Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN LUKA BAKAR

Oleh:
Nurwulan Sari, S.Kep
NIM: 14420202086

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR
2020
A. KONSEP LUKA BAKAR
1. Definisi Luka Bakar
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan
benda-benda yang menghasilkan panas (api, bahan kimia, listrik, maupun radiasi) atau
zat-zat yang bersifat membakar baik berupa asam kuat dan basa kuat (Safriani, 2017)
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti air panas, api, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Nurarif &
Kusuma, 2015).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik, bahan
kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang
bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan
perawatan medis yang intensif (Precise, 2011).
Kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan.
a. Lapisan epidermis
1) Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti selnya sudah
mati dan mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak larut yang membentuk
barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk mengusir patogen dan
mencegah kehilangan cairan berlebihan dari tubuh.
2) Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan
telapak kaki.
3) Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan, sel-sel
tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
4) Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling
tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya
poligonal (banyak sudut dan mempunyai tanduk).
5) Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di
bagian basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di atasnya dan
merupakan sel-sel induk.
b. Lapisan dermis
1) Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris).Lapisan ini berada langsung di bawah
epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas yang menghasilkan salah satu bentuk
kolagen.
2) Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis). Lapisan ini terletak di bawah
lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen. Dermis juga tersusun dari
pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar
rambut.
c. Jaringan subkutan atau hipodermis
Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah jaringan
adipose yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti
otot dan tulang. Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor
penting dalam pengaturan suhu tubuh.
2. Epidemiologi
Luka bakar masih menjadi masalah besar yang mengancam seluruh kalangan usia.
Setiap tahunnya, sekitar 45.000 pasien mendapat cedera luka bakar dan dirawat di rumah
sakit. Lebih dari 60% luka bakar terjadi pada kisaran usia reproduksi, kejadian pada pria
lebih banyak dari pada wanita. Hampir 55% disebabkan oleh api, 40% karena air
mendidih, dan selebihnya disebabkan oleh kimia dan listrik (Morton, dkk, 2012; Kapita
Selekta Kedokteran, 2014).
3. Etiologi
Luka bakar merupakan suatu jenis trauma yang memiliki morbiditas dan mortalitas
yang tinggi sehingga memerlukan perawatan yang khusus mulai fase awal hingga fase
lanjut. Etiologi terjadinya luka bakar yaitu (Hardisman, 2016).
a. Luka Bakar Termal
Luka bakar termal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan
api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya, dapat berupa gas, cairan, benda padat
(solid).
1) Scald Burns
Luka karena uap panas, biasanya terjadi karena air panas. Faktor ini merupakan
penyebab kebanyakan luka bakar pada masyarakat. Air pada suhu 60°C
menyebabkan luka bakar parsial atau dalam dengan waktu hanya dalam 3 detik.
Pada 69°C, luka bakar yang sama terjadi dalam 1 detik.
2) Flash Burns
Ledakan gas alam, propan, butane, minyak destilasi, alkohol dan cairan
mudah terbakar lain seperti aliran listrik menyebabkan panas untuk periode waktu.
Flash burns memiliki distribusi di semua kulit yang terekspos dengan area
paling dalam pada sisi yang terkena.
b. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan
asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan
yang terpapar menentukan luasnya injuri. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya
karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan
rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian
dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka
bakar kimia.
c. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar elektrik (listrik) disebabkan oleh kontak dengan kawat listrik yang
mengandung arus listrik atau dengan sumber arus listrik bertegangan tinggi. Berat
ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara
gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.
d. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau
dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh
sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka
bakar radiasi.
e. Frost Bite
Luka bakar akibat suhu yang terlalu dingin. Pembuluh darah perifer mengalami
vasokonstriksi hebat, terutama di ujung-ujung jari, hidung dan telinga. Fase
selanjutnya akan terjadi nekrosis dan kerusakan yang permanen.
4. Klasifikasi
a. Berdasarkan Kedalaman Luka Bakar
Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 4 kategori yang didasarkan pada
elemen kulit yang rusak (Morton, dkk, 2012; Kowalak, dkk, 2012; Maryati, 2015)
1) Superficial (derajat I), dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a) Hanya mengenai lapisan epidermis.
b) Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai berat).
c) Kulit memucat bila ditekan.
d) Tidak ada blister/bullae
e) Sangat nyeri
f) Dapat sembuh spontan dalam 5-10 hari.
2) Superficial Partial-Thickness (derajat IIa), dengan ciri sebagai berikut :
a) Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis (atas dermis), berupa reaksi
inflamasi disertai proses eksudasi
b) Dijumpai bulae
c) Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi/nyeri hiperestetik
d) Dasar luka berwarna merah atau pucat,
e) Kerusakan mengenai bagian superficial, dermis lebih dalam lagi
f) Organ-organ seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih
utuh
g) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari
3) Deep Partial-Thickness (derajat IIb)
a) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
b) Organ-organ seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian
besar masih utuh
c) Dasar luka kering, pucat seperti lilin.
d) Nyeri/sensitif terhadap tekanan
e) Menimbulkan edema ringan hingga sedang
f) Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya
penyembuhan terjadi lebih dari sebulan
4) Full thickness (derajat III), dengan ciri sebagai berikut :
a) Mengenai semua lapisan kulit, lemak subkutan. Dapat juga mengenai permukaan
otot, persarafan dan pembuluh darah.
b) Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah sampai dengan coklat atau
hitam.
c) Tanpa ada blister.
d) Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.
e) Edema.
f) Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri.
g) Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara spontan.
h) Memerlukan skin graft.
i) Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak dilakukan tindakan
preventif.

b. Berdasarkan Luas Luka Bakar


Ukuran luka bakar ditentukan dengan presentase dari permukaan tubuh yang
terkena luka bakar. Akurasi dari perhitungan bervariasi menurut metode yang
digunakan dan pengalaman seseorang dalam menentukan luas luka bakar. Terdapat
beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar, meliputi: (Morton, dkk, 2012;
Kowalak, dkk, 2012; Maryati, 2015 Wallace (2017).
1) Rule of Nine
Metode rule of nine mulai diperkenalkan sejak tahun 1940-an sebagai suatu
alat pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan ukuran/luas luka bakar.
Dasar dari metode ini adalah bahwa tubuh dibagi dalam bagian-bagian anatomic,
dimana setiap bagian mewakili 9% kecuali daerah genitalia 1%. Rinciannya,
sebagai berikut:
a) Kepala dan leher : 9%
b) Lengan masing-masing 9% : 18%
c) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
d) Tungkai masing-masing 18% : 36%
e) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
2) Lund and Browder
Pada metode Lund and Browder merupakan modifikasi dari persentasi bagian-
bagian tubuh menurut usia, yang dapat memberikan perhitungan yang lebih akurat
tentang luas luka bakar.
3) Hand palm.
Selain dari kedua metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara lainnya
yaitu mengunakan metode hand palm. Metode ini adalah cara menentukan luas atau
persentasi luka bakar dengan menggunakan telapak tangan. Satu telapak tangan
mewakili 1% dari permukaan tubuh yang mengalami luka bakar.
Gambar 1. Metode Rule of nine Gambar 2. Metode Lund & Browder

Gambar 3. Metode Hand palm


c. Berdasarkan Beratnya Luka Bakar
Perkumpulan Luka Bakar America (American Burn Asociation/ABA)
mempublikasikan petunjuk tentang klasifikasi beratnya luka bakar (Morton, dkk, 2012;
Kowalak, dkk, 2012; Maryati, 2015).
1) Luka Bakar Berat (Mayor)
a) 25 % pada orang dewasa
b) 25 % pada anak dengan usia kurang dari 10 tahun
c) 20 % pada orang dewasa dengan usia lebih dari 40 tahun
d) Luka mengenai wajah, mata, telinga, lengan, kaki, dan perineum yang
mengakibatkan gangguan fungsional atau kosmetik atau menimbulkan disabiliti.
e) Luka bakar karena listrik voltage tinggi
f) Semua luka bakar yang disertai injuri inhalasi atau truma yang berat.
2) Luka Bakar Sedang (Moderat)
a) 15-25 % mengenai orang dewasa
b) 10-20 % pada anak usia kurang dari 10 tahun
c) 10-20 % pada orang dewasa usia lebih dari 40 tahun
d) Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki dan perineum
3) Luka Bakar Ringan (Minor)
a) Kurang dari 15% pada orang dewasa
b) Kurang dari 10% pada anak-anak
c) Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, kaki
d) Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur
e) Tidak ada risiko gangguan kosmetik atau fungsional atau disability
5. Komplikasi luka bakar
Menurut Rahayuningsih (2017), secara umum luka bakar jika tidak ditangani
dengan benar, akan menimbulkan komplikasi yaitu :
a. Syok hipovolemik
Akibat pertama dari luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan permeabilitas meninggi.
Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edemadan menimbulkan bula serta
elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler.
b. MOF (multi organ failure)
Adanya perubahan permeabilitas kapiler pada luka bakar menyebabkan gangguan
sirkulasi. Di tingkat seluler, gangguan perfusi menyebabkan perubahan metabolisme.
Adanya gangguan sirkulasi dan perfusi mengakibatkan sulitnya untuk
mempertahankan kelangsungan hidup sel, iskemi jaringan akan berakhir dengan
nekrosis.
c. Bekas luka
Luka bakar bisa menyebabkan bekas luka dan juga keloid. Keloid adalah
pertumbuhan jaringan bekas luka yang berlebih di atas kulit. Luka bakar ringan
biasanya hanya meninggalkan bekas luka yang sedikit. Bekas luka bisa dikurangi
dengan menggunakan krim atau salep pada bekas luka bakar dan juga memakai tabir
surya.
d. Rendahnya volume darah
Luka bakar dapat merusak pembuluh darah dan menyebabkan hilangnya cairan.
Hal ini dapat menimbulkan rendahnya volume darah dalam tubuh.
e. Infeksi
Infeksi dapat terjadi jika bakteri mulai berkembang biak di luka yang terbuka.
Oleh karena itu, penting untuk menjaga kebersihan luka melepuh yang telah pecah.
Beberapa tanda terjadinya infeksi adalah ketika luka terasa lebih sakit atau menjadi
bau. Selain itu, Anda mungkin mengalami demam dan pembengkakan pada kulit yang
terinfeksi. Infeksi biasanya bisa diatasi dengan antibiotik dan obat pereda rasa sakit.
Segera periksakan ke dokter jika Anda mencurigai luka telah terinfeksi. Luka bakar
yang terinfeksi bisa menyebabkan terjadinya sepsis dan sindrom syok toksik. Sepsis
dan sindrom syok toksik terjadi ketika infeksi telah menyebar ke dalam darah, dan
dapat menyebabkan kematian jika tidak segera ditangani.
f. Masalah pernapasan
Menghirup udara panas atau asap bisa melukai saluran udara dan menyebabkan
kesulitan dalam bernapas. Menghirup asap bisa merusak paru-paru dan menyebabkan
kegagalan fungsi organ pernapasan.
g. Masalah tulang dan persendian
Luka bakar yang dalam bisa membatasi pergerakan tulang dan juga persendian.
Bekas luka bisa menyebabkan kontraktur. Kontraktur adalah ketika kulit, otot, maupun
urat memendek dan/atau mengencang. Akibatnya, sendi tidak bisa digerakkan secara
normal.
h. Sengatan panas
Sengatan panas adalah kondisi ketika suhu tubuh mencapai 40° celcius atau lebih.
Kondisi ini disebabkan oleh tubuh yang terlalu lama terkena pajanan terhadap sinar
matahari atau cuaca panas. Beberapa gejalanya antara lain: kelelahan yang parah, kulit
terlihat merah, bernapas dengan cepat, mual dan muntah-muntah, pusing atau sakit
kepala, denyut jantung cepat, menjadi linglung. Jika mencurigai terjadi sengatan
panas, pindahkan penderita ke tempat teduh. Pastikan penderita minum banyak air dan
longgarkan pakaian mereka.Coba turunkan suhu tubuh penderita dengan kain yang
telah dibasahkan dengan air dingin. Sengatan panas merupakan kondisi darurat yang
perlu segera ditangani di rumah sakit.
i. Hipotermia
Jika sebagian besar kulit menjadi rusak karena terbakar, penderita bisa kehilangan
panas tubuh dan resiko terkena hipotermia akan meningkat.
j. Syok
Syok adalah kondisi berbahaya yang muncul ketika tubuh kekurangan pasokan
oksigen. Orang yang terkena luka bakar parah bisa mengalami syok. Beberapa gejala
syok adalah ketika wajah terlihat pucat, denyut jantung cepat, bernapas cepat atau
pendek, sering menguap, kulit terasa dingin dan bahkan pingsan. Jika terjadi syok,
segera antar ke rumah sakit. Baringkan penderita dan posisikan kaki mereka lebih
tinggi dari tubuh. Hangatkan suhu tubuh dengan memakai selimut, usahakan untuk
tidak menutupi bagian yang mengalami luka bakar
k. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler,
syok luka bakar aka menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen
vaskuler, volume darah akan meningkat, karena edema akan bertambah berat pada
luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada
ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
l. Adult respiratory distress syndrome.
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran
gas sudah mengancam jiwa
m. Ileus paralitik dan ulkus curling
Berkurangnya peristaltik usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus
paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatkan nause.
Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massir
(hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi
muntahan atau vomitus yang berdarah merupakan tanda-tanda ulkus curling
n. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang
terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya menunjukkan mental
berubah, perubahan status respirasi, penurunan haluan urine, perubahan pada tekanan
darah, curah jantung, tekanan vena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi
o. Gagal ginjal akut
Haluan urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusitasi cairan yang tidak
adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdeteksi dalam urine
6. Patofisiologi
Syok pada luka bakar terjadi akibat lolosnya cairan dalam sirkulasi kapiler secara
massive dan mempengaruhi sistem kardiovaskular. Hilangnya atau rusaknya jaringan dan
peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan cairan, plasma, dan protein akan lolos
atau hilang dari kompartemen intravaskuler ke dalam jaringan interstisial. Eritrosit dan
leukosit tetap dalam sirkulasi dan menyebabkan peningkatan hematokrit dan leukosit.
Darah dan cairan akan hilang melalui evaporasi kulit yang meningkat sehingga terjadi
kekurangan cairan. Peningkatan metabolisme juga dapat menyebabkan kehilangan cairan
melalui sistem pernapasan.
Kompensasi terhadap syok dengan kehilangan cairan maka tubuh mengadakan
respon dengan menurunkan sirkulasi sistem gastrointestinal yang mana dapat terjadi ilius
paralitik (suatu keadaan akut abdomen berupa kembung/distensi abdomen, karena usus
tidak berkontraksi akibat adanya gangguan motilitas), takikardia dan takipnea merupakan
kompensasi untuk menurunkan volume vaskuler dengan meningkatkan kebutuhan
oksigen terhadap injuri jaringan dan perubahan sistem. Kemudian menurunkan perfusi
pada ginjal, dan terjadi vasokontriksi yang akan berakibat pada depresi filtrasi glomerulus
dan oliguri.
Respon luka bakar akan meningkatkan aliran darah ke organ vital dan menurunkan
aliran darah ke perifer dan organ yang tidak vital. Respon metabolik pada luka bakar
adalah hipermetabolisme yang merupakan hasil dari peningkatan sejumlah energi,
peningkatan katekolamin; dimana terjadi peningkatan temperatur dan metabolisme,
hiperglikemi karena meningkatnya pengeluaran glukosa untuk kebutuhan metabolik yang
kemudian terjadi penipisan glukosa, ketidakseimbangan nitrogen oleh karena status
hipermetabolisme dan injury jaringan.
Kerusakan pada sel darah merah dan hemolisis menimbulkan anemia, yang
kemudian akan meningkatkan curah jantung untuk mempertahankan perfusi.
Pertumbuhan dapat terhambat oleh depresi hormon pertumbuhan karena terfokus pada
penyembuhan jaringan yang rusak.
Pembentukan edema karena adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan pada
saat yang sama terjadi vasodilatasi yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik
dalam kapiler. Terjadi pertukaran elektrolit yang abnormal antara sel dan cairan
interstisial dimana secara khusus natrium masuk ke dalam sel dan kalium keluar dari
dalam sel. Dengan demikian mengakibatkan kekurangan sodium dalam intravaskuler
(Morton, dkk, 2012; Kowalak, dkk, 2012; Maryati, 2015).
7. Manifestasi Klinis
Kedalaman dan Bagian Kulit Gejala Penampilan Perjalanan
Penyebab Luka Yang Luka Kesembuhan
Bakar terkena
Derajat Satu Epidermis Kesemutan Memerah; Kesembuhan
Tersengat Hiperestesia menjadi putih lengkap dalam
matahari (super jika ditekan waktu satu
Terkena Api sensitive) Rasa Minimal atau minggu
dengan intensitas nyeri mereda tanpa edema Pengelupasan
rendah jika kulit
didinginkan
Derajat Dua Epidermis Nyeri Melepuh, dasar Kesembuhan
Tersiram air dan Bagian Hiperestesia luka berbintik luka dalam
mendidih Dermis Sensitif – bitnik waktu 2 – 3
Terbakar oleh terhadap udara merah,epiderm minggu
nyala api yang dingin is retak, Pembentukan
permukaan parut dan
luka basah depigmentasi
Edema Infeksi dapat
mengubahnya
menjadi derajat
tiga
Derajat Tiga Epidermis, Tidak terasa Kering; luka Pembentukan
Terbakar nyala Keseluruhan nyeri Syok bakar eskar
api Terkena Dermis dan Hematuri dan berwarna putih Diperlukan
cairan mendidih kadang – kemungkinan seperti badan pencangkokan
dalam waktu kadang hemolisis kulit atau Pembentukan
yang lama jaringan Kemungkinan berwarna parut dan
Tersengat arus subkutan terdapat luka gosong. Kulit hilangnya
listrik masuk dan retak dengan kountur serta
keluar (pada bagian kulit fungsi kulit.
luka bakar yang tampak Hilangnya jari
listrik) edema tangan atau
ekstermitas
dapat terjadi
8. Pemeriksaan penunjang
a. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran
darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya
cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan
oleh panas terhadap pembuluh darah.
b. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
c. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi.
Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida
(PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
d. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena
kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi
dapat terjadi bila mulai diuresis.
e. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang
dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
f. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium.
g. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
h. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
i. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal,
tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
j. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya
cedera.
k. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
l. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
9. Penatalaksanaan
a. Primary Survey
1) Airway/Jalan Napas
Pada permulaannya airway biasanya tidak terganggu. Dalam keadaan ekstrim bisa
saja airway terganggu, misalnya karena lama berada dalam ruangan tertutup yang
terbakar sehingga terjadi pengaruh panas yang lama terhadap jalan nafas.
Menghisap gas atau partikel karbon yang terbakar dalam jumlah yang banyak juga
akan dapat menggangu airway. Pada permulaan penyumbatan airway tidak total
sehingga akan timbul suara stridor/crowing. Bila menimbulkan sesak nafas berat
(bila saturasi oksigen kurang dari 95%) maka ini merupakan indikasi mutlak untuk
intubasi.
Indikasi klinis adanya trauma inhalasi antara lain:
a) Luka bakar yang mengenai wajah dan atau leher
b) Alis mata dan bulu hidung hangus
c) Adanya timbunan karbon dan tanda peradangan akut orofaring
d) Sputum yang mengandung karbon atau arang
e) Suara serak
f) Riwayat gangguan mengunyah dan atau terkurung dalam api
g) Luka bakar kepala dan badan akibat ledakan
Apabila ditemukan hal seperti tersebut di atas, sangat mungkin terjadi trauma
inhalasi yang memerlukan penanganan definitive, termasuk pembebasan jalan
nafas.
2) Breathing
Gangguan breathing yang timbul cepat dapat disebabkan karena:
a) Inhalasi partikel – partikel panas yang mengakibatkan proses peradangan dan
edema pada saluran nafas. Mengatasi sesak yang terjadi adalah dengan
penanganan yang agresif, lakukan airway definitive untuk menjaga jalan nafas.
b) Keracunan CO (karbonmonoksida).
Asap dan api mengandung CO. Apabila pasien berada dalam ruangan tertutup
yang terbakar, maka kemungkinan keracunan CO cukup besar. Diagnostiknya
sulit (apalagi di pra –RS). Kulit yang berwarna merah terang biasanya belum
terlihat. Pulse oksimeter menunjukkan tingkat saturasi oksigen yang cukup
walaupun pasien dalam kondisi sesak.
Bila diduga keracunan CO, maka diberikan oksigen 100% dengan non
rebreathing mask atau bila perlu ventilasi tambahan dengan BVM yang ada
reservoar oksigen.
3) Circulation
Kulit yang terbuka menyebabkan penguapan air yang berlebih dari tubuh, dengan
akibat terjadinya dehidrasi yang memerlukan tindakan resusitasi cairan.
a) Resusitasi syok
Menggunakan larutan kristaloid melalui dua jalur intravena.
b) Resusitasi tanpa syok
Resusitasi tanpa syok merupakan resusitasi cairan tanpa gejala klinis syok atau
pada kasus dengan luas < 25-30%, tanpa keterlambatan atau dijumpai
keterlambatan kurang dari 2 jam. Kebutuhan cairan yang diberikan adalah
berdasarkan rumus Baxter sebagai berikut:

4 ml/kgBB x % luka bakar (pada dewasa)


2 ml/kgBB x % luka bakar + keb. Faal (pada anak)
Kebutuhan faal:
< 1 th : BB×100cc
1-3 th : BB×75cc
3-5 th : BB×50cc
Pemberian cairan mengikuti metode yang ditentukan berdasarkan formula
Parkland. Pada 24 jam pertama: separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam
pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
Pemantauan sirkulasi renal juga harus dilakukan. Jumlah produksi urine
dipantau melalui kateter urine setiap jam (30-50 cc atau 0,5 ml/kgBB setiap jam
pada orang dewasa, 1 ml/kgBB/jam pada anak dan 2 cc/kgBB/jam pada bayi).
Apabila produksi urine <0,5 ml/kgBB/jam maka jumlah cairan ditingkatkan
sebanyak 50% dari jumlah yang diberikan pada jam sebelumya. Apabila
produksi urine >1 cc/kgBB/jam, maka jumlah cairan yang diberikan dikurangi
25% dari jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya.
Bila fase pra RS hanya singkat, maka tidak perlu pemasangan kateter urine.
Namun dalam keadaan khusus dimana masa pra-RS lama, maka perlu
pemasangan kateter sehingga dapat dilakukan pemantauan produksi urine.
4) Disability
Pemeriksaan kesadaran dengan GCS dan tanda lateralisasi (pupil dan motorik)
harus dilakukan.
5) Eksposure
Pastikan pasien tidak mengalami hipotermi.
b. Secondary Survey
1) Anamnesis
Penting untuk menanyakan dengan teliti hal sekitar kejadian. Tidak jarang terjadi
disamping luka bakar akan ditemukan perlukaan lain yang disebabkan usaha
melarikan diri dari api dalam keadaan panik.
2) Pemeriksaan head to toe
Pemeriksaan head to toe dilakukan dengan teliti. Apabila ditemukan kelainan harus
diberikan penanganan yang sesuai.
3) Perawatan luka bakar
Untuk tindakan pra-RS tidak perlu dilakukan apa – apa selain menutup dengan kain
bersih. Jangan memecahkan bula atau vesikel pada fase pra-RS. Perawatan luka
dilakukan segera setelah tindakan resusitasi jalan nafas dan mekanisme bernafas
serta resusitasi cairan dilakukan, yang meliputi tindakan debridement, necrotomy
dan tindakan pencucian luka.
4) Indikasi rawat inap
Pada beberapa kasus luka bakar perlu dirujuk ke pusat luka bakar adalah sebagai
berikut:
a) Luka bakar derajat II >15% pada dewasa dan > 10% pada anak – anak
b) Luka bakar derajat II pada muka, tangan dan kaki, perineum dan sendi
c) Luka bakar derajat III > 2% pada dewasa, setiap derajat III pada anak-anak
d) Luka bakar disebabkan listrik, disertai cedera jalan nafas atau komplikasi lain
5) Akibat cuaca dingin
Berat ringannya akibat trauma dingin tergantung pada suhu, lamanya kontak,
keadaan lingkungan, jumlah baju hangat atau pelindung, dan keadaan kesehatan
pasien. Ada 3 jenis trauma dingin yaitu:
a) Frostnip
Merupakan bentuk paling ringan dari trauma dingin, ditandai dengan nyeri,
pucat, dan kesemutan pada daerah yang terkena. Dengan penghangatan daerah
ini dapat pulih dengan sempurna tanpa kerusakan jaringan, kecuali bila trauma
terjadi berulang dan dalam jangka waktu bertahun – tahun dapat menyebabkan
jaringan lemak hilang atau atropi.
b) Frostbite
Rostbite merupakan pembekuan jaringan yang diakibatkan oleh pembentukan
kristal es intraseluler dan bendungan mikrovaskuler sehingga terjadi anoksia
jaringan. Frostbite dapat dibagi menjadi 4 derajat:
(1) Derajat I: hyperemia dan edema tanpa nekrosis dikulit
(2) Derajat II: pembentukan vesikel/bula disertai hyperemia, edema dan
nekrosis sebagian lapisan kulit
(3) Derajat III: nekrosis seluruh lapisan kulit dan jaringan subkutan, biasanya
juga disertai dengan pembentukan vesikel hemoragik
(4) Derajat IV: nekrosis seluruh jaringan kulit dan gangrene otot serta tulang.
c) Non freezing injury
Non freezing injury disebabkan oleh kerusakan endotel mikrovaskuler.
Trenchfoot merupakan salah satu contoh non frezzing injury tangan dan kaki
akibat terkena udara basah terus menerus yang suhunya masih di atas titik beku
yaitu antara 1,6 ºC sampai 10 ºC. Penanganan :
1) Proteksi diri dan lingkungan.
2) Selalu mendahulukan hal yang mengancam A-B-C terlebih dahulu.
3) Penanganan harus segera dilakukan untuk memperpendek berlangsungnya
pembekuan jaringan. Jangan menggosok bagian yang terkena frostbite
karena akan lebih mencederai pasien.
d) Re-warming:
(1) Jangan lakukan pada frostbite dalam atau lanjut
(2) Selalu memakai penghangat lembab
(3) Jika terdapat luka lakukan seperti penanganan luka bakar segera rujuk
kerumah sakit
c. Luka bakar kimia
Penanganan apabila menemukan pasien masih dalam keadaan terkena zat kimia:
1) Selalu proteksi diri
2) Apabila zat kimia bersifat cair, langsung semprot dengan air mengalir.
3) Apabila zat kimia besifat bubuk sapu dahulu sampai zat kimia tipis baru kemudian
siram dengan air.
d. Luka bakar listrik
Penanganan pada pasien luka bakar listrik harus meliputi perhatian terhadap jalan
nafas dan pernafasan, pemberian cairan infuse, pemasangan EKG dan kateter urine.
e. Obat – obatan:
1) Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
2) Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
3) Analgetik : kuat (morfin, petidine)
4) Antasida : kalau perlu
Pathway
0 Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik/petir

LUKA BAKAR Masalah


Biologis Psikologis Keperawatan:
 Gangguan Citra Tubuh
 Defisiensi pengetahuan
 Anxietas

Pada Wajah Di ruang tertutup Kerusakan kulit

Kerusakan mukosa Keracunan gas CO Penguapan meningkat


Masalah Keperawatan:
 Resiko infeksi
 Nyeri akut
Peningkatan pembuluh darah  Kerusakan integritas kulit
Oedema laring CO mengikat Hb
kapiler
Obstruksi jalan nafas Hb tidak mampu
mengikat O2 Ektravasasi cairan (H2O,
Elektrolit, protein) Masalah Keperawatan:
Gagal nafas  Hambatan mobilitas fisik
Hipoxia otak
Tekanan onkotik menurun.
Tekanan hidrostatik
meningkat

Cairan intravaskuler

menurun
Masalah Keperawatan:
 Kekurangan volume cairan
Hipovolemia dan
hemokonsentrasi
MK: Pola nafas
tidak efektif
Gangguan sirkulasi

makro

Gangguan perfusi organ penting Gangguan


sirkulasi seluler

Otak Kardiovaskuler Ginjal Hepar GI Neurologi Imun Gangguan


Traktus perfusi

Hipoxia Kebocoran Hipoxia Pelepasan Gangguan Daya


kapiler sel ginjal katekolamin Dilatasi Neurologi tahan Laju
lambung tubuh metabolisme
Sel otak menurun meningkat
mati Penurunan Fungsi Hipoxia Hambahan
curah jantung ginjal hepatik pertumbuhan
menurun Glukoneogenesis
glukogenolisis
Gagal Gagal ginjal Gagal
jantung hepar

MULTI SISTEM ORGAN FAILURE


B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data biografi
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt, tnggal
MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian klita perlu informasi
selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar
akan tetapi  anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatas 80 tahun memiliki
penilaian tinggi terhadap jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen K.C). data
pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar
agama dan pendidikan menentukan intervensi ynag tepat dalam pendekatan
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah
nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. Dalam
melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality
(p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami
luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul
penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada
penurunan ekspansi paru.
c. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya
kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama menjalan
perawatan ketika dilakukan pengkajian.  Apabila dirawat meliputi beberapa fase :
fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam
pertama beberapa hari  /  bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang)
d. Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum
mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai
riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat
dan alkohol
e. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah
kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan
f. Riwayat psiko sosial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image
yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan
perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang lama
sehingga mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan
stres, rasa cemas, dan takut.
g. Pola aktivitas sehari-hari
1) Makan dan Minum
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila terjadi
perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan kebutuhan
nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah.
2) Eliminasi:
haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam;
diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi);
penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar
dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
3) Gerak dan Aktifitas :
Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit;
gangguan massa otot, perubahan tonus.
4) Istirahat dan Tidur
Pola tidur akan mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh kondisi klien ddan
akan mempengaruhi proses penyembuhan
5) Kebersihan diri
Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan karena klien tidak
dapat melakukan sendiri.
6) Rasa Aman
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit
tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat
pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan
cairan/status syok.
7) Rasa Nyaman
Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk
disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan
sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan
derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga
tidak nyeri.
8) Sosial
masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Sehingga klien
mengalami ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
9) Rekreasi
Mengetahui cara klien untuk mengatasi stress yang dialami
10) Prestasi
Mempengaruhi pemahaman klien terhadap sakitnya
11) Pengetahuan
Pengetahuan yang dimiliki oleh klien akan mempengaruhi respon klien terhadap
penyakitnya
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan 
gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar
mencapai derajat cukup berat
2) TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga
tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
3) Pemeriksaan kepala dan leher
a) Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah
terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar
b) Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda
asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok
kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
c) Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung
yang rontok.
d) Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake
cairan kurang
e) Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen
f) Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai
kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan
g) Dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnapasan, ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru,
auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi
h) Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada
area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
i) Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakan tempat
pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber
infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
j) Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan otot menurun karena nyeri
k) Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa
menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri
yang hebat (syok neurogenik)
l) Pemeriksaan kulit
a) Luas luka bakar
Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu metode
yang ada, yaitu metode “rule of nine” atau metode “Lund dan Browder”
b) Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macam, yaitu luka
bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan ciri-ciri seperti telah
diuraikan dimuka.
c) Lokasi/area luka
Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan perhatian
khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menimbulkan berbagai masalah.
Seperti, jika luka bakar mengenai derah wajah, leher dan dada dapat
mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada yang diantaranya disebabkan
karena edema pada laring . Sedangkan jika mengenai ekstremitas maka
dapat menyebabkan penurunan sirkulasi ke daerah ekstremitas karena
terbentuknya edema dan jaringan scar. Oleh karena itu pengkajian
terhadap jalan nafas (airway) dan pernafasan (breathing) serta sirkulasi
(circulation) sangat diperlukan. Luka bakar yang mengenai mata dapat
menyebabkan terjadinya laserasi kornea, kerusakan retina dan
menurunnya tajam penglihatan.

Bagian tubuh 1 th 2 th Dewasa

Kepala leher 18% 14% 9%

Ekstrimitas atas
18% 18% 18 %
(kanan dan kiri)

Badan depan 18% 18% 18%

Badan belakang 18% 18% 18%

Ektrimitas bawah
27% 31% 30%
(kanan dan kiri)

Genetalia 1% 1% 1%

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data-data hasil pengkajian, diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul dalam perawatan luka bakar dapat mencakup keadaan berikut ini:
a. Risiko syok berhubungan dengan hipovolemik ditandai dengan kehilangan cairan
intravaskuler, status hypermetabolik, ketidakcukupan pemasukan.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, zat kimia, fisik, ditandai
dengan kerusakan kulit/jaringan
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeabronkial;
edema mukosa, dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan
nafas thorak dan dada atau keterbatasan pengembangan dada.
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi
paru dan kerusakan membran alveolar kapiler
e. Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan massive
f. Defisit nutrisi berhubungan dengan status hipermetabolik (sebanyak 50 % – 60%
lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
g. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma: kerusakan permukaan kulit
karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
h. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi;
kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.
i. Risiko infeksi ditandai dengan kerusakan perlindungan kulit; jaringan traumatik;
penurunan Hemoglobin, penekanan respons inflamasi.
j. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformitas dinding dada, keletihan
otot-otot pernapasan, hiperventilasi.
3. Intervensi Keperawatan
a. Risiko syok berhubungan dengan hipovolemik ditandai dengan kehilangan cairan
intravaskuler, status hypermetabolik, ketidakcukupan pemasukan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan tingkat
syok menurun
Kriteria hasil :
1. Nadi Normal
2. Tingkat kesadaran meningkat
3. Akral dingin menurun
4. Pucat menurun
5. Haus menurun
6. Konfusi meningkat
Intervensi :

Pencegahan Syok
Observasi:
 Monitor status kardiopulmonal
 Monitor status oksigenasi
 Monitor status cairan
 Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
 Periksa riwayat alergi
Terapeutik:
 Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
 Persiapan intubasi dan ventilasi mekanik, jika perlu
 Pasang jalur IV, jika perlu
 Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
 Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
Edukasi
 Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
 Jelaskan tanda dan gejala awal syok
 Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda dan gejala syok
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
 Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis, zat kimia, fisik, ditandai
dengan kerusakan kulit/jaringan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x20 menit diharapkan tingkat
nyeri menurun
Kriteria hasil :
1. TTV dalam batas normal
2. Skala nyeri berkurang
3. Kesulitan tidur menurun
4. Sianosis menurun
Intervensi :

Manajemen Nyeri
Observasi:
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respons nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik:
 Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
c. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeabronkial;
edema mukosa, dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher; kompresi jalan
nafas thorak dan dada atau keterbatasan pengembangan dada.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam oksigenasi dan/atau
eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler Normal.
Kriteria hasil :
1. Batuk efektif meningkat
2. Produksi sputum menurun
3. Mengi menurun
4. Gelisah menurun
Intervensi :

Manajemen Jalan Napas


Observasi:
 Monitor pola napas
 Monitor bunyi napas tambahan
 Monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Posisikan semi fowler atau fowler
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
Pemantauan Respirasi
Observasi:
 Monitor pola nafas
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
 Monitor saturasi oksigen, monitor nilai AGD
 Monitor adanya sumbatan jalan nafas
 Monitor produksi sputum
Terapeutik
 Atur Interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi
paru dan kerusakan membran alveolar kapiler
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan
karbondioksida pada membran alveolus-kapiler dalam batas normal
Kriteria hasil :
1. Tingkat kesadaran meningkat
2. Dispneu menurun
3. Bunyi nafas normal
4. PCO2 Menurun
5. PO2 Meningkat
Intervensi :
Pemantauan Respirasi
Observasi:
 Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
 Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Terapeutik
 Atur Interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Edukasi
 Informasikan hasil
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen
Observasi:
 Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor posisi alat terapi oksigen
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik:
 Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan oksigen tambahan jika perlu
Edukasi
 Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan O2 di rumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
e. Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan massive
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan status
cairan membaik
Kriteria hasil :
1. TTV dalam batas normal
2. Turgor kulit membaik
3. Output urine meningkat
4. Edema perifer menurun
5. Kadar HB dan HT dalam batas normal
Intervensi :

Manajemen Hipovolemia
Observasi:
 Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi
teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit
menurun, membran mukosa, kering, volume urin menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah)
 Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
 Hitung kebutuhan cairan
 Berikan posisi modified trendelenburg
 Berikan asupan cairan oral
Edukasi
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan IV isotons (mis. Nacl, RL)
 Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%, Nacl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, plasmanate)
 pemberian produk darah

f. Defisit nutrisi berhubungan dengan status hipermetabolik atau katabolisme protein


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam status nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil :
1. Porsi makan dihabiskan
2. Nafsu makan meningkat
3. Perasaan cepat kenyang menurun
4. IMT dalam batas normal
Intervensi :

Manajemen Nutrisi
Observasi:
 Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
Terapeutik:
 Lakukan oral hygiene sebelum makan, Jika perlu
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogastric jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
 dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan
Promosi Berat Badan
Observasi
 Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
 Monitor adanya mual dan muntah
Terapeutik
 Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
 Berikan pujian kepada pasien untuk peningkatan yang dicapai
Edukasi
 Jelaskan jenis makanan yg bergizi tinggi, terjangkau
g. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma: kerusakan permukaan kulit
karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan integritas
kulit dan jaringan meningkat
Kriteria hasil :
1. Elastisitas meningkat
2. Hidrasi meningkat
3. Perdarahan menurun
4. Hematoma menurun
5. Nyeri menurun

Intervensi :
Perawatan Integritas Kulit
Observasi:
 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
Terapeutik:
 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
 Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
 Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit
Edukasi
 Anjurkan menggunakan pelembab
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
 Anjurkan mandi dan menggunkan sabun secukupnya
Perawatan Luka
Observasi:
 Monitor karakteristik luka
 Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik:
 Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
 Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
 Pasang balutan sesuai jenis luka
 Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur debridement
 Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
h. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformitas dinding dada, keletihan
otot-otot pernapasan dan hiperventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x30 Menit inspirasi dan atau
ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat membaik.
Kriteria hasil :
1. Frekuensi nafas normal
2. Dipsnea berkurang
3. Penggunaan otot bantu nafas menurun
Intervensi :
Pemantauan Respirasi
Observasi:
 Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
 Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Terapeutik
 Atur Interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen
Observasi:
 Monitor kecepatan aliran oksigen
 Monitor posisi alat terapi oksigen
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen

Terapeutik:
 Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan napas
 Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
 Ajarkan keluarga cara menggunakan O2 di rumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
i. Risiko infeksi ditandai dengan kerusakan perlindungan kulit; jaringan traumatik;
penurunan Hemoglobin dan penekanan respons inflamasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam derajat infeksi
menurun.
Kriteria hasil :
1. Suhu tubuh dalam batas normal
2. Kemerahan menurun
3. Skala nyeri menurun
4. Bengkak menurun
5. Kadar sel darah putih dalam batas normal
Intervensi :
Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
Pencegahan infeksi
Edukasi
Observasi:
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik
 Ajarkan cara memeriksa luka
Terapeutik
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan
 Batasi jumlah pengunjung
Kolaborasi
 Berikan perawatan kulit pada daerah edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
 Kolaborasi pemberian imunisasi, Jika perlu
j. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik,
kecacatan dan nyeri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan citra tubuh
meningkat.
Kriteria hasil :
1. Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun
2. Verbalisasi kekhawatiran pada reaksi orang lain menurun
3. Melihat bagian tubuh meningkat
4. Menyentuh bagian tubuh meningkat
Intervensi :
Promosi Citra Tubuh
Observasi:
 Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
 Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial
 Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
Edukasi
 Jelaskan pada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh
 Anjurkan menggunakan alat bantu (mis.wig,kosmetik)
 Anjurkan mengikuti kelompok pendukung
 Latih fungsi tubuh yang dimiliki
Terapeutik:
 Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
 Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
 Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck,G. N & Doctherman, J. M. (2008). Nursing Intervensions Classification (NIC),


Fifth Edition. St. Louis : Mosby – Year Book
Erick Chandowo. 2011. Laporan Pendahuluan Luka Bakar 3. Available.on

http://www.academia.edu/7710988/LAPORAN_PENDAHULUAN_LUKA_
BAKAR_3 diakses tanggal 15 maret 2021
https://www.academia.edu/8542579/Askep_Luka_Bakar_Combustio_,diakses
tanggal 16 maret 2021
Hardisman. (2016) Konsep Luka Bakar dan Penangannya. Surabaya :UNY Press.
Kowalak, J. P, Welsh, W. & Mayer, B. (2012). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Maryati, L. G. (2015). Materi Kuliah: Asuhan Keperawatan Pasien Luka Bakar. Denpasar:
RSUP Sanglah
Moorhead S. & Johnson, M. (2008). Nursing Outcomes Classification (NOC), Fifth Edition.
St. Louis : Mosby Year – Book
Morton, P.G., Fontaine, D., Hudak, C.M. & Gallo, B.M. (2012). Keperawatan Kritis:
Pendekatam Asuhan Holistik. Edisi 8. Volume 2. Terjemahan oleh Subekti, dkk. (2008).
Jakarta: EGC
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda Nic Noc. Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction Publishing
Safriani Y. (2017). Penanganan Luka Bakar. Available at: www1-media.acehprov.go.id.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta :
PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai