Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN INFEKSI COVID 19

Stase Keperawatan Gawat darurat


Disusun dalam rangka memenuhi tugas

Di susun oleh:
Nurwulan Sari
14420202086

CI LAHAN CI INSTITUSI

(……..…………..) (……..…………..)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2021
I. Konsep Medis
A. Defenisi
Coronavirus disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit infeksi saluran
pernapasan yang disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome virus corona
2 (SARS-CoV-2), atau sering disebut virus Corona. Virus ini merupakan patogen
zoonotik yang memiliki tingkat mutasi tinggi, dan dapat menetap pada manusia dan
binatang dengan presentasi klinis beragam, mulai dari asimptomatik, gejala ringan
sampai berat, sampai kematian (Cascella, M, dkk, 2021).
COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh turunan coronavirus baru, ‘CO’
diambil dari corona, ‘VI’ virus, dan ‘D’ disease (penyakit). Sebelumnya, penyakit ini
disebut ‘2019 novel coronavirus’ atau ‘2019-nCoV.’ Virus COVID-19 adalah virus
baru yang terkait dengan keluarga virus yang sama dengan Severe Acute Respiratory
Syndrome (SARS) dan beberapa jenis virus flu biasa (WHO, 2020). Coronavirus
2019 (Covid-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh sindrom pernapasan
akut coronavirus 2 (Sars-CoV-2). Penyakit ini pertama kali ditemukan pada Desember
2019 di Wuhan, Ibukota Provinsi Hubei China, dan sejak itu menyebar secara global
diseluruh dunia, mengakibatkan pandemi coronavirus 2019-2020. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan wabah koronavirus 2019- 2020 sebagai
Kesehatan Masyarakat Darurat Internasional (PHEIC) pada 30 Januari 2020, dan
pandemi pada 11 Maret 2020.
Definisi kasus COVID-19, yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor HK.01.07/MENKES/4641/2021, diklasifikasikan
berdasarkan kasus suspek, kasus probable, dan kasus konfirmasi. Klasifikasi kasus
tersebut dinilai dari kriteria klinis, kriteria epidemiologis, dan kriteria pemeriksaan
penunjang.

B. Etiologi
COVID-19 disebabkan oleh SARS-COV2 yang termasuk dalam keluarga besar
coronavirus yang sama dengan penyebab SARS pada tahun 2003, hanya berbeda jenis
virusnya. Gejalanya mirip dengan SARS, namun angka kematian SARS (9,6%) lebih
tinggi dibanding COVID-19 (saat ini kurang dari 5%), walaupun jumlah kasus
COVID-19 jauh lebih banyak dibanding SARS. COVID19 juga memiliki penyebaran
yang lebih luas dan cepat ke beberapa negara dibanding SARS (Tim Kerja
Kementerian Dalam Negeri, 2020).
Adapun beberapa Faktor Risiko yang dapat menyebabkan orang mudah terinfeksi
covid-19 yakni :
1. Riwayat bepergian ke area yang terjangkit COVID-19
2. Kontak langsung dengan pasien probable atau terkonfirmasi COVID-19
3. Usia >50 tahun
4. Obesitas (BMI ≥ 40)
5. Wanita hamil
6. Pasien imunodefisiensi, misalnya HIV atau penggunaan obat-obatan yang dapat
mengganggu sistem imun seperti kortikosteroid
7. Hipertensi 
8. Diabetes mellitus
9. Penyakit keganasan
10. Penyakit kardiovaskular
11. Penyakit paru-paru
12. Penyakit hepar terutama dengan kondisi disfungsi koagulasi
13. Gangguan saraf, seperti penyakit Parkinson dan palsi serebral
14. Sedang menjalankan kemoterapi, radioterapi intens, atau terapi target lainnya
yang dapat yang mengganggu imunitas
15. Riwayat transplantasi organ, termasuk transplantasi sumsum tulang atau sel punca
16. Disfungsi organ dengan skor sequential organ failure assessment (SOFA) tinggi
17. Neutrofilia, D-dimer >1 µg/L

C. Patofisiologi
- Virologi SARS-CoV-2
SARS-CoV-2 merupakan virus yang mengandung genom single-stranded RNA
yang positif. Morfologi virus corona mempunyai proyeksi permukaan (spikes)
glikoprotein yang menunjukkan gambaran seperti menggunakan mahkota dan
berukuran 80-160 nM dengan polaritas positif 27-32 kb. Struktur protein utama
SARS-CoV-2 adalah protein nukleokapsid (N), protein matriks (M),
glikoprotein spike (S), protein envelope (E) selubung, dan protein aksesoris lainnya.
SARS-CoV-2 termasuk dalam betaCoV dan 96,2% sekuens genom SARS-CoV-2
identikal dengan bat  CoV RaTG13. Oleh sebab itu, kelelawar dicurigai merupakan
inang asal dari virus SARS-CoV-2. Virus ini memiliki diameter sebesar 60-140 nm
dan dapat secara efektif diinaktivasi dengan larutan lipid, seperti ether (75%), ethanol,
desinfektan yang mengandung klorin, asam peroksiasetat, dan kloroform.
SARS-CoV-2 juga ditemukan dapat hidup pada aerosol selama 3 jam. Pada
permukaan solid, SARS-CoV-2 ditemukan lebih stabil dan dapat hidup pada plastik
dan besi stainless selama 72 jam, pada tembaga selama 48 jam, dan pada karton
selama 24 jam (Guo Y-R, dkk, 2020).
- Varian Virus SARS-CoV-2
Pada bulan Juli 2021 telah ditemukan banyak varian virus SARS-Cov-2. WHO
memasukan varian baru ke dalam variant of interest (VOI) dan variant of
concern (VOC). Kriteria VOI adalah varian yang telah teridentifikasi menyebabkan
transmisi dalam lingkup komunitas atau terdeteksi pada beberapa negara, seperti
varian Zeta (P.2), Eta (B.1.525), Kappa (B.1.617.1), dan Lambda (C.37).
Sedangkan kriteria VOC adalah kriteria VOI ditambah terbukti menyebabkan
perubahan pada kemampuan transmisi, virulensi, dan gejala. VOC juga terbukti
mengubah efektifitas dari upaya pengendalian penyakit, termasuk pemeriksaan
diagnostik dan tata laksana. Saat ini yang masuk dalam VOC adalah varian alfa
(B.1.1.7), beta (B.1.351), dan delta (B.1.617.2). Status VOI dan VOC akan terus
berubah sesuai hasil penelitian dan pengamatan virus (Sahin AR. 2019).
- Transmisi Virus SARS-CoV-2
Kasus COVID-19 pertama kali ditemukan di pasar basah di Kota Wuhan Cina
yang menjual binatang hidup eksotis. Oleh sebab itu, transmisi binatang ke manusia
merupakan mekanisme yang paling memungkinkan. Berdasarkan hasil genom SARS-
CoV-2, kelelawar dipercayai menjadi inang asal. Akan tetapi, inang perantara karier
dari virus ini masih belum diketahui secara pasti.
1. Transmisi Droplet
Transmisi antar manusia melalui droplet dapat terjadi secara langsung, yaitu saat
pasien batuk atau bersin mengenai individu sehat pada jarak hampir 2 meter  atau
6 kaki. Droplet yang masuk mulut atau hidung dapat terinhalasi ke paru-paru dan
menyebabkan infeksi.
Atau secara tidak langsung, yaitu saat individu sehat menyentuh permukaan
barang yang sudah terkontaminasi droplet pasien COVID-19 kemudian
menyentuh wajah, mata, hidung, atau mulut tanpa mencuci tangan terlebih
dahulu. 
2. Transmisi manusia-ke-manusia
Dari SARS-CoV-2 terjadi terutama antara anggota keluarga, termasuk kerabat
yang akrab dihubungi dengan pasien. Transmisi antara healthcareworkers terjadi
di 3,8% dari kasus COVID-19 pasien, kontak langsung dengan hewan atau
konsumsi hewan liar diduga sebagai rute utama SARS-CoV-2. Penggandaan virus
Cov-19 dan pathogenesisnya didukung dengan temuan ACE2, biasanya
ditemukan di bagian bawah saluran pernapasan manusia, yang juga dikenal
sebagai reseptor sel untuk SARSCoV, didapatkan dari cairan bronchoalveolar dari
pasien COVID-19, SARS-CoV-2 menggunakan reseptor sel yang sama, ACE2,
sebagai SARS-CoV.19 setelah virus ditangkap oleh reseptormaka glikoprotein
yang mencakup dua sub-unit yaitu S1 dan S2 menjalankan tugasnya, yaitu S1
menentukan rentang virus-host fungsi utama domain, sedangkan S2 menengahi
fusi membran virus ke sel. Fusi pada membrane melalui cara pelepasan RNA
genom virus ke dalam sitoplasma, dan RNA yang uncoated menterjemahkan dua
polypro-teins, pp1a dan pp1ab. Lalu membentuk replikasi-transkripsi kompleks
(RTC) di Double-membran vesikle. Terus menerus RTC mensintesis dan
bersarang di RNAs subgenomic yang menjadi protein aksesori dan protein
struktural. Dilanjutkan dengan retikulum endoplasmic (ER) dan Golgi, genom
baru, RNA, protein nukleocapsid dan amplop glikoprotein merakit dan
membentuk tunas partikel virus. Pengikatan SARS-CoV-2 pada ACE2
menyebabkan peningkatan ekspresi ACE2, yang dapat menyebabkan kerusakan
pada sel alveolar. Kerusakan sel alveolar dapat memicu serangkaian reaksi
sistemik dan bahkan kematian (Zhou Y, dkk, 2020).

D. Manifestasi klinis
Klasifikasi tanda dan gejala covid-19 terdiri dari 3-tahap yaitu :
1. Tahap I (ringan) - Infeksi dini
Tahap awal terjadi pada saat inokulasi dan awal pembentukan penyakit. Bagi
kebanyakan orang, ini melibatkan periode inkubasi yang terkait dengan gejala
ringan dan sering nonspesifik seperti malaise, demam, sakit kepala, batuk,
kelelahan dan nyeri otot.
Selama periode ini, Covid-19 bertempat tinggal di dalam host, terutama berfokus
pada sistem pernapasan. SARS-CoV-2 berikatan dengan target menggunakan
angiotensin mengkonversi enzim 2 (ACE2) reseptor pada sel manusia. reseptor ini
berlimpah hadir pada paru-paru manusia dan epitel usus kecil, serta endotelium
vaskular.
2. Tahap II (sedang) - Keterlibatan paru dengan hipoksia
Pada tahap kedua penyakit paru yang terbentuk akibat penggandaan virus dan
peradangan lokal di paru. Selama tahap ini, pasien mengalami batuk, demam,
dyspnea dan mungkin hipoksia (didefinisikan sebagai PaO2/FiO2 dari < 300
mmHg).
3. Tahap III (berat) - Peradangan sistemik
Beberapa pasien COVID-19 akan beralih ke tahap ketiga dan merupakan yang
paling parah dari seluruh stadium yang memanifestasikan sebagai sindrom
hiperperadangan sistemik ekstra-paru. Pada tahap ini, penanda peradangan
sistemik tampak meningkat dan pasien sudah memasuki tahap infeksi paru
moderate.

E. Pemeriksaan penunjang
1. Tahap 1 - Dapat dikonfirmaasi menggunakan PCR, tes serum untuk SARS-CoV-2
IgG dan IgM, bersama dengan foto thorax, jumlah darah lengkap dan tes fungsi
hati. Tes darah lengkap dapat mengungkapkan limfopenia dan neutrophilia tanpa
kelainan yang signifikan lainnya. Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien
COVID-19 tidak spesifik, tetapi sering ditemukan limfopenia, peningkatan laktat
dehidrogenase, dan peningkatan aminotransferase. Sedangkan pemeriksaan
pencitraan toraks dapat menunjukkan gambaran pneumonia.
2. Tahap 2 - Pencitraan dengan roentgenogram dada atau CT scan menggambarkan
infiltrasi bilateral atau opasitas ground glass. Tes darah menunjukkan
meningkatnya limfopenia. Penanda peradangan sistemik meningkat, tetapi tidak
begitu signifikan,
3. Tahap 3 - Ada pasien dengan gejala klinis yang berat, neutrophil Count, D-dimer,
urea darah, dan level kreatinin akan menjadi lebih tinggi secara signifikan, dan
limfosit terus menurun. Selain itu, faktor inflamasi (interleukin (IL)-6, IL-10,
tumor necrosisfactor-α (TNF-α) meningkat, menunjukkan status kekebalan pasien.
Data menunjukkan bahwa pasien ICU memiliki Kadar plasma IL-2, IL-7, IL-10,
granulocytecolony-merangsang faktor (GCSF), (IP-10), (MCP-1), (MIP-1α), dan
TNF-α yang lebih tinggi. Selain itu, CT scan menunjukkan bahwa adanya
gambaran ground glass opacity (56.4%) dan patchy shadowing bilateral (51,8%)
F. Penatalaksanaan
1. Tahap 1 - Pengobatan pada tahap ini terutama ditargetkan terhadap bantuan
simptomatik. Jika terapi anti-virus yang layak (seperti remdesivir) terbukti
bermanfaat digunakan untuk meminimalkan penularan dan mencegah
perkembangan keparahan. Pada pasien yang dapat menjaga virus terbatas pada
tahap ini COVID-19, prognosis dan pemulihan yang sangat baik.
2. Tahap 2 - Pada tahap ini sebagian besar pasien dengan COVID-19 akan perlu
dirawat di rawat inap untuk pengamatan dan manajemen dekat. Pengobatan
terutama akan terdiri dari tindakan suportif dan tersedia terapi anti-virus.
Penggunaan kortikosteroid pada pasien dengan COVID-19 dapat dihindari.
Namun, jika hipoksia terjadi kemudian, ada kemungkinan bahwa pasien akan
membutuhkan ventilasi mekanik dan dalam situasi itu, penggunaan terapi
antiinflamasi seperti dengan kortikosteroid mungkin berguna dan dapat bekerja
dengan baik.
3. Tahap 3 - penggunaan kortikosteroid dan inhibitor sitokin seperti tocilizumab
(inhibitor IL-6) atau Anakinra (antagonis reseptor IL-1). intravena imuno globulin
(IVIG) juga dapat memainkan peran dalam modulasi sistem kekebalan tubuh yang
berada dalam keadaan hiperinflamasi.
Cara terbaik untuk menangani epidemi SARS-CoV-2 adalah mengendalikan
sumber infeksi. Strategi meliputi diagnosa awal, pelaporan, isolasi, dan perawatan
suportif; informasi epidemi yang tepat waktu; dan pemeliharaan tatanan sosial. Untuk
individu, tindakan perlindungan, termasuk meningkatkan kebersihan pribadi,
mengenakan masker medis, istirahat yang memadai, dan menjaga ventilasi ruangan
dengan baik, dapat secara efektif mencegah infeksi SARS-CoV-2.
Pasien COVID-19 tanpa gejala dan derajat ringan umumnya hanya disarankan
isolasi di rumah dan menggunakan obat simptomatik. Pasien dengan gejala derajat
sedang sampai berat membutuhkan terapi oksigen, sehingga disarankan untuk dirawat
inap dan terkadang diperlukan tindakan intubasi dan ventilasi mekanik apabila
terjadi gagal napas atau acute respiratory distress syndrome (Sun P, dkk, 2020).

G. Komplikasi
Komplikasi COVID-19 paling umum adalah acute respiratory distress
syndrome (ARDS) diikuti oleh anemia dan infeksi sekunder. Oleh karena itu,
antibiotik empiris, terapi antivirus (oseltamivir), dan kortikosteroid sistemik sering
digunakan untuk perawatan. Pasien dengan hipoxemia yang dapat diatasi diberi
ventilasi invasif. Selain itu, beberapa komplikasi lain adalah syok septik dan
rabdomiolisis.

H. Prognosis
Sebagian besar pasien memiliki prognosis baik, sementara beberapa pasien
berada di kondisi kritis, terutama orang tua dan mereka dengan penyakit kronis.
Komplikasi termasuk ARDS, aritmia, syok dan AKI. Hasil klinis yang buruk terkait
dengan keparahan penyakit lebih cepat pada orang tua, dengan median usia 65 tahun
atau lebih. Pasien dengan komorbiditas pria lanjut usia dan ARDS menunjukkan
risiko kematian yang lebih tinggi.
Prognosis COVID-19 umumnya tergantung gejala, usia, dan komorbid pasien.
Komplikasi dapat terjadi akut atau berlangsung dalam jangka waktu panjang,
dipengaruhi faktor risiko pada pasien (Sun P, dkk, 2020).

I. Pencegahan dan edukasi


Edukasi dan promosi kesehatan memegang peran utama dalam penanganan
COVID-19. Prosedur kesehatan yang direkomendasikan untuk menekan penyebaran
penyakit mencakup 5M, yaitu menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak,
mengurangi aktivitas di luar rumah, dan menjauhi kerumunan.
Pasien COVID-19 dan keluarga harus diberikan penjelasan dan pengarahan
mengenai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
HK.01.07/MENKES/4641/2021. Keputusan menteri tersebut tentang  penanganan
pasien COVID-19 sebagai upaya pengendalian penyakit secara nasional. Pasien
COVID-19 baik suspek maupun terkonfirmasi harus ditangani berdasarkan pedoman
3T, yaitu testing, tracing,  dan treatment (MENKES, 2021).
BUATKAN PENYIMPANGAN KDM NYA
II. Konsep Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
1. Lakukan pengkajian pada saat triase primer meliputi:
a. Gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas, sakit
tenggorokan
b. Riwayat perjalanan atau tinggal di luar negeri yang melaporkan transmisi lokal
dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala
c. Riwayat perjalanan ke wilayah terjangkit COVID-19 atau tinggal diwilayah
dengan transmisi lokal COVID-19 di Indonesia dalam 14 hari terakhir sebelum
timbul gejala, dan riwayat kontak dengan kasus konfirmasi atau kemungkinan
COVID-19 dalam 14 hari terakhir sebelum timbul gejala
2. Lakukan pemeriksaan awal (primary survey) meliputi jalan napas, pernapasan
(meliputi irama, kedalaman, frekuensi, dan suara napas), sirkulasi, kesadaran dan
exposure (ABCDE)
3. Lakukan pengkajian tanda-tanda vital yang meliputi:
a. Tingkat kesadaran
b. Tekanan darah
c. Frekuensi nadi
d. Frekuensi napas
e. Suhu
f. Saturasi oksigen
4. Lakukan pemeriksaan sekunder (secondary survey) meliputi pemeriksaan fisik
head to toe dan pemeriksaan riwayat alergi makanan, obat dan sebagainya
(AMPLE).
5. Lakukan pengkajian psikososial meliputi kecemasan dan distres.
6. Pengkajian spiritual meliputi agama, kepercayaan, pola ibadah, distres spiritual
7. Obat-obatan yang diminum sebelum masuk rumah sakit
8. Lakukan pemeriksaan Radiologi
9. Lakukan pemeriksaan laboratorium yang meliputi Pemeriksaan darah tepi
(monosit, limfosit, neutrofil, LED, CRP) serta rapid test atau RT-PCR SARS-
CoV2

B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin ditegakkan sebagai berikut:
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas,
proses infeksi, Tanda dan Gejala : Batuk tidak efektif, Tidak Mampu Batuk,
Sputum Berlebih, Mengi, Whezing, Ronkhi.
2. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolus
kapiler, Tanda dan Gejala : PCO2↑, PO2↓ , PH Abnormal, Pola Nafas Abnormal.
3. Gangguan Ventilasi Spontan berhubungan dengan gangguan metabolisme,
kelemahan/keletihan otot pernapasan, Tanda dan Gejala :PCO2↑, PO2↓, SaO2 ↓,
Volume tidal menurun dan Penggunaan otot bantu nafas meningkat.
4. Risiko Syok berhubungan dengan faktor resiko hipoksia, sepsis, sindrom respon
inflamasi sistemik (SIRS).
5. Gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan penurunan fungsi ventrikel,
Tanda dan Gejala : Frekuensi nadi < 50x/menit atau >150x/menit , Sistolik < 60
mmHg atau > 200 mmHg , Frekuensi nafas < 6 x/menit atau > 30 x/menit , SaO2 <
34,5°C
6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, ancaman terhadap kematian,
Tanda dan Gejala : Merasa bingung, Merasa khawatir, Tampak gelisah, Tampak
tegang, dan sulit tidur.

C. Luaran Keperawatan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan, maka diharapkan :
1. Diagnosis : Bersihan jalan napas tidak efektif
Ekspektasi : Bersihan jalan napas meningkat
Kriteria hasil : Dispnea menurun, produksi sputum menurun, sianosis menurun,
frekuensi napas membaik, pola napas membaik.
2. Diagnosis : Gangguan pertukaran gas
Ekspektasi : Pertukaran gas meningkat
Kriteria hasil : Dispnea menurun, bunyi napas tambahan menurun, sianosis
menurun, pola napas membaik, warna kulit membaik, frekuensi nadi membaik,
gelisah menurun, hasil pemeriksaan AGD dan/atau saturasi oksigen membaik,
PaCO2 membaik, PaO2 membaik, pH arteri membaik.
3. Diagnosis : Gangguan ventilasi spontan
Ekspektasi : Ventilasi spontan meningkat
Kriteria hasil : Volume tidal meningkat, dispnea menurun, PaO2 menbaik (>80
mmHg), PaCO2 membaik (35-45mmHg), gelisah menurun.
4. Diagnosis : Resiko syok
Ekspektasi : Tingkat syok menurun
Kriteria hasil : Luaran urine (urine output) > 0,5 cc/kgBB/jam, akral hangat,
tekanan darah sistolik > 90 mmHg, Mean Arterial Pressure (MAP) > 65 mmHg,
Central Venous Presure (CVP) 2 – 12 mmHg (+3 jika terpasang ventilasi tekanan
positif)
5. Diagnosis : Gangguan sirkulasi spontan
Ekspektasi : Sirkulasi spontan meningkat
Kriteria hasil : Tingkat kesadaran meningkat, frekuensi nadi 60 – 100 kali per
menit, tekanan darah sistolik >90 mmHg, elektrokardiografi (EKG) membaik.
6. Diagnosis : Ansietas
Ekspektasi : Tingkat ansietas menurun
Kriteria hasil : Perilaku gelisah dan tegang menurun, verbalisasi khawatir akibat
kondisi yang dihadapi menurun, dan konsentrasi membaik.

D. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosis : Bersihan jalan napas tidak efektif
Intervensi : Manajemen Jalan Napas
Observasi : Monitor pola napas, Monitor bunyi napas, Monitor jumlah, sifat dan
warna sputum
Trapeutik : Pertahankan kepatenan jalan napas, Posisikan semi fowler atau fowler,
Berikan oksigen bila perlu
Edukasi : Anjurkan asupan cairan adekuat, Ajarkan teknik batuk efektif, dan etika
batuk
Kolaborasi : Pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik.
2. Diagnosis : Gangguan pertukaran gas
Intervensi : Pemantauan respirasi
Observasi : Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya bernapas, Monitor
pola napas, Monitor kemampuan batuk efektif, Monitor adanya produksi sputum,
Monitor adanya sumbatan jalan napas,, Monitor saturasi oksigen, Monitor nilai
AGD,
Trapeutik : Atur pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Edukasi : Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan, Informasikan hasil
pemantauan jika perlu dan Dokumentasi hasil pemantauan
3. Diagnosis : Gangguan ventilasi spontan
Intervensi : Terapi Oksigen
Observasi : Monitor kecepatan aliran oksigen secara periodic, Monitor efektifitas
terapi oksigen
Trapeutik : Pertahankan kepatenan jalan napas
Kolaborasi : Penentuan dosis oksigen
4. Diagnosis : Resiko syok
Intervensi : Pencegahan Syok
Observasi : Monitor tingkat kesadaran, Monitor status kardiopulmonal (frekuensi
dan kekuatan nadi, frekuensi napas, tekanan darah, MAP), Monitor status
oksigenasi (pulse oksimetri, nadi, AGD), Monitor status cairan (intake dan output
cairan, turgor kulit)
Trapeutik : Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen> 94%,
Pasang IV line, jika perlu, Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin, jika
perlu, Jelaskan penyebab/ risiko syok, tanda dan gejala, Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan tanda dan gejala awal syok
Edukasi : Anjurkan asupan cairan oral sesuai kebutuhan
Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, jika perlu, Kolaborasi pemberian
transfusi, jika perlu
5. Diagnosis : Gangguan sirkulasi spontan
Intervensi : Resusitasi jantung paru
Observasi : Monitor tingkat kesadaran, Monitor irama jantung, Monitor pemberian
PPGD/ BTCLS/ ATCLS/ BCLS/ ACLS sesuai protocol yang tersedia
Teraupetik : Panggil bantuan jika klien tidak sadar, Aktifkan code blue, Lakukan
resusitasi jantung paru, jika perlu, Berikan bantuan nafas, jika perlu, Pasang
monitor jantung, Pasang akses vena, jika perlu, Siapkan intubasi, jika perlu, Akhiri
tindakan jika ada tanda-tanda sirkulasi spontan (misalnya nadi karotis teraba,
kesadaran pulih)
Kolaborasi : Pemberian defibrilasi atau kardioversi, jika perlu, Kolaborasi
pemberian epinefrin atau adrenalin, jika perlu, Kolaborasi pemberian amiodaron,
jika perlu
6. Diagnosis : Ansietas
Intervensi : Reduksi ansietas
Observasi : Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)
Teraupetik : Pahami situasi yang membuat ansietas, Dengarkan dengan penuh
perhatian, Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan, Diskusikan
perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
Edukasi : Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis, Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat, Latih Teknik
relaksasi non farmakologis seperti napas dalam dan imajinasi terpimpin

E. Implemetasi keperawatan
Pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan pasien. Perawat bertanggung
jawab terhadap asuhan keperawatan yang berfokus pada pasien dan berorientasi pada
tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dimana tindakan
dilakukan dan diselesaikan, sebagaimana digambarkan dalam rencana yang sudah
dibuat.

F. Evaluasi keperawatan
Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan
tujuan dan kriteria hasil yang dibuat dalam rencana keperawatan. Evaluasi ini
dilakukan secara terus menerus untuk menentukan apakah intervensi yang telah
diberikan bekerja dengan efektif atau tidak dan bagaimana rencana keperawatan
selanjutnya apakah perencanaan keperawatan yang sebelumnya dilanjutkan,
dimodivikasi, direvisi atau dihentikan berdasarkan data subjektif dan objektif yang
didapatkan.
Daftar Pustaka
Cascella M, Rajnik M, Aleem A, et al. (2021). Features, Evaluation, and Treatment of
Coronavirus (COVID-19). Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK554776/
CDC. (2020). Standard Operating Procedure (SOP) for Triage of Suspected COVID-19
Patients.
Guan WJ, Ni ZY, Hu Y, Liang WH, Ou CQ, He JX, dkk. (2020). Clinical characteristics of
coronavirus disease 2019 in China. The New England Journal of Medicine;
382(18):1708-1720
Guo Y-R, Cao Q-D, Hong Z-S, Tan Y-Y, Chen S-D, Jin H-J, et al. (2020). The origin,
transmission and clinical therapies on virus corona disease 2019 (COVID-19)
outbreak - an update on the status. Mil Med Res ;7(1):11.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. Hk.01.07/Menkes/4641/2021 tentang
Panduan Pelaksanaan Pemeriksaan, Pelacakan, Karantina, dan Isolasi Dalam Rangka
Percepatan Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Mei 2021. https://covid19.go.id/storage/app/media/Regulasi/2021/Mei/kmk-no-
hk0107-menkes-4641-2021-ttg-panduan-pelaksanaan-pemeriksaan-pelacakan-
karantina-isolasi-dalam-pencegahan-covid-19-sign.pdf
Liu K, Fang YY, Deng Y, Liu W, Wang MF, Ma JP, dkk. (2020). Clinical characteristics of
novel coronavirus cases in tertiary hospitals in Hubei Province. Chinese Medical
Journal; 133(9):1025-1031
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2020). Panduan Praktik Klinik (PPK). Jakarta:
Pengurus Pusat PDPI.
PPNI. (2020). Panduan Asuhan Keperawatan di Masa Pandemi COVID-19, Edisi 1 Jakarta:
DPP PPNI.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik
(1sted.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan
Sahin AR. (2020). Novel Virus corona (COVID-19) Outbreak: A Review of the Current
Literature. Eurasian J Med Investig; 4(1):1–7.
Sun P, Lu X, Xu C, Sun W, Pan B. (2020). Understanding of COVID-19 based on current
evidence. J Med Virol; 1-4
Wan Y, Shang J, Graham R, Baric RS, Li F. (2020). Receptor recognition by novel
coronavirus from Wuhan: An analysis based on decade-long structural studies of
SARS Coronavirus. Journal of Virology; 94(7):1-9
WHO. Coronavirus disease (COVID-2019) situation reports; 2020 [disitasi tanggal 20 Mei
2020]. Tersedia dari: https://www.who.int/emergencies/disea ses/novel-coronavirus-
2019/situationreports
World Health Organization. Laboratory testing for 2019 novel virus corona (2019-nCoV) in
suspected human cases. 2020;2019 (January):1–7.
Zhao Y, Zhao Z, Wang Y, Zhou Y, Ma Y, Zou W. (2020). Single-cell RNA expression
profiling of ACE2, the putative receptor of Wuhan 2019-nCov ; 1-13

Anda mungkin juga menyukai