waktu 1 jam. Antibiotik yang dipilih adalah antibiotik
empirik berdasarkan dengan profil mikroba lokal.
c. Kortikosteroid
Shang, dkk dalam Susilo (2020)
merekomendasikan pemberian kortiksteroid.
Landasannya adalah studi Chen, dkk. pada 401 penderita
SARS yang diberikan kortiksteroid, 152 di antaranya
termasuk kategori kritis. Hasil studi menunjukkan
kortikosteroid menurunkan mortalitas dan waktu
perawatan pada SARS kritis. Dosis yang diberikan
adalah dosis rendah-sedang (≤0.5-1 mg/kgBB
metilprednisolon atau ekuivalen) selama kurang dari
tujuh hari. Dosis ini berdasarkan konsensus ahli di China.
Russel CD, dkk. justru merekomendasikan untuk
menghindari pemberian kortikosteroid bagi pasien
COVID-19 karena bukti yang belum kuat dan penyebab
syok pada COVID-19 adalah sekuens non-vasogenik.
Hal ini didukung studi telaah sistematik Stockman, dkk.
yang menyatakan bahwa belum dapat disimpulkan
apakah terapi ini memberi manfaat atau justru
membahayakan.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Pertukaran Gas


1. Pengkajian
a. Anamnesis
Pneumonia Coronavirus disease 2019 (COVID-19)
adalah peradangan pada parenkim paru yang disebabkan
oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
(SARS CoV-2). Sindrom gejala yang muncul beragam, dari
ringan sampai syok septik (berat) (PDPI, 2020).
Pada anamnesis gejala dapat ditemukan tiga gejala
utama, diantaranya demam, batuk kering (sebagian batuk
berdahak) dan sulit bernapas atau sesak. Tetapi perlu diingat
bahwa pada beberapa kondisi, terutama pada geriatri atau
mereka dengan imunokompromis biasanya tidak mengalami
demam. Gejala tambahan lainnya yaitu nyeri kepala, nyeri
otot, lemas, diare dan batuk berdahak. Pada beberapa
kondisi dengan perburukan dapat muncul tanda dan gejala
infeksi saluran napas akut berat (Severe Acute Respiratory
Infection- SARI). SARI adalah infeksi saluran napas akut
dengan riwayat demam (suhu≥38oC) dan batuk dengan
onset 10 hari terakhir serta perlu perawatan di rumah sakit
(PDPI, 2020).
b. Wawancara
Mengenai riwayat perjalanan pasien ataupun riwayat
kontak dengan pasien terkonfirmasi COVID-19.
c. Pemeriksaan fisik
Menurut PDPI (2020), pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan beberapa manifestasi klinis tergantung dengan
ringan atau beratnya kondisi pasien. Fokus pemeriksaan
pada pemeriksaan fisik diantaranya: 1) Tingkat kesadaran :
kompos mentis atau penurunan kesadaran 2) Tanda vital :
frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat,
tekanan darah normal atau menurun, suhu tubuh meningkat,
saturasi oksigen dapat normal atau menurun. 3) Dapat
disertai retraksi otot pernapasan 4) Pemeriksaan fisis paru
didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis dan dinamis,
fremitus raba mengeras, redup pada daerah konsolidasi,
suara napas bronkovesikuler atau bronkial dan ronki kasar.
d. Pemeriksaan penunjang
Menurut PDPI (2020), pemeriksaan penunjang yang
dilakukan guna memperkuat diagnosa yang ditetapkan
diantaranya : 1) Pemeriksaan radiologi: foto toraks, CT-
Scan, USG toraks 2) Pemeriksaan spesimen saluran napas
atas dan bawah a) Saluran napas atas dengan swab
tenggorokan (nasofaring dan orofaring) b) Saluran napas
bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan
endotrakeal tube dapat berupa aspirat endotrakeal) (WHO
dalam PDPI, 2020) 3) Bronkoskopi 4) Pungsi plura sesuai
kondisi 5) Pemeriksaan kimia darah 6) Biakan
mikroorganisme 7) Pemeriksaan feses dan urin.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Adam, 2020 Diagnosa keperawatan pada pasien
dalam pengawasan COVID 19 terbagi menjadi dua klasifikasi,
diantaranya :
a. Gejala ringan- sedang 1) Bersihan jalan napas tidak
efektif b/d hipersekresi jalan napas, proses infeksi 2)
Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran
alveolus-kapiler 3) Ansietas b/d krisis situasional,
ancaman terhadap kematian.
b. Gejala berat-kritis 1) Gangguan ventilasi spontan b/d
gangguan metabolisme, kelemahan/keletihan otot
pernapasan 2) Risiko syok d/d hipoksia, sepsis,
sindrom respons inflamasi sistemik 3) Gangguan
sirkulasi spontan b/d penurunan fungsi ventrikel.

Berdasarkan SDKI, 2016 pada diagnosa gangguan pertukaran gas


terdapat tanda dan gejala yang menunjang ditegakkannya diagnosa ini,
diantaranya:

a. Data subjektif

1) Dispnea 2) Pusing 3) Penglihatan kabur

b. Data Objektif
1) PCO2 meningkat/menurun 2) PO2 menurun 3) Takikardia 4) pH
arteri meningkat/menurun 5) Bunyi napas tambahan 6) Sianosis 7)
Diaforesis 8) Gelisah 9) Napas cuping hidung 10) Pola napas abnormal
(cepat/lambat, reguler/ireguler, dalam/dangkal) 11) Warna kulit
abnormal (mis. Pucat, kebiruan) 12) Kesadaran menurun.

3. Perencanaan

Rencana Keperawatan dengan gangguan pertukaran gas (SIKI, 2018):

a. Monitor bunyi napas


Rasional : untuk menilai adanya wheezing akibat inflamasi dan
penyempitan jalan napas, dan/atau ronki basah akibat adanya
penumpukan cairan di interstisial atau alveolus paru
b. Monitor kecepatan aliran oksigen
Rasional : untuk memastikan ketetapan dosis pemberian oksigen
c. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Rasional: untuk mengidentifikasi terjadinya iritasi mukosa akibat aliran
oksigen
d. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. Oksimetri, AGD)
Rasional : karena SpO2 ꜜ, PO2 ꜜ, & PCO2 ꜛ, dapat terjadi akibat
peningkatan sekresi paru dan keletihan respirasi
e. Monitor rontgen dada
Rasional : untuk melihat adanya peningkatan densitas pada area paru
yang menunjukkan terjadinya pneumonia
f. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
Rasional : mengetahui adekuat oksigen yang ada dalam tubuh pasien
g. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
h. Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu
Rasional : untuk menghilangkan obstruksi pada jalan napas dan
meningkatkan ventilasi
i. Berikan oksigen
Rasional : untuk mempertahankan oksigenasi adekuat. Dimulai 5
L/menit dengan target SpO2 ≥90% pada pasien tidak hamil, dan ≥92-
95% pada pasien hamil
4. Evaluasi

Luaran keperawatan COVID-19, (SLKI, 2019) : a. Bersihan jalan napas


tidak efektif Dalam 24 jam, bersihan jalan napas meningkat dengan kriteria :
batuk efektif meningkat, sputum menurun, wheezing menurun. b. Gangguan
pertukaran gas Dalam 2-4 jam, pertukaran gas meningkat dengan kriteria : RR
12-20 kali/menit, SpO2 ≥90%, PaO2 >80mmHg, PaCO2 35-45 mmHg, pH
7.35-7.45, ronki menurun c. Ansietas Dalam 24 jam, tingkat ansietas menurun
dengan kriteria : perasaan bingung menurun, perasaan kuatir menurun, gelisah
menurun, tegang menurun
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
COVID 19 adalah penyakit yang menyerang saluran pernapasan
yang disebabkan oleh SARS-CoV-2, yang muncul pertama kali di
Wuhan, China. Penyakit COVID 19 bertransmisi melalui droplet
dan dapat bertahan dipermukaan benda kurang lebih selama 72 jam.
Gejala utama COVID 19 diantaranya demam ≥38oC, batuk, dan
sesak napas. Lansia sangat rentan terhadap penyakit COVID 19.
Sehingga pencegahan terbaik adalah tetap menjaga kebersihan, rajin
cuci tangan, dan berolahraga. Jika terjangkit penyakit ini maka
wajib melakukan isolasi diri di rumah, jika kondisi perburukan
segera di rujuk ke rumah sakit. Sampai saat ini vaksin dan
pengobatan belum ada sehingga penanganan yang diberikan hanya
bersifat simtomatik atau pengobatan untuk menyembuhkan gejala
yang timbul pada pasien.
Masih minimnya jurnal dan sumber literatur untuk penanganan
COVID 19, membuat semua pihak saling bahu membahu membuat
seminar untuk memenuhi pengetahuan penanganan pasien COVID
19. Pada pasien dengan diagnosa gangguan pertukaran gas
intervensi utama yang dapat diberikan adalah prosedur pemberian
terapi oksigen sesuai program. Setelah dilakukan intervensi dan
observasi kondisi pasien membaik, sesak berkurang, batuk hanya
sesekali, respirasi 20 x/menit, nadi 100 x/menit, tekanan darah
123/80 mmHg, suhu 36,6oC, saturasi oksigen 98%. Pasien
meneruskan pengobatan hingga jadwal rapid tes ke dua.
B. Saran
Berdasarkan analisa dan hasil laporan kasus, penulis akan
memberikan beberapa saran untuk perkembangan penelitian
selanjutnya yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Studi Kasus Selanjutnya
Diharapkan penelitian berikutnya, peneliti dapat menemukan
sumber referensi yang lebih luas, sehingga pembahasan akan
semakin kaya dengan literatur yang ada. Selain itu masyarakat
dapat dilibatkan khususnya pasien dan keluarga agar dapat
berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan, guna diperoleh
hasil yang lebih optimal.

2. Pelayanan Keperawatan
Adanya penelitian diharapkan membuat pelayanan yang
diberikan menjadi lebih optimal. Memperluas sumber
pengetahuan dan literatur serta mengikuti kegiatan di masa
pandemi mampu mengatasi penanganan pasien COVID 19.
DAFTAR PUSTAKA

Adam, Muhammad. 2020. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan COVID


19

Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi) : Konsep,


Proses dan Praktik Keperawatan. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Burhan, Erlianan dkk. 2020. Corona Virus Disease 2019.


https://jurnalrespirologi.org.

Center for Tropical Medicine. 2020. Buku Saku Desa Tangguh COVID 19.
Universitas Gajah Mada.

Dr. Kusnanto, S.Kp., M.Kes. 2016. Modul Pembelajaran : Pemenuhan


Kebutuhan Oksigen. ISBN: 978-602-743125-6-0. https://ners.unair.ac.id.

Findyartini, Ardi dkk. 2020. BRP Tanggap Pandemi COVID 19. Medical
Education Unit FKUI.

KKN RRC. 2020. Panduan Menghadapi Penyakit Virus Corona 2019 Model
RRC

PDPI. 2020. Pneumonia COVID 19 (Diagnosis & Penatalaksanaan Di


Indonesia). PDPI.

Puspitasari, Dewi dkk. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia Jilid 1. Pilar Utama
Mandiri: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai