Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom kompartemen adalah sebuah kondisi yang mengancam anggota
tubuh dan jiwa yang dapat diamati ketika tekanan perfusi dibawah jaringan yang
tertutup mengalami penurunan. Saat sindrom kompartemen tidak teratasi maka
tubuh akan mengalami nekrosis jaringan dan gangguan fungsi yang permanen,
dan jika semakin berat dapat terjadi gagal ginjal dan kematian.
Lokasi yang dapat mengalami sindrom kompartemen telah ditemukan di
tangan, lengan bawah, lengan atas, perut, pantat, dan seluruh ekstremitas bawah.
Hampir semua cedera dapat menyebabkan sindrom ini, termasuk cedera akibat
olahraga berat.Hal yang paling penting bagi seorang dokter adalah untuk selalu
waspada ketika berhadapan dengan keluhan nyeri pada ekstremitas. Konsekuensi
dari terlewatnya pemeriksaan dapat meningkatkan tekanan intra-kompartemen.
Sindroma kompartemen dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronik,
tergantung dari penyebab peningkatan tekanan kompartemen dan lamanya
gejala.Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah fraktur,
trauma jaringan lunak, kerusakan arteri, dan luka bakar.Sedangkan sindroma
kompartemen kronik dapat disebabkan oleh aktivitas yang berulang misalnya
lari.
Di Amerika, ekstremitas bawah distal anterior adalah yang paling banyak
dipelajari untuk sindroma kompartemen.Dianggap sebagai yang kedua paling
sering untuk trauma sekitar 2-12%.Dari penelitian McQueen [2000], sindroma
kompartemen lebih sering didiagnosa pada pria daripada wanita, tapi hal ini
memiliki bias, dimana pria lebih sering mengalami luka trauma. McQueen
memeriksa 164 klien yang didiagnosis sindroma kompartemen, 69%
berhubungan dengan fraktur dan sebagian adalah fraktur tibia.

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme terjadinya sindrom kompartemen?
2. Bagaimana pengkajian dan prosedur diagnostik dengan kasus sindrom
kompartemen?
3. Bagaimana manajemen medis pada kasus sindrom kompartemen?
4. Bagaimana pengkajian pada asuhan keperawatan dengan kasus sindrom
kompartemen?
5. Apa saja diagnosa keperawatan gawat darurat yang dapat diangkat pada
kasus sindrom kompartemen?
6. Apa saja intervensi keperawatan gawat darurat yang dapat diberikan pada
kasus kompartemen?
7. Bagaimana evaluasi dan pendokumentasian asuhan keperawatan gawat
darurat yang diberikan pada kasus sindrom kompartemen?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih mendalam
tentang proses pelaksanaan asuhan keperawatan gawat darurat pada sistem
muskuloskeletal dengan kasus sindrom kompartemen.
2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui cara pengkajian menganalisis data dan merumuskan


diagnose keperawatan pada klien dengan sindrom kompartemen
b. Untuk mengetahui cara menyusun rencana asuhan keperawatan klien
dengan sindrom kompartemen
c. Untuk mengetahui cara melaksanakan tindakan keperawatan klien dengan
sindrom kompartemen
3

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan makalah ini dapat menjadi sumber pengetahuan bagi para
pembaca terutama mengenai asuhan keperawatan gawat darurat pada kasus
sindrom kompartemen.
2. Manfaat Praktisi
Perawat diharapkan dapat menerapkan asuhan keperawatan gawat darurat
pada kasus sindrom kompartemen dengan tepat
4

BAB II
KONSEP DASAR SINDROM KOMPARTEMEN

A. Anatomi dan Fisiologi


Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota
gerak.Kompartemen osteofasial merupakan ruangan yang berisi otot, saraf dan
pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fasia serta otot-otot yang
masing-masing dibungkus oleh epimisium. Berdasarkan letaknya, kompartemen
terdiri dari beberapa jenis, antara lain:
1. Anggota gerak atas
a. Lengan atas:
1) Kompartemen volar, berisi otot flexor pergelangan tangan dan jari
tangan, nervus ulnar dan nervus median.
2) Kompartemen dorsal, berisi otot ekstensor pergelangan tangan dan jari
tangan, nervus interosseous posterior.
b. Lengan bawah:
1) Kompartemen volar, berisi otot flexor pergelangan tangan dan jari
tangan, nervus ulnar dan nervus median.
2) Kompartemen dorsal, berisi otot ekstensor pergelangan tangan dan jari
tangan, nervus interosseous posterior.
3) Mobile wad, berisi otot ekstensor carpi radialis longus, otot ekstensor
carpi radialis brevis, otot brachioradialis.
c. Wrist joint:
1) Kompartemen I, berisi otot abduktor pollicis longus dan otot ekstensor
pollicis brevis.
2) Kompartemen II, berisi otot ekstensor carpi radialis brevis, otot
ekstensor carpi radialis longus.
5

3) Kompartemen III, berisi otot ekstensor pollicis longus.


4) Kompartemen IV, berisi otot ekstensor digitorum communis, otot
ekstensor indicis.
5) Kompartemen V, berisi otot4 ekstensor digiti minimi.
6) Kompartemen VI, berisi otot ekstensor carpi ulnaris.
2. Anggota gerak bawah
a. Tungkai atas : terdapat tiga kompartemen, yaitu: anterior, medial dan
posterior.
b. Tungkai bawah (regio cruris):
1) Kompartemen anterior, berisi otot tibialis anterior dan ekstensor ibu
jari kaki, nervus peroneal profunda.
2) Kompartemen lateral, berisi otot peroneus longus dan brevis, nervus
peroneal superfisial.
3) Kompartemen posterior superfisial, berisi otot gastrocnemius dan
soleus, nervus sural.
4) Kompartemen posterior profunda, berisi otot tibialis posterior dan
flexor ibu jari kaki, nervus tibia.
6

Sindrom kompartemen paling sering terjadi pada daerah tungkai bawah (yaitu
kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial dan posterior profundus) serta
lengan atas (kompartemen volar dan dorsal).

B. Definisi
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen
osteofasial yang tertutup.Hal ini dapat mengawali terjadinya kekurangan oksigen
akibat penekanan pembuluh darah, sehingga mengakibatkan berkurangnya
perfusi jaringan dan diikuti dengan kematian jaringan.
Ruangan tersebut (Kompartemen osteofasial) berisi otot, saraf dan pembuluh
darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang
7

dibungkus oleh epimisium. Ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis,
pucat, disertai denyut nadi yang hilang.Secara anatomi sebagian besar
kompartemen terletak di anggota gerak.Paling sering disebabkan oleh trauma,
terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas.

Gambar Kompartemen Tungkai Bawah

Berdasarkan etiologinya, Sindroma Kompartemen dapat di klasifikasikan


menjadi penurunan volume kompartemen dan peningkatan tekanan struktur
kompartemen, sdangkan berdasarkan lamanya gejala, dapat dibedakan menjadi
akut dan kronik.Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah
fraktur, trauma jaringan lunak, kerusakan pada arteri dan luka bakar.Sedangkan
sindroma kompartemen kronik biasa terjadi akibat melakukan aktivitas yang
berulang-ulang, misalnya pelari jarak jauh, pemain basket, pemain sepak bola
dan militer.
8

C. Etiologi
Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang
kemudian memicu timbullny sindrom kompartemen, yaitu antara lain:

1. Penurunan volume kompartemen


Kondisi ini disebabkan oleh:
a. Penutupan defek fascia
b. Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
2. Peningkatan tekanan eksternal
a. Balutan yang terlalu ketat
b. Berbaring di atas lengan
c. Gips
3. Peningkatan tekanan pada struktur kompartemen
Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:
a. Pendarahan atau Trauma vaskuler
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penggunaan otot yang berlebihan
d. Luka bakar
e. Operasi
f. Gigitan ular
g. Obstruksi vena
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah
cedera, dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di
anggota gerak bawah.

D. Patofisiologi
Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal
normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah
kapiler, dan nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia.
9

Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan


menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup.Peningkatan tekanan
secara terus menerus menyebabkan tekanan arteriolar intramuskuler bawah
meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler
sehingga menyebabkan kebocoran ke dalam kompartemen, yang diikuti oleh
meningkatnya  tekanan dalam kompartemen.
Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat.
Metsen mempelihatkan bahwa bila terjadi peningkatan intrakompartemen,
tekanan vena meningkat. Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti.
Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi
hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot
dan nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel komponen tersebut.
Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen sindrom
yaitu, antara lain:
Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen
a. Theory Of Critical Closing Pressure.
Hal ini disebabkam oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan tekanan
mural arteriol yang tinggi.Tekanan transmural secara signifikan berbeda
(tekanan arteriol-tekanan jaringan), ini dibutuhkan untuk memelihara patensi
aliran darah.Bila tekanan tekanan jaringan meningkat atau tekanan arteriol
menurun maka tidak ada lagi perbedaan tekanan.Kondisi seperti ini
dinamakan dengan tercapainya critical closing pressure. Akibat selanjutnya
adalah arteriol akan menutup
b. Tipisnya dinding vena
Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi
tekanan vena maka ia akan kolaps. Akan tetapi bila kemudian darah
mengalir secara kontinyu dari kapiler maka, tekanan vena akan meningkat
lagi melebihi tekanan jaringan sehingga drainase vena terbentuk
kembali.McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa perbedaan tekanan
10

diastolik dan tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg mempunyai


korelasi klinis dengan sindrom kompartemen.
Patogenesis dari sindroma kompartemen) kronik telah digambarkan oleh
Reneman. Otot dapat membesar sekitar 20% selama latihan dan akan menambah
peningkatan sementara dalam tekanan intra kompartemen. Kontraksi otot
berulang dapat meningkatkan tekanan intamuskular pada batas dimana dapat
terjadi iskemia berulang.
Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan antara kontraksi yang
terus – menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah. Sebagaimana
terjadinya kenaikan tekanan, aliran arteri selama relaksasi otot semakin menurun,
dan klien akan mengalami kram otot. Kompartemen anterior dan lateral dari
tungkai bagian bawah biasanya yang kena.

E. Diagnosis
Pada umumnya diagnosis dibuat dengan melihat tanda dan gejala sindrom
kompartemen dan pengukuran tekanan secara langsung. Gejala terpenting pada
klien yang sadar dan koheren adalah nyeri yang proporsinya tidak sesuai dengan
beratnya trauma. Nyeri pada regangan pasif juga merupakan gejala yang
mengarah pada compartment syndrome.Paresthesi berkenaan dengan saraf yang
melintang pada kompartemen yang bermasalah merupakan tanda lanjutan dari
compartment syndrome.Palpasi dapat menunjukkan ekstremitas yang tegang dan
keras.Pallor dan pulselessness adalah tanda yang jarang jika tidak disertai cedera
vaskuler.Paralysis dan kelemahan motorik adalah tanda yang amat lanjut yang
mengarah pada compartment syndrome.
Jika diagnosis compartment syndrome belum dapat ditegakkan atau jika data
objektif diperlukan, maka tekanan kompartemen harus diukur.Cara ini paling
berguna jika diagnosis belum dapat disimpulkan dari gejala klinis, pada klien
politrauma, dan klien dengan cedera kepala.
11

Pengukuran Tekanan Kompartemen


Pengukuran tekanan kompartemen adalah salah satu tambahan dalam
membantu menegakkan diagnosis.Biasanya pengukuran tekanan kompartemen
dilakukan pada klien dengan penurunan kesadaran, klien yang tidak kooperatif,
seperti anak-anak, klien yang sulit berkomunikasi dan klien-klien dengan
multiple trauma seperti trauma kepala, medulla spinalis atau trauma saraf
perifer.Pengukuran tekanan kompartemen dapat dilakukan dengan menggunakan
teknik injeksi atau wick kateter.Prosedur pengukuran tekanan kompartemen
antara lain :
a. Teknik pengukuran langsung dengan teknik injeksi
1) Teknik ini adalah kriteria diagnostik standar yang seharusnya menjadi
prioritas utama jika diagnosis masih dipertanyakan.
2) Alat yang dibutuhkan : spuitt 20 cc, three way tap, tabung intra vena,
normal saline sterile, manometer air raksa untuk mengukur tekanan
darah. Pertama, atur spuit dengan plunger pada posisi 15 cc. Tandai
saline sampai mengisi setengah tabung , tutup three way tap tahan
normal saline dalam tabung. Kedua, anestesi local pada kulit, tapi tidak
sampai menginfiltrasi otot. Masukkan jarum 18 kedalam otot yang
diperiksa, hubungkan tabung dengan manometer air raksa dan buka
three way tap. Ketiga, Dorong plunger dan tekanan akan meningkat
secara lambat. Baca manometer air raksa. Saat tekanan kompartemen
tinggi, tekanan air raksa akan naik.
b. Wick kateter, caranya :
1) Masukkan kateter dengan jarum ke dalam otot. Selanjutnya, tarik jarum
dan masukkan kateter wick melalui sarung plastik. Setelah itu, balut
wick kateter ke kulit, dan dorong sarung plastik kembali, isi system
dengan normal saline yang mengandung heparine dan ukur tekanan
kompartemen dengan transducer recorder. Periksa ulang patensi kateter
12

dengan tangan menekan pada otot. Hilangkan semua tekanan external


pada otot yang diperiksa dan ukur tekanan kompartemen, jika tekanan
mencapai 30 mmHg, maka indikasi dilakukan fasciotomi.
2) Tekanan arteri rata-rata yang normal pada kompartemen otot adalah
8,5+6 mmHg. Selama tekanan pada salah satu kompartemen kurang dari
30 mmHg (tekanan pengisian kapiler diastolik), tidak perlu khawatir
tentang sindroma kompartemen. sindroma kompartemen dapat timbul
jika tekanan dalam kompartemen lebih dari 10 mmHg.

Gambar Wick Kateter

F. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:
1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang
terkena, ketika ada trauma langsung.Nyeri merupakan gejala dini yang
paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding
dengankeadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau
13

memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya).Otot yang tegang pada


kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.
2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah tersebut.
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )
4. Parestesia (rasa kesemutan)
5. Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang
berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena kompartemen
sindrom.
Sedangkan pada kompartemen syndrome akan timbul beberapa gejala khas,
antara lain:
1. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olehraga. Biasanya setelah
berlari atauberaktivitas selama 20 menit.
2. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.
3. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.

F. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
a. Comprehensive metabolic panel (CMP)
Sekelompoktesdarah yang memberikan gambaran keseluruhan
keseimbangan kimiatubuh dan metabolisme. Metabolisme mengacu pada
semua proses fisikdan kimia dalam tubuh yang menggunakan energi.
b. Complete blood cell count (CBC)
Pemeriksaan komponen darah secara lengkap yakni kadar : Hemoglobin,
Hematokrit, Leukosit (White Blood Cell / WBC), Trombosit (platelet),
Eritrosit (Red Blood Cell / RBC), Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC),
Laju Endap Darah atau Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR), Hitung
Jenis Leukosit (Diff Count), Platelet Disribution Width (PDW), Red Cell
Distribution Width (RDW).
14

c. Amylase and lipase assessment


d. Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT) bila
klien diberi heparin
e. Cardiac marker test (tes penanda jantung)
f. Urinalisis and urine drug screen
g. Pengukuran level serum laktat
h. Arterial blood gas (ABG): cara cepat untuk mengukur deficit pH, laktat
dan basa.
i. Kreatinin fosfokinase dan urin myoglobin
j. Serum myoglobin
k. Toksikologi urin : dapat membantu menentukan penyebab, tetapi tidak
membantu dalam menentukan terapi kliennya.
l. Urin awal : bila ditemukan myoglobin pada urin, hal ini dapat mengarah
ke diagnosis rhabdomyolisis.
2. Imaging
a. Rontgen : pada ekstremitas yang terkena.
b. USG: USG membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam
memvisualisasi Deep Vein Thrombosis  (DVT)

G. Penanganan
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit
fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui
bedah dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik,
namun beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah
setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk
melakukan fasciotomi.
1. Terapi
15

a. Terapi Medikal/non bedah


Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih dalam
bentuk dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi:
1) Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan
ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena
dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat iskemi.

2) Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan


pembalut kontriksi dilepas.

3) Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat


menghambat perkembangan sindroma kompartemen

4) Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah


5) Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan
manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol
mereduksi edema seluler, dengan memproduksi kembali energi
seluler yang normal dan mereduksi selotot yang nekrosis melalui
kemampuan dari radikal bebas.
b. Terapi Bedah
Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai >
30 mmHg. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah  menurunkan tekanan
dengan memperbaiki perfusi otot.
Jika tekanannya < 30 mm Hg maka tungkai cukup diobservasi
dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau
keadaan tungkai membaik, evaluasi terus dilakukan hingga fase
berbahaya terlewati. Akan tetapi jika memburuk maka segera lakukan
fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6
jam.
16

Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal


dan insisi ganda.Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering
digunakan karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal
membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan
vena peroneal. Pada tungkai bawah fasciotomi dapat berarti membuka
keempat kompartemen, kalau perlu dengan mengeksisi satu segmen
fibula. Luka harus dibiarkan terbuka, kalau terdapat nekrosis otot dapat
dilakukan debridemen jika jaringan sehat luka dapat dijahit ( tanpa
regangan ) atau dilakukan pencangkokan kulit.
Indikasi untuk melakukan operasi dekompresi, antara lain :
 Adanya tanda - tanda sindrom kompartemen seperti nyeri hebat.
 Gambaran klinik yang meragukan dengan resiko tinggi ( klien
koma, klien dengan masalah psikiatrik dan dibawah pengaruh
narkoba), dengan tekanan jaringan > 30 mmHg pada klien yang
diharapkan memiliki tekanan jaringan yang normal.
Bila ada indikasi operasi dekompresi harus segera dilakukan karena
penundaan akan meningkatkan kemungkinan kerusakan jaringan
intrakompartemen sebagaimana terjadinya komplikasi. Waktu adalah inti
dari diagnosis dan terapi sindrom kompartemen. Kerusakan nervus
permanen mulai setelah 6 jam terjadinya hipertensi intrakompartemen.
Jika dicurigai adanya sindrom kompartemen, pengukuran dan konsultasi
yang diperlukan harus segera dilakukan secepatnya.
Beberapa teknik telah diterapkan untuk operasi dekompresi untuk

semua sindrom kompartemen akut. Prosedur ini dilakukan tanpa torniket


untuk mencegah terjadinya periode iskemia yang berkepanjangan dan
operator juga dapat memperkirakan derajat dari sirkulasi lokal yang
akan didekompresi. Setiap yang berpotensi mambatasi ruang termasuk
kulit dibuka di sepanjang daerah kompartemen, semua kelompok otot
17

harus lunak pada palpasi setelah prosedur selesai. Debridemen otot


harus seminimal mungkin selama operasi dekompresi kecuali terdapat
otot yang telah nekrosis.

1) Fasciotomi untuk sindrom kompartemen akut :

a) Teknik Tarlow

Incisi lateral dibuat mulai dari distal garis intertrocanterik

sampai ke epikondilus lateral. Dieksisi subkutaneus digunakan


untuk mengekspos daerah iliotibial dan dibuat insisi lurus sejajar
dengan insisi kulit sepanjang fascia iliotibial. Perlahan - lahan
dibuka sampai vastus lateralis dan septum intermuskular terlihat,
perdarahan ditangani bila ada. Insisi 1 - 5 cm dibuat pada septum
intermuskular lateral perpanjangan ke proksimal dan distal.
Setelah kompartemen anterior dan posterior terbuka, tekanan
kompartemen medial diukur. Jika meningkat dibuat insisi
setengah medial untuk membebaskan kompartemen adductor.

2) Facsiotomi kompartemen tungkai bawah :

a) Fibulektomi :

Prosedur radikal dan jarang dilakukan dan jika ada, termasuk

indikasi pada sindrom kompartemen akut. Insisi tunggal dapat


digunakan untuk jaringan lunak pada ekstremitas. Teknik insisi
ganda lebih aman dan efektif.

b) Fasciotomi insisi tunggal ( darvey, Rorabeck dan Fowler ) :


18

Dibuat insisi lateral, longitudinal pada garis fibula, sepanjang

mulai dari distal caput fibula sampai 3 - 4 cm proksimal

malleolus lateralis. Kulit dibuka pada bagian anterior dan jangan


sampai melukai nervus peroneal superficial. Dibuat fasciotomi
longitudinal pada kompartemen anterior dan lateral. Berikutnya
kulit dibuka ke bagian posterior dan dilakukan fasciotomi
kompartemen posterior superficial. Batas antara kompartemen
superficial dan lateral dan interval ini diperluas ke atas dengan
memotong soleus dari fibula. Otot dan pembuluh darah peroneal
ditarik ke belakang, kemudian diidentifikasi fascia otot tibialis
posterior ke fibula dan dilakukan insisi secara longitudinal. Insisi
sepanjang 20 - 25 cm dibuat pada kompartemen anterior,
setengah antara fibula dan caput tibia. Diseksi subkutaneus
digunakan untuk mengekspos fascia kompartemen. Insisi
transversal dibuat pada septum intermuskular lateral dan
identifikasi nervus peroneal superficial pada bagian posterior
septum. Buka kompartemen anterior kearah proksimal dan
distal pada garis tibialis anterior. Kemudian dilakukan
fasciotomi pada kompartemen lateral ke arah proksimal dan
distal pada garis tubulus fibula. Insisi kedua dibuat secara
longitudinal 1 cm dibelakang garis posterior tibia. Digunakan
diseksi subkutaneus yang luas untuk mengidentifikasi fascia.
Dibuat insisi transversal untuk mengidentifikasi septum antara
kompartemen posterior profunda dan superficial. Kemudian
dibuka fascia gastrocsoleus sepanjang kompartemen. Dibuat
insisi lain pada otot fleksor digitorum longus dan dibebaskan
19

seluruh kompartemen otot tibialis posterior. Jika terjadi


peningkatan tekanan pada kompartemen ini segera dibuka.

3) Fasciotomi pada lengan bawah :


a) Pendekatan Volar ( Henry )
Dekompresi kompartemen fleksor volar profunda dan

superficial dapat dilakukan dengan insisi tunggal.Insisi kulit


dimulai dari proksimal ke fossa antecubiti sampai ke palmar pada
daerah tunnel carpal.Tekanan kompartemen dapat diukur selama
operasi untuk mengkonfirmasi dekompresi, tidak ada
penggunaan torniket.Insisi kulit mulai dari medial ke tendon
bicep bersebelahan dengan siku kemudian ke sisi radial tangan
dan diperpanjangan ke arah distal sepanjang
brachioradialisdilanjutkan ke palmar.Kemudian kompartemen
fleksor superficial di insisi mulai titik 1 atau 2 cm diatas siku ke
arah bawah sampai pergelangan tangan.Kemudian nervus radialis
diidentifikasi dibawah brachioradialis, keduanya kemudian
ditarik ke arah radial. Kemudian fleksor carpi radialis dan arteri
radialis ditarik ke sisi ulnar yang akan mengekspos fleksor
digitorum profundus, fleksor pollicis longus, pronatus quadratus
dan pronator teres. Karena sindrom kompartemen biasanya
melibatkan kompartemen fleksor profunda harus dilakukan
dekompresi fascia disekitar otot tersebut untuk memastikan
bahwa dekompresi yang adekuat telah dilakukan.

b) Pendekatan Volar Ulnar


Pendekatan volar ulnar dilakukan dengan cara yang sama
dengan pendekatan Henry. Lengan disupinasikan dan insisi
mulai dari medial bagian atas tendon bicep melewati lipatan siku
20

terus ke bawah melewati garis ulnar lengan bawah dan sampai


ke carpal tunnel sepanjang lipatan thenar.Fascia superficial pada
fleksor carpi ulnaris di insisi ke atas sampai ke aponeurosis siku
dan ke carpal tunnel ke arah distal.Kemudian dicari batas antara
fleksor carpi ulnaris dan fleksor digitorum sublimis.Pada dasar
fleksor digitorum sublimis terdapat arteri dan nervus ulnaris yang
harus dicari dan dilindungi.Fascia pada kompartemen fleksor
profunda kemudian di insisi.

c) Pendekatan Dorsal
Setelah kompartemen superficial dan fleksor profunda lengan
bawah didekompresi, harus diputuskan apakah perlu dilakukan
fasciotomi dorsal ( ekstensor ). Hal ini lebih baik ditentukan
dengan pengukuran tekanan kompartemen intraoperatif setelah
dilakukan fasciotomi kompartemen fleksor.Jika terjadi
peningkatan tekanan pada kompartemen dorsal yang terus
meningkat, fasciotomi harus dilakukan dengan posisi lengan
bawah pronasi. Insisi lurus dari epikondilus lateral sampai garis
tengah pergelangan tangan, batas antara ekstensor carpi radialis
brevis dan ekstensor digitorum komunis di identifikasi
kemudian dilakukan fasciotomi.
21

Perawatan pasca operasi :


1. Rawat luka secara basah (dengan PZ)
2. Ekstensi anggota gerak
3. Ganjal bantal/elevasi anggota gerak setinggi level jantung
4. Observasi ketat: nyeri, parestesia, paresis
5. Delayed closure atau skin graft setelah oedema berkurang (rata-rata
pada hari ke 5-7)
H. Komplikasi
Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera
akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain :
1. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen
2. Kontraktur volkam, merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh
terlambatnya penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul deformitas
pada tanga, jari dan pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan
bawah
3. Trauma vascular
4. Gagal ginjal akut
5. Sepsis
6. Acture respiratory distress syndrome (ARDS)
22

BAB III
ASKEP SINDROM KOMPARTEMEN

A. Pengkajian
1. Primery survey
Pengkajian primer mempunyai tujuan untuk mengetahui dengan segera
kondisi yang mengancam nyawa paisen dilakukan dalam tempo waktu yang
singkat (kurang dari 10 detik) difokuskan pada airway, Breathing, Circulation
(ABC).
a. Airway
Jalan nafas adalah sumbatan jalan atas (larynx, pharinx) akibat cedera
inhalasi yang ditandai kesulitan bernafas atau suara nafas yang berbunyi
stridor hoarness. Tindakan dengan membersihkan jalan napas,
memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis
tertinggi dan antibiotika.
b. Breathing
23

Kemampuan bernafas, ekspansi rongga dada dapat terhambat karena nyeri


atau eschar melingkar di dada. Tindakan yang dilakuakan kaji dan
monitor kemampuan bernafas, memberikan oksigen, melakukan tindakan
kedaruratan jalan napas agresif.
c. Circulation
Status volume pembuluh darah. Keluarnya cairan dari pembuluh darah
terjadikarena meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (jarak antara
sel endoteldinding pembuluh darah)
d. Disability
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU:
1) A - alert , yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan
2) V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang
tidak bisa dimengerti
22
3) P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk
merespon)
4) U - unresponsive to pain, jika klien tidak merespon baik stimulus
nyeri maupun stimulus verbal.
e. Exposure
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam terjadinya gagal napas, maka Rapid Trauma
Assessment  harus segera dilakukan:
1) Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dada dan ekstremitas pada klien
2) Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa
klien luka dan mulai melakukan transportasi pada klien yang
berpotensi tidak stabil atau kritis.
2. Secondary survwy
24

Secondary Assessment survey  sekunder merupakan pemeriksaan secara


lengkap yang dilakukan dengan teknik Body Sistem.
a. Breathing (B1)
Bagaimana pernafasannya, reguler/tidak, bagaimana kesimetrisannya,
bagaimana suaranya apakah terdapat suara tambahan. Apakah terdapat
pergerakan otot antar rusuk, bagaimana gerakan dada, bagaimana
suaranya apakah ada pembesaran dada.
b. Blood (B2)
Pada luka bakar yang berat, perubahan permiabilitas kapiler yang hampir
menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial
menyababkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravascular
mengalami defisit, timbul ketidak mampuan menyelenggarakan proses
transportasi oksigen ke jaringan.
c. Brain (B3)
Manifestasi sistem saraf pusat karena keracunan karbon monoksida dapat
berkisar dari sakit kepala, sampai koma, hingga kematian.
d. Bladder (B4)
Pengeluaran urin menurun disebabkan karena hipotensi dan penurunan
aliran darah ke ginjal dan sekresi hormone antideuretik serta aldosteron
e. Bowel (B5)
Adanya resiko paralitik usus dan distensi lambung bisa terjadi distensi
dan mual. Selain itu pembentukan ulkus gastrduodenal juga dikenal
dengan Curling’s biasanya merupakan komplikasi utama dari luka  bakar.
f. Bone (B6)
Penderita dapat pula mengalami trauma misalnya mengalami patah tulang
punggung atau spine.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009)
25

a. Definisi : penurunan siklus darah pada level kapiler yang dapat


mengganggu metabolisme tubuh.
b. Penyebab :
- Hiperglikemia
- Penurunan konsentrasi hemoglobin
- Peningkatan tekanan darah
- Kekurangan volume cairan
- Penurunan aliran arteri dan atau vena
- Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat (mis. Merokok,
gaya hidup monoton, trauma, obesitas, asupan garam, imobilitas)
- Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit (mis. Diabetes
mellitus, hyperlipidemia)
- Kurang aktifitas fisik
c. Gejala dan Tanda
Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif : Objektif :
(tidak tersedia) 1) Pengisian kapiler >3 detik
2) Nadi perifer menurun atau
tidak teraba
3) Akral teraba dingin
4) Warna kulit pucat
5) Turgor kulit menurun

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif : Objektif :
1) Parastesia 1) Edema
2) Nyeri ekstrimitas (klaudikasi 2) Penyembuhan luka lambat
intermiten 3) Indeks ankle-brachial <0,9
0
26

4) Bruit femoral
d. Kondisi Klinis Terkait
- Tromboflebitis
- Diabetes mellitus
- Anemia
- Gagal jantung kongestif
- Kelainan jantung kogential
- Thrombosis arteri
- Varises
- Thrombosis vena dalam
- Sindrom kompartemen

2. Hipovolemia (D.0023)
a. Definisi : penurunan volume cairan intravaskuler, interstiel, dan/atau
intraseluler.
b. Penyebab :
- Kehilangan cairan aktif
- Kegagalan mekanisme reguler
- Peningkatan permeabilitas kapiler
- Kekurangan intake cairan
- Evaporasi
c. Gejala dan Tanda Minor

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif : Objektif :
(tidak tersedia) 6) Pengisian kapiler >3 detik
7) Nadi perifer menurun atau
tidak teraba
8) Akral teraba dingin
27

9) Warna kulit pucat


10) Turgor kulit menurun

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif : Objektif :
3) Parastesia 5) Edema
4) Nyeri ekstrimitas (klaudikasi 6) Penyembuhan luka lambat
intermiten 7) Indeks ankle-brachial <0,9
0
8) Bruit femoral

d. Kondisi Klinis Terkait

- Penyakit Addison

- Trauma/ perdarahan

- Luka bakar

- AIDS

- Penyakit Chron

- Muntah

- Diare

- Kolitis ulseratif

- Hipoalbuminemia

3. Nyeri Akut (D.0077)


a. Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau
28

lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang


dari 3 bulan
b. Penyebab :
- Agen pencedera biologis
- Agen pencedera kimiawi
- Agen pencedera fisik
c. Gejala dan Tanda Minor

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif : Objektif :
1) Mengeluh nyeri 1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif : Objektif :
(tidak tersedia) 1) Tekanan darah meningkat
2) Pola napas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berpikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Deformitas
d. Kondisi Klinis Terkait

- Kondisi pembedahan

- Cedera traumatis

- Infeksi
29

- Sindrom koroner akut

- Glukoma

C. Intervensi Keperawatan
1. Perfusi perifer tidak efektif
 Monitor vital signs
Rasional: Indikator umum status sirkulasi dan keadekuatan perfusi.
 Monitor kadar kreatin ,fosfotkinase saat diperlukan
Rasional: Enzim akan dihasilkan dari otot yang mengalami iskemik
 Periksa adanya hematom atau adanya bengkak berat pada tungkai klien
Rasional: Bengkak yang berat dapat mengganggu aliran sirkuler
 Hilangkan semua tekanan dari luar
Rasional: Untuk memperlancar sirkulasi
 Himdarkan penggunaan kompres es
Rasional: Untuk mencegah konstriksi pembuluh darah
2. Hipovolemia
 Pantau tanda-tanda vital dan CVP, perhatikan adanya / derajat
perubahan tekanan darah  postural.
Rasional: Indikator keadekuatan volume sirkulasi.
 Tempatkan klien dalam  posisi supine dan kaki elevasi
Rasional: Untuk memberi rasa nyaman
 Awasi jumlah dan tipe masukan cairan , ukur volume urin dengan
Rasional: klien tidak mengkonsumsi cairan,oliguria  bisa terjadi dan
toksin dalam sirkulasi mempengaruhi antibiotic
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan
Rasional: Untuk mencegah kekurangan volume cairan
3. Nyeri akut
30

 Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien


Rasional: Pengkajian yang optimal akan memberikan data yang objektif
untuk melakukan intervensi yang tepat
 Ajarkan teknik relaksasi dan metode distraksi
Rasional: Akan memperlancar  peredaran darah dan dapat mengalihkan
perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan
 Beritahu klien untuk tidak mengangkat benda yang berat
Rasional: Menghindari adanya tekanan intra abdomen
 Kolaborasi pemberian analgesik
Rasional: Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri  berkurang

D. Evaluasi
1. Perfusi perifer tidak efektif
a. Nadi teraba
b. Klien tidak pucat
2. Hipovolemia
a. Menunjukkan tingkat kesadaran yang baik
b. Fungsi kognitif dan motorik baik
c. anda-tanda vital normal
3. Nyeri akut
a. Klien tidak merasa kesakitan
b. anda-tanda vital dalam batas normal
31

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
 Sindrom Kompartemen merupakan suatu kondisi yang bisa mengakibatkan
kecacatan hingga mengancam jiwa akibat terjadi peningkatan tekanan
interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasia
yang tertutup. Sebagian besar terjadi pada daerah lengan bawah dan kaki.
Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen
jaringan.
 Penyebab sindrom kompartemen secara umum dibedakan menjadi dua:
1. Peningkatan volume intra-kompartemen dengan luas ruang
kompartemen tetap; dapat disebabkan oleh:
a. Fraktur yang menyebabkan robekan pembuluh darah, sehingga
darah mengisi ruang intra-kompartemen
b. Trauma langsung jaringan otot yang menyebabkan pembengkakan
c. Luka bakar yang menyebabkan perpindahan cairan ke ruang
intrakompartemen
2. Penurunan luas ruang kompartemen dengan volume intra-kompartemen
yang tetap
a. Kompresi tungkai terlalu ketat saat imobilisasi fraktur
b. Luka bakar yang menyebabkan kekakuan/ konstriksi jaringan ikat
sehingga mengurangi ruang kompartemen
 Gejala klasik 5P
1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot
yang terkena, ketika ada trauma langsung.
2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah
tersebut.

31
32

3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )


4. Parestesia (rasa kesemutan)
5. Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf
yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena
kompartemen sindrom.

B. Saran
1. Untuk Pembaca
Diharapkan makalah ini dapat digunakan sebagai referensi untuk menambah
wawasan atau pengetahuan pembaca mengenai asuhan keperawatan
kegawatdaruratan syndrome kompartemen.
2. Untuk Penulis
Diharapkan Penulis selanjutnya dapat lebih memahami tentang asuhan
keperawatan kegawatdaruratan syndrome kompartement.
33

DAFTAR PUSTAKA

Azar Frederick. (2013). Compartment syndrome in Campbell`s operative


orthopaedics. Ed 10th. Vol 3. Mosby. USA. p : 2449-57

Amendola, Bruce Twaddle. (2013). Compartment syndromes in Skeletal trauma


basic science, management, and reconstruction. Vol 1.Ed 3rd. Saunders. p :
268-92

Marc F Swiontkowski. (2011) Compartmental syndromes in Manual of orthopaedics.


Ed 5th. Lippincott Williams & Wilkins. USA. 2001. p : 20-8

Preston R Miller, John M Kane. (2012). Compartment syndrome and rhabdomyolysis


in The trauma manual. Ed 2nd. Lippincott Williams & Wilkins. USA.. p : 335-
7

Paula Richard. Compartment syndrome, extremity. Available at


http://www.emedicine.com.

PPNI. (2017). Standar Diagnosisi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim


Prokja SDKI DPP PPNI.

Rasul Abraham. Compartment syndrome. Available at


http://www.uwhealth.org/sportsmedecine/compartmentsyndrome/11474\

Tanjung AS.; IP Sukarna. (1992) Sindroma Kompartemen, Paper Seksi Orthopaedi


Lab/UPF. Ilmu Bedah FK Unair/RSD Dari. Soetomo, Surabaya,

Poggi, JJ. (1995). Compartment Syndrome: Orthopaedic Secret, Brown DE;


Neumann RD (Ed). Han Ley & Belfus, Philadelphia, 27-29

Anda mungkin juga menyukai