Anda di halaman 1dari 38

COVER

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka bakar adalah cedera yang terjadi akibat pajanan terhadap panas, bahankimia,
radiasi, atau arus listrik. Pemindahan energi dari sumber panas ketubuhmanusia
menyebabkan urutan kejadian fisiologis sehingga pada kasus yang paling berat menyebabkan
destruksi jaringan ireversibel. Rentang keparahan luka bakarmulai dari kehilangan minor
segmen kecil lapisan terluar kulit sampai cederakomplek yang melibatkan semua sistem
tubuh. Terapi bervariasi dari aplikasisederhana agens antiseptik topikal di klinik rawat jalan
hingga pendekatan timantardisiplin, multisistem, dan invasif dilingkungan aseptik pusat
penanganan luka bakar.

Luka bakar yang terjadi akan menimbulkan kondisi kerusakan kulit selain itu juga dapat
mempengaruhi berbagai sistem tubuh. Cidera luka bakar terutama pada luka bakar terutama
pada luka bakar yang dalam dan luas masih merupakan penyebab utama kematian dan
disfungsi berat jangka panjang. Luka bakar adalah penyebab utama keempat trauma dan
penyebab paling umum kecacatan dankematian diseluruh dunia (Ardabili, dkk, 2016). Di
Indonesia, belum ada angka pasti mengenai kejadian luka bakar, ini disebabkan karena tidak
semua rumahsakit di Indonesia memiliki unit pelayanan luka bakar

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana asuhan keperawatan luka bakar?


2. Bagaimana asuhan keperawatan SLE (Sistemik Lupus Eritemstosus)?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada luka bakar


2. Untuk mengetahui asukan keperawatan pada SLE (Sistemik Lupus Eritemstosus)
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi luka bakar

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia
dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam ( Irna Bedah
RSUD Dr. Seotomo, 2001 )

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api,
air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi; juga oleh sebab kontak dengan suhu
rendah (frost-bite). Luka bakar ini dapat mengakibatkan kematian, atau akibat lain
yang berkaitan dengan problem fungsi maupun estetik.

Penyulit yang timbul pada luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS
(systemic inflammatory response syndrome), infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik
dan kontraktur.

Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya
permukaan luka bakar; dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu
faktor letak daerah yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita juga turut
menentukan kecepatan penyembuhan. Luka bakar pada daerah perineum, ketiak,
leher, dan tangan sulit dalam perawatannya, antara lain karena mudah mengalami
kontraktur.

B. Etiologi

1. Luka bakar suhu tinggal ( Thernal Burn )

a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat ( solid )

2. Luka bakar bahan kimia ( hemical burn )

3. Luka bakar sengatan listrik ( Electrical burn )

4. Luka bakar radiasi ( Radiasi injury )

C. Fase luka bakar

1. Fasae akut

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami
ancaman gangguan airway (Jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan
circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau
beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi
adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.

Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
cedera termal yang berdampak sistemik.

2. Fase sub akut.

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan

a. Proses inflamasi dan infeksi.

b. Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ-organ fungsional.

c. Keadaan hipermetabolisme.

3. Fase lanjut.

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah
penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan
kontraktur.

D. Klasifikasi luka bakar

1. kedalaman luka bakar

1. Derajat 1 (luka bakar superfisial) Luka bakar hanya terbatas pada lapisan epidermis.
Luka bakar derajat ini ditandai dengan kemerahan yang biasanya akan sembuh tanpa
jaringan parut dalam waktu 5-7 hari.
2. Derajat 2 (luka bakar dermis) Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis
tetapi masih ada elemen epitel tersisa, seperti sel epitel basal, kelenjar sebasea,
kelenjar keringat, dan folikel rambut. Dengan adanya sisa sel epitel yang sehat ini,
luka dapat sembuh sendiri dalam 10-21 hari. Oleh karena kerusakan kapiler dan ujung
saraf di dermis, luka derajat ini tampak lebih pucat dan lebih nyeri dibandingkan luka
bakar superficial, karena adanya iritasi ujung saraf sensorik. Juga timbul bula berisi
cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya meninggi.
Luka bakar derajat dua dibedakan menjadi:
a. Derajat 2 dangkal, dimana kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis dan
pemyembuhan terjadi secara spontan dalam 10-14 hari.
b. Derajat 2 dalam, dimana kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis. Bila
kerusakan lebih dalam mengenai dermis, subyektif dirasakan nyeri. Penyembuhan
terjadi lebih lama tergantung bagian dari dermis yang memiliki kemampuan
reproduksi sel-sel kulit (sel epitel, stratum germinativum, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea, dsb) yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari 1
bulan.

3. Derajat 3

Luka bakar derajat 3 meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin subkutis, atau organ
yang lebih dalam. Oleh karena tidak ada lagi elemen epitel yang hidup maka untuk
mendapatkan kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit. Koagulasi protein yang
terjadi memberikan gambaran luka bakar berwarna keputihan, tidak ada bula, dan
tidak nyeri.

2. Luas luka bakar

Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama
rule of nine atua rule of wallace yaitu:

a. Kepala dan leher : 9%

b. Lengan masing-masing 9% : 18%

c. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%

d. Tungkai masing-masing 18% : 36%

e. Genetalia/perineum :1%

Total : 100%

3. Berat ringannya luka bakar

Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkanbeberapa faktor antara


lain:

a. Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuhnya

b. Kedalaman luka bakar.

c. Anatomi lokasi luka bakar.

d. Umur klien.

e. Riwayat pengobatan yang lalu.

f. Trauma yang menyertai atau bersamaan.

American college of surgeon membagi dalam:

1) Parah-critical:

a) Tingkat II: 30% lebih.

b) Tingkat III: 10% atau lebih.


c) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.

d) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue yang luas.

2) Sedang moderate:

a) Tingkat II: 15-30%

b) III: 1-10%

3) Ringan minor:

a) Tingkat II: kurang

b) Tingkat III: kurang 1%

E. Patofisiologi (Hudak & Gallo; 2000)


F. Perubahan fisiologi pada luka bakar

G. Indikasi rawat inap

1. Luka bakar grade II:

a. Dewasa > 20%

b. Anak/orang tua > 15%

2. Luka bakar grade III.

H. Penatalaksanaan

1. Resusitasi A, B, C.

a. Pernafasan:

1) Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi.

2) Efek toksik dari asap: HCN, NO,, HCL, Bensin → iritasi → Bronkhokontriksi →
obstruksi→ gagal nafas.

b. Sirkulasi:

gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler
→ hipovolemi relatif →→ syok → ATN gagal ginjal.

2. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.

3. Resusitasi cairan→ Baxter.

Dewasa : Baxter. RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.

Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:

RL: Dextran = 17:3

2 cc x BB x % LB.

Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc

1-3 tahun : BB x 75 cc

3-5 tahun : BB x 50 cc

½ diberikan 8 jam pertama

½ diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua:

Dewasa : Dextran 500-2000+ D5% / albumin.

(3-x) x 80 x BB gr/hr

100

(Albumin 25% = gram x 4 cc)→ 1 cc/mnt.

Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.

4. Monitor urine dan CVP.

5. Topikal tutup luka

Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% (1:30)+ buang jaringannekrotik.

.Tulle.

-Silver sulfa diazin tebal.

-Tutup kassa tebal.

-Evaluasi 5-7 hari, kecuali balutan kotor.

6. Obat-obatan:

o Antibiotika: tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.

o Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.

o Analgetik: Kuat (morfin, petidine)

o Antasida : kalau perlu

1.
KONSEP ASUHAN LUKA BAKAR

1. Pengkajian

(Doengoes, 2000) Identitas pasien Resiko luka bakar setiap umur berbeda anak dibawah
2 tahun dan diatas 60 tahun mempunyai angka kematian lebih tinggi, pada umur 2 tahun
lebih rentan terkena.

a. Riwayat kesehatan sekarang

Sumber kecelakaan Sumber panas atau penyebaba yang berbahaya Gambaran yang
mendalam bagaimana luka bakar terjadi Faktor yang mungkin berpengaruh seperti
alkohol, obat-obatan Keadaan fisik disekitar luka bakar Peristiwa yang terjadi saat luka
sampal masuk rumah sakit Beberapa keadaan lain yang memeperbaat luka bakar

b. Riwayat kesehatan dahulu

Penting untuk menentukan apakah pasien mempunyai penyakit yang merubah


kemampuan utuk memenuhi keseimbangan cairan dan daya pertahanan terhadap infeksi
(seperti DM, gagal jantung, sirosis hepatis, gangguan pernafasan).

c. Pemeriksaan Fisik dan psikososial

1. Aktifitas/istirahat

Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit
gangguan massa otot perubahan tonus.

2. Sirkulasi

Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok): penurunan
nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera, vasokontriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri);
disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).

3. Integritas ego:

Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Tanda ansietas,


menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.

4. Eliminasi:

Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis
(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising
usus/tak ada khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres
penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
5. Makanan/cairan:

Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia mual/muntah.

6. Neurosensori:Gejala: area batas; kesemutan.

Tanda perubahan orientasi afek perilaku penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada
cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal;
penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok
listrik): paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).

7. Nyerl/kenyamanan:

Gejala Berbagal nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif
untuk disentuh, ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan
sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat
kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf, luka bakar derajat tiga tidak nyeri.

8. Pernafasan:

Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan
sekresi oral dan sianosis, Indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin
terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengi!
(obstrukst sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas:
gemericik (oedema parul: stridor (oedema laringeal); sekret Jalan nafas dalam
(ronkhi).

9. Keamanan:

Tanda:Kulit umum: destruksi jarinagn dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak
terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya
penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.

Cedera apl: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase
intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong: mukosa
hidung dan mulut kering: merah; lepuh pada faring posterior, oedema lingkar mulut
dan atau Lingkar nasal.

Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab Kulit mungkin coklat
kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus nekrosis; atau
jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan
dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampal 72 jam setelah cedera.

Cedera listriic cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis.
Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif) luka
bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal
sehubungan dengan pakalan terbakar Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan
sepeda motor kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

10. Pemeriksaan diagnostik

 LED: mengkaji hemokonsentrasi.


 Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama
penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama
karena peningkatan kallum dapat menyebabkan henti jantung.
 Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal,
khususnya . pada cedera inhalasi asap. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan
otot pada luka bakar ketebalan penuh luas. Bronkoskopi membantu memastikan
cedera inhalasi asap.
 Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka
bakar masif
 Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

2. Diagnosa Keperawatan (Doengoes: 2000)

a. Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi
trakeabronkial edema mukosa dan hilangnya kerja silia luka bakar daerah leher;
kompresi jalan nafas thorak dan dada.

b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d. Kehilangan cairan melalul rute
abnormal status hypermetabolik

c. Resiko kerusakan pertukaran gas b/d cedera inhalasi asap atau sindrom
kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada atau leher.

d. Resiko infeksi b/d. Pertahanan primer tidak adequat, kerusakan perlindulngan kulit,
Jaringan traumatik

e. Nyeri b/d. Kerusakan kulit/jaringan bentukam edem; manifulasi jaringan cedera.

f. Resiko kerusakan perfusi jarinagn b/d luka bakar melingkari ekstremitas


atau luka bakar listrik dalam.

g. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) b/d krisis situasi kecacatan nyeri.

h. Kerusakan Integritas kulit b/d destruksi lapisan kulit.


3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Kriteria Hasil
1. Kerusakan Tujuan: pasien -Cukur rambut sampai .- Untuk
integritas kulit menunjukkan kira-kira 5 cm dari tepi menghilangkan
berhubungan tanda-tanda luka dan area sekitar reservoir untuk
dengan cedera penyembuhan luka dengan segera infeksi
panas luka -Bersihkan luka dan -Untuk menurunkan
Kriteria hasil: kulit sekiarnya dengan resiko infeksi dan
luka sembuh seksama dan angkat untuk meningkatkan
tanpa tanda- debris jaringan yang proses penyembuhan
tanda kerusakan mengalami devitalisasi luka
atau inflamasi -Jaga pasien untuk -Untuk
tidak menggaruk dan mempertahankan
mengorek luka proses penyembuhan
-Pertahankan perawatan luka
luka -Untuk menghindari
-Diet tinggi kalori dan kerusakan jaringan
protein yang sedang
-Pantau tanda dan berepitelisasi dan
gejala infeksi pada luka bergranulasi
-Balut jari-jari tangan -Untuk memenuhi
dan kaki secara terpisah kebutuhan protein
dan kalori yang
meningkat
dikarenakan
peningkatan
metabolisme dan
katabolisme.
-Untuk mematikan
pengenalan dan terapi
yang tepat
-Untuk mencegah
perlekatan jaringan
akibat kontak yang
lama
2. Resiko perubahan Tujuan: pasien -Pantau dengan cermat .- Untuk memastikan
perfusi jaringan mempertahanka tanda dan gejala perfusi sirkulasi yang
berhubungan n sirkulasi yang kompresi sirkulasi yang adekuat
dengan luka bakar optimal ke berhubungan dengan -Untuk mengetahui
sirkumferensial daerah distal edema adanya penurunan
pada ekstremitas -Kaji denyut nadi yang perfusi distal
yang terbakar melemah dengan -Untuk mencegah
Doppler dan pengisian penurunan sirkulasi
Kriteria hasil: kapiler yang ekstremitas
perfusi distal
memanjang -Untuk mencegah
yang adekuat
-Tinggikan ekstremitas penurunan sirkulasi
pada ekstremitas
lebih ke ekstremitas
yang terbakar
tinggi dari jantung -
dapat Hindari balutan
dipertahankan restriksi pada
ekstremitas yang cedera
3. Nyeri Tujuan: pasien - Beri posisi ekstensi .-Untuk
berhubungan mengalami -Implementasikan meminimalkan nyeri
dengan cedera penuurunan latihan fisik aktif dan akibat latihan fisik
jaringan dan saraf nyeri sampai pasif yang dilakukan untuk
serta dampak tingkat yang -Redakan iritasi mendapatkam
emosional cedera dapat diterima kembali posisi
anak ekstensi
-Untuk
Kriteria hasil: meminimalkan
anak pembentukan
menunjukkan kontraktur -Untuk
pengurangan mencegah peningkat-
nyeri sampai an nyeri
tingkat yang
dapat diterima
anak
4. Resiko tinggi Tujuan: pasien .- Pertahankan teknik .Untuk
infeksi tidak cuci tangan yang meminimalkan
berhubungan menunjukkan seksama oleh tim medis pajanan terhadap
dengan tanda-tanda dan pengunjung agen infeksius
pertahanan primer infeksi luka -Lakukan pengangkatan -Untuk
tidak adekuat; krusta dan lepuhan mengeliminasi
kerusakan Kriteria hasil: -Oleskan preparat reservoir bagi
perlinduingan antimikroba topical dan organism Untuk
kulit; jaringan 1. Kemugkinan pasang balutan pada mengendalikan
traumatic dan sumber infeksi luka sesuai indikasi proliferasi bakteri
pertahanan dihilangkan -Kaji data dasar dan -Untuk memastikan
sekunder tidak 2. Luka lakukan serangkaian adanya peningkatan
adekuat; menunjukkan biakan luka atau penuruan flora
penurunan Hb, tanda-tanda -Pantau dengan cermat luka
penekanan infeksi minimal apakah ada tanda-tanda
respons inflamasi atau tidak ada sepsis dan infeksi
tanda-tanda (disorientasi, takipnea,
infeksi suhu di atas 39,5°C,
hipotermia, distensi
abdomen atau ileus
intestinal, perubahan
pada penampilan luka
5. Resiko Tujuan: pasien -Kaji keadaan kulit -Kaji keadaan kulit
ketidakefektifan mempertahanka untuk mendeteksi untuk mendeteksi
termoregulasi n pengaturan kedinginan, perubahan kedinginan,
berhubungan panas yang warna, dan pengisian perubahan warna, dan
dengan normal kapiler (akrosianosis, pengisian kapiler
kehilangan panas warna bantalan kuku, (akrosianosis, warna
dan gangguan Kriteria hasil: dan bercak-bercak) - bantalan kuku, dan
pada mekanisme suhu tubuh Pantau tanda-tanda bercak-bercak) -
pertahanan kulit pasien tetap vital, terutama suhu Pantau tanda-tanda
untuk dalam batas -Pantau apakah ada vital, terutama suhu
mempertahankan normal sesuai kedingina dan -Pantau apakah ada
suhu tubuh usianya menggigil kedingina dan
-Hindari pajanan menggigil
terhadap prosedur yang -Hindari pajanan
menimbulkan stress terhadap prosedur
dingin yang menimbulkan
stress dingin
6. Kurang volume Tujuan: pasian .-Berikan cairan .-Berikan cairan
cairan mempertahanka kristaloid dan/atau kristaloid dan/atau
berhubungan n status hidrasi cairan koloid per cairan koloid per
dengan cairan yang protocol, pantau efek protocol, pantau efek
peningkatan adekuat selama dan pertahankan jalur dan pertahankan jalur
permeabilitas periode akut intravena Kaji status intravena
kehilangan akibat pascaterbakar penggantian cairan -Kaji status
evaporasi dari -Pantau berat badan penggantian cairan
luka Kriteria hasil: setiap hari. -Pantau berat badan
resusitasi cairan -Pantau hasil setiap hari
yang adekuat pemeriksaan -Pantau hasil
dipertahankan laboratorium pemeriksaan
yang ditandai (hemoglobin, laboratorium
dengan perfusi hematokrit, glukosa, (hemoglobin,
jaringan yang kalium serum, natrium hematokrit, glukosa,
adekuat dan serum, protein serum, kalium serum,
mempertahanka fosfor, dan magnesium) natrium serum,
n haluaran urin protein serum, fosfor,
dan magnesium)
7. Perubahan nutrisi Tujuan: pasien -Sediakan makanan - Sediakan makanan
kurang dari mendapat nutrisi tinggi kalori dan tinggi kalori dan
kebutuhan tubuh yang optimum protein protein
berhubungan -Sediakan makanan -Sediakan makanan
dengan Kriteria hasil: yang yang disukai pasien
peningkatan pasien disukai pasien -Berikan makanan
katabolisme dam mengkonsumsi -Berikan makanan dan dan lingkungan yang
metabolism, nutrisi dengan lingkungan yang menarik -Temani
kehilangan selera jumlah yang menarik -Temani anak anak saat makan
makan memadai dan saat makan -Berikan pemberian
mempertahanka -Berikan pemberian makanan enteral
n berat badan makanan enteral tambahan sesuai
sebelum tambahan sesuai program
mengalami luka program -Timbang berat
bakar -Timbang berat badan badan per minggu
per minggu -Catat dengan akurat
-Catat dengan akurat asupan dan haluaran
asupan dan luaran -Pantau diare atau
-Pantau diare atau konstipasi dan
konstipasi dan lakukan lakukan terapi segera
terapi segera

4. Implementasi

5. Evaluasi
SISTEMATIK LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE)

A. Definisi sistematik lupus erythematosus

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit hasil dari regulasi


sistem imun yang terganggu, yang menyebabkan autoantibodi diproduksi berlebihan,
yang pada kondisi normal di produksi dan digunakan untuk melindungi tubuh dari
benda asing (virus, bakteri, alergen, dan lain - lain) namun pada kondisi ini antibodi
tersebut kehilangan kemampuan untuk membedakan antara benda asing dan jaringan
tubuh sendiri (besta fabio 2020).
Menurut Postal, mariana (2020) Systemic Lupus Erythematosus merupakan
penyakit autoimun yang bukan disebabkan oleh virus, kuman atau bakteri. Faktor
hormon, lingkungan dan genetik adalah sebagai pemicu penyakit lupus. Keterbatasan
fisik yang mudah lelah, sensitif terhadap perubahan suhu, kekakuan sendi, nyeri
tulang belakang dan pembuluh darah yang mudah pecah sering dialami oleh penderita
lupus. Penderita dapat mengalami rasa letih yang berlebihan, penampilan fisik yang
berubah karena efek dan pengobatan yang bisa menyebabkan kebotakan, muncul
ruam pada wajah dan pembengkakan pada kaki.

B. ETIOLOGI

Menurut (Hikmah, 2018) penyebab Systemic Lupus Erythematosus dibagi menjadi 2


faktor, yaitu :
a. Faktor Genetik Jumlah, usia, dan usia anggota keluarga yang menderita penyakit
autoimun menentukan frekuensi autoimun pada keluarga tersebut. Pengaruh
riwayat keluarga terhadap terjadinya penyakit ini pada individu tergolong rendah,
yaitu 3-18%. Faktor genetik dapat mempengaruhi keparahan penyakit dan
hubungan familial ini ditemukan lebih besar pada kelaurga dengan kondisi sosial
ekonomi yang tinggi.
b. Faktor Lingkungan Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu terjadinya
Systemic Lupus Erythematosus antara lain:
1) Hormon Hormon estrogen dapat merangsang sistem imun tubuh dan
penyakit ini sering terjadi pada perempuan terutama saat usia reproduktif
dimana terdapat kadar estrogen yang tinggi.
2) Obat-obatan Beberapa obat dapat menyebabkan terjadinya gangguan
sistem imun melalui mekanisme molecular mimicry, yaitu molekul obat
memiliki struktur yang sama dengan molekul di dalam tubuh sehingga
menyebabkan gangguan toleransi imun.
3) Infeksi Infeksi dapat memicu respon imun dan pelepasan isi sel yang rusak
akibat infeksi dan dapat meningkatkan respon imun sehingga
menyebabkan penyakit autoimun.
4) Paparan sinar ultraviolet Adanya paparan sinar ultraviolet dapat
menyebabkan kerusakan dan kematian sel kulit serta berkaitan dengan
fotosensitivitas pada penderita

C. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis menurut (Postal mariana , 2018). sebagai berikut: Manifestasi


klinis penyakit ini sangat beragam dan seringkali pada keadaan awal tidak dikenali
sebagai Systemic Lupus Erythematosus. Hal ini dapat terjadi karena manifestasi klinis
penyakit ini seringkali tidak terjadi secara bersamaan. Seseorang dapat saja selama
beberapa lama mengeluhkan nyeri sendi yang berpindah-pindah tanpa adanya keluhan
lain. Kemudian diikuti oleh manifestasi klinis lainnya seperti fotosensitivitas dan
sebagainya yang pada akhirnya akan memenuhi kriteria penyakit ini.
a. Manifestasi Konstitusional
Pada kelainan autoimun yang bersifat sistemik biasanya dijumpai kelainan
konstitusional seperti cepat lelah, nafsu makan menurun, demam dan menurunnya
berat badan. Hal ini merupakan gejala 0awal atau bahkan merupakan komplikasi
dari penyakitnya. Kelelahan merupakan keluhan yang umum dijumpai pada
penderita dan biasanya mendahului berbagai manifestasi klinis lainnya. Kelelahan
ini agak sulit dinilai karena banyak kondisi lain yang dapat menyebabkan
kelelahan seperti adanya anemia, meningkatnya beban kerja, konflik kejiwaan
serta pemakaian obat seperti prednison. Kelelahan akibat penyakit ini memberikan
respon terhadap pemberian steroid atau latihan (Evalina, 2012).
Penurunan berat badan dijumpai pada sebagian penderita Systemic Lupus
Erythematosus dan terjadi dalam beberapa bulan sebelum diagnosis ditegakkan.
Demam sebagai salah satu gejala konstitusional sulit dibedakan dari sebab lain
seperti infeksi karena suhu tubuh dapat lebih dari 400C tanpa adanya bukti infeksi
lain seperti leukositosis. Demam akibat penyakit ini biasanya tidak disertai
menggigil. Gejala-gejala lain yang sering dijumpai pada penderita dapat terjadi
sebelum ataupun seiring dengan aktivitas penyakitnya seperti rambut rontok,
hilangnya nafsu makan, bengkak, sakit kepala, mual dan muntah (Isbagio dkk,
2016).
b. Manifestasi pada kulit
Manifestasi pada kulit merupakan yang paling umum pada kelainan Systemic
Lupus Erythematosus, kejadiannya berkisar antara 80-90% dari kasus. Dari
kriteria diagnosis terdapat empat diantaranya merupakan kelainan pada kulit
seperti fotosensitivitas, ruam malar, lesi diskoid serta lesi mukokutan (lesi pada
mulut). Kelainan pada kulit dapat dibagi menjadi kelainan yang bersifat spesifik
dan non spesifik, sedangkan spesifik lesi dibagi menjadi tiga bagian yang pertama
kelainan yang bersifat akut, kedua kelainan yang bersifat sub-akut dan terakhir
skelainan yang bersifat kronik (Ghrahani, 2016). Ruam “kupu-kupu” atau malar
klasik sering menjadi gejala awal lupus dan terjadi kekambuhan setelah pajanan
matahari. Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada daerah malar dan
cenderung tidak melibatkan lipat nasolabial. Pada kelainan yang bersifat akut
timbul rash atau ruam setelah terpapar sinar matahari dan rash akan berkurang
sampai menghilang setelah paparan sinar matahari dihindari. Kelainan kulit yang
paling ringan berupa fotosensitivitas dimana dapat dirasakan pada kulit yang
terpapar sinar matahari secara langsung dirasakan oleh penderita sendiri seperti
rasa “terbakar”(Ghrahani, 2017).
Pada lesi yang bersifat sub akut atau sering dikenal juga dengan istilah SCLE (Sub
acute Cutaneous Lupus Erythematosus) biasanya lesi bersifat simetrik, superfisial
dan tidak mengalami jaringan parut dan umumnya yang terkena pada daerah bahu,
bagian ekstensor ektremitas atas (lengan bawah), leher, dada sebelah atas dan
punggung belakang. Lesi ini umumnya bentuknya kecil, kemerahan dan berbentuk
papula atau plak yang sedikit menebal kadang-kadang berbentuk papula squamosa
atau bentuk cincin polisiklik dan menjadi besar berkelompok dengan
hiperpigmentasi. Hal yang membedakan antara lesi sub akut dan kronik pada lesi
sub akut tidak terjadi jaringan parut (scarring) (Suntoko, 2016).
Pada lesi yang bersifat kronik lesinya mempunyai ciri-ciri khusus yaitu, plak yang
sering kali berwarna kemerahan, seolah-olah kulit menebal dan disertai dilatasi
folikel rambut. Kelainan pada kulit yang kronik ini umumnya terjadi di daerah
yang terpapar dengan sinar matahari secara langsung seperti pada muka, leher,
kulit kepala dan belakang telinga dan punggung atas (Suntoko, 2016).
c. Manifestasi pada muskuloskeletal
Terlibatnya sendi baik atralgia atau artritis, keduanya sering timbul pada awal
penyakit dan merupakan gejala klinik yang tersering pada penderita dengan
Systemic Lupus Erythematosus aktif. Artritis sendi pada penderita umumnya poli
artritis mirip dengan artritis reumatoid yang mana daerah yang sering terkena pada
sendi-sendi kecil pada tangan dan lutut. Sendi yang terkena dapat mengalami
pembengkakan atau sinovitis. Artritis pada penyakit ini walaupun sudah
berlangsung cukup lama tidak mengalami erosi dan destruksi sendi. Seringkali
pada penderita Systemic Lupus Erythematosus berat yang mengenai sendi tangan
dikenal sebagai Jaccoud artropati dengan gambaran kliniknya mirip dengan artritis
reumatoid seperti adanya swan neck-deformity, hal ini terjadi bukan karena
kerusakan sendi tetapi karena peradangan pada kapsul sendi dan tendon serta liga
men sendi yang mengalami kekenduran jaringan ikat sendi (laxity) akibatnya
kedudukan sendi menjadi tidak stabil, bila prosesnya masih awal dapat pulih
kembali bila penyakit ini mendapat pengobatan yang adekuat, sedangkan bila
terlambat pengobatannya seringkali sudah terjadi fibrosis maka akan
menimbulkan kecacatan yang menetap (Nugraha, 2021). Rasa sakit pada otot pada
penderita ini dikenal sebagai mialgia bila pada pemeriksaan enzim creatine
phosphokinase dalam batas normal, sedangkan miositis bila terjadi kenaikan
enzim, hal ini seringkali sulit dibedakan dengan kelainan otot karena fibromialgia
yang disebabkan karena depresi, yang mana perlu kita ketahui seringkali penderita
juga menderita kelainan itu pada 22% kasus. Pada fibromialgia kelainan nyeri
pada daerah-daerah tertentu yang bersifat simetrik (Nugraha, 2021).
d. Manifestasi pada ginjal
Nefritis lupus atau komplikasi pada ginjal merupakan salah satu komplikasi yang
serius pada penderita Systemic Lupus Erythematosus sebab akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas penderita. Pada saat ini harapan hidup selama 15 tahun
penderita Systemic Lupus Erythematosus dengan nefritis berkisar 80%, sedangkan
di tahun 60an harapan hidupnya selama 5 tahun hanya 50%, walaupun kita sudah
mengalami kemajuan yang berarti dalam memberikan terapi akan tetapi insidensi
terjadinya progresifitas gagal ginjal masih cukup tinggi hal ini karena seringkali
kita mengalami kesulitan mengidentifikasi penderita Systemic Lupus
Erythematosus yang mengenai ginjal secara klinik, karena seringkali komplikasi
nefritis lupus terjadi secara diam-diam dan gejala dini sering tidak terdeteksi. Hal
paling mencolok keterlibatan ginjal pada penderita yakni berupa adanya protein
uria atau silinder eritrosit atau granular pada pemeriksaan sedimen urin, bahkan
pada keadaan yang lebih ringan dijumpai hematuri-piuria tanpa gejala, sedangkan
pada keadaan yang lanjut dapat terjadi kenaikan serum ureum-kreatinin dan
hipertensi (Judha,2015).
e. Manifestasi pada neuro psikiatrik
Diagnosis neuro-psikiatrik pada Systemic Lupus Erythematosus tidaklah mudah
komite adhoc The American Collage of Rheumatology menyatakan sindrom ini
meliputi 50% langsung berhubungan dengan penyakitnya sedangkan sisanya
berhubungan atau memiliki asosiasi dengan penyakit ini. Manifestasi yang
tersering ialah sakit kepala, gangguan psikiatrik dan gangguan kognitif. Sindrom
ini bisa berdiri sendiri atau bersamaan dengan manifestasi neuro psikiatrik yang
lain (Azizah, 2017). Kelainan neurologik pada Systemic Lupus Erythematosu
dibagi menjadi 2 bagian, pertama kelainan pada susunan saraf pusat, kedua
kelainan pada susunan saraf perifer. Kelainan pada susunan saraf pusat dapat
berupa nyeri kepala yang tidak mau hilang-hilang dan tidak responsif dengan
analgesia narkotik, kejang-kejang fokal atau general, biasanya berhubungan
dengan penyakitnya yang dalam keadaan aktif, gejala yang lain yang jarang
misalnya cerebrovaskular accident, meningitis dan aseptik. Sedangkan, kelainan
pada susunan saraf perifer terutama terlibatnya saraf kranial baik motorik atau
sensorik pada mata dan nervus trigeminal misalnya pasien dengan keluhan
gangguan penglihatan, buta, oedema papil, nisgtagmus, hilang pendengaran,
vertigo atau facial palsy serta paralisis mirip dengan sindrom guilain-barre atau
miastenia garvis. Adapun gangguan psikiatrik pada penderita dapat berupa
perubahan prilaku, psikosis, insomnia, delirum dan depresi (Azizah, 2017).
f. Manifestasi pada gastrointestinal
Komplikasi gastrointestinal bisa berupa kelainan pada esofagus, vaskulitis
mesenterika, radang pada usus, pankreatitis, hepatitis dan peritonitis. Kelainan
disfagia termasuk komplikasi yang jarang. Kelainan yang sering didapat berupa
nyeri abdomen karena vaskulitis dari pembuluh darah usus, begitu pula lupus
enteritis yang melibatkan pembuluh darah mesenterika yang berupa vaskulitis atau
trombosis. Diagnosis ditegakkan pada pemeriksaan arteriografi akan didapatkan
kelainan berupa vaskulitis, sehingga selain keluhan nyeri abdomen juga dapat
berupa perdarahan prerektum baik pada usus besar maupun usus halus dan bila ini
terjadi diperlukan investigasi yang lebih seksama untuk mencegah terjadinya
perforasi (Evalina, 2018).
g. Manifestasi pada hepar
Manifestasi pada hati relatif lebih sering terjadi dibandingkan pada
gastrointestinal, manifestasi pada hati berupa hepatitis kronik aktif, hepatitis
granulomatosa, hepatitis kronik persisten dan steatosis. Biasanya diperlihatkan
dengan meningkatnya enzim hati seperti Serum Glutamic
OxaloaceticTransaminase (SGOT), Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
(SGPT) dan alkali-fosfatase. Keterlibatan hati ini dihubungkan dengan anti
fosfolipid antibodi yang menyebabkan trombosis arteri atau vena hepatika yang
akhirnya menyebabkan infark, untuk membedakan kelainan hati karena Systemic
Lupus Erythematosus atau kelainan autoimun yang lain tidaklah mudah ataupun
keduanya sangat sulit, biopsi hati dan adanya antibodi anti P ribosom mungkin
akan terlihat pada hepatitis karena autoimun dibandingkan dengan hepatitis karena
Systemic Lupus Erythematosus (Judha, 2016).

h. Manifestasi pada hematologi Sitopenia


termasuk di dalamnya anemia, trombositopenia, limfofenia, leukopenia sering
terjadi pada penderita Systemic Lupus Erythematosus. Anemia pada pasien
dengan Systemic Lupus Erythematosus bervariasi antara anemia penyakit kronik,
anemia hemolitik, kehilangan darah, insufiensi ginjal, infeksi dan mielo displasia
dan anemia aplastik. Terjadinya anemia pada penderita ini sering disebabkan
supresi eritropoesis karena inflamasi yang kronik. Sangat mungkin terdapat
anemia karena proses autoimun, anemia yang didapat berupa anemia penyakit
kronik, defisiensi besi dan diikuti anemia hemolitik autoimun (Suntoko, 2016).
Leukopenia yang mana leukosit < 1.500/ul) terjadi kurang lebih 20% dari kasus.
Pada penderita dengan leukopeni produksi sumsum tulang umumnya normal, jadi
terjadi neutropeni pada penderita dengan Systemic Lupus Erythematosu yang aktif
karena pemakaian imunosupresif atau adanya autoantibodi yang menghambat
Granulosit Growth Coloning Forming Unit di sumsum tulang. Trombositopenia
(trombosit trombosit yang beredar di darah di samping itu dapat juga karena
supresi produksi trombosit di sumsum tulang (Suntoko, 2016).
i. Manifestasi pada paru Pleuritis
merupakan manifestasi Systemic Lupus Erythematosus yang tersering pada paru
dari beberapa studi dikatakan berkisar antara 41-56%. Keluhannya berupa nyeri
dada baik unilateral atau bilateral biasanya pada pinggir kostoprenikus baik
anterior atau posterior, seringkali diikuti dengan batuk, sesak napas dan demam
serta umumnya akan berkembang menjadi suatu efusi pleura (Setiati, 2015).
Manifestasi Systemic Lupus Erythematosus pada paru sangat bervariasi dari
pleuritis lupus, pneumonitis, perdarahan paru, emboli paru dan hipertensi
pulmonal. Manifestasi pada pleura berkisar antara 30 - 60% dari kasus, keluhan
awal berupa nyeri pleuritik atau nyeri dada tanpa kelainan radiologik yang nyata,
pada keadaan berat dapat ditemukan suatu efusi pleura yang jelas baik dari
pemeriksaan fisik atau rongen foto dada. Bila adanya efusi pleura sebaiknya
dilakukan torakosentesis untuk menyingkirkan sebab lain seperti infeksi. Pada
pemeriksaan efusi pleura akan ditemukan eksudat dengan kadar glukosa yang
tinggi, laktat dehidrogenasi yang rendah dan antibodi terhadap antibodi anti
nuclear (ANA) dan antibodi double stranded DNA (ds DNA) sering positif. Pada
pneumonitis Systemic Lupus Erythematosus keadaan umumnya lebih berat yang
mana keluhan sistemik pada organ lain juga nyata misalnya pasien mengeluh
demam tinggi, sesak, batuk, nyeri dada dan hemoptisis (Setiati, 2015).
j. Manifestasi pada kardiovaskular
Manifestasi Systemic Lupus Erythematosus pada kardiovaskular atau jantung
dapat mengenai perikardium, miokardium, sistem kelistrikan jantung, katup
jantung dan pembuluh darahnya. Manisfetasi yang paling sering berupa
perikarditis baik penebalan atau efusi dengan prevalensinya 16-61% kasus dengan
pemeriksaan ekokardiografi dapat terlihat dengan mudah biasanya jumlah cairan
yang minimal ataupun dalam jumlah yang cukup banyak, bila cairan banyak
ditakutkan akan terjadi cardiac.

D. PATOFISIOLOGI

Menurut Barber dan megan (2021) patogenesis Systemic Lupus Erythematosus


bersifat multifaktorial yang merupakan interaksi dari faktor genetik, faktor lingkungan
dan faktor hormonal yang menghasilkan respon imun yang abnormal. Pada pasien ini
cenderung terjadi gangguan sistem imun. Abnormalitas pada sel T meliputirespon
abnormal pada autoantigen, gangguan toleransi sistem imun dan gangguan transduksi
signal pada T cell receptor. Gangguan pada fungsi sel B berupa terbentuknya
autoantibodi dan modulasi sel T untuk mensekresi sitokin. Autoantibodi yang paling
penting antara lain anti-dsDNA, anti-Ro, anti-Sm, antibodi antifosfolipid dan antibodi
antinuklear. Pada pasien Systemic Lupus Erythematosus juga terjadi peningkatan
produksi sitokin proinflamasi, antara lain Interleukin-2 (IL-2), Interferon gamma
(IFN-γ), Interferon alpha (IFN-α), Interleukin-4 (IL-4), Interleukin-6 (IL-6),
Interleukin-10 (IL-10), Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α), dan Transforming
Growth Factor Beta (TGF-β) dimana semua sitokin proinflamasi ini semua disekresi
oleh sel T Helper-1 (TH1). Pada pasien Systemic Lupus Erythematosus juga terjadi
gangguan aktivitas fagositosis, gangguan fiksasi komplemen, peningkatan apoptosis
yang dapat mengakibatkan terjadinya inflamasi jaringan dan kerusakan organ. Pada
orang yang sehat, kompleks imun dibersihkan oleh Fragmen crystallizable (Fc) dan
Complement Receptor (CR). Kegagalan pembersihan kompleks imun menyebabkan
deposisi. Kerusakan jaringan dimulai dengan adanya sel inflamasi, intermediet
oksigen reaktif, produksi sitokin proinflamasi dan modulasi kaskade koagulasi.
E. Pathway

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

menurut Roviati (2016):


a. Pemeriksaan Darah :
1) Leukopenia/limfopeni
2) Anemia
3) Trombositopenia
4) Laju Endap Darah (LED) meningkat
b. Imunologi :
1) Antibodi Anti Nuclear (ANA)
2) Antibodi Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) untai ganda (dsDNA) meningkat
3) Tes C-reactive Protein (CRP) positif
c. Fungsi Ginjal :
1) Kreatinin serum meningkat
2) Penurunan Gromerular Filtration Rate (GFR)
3) Protein uri (>0,5 gram per 24 jam) 4) Ditemukan sel darah merah dan atau
sedimen granular
d. Kelainan pembekuan yang berhubungan dengan antikoagulasi lupus:
Activated Partial Thromboplastin Time (APPT) memanjang yang tidak
memperbaiki pada pemberian plasma normal
e. Tes Vital :
Adanya Imunoglobulin (Ig M) pada persambungan dermoepidermal pada kulit
yang terlibat dan yang tidak terlibat.

G. KOMPLIKASI

a. Jaringan parut pada kulit


b. Deformitas sendi
c. Gagal ginjal
d. Stroke
e. Serangan jantung
f. Komplikasi kehamilan
g. Kerusakan pinggul (juga disebut nekrosis avaskular)
h. Katarak
i. Patah tulang

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

Menurut Hockenberry dalam Azizah (2017) Systemic Lupus Erythematosus adalah


penyakit seumur hidup, karenanya pemantauan harus dilakukan selamanya. Tujuan
pengobatan pada penderita adalah mengontrol manifestasi penyakit, sehingga anak
dapat memiliki kualitas hidup yang baiktanpa eksaserbasi berat, sekaligus mencegah
kerusakan organ serius yang dapat menyebabkan kematian. Tatalaksana primer
meliputi:
a. Mengurangi inflamasi dan meminimalisir komplikasi. Adapun obatobatan yang
dibutuhkan seperti:
1) Antiinflamasi non steroid (NSAIDs), untuk mengobati simptomatik
artralgia nyeri sendi.
2) Antimalaria, diberikan untuk penderita. Pemakaian jangka panjang
memerlukan evaluasi retina setiap 6 bulan
3) Obat imunosupresan/sitostatika, imunosupresan diberikan pada Systemic
Lupus Erythematosus dengan keterlibatan sistem saraf pusat, nefritis
difus dan membranosa, anemia hemolitik akut dan kasus yang resisten
terhadap pemberian kortikosteroid.
4) Obat antihipertensi, cara mengatasi hipertensi pada nefritis lupus dengan
agresif
5) Kalsium, semua pasien Systemic Lupus Erythematosus yang mengalami
artritis serta mendapat terapi prednison berisiko untuk mengalami
mosteopenia, karenanya memerlukan suplementasi kalsium.
6) Kortikosteroid, dosis rendah untuk mengatasi gejala klinis seperti
demam, dermatitis, efusi pleura. Kortikosteroid diberikan selama 4
minggu minimal sebelum dilakukan penyapihan, dosis tinggi untuk
mengatasi krisis lupus, gejala nefritis, sistem saraf pusat dan anemia
hemolitik.
b. Dialisis atau transplantasi ginjal Pasien dengan stadium akhir lupus nefropati,
dapat dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal
c. Penatalaksanaan infeksi Pengobatan segera bila ada infeksi terutama infeksi
bakteri. Setiap kelainan urin harus dipikirkan kemungkinan pielonefritis.
KONSEP ASUHAN KEPERAWAATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Identitas Pasien
2. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
3. Riwayat Kesehatan.
a) Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama
dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
b) Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
c) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit
lainnya.
d) Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami
stress yang berkepanjangan.
e) Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau
pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat
4. POLA FUNGSIONAL GORDON
a) Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit. Apakah
pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit tersebut
mengganggu aktivitas pasien.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
· Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi, siang dan
malam )
· Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah, pantangan
atau alergi
· Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan
· Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran
yang mengandung vitamin antioksidant
c) Pola eliminasi
· Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya
· Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi
· Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat bantu
untuk miksi dan defekasi.
d) Pola aktivitas/olahraga
· Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan pada kulit.
· Kekuatan Otot :Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan ototnya karena
yang terganggu adalah kulitnya
· Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.
e) Pola istirahat/tidur
· Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien
· Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang
berhubungan dengan gangguan pada kulit
· Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar atau tidak?
f) Pola kognitif/persepsi
· Kaji status mental klien
· Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam memahami sesuatu
· Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien.
Identifikasi penyebab kecemasan klien
· Kaji penglihatan dan pendengaran klien.
· Kaji apakah klien mengalami vertigo
· Kaji nyeri : Gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak merah pada kulit.
g) Pola persepsi dan konsep diri
· Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri, apakah
kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya
· Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas, depresi
atau takut
· Apakah ada hal yang menjadi pikirannya
h) Pola peran hubungan
· Tanyakan apa pekerjaan pasien
· Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti: pasangan,
teman.
· Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan penyakit
klien
i) Pola seksualitas/reproduksi
· Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya
· Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait dengan
menopause
· Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam pemenuhan
kebutuhan seks
j) Pola koping-toleransi stress
· Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial atau
perawatan diri )
· Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi
kecemasannya (mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan obat untuk
penghilang stress atau klien sering berbagi masalahnya dengan orang-orang terdekat.
k) Pola keyakinan nilai
· Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam beragama
serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya. Orang yang dekat kepada
Tuhannya lebih berfikiran positif.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Benda Asing dalam jalan
nafas
b. Hipertermia berhubungan dengan Proses penyakit (mis. infeksi, kanker)
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan Bahan kimia iritatif

C. INTERVENSI
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1. Bersihan jalan
nafas Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas
keperawatan selama 3x24 Observasi
tidak efektif
jam maka Bersihan jalan 1. Monitor pola
berhubungan dengan napas meningkat dengan napas
kriteria hasil: 2. Monitor bunyi
Benda Asing dalam
1. Batuk meningkat napas tambahan
jalan nafas 2. Produksi sputum 3. Monitor sputum
menurun (jumlah,warna,aro
3. Dispnea menurun
4. Sianosi menurun ma)
5. Gelisah menurun
Frekuensi napas membaik Terapeutik

4. Pertahankan
kepatenan jalan
napas
5. Posisikan semi
fowler atau fowler
6. Berikan oksigen,
jika perlu

Edukasi
7. Anjurkan asupan
cairan
2000ml/hari, jika
tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
2. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermi
keperawatan selama 3x24 (l.15506)
berhubungan dengan
jam maka Termoregulasi Observasi
Proses penyakit (mis. membaik dengan kriteria 1. Identifikasi
hasil: penyebab
infeksi, kanker)
1. Menggigil menurun hipertermia (mis.
2. Kulit merah menurun dehidrasi,
3. Konsumsi oksigen terpapar
menurun lingkungan panas,
4. Pecat menurun panggunaan,
5. Suhu tubuh membaik inkubator)
6. Tekanan darah 2. Monitor suhu
membaik tubuh
3. Monitor kadar
elektrolit
Terapeutik
4. Sediakan
lingkungan yang
dingin
5. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
6. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
7. Berikan cairan
oral
Edukasi
8. Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
3. Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit
keperawatan selama 3x24 (l.11353)
kulit berhubungan
jam maka integritas Observasi
dengan Bahan kimia kulit/jaringan meningkat. 1. Identifikasi
dengan kriteria hasil: penyebab
iritatif
1. Elastistitas gangguan
meningkat integritas kulit
2. Perfusi jaringan (mis: perubahan
menurun sirkulasi,
3. Kerusakan jaringan perubahan status
menurun nutrisi, penurunan
4. Kerusakan lapisan kelembaban, suhu
kulit menurun lingkungan
5. Kemerahan menurun ekstrim,
6. Jaringan parut penurunan
menurun mobilitas)
7. Suhu kulit membaik Terapeutik
2. Ubah posisi setiap
2 jam jika tirah
baring
3. Gunakan produk
berbahan
ringan/alami dan
hipoalergik pada
kulit sensitive
4. Hindari produk
berbahan dasar
alkohol pada kulit
kering
Edukasi
5. Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis:
lotion, serum)
6. Anjurkan minum
air yang cukup
7. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
8. Anjurkan
meningkatkan
asupan buah dan
sayur
9. Anjurkan
menghindari
terpapar suhu
ekstrim
10. Anjurkan
menggunakan
tabir surya SPF
minimal 30 saat
berada diluar
rumah

Anda mungkin juga menyukai