Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN COVID 19

DI RUANG ICU RSUD KOTA


MAKASSAR

OLEH :
SABRIANA
14420192131

CI. INSTITUSI CI. LAHAN

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Virus corona (COVID-19) merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan yang
disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome virus corona 2 (SARS-CoV-2),
atau yang sering disebut virus Corona. Virus ini memiliki tingkat mutasi yang tinggi
dan merupakan patogen zoonotik yang dapat menetap pada manusia dan binatang
dengan presentasi klinis yang sangat beragam, mulai dari asimptomatik, gejala ringan
sampai berat, bahkan sampai kematian.
Penyakit ini dilaporkan memiliki tingkat mortalitas 4% di Asia Tenggara.
Beberapa faktor risiko dapat memperberat keluaran pasien, seperti usia >50 tahun,
pasien imunokompromais, hipertensi, penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus,
penyakit paru, dan penyakit jantung.
COVID-19 dapat dicurigai pada pasien yang memiliki gejala saluran pernapasan,
seperti demam >38⁰C, batuk, pilek, sakit tenggorokan yang disertai dengan riwayat
bepergianke daerah dengan transmisi lokal atau riwayat kontak dengan kasus
probabel atau kasus konfirmasi COVID-19. Hasil pemeriksaan laboratorium pada
pasien COVID-19 tidak spesifik, tetapi limfopenia, peningkatan laktat
dehidrogenase, dan peningkatan aminotransferase, umumnya sering
ditemukan[ CITATION Wor20 \l 1057 ]
B. Tujuan
1. Mengetahui gambaran umum tentang asuhan keperawatan yang berhubungan
dengan Covid-19.
2. Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan Covid-19.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Medis
1. Definisi Covid-19
Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis corona virus
yang baru ditemukan. Virus baru dan penyakit yang disebabkannya ini tidak
dikenal sebelum mulainya wabah di Wuhan, Tiongkok, bulan Desember 2019.
Coronavirus adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit
pada hewan atau manusia. Beberapa jenis coronavirus diketahui menyebabkan
infeksi saluran pernapasan pada manusia mulai dari batuk pilek hingga yang
lebih serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe
Acute Respiratory Syndrome (SARS) [ CITATION WHO20 \l 1057 ]
2. Etiologi
Etiologi coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah virus dengan nama
spesies severe acute respiratory syndrome virus corona 2, yang disingkat SARS-
CoV-2.
a. Virologi
SARS-CoV-2 merupakan virus yang mengandung genom single-
stranded RNA yang positif. Morfologi virus corona mempunyai proyeksi
permukaan (spikes) glikoprotein yang menunjukkan gambaran seperti
menggunakan mahkota dan berukuran 80-160 nM dengan polaritas positif 27-
32 kb. Struktur protein utama SARS-CoV-2 adalah protein nukleokapsid (N),
protein matriks (M), glikoprotein spike (S), protein envelope (E) selubung,
dan protein aksesoris lainnya.
Famili coronaviridae memiliki empat generasi virus corona, yaitu
alphavirus corona (alphaCoV), betavirus corona (betaCoV), deltavirus corona
(deltaCoV), dan gammavirus corona (gammaCoV). AlphaCoV dan betaCoV
umumnya memiliki karakteristik genomik yang dapat ditemukan pada
kelelawar dan hewan pengerat. Sedangkan deltaCoV dan gammaCoV
umumnya ditemukan pada spesies avian.
SARS-CoV-2 termasuk dalam kategori betaCoV dan 96,2% sekuens
genom SARS-CoV-2 identikal dengan bat CoV RaTG13. Oleh sebab itu,
kelelawar dicurigai merupakan inang asal dari virus SARS-CoV-2. Virus ini
memiliki diameter sebesar 60-140 nm dan dapat secara efektif diinaktivasi
dengan larutan lipid, seperti ether (75%), ethanol, disinfektan yang
mengandung klorin, asam peroksiasetik, dan kloroform. SARS-CoV-2 juga
ditemukan dapat hidup pada aerosol selama 3 jam. Pada permukaan solid,
SARS-CoV-2 ditemukan lebih stabil dan dapat hidup pada plastik dan besi
stainless selama 72 jam, pada tembaga selama 48 jam, dan pada karton
selama 24 jam[ CITATION Wor20 \l 1057 ]
3. Patofisiologi
Patofisiologi COVID-19 diawali dengan interaksi protein spike virus dengan
sel manusia. Setelah memasuki sel, encoding genome akan terjadi dan
memfasilitasi ekspresi gen yang mambantu adaptasi severe acute respiratory
syndrome virus corona 2 pada inang. Rekombinasi, pertukaran gen, insersi gen,
atau delesi, akan menyebabkan perubahan genom yang menyebabkan outbreak
di kemudian hari.
severe acute respiratory syndrome virus corona 2 (SARS-CoV-2)
menggunakan reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE2), yang
ditemukan pada traktus respiratori bawah manusia dan enterosit usus kecil
sebagai reseptor masuk. Glikoprotein spike (S) virus melekat pada reseptor
ACE2 pada pernukaan sel manusia. Subunit S1 memiliki fungsi sebagai pengatur
receptor binding domain (RBD). Sedangkan subunit S2 memiliki fungsi dalam
fusi membran antara sel virus dan sel inang.
Setelah terjadi fusi membran, RNA virus akan dikeluarkan dalam sitoplasma
sel inang. RNA virus akan mentranslasikan poliprotein pp1a dan pp1ab dan
membentuk kompleks replikasi-transkripsi (RTC). Selanjutnya, RTC akan
mereplikasi dan menyintesis subgenomik RNA yang mengodekan pembentukan
protein struktural dan tambahan.
Gabungan retikulum endoplasma, badan golgi, genomik RNA, protein
nukleokapsid, dan glikoprotein envelope akan membentuk badan partikel virus.
Virion kemudian akan berfusi ke membran plasma dan dikeluarkan dari sel-sel
yang terinfeksi melalui eksositosis. Virus-virus yang dikeluarkan kemudian akan
menginfeksi sel ginjal, hati, intestinal, dan limfosit T, dan traktus respiratori
bawah, yang kemudian menyebakan gejala pada pasien[ CITATION Wor20 \l
1057 ]
4. Cara penularan
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan cara penyebaran virus
corona dari satu orang ke lainnya. Menurut WHO, ketika seseorang yang
menderita COVID-19 batuk atau bernapas, mereka melepaskan seperti tetesan
cairan yang juga terdapat virus corona. Kebanyakan tetesan atau cairan itu jatuh
pada permukaan dan benda di dekatnya -seperti meja, atau telepon. Orang bisa
terpapar atau terinfeksi COVID-19 dengan menyentuh permukaan atau benda
yang terkontaminasi - dan kemudian menyentuh mata, hidung, atau mulut.
Jika Anda berdiri pada jarak 1 atau 2 meter dari seseorang dengan COVID-
19, Anda dapat terjangkir melalui batuk termasuk saat mereka menghembuskan
napas. Dengan kata lain, COVID-19 menyebar serupa cara untuk flu. Sebagian
besar orang yang terinfeksi COVID-19 mengalami gejala ringan dan sembuh.
Namun, beberapa kasus virus corona berlanjut dengan mengalami penyakit yang
lebih serius dan mungkin memerlukan perawatan di rumah sakit. Risiko penyakit
atau terinfeksi virus corona kian meningkat meningkat bagi sesesorang yang
berusia 50 ke atas. Usia tersebut disebut lebih rentan daripada mereka yang di
bawah 50. Orang dengan melemah sistem kekebalan tubuh dan orang-orang
dengan kondisi seperti diabetes, penyakit jantung dan paru-paru juga lebih
banyak rentan terhadap virus corona.
COVID-19 terutama menyebar melalui tetesan pernapasan yang dikeluarkan
oleh seseorang yang batuk atau memiliki gejala lain seperti demam atau
kelelahan.
Banyak orang dengan COVID-19 hanya mengalami gejala ringan. Ini
terutama pada tahap awal penyakit. Dimungkinkan untuk terinfeksi COVID-19
dari seseorang yang baru saja batuk ringan dan tidak merasa sakit. Beberapa
laporan telah mengindikasikan bahwa orang tanpa gejala dapat menularkan
virus. Belum diketahui seberapa sering itu terjadi. WHO sedang menilai
penelitian yang sedang berlangsung tentang topik ini dan akan terus berbagi
temuan terbaru[ CITATION Wor20 \l 1057 ]
5. Penyimpangan KDM
TERLAMPIR
6. Manifestasi Klinis
Gejala yang muncul ini bergantung pada jenis virus corona yang menyerang,
dan seberapa serius infeksi yang terjadi. Berikut beberapa gejala virus corona
yang terbilang ringan:
a. Hidung beringus.
b. Sakit kepala.
c. Batuk.
d. Sakit tenggorokan.
e. Demam.
f. Merasa tidak enak badan[ CITATION WHO20 \l 1057 ]
Gejala umum yang bisa menandakan seseorang terinveksi virus corona yaitu:
1. Demam (suhu tubuh diatas 38°C
2. Batuk
3. Sesak Nafas
4. Menurut penelitian gejala covid-19 muncul dalam waktu 2 minggu setelah
terpapar virus corona
Hal yang perlu ditegaskan, beberapa virus corona dapat menyebabkan gejala
yang parah. Infeksinya dapat berubah menjadi bronkitis dan pneumonia
(disebabkan oleh 2019-nCoV) yang menyebabkan gejala seperti:
a. Demam yang mungkin cukup tinggi bila pasien mengidap pneumonia.
b. Batuk dengan lendir.
c. Sesak napas.
d. Nyeri dada atau sesak saat bernapas dan batuk.
e. Infeksi bisa semakin parah bila menyerang kelompok individu tertentu.
Contohnya orang dengan penyakit jantung atau paru-paru, orang dengan
sistem kekebalan yang lemah, bayi, dan lansia[ CITATION WHO20 \l 1057 ]
7. Komplikasi
Komplikasi utama Covid-19 yaitu Pneumonia dan ARDS. Komplikasi lainnya
yaitu:
 Cedera jantung (23%)
 Disfungsi hati (29%)
 Gangguan ginjal akut (29%)
 Pneumotoraks (2%)
 Syok sepsis [ CITATION Wor20 \l 1057 ]
8. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis COVID-19 didasari dengan pemeriksaan penunjang. CT scan toraks
non kontras merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi
COVID-19. Nucleic acid amplification test (NAAT) dan tes serologi merupakan
tes diagnostik untuk mengonfirmasi diagnosis COVID-19.
 Limfopenia
 Leukopenia
 Leukositosis
 Eosinopenia
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan umum yang dapat
menunjang diagnosis COVID-19. Berikut ini merupakan beberapa tes
laboratorium yang dapat dilakukan pada pasien COVID-19:
b. Pemeriksaan Darah:
Kelainan hasil tes laboratorium darah pasien COVID-19 telah dilaporkan
oleh beberapa studi. Berikut ini merupakan beberapa kelainan pemeriksaan
darah lengkap yang telah dilaporkan:
c. Analisa Gas Darah (AGD):
Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) umumnya dilakukan pada pasien
COVID-19 dengan keadaan buruk, seperti sesak berat atau sepsis.
Hipoksemia dapat ditemukan pada pasien dengan keadaan berat. Pada
pasien dengan hiperventilasi umumnya akan ditemukan alkalosis respiratori.
Rhabdomyolysis juga dilaporkan sebagai komplikasi akhir pasien COVID-
19, sehingga penemuan asidosis laktat dengan peningkatan anion gap juga
dapat ditemukan. Acute respiratory distress syndrome (ARDS) dapat
didiagnosis dengan PaO2/FiO2 ≤300 mmHg atau SpO2/FiO2 ≤315 mmHg.
d. Tes Laboratorium Lainnya:
Beberapa kelainan tes laboratorium juga dilaporkan pada beberapa studi.
Pada peningkatan kadar D-dimer yang disertai limfositopenia berat
dihubungkan dengan peningkatan risiko mortalitas. Berikut ini merupakan
beberapa kelainan hasil laboratorium yang ditemukan pada pasien COVID-
19:
 Peningkatan laktat dehidrogenase
 Peningkatan kadar ferritin
 Peningkatan aminotransferase
 Peningkatan prokalsitonin
 Peningkatan kadar D-dimer[ CITATION Liu20 \l 1057 ]
Berikut ini merupakan tes pencitraan yang dapat dilakukan pada pasien COVID-19:
a. CT Scan Toraks Nonkontras:
Pemeriksaan CT scan toraks nonkontras sangat disarankan pada pasien yang
dicurigai terjangkit COVID-19. Kelainan pada CT scan umumnya terdistribusi
bilateral, periferal, dan pada basal. Berikut ini merupakan beberapa tanda yang
ditemukan pada beberapa studi dalam pemeriksaan CT scan toraks nonkontras:
 Ground glass opacification (GGO) dengan distribusi perifer atau posterior,
terutama pada lobus bawah
 Crazy paving appearance: GGO dengan penebalan septal inter/intra-lobular
 Konsolidasi bilateral, perifer, dan basal
 Penebalan bronkovaskular
 Bronkiektasis traksi
b. Penemuan beberapa tanda atipikal pada CT scan toraks pasien COVID-19 juga
telah dilaporkan, seperti:
 Limfadenopati mediastinal
 Efusi pleura
 Nodul pulmonari kecil multipel
c. Rontgen Toraks:
Pemeriksaan Rontgen toraks merupakan pemeriksaan yang tidak sensitif dan
sering kali menunjukkan penampakan normal pada awal perjalanan penyakit.
Distribusi bilateral/multilobular umum ditemukan pada pasien COVID-19.
Penampakan Rontgen toraks yang umumnya ditemukan pada COVID-19 adalah
opasitas asimetrik difus atau patchy, seperti pneumonia yang diakibatkan
coronavirus jenis lainnya, seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS).
d. USG paru:
Kelainan pada USG paru umumnya ditemukan secara bilateral dan pada
posterobasal. Berikut ini merupakan beberapa tanda kelainan pada pemeriksaan
USG paru pasien COVID-19:
 Multiple b-line:penebalan septa interlobular subpleural
 Konsolidasi subpleural
 Konsolidasi alveolar
 Penebalan dan iregularitas garis pleura dengan diskontinuitas yang tersebar
 Pemulihan aerasi saat pemulihan dengan penampakan A-line bilateral.
e. Tes Diagnostik
Diagnosis COVID-19 dikonfirmasi dengan pemeriksaan nucleic acid
amplification test (NAAT). Berikut ini merupakan beberapa tes laboratorium
yang dapat digunakan untuk mengonfirmasi COVID-19:
f. Nucleic Acid Amplification Test (NAAT):
Konfirmasi diagnosis COVID-19 umumnya ditentukan dengan deteksi
sekuens unik virus RNA pada NAAT. Gen virus yang dicari umumnya adalah
gen N, E, S dan RdRO.  Real-time reverse-transcription polymerase chain
reaction (RT-PCR) merupakan salah satu contoh NAAT yang dapat melakukan
sequencing asam nukleat virus RNA. Jenis sampel untuk pemeriksaan NAAT
dapat berasal dari traktus respiratori bawah, seperti sputum, aspirasi, dan lavage;
atau traktus respiratori atas, seperti swab nasofaringeal, orofaringeal, atau
aspirasi nasofaringeal wash/nasofaringeal.
Sampel yang berasal dari feses, darah, urine, atau bagian otopsi pasien juga
dapat digunakan apabila tidak terdapat pilihan lain. Umumnya, hasil pada traktus
respiratori bawah memiliki jumlah virus dan fraksi genom yang lebih besar
daripada traktus respiratori atas. Pemeriksaan dilakukan saat awal dan dapat
diulang guna mengevaluasi progresivitas penyakit atau keberhasilan terapi.
Hasil negatif tidak dapat menyingkirkan infeksi virus COVID-19. Beberapa
faktor, seperti rendahnya kualitas spesimen, waktu pengambilan spesimen yang
terlalu lambat atau terlalu cepat, penyimpanan atau pengiriman spesimen yang
tidak benar, dan masalah teknik, seperti mutasi virus dan inhibisi polymerase
chain reaction (PCR), dapat menyebabkan hasil negatif.
g. Rapid Test:
Rapid test adalah pemeriksaan serologi yang menggunakan sampel
serum. Rapid test untuk COVID-19. Saat ini terdapat dua jenis rapid test, yaitu
tes untuk mendeteksi antigen dan antibodi. Rapid test antibodi dapat mendeteksi
Immunoglobulin M (IgM) dan Immunoglobulin G (IgG) terhadap virus SARS-
CoV-2 dalam sampel darah manusia. Antibodi IgM diketahui memiliki peranan
penting sebagai pertahanan utama saat terjadi infeksi virus, sementara respons
IgG adalah melindungi tubuh dari infeksi dengan cara mengingat virus yang
sebelumnya pernah terpapar di dalam tubuh.
Banyak faktor yang memengaruhi hasil tes ini, seperti onset penyakit,
konsentrasi virus, serta kualitas dan proses pengumpulan spesimen. Sentivitas
rapid test diperkirakan bervariasi mulai dari 34% sampai 80%. Saat ini,
berdasarkan bukti klinis yang ada, WHO hanya merekomendasikan
penggunaan rapid test untuk kepentingan penelitian, bukan untuk manajemen
klinis terhadap COVID-19.
h. Viral Sequencing:
Pemeriksaan tes viral sequencing bertujuan mengonfirmasi virus dan memonitor
mutasi genom virus. Selain itu, pemeriksaan ini juga dapat memiliki fungsi
dalam studi epidemiologi molekuler[ CITATION Liu20 \l 1057 ]
9. Penatalaksanaan
Tak ada perawatan khusus untuk mengatasi infeksi virus corona. Umumnya
pengidap akan pulih dengan sendirinya. Namun, ada beberapa upaya yang bisa
dilakukan untuk meredakan gejala infeksi virus corona. Contohnya:
a. Minum obat yang dijual bebas untuk mengurangi rasa sakit, demam, dan
batuk. Namun, jangan berikan aspirin pada anak-anak. Selain itu, jangan
berikan obat batuk pada anak di bawah empat tahun.
b. Gunakan pelembap ruangan atau mandi air panas untuk membantu
meredakan sakit tenggorokan dan batuk.
c. Perbanyak istirahat.
d. Perbanyak asupan cairan tubuh.
e. Jika merasa khawatir dengan gejala yang dialami, segeralah hubungi
penyedia layanan kesehatan terdekat.
f. Khusus untuk virus corona yang menyebabkan penyakit serius, seperti SARS,
MERS, atau infeksi novel coronavirus, penanganannya akan disesuaikan
dengan penyakit yang diidap dan kondisi pasien.
Bila pasien mengidap infeksi novel coronavirus, dokter akan merujuk ke RS
Rujukan yang telah ditunjuk oleh Dinkes (Dinas Kesehatan) setempat. Bila tidak
bisa dirujuk karena beberapa alasan, dokter akan melakukan:
a. Isolasi
b. Serial foto toraks sesuai indikasi.
c. Terapi simptomatik.
d. Terapi cairan.
e. Ventilator mekanik (bila gagal napas)
f. Bila ada disertai infeksi bakteri, dapat diberikan antibiotik[ CITATION WHO20 \l
1057 ]
10. Prognosis
 Prognosis Covid-19 dipengaruhi banyak faktor
 Tingkat mortalitas pasien Covid-19 berat mencapai 38% dengan median lama
perawat ICU hingga meninggal sebanyak 7 hari.
 Perbaiki eosinofil pada pasien yang awalnya eosinofil rendah diduga dapat
menjadi prediktor kesembuhan[ CITATION Wor20 \l 1057 ]
11. Pencegahan
Sampai saat ini belum ada vaksin untuk mencegah infeksi virus corona.
Namun, setidaknya ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi
risiko terjangkit virus ini. Berikut upaya yang bisa dilakukan:
a. Sering-seringlah mencuci tangan dengan sabun dan air selama 20 detik
hingga bersih.
b. Hindari menyentuh wajah, hidung, atau mulut saat tangan dalam keadaan
kotor atau belum dicuci.
c. Hindari kontak langsung atau berdekatan dengan orang yang sakit.
d. Hindari menyentuh hewan atau unggas liar.
e. Membersihkan dan mensterilkan permukaan benda yang sering digunakan.
f. Tutup hidung dan mulut ketika bersin atau batuk dengan tisu. Kemudian,
buanglah tisu dan cuci tangan hingga bersih.
g. Jangan keluar rumah dalam keadaan sakit.
h. Kenakan masker dan segera berobat ke fasilitas kesehatan ketika mengalami
gejala penyakit saluran napas.
Berikuit ini ada beberapa upaya mengurangi kemungkinan terinfeksi atau
menyebarkan COVID-19 dengan melakukan beberapa tindakan pencegahan
sederhana:
 Secara teratur dan menyeluruh bersihkan tangan Anda dengan gosok berbasis
alkohol atau cuci dengan sabun dan air.
Rasional: Mencuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan gosok
tangan berbasis alkohol membunuh virus yang mungkin ada di tangan Anda.
 Pertahankan jarak setidaknya 1 meter antara diri Anda dan orang lain.
Rasional: Ketika seseorang batuk, bersin, atau berbicara, mereka
menyemprotkan tetesan cairan kecil dari hidung atau mulut mereka yang
mungkin mengandung virus. Jika Anda terlalu dekat, Anda dapat menghirup
tetesan, termasuk virus COVID-19 jika orang tersebut menderita penyakit
tersebut.
 Hindari pergi ke tempat yang ramai.
Rasional: Di mana orang-orang berkumpul bersama dalam kerumunan, Anda
lebih mungkin untuk melakukan kontak dekat dengan seseorang yang
memiliki COVID-19 dan lebih sulit untuk menjaga jarak fisik 1 meter.
 Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut.
Rasional: Tangan menyentuh banyak permukaan dan dapat mengambil virus.
Setelah terkontaminasi, tangan dapat memindahkan virus ke mata, hidung,
atau mulut Anda. Dari sana, virus dapat masuk ke tubuh Anda dan
menginfeksi Anda.
 Pastikan Anda, dan orang-orang di sekitar Anda, mengikuti kebersihan
pernapasan yang baik. Ini berarti menutupi mulut dan hidung Anda dengan
siku atau jaringan yang tertekuk saat Anda batuk atau bersin. Kemudian
segera buang tisu bekas dan cuci tangan Anda.
Rasional: Tetesan menyebarkan virus. Dengan mengikuti kebersihan
pernapasan yang baik, Anda melindungi orang-orang di sekitar Anda dari
virus seperti flu, flu dan COVID-19.
 Tetap di rumah dan isolasi diri bahkan dengan gejala kecil seperti batuk, sakit
kepala, demam ringan, sampai Anda pulih. Minta seseorang membawakan
Anda persediaan. Jika Anda harus meninggalkan rumah, kenakan masker
untuk menghindari menulari orang lain.
Rasional: Menghindari kontak dengan orang lain akan melindungi mereka
dari kemungkinan COVID-19 dan virus lainnya.
 Jika Anda demam, batuk, dan sulit bernapas, cari bantuan medis, tetapi
teleponlah terlebih dahulu jika memungkinkan dan ikuti petunjuk dari otoritas
kesehatan setempat.
Rasional: Otoritas nasional dan lokal akan memiliki informasi terbaru tentang
situasi di daerah Anda. Menelepon terlebih dahulu akan memungkinkan
penyedia layanan kesehatan Anda dengan cepat mengarahkan Anda ke
fasilitas kesehatan yang tepat. Ini juga akan melindungi Anda dan membantu
mencegah penyebaran virus dan infeksi lainnya.
 Tetap perbarui informasi terbaru dari sumber tepercaya, seperti WHO atau
otoritas kesehatan lokal dan nasional Anda.
Rasional: Otoritas lokal dan nasional paling baik ditempatkan untuk memberi
nasihat tentang apa yang harus dilakukan orang di daerah Anda untuk
melindungi diri mereka sendiri[ CITATION Wor20 \l 1057 ]
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin,
hubungan dengan keluarga, pekerjaan, alamat.
3) gejala pasien COVID-19 umumnya akan timbul setelah masa
inkubasi 2-14 hari. Demam, lemas, dan batuk kering merupakan
gejala COVID-19 yang paling sering ditemukan. Selain itu,
beberapa pasien juga mengalami nyeri tenggorokan, mialgia,
dispnea, dan batuk berdahak. Gejala gastrointestinal seperti mual,
muntah, dan diare juga dapat timbul pada pasien COVID-19.
Namun, pada beberapa pasien bisa saja asimptomatik. Beberapa
kasus menunjukkan gejala berat, seperti pneumonia dan acute
respiratory syndrome distress.
Pasien dengan gejala demam ≥38⁰C atau gejala penyakit saluran
pernapasan dapat dicurigai atau dilakukan pengawasan terhadap
COVID-19 apabila pasien memiliki salah satu riwayat berikut:
 Riwayat perjalanan atau tinggal di luar negeri yang melaporkan
transmisi lokal 14 hari sebelum timbul gejala
 Riwayat perjalanan atau tinggal di area transmisi lokal di
Indonesia 14 hari sebelum timbul gejala
 Riwayat kontak dengan kasus konfirmasi atau probabel COVID-
19
Riwayat medis dan pengobatan pasien juga perlu dievaluasi untuk
mengetahui progresivitas penyakit dan prognosis pasien. Berikut
ini merupakan beberapa riwayat pasien yang dapat memperburuk
keluaran pasien:
 Usia >50 tahun
 Demam tinggi ≥39°C
 Pasien imunokompromais
 Hipertensi
 Diabetes Mellitus
 Keganasan
 Penyakit kardiovaskular
 Penyakit paru-paru
 Disfungsi koagulasi dan organ
 Wanita hamil
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien COVID-19 harus diawali dengan pemeriksaan
keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien. Pemeriksaan toraks dan
status generalis dapat diikuti selanjutnya. Sampai sekarang belum
ditemukan tanda khusus untuk COVID-19.
1) Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
Keadaan umum dan tanda-tanda vital merupakan pemeriksaan
pertama dan utama dalam menentukan triase pasien. Pasien
COVID-19 umumnya memiliki temperatur ≥38°C.
Pada pasien dengan komplikasi, seperti pneumonia, sepsis, maupun
syok septik, akan ditemukan tanda sebagai berikut:
 Perubahan status mental/kesadaran
Perubahan kesadaran umumnya menandakan penurunan perfusi
pada otak sehingga membutuhkan penanganan segera. Selain
itu, pasien anak dengan penurunan kesadaran, ketidakmampuan
menyusui, maupun kejang dengan gejala pernapasan dapat
digolongkan sebagai pneumonia/infeksi saluran pernapasan
akut (ISPA) berat.
 Takipnea
Pada pasien remaja/dewasa, frekuensi napas > 30 x/menit
merupakan salah satu tanda dari pneumonia berat. Pada pasien
anak, peningkatan frekuensi napas dapat didasarkan
berdasarkan usia:
 < 2 bulan: ≥ 60 x/menit
 2 – 11 bulan: ≥ 50 x/menit
 1 – 5 tahun: ≥ 40 x/menit
 > 5 tahun: ≥ 30 x/menit
 Hipotensi
Pasien hipotensi merupakan salah satu tanda utama dari
komplikasi syok septik.
 Perubahan denyut jantung
Denyut jantung meningkat atau menurun dapat menunjukkan
kompensasi kardiovaskular pada penurunan perfusi atau
disfungsi organ jantung yang sering ditemukan pada pasien
sepsis maupun syok septik.
 Peningkatan capillary refill time (CRT)
CRT > 2 detik menandakan penurunan perfusi perifer yang
sering ditemukan pada keadaan syok.
 Saturasi oksigen rendah
Penurunan saturasi oksigen SpO2 < 90% merupakan tanda
penurunan perfusi dan dapat digolongkan sebagai pneumonia
berat.
 Pemeriksaan Toraks
Kelainan pemeriksaan fisik toraks pada COVID-19 sampai
sekarang masih belum jelas. Pemeriksaan thoraks dapat
dievaluasi untuk mengetahui kondisi pasien COVID-19.
Berikut ini merupakan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada
pasien COVID-19:
 Tanda distress pernapasan berat
Terdapatnya stridor dan retraksi dinding dada merupakan tanda
distress pernapasan berat yang ditemukan pada pneumonia
berat.
 Perubahan suara paru
Studi mengenai suara paru pada COVID-19 sampai sekarang
masih sangat beragam dan terbatas. Terdapat kasus yang
menunjukkan tanpa adanya perubahan suara paru. Akan tetapi,
studi-studi lain juga ada yang melaporkan terdapatnya
wheezing dan ronkhi basah halus pada auskultasi paru, seperti
halnya pneumonia viral pada umumnya.
Pemeriksaan Generalisata
Pemeriksaan tenggorokan pada beberapa kasus COVID-19
dapat ditemukan hiperemis pada faring minimal. Selain itu,
ruam-ruam samar juga dapat terlihat pada beberapa kasus.
Pemeriksaan generalisata pada pasien COVID-19 juga dapat
dilakukan untuk mengetahui progresivitas penyakit.
Berikut ini merupakan beberapa tanda komplikasi yang dapat
ditemukan pada pasien COVID-19:
 Tanda sianosis sentral
Tanda sianosis sentral, berupa kebiruan pada kulit dan
membran mukosa, dapat penurunan saturasi oksigen < 85%.
 Ekstremitas dingin dan kulit lembap
Ekstremitas dingin dan kulit lembap merupakan salah satu
tanda dari kegagalan sirkulasi.
 Tanda gagal jantung kanan
Pasien dengan pneumonia berat dapat menyebabkan cor
pulmonale, yang ditandai dengan edema perifer, hepatomegali,
dan hipoksia[ CITATION Bai16 \l 1057 ]

2. Diagnosis Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d hipersekresi jalan napas,
proses infeksi
b. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolus-kapiler
c. Ansietas b/d krisis situasional, ancaman terhadap kematian
d. Gangguan ventilasi spontan b/d gangguan metabolisme,
kelemahan/keletihan otot prnapasan
e. Risiko syok b/d hipoksia, sepsis, sindrom respon inflamasi sistemik
f. Gangguan sirkulasi spontan b/d penurunan fungsi
ventrikel[ CITATION Liu20 \l 1057 ],[ CITATION Bai16 \l 1057 ],[ CITATION
Tim16 \l 1057 ].
3. Intervensi Keperawatan

Intervensi
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan/kriteria hasil Intervensi/rasional
1. Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam Manajemen Jalan Nafas
tidak efektif b/d 24 jam, bersihan jalan nafas meningkat dengan 1) Monitor pola napas (frekuensi, kedalam,
hipersekresi jalan kriteria: usa nafas)
napas, proses infeksi Batuk efektif meningkat, sputum menurun, R/ : untuk mrngidentifikasi terjadinya
wheezing menurun. hipoksia melalui tanda peningkatan
frekuensi, kedalaman dan usaha napas.
2) Monitor sekret (jumlah, warna, bau,
konsistensi)
R/ : tanda infeksi berupa sekret tampak
keruh dan berbau. Sekret kental dapat
meningkatkan hipoksemia dan dapat
menandakan dehidrasi.
3) Monitor kemampuan batuk efektif
R/ : untuk menilai kemampuan
mengeluarkan sekret dan
mempertahankan jalan nafas tetap paten.
4) Posisikan semi fowler/fowler
R/ : unruk meningkatkan eskursi
diafragma dan ekspansi paru
5) Berikan minum hangat
R/ : untuk memberikan ekspektorasi
pada jalan nafas
Manajemen Isolasi
6) Tempatkan satu pasien untuk satu
kamar
R/ :untuk menurunkan risiko terjadinya
infeksi silang (cross infection)
7) Sediakan seluruh kebutuhan harian dan
pemeriksaan sederhana dikamar pasien
R/ : untuk memobilisasi pasien dan staff
yang merawat pasien
8) Dekontaminasi alat-alat kesehatan
sesegera mungkin setelah digunakan
R/ : untuk menghilangkan virus yang
m,ungkin menempel pada permukaan
alat kesehatan.
9) Lakukan kerbersihan tangan dengan 5
momen
R/ : untuk menurunkan transmisi virus
10) Minimalkan kontak dengan pasien,
sesuai kebutuhan
R/ : untuk menurunkan transmisi virus
11) Anjurkan isolasi mandiri
R/ : dirumah selama 14 hari (pada pasien
tanpa gejala dan dengan gejala ringan)
atau isolasi di RS Darurat Covid (pada
pasien gejala sedang), atau isolasi di RS
rujukan (pada pasien dengan gejala
berat/kritis)
12) Lepaskan alat proteksi diri segera
setelah kontak dengan pasien
R/ : untuk meminimalkan peluang
terjadinya transmisi virus kepada staf.

2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan perawatan selama 2-4 jam Terapi Oksigen
gas b/d perubahan diharapkan pertukaran gas meningkat dengan 1) Monitor bunyi napas
membran alveolus- kriteria: R/ untuk menuilai adanya wheezing
kapiler 1) RR 12-20 kali/menit akibat inflamasi dan penyempiatan jalan
2) SpO2 ≥90% napas, dan atau ronkhi basah akibat
3) PaO2 >80 mmHg adanya penumpukan cairan interstisial
4) PaCO2 35-45 mmHg atau alveolus paru.
5) Ph 7.35-7.45 ronkhi menurun 2) Monitor kecepatan aliran oksigen
R/ untuk memastikan ketepatan dosis
pemberian oksigen
3) Monitor integritas mukosa hidung akibat
permasangan oksigen
R/ untuk mengidentifikasi terjadinya
iritasi mukosa akibat aliran oksigen
4) Monitor efektifitas terapi oksigen
R/ karena SpO2 menurun, PaO2
menurun, PaCO2 meningkat dapat terjadi
akibat peningkatan sekresi paru dan
keletihan respirasi.
5) Monitor rontgen dada
R/ untuk melihat adanya peningkatan
densitas pada area paru yang
menunjukkan terjadinya pneumonia
6) Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
R/ seperti high flow nasal canula
(HFNC) atau noninfasive mechanical
ventilation (NIV) pada pasien ARDS
atau efusi paru luas.
7) Jelaskan tujuan dan prosedur pemberian
oksigen
R/ untuk meningkatkan keterlibatan dan
kekooperatifan pasien terhadap terapi
oksigen
8) Kolaborasi penentuan dosis oksigen
R/ untuk memperjelas pemberian terapi
oksigen sesuai kondisi dan kebutuhan
pasien.
3. Ansietas b/d krisis Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam Reduksi Ansietas
situasional, ancaman 24 jam, tingkat ansietas menurun, dengan 1. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal
terhadap kematian kriteria: dan nonverbal)
Perasaan bingung menurun, perasaan kuatir R/ Covid dapat berkembang manjadi
menurun, gelisah menurun, teganmg menurun kondisi mengancam jiwa yang
mengakibatkan kecemasan dan
berdampak pada frekuensi dan
kedalaman nafas sehingga dapat
mempengaruhi GDA
2. Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan, jika memungkinkan
R/ untuyk meningkatkan dukungan
keluarga dan memberikan
keamanan/kenyamanan
3. Dengarkan dengan penuh perhatian
R/ untuk mendorong keterbukaan dan
perasaan diperhatikan
4. Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
R/ untuk meningkatkan stabilitas
perasaan pasien
5. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
yang mungkin dialami
R/ informasi yang adekuat dapat
menurunkan kecemasan akibat
ketidaktahuan
6. Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
R/ untuk memberikan kejelasan
persepsi dan perasaan serta
meningkatrkan koping
7. Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
R/ untuk meningkatkan rasa
pengendalian (sense of control) dan
mekanisme koping
8. Latih teknik relaksasi
R/ untuk menurunkan stress dan
ketegangan
4. Gangguan ventilasi spontan b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam Dukungan Ventilasi
gangguan metabolisme, 24-48 jam diharapkan ventilasi spontan 1) Identifikasi adanya kelelahan otot
kelemahan/keletihan otot meningkat dengan kriteria: bantu napas
pernapasan 1) Volume tidal meningkat R/ karena kelelahan otot bantu napas
2) Dispnea menurun dapat menurunkan kemampuan batuk
3) PaO2 >80 mmHg efektif dan proteksi jalan napas
4) PaCO2 34-45 mmHg 2) Monitor status rtespirasi dan oksigenasi
5) Gelisah menurun R/ untuk menilai status oksigenasi
3) Monitor adanya aritmia
R/ karena aritmia dapat terjadi akibat
hipoksemia, pelepasan katekolamin
dan asidosis.
4) Pertahankan kepatenan jalan napas
R/ untukj menjamin ventilasi adekuat
5) Berikan posisi fowler atau fowler
R/ untuk meningkatkan ekskursi
diafragma dan ekspansi paru
6) Berikan posisi pronasi (tengkurap)
pada pasiern sadar dengan gangguan
paru difus bilateral
R/ untuk mengoptimalkan perfusi pada
anterior paru yang biasanya gangguan
nya lebih minimal dibandingkan
posterior.
7) Gunakan bag-valve mask, jika perlu
R/ untuk memperbaiki ventilasoi
dengan memberikan napas bantuan
pada pasien yang tidak mampu napas
spontan.
8) Kolaborasi tindakan intubasi dan
ventilasi mekanik, jika perlu
R/ untuk mempertahankan ventilasi
dan oksigenasi adekuat serta mencegah
kondisi mengancam jiwa.
5. Risiko syok b/d hipoksia, sepsis, Setelah dilakukan perawatan dalam 8 jam Pencegahan Syok
sindrom respon inflamasi tingkat syok menurun dengan kriteria: 1) Monitor status
sistemik Output urine >0,5 mL/kg/jam, akral hangat, pucat kardiopulmonal(frekuensi, kekuatan
menurun, TDS >90 mmHg, MAP ≥65 mmHg, nadi, frekuensi nafas. TD, MAP).
CVP 2-12 mmHg (+3 jika terpasang ventilasi R/ untuk menurunkan volume sistemik
tekanan positif) 2) Monitor status oksigenasi (oksimetri,
AGD)
R/ untuk mendeteksi perubahan
oksigenasi dan gangguan asam-basa
3) Monitor status cairan
R/ untuk mengetahui keadekuatan
volume cairansistemik dan kebutuhan
cairan
4) Monitor tingkat kesadaran
R/ untuk mendeteksi tanda awal
hipoksia serebral oksigenasi dan
gangguan asam-basa
5) Berikan oksigen
R/ untuk mempertahankan saturasi
oksigen >90%
6) Pasang jalur IV
R/ sebagai akses untuk mengoreksi atau
mencegah defisit cairan
7) Pasang kateter urine, jika perlu
R/ untuk menilai perfusi ginjal dan
produksi urine
8) Batasi resusitasi cairan terutama pada
pasien edema paru
R/ karena resusitasi agresif dapat
memperburuk oksigenasi
9) Kolaborasi pemberian kristaloid 30
mL/kg BB jika terjadi syok
R/ untuk mengoptimalkan perfusi
jaringan dan mengoreksi defisit cairan
10) Kolaborasi pemberian antibiotik dalam
1 jam
R/ jika sepsis dicurigai infeksi bakteri.

6. Gangguan sirkulasi spontan Setelah dilakukan perawatan dalam 30 menit 1) Amankan lingkungan (pasang APD
b/d penurunan fungsi ventrikel sirkulasi spontan meningkat dengan kriteria: lengkap dan batasi personil resusitasi)
Tingkat kesadaran meningkat, HR 60-100 2) Panggil bantuan jika pasien tidak
x/menit, TDS >90 mmHg, ETCO2 35-45 mmHg. sadar dan aktifkan code blue)
EKG normal. 3) Pastikan nadi tidak teraba dan napas
tidak ada
4) Lakukan resusitasi janytung paru, jika
perlu
5) Pasang monitor jantung
6) Minimalkan interupsi pada saat
kompresi dan defibrilasi
7) Pasang akses vena, jika perlu
8) Siapkan intubasi, jika perlu
9) Akhiri tindakan jika ada tanda-tanda
napas spontan (mis, nadi karotis
teraba, kesadaran pulih)
10) Kolaborasi pemberian defibrilasi, jika
perlu
11) Kolaborasi pemberian epinefrin, jika
perlu
12) Lakukan perawatan cardiac arrest,
jika perlu.
4. Evaluasi
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi hasil yang diharapkan
sebagai berikut.
1) Bersihan jalan nafas meningkat
2) Pertukaran gas meningkat
3) Tingkat ansietas menurun
4) Ventilasi spontan meningkat
5) Tingkat syok menurun
6) Sirkulasi spontan meningkat[ CITATION Tim18 \l 1057 ]
DAFTAR PUSTAKA

Baird, M. S. (2016). Manual Of Critical Care Nursing: Nursing Interventions And


Collaborative Management(7thed.). St. Louis, Missouri: Elsevier, Inc.

Liu F, X. A. (2020, march 12). Patients of COVID-19 may benefit from


sustainedlovinapir-combined regimen and the increase of eosinophil may
predict the outcome of COVID-19 progression. Int J Infect Dis; .

Organization, W. H. (2020). Clinical management of severe acute respiratory


infection when novel coronavirus (nCoV) infection is suspected. Geneva:
World Health Organization.

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia(1st ed.). Jakarta:


Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Kriteria Hasil Keperawatan(1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from http://www.inna-
ppni.or.id.

Anda mungkin juga menyukai