PENDAHULUAN
kolitis ulseratif dan penyakit Crohn yang terbanyak antara umur15-30 tahun.
1
perforasi, obstruksi, dan karsinoma usus, sehingga penulismerasa penting untuk
mengetahui etiopatogenesis dari penyakit ini sebagai dasaruntuk menegakkan diagnosis
dan pengobatan yang tepat, sehingga diharapkandapat mencegah timbulnya komplikasi
serta dapat memperbaiki prognosispenyakit, yang dapat menurunkan angka kematian,
serta penanganan kewatdaruratan yang tepat.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Memberikan gambaranmengenai penyakit Inflammatory Bowel Disease
khususnya etiopatogenesis danfaktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya
penyakit ini serta kegawatdaruatannya.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengetahuietiopatogenesis dan faktor-faktor risiko penyebab penyakitnya,
diharapkan dapatmenegakkan diagnosis dan terapi yang adekuat serta penangan
kegawadaruratan yang tepat sehingga dapat memperbaikiprognosis dan
menurunkan angka kematian
1.4 Manfaat
Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberi wawasan informasi
bagikalangan akademis, terutama rekan-rekan mahasiswa kedokteran sehingga
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
2.1.1 Enteritis Regional (Penyakit Crohn)
2.1.1.1 Definisi
Enteritis regional, Ileokolitis, atau penyakit Crohn merupakan
suatupenyakit peradangan glanulomaltosa kronis pada saluran cerna
yang seringterjadi berulang. Secara klasik penyakit ini mengenai ileum
terminalis,walaupun dapat juga mengenai setiap bagian saluran cerna.
Penyakit inibiasanya timbul pada orang dewasa muda dalam usia
dekade kedua atau ketigadan lebih sering lagi terjadi dalam usia
dekade ke enam. Laki-laki danperempuan terserang penyakit ini dalam
berbandingan yang kira-kira sama.Penyakit Crohn cenderung bersifat
familial dan paling sering terjadi pada kulitputih dan Yahudi.(Price,
Wilson. 2006)Enteritis regional adalah inflamasi kronis dan subakut
yang meluas keseluruh dinding usus dari mukosa usus; ini disebut juga
transmural.Pembentukan fistula, fisura, dan abses terjadi sesuai
luasnya inflamasi kedalamperitoneum. Lesi (ulkus) tidak pada kontak
terus menerus satu sama lain dandipisahkan oleh jaringan normal.
Granuloma terjadi pada setengah kasus. Padakasus lanjut mukosa
mempunyai penampilan “Coblestone”.Dengan berlanjutnyapenyakit,
dinding usus menebal, dan menjadi fibrotik, dan lumen
ususmenyempit.( (Smeltzer, Bare. 2002)
2.1.1.2 Etiologi
Etiologi entritis regional tidak diketahui. Walaupun tidak
ditemukanadanya autoantibodi, entritis regional diduga merupakan
suatu reaksihipersensitivitas atau mungkin disebabkan oleh agen
infektif yang belumdiketahui. Teori- teori ini dikemukakan karena
adanya lesi-lesi granulomaltosayang mirip lesi-lesi yang ditemukan
pada lesi jamur dan tuberkulosisparu.(Price, Wilson. 2006) Terdapat
beberapa persamaan yang menarik antaraentritis regional dan kolitis
ulserativa . Keduanya adalah penyakit radangwalaupun lesinya berbeda
. Kedua penyakit ini bermanifestasi diluar salurancerna yaitu uveitis,
atritis, dan lesi kulit yang identik. Merokok adalah faktorresiko yang
terjadi pada penyakit crhon, tetapi tidak pada kolitis
ulseratif(Rubin,Hanauer,2000).
4
2.1.1.3 Patofisiologi
Entritis regional mengenai ileum terminalis pada sekitar 75%
kasus, danmengenai kolon pada sekitar 35% kasus. Esofagus dan
lambung lebih jarangterserang penyakit ini. Dalam beberapa keadaan,
terjadi lesi “melompat”, yaitubagian usus yang sakit dipisahkan oleh
daerah-daerah usus yang normalsepanjang beberapa inci atau kaki.Lesi
ini diduga mulai terjadi dalam kelenjar limfe dekat usus halus,
yangakhirnya menyumbat aliran saluran limfe. Selubung submukosa
usus jelasmenebal akibat hiperplasia jaringanlimfoid dan limfedema.
Dengan berlanjutnyaproses patogenik segmen usus yang terserang
menebal sedemikian rupasehingga kaku seperti slang kebun. Lumen
usus menjadi sangat menyempit,sehingga hanya dilewati sedikit aliran
barium, menimbulkan “tanda senar (stringsign)” yang terlihat pada
pemeriksaan radiografi. Seluruh dinding usus biasanyaterserang.
Mukosa seringkali meradang dan timbul tukak disertai denganeksudat
putih berwarna abu-abu. Daerah yang bertukak ini memiliki
gambaranfisura dan granuloma batu koral. (Price, Wilson. 2006)
2.1.1.4 Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda enteritis regional sangat bergantung pada
stadiumpenyakit yang masih dini atau sudah lanjut, dan sesuai dengan
bagian salurancerna yang terserang. Gejala yang sering ditemukan
adalah diare intermintenringan (dua sampai lima kali per hari), nyeri
kolik pada abdomen bagian bawah,dan malaise yang makin bertambah
setelah periode bertahun-tahun. Penderitapenyakit ini yang lebih berat
dapat mengalami defekasi cair dalam frekuensisering disertai dengan
darah dan pus dalam feses. Beberapa penderitamengalami steatore ,
penurunan berat badan, anemia, dan manifestasimalabsorpsi lainnya.
Pasien juga sering mengalami demam ringan.Sebagian penyulit bersifat
khas untuk enteritis regional. Stenosis yangterjadi dapat menyebabkan
timbulnya gejala muntah dan tanda obstruksi ususlainnya. Ostruksi
ureter kanan dan hidronefrosisdapat terjadi akibat kompresieksternal
pada ureter oleh massa ileum. Lesi bertukak dapat mengalamiperforasi
memalui dinding usus dan menyababkan terjadinya peritonitis.
5
Perforasi yang lebih sering terjadi adalah perforasi tertutup dan
terbentuk fistulaantara lengkung usus, sedangkan yang lebih jarang
terjadi adalah perforasi yangmelibatkan kandung kemih dan vagina.
Tukak, abses, dan fistula sering terjadipada daerah perianal dan
perirektal. Fistula eksterna pada dinding anteriorabdomen juga dapat
terjadi. Demam tinggi biasanya berkaitan denganperadangan yang luas
atau komplikasi seperti fistula dan abses.Hingga 30% penderita
penyakit ileum biasanya menderita batu empedu.Timbulnya penyakit
ileum yang luas menyebabkan terjadinya malabsorpsigaram empedu
yang berkaitan dengan menurunnya lengkung garam empedu
danmeningkatnya pembentukan batu empedu. Pasien ini juga
cenderung mengalamipembentukan batu oksalat urine akibat
meningkatnya absorpsi oksalat dalamkolon. Diare yang menyebabkan
terjadinya dehidrasi adalah faktor resikotambahan untuk terjadinya
pembentukan batu ginjal.Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran
klinis, perubahan dalampemeriksaan radiografi, adanya keterlibatan
kolon atau rektum, perubahan hasilbiopsi yang memper lihatkan
adanya lesi granulomatosa. (Price, Wilson. 2006)
2.1.1.5 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan disgnostik pada enteritis regional :
a. Pemeriksaan barium usus
Alat diagnostik paling menentukan untuk enteritis regional
adalahpemeriksaan barium dari saluran gastrointestinal atas yang
menunjukkan "tanda garis " klasik pada sinar X dari ileum
terminalis , menunjukkankonstriksi segmen usus. Enema barium
juga dapat menunjukkan adanyaulserasi dan " cobblestone " serta
adanya fisura dan fistula.
b. Tindakan sigmoidoskopi atau kolonoskopi
Pemeriksaan proktosigmoidoskopi biasanya dilakukan di
awal, untukmenentukan apakah area rektosigmoid terinflamasi.
Sigmoidoskopi dapattidak jelas kecuali disertai dengan fistula
perianal. Kolonoskopi dapatditemukan ulserasi panjang terbagi
oleh mukosa normal yang hilangtimbul di kolon kanan.
c. Biopsy
6
d. Pemeriksaan radiology abdomen
Pemindaian CT dapat menunjukkan adanya penebalan
dinding usus , fistulasaluran , Lesi regional ; diskontinyu,
penyempitan kolon, edemamukosal , stenosis mukosal.
e. Pemeriksaan feses juga dilakukan dan mungkin positif untuk
darah samardan steatorea ( kelebihan lemak dalam feses ).
f. Hitung darah lengkap dilakukan untuk mengkaji hematokrit dan
kadarhemoglobin ( yang biasanya menurun ) serta hitung sel
darah putih ( yangmungkin meningkat ). Laju sedimentasi
biasanya meningkat. Kadar albumindan protein mungkin
menurun, menunjukkan malnutrisi. (Smeltzer,Suzanne.2002 )
2.1.1.6 Penatalaksanaan
Tindakan medis ditujukan untuk mengurangi inflamasi,
menekan responimun, dan mengistirahatkan usus yang sakit, sehingga
penyembuhan dapatterjadi.
No Penatalaksanaan Teraupetik
1 Kortikosteroid Efektif menangani inflamasi akut. Bila
dihentikan dapat menimbulkankekambuhan,
bila terus dilanjutkan dapatmemberikan efek
samping.
2 Sulfonamisa (Sulfasalazin Efektif menangani inflamasi ringan
[Azulfidine]) atausedang, dan Azulfudine untuk
membantumencegah kekambuhan
3 Antibiotik Digunakan untuk infeksi sekunder,terutama
untuk komplikasi purulen sepertiabses,
perforasi, dan peritonitis.
4 Nutrisi Parenteral Total Ketidakseimbangan cairan dan elektrolityang
dihubungkan dengan dehidrasiakibat diare,
diatasi denagn terapiintravena sesuai
kebutuhan
5 Kolektomi Parsial ataukomplet,
dengan ileostomiatau anastomosis
7
6 Rektum dapat disambungkembali pada
beberapapasien
a. Masukan diet dan cairan.
Cairan oral, diet rendah residu-tinggi protein tinggi kalori,
dan terapisuplemen vitamin dan pengganti besi diberikan untuk
memenuhi kebutuhannutrisi. Ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit yang dihubungkan dengandehidrasi akibat diare, diatasi
denagn terapi intravena sesuai kebutuhan.Adanya makanan yang
mengeksaserbasi diare harus dihindari. Susu dapatmenimbulkan
diare pada individu yang intoleran terhadap laktose. Selain
itu,makanan dingin dan merokok, juga dihindari, karena keduanya
dapatmeningkatkan motilitas usus. Nutrisi parenteral total dapat
diberikan.
b. Terapi obat-obatan.
Obat-obatan sedative dan antidiare/ antiperistaltik
digunakan untukmengurangi peristaltik sampai minimum untuk
mengistirahatkan usus yangterinflamasi. Terapi ini dilanjutkan
sampai frekuensi defekasi dankonsistensi feses pasien mendekati
normal. Sulfonamida seperti Sulfasalazin(Azulfinide ) atau
sulfisoxazol ( gastrisin ) biasanya efektif untuk
menanganiinflamasi ringan atau sedang. Antibiotik digunakan
infeksi sekunder,terutama untuk komplikasi purulen seperti abses,
perforasi, dan peritonitis.Azulfidin membantu dalam mencegah
kekambuhan.
c. Hormon adrenokortikotropik parenteral ( ACTH ) dan
kortikosteroidEfektif dalam pengobatan penyakit usus inflamasi
akut. Bila kortikosteroiddikurangi atau dihentikan, gejala penyakit
dapat berulang. Bilakortikosteroid dilanjutkan, gejala sisa
merugikan seperti hipertensi, retensicairan, katarak, hirsutisme (
pertumbuhan rambut abnormal ) dan supresiadrenal dapat terjadi.
d. Aminosalisilat topikal dan oral terbaru ( mis., mesalamin [Asacol
], olsalazin[Dipentum]telah terbukti sangat efektif dalam
pengobatan. Preparatimunosupresif juga digunakan; preparat ini
membantu untuk mencegahkekambuhan dan memungkinkan
8
pasien untuk menerima kortikosteroiddosis rendah untuk periode
waktu lebih pendek.
e. Psikoterapi ditujukan untuk menentukan faktor yang menyebabkan
strespada pasien, kemampuan menghadapi faktor-faktor ini, dan
upaya untukmengatasi konflik sehingga mereka tidak berkabung
karena kondisimereka
f. Pembedahan umumnya dihindari karena rekruensi dan penyebaran
lesi
g. biasanya timbul setelah reseksi.Namun adakalanya
pembedahanperludilakukan selama perjalanan penyakit, untuk
mengatasi komplikasi.(Smeltzer, Suzanne.2002 )
2.1.1.7 Komplikasi
Komplikasi enteritis regional mencakup obstruksi usus
ataupembentukan striktur, penyakit perianal, ketidakseimbangan cairan
danelektrolit, dan pembentukan fistula serta abses.Fistula adalah
hubunganabnormal antara dua struktur tubuh, baik internal ( antara dua
struktur ) ataueksternal ( antara struktur internal dan permukaan luas dari
tubuh ). Jenis Fistulausus halus yang paling umum yang diakibatkan oleh
enteritis regional adalahfistula enterokutan ( antara usus halus dan kulit).
Abses dapat berasal dari jalurfistula internl yang kemudian masuk ke
dalam area yang mengakibatkanakumulasi cairan dan infeksi. ( Smeltzer,
Suzanne. 2002 )
2.1.1.8 Prognosis
Bila entritis regional timbul secara akut, maka sekitar 90%
penderitadapat mencapai remisi spontan. Akan tetapi entritis regional
memiliki awitanyang lambat pada sebagian besar pasien. Sekitar 75%
pasien akan mengalamirelaps. Angka mortalitas yang secara langsung
disebabkan oleh penyakit inirendah. (Price, Sylvia. 2006 ).
9
2.1.1.9 WOC Enteritis Regional
Kekuatan
jaringan
pascabedah
10
Respons Port de Ketidakseimbangan Diare
psikologis entree nutrisi kurang dari
Perdarahan
Misinterpreta pascabedah kebutuhan
si perawatan Ketidakseimbangan
dan cairan dan
penatalaksana elektrolit
Risiko Kekurangan
an
infeksi volume
pengobatan
cairan
11
2.1.1.10 Algorima Enteritis Regional
2.1.2.1 Definisi
Kolitis ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi
berulang darilapisan mukosa kolon dan rektum.( Smeltzer,
Bare,2002)Kolitis ulseratif adalahkondisi inflamasi dan ulseratif pada
rectum serta kolon. Biasanya penyakit inidialami oleh orang dewasa muda
dan dewasa menengah serta menyebabkandiare bercampur darah dan
mukus, nyeri, tenesmus, anemia, penurunan beratbadan, dan komplikasi
seius yang melibatkan dilatasi toksik (megakolon),perforasi, dehidrasi,
gangguan elektrolit, perubahan keganasan, serta kerusakanhati.
Penatalaksanaan kondisi ini meliputi tindakan pendukung umum,
sepertinutrisi parenteral dan obat, seperti kortikosteroid (rektal
12
dansistemik),sulfasalazin,serta imunosupresan sikloporin
danazatioprin.Pembedahan diindikasikan jika tindakan medis gagal atau
sebagaipengobatan darurat untuk dilatasi toksik, hemoragi, dan perforasi
usus.Kolitis Ulseratif merupakan penyakit radang kolon nonspesifik
yangumumnya berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi
yang bergantiganti.Lesi utamanya adalah reaksi peradangan daerah
subepitel yang timbulpada basis kripe Lieberkuhn, yang akhirnya
menimbulkan ulserasimukosa.(Price, Wilson, 2006)
2.1.2.2 Etiologi
Etiologi kolitis ulseratif,seperti juga Penyakit Crohn, tidak
diketahui.Faktor genetic tampaknya berperan dalam etiologi, karena
terdapat hubunganfamilial yang jelas antara kolitis ulseratif, Penyakit
Crohn, dan spondilitisankilosa.Telah dijelaskan beberapa teori mengenai
penyebab kolitis ulseratif,namun tidak ada yang terbukti. Teori yang
paling terkenal adalah teori reaksisystem imun tubuh terhadap virus atau
bakteri yang menyebabkan terusberlangsungnya peradangan dalam
dinding usus. Penderita kolitis ulseratifmemang memiliki kelainan sistem
imun, tetapi tidak diketahui hal inimerupakan penyebab atau akibat efek
ini; kolitis ulseratif tidak disebabkan olehdistress emosional atau
sensitifitas terhadap makanan, tetapi faktor-faktor inidapat memicu pada
beberapa orang (NIDDK, 1998).Sementara, penyebab kolitis ulseratif
tidak diketahui gambaran tertentupenyakit ini telah menunjukkan
beberapa kemungkinan penting. Hal ini berupafaktor familial atau genetik,
infeksi, imunologik, dan psikologik.
a. Faktor familial/genetik
Penyakit ini lebih sering ditemui pada orang kulit putih
daripada orang kulithitam dan orang Cina, dan insidensinya
meningkat (3 sampai 6 kali lipat)pada orang Yahudi dibandingkan
non Yahudi. Hal ini menunjukkan adanyapredisposisi genetik
terhadap perkembangan penyakit ini.
b. Faktor infeksi
Sifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu
pencarian terusmenerus untuk kemungkinan penyebab infeksi.
13
Disampping banyak usahauntuk menemukan agen bakteri, virus, dan
jamur, belum ada yangsedemikian jauh diisolasi.
c. Teori imunologik
Teori bahwa mekanisme imun dapat terlibat didasarkan pada
konsepbahwa maifestasi ekstraintestinal yang dapat menyertai kelainan
ini(misalnya arthritis, perikolangitis) dapat mewakili fenomena
autoimun danbahwa zat teraupetik tersebut, seperti glukokortikoid atau
azatioprin, dapatmenunjukkan efek mereka melalui mekanisme
imunosupresif.Pada 60-70% pasien dengan kolitis ulseratif, ditemukan
adanya p-ANCA (perinuclear anti-neuttophilic cytoplasmic
antibodies). Walaupun p-ANCA tidak terlibat dalam patogenesis
penyakit kolitis ulseratif, namun iadikaitkan dengan alel HLA-DR2, di
mana pasien dengan p-ANCA negativelebih cenderung menjadi HLA-
DR4 positif.
d. Faktor Psikologik
Gambaran psikologik pasien penyakit radang usus juga telah
ditekankan.Tidak lazim bahwa penyakti ini pada mula terjadinya, atau
berkembang,sehubungan dengan adanya stress psikologis mayor
misalnya kehilanganseorang anggota keluarganya. Telah ditekankan
bahwa pasien penyakitradang usus memiliki kepribadian yang khas
yang membuat mereka menjadirentan terhadap stress emosi yang
sebaliknya dapat merangsang ataumengeksaserbasi gejalanya.
e. Faktor Lingkungan
Ada hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan
penyakitkolitis ulseratif berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit
kolitis ulseratifmenurun secara signifikan pada pasien yang menjalani
operasi apendiktomipada dekase ke-3.Beberapa penelitian sekarang
menunjukkan penurunan resikopenyakit kolitis ulseratif di antara
perokok dibandingkan dengan bukanperokok. Analisis meta
menunjukkan resiko penyakit kolitis ulseratif padaperokok sebanyak
40% dibandingkan yang bukan perokok.
2.1.2.3 Patofisiologi
Kolitis ulseratif mempengaruhi mukosa superfisial kolon
dandikarakteristikan dengan adanya ulserasi multiple, inflamasi menyebar,
14
dandeskuamasi atau pengelupasan epithelium kolonik. Perdarahan terjadi
sebagaiakibat dari ulserasi. Lesi berlanjut, yang terjadi satu secara
bergiliran, satu lesidiikuti oleh lesi yang lainnya. Proses penyakit mulai
pada rektum dan akhirnyadapat mengenai seluruh kolon. Akhirnya usus
menyempit, memendek, danmenebal akibat hipertrofi muskuler dan deposit
lemak.
2.1.2.4 Manifestasi Klinis Kolitis Ulseratif
Perjalanan klinis biasanya salah satu dari eksaserbasi atau remisi.
Gejalautama dari colitis ulseratif adalah diare, nyeri abdomen, tenesmus
intermiten,dan perdarahan rectal. Perdarahan dapat ringan atau berat. Selain
itu, terjadi jugaanoreksia, kram serta adanya dorongan untuk defekasi.
Pasien melaporkanmengeluarkan feses cair 10 sampai 20 kali sehari.
Hipokalsemia dan anemiasering terjadi. Nyeri lepas dapat terjadi pada
kuadran kanan bawah.Gejala lainmencakup lesi kulit (eritoma nodosum),
lesi mata (uveitis), abnormalitas sendi(artritis), dan penyakit hati.Tanda
utama adalah perdarahan dari rektum dan diare bercampur darah,nanah, dan
lender. Biasanya disertai tenesmi dan kadang inkontinensia alvus.Biasanya
penderita mengalami demam, mual, muntah, dan penurunan beratbadan.
Komplikasi sistemik antara lain berupa piodermi dan artropati. Padacolitis
ulserosa terdapat juga berbagai manifestasi di luar kolon.Pada pemeriksaan
perut kadang didapat nyeri tekan dan pada colokdubur mungkin terasa nyeri
karena fisura. Pada rekto (sigmoido) skopi tampakgambaran radang. Pada
pemeriksaan laboratorium didapat anemia, leukositosis,dan peninggian laju
endap darah. Pada pemeriksaan pencitraan kolon dilihatkelainan mukosa
dan hilangnya haustra. Tidak ada pemeriksaan atau tes khas.Kolonoskopi
harus dibuat dengan hati-hati karena dinding kolon sangat tipis.
15
dapatmembedakan kondisi ini dari penyakit kolon yang lain dengan gejala
yangserupa. Enema barium akan menunjukkan iregularitas mucosal,
pemendekankolon, dan dilatasi lengkung usus. Endoskopi dapat
menunjukkan mukosa yangrapuh, mukosa terinflamasi dengan eksudat dan
ulserasi.Pada colitis ulseratif akut, katartik dikontraindikasikan bila
pasiendisiapkan untuk menjalani enema barium atau endoskopi karena
bahan ini dapatmengeksarbasi kondisi, yang dapat menimbulkan
megakolon (dilatasi luar darikolon), perforasi, dan kematian. Bila pasien
diperlukan tes diagnostic ini,berikan diet cair selama beberapa hari sebelum
sinar-x dan lakukan enemadengan air hangat pada hari pemeriksaan.
Kolonoskopi dikontraindikasikan padapenyakit berat akibat resiko
perforasi.
2.1.2.6 Penatalaksanaan Kolitis Ulseratif
No Penatalaksanaan Teraupetik
1 Kortikosteroid Efektif menangani inflamasi akut.
Biladihentikan dapat
menimbulkankekambuhan, bila terus
dilanjutkan dapatmemberikan efek
samping.
2 Sulfonamisa (Sulfasalazin Efektif menangani inflamasi ringan
[Azulfidine]) atausedang, dan Azulfudine untuk
membantumencegah kekambuhan
3 Preparat bulk Preparat imunosupresif juga digunakan;
preparat ini membantu untuk mencegah
kekambuhan dan memungkinkan pasien
untuk menerima kortikosteroid
dosisrendah untuk periode waktu
lebihpendek.
4 Preparat bulk
5 Rektum dapat disambung
kembali hanya
padabeberapa pasien
yang“sembuh” dengan
kolektomi
16
a. Masukan diet dan cairan.
Cairan oral, diet rendah residu-tinggi protein tinggi kalori, dan
terapisuplemen vitamin dan pengganti besi diberikan untuk memenuhi
kebutuhannutrisi. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang dihubungkan
dengandehidrasi akibat diare, diatasi denagn terapi intravena sesuai
kebutuhan.Adanya makanan yang mengeksaserbasi diare harus dihindari. Susu
dapatmenimbulkan diare pada individu yang intoleran terhadap laktose. Selain
itu,makanan dingin dan merokok, juga dihindari, karena keduanya
dapatmeningkatkan motilitas usus. Nutrisi parenteral total dapat diberikan.
b. Terapi obat-obatan.
Obat-obatan sedative dan antidiare/ antiperistaltik digunakan
untukmengurangi peristaltik sampai minimum untuk mengistirahatkan usus
yangterinflamasi. Terapi ini dilanjutkan sampai frekuensi defekasi
dankonsistensi feses pasien mendekati normal. Sulfonamida seperti
Sulfasalazin(Azulfinide ) atau sulfisoxazol ( gastrisin ) biasanya efektif untuk
menanganiinflamasi ringan atau sedang. Antibiotik digunakan infeksi
sekunder,terutama untuk komplikasi purulen seperti abses, perforasi, dan
peritonitis.Azulfidin membantu dalam mencegah kekambuhan.
c. Hormon adrenokortikotropik parenteral ( ACTH ) dan kortikosteroid
Efektif dalam pengobatan penyakit usus inflamasi akut. Bilakortikosteroid
dikurangi atau dihentikan, gejala penyakit dapat berulang.Bila kortikosteroid
dilanjutkan, gejala sisa merugikan seperti hipertensi,retensi cairan, katarak,
hirsutisme ( pertumbuhan rambut abnormal ) dansupresi adrenal dapat terjadi.
d. Aminosalisilat topikal dan oral terbaru ( mis., mesalamin [Asacol ],
olsalazin[Dipentum]telah terbukti sangat efektif dalam pengobatan.
Preparatimunosupresif juga digunakan; preparat ini membantu untuk
mencegahkekambuhan dan memungkinkan pasien untuk menerima
kortikosteroiddosis rendah untuk periode waktu lebih pendek.
e. Psikoterapi ditujukan untuk menentukan faktor yang menyebabkan strespada
pasien, kemampuan menghadapi faktor-faktor ini, dan upaya untukmengatasi
konflik sehingga mereka tidak berkabung karena kondisimereka
17
f. Pembedahan umumnya dihindari karena rekruensi dan penyebaran
lesibiasanya timbul setelah reseksi.Namun adakalanya pembedahan
perludilakukan selama perjalanan penyakit, untuk mengatasi komplikasi.
2.1.2.7 Komplikasi Kolitis Ulseratif
Mencakup perforasi dan pendarahan sebagai akibat dari
ulserasi,pembesaran vaskuler, dan jaringan granulasi vaskuler sangat luas. Untuk
pasienpasienbedah, menghilangkan efek penyakit dan menghindari komplikasi
yangserius perlu dilakukan. Biasanya dilakukan ileostomi.Penyulit dapat
ditemukan pada anus dan kolon. Di anus terdapat fisura,abses perianal, dan fistel
perianal. Perforasi kolon dapat terjadi terutama disigmoid dan kolon desendens.
Komplikasi lain berupa dilatasi kolon toksikbiasanya menyebabkan perforasi
fatal.Dilatasi kolon akut atau megakolon toksik disebabkan oleh
progresivitaspenyakit di dinding, dapat dicetuskan oleh pemberian sediaanopiat
ataupemeriksaan rontgen barium. Penderita tampak sakit berat, dengan
takikardiaatau syok toksik. Diagnosis dapat dibuat dengan foto polos
perut.Gambaran klinis megakolon juga dapat ditemukan pada morbus
chorn,demam tifoid, dan amubiasis. Perdarahan beratbiasanya mengancam jiwa,
tetapijarang terjadi.Striktur kolon dapat ditemukan pada penyakit kronik yang
menimbulkannekrosis, polip, atau karsinoma. Karsinoma merupakan penyulit
lambat yangditemukan pada 25% penderita setelah 20 tahun dan pada 30-40%
setelah 30tahun. karsinoma sering timbul multisentrik, juga di kolon bagian
kanan. Olehkarena itu, bila ditemukan dysplasia epitel mukosa pada pemeriksaan
biopsy,harus dipertimbangkan untuk melakukan koloktomi total.
18
2.1.2.9 WOC Kolitis Ulseratif
Kolitis ulseratif
Permeabilitas
Pembentukan abses Mengeluarkan usus
toksin meningkat
Abses pecah
Perdarahan
Perubahan nutrisi
Ansietas kurang dari Mual muntah tidak nafsu
kebutuhan makan penurunan berat
badan
19
2.1.2.10 Algoritma Kolitis Ulseratif
20
tambahan apakah ada atau tidak. Dan feel yang dilakukan adalah perawat merasakan
hembusan napas dari pasien.
b. Breathing
Pada breathing yang perlu dikaji oleh perawat adalah adanya perubahan
frekuensi napas pasien, adanya penggunaan otot-otot bantu pernapasan. Pada kejadian
IBD biasanya terjadi penurunan Hb karena terjadi penurunan kadar Hb dalam darah,
sehingga transportasi oksigen ke sel terganggu akibat berkurangnya pengangkut oksigen
(Hb) dan berdampak pada peningkatan frekuensi napas dan penggunaan otot-otot bantu
pernapasan.
c. Circulation
Untuk mengevaluasi keparahan kehilangan cairan dan untuk mencegah atau
memperbaiki penyimpangan klinis resiko hipovolemi, perawat harus lebih sering
mengkaji pasien. Pada fase pertama jika kehilangan cairan ringan pasien hanya mungkin
menunjukkan tanda-tanda lemah, ansietas, dan keringat. Dengan kehilangan cairan
berlebih suhu tubuh meningkat sampai 38-390C sebagai respon terhadap hilangnya
cairan berlebih dalam tubuh. Jika tingkat kehilangan cairan berat, respon sistem syaraf
simpatis menyebabkan pelepasan katekolamin, epinefrin, dan norepinefrin. Keadaan ini
awalnya menyebabkan peningkatan frekuensi jantung dan vasokontriksi vaskuler perifer
dalam upaya untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat, biasanya CRT > 2
detik. Dengan tingkat kehilangan cairan berat timbul tanda-tanda dan gejala terjadinya
syok.
d. Disability
Pada disability yang perlu dikaji perawat adalah tingkat kesadaran. Untuk
mengkaji tingkat kesadaran digunakan GCS. Selain itu reaksi pupil dan juga refleks
cahaya harus diperiksa.
e. Exposure
Pada exposure, yang dilakukan perawat adalah membuka seluruh pakaian pasien
dan melakukan pengkajian dari ujung rambut sampai ujung kaki. Perawat mengkaji
adanya etiologi lain yang mungkin menyebabkan terjadinya IBD.
B. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat penyakit
Yang perlu dikaji pada riwayat penyakit yaitu apakah pasien sebelumnya pernah
menderita kolitis ulseratif, penyakit crohn, dan penyakit gastritis lainnya.
b. Status nutrisi
Yang perlu dikaji pada status nutrisi adalah menggunakan prinsip A,B,C,D
yaitu:
Anthopometri
21
Yang biasanya dikaji dari antophometri yaitu: BB dan TB pasien sebelum sakit
Biochemical
Pada biochemical, pengkajian dengan mempertimbangkan nilai laboratorium,
diantaranya: nilai Hb, alnbumin, globulin, protein total, Ht, dan juga darah lengkap
Clinical
Pada pengkajian clinical, perawat harus mempertimbangkan tanda-tanda klinis
pada pasien, misalnya tanda anemis, lemah, rasa mual dan muntah, turgor, kelembapan
mukosa
Diit
Pada diit perawat bisa berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
kebutuhan kalori pada pasien. Selain itu, komposisi nutrisi pada pasien juga harus
diperhatikan. Pada pasien dengan penyakit crohn disease nutrisi parental dapat
meredakan symptom selama “acute attack” dan kambuh ketika kembali ke nutrisi oral.
Prinsip pemberian nutrisi pada inflammatory bowel disease tidak membebani
bagian/segmen saluran cerna yang sedang sakit berat. Pada pasien yang mengalami
diare berat 10-20x/hari, maka pemberian elektrolit dan cairan harus dilakukan untuk
menggantikan cairan yang hilang dan elektrolit yang hilang.
c. Status eliminasi
Yang harus dikaji pada status eliminasi dengan IBD antara lain warna feses pada
saat diare, konsistensi, serta bau dari feses. Selain itu perlu juga dikaji adanya nyeri saat
BAB. Bising usus juga harus dimonitor untuk menentukan status peristaltik.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Diare b.d inflamasi gastrointestinal (D.0020)
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077)
3. Risiko hipovolemia b.d kehilangan cairan secara aktif (D.0034)
22
sulit
Mengejan saat defekasi 1 2 3 4 5
Distensi abdomen 1 2 3 4 5
Teraba massa pada rektal 1 2 3 4 5
urgency
Nyeri abdomen 1 2 3 4 5
Kram abdomen 1 2 3 4 5
Ekspektasi: menurun
Kriteria hasil
23
Proses berpikir 1 2 3 4 5
Fokus 1 2 3 4 5
Fungsi berkemih 1 2 3 4 5
Perilaku 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5
Ekspektasi: membaik
Kriteria hasil
24
Status mental 1 2 3 4 5
Suhu tubuh 1 2 3 4 5
Tindakan
a. Observasi
- monitor tanda dan gejala hipovolemia (miss. Takikardia, nadi teraba lemah, tekanan darah
turun, turgor kulit turun, mukosa mulut kering, CRT melambat, BB menurun)
b. Terapeutik
- berikan asupan cairan oral (miss. Larutan garam gula, oralit, pedialyte, renalyte)
- berikan cairan intravena (miss. Ringer asetat, ringer laktat), jika perlu
c. Edukasi
d. Kolaborasi
25
2. Nyeri akut b.d agen pencedera biologis (I.08238)
Tindakan
a. Observasi
b. Terapeutik
- berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (miss. TENS, hipnosis,
akupresure, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
- kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (miss. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
c. Edukasi
26
d. Kolaborasi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah suatu penyakit radang
menahunyang mengenai saluran pencernaan terutama usus halus dan kolon. Kelainan
initerdiri dari 2 penyakit yang dikenal dengan kolitis ulseratif / ulcerative colitis(UC)
dan penyakit Crohn / Crohn disease (CD).
nya kolitis ulseratif dan penyakit Crohn yang terbanyak antara umur15-30 tahun.
27
berbeda,sehingga pemeriksaan dengan mengunakan sigmoidoskopi, endoskopi,
danpemeriksaan radiologi usus berperan penting dalam menegakkan diagnosispenyakit
ini. Agen 5-ASA merupakan terapi yang paling banyak digunakan untukmengatasi IBD,
di samping terapi konvensional seperti diet dan nutrisi yang tepat.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memberikan kritik dan
saran mengenai isi dalam makalah ini, kami mohon maaf apabila ada kesalahan dalam
menulis makalah askep gadar endokrin ini. Semoga kritikan dan saran dari para
pembaca dapat memotivasi penulis untuk terus belajar dalam menyusun sebuah
makalah yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
Ari FS, Murdani A, Manan C, et al. Characteristics of Ulcerative Colitis 23. and Crohn’s
Disease in Cipto Mangunkusumo Hospital Period July 2001 – June 2006. In: Marcellus S,
th
Murdani A, Ari FS. (Eds.). Proceeding The 4 International Endoscopy Workshop and
International Symposium On Digestive Disease. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI Jakarta, April 2008:115-6 (Poster Session).
Sudomo U, Lelosutan HSAR, Manan C, et al. The Profile of Lower Gastro24. intestinal
Bleeding Patients Who Underwent Colonoscopy In Central Army Hospital Gatot
Soebroto. Poster Session on 2th Scientific Meeting CISHMS China 2008, Chongqing
International Convention Center – Chongqing China, 7-8 Mei 2008.
Bernstein CN, Fried M, Krabshuis JH, et al. World Gastroenterology 25. Organization
Practice Guidelines for the Diagnosis and Management of IBD in 2010. Inflamm Bowel
Dis. Volume 16. Number 1, January 2010.
28