Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

DENGAN PANKREATITIS
DI RUANG HCU PANDAN II RSU DRSOETOMO
SURABAYA

OLEH :

SAFRINA AMALIA
P27820716029

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEPERAWATAN SURABAYA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN PANKREATITIS

1.1 Definisi
Pankreatitis akut adalah kondisi inflamasi yang menimbulkan nyeri
dimana enzim pankreas diaktivasi secara prematur dan mengakibatkan
autodigestif pankreas. Pankreatitis mungkin bersifat akut atau kronis, dengan
gejala ringan sampai berat. Pankreatitis merupakan penyakit yang serius pada
pankreas dengan intensitas yang dapat berkisar mulai dari kelainan yang relatif
ringan dan sembuh sendiri hingga penyakit yang berjalan dengan cepat dan fatal
yang tidak bereaksi terhadap berbagai pengobatan.1
Secara klinis pankreatitis akut ditandai oleh nyeri perut yang akut disertai
dengan kenaikan enzim dalam darah dan urin. Berdasarkan definisi, pada
pankreatitis akut bersifat reversibel jika stimulus pemicunya dihilangkan;
pankreatitis kronik diartikan sebagai desktruksi parenkim eksokrin pankreas yang
bersifat ireversibel.2
1.2 Etiologi
Patogenesis pankreatitis tidak seluruhnya dimengerti, namun hal yang
mungkin penting adalah terhalangnya aliran getah pankreas dan/atau refluks
cairan empedu ke dalam duktus pankreatikus. Beratnya kerusakan pada pankreas
bervariasi mulai dari peradangan ringan dengan edema hingga nekrosis. Pada
pankreatitis kronik, peradangan yang terus berlangsung menyebabkan fibrosis
yang mula-mula terjadi di sekitar duktus asinus namun kemudian di dalam sel-sel
asinar.5 Faktor-faktor etiologi dijabarkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Etiologi pankreatitis akut3
Metabolik Mekanis Vaskuler Infeksi
Alkoholisme Trauma Syok Parotitis
Hiperlipoproteinemia Batu empedu Atheroembolisme Coxsackievirus
Hiperkalsemia Jejas iatrogenik Poliarteritis Mycoplasma pneumoiniae
nodosa
Obat-obatan Pasca ERCP
Genetik

1.3 Klasifikasi
Berdasarkan pada beratnya proses peradangan dan luasnya nekrosis
parenkim, pankreatitis akut dapat dibedakan menjadi1:
1.3.1 Pankreatitis akut tipe intertisial
Secara makroskopik, pankreas membengkak secara difus dan tampak pucat. Tidak
didapatkan nekrosis atau perdarahan, atau bila ada, minimal sekali. Secara
mikroskopik, daerah intersitial melebar karena adanya edema ekstraselular,
disertai sebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear (PMN). Saluran pankreas dapat
terisi dengan bahan-bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinar.
1.3.2 Pankreatitis akut tipe nekrosis hemoragik
Secara makroskopik tampak nekrosis jaringan pankreas disertai dengan
perdarahan dan inflamasi. Tanda utama adalah adanya nekrosis lemak pada
jaringan-jaringan di tepi pankreas, nekrosis parenkim dan pembuluh-pembuluh
darah sehingga mengakibatkan perdarahan dan dapat mengisi ruangan
retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut, dapat timbul abses atau daerah-daerah
nekrosis yang berdinding, yang subur untuk timbulnya bakteri sehingga dapat
menimbulkan abses yang purulen. Gambaran mikroskopis adalah adanya nekrosis
lemak dan jaringan pankreas, kantong-kantong infiltrat yang meradang dan
berdarah ditemukan tersebar pada jaringan yang rusak dan mati.
1.4 Patogenesis Pankreatitis Akut
Pankreatitis akut dimulai sebagai suatu proses autodigesti di dalam
kelenjar akibat aktivasi prematur zimogen (prekursor dari enzim digestif) dalam
sel-sel asinar pankreas1. Enzim ini dikeluarkan melalui duktus pankreas.
Gangguan sel asinar pankreas dapat terjadi karena beberapa sebab1,2:
1.4.1 Obstruksi duktus pankreatikus.
Penyebab tersering obstruksi adalah batu empedu kecil (microlithiasis)
yang terjebak dalam duktus. Sebab lain adalah karena plug protein (stone
protein) dan spasme sfingter Oddi pada kasus pankreatitis akibat konsumsi
alkohol.
1.4.2 Stimulasi hormon Cholecystokinin (CCK) sehingga akan mengaktivasi
enzim pankreas. Hormon CCK terstimulasi akibat diet tinggi protein dan
lemak (hipertrigliseridemia) dapat juga karena alkohol.
1.4.3 Iskemia sesaat dapat meningkatkan degradasi enzim pankreas. Keadaan ini
dapat terjadi pada prosedur operatif atau karena aterosklerosis pada arteri
di pankreas.
Gangguan di sel asinar pankreas akan diikuti dengan pelepasan enzim
pankreas, yang selanjutnya akan merangsang sel-sel peradangan (makrofag,
neutrofil, sel-sel endotel) untuk mengeluarkan mediator inflamasi (bradikinin,
platelet activating factor (PAF) dan sitokin proinflamasi (TNF- , IL-1 beta, IL-6,
IL-8 dan intercellular adhesive molecules (ICAM 1) serta vascular adhesive
molecules (VCAM) sehingga menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat,
teraktivasinya sistem komplemen, dan ketidakseimbangan sistem
trombofibrinolitik (perdarahan). Neutrofil mempermudah pelepasan superoksida
dan enzim proteolitik (Cathepsins B, D, dan G; kolagenase; serta elastase).
Kondisi tersebut akhirnya memicu terjadinya gangguan mikrosirkulasi, stasis
mikrosirkulasi, iskemia dan nekrosis sel-sel pankreas. Kejadian di atas tidak saja
terjadi lokal di pankreas tetapi dapat pula terjadi di jaringan/organ vital lainnya
sehingga dapat menyebabkan komplikasi lokal maupun sistemik.5
Gambar 1.1 Patogenesis Pankreatitis Akut5

Secara ringkas progresi pankreatitis akut dapat dibagi menjadi 3 fase


berurutan, yaitu: 1. inflamasi lokal pankreas, 2. peradangan sistemik atau systemic
inflammatory response syndrome (SIRS), 3. disfungsi multi organ atau
multiorgan dysfunctions (MODS). Berat ringannya pankreatitis akut tergantung
dari respons inflamasi sistemik yang diperantarai oleh keseimbangan sitokin
proinflamasi dan antiinflamasi, dan ada tidaknya infeksi baik lokal maupun
sistemik. Pada keadaan dimana sitokin proinflamasi lebih dominan daripada
sitokin antiinflamasi (IL-10, IL-1 receptor antagonist (IL- 1ra)) dan soluble TNF
receptor (sTNFR) keadaan yang terjadi adalah pankreatitis akut berat.1
1.5 Diagnosis
Diagnosis pankreatitis akut dapat dilakukan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.1
1.5.1 Anamnesis
Berdasarkan anamnesis biasanya pasien datang ke tempat pelayanan
kesehatan dengan keluhan berupa nyeri perut tiba-tiba pada kuadran kiri atas,
regio periumbilikal, dan atau epigastrium.6,7 Nyeri dirasakan sangat sakit
kemudian dirasakan semakin konstan. Nyeri menjalar melalui perut ke dada atau
punggung tengah. Nyeri memberat setelah makan atau minum seperti makanan
berlemak. Membaik saat posisi duduk6. Keluhan lainnya seperti mual dan muntah
memberat saat posisi terlentang. Sering juga merasa perut penuh, distensi, feses
berwarna pucat, penurunan pengeluaran urin, dan mengalami cegukan. Selain itu
bisa juga mengalami sinkop atau demam.7
1.5.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan akut pankreatitis dapat normal atau
demam, hipotensi, takikardi, takipnea, atau diaphoresis. Pemeriksaan perut secara
tipikal mengalami nyeri tekan pada saat palpasi, kemungkinan adanya tanda iritasi
peritoneal, distensi, atau keras. Suara usus menurun, ikterik bisa juga terjadi. Pada
keadaan yang berat dapat terjadi gangguan kesadaran. Dua tanda fisik ditemukan
berhubungan dengan pankreatitis yaitu Cullen sign (ekimosis dan edema pada
jaringan subkutan sekitar umbilikal) dan Grey Turner sign (ekimosis di badan) .7
Tanda ini menunjukkan adanya pankreatitis akut berat dengan tingkat mortalitas
yang tinggi.8
1.5.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat membantu diagnosis, hal ini dapat
mengklasifikasikan beratnya penyakit dan memprediksi prognosisnya.4
a. Pemeriksaan Laboratorium
- Kadar Lipase dan Amilase
Pemeriksaan tingkat lipase lebih sensitif dan spesifik daripada pemeriksaan
tingkat amilase oleh karena amilase juga diproduksi oleh kelenjar saliva dan
kadarnya dapat normal pada kondisi pankreatitis alkoholik recurrent. Pada hari
0-1 serum lipase memiliki sensitivitas 100% dibandingkan dengan serum amilase
dengan sensistivitas 95%. Pada hari 2-3 sensitivitasnya mencapai 85% dan
spesifitas lipase 82% dibandingkan serum amilase yang hanya 68%.6 Kadar
amilase dan lipase lebih tinggi tiga kali lipat dari kadar normal menunjukkan
adanya pankreatitis.4,7 Serum amilase akan kembali normal dalam 3-5 hari. Rasio
lipase dan amilase lebih besar dari 4 menunjukkan bahwa penyebabnya adalah
alkoholik.7
- Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)
Kadar serum CRP lebih dari 150 mg/dL atau 14.286 nmol/L dalam 48 jam
masuk rumah sakit menunjukkan bentuk pankreatitis akut berat dari pankreatitis
akut ringan. Jika tingkat serum CRP lebih dari 180 mg/dL dalam 72 jam
berhubungan dengan adanya nekrosis pankreas. Serum CRP mencapai
puncaknya pada 36-72 jam setelah gejala muncul sehingga tidak membantu jika
dilakukan pada awal masuk rumah sakit.4
b. Pemeriksaan Radiologi
Semua pasien yang mengalami pankreatitis akut dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi (USG)6,10. Hal ini akan sangat membantu diagnosis pankreatitis
yang disebabkan oleh batu kelenjar empedu. Pada kondisi gas saluran
pencernaan saling tumpang tindih atau batu empedu pada bagian distal saluran
empedu akan sangat susah mendeteksinya.7
Pemeriksaan Contrast-enhaced computed tomography (CECT) merupakan
standar diagnosis yang dapat digunakan. Merupakan pilihan utama yang dapat
digunakan pada pasien dengan nyeri perut yang berat dan ketika diduga adanya
pankreatitis nekrotik. Sangat baik dilakukan pada 48-72 jam 6. CT scan tidak
perlu dilakukan pada kondisi pasien stabil dengan pankreatitis akut ringan.7
Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP) memiliki
sensitivitas 79% dan spesifitas 92% dibandingakan dengan pemeriksaan CT
scan. Pemeriksaan ini sangat membantu pada kondisi penggunaan kontras
dikontraindikasikan (disfungsi renal). Direkomendasikan pada pasien dengan
peningkatan enzim hati dan Common Bile Duct (CBD) bila tidak dapat di
evaluasi dengan USG.6 Pemeriksaan dengan Endoscopic Retrograde
Cholangiopancreatography (ERCP) dapat membantu dalam mendiagnosis
penyebab pankreatitis akut oleh karena choledocholithiasis.7
1.6 Penatalaksanaan
1.6.1 Penatalaksanaan Pankreatitis Akut Ringan
Penatalaksanaan pada pasien pankreatitis akut meliputi non-operasi dan
operasi. Pada tiga hari pertama penting untuk menentukan tingkat keparahan
pankreatitis, memberikan terapi suportif dan evaluasi respons terapi. Pasien
dengan skor APACHE > 8, komorbid berat dan gagal organ perlu dirawat di ruang
perawatan intensif.1,7 Hidrasi intravena agresif sedini mungkin, kontrol nyeri, dan
bowel rest merupakan salah satu penatalaksanaan non-operasi.6,7 Pankreatitis akut
ringan dapat dirawat di rumah tapi kebanyakan memerlukan perawatan di rumah
sakit. Nutrisi dan hidrasi dapat diberikan melalui cairan yang jernih dan kontrol
nyerinya dengan narkotik oral.10 Hal ini perlu dilakukan karena kehilangan cairan
sering akibat muntah, penurunan intake oral, cairan pada ruang ketiga,
peningkatan kehilangan cairan melalui respirasi, dan diaphoresis.6
Hidrasi akan mencegah komplikasi serius dari nekrosis pankreatik. Hidrasi
yang agresif dilakukan dalam 12-24 jam perawatan dengan monitoring
hematokrit, BUN, dan kreatinin. Pemberian cairan dengan cairan Ringer Laktat
lebih baik dibandingkan dengan Normal salin 0,9% oleh karena dapat lebih
merusak sel asinar pankreas dan menimbulkan gap non-anion, serta hiperkloremia
asidosis metabolik.6 Awalnya diberikan 20 ml per kg dalam waktu 60 sampai 90
menit. Lalu diikuti 250-500 ml per jam untuk 48 jam selanjutnya untuk
mempertahankan urine output 0,5 ml per kg/jam dan menurunkan kadar BUN.
Hati-hati apabila ada komorbid penyakit jantung dan ginjal.1
Pada kondisi usus harus diistirahatkan dalam waktu yang lama dapat
diberikan nutrisi parenteral. Akan tetapi, nutrisi parenteral dapat menyebabkan
atrofi jaringan limfoid usus (GALT), terganggunya fungsi limfosit sel T dan sel B,
menurunnya aktivitas kemotaksis lekosit dan fungsi fagositosis, serta
meningkatnya permeabilitas dinding usus yang dapat mempermudah terjadinya
translokasi bankteri, endotoksin, dan antigen yang masuk ke dalam sirkulasi.1
Meta analisis menunjukkan nutrisi melalui nasojejunal dapat menurunkan
infeksi, menurunkan intervensi bedah, dan memperpendek lama perawatan di
rumah sakit dibandingkan melalui nasogastric tube (NGT).7 Hal ini karena
pemberian nutrisi melalui NGT lebih berisiko menyebabkan pneumonitis aspirasi
dan meningkatkan sekresi enzim.1 Nasogastrik dan nasojejunal memiliki
keamanan dan efektivitas yang mirip.10 Pemberian cairan oral dapat dilakukan bila
nyeri sudah terkontrol atau tidak memerlukan obat-obatan narkotik. Diet yang
dianjurkan yaitu bentuk cair atau padat lunak kemudian bertahap dengan rendah
lemak diet regular.1,7 Pada pankreatitis akut berat diberikan nutrisi enteral. Nutrisi
parenteral dapat diberikan apabila nutrisi enteral tidak bisa diberikan. Nutrisi
enteral dapat ditunda pada pasien syok, perdarahan gastrointestinal masif,
obstruktif intestinal, fistula jejunum, dan enteroparalisis berat.1
Sekitar 1/3 pankreatik nekrotik akan mengalami infeksi. Penyebab infkesi
terbanyak yaitu Escherechia coli (34%), Enterococcus (25%), Klebsiella sp.
(15%), Staphylococcus epidermidis (15%), Staphylococcus aureus (14%),
Pseudomonas (7%), dan Candida sp. (11%). Lebih banyak infeksi monomikrobial
(66%) dibandingkan polimikrobial (34%).1 Infeksi dapat pada pankreas (nekrosis
infeksi) dan ekstrapankreas (kolangitis, infeksi yang didapat dari kateter,
bakteremia, infeksi saluran kencing, dan pneumonia). Nekrosis infeksi 27%
terjadi dalam 14 hari, studi lain menunjukkan bahwa setengah dari infeksi dapat
terjadi dalam 7 hari setelah masuk rumah sakit.9 Berdasarakan review Cochrane,
tidak ada perbedaan yang signifikan antara pemberian profilaksis antibiotik dan
nonprofilaksis antibiotik terhadap mortalitas dan nekrosis pankreatitis. Namun
pemberian imipenem/cilastatin (Primaxin) sebagai monoterapi dapat menurunkan
infeksi pankreas. Imipenen dengan dosis 0,5 gram/8 jam intravena. 7 Sedangkan
menurut The American Gastroenterological Association guidelines
merekomendasikan profilaksis antibiotik pada infeksi ekstrapankreas tapi tidak
pada pankreatitis akut berat atau nekrosis steril.6
Menurut Gang et al, dalam 10 tahun perawatan 47 dari 80 pasien sukses
diobati dengan pemberian antibiotik pada infeksi nekrosis pankreas. Mortalitas
dengan penggunaan antibiotik hanya 23% jika dibandingkan dengan metode
operasi yaitu mencapai 54%.6 Antibiotik yang bisa digunakan yaitu karbapanem,
quinolon, metronidazol dan sefalosporin dosis tinggi.1 Adanya nekrosis terinfeksi
harus dipertimbangkan pada pasien dengan pankreatitis atau nekrosis ekstra-
pankreas yang tidak membaik setelah perawatan selama 7–10 hari. Pada pasien ini
diperlukan tindakan aspirasi jarum halus dengan panduan Ultrasonography (USG)
atau CT scan sebagai dasar panduan pemberian antibiotik atau antibiotik empiris
segera diberikan seandainya tidak dilakukan aspirasi jarum halus.1,9 Pemeriksaan
kultur dan sensitivitas sebagai pedoman pemberian antibiotik yang tepat.1
Dalam 48-72 jam perawatan dilakukan monitoring keadaan pasien.
Tekanan darah, denyut nadi, saturasi oksigen, jumlah urin diperiksa setiap satu
hingga dua jam9. Kebutuhan cairan tubuh dinilai setiap 6 jam selama 24-48 jam. 1
Jika terjadi hipotensi, hipoksemia, atau oligouria yang menunjukkan tidak
responsif terhadap pemberian cairan, maka sebaiknya dikirim ke unit intensif. 9
Pemeriksaan fisik dilakukan setiap 4-8 jam, perhatikan adanya gangguan status
mental atau kekakuan pada perut yang dapat menunjukkan abdominal
compartment syndrome atau cairan dalam rongga ketiga. Pemeriksaan darah
lengkap, kalsium, magnesium, glukosa serum, dan tingkat BUN sebaiknya
diperiksa setiap 12 jam (tergantung kondisi pasien). Computed tomography (CT)
awal dilakukan setelah 72-96 jam dari onset sakit. CT dapat diulang apabila
respon terhadap standar terapi tidak bagus untuk mengevaluasi komplikasi atau
perburukan pankreatitis1,10. Hasil dari pemeriksaan CT dapat dinilai berdasarkan
CT Severity Indeks (CSI). Skor ≥5 menunjukkan mortalitasnya 15 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan skor dibawah 5.7
Penatalaksanaan bedah sering dilakukan pada pankreatitis yang
berhubungan dengan batu empedu. Kolesistektomi pada dalam 48 jam setelah
keluhan dapat mengurangi waktu dirawat di rumah sakit.7 Selain itu,
kolesistektomi yang dilakukan seawal mungkin tidak meningkatkan risiko
komplikasi sekunder dari operasi. Operasi tidak dilakukan pada pankreatitis akut
nekrosis sampai inflamasinya berkurang dan akumulasi cairan tidak lagi
meningkatkan ukurannya.7 Penatalaksanaan operasi melalui ERCP berkorelasi
dengan koledokolitiasis. Tetapi konsensus menyarankan pelaksanaan ERCP tidak
rutin dilakukan. Pada kolangitis akut atau serum bilirubin >5 mg/dl ERCP masih
bermanfaat. ERCP dapat digunakan mengidentifikasi disrupsi ductus pankreatik
pada pankreatitis akut berat dan intervensi pada sindrom dislokasi ductus.8,9
ERCP dapat mengurangi perkembangan pankreatitis akut menjadi berat jika
dilakukan prosedur ini dalam 72 jam setelah masuk rumah sakit. 6 ERCP juga
dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kolangitis sebesar 61%. Komplikasi
yang ditimbulkan dalam 24 jam setelah dirawat di rumah sakit dengan ERCP
lebih rendah dibandingkan dengan tidak dilakukan prosedur ini yaitu 15%:54%.
Selain itu, ERCP juga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas pada
komplikasi pankreatitis akut hingga 96,97%. Tetapi sebaiknya prosedur ini tidak
dilakukan pada pankreatitis akut berat9. ERCP dengan sphincterotomy dapat
menurunkan mortalitas hingga 4%. Pada pankreatitis akut berat atau nekrosis
infeksi atau koleksi cairan persisten diperlukan aspirasi perkutan dengan bantuan
CT atau operasi debridement.10
Gambar 2.2 Bagan Penanganan Awal Pankreatitis Akut (0-72 jam)1

1.6.2 Penatalaksanaan Pankreatitis Akut Berat


Pada saat ini terapi pankreatitis akut berat telah bergeser dari tindakan
pembedahan awal ke perawatan intensif agresif. Seiring dengan berkembangnya
radiologi dan endoskopi intervensi, tindakan bedah dapat diminimalisasi.
Intervensi untuk mengatasi komplikasi lokal pankreatitis akut berat adalah: (1)
ERCP dan sfingterotomi untuk menghilangkan sumbatan dan evakuasi batu di
duktus koledokus, (2) kolesistektomi laparoskopi ditujukan untuk mengangkat
batu empedu, (3) drainase cairan menggunakan kateter perkutan baik dengan
panduan USG maupun CT scan atau transluminal endoskopik, (3) nekrosektomi
melalui transluminal endoskopik, nekrosektomi transabdomen laparoskopi, atau
debridement retroperitoneal yang dipandu dengan video (video-assisted
retroperitoneal debridement), (4) laparotomi terbuka direkomendasikan untuk
mengevakuasi timbunan cairan yang sudah dibungkus dengan kapsul yang tebal
(walled–off).10
Tindakan bedah terbuka menjadi pilihan utama apabila rumah sakit tidak
mempunyai fasilitas, peralatan dan keterbatasan sumber daya manusia yang
memiliki kompetensi metode invasif minimal. Indikasi intervensi pankreatitis akut
adalah (1) pankreatitis nekrosis terinfeksi, (2) pankreatitis nekrosis steril dengan
penyulit (misalnya adanya obstruksi duktus koledokus, gastric outlet obstruction),
(3) gagal organ multipel yang tidak membaik dengan terapi yang diberikan selama
di ICCU, (4) pseudokista pankreas simptomatik, (5) pankreatitis biliar akut
dengan kolangitis, (6) pankreatitis akut dengan batu empedu.5,10,11
1.6.2.1 Manajemen Traktus Biliar
Berdasarkan studi kohort dan satu uji klinis yang melibatkan 998 pasien
pankreatitis biliar yang tidak atau yang menjalani tindakan kolesistektomi, 95
pasien (18%) yang tidak menjalani kolesistektomi mengalami rekurensi dalam
waktu 90 hari sejak keluar rumah sakit dibandingkan yang menjalani
kolesistektomi tidak mengalami rekurensi sama sekali (p < 0,0001). 10
International Association of Pancreatology (IAP) (2013) dan ACG (2013)
merekomendasikan agar segera dilakukan tindakan kolesistektomi pada pasien
dengan pankreatitis biliar ringan sebelum pasien keluar dari rumah sakit.8
ERCP direkomendasikan pada pankreatitits biliar akut ringan yang disertai
kolangitis dan dilakukan segera (<24 jam). Kolestektomi sebaiknya ditunda
khususnya pada pasien pankreatitis akut berat atau pada keadaan dimana cairan
dan jaringan nekrotik belum terkapsulasi. Pada pasien pankreatitis biliar yang
sudah menjalani tindakan sfingterotomi dan layak menjalani pembedahan,
kolesistektomi disarankan, mengingat ERCP dan sfingterotomi mencegah
rekurensi dari pankreatitis biliar. Tindakan kolesistektomi pada pasien
peripankreatitis sebaiknya ditunda sampai terbentuk cairan yang terkapsulasi atau
6 minggu setelah onset sakit ERCP direkomendasikan pada pankreatitis biliar akut
yang terbukti disertai batu di duktus koledokus.1
1.6.2.2 Indikasi Intervensi Pankreatitis Nekrosis
Tindakan debridement (necrosectomy) merupakan baku emas pada
pankreatitis nekrosis akut terinfeksi dan nekrosis peripankreatik. 10 Menurut IAP
(2013) indikasi intervensi baik itu melalui prosedur radiologi, endoskopis atau
pembedahan pada pankreatitis nekrosis adalah (1) kecurigaan atau sudah terbukti
adanya pankreatitis nekrosis yang terinfeksi dengan pemburukan keadaan klinis,
khususnya dilakukan setelah jaringan nekrosis sudah terkapsulasi dengan dinding
yang tebal (walled-off necrosis), (2) pankreatitis nekrosis steril dengan gagal
organ yang terus berlangsung beberapa minggu setelah onset pankreatitis akut,
khususnya dilakukan setelah jaringan nekrosis sudah dikapsulasi dengan dinding
yang tebal (walled-off necrosis).8
Pankreatitis nekrotika akut steril tidak perlu tindakan bedah, cukup
konservatif kecuali terjadi pankreatitis akut fulminan. Indikasi intervensi
pankreatitis nekrosis steril adalah (1) Obstruksi biliar, intestinal atau gastric outlet
karena tekanan jaringan nekrotik dan cairan yang terkapsulasi (walled–off
necrosis), (2) pasien dengan walled–off necrosis tanpa tanda infeksi namun masih
mengalami gejala persisten (misalnya nyeri perut), (3) sindrom kebocoran duktus
pankreatikus (disconnected duct) dengan gejala persisten (misalnya nyeri atau
obstruksi) dengan nekrosis tanpa adanya infeksi (kira kira > 8 minggu setelah
onset pankreatitis akut) .12
Waktu intervensi pankreatitis nekrotik menentukan respon klinis. Pendapat
bahwa intervensi harus dilakukan sedini mungkin pada kasus pankreatitis nekrotik
terinfeksi mulai ditinggalkan. Dari studi retrospektif disimpulkan bahwa 53 pasien
dengan pankreatitis nekrotikan terinfeksi yang diobati secara operatif, penundaan
pembedahan menurunkan 22% kematian. Meskipun pasien dengan pankreatitis
nekrosis yang tidak stabil memerlukan tindakan debridement segera, konsensus
terkini merekomendasikan agar pasien yang stabil harus diberikan antibiotik
terlebih dahulu sebelum intervensi untuk menekan reaksi inflamasi. Apabila
keadaan pasien masih belum membaik dan nekrosis infeksi belum mereda,
nekrosektomi invasif minimal melalui radiologi, endoskopis atau laparoskopi
perlu dipertimbangkan untuk dilakukan.5
Van Santvoort dkk (2010) melakukan penelitian mengenai metode
nekrosektomi terbuka dibandingkan pendekatan bertingkat atau stepup approach
(intervensi drainase perkutan dan bila perlu ditindaklanjuti dengan nekrosektomi
retroperitoneal invasif minimal) pada pasien dengan pankreatitis nekrosis
terinfeksi. Mereka menyimpulkan bahwa prosedur invasif minimal pada
pankreatitis nekrosis terinfeksi menurunkan komplikasi utama (gagal organ,
perforasi organ viseral atau perdarahan) dan kematian dibandingkan pembedahan
terbuka.6
Menurut IAP (2013), untuk pasien yang terbukti atau dicurigai menderita
pankreatitis nekrosis infeksi, tindakan intervensi (drainase kateter perkutan,
nekrosektomi/ drainase transluminal endoskopis, invasif minimal atau
nekrosektomi terbuka) sedapat mungkin ditunda paling tidak 4 minggu sejak onset
sakit sampai jaringan nekrotik dan cairan sudah terkapsulasi menjadi walled–off
necrosis.8 Pada umumnya pankreatitis edematosa interstisial dengan timbunan
cairan akan diresorpsi dalam waktu 7–10 hari, hanya 6,8% kasus kemudian
menjadi pseudokista. Pseudokista asimptomatik tidak memerlukan intervensi,
tetapi dalam perjalanannya pseudokista dapat berubah karakter menjadi
simptomatik. Apabila pseudokista menimbulkan gejala pilihan terapi adalah
dekompresi melalui drainase perkutan atau endoscopic cyst gastrostomy dengan
panduan ultrasound endoskopi. Tindakan bedah terbuka menjadi pilihan apabila
pseudokista bersifat kompleks, multipel, atau adanya komplikasi seperti fistula,
ruptur dan perdarahan.9

Gambar 1.3 Algoritma Penatalaksanaan Pankreatitis Akut Berat1

1.7 Komplikasi
Berdasarkan klasifikasi Atlanta 2012, komplikasi pankreatitis akut dibagi
menjadi komplikasi gagal organ dan sistemik serta komplikasi lokal. Sistem organ
yang dinilai sehubungan dengan gagal organ adalah respirasi, jantung dan ginjal.
Frekuensi terjadinya gagal organ pada pasien dengan pankreatitis akut berat yaitu
gagal organ multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal ginjal (16,2%), gagal
jantung (17,6%), gagal hati (18,9%), dan perdarahan saluran cerna (10,8%).
Angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%. Gagal organ diartikan
sebagai nilai skor ≥ 2 untuk satu dari tiga sistem organ menggunakan sistem skor
dari Marshall (Tabel 2.4). Komplikasi sistemik dinilai berdasarkan adanya
eksaserbasi dari penyakit penyerta yang sudah ada, seperti: penyakit jantung
koroner atau penyakit paru obstruktif kronis, yang dipicu oleh pankreatitis akut1.

Tabel 2.2 Sistem Skor Marshall untuk Menilai Gagal Fungsi Organ1

Komplikasi lokal secara morfologi pankreatitis akut dibedakan menjadi


dua, yaitu pankreatitis edematosa interstisial dan pankreatitis nekrosis. Bentuk
dari komplikasi lokal pankreatitis edematosa interstisial adalah timbunan akut
cairan peripankreatik (acute collection of peripancreatic fluid) dan pesudokista
pankreas (pancreatic pseudocyst). Pada pasien yang menderita pankreatitis akut,
organ pankreas mengalami pembesaran difus oleh karena proses edema inflamasi.
Pada pemeriksaan CECT parenkim pankreas memperlihatkan gambaran homogen,
terkadang ditemukan cairan di bagian tepi atau yang dikenal sebagai acute
collection of peripancreatic fluid.. Sementara itu, gejala klinis pankreatitits
edematosa interstisial biasanya akan berkurang dalam minggu pertama. Namun
apabila akumulasi cairan tersebut tidak diserap, cairan akan dilapisi oleh dinding
inflamasi yang dikenal sebagai pseudokista pankreas1.

1.8 Komplikasi
Berdasarkan klasifikasi Atlanta 2012, komplikasi pankreatitis akut dibagi
menjadi komplikasi gagal organ dan sistemik serta komplikasi lokal. Sistem organ
yang dinilai sehubungan dengan gagal organ adalah respirasi, jantung dan ginjal.
Frekuensi terjadinya gagal organ pada pasien dengan pankreatitis akut berat yaitu
gagal organ multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal ginjal (16,2%), gagal
jantung (17,6%), gagal hati (18,9%), dan perdarahan saluran cerna (10,8%).
Angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%. Gagal organ diartikan
sebagai nilai skor ≥ 2 untuk satu dari tiga sistem organ menggunakan sistem skor
dari Marshall (Tabel 2.4). Komplikasi sistemik dinilai berdasarkan adanya
eksaserbasi dari penyakit penyerta yang sudah ada, seperti: penyakit jantung
koroner atau penyakit paru obstruktif kronis, yang dipicu oleh pankreatitis akut1.

Tabel 1.2 Sistem Skor Marshall untuk Menilai Gagal Fungsi Organ1

Komplikasi lokal secara morfologi pankreatitis akut dibedakan menjadi


dua, yaitu pankreatitis edematosa interstisial dan pankreatitis nekrosis. Bentuk
dari komplikasi lokal pankreatitis edematosa interstisial adalah timbunan akut
cairan peripankreatik (acute collection of peripancreatic fluid) dan pesudokista
pankreas (pancreatic pseudocyst). Pada pasien yang menderita pankreatitis akut,
organ pankreas mengalami pembesaran difus oleh karena proses edema inflamasi.
Pada pemeriksaan CECT parenkim pankreas memperlihatkan gambaran homogen,
terkadang ditemukan cairan di bagian tepi atau yang dikenal sebagai acute
collection of peripancreatic fluid.. Sementara itu, gejala klinis pankreatitits
edematosa interstisial biasanya akan berkurang dalam minggu pertama. Namun
apabila akumulasi cairan tersebut tidak diserap, cairan akan dilapisi oleh dinding
inflamasi yang dikenal sebagai pseudokista pankreas1.
Pseudokista terjadi sekitar 10% dari pankreatitis akut dan menyebabkan
sekitar 80% lesi kistik pankreas. Jumlah pseudokista bisa tunggal atau multipel,
dan berada di dalam atau di luar pankreas dengan ukuran bervariasi. Pankreatitis
nekrosis merupakan komplikasi lokal yang terjadi pada sekitar 10%–20% pasien
dengan pankreatitis akut. Pankreatitis nekrosis ditandai dengan adanya jaringan
nekrotik di parenkim dan atau di peripankreatik. Diagnosis pankreatitis nekrosis
ditegakkan melalui pencitraan dan didefinisikan sebagai adanya > 30% kurang
atau tidak adanya penyangatan (non-enhancement) pada pemeriksaan
menggunakan CECT.1
Jaringan yang mengalami nekrosis dapat berasal dari parenkim pankreas
atau jaringan peripankreas dan secara morfologis berupa debris atau cairan yang
terlokalisir, dikenal sebagai acute necrotic collection. Pankreatitis nekrosis dapat
bersifat steril (sterile necrosis) atau terinfeksi (infected necrosis). Pankreatitis
nekrosis steril terbentuk sekitar 10-14 hari dari onset sakit. Setelah kurang lebih 4
minggu acute necrotic collection mengecil (namun jarang sekali menghilang) dan
dilapisi oleh dinding inflamasi yang tebal dan kokoh yang berisi debris dan cairan,
dikenal sebagai walled-off necrosis.1,12 Pada kondisi tertentu pankreatitis nekrosis
yang semula bersifat steril dapat terkontaminasi mikroorganisme yang berubah
menjadi pankreatitis nekrosis terinfeksi, yang mempunyai risiko mortalitas
mencapai 20%–30%. Diagnosis pankreatitis nekrosis terinfeksi ditegakkan
melalui aspirasi jarum halus dipandu dengan CT scan. Selain itu, adanya infeksi
dapat diduga apabila pada pemeriksaan CECT didapatkan gambaran gas di
parenkim pankreas atau peripankreas.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Cahyono, Suharjo B. Tata Laksana Terkini Pankreatitis Akut. Medicinus


2014; 27(2):44-50
2. Badiu, Popa., Rusu, OC., Grigorean, VT., Neagu, SI., Strugaru, CR. Mortality
prognostic factors in acute pancreatitis. J Med Life 2016; 9(4): 413-418
3. Sporek, Mateusz., Dumnicka, Paulina., Bladzinzka,Agnieszka Gala.,
Ceranovitz, Piotr. Angiopoetin-2 is an Early Indicator of Acute Pancreatic-
Renal Syndrome in Patients with Acute Pancreatitis. Mediators Inflamm
2016;1: 1-7
4. Greenberg, Joshua., Hsu, Jonathan., Bawazeer, Mohammad., Marshall, John.,
Friedrich, Jan O. Clinical practice guidelines: management of acute
pancreatitis. J Can Chir 2014;59(2): 128-140
5. Samokhvalov, Andriy., Rehm, Jurgen., Roerecke, Michael. Alcohol
Consumption as a Risk Factor for Acute and Chronic Pancreatitis: A
Systematic Review and a series of Meta-analyses. EBioMedicine 2015;2(12):
1996-2002
6. Ken Fukuda, james., Franzon, Orli., Ferri, thiago A. Prognosis of Acute
Pancreatitis by PANC 3 score. ABCD Ar Bras Cir Dig 2013;26(2): 133-135
7. Tenner, Scott MD., Bailie, John., DeWitt, John., Vege, Santhi S. American
College of Gastroenterology Guideline: Management of Acute Pancreatitis.
AMJ Gastroenterol 2013;10: 1-16
8. Quinland, Jeffrey MD. Acute pancreatitis. Am Fam Physician 2014;90(9):
632-639
9. Valette, Xavier MD., Cheyron, Damien du. Cullen’s and Grey Turner’s Signs
in Acute Pancreatitis. N Engl J Med 2015; 373(28): 625-633
10. Gardner, Timothy MD. Acute Pancreatitis. Medscape. Sumber:
emedicine.medscape.com/article/181364-overview (diakses 4 Januari 2017).
11. Kalbe medical. Clinimix N9G15E. Sumber: www.Kalbemed.com. (diakses
tanggal 4 Januari 2017)
12. Medscape. Imipenem/Cilastatin (RX). Sumber
: reference.medscape.com/drug/primaxin-imipenem-
cilastatin-342562
(diakses 4 Januari 2017).
13. Kabbara, Wissan K., Nawas, George T., Ramadan, Wijdan. Evaluation of the
appropriateness of imipinem/cilastatin prescription and dosing in a tertiary
care hospital. Infect Drug Resist 2015;8: 31-39
14. Akova. M. Sulbactam-containing beta lactmase inhibitor combinations. Clin
Microbiol Infect 2008;14(1): 185-188
15. Busireddy, Kirain K., Ramalho, miguel., Semelka, Richard S. Pancreatitis-
imaging approach. World J of Gastrointest Pathophysiol;2014;15(3).
16. Chen-Qiju., Yong Yang, Zhi., You Wang, Chun., Ming Dong, Li.
Hydroxyethyl starch resuscitation downregulate pro-inflammatory cytokines
in the early phase of severe acute pancreatitis: A retrospective study. Exp
Ther Med 2016;12: 3213-3220
17. Kui, Parnizky., Azentesi, A., Ballazs, A., Scuzs, A. Prosperctive, Mulitcentre
Nationwide Clinical Data from 600 cases of Acute Pancreatitis. PLoS One
2016;11(10): 1-19

Anda mungkin juga menyukai