PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Hal ini disebabkan
karena tingginya angka mortalitas dan morbiditas luka bakar, khususnya pada negara
dengan pendapatan rendah-menengah, dimana lebih dari 95% angka kejadian luka
bakar menyebabkan kematian (mortalitas). Bagaimanapun juga, kematian bukanlah
satu-satunya akibat dari luka bakar. Banyak penderita luka bakar yang akhirnya
mengalami kecacatan (morbiditas), hal ini tak jarang menimbulkan stigma dan
penolakan masyarakat (Gowri, et al., 2012).
Pada tahun 2014, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa terdapat
265.000 kematian yang terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia akibat luka bakar. Di
India, lebih dari satu juta orang menderita luka bakar sedang-berat per tahun. Di
Bangladesh, Columbia, Mesir, dan Pakistan, 17% anak dengan luka bakar menderita
kecacatan sementara dan 18% menderita kecacatan permanen. Sedangkan di Nepal,
luka bakar merupakan penyebab kedua cedera tertinggi, dengan 5% kecacatan.
Menurut data American Burn Association (2015), di Amerika Serikat terdapat
486.000 kasus luka bakar yang menerima penanganan medis, 40.000 diantaranya
harus dirawat di rumah sakit. Selain itu, sebanyak 3.240 kematian terjadi setiap
tahunnya akibat luka bakar. Penyebab terbanyak terjadinya luka bakar adalah karena
trauma akibat kecelakaan kebakaran, kecelakaan kendaraan, terhirup asap, kontak
dengan listrik, zat kimia, dan benda panas.
Di Indonesia, prevalensi luka bakar pada tahun 2013 adalah sebesar 0.7% dan telah
mengalami penurunan sebesar 1.5% dibandingkan pada tahun 2008 (2.2%). Provinsi
dengan prevalensi tertinggi adalah Papua (2.0%) dan Bangka Belitung (1.4%)
(Depkes, 2013). Luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap
paparan yang berasal dari sumber panas, listrik, zat kimia, dan radiasi. Hal ini akan
menimbulkan gejala berupa nyeri, pembengkakan, dan terbentuknya lepuhan (Grace
dan Borley, 2006). Semua luka bakar (kecuali luka bakar ringan atau luka bakar
derajat I) dapat menimbulkan komplikasi berupa shock, dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit, infeksi sekunder, dan lain-lain (Rismana, et al., 2013).
Permasalahan yang dialami oleh penderita luka bakar, selain komplikasi, adalah
proses penyembuhan luka bakar yang lama. Proses penyembuhan luka dapat dibagi
1
menjadi tiga fase, yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Pertama, fase
inflamasi yang berlangsung sejak terjadinya luka hingga 3-4 hari. Pada fase ini terjadi
perubahan vaskuler dan proliferasi seluler. Daerah luka mengalami agregasi trombosit
dan mengeluarkan serotonin, serta mulai timbul epitelisasi. Kedua, fase proliferasi
yang berlangsung sejak berakhirnya fase inflamasi hingga hari ke-21. Pada fase
inflamasi, terjadi proliferasi fibroblas, angiogenesis, dan proses epitelisasi. Ketiga,
fase maturasi, terjadi sejak hari ke-21 hingga 1-2 tahun dimana terjadi proses
pematangan kolagen, penurunan aktivitas seluler dan vaskuler. Bentuk akhir dari fase
ini berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau gatal
(Pradipta, 2010).
B. Rumusan maslah
Bagiamanakah konsep dasar medis dan konsep dasar keperawatan yang perlu kita
pahami mengenai penyakit luka bakar?
C. Tujuan
Adapaun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah sbegai berikut
Tujuan umum:
Undapat memahami mengenai penyakit luka bakar
Tujuan khusus:
1. Untuk mengetahui definisi, etiologi, manifestasi, patofisiologi, komlplikasi,
pemeriksaan diagnositik dan discharge planning penyakit luka bakar
2. Dapat mengetahui cara mengukur luas luka bakar
3. Untuk mengetahui pengkajian penyakit luka bakar
4. Dapat mengetahui diagnosis penyakit luka bakar
5. Dapat mengetahui intevensi penyakit luka bakar
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian
medial lengan atas. Sedangkan kulit teba; terdapat [ada telapak tangan, telapak
kaki, punggung, bahu, dan bokong. Secara embriologis kulit berasa; dari dua
lapisan yang berbeda, lapisan luar yaitu epidermis yang mmebuat lapisan epitel
berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalma yang berasala dari mesoderm
adalah dermis atau korium yang merupakan suatau lapisan jaringan ikat.
3
Terdapat 3 lapisan kulit, sebgai berikut;
a. Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamanya disusun oleh sel-sel
epitel. Sel-sel yang terdpat dalam epidermis anatra lain: keratinosit (sel
terbanyak pada lapisan epidermis), melanosist, sel merkel dan lengerhans.
Epidermis terdiri dari lima lapidan dan yang paling dalam yaitu stratum
basale, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lucidum dan stratum
corneum.
b. Dermis merupakan laipasan yang kaya akan serabut saraf, pembuluh darah
dan pembuluh darah limfe. Selain itu dermis juga tersusun atas kelenjar
keringat, sebase, dan folikel rambut. Dermis terdiri atas dua lapisan, yaitu
lapisan papilaris dan retikularis, ekitar 80% dari dermis adalah lapisan
retikularis
c. Hipodermis (Subcutaneus)
Lapisan paling dalam terdiri atas jaringan ikat longgar berisisel lemak yang
bulat, besar, dengan inti mendesak ke pinggir sitoplasma lemak yang
bertambah.
Fisiologi
Sama halnya dengan jaringan pada bagian tubuh lainnya, kulit juga melakukan
respirasi (bernapas), meyerap oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Namun,
respirasi kulit sangat lemah . Kulit lebih banyak menyerap oksigen yang diambil
dari aliran darah, dan hanya sebagian kecil yang diambil langsung dari lingkungan
luar (udara). Begitu pula dengan karbondioksida yang dikeluarkan, lebih banyak
melalui aliran darah dibandingkan dengan yang diembuskan ke udara.
Meskipun pengambilan oksigen oleh kulit hanya 1,5 persen dari yang dilakuakn
oleh paru-paru dan kulit hanya membutuhajn 7 pesen dari kebutuahn oksigen
tubuh (4 persen untuk epidermis dan 3 persen untuk dermis), pernapasan kulit
tetap merupakan proses fisioligi kulit yang penting. Pengambilan oksigen dari
udara oleh kulit sangat berguna bagi merabolisme di dalam sel-sel kulit.
Penyerapan oksigen ini penting , namun pengeluaran atau pembuangan
karbondioksida (CO2) tidak kalah pentignya, karena CO2 menumpuk di dalam
kulit, ia akan menghambat pembelahan (regenerasi) sel-sel kulit
Kecepatan penyerapan oksigen kedalam kulit dan pengeluaran CO2 dari kulit
tergantung pada banayak faktor diluar maupun didalam kulit, seperti temperature
udara, komposisi gas di sekitar kulit, kelembaban udara, kecepetan aliran darah ke
4
kulit, usia, keadaan vitamin dan hormone dikulit, perubahan dalam proses
metabolism sel kulit, pemakaian bahan kimia pada kulit, dan lain-lain.
Adapun fungsi utama dari kulit yang penting bagi kehidupan, sebagai berikut ini;
a. Pelindung terhadap infeksi dan cedera
b. Pencegahan hilangnya cairan tubuh
c. Pengatur suhu
d. Kontak sensorik dengan lingkungan
e. Imunologi (kulit membantu dalam penyampaian antigen kepada sel-sel imun)
f. Metabolisme (memprodiksi vitamin D)
3. Etiologi
Adapun penyebab dari terjadinya luka bakar, sebagai berikut;
a. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Barn); gas, cairan dan bahan padat (solid)
Biasanya luka bakar karena air panas lebih dangkal dibandingkan api. Ini
bukan merupakan rumus, karena uap panas yang berasal dari semburan mesin
dapat sangat panas sehingga menyebabkan luka bakar yang didalam.
b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
1) Zat yang bersifat basa lebih berbahaya dibandingkan zat bersifat asam.
Semakin asam/ basa, semakin berbahaya pula.
2) Apabila menemukan penderita masih dalam keadaan terkena zat kimia:
a) Selalu protein diri.
b) Apabila zat kimia bersifat cair, langsung semprot dengan air mengalir
c) Untuk zat bersifat asam 30 menit, apabila basa lebih lama lagi.
d) Lebih baik agak lama di TKP dengan usaha membersihkan zat kimia
dari pada langsung membawa ke RS
e) Apabila zat kimia bersifat bubuk, sapu dulu sampai zat kimia tipis baru
siram
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Luka listrik cukup sering ditemukan. Yang harus diperhatikan adalah:
a. Yang menyebabkan kematian adalah kuat arus (ampere), bukan voltase.
b. Apabila datang dan penderita masih dalam keadaan terkena arus listrik:
1) Matikan listrik dari sumbernya.
2) Apabila tidak mungkin, coba lepaskan pendertita dengan perantaran
kayu kering, baju kering, dsb (bahan nonkundukasi listrik). Apabila
listrik sudah mati, tetapi kita ingin menyakinkan, maka harus selalu
5
meraba dengan punggung tangan, jangan dengan telapak tangan
(apabila masih ada arus listrik, tangan akan selalu fleksi)
3) Bahaya gangguan irama jantung selalu ada, betapa pun kecil arus
listrik, karena itu selalu pasang EKG. Bila ada kelainan, berikan
terapi yang sesuai. Catatan : terapi obat pada gangguan jantung
hanya oleh paramedic III
4) Bila penderita sudah meninggal, selalu lakukan RJP (kecuali bila ada
tanda kematian pasti) dan lakukan sampai di RS.
5) Masalah luka karena arus listriknya: Dianggap sebagai luka bakar.
Patut ditambahkan bahwa luka bakar karena arus listrik akan masuk
ke kulit (yang daya hantar rendah sehingga luka kecil saja), lalu ke
subkutan dengan daya hantar lebih besar sehingga pada subkutan
luka lebih besar, lalu melalui otot yang daya hantar sangat besar, lalu
keluar lagi ke kulit. Dengan demikian, mungkin luka listrik masuk
dan keluar hanya kecil, sedangkan luka didalam luas.
d. Luka bakar radiasi (Radiasi injury)
e. Frostbite
4. Klasifikasi luka bakar
Adapun klasisfikasi derajat luka bakar, sebagi berikut;
a. Derajat I:
1) Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis
2) Kulit kering, hiperemik berupa eritem, nyeri tidak ada dan tidak dijumpai
bulae
3) Tidak berbahaya
4) Tidak memerlukan pemberian cairan IV
5) Dapat sembuh dengan sempotan 5- 10 hari
b. Derajat II:
1) Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi disertai proses edukasi
2) Ditandai dengan adanya vesikula/ bullae dengan pembengkakan di
sekitarnya
3) Dasar luka berwarna merah atau pucat
4) Nyeri karena ujung saraf sensor ikteriiritasi
Derajat luka bakar II, ini dibagi menjadi sebagai berikut:
6
a. Derajat II a (Superficial)
1) Kerusakan mengenai bagian superficial dermis
2) Organ- organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh.
3) Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10- 14 hari.
b. Derajat II b (deep)
1) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
2) Organ- organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh
3) Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa.
Penyembuhan terjadi dalam waktu satu bulan
c. Dejarat III
1) Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan subcuraneus
2) Organ- organ kulit seperi folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan.
3) Tidak dijumpai bulae.
4) Kulit yang terbakar berwarna abu- abu dan pucat. Karena kering letaknya
lebih rendah dibanding kulit sekitar.
5) Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai
eksar.
6) Tidak dijumpai ras nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung saraf sensorik
mengalami kerusakan/ kematian
7) Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari
dasar luka.
7
Derajat Keseluruhan Benda panas, Kering ; pucat ; Sensitif
IIB epidermis, nyala api, cedera berlilin ; tidak terhadap
sebagian radiasi memutih tekanan
dermis
8
Untuk anak- anak rumus ini tidak dapat dipakai karena kepala yang relatif besar,
dan ekstermitas yang relatif kecil sehingga harus melihat table (misalnya table
Laud & browder). Untuk memudahnya dapat dipakai patokan berikut:
TINGKAT USIA
Kepala 19 17 13 11 9 7
Leher 2 2 2 2 2 2
Dada 13 13 13 13 13 13
Punggung 13 13 13 13 13 13
Lengan 4 4 4 4 4 4
kanan atas
Lengan kiri 4 4 4 4 4 4
atas
Lengan 3 3 3 3 3 3
kanan
bawah
9
Lengan kiri 3 3 3 3 3 3
bawah
Genetalia 1 1 1 1 1 1
Total
Rumus Baxter :
a. 4cc/kgBB% luka bakar/24 jam
b. 2cc/kgBB% luka bakar/24 jam
c. Setengahnya diberikan dalam 8 jam pertama dan setengahnya lagi diberikan
dalam 16 jam berikutnya
d. Rumus ini pun tidak mutlak/hebat karena banyak faktor tidak diperhitungkan
(misalnya lukabakar yang dalam)
Kebutuhan Faali:
<1 tahun : BBX100 cc
1-3 tahun : BBX75 cc
3-5 tahun : BBX50 cc
Menurut Evans cairan yang dbutuhkan
a. RL/NaCl-luas combusio...%xBB/kgx 1cc
10
b. Plasma=kuas combusio...%xBB/kgx1cc
c. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc
Kategori Penderita
Berdasarkan tingkat keparahan, diperoleh sebagai berikut;
Keparahan Kriteria
11
1) Luka Bersih (Clean Wounds)
Luka bersih adalah luka bedah tak terinfeksi. Luka tersebut tidak terjadi
proses peradangan (inflamasi) dan juga infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih ini biasanya
menghasilkan luka yang tertutup. Jika diperlukan, dimasukkan drainase
tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka pada luka jenis ini berkisar
kurang lebih 1%- 5%.
2) Luka Bersih Terkontaminasi (Clean- Contaminated Wounds)
Jenis luka ini adalah luka pembedahan dimana saluran respirasi,
pencernaan, genital, atau perkemihan dalam kondisi terkontrol.
Kontaminasi tidak selalu terjadi dan kemungkinan terjadinya infeksi luka
pada luka jenis ini adalah 3%- 11%.
3) Luka Terkontaminasi (Contaminated Wounders)
Luka terkontaminasi adalah luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan
dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik asetik atau kontaminasi
dari saluran cerna. Pada jenis kategori ini juga termasuk insisi akut,
inflamasi nonpurulen. Kemungkinan terjadinya infeksi pada jenis luka ini
berkisar 10%- 17%.
4) Luka kotor atau infeksi (Dirty of Infected Wounds)
Yang dimaksud dengan luka jenis ini adalah terdapatnya mikroorganisme
pada luka sehingga kemungkinan terjadinya infeksi pada luka jenis ini
akan semakin besar dengan adanya mikroorganisme tersebut.
b. Berdasarkan Kedalam dan Luasnya Luka
Terbagi menjadi 4 stadium:
1) Stadium I: Luka Superfisial (Non- Blancing Erithema)
Luka jenis ini adalah luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
2) Stadium II: Luka “Partial Thickness”
Luka jenis ini adalah hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan
bagian atas dari dermis. Merupakan luka superfisial dan adanya tanda
klinis seperti abrasi, blister, atau lubang yang dangkal.
3) Stadium III: Luka “ Full Thickness”
Luka jenis ini adalah hilangnya lapisan kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai
bawah, tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai
12
pada lapisan epidermis, dan fasia, tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul
secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak
jaringan disekitarnya.
4) Stadium IV: Luka “Full Thickenss”
Luka jenis ini adalah luka yang mencapai lapisan otot, tendon, dan tulang
dengan adanya destruksi/ kerusakan yang luas.
c. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
Terbagi menjadi 2 hal:
1) Luka akut
Luka akut adalah luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan normal
2) Luka kronis
Luka kronis adalah jenis luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor ekstrogen dan endogen.
d. Jenis Luka berdasarkan Mekanisme terjadinya terbagi menjadi:
1) Luka insisi (incised Wound)
Terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam. Contohnya luka yang
terjadi akibat dari proses pembedahan.
2) Luka memar ( Contusion Wound)
Terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh
cedera pada jaringan lunak, perdarahan, dan bengkak.
3) Luka Lecet ( Abraded Wound)
Terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan
benda yang tidak tajam.
4) Luka Tusuk (Punctured Wound)
Terjadi akibat benda tajam, seperti pisau yang masuk ke kulit dengan
diameter yang kecil.
5) Luka Gores (Lacerated Wound)
Terjadi akibat benda tajam seperti oleh kaca atau kawat.
6) Luka tembus (Penetrating Wound)
Yaitu luka yang menebus organ tubuh, biasanya pada bagian awal luka
masuk diameternya kecil, tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan
melebar.
7) Luka bakar (Combustio)
13
Yaitu luka akibat terkana suhu panas seperti api, matahari, listrik, maupun
bahan kimia.
Setelah terjadi luka maka tubuh akan berproses dalam penyembuhan luka yang
telah terjadi. Tahap/ fase penyembuhan luka adalah:
a. Fase inflamasi
Berlangsung sampai hari kelima. Akibat luka terjadi perdarahan, tubuh
akan berusaha menghentikan dengan vasokonstruksi, pengurutan ujung
pembuluh yang terputus (retraksi) dan reaksi hemostasis. Hemostasis
terjadi karena keluarnya trombosit. Trombosit mengeluarkan
prostaglandin, tromboksan, bahan kimia tertentu dan asam amino tertentu
yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus, dinding pembuluh
darah, dan kemoktasis terhadap leukosit. Sel radang keluar dari pembuluh
darah secara diapedesis dan menuju daerah luka secara kemotaksis. Sel
mast mengeluarkan serotatonin dan histamine yang meningkatkan
permeabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan edema. Dengan demikian,
akan timbul tanda- tanda radang. Tanda dan gejala klinik reaksi radang
menjadi jelas berupa warna kemerahan karena kapiler melebar(rubor),
suhu hangat (kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembekakan (tumor). Leukosit,
limfosit dan monosit menghancurkan dan memakan kotoran luka dan
kuman. Pertautan pada fase ini hanya oleh fibrin, belum ada pertautan luka
sehingga disebut fase tertinggal (lag phase). Berat ringannya reaksi radang
ini dipengaruhi juga oleh adanya benda- benda asing dari luar tubuh
misalnya benang jahit, infeksi kuman dll. Tidak adanya serum maupun
pus/ nanah menunjukkan reaksi radang yang terjadi bukan karena infeksi
kuman, tetapi karena proses penyembuhan luka.
b. Fase prolifirasi atau Fibroplasia
Berlangsung dari akhir masa inflamasi sampai kira- kira akhir minggu
ketiga. Pada fase ini terjadi proliferasi dari fibroblast yang menghasilkan
mukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan
dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka. Pada fase ini serat
dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan
tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan
sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada
14
akhir fase ini kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal.
Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast dan kolagen
membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang
berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang
terdiri atas sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi
permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang tebentuk
dari proses mitosis. Proses migrasi hanya bisa tejadi kea rah yang lebih
rendah atau datar. Sebab, epitel tak dapat bermigrasi kea rah yang lebih
tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan
menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan luka,
proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan
berhenti dan mulailah proses pematangan dan dalam fase penyuduhan.
c. Fase Remodeling/ Fase Rearbsi/ Fase penyudahan
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas penyerapan
kembali jaringan yang berlebih, pengaturan sesuai dengan gaya gravitasi
dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini
dapat berlangsung berbulan- bulan dan dinyatakan berakhir bila semua
tanda radang sudah hilang. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua
yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel radang
diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut
sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan
parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar.
Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perubahan
luka kulit mampu menahan regangan kira- kira 80% kemampuan kulit
normal. Hal ini tercapai kira- kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.
5. Patofisiologi
Patofisiologi luka bakar ditandai dengan reaksi inflamasi yang mengarah
kepembentukan edema cepat, karena permeabilitas mikrovaskuler meningkat,
vasodilatasi, dan peningkatan ekstravaskuler. Reaksi- reaksi ini disebabkan oleh
efek panas langsung pada mikrovaskuler dan mendiator kimia peradangan. Tahap
vasodilatasi paling awal dan peningkatan ekstravaskuler. Reaksi- reaksi ini
disebabkan oleh efek panas langsung pada mikrovaskuler dan mediator kimia
peradangan. Tahap vasodilatasi paling awal dan peningkatan permeabilitas vena
umumnya disebabkan oleh pelepasan histamin.
15
Kerusakan selaput sel yang sebagian disebabkan oleh radiasi bebas oksigen
dilepaskan dari leukosit polimorfonuklear akan mengaktifkan enzim yang
mengatalis hidrolisis prekusor prostaglandin yang cepat sebagai hasilnya. Proses
taglandin menghambat pelepasan norepinefrin dan dengan demikian menjadi
penting dalam memodulasi sistem saraf adregenik yang diaktifkan sebagai respon
terhadap cedera termal. Interpretasi morfologi dari perubahan ultrastruktur
fungsional getah bening setelah cedera termal menimbulkan peningkatan vakuola
dan banyak interselular endothelium terbuka.
Selanjutnya, perubahan jaringan interstisial setelah trauma luka bakar harus
diperhatikan. Kehilangan cairan terus menerus dari sirkulasi darah pada jaringan
yang rudak secara termal menyebabkan peningkatan kadar hematocrit dan
penurunan cepat volume plasma, dengan penurunan curah jantung dan hipoperfusi
pada tingkat sel. Jika cairan tidak pulih secara memadai, syok akibat luka bakar
akan meluas.
Selain itu, luka bakar yang menyebabkan cedera akan menimbulkan denaturasi sel
protein. Sebagian sel mati karena mengalami nekrosis traumatis atau iskemik.
kehilangan ikatan kolagen juga terjadi bersama proses denaturasi sehingga timbul
grasien tekanan osmotic dan hidrostatik yang abnormal dan menyebabkan
perpindahan cairan intravaskuler ke dalam ruangan interstitial. Cedera sel memicu
pelepasan mediator inflamasi yang turut menimbulkan peningkatan permeabilitas
kapiler secara sistemik.
6. Manifestasi Klinis
a. Luka bakar derajat pertama ditandai pertama ditandai oleh kemerahan dan
nyeri. Dapat timbul lepuh setelah 24 jam dan kemudian kulit mungkin
terkelupas.
b. Luka bakar derajat kedua superfisial ditandai dengan adanya lenpuh dan nyeri
hebat. Terbentuk lepuhan yang terjadi beberapa menit setelah cedera. Ketika
lepuhan pecah, ujung- ujung saraf terekspos langsung dengan udara. karena
respons nyeri dan taktil masih utuh, penanganan luka bakar ini menimbulkan
rasa yang sangat nyeri.
c. Luka bakar derajat kedua dalam ditandai dengan adanya lepuh dan rasa nyeri.
Apabila dibandingkan dengan luka bakar derajat kedua superfisial, pada luka
bakar ini tidak begitu nyeri karena neuron sensori sudah mengalami destruksi
yang luas.
16
d. Luas bakar derajat ketiga tampak datar, tipis dan kering. Dapat ditimbulkan
koagulasi pemuluh- pembuluh darah. Mungkin kulit tampak putih atau hitam
dengan tekstur kasar.
e. Luka bakar derajat empat menimbulkan edema atau bula. Dalam beberapa
jam, cairan dan protein berpidah dari kapiler ke ruang interstisial sehingga
tejadi bula. Pada keadaan ini timbul respons imunologi berupa peningkatan
laju metabolisme yang berdampak terhadap peningkatan kebutuhan kalori.
7. Komplikasi
Dibandingkan dengan luka bakar tingkat pertama dan kedua, luka bakar tingkat
tiga membawa risiko paling besar terjadi komplikasi, seperti infeksi, kehilangan
darah, dan syok yang seringkali dapat menyebabkan kematian. Meski pun begitu,
pada dasarnya semua luka bakar membawa risiko infeksi karena bakteri dapat
masuk ke kulit yang rusak.
Tetanus adalah komplikasi lain yang mungkin terjadi pada luka bakar disemua
tingkatan. Seperti sepsis, tetanus adalah infeksi bakteri. Hal ini mempengaruhi
sistem saraf, yang akhirnya menyebabkan masalah dengan kontraksi otot.
Luka bakar yang parah juga membawa risiko hipotermia dan hipovolemia. Suhu
tubuh yang sangat rendah menandakan hipotermia. Suhu tubuh yang sangat
rendah menandakan hipotermia. Kondisi ini didorong kehilangan panas tubuh
yang berlebihan akibat cedera. Hipovolemia terjadi ketika tubuh kehilangan
terlalu banyak darah akibat luka bakar.
8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang dilakukan terutama untuk luka bakar yang parah. Ada
beberapa pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan, antara lain:
a. Pemeriksaan darah, meliputi perhitungan jenis kimia darah, analisis gas darah
dengan carboxyhemaglobin, analisis urine, creatinin phosphokinase dan
myoglobin urine (luka bakar akibat listrik), serta pemeriksaan faktor
pemberian darah.
b. Pemeriksaan radiologi, meliputi foto toraks (untuk mengetahui apakah ada
kerusakan akibat luka bakar atau adanya trauma dan indikasi pemasangan
intubasi) serta CT Scan untuk mengetahui adanya trauma.
c. Tes lain, misalnya pemeriksaan dengan fiberoptic bronchoscopy untuk pasien
dengan luka bakar inhalasi
17
9. Penatalaksanaan
Penanganan luka bakar dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode bedah
dan metode nonbedah. Prosedur bedah dilakukan untuk luka bakar parah, prosedur
yang dapat digunakan antara lain ekstratomi dan cangkok kulit (skin grafting).
Sementara itu, untuk luka bakar ringan dapat diberikan prosedur nonbedah berupa
manajemen infeksi dan manajemen lain berdasarkan kedalaman luka bakar.
Selain itu, ada berbagai obat dan perawatan yang dapat digunakan untuk
mendorong penyembuhan luka, antara lain:
a. Perawatan berbasis air. Terapi uap ultrasound dapat digunakan untuk
membersihkan dan menstrimulasi jaringan luka.
b. Cairan untuk mencegah dehidrasi. Cairan intervena dapat diberikan kepada
klien untuk mencegah dehidrasi dan kegagalan organ.
c. Manajemen nyeri dan kecemasan. Pengobatan luka bakar dengan tingkat
keparahan tertentu dapat menimbulkan nyeri yang tidak tertahankan. Oleh
karenanya, klien bisa membutuhkan obat antinyeri dan antikecemasan.
d. Krim dan salep. kedua produk pengobatan tersebut dapat membantu menjaga
luka lembap, mengurangi rasa sakit, mencegah infeksi dan mempercepat
penyembuhan. selain itu, perban khusus juga bisa direkomendasikan untuk
perawatan luka bakar, agar area luka tetap lembap sehingga bisa terbebas dari
infeksi dan membantu menyembuhkan luka.
e. Antibiotik. Apabila luka bakar menimbulkan infeksi, klien sebaiknya
diberikan antibiotic. Selain itu, klien juga bisa disarankan mendapat suntikan
tetanus.
f. Sementara itu, prosedur bedah yang paling sering digunakan dalam
penanganan luka bakar adalah eskaratomi. Ini adalah prosedur untuk
mengobati luka bakar derajat ketiga. Pada luka bakar jenis ini, jaringan
epidermis dan dermis rusak bersama dengan saraf sensorik di dermis.
Eskaratomi dapat dilakukan sebagai tindakan profilakasis serta untuk
melepaskan tekanan memfasilitasi sirkulasi, dan melawan sindrom
kompartemen luka bakar. Prosedur ini dilakukan dengan membuat membuang
jaringan yang mati( eksar) dengan membuat membuang jaringan yang
mati(eksar) dengan teknik eksisi tangensial berupa eksisi lapis demi lapis
jaringan nekrotik sampai didapatkan permukaan yang berdarah.
18
g. Luka bakar derajat kedua yang dalam dan luka bakar derajat tiga memerlukan
tindakan pembersihan luka secara bedah dan skin graft. Jika dimungkinkan,
kulit diambil dari bagian kulit klien yang tidak terbakar. Luka bakar yang luas
juga memerlukan pemberian cairan intravena yang cepat untuk mengatasi
hilangnya cairan akibat kebocoran kapiler. Untuk mempertahankan tekanan
darah dan mencegah syok, infus pada orang dewasa dapat mencapai 30 liter
dalam 24 jam. Tingginya pemberian cairan ini juga mencegah penurunan
perfusi ginjal dan mengurangi risiko gagal ginjal.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Identitas
Nama :-
Umur :-
Jenis Kelamin :-
Tinggi Badan :-
Berat Badan :-
Tanggal Masuk :-
Pengkajian 11 pola gordon:
a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Bagaimana tingkat pengetahuan pasien terkait dengna kesehatan, apakah ada
gaya hidup pasien yang menunjukkan hidup sehta sperti berolahraga,
1) Keluhan utama
Adanya rasa nyeri, contoh luka bakar derajat pertama secara ekteren
sensitive untuk disentuh, ditekan, gerakan udara dan perubahan sushu, luka
bakr ketebalan sedang derajat kedua sengar nyeri , semnetraa respon pada
luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf,
luka bakar derajat taiga tidak nyeri. Keluhan lain seperti dengan gejlaa
terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama (kemungkinana cedera
inhalasi). Tnda: serak, batuk mengli, partikel karbon dalam sputum, ketidak
mampuan menelan sekresu oral dan sianosisi, indikasi cedera inhalasi.
Pengembanagan thoraks mungkin terbatas pada adanya luka bakar likar
dada, jalan napasa atau stidor.mengil (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laryngeal), bunyi napas: gemericik (oedema paru),
stidor (oedema laryngeal), secret jaan nafas dalam (ronkhi)
19
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwaya sakit yang diderita oleh keluarga
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Penyakit yang saat ini diderita oleh pasien
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Tanda: edema jaringan umum, anoreksia, mual/muntah, adalah penurunan tau
keniakan BB
c. Pola Eliminasi
Tanda: Haluaran urine menurun/taka da selama fase darurat, warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi myoglobin, mengindikasikan kerusakan otot
dalam. Diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan kedalam
sirkulasi), penurunan bising usus/taka da, khusunya pada luka bakar kuteneus
lebih besar dari 20 % sebagai stress penurunan motilitas/peristaltic gastrik.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Tanda: penurunaan kekuatan, tahanan, ketebatasan rentang gerak pada daerah
yang sakit, gangguan massa otot, perubahan tonus
e. Pola Tidur dan Istirahat
Tanda: adanya perubahan pola tidur di pengaruhi oleh sakit yang diderita, sulit
memulai tidur, merasa kurang segar saat bagun dari tidru di pagi hari
f. Pola Persepsi dan Kognitif
Adanya kekeawatiran karena perubhana kesehsta yang dialami
g. Pola persepsi dan konsep diri
Apakah dengan adanaya perubahan kesehatan yang dirasakan mempengaruhi
citra diri, ideal diri, peran diri, didentitas diri, dan harga diri
h. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
Apakah terjadi perubahan dalam hal komunikasi social pasien baik itu keluraga
maupaun dengan sesamanya di pengaruhi penyakit yang diderita oleh pasien
i. Pola Reproduksi dan Seksualitas
Apakah mempengaruhi seksualitas pasien atau menimbulkan penyakit baru
terkait denga reproduksi dan seksualitasnya
j. Pola Mekanisma Koping-Toleransi Stress
Apakah dengan daaya perubahan yang terjadi dari diri pasien emosi klien
menjadi terganggu, adanya ansietas, marah dan penyangkalan diri
k. Pola Nilai dan Kepercayaan
20
Adakah tindakan beribadah yang dilakuakan pasien selama sakit
2. Diagnosis keperawatan
Adapun diagnosis yang dapat muncul, sebagai berikut ini:
a. Nyeri akut b.s agens cedera fisik
b. Kerusakan integritas kulit b.d trauma vaskuler
c. Hipertermia b.d penyakit
d. Gangguan citra tubuh b.d perubahan fungsi tubuh
e. Risiko infesi dnegan faktor risiko: gamgguan integritas kulit
f. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan sensori perseptual, program
pembatasan gerak
g. Ketidakefektifan pola napas b.d gangguan neurologis
h. Ketidakefektifan perfusi jairngan perifer b.d.....
i. Kerusakan integritas jaringan b.d gangguan sensasi sirkulasi , trauma vaskular
j. Defisit volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
k. Ketidakefektifan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakadekuatan
mencerna makanan, mengabsorbsi makanan, ketidakmampuan makan
l. Risiko pendarahan b.d
m. Ansietas b.d perubahan besar status kesehatan
3. Intevensi
a. Nyeri akut b.s agens cedera fisik
NOC:
Kontrol nyeri :
1) Mengenali kapan nyeri terjadi
2) Menggambarkan faktor penyebab
3) Menggunakan analgesik yang direkomendasikan
NIC:
Monitor tanda-tanda vital
1) Mengkaji KU
2) Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernapasan
Manajemen nyeri:
1) Lakukan pengkajian nyeri kompherensif yang meliputi lokasi,
2) karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
dan faktor pencetus
21
3) Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan pemantauan
yang ketat
4) Dukung istrahat/tidur yang adekuat untuk membantu penurunan nyeri
5) Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri yang akan dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan akibat
prosedur.
Pemberian analgesik:
1) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien
2) Tentukan analgesik sebelumnya, rute pemberian dan dosis untuk mencapai
hasil pengurangan nyeri yang optimal
3) Berikan analgesik sesuai waktu paruhnya, terutama pada nyeri yang berat
4) Ajarkan tentang pengguanaan analgesik, stratedi untuk menurunkan efek
samping, dan harapan terkait dengan keterlibatan dalam keputusan
pengurangan nyeri
Manajemen lingkungan
1) Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien
2) Lindungi pasien dengan pengawasan pada sisi/bantalan disisi ruangan, yang
sesuai
3) Letakkan benda yang sering digunakan dalam jangkauan pasien
4) Sediakan linen dalam kondisi baik dan bebas kerutan
5) Sesuaikan suhu lingkunagan dengan kebutuhan pasien,jika suhu tubuh
berubah
23
4) Dukung pasien dan keluarga untuk membantu pemberian makan dengan
baik.
5) Monitor reaksi pasien terhadap terapi elektrolit yang diresepkan.
Perawatan demam
1) Monitor warna kulit dan suhu
2) Monitor masukan dan keluaran, sadari perubahan, kehilangan cairan yang
tak dirasakan
3) Berikan obat atau cairan IV (Misalnya antipiretik, agen antibakteri, dan
agen anti menggigil)
4) Dorong konsumsi cairan
5) Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan aktivitas jika du perlukan
Menejemen syok
1) Posiskan pasien untuk mnedapatkan perfusi yang optimal
2) Monitor tekanan oksimentri, sesuai kebutuhan
3) Berikan oksigen dan/atau ventilasi meknaik, sesuai kebutuhan
4) Monitor tinbulnya gejala gagl napas( misalnya, rendahnya PaO2,
peningkatan Nilai Pa CO2, kelemahan otot-otot respirasi)
5) Monitor nilai-nilai laboratorium (misalnya m darah lengkap dnegan
doferensisasi, profil oembekuan darah, AGD, nilai laktat, kultur dan kimia
darah)
26
g. Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi
NOC :
Status pernafasan
a) Frekuensi pernafasan
b) Irama pernafasan
c) Kedalaman inspirasi
d) Saturasi oksigen
e) Penggunaan otot bantu pernafasan
f) Retraksi dinding dada
g) Pernafasan cuping hidung
NIC :
1) Monitor tanda-tanda vital
a) Mengkaji KU
b) Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernapasan
2) Monitor pernafasan
a) Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas
b) Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot
bantu nafas, dan retraksi pada otot dinding dada
c) Monitor pola nafas
d) Monitor saturasi oksigen
e) Monitor keluhan sesak nafas paien, termasuk kegiatan yang
meningkatkan atau memperburuk sesak nafas tersebut
f) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
g) Auskultasi suara nafas, catat area dimana terjadi penururnan atau
tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara nafas tambahan
h) Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan
3) Bantuan ventilasi
a) Monitor kelelahan otot pernafasan
b) Monitor pernapasan dan status oksigenasi
c) Ajarkan teknik pernapasan, dengan tepat
d) Berikan obat yang meningkatkan pertukaran gas
27
h. Kerusakan integritas jaringan b.d gangguan sensasi sirkulasi , trauma vaskular
NOC:
Penyembuhan luka: sekunder
4) Ukuran luka berkurnag
5) Peradangan luka
6) Bau busuk luka
Integritas jaringan kulit dan membran mukosa
3) Lesi
4) Jaringan parut
NIC:
Monitor tanda-tanda vital
3) Mengkaji KU
4) Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernapasan
Perawatan luka
3) Berikan perawatan luka pada kulit yang diperlukan
4) Perkuat balutan luka, sesuai kebutuhan
Pengecekan kulit
3) Periksa kondisi luka oprasi, dnegan tepat
4) Monitor kulit untuk adanya ruam da lecet
Menejemen pengobatan
4) Tentukan oabat yang diperlukan dankelola menurut resep dan atau protokol
5) Berikan pasien dan anggota keluarga mengenai informasi tertulis dan visual
mengenai obat untuk peningkatan pemahaman diri mengenai pemberian
obat yang tepat
6) Monitor respon pasien
NIC :
Pencegahan pendarahan:
31
2) Catat nilai hemoglobin dan hematokrit sebelum dan setelah pesien
kehilangan sarah sesuai indikasi
3) Monitor tanda dan gejala perdarajan menetap
4) Monitor komponen koagulasi darah
5) Perhatankan agar pasien tetap tirah baring jika terjadi perdarahan aktif
6) Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan perdarahan
7) Berikan obat-obatan (misalnya antasida0 jika diperlukan
32
DAFTAR PUSTAKA
33