BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom kompartemen adalah sebuah kondisi yang mengancam anggota
tubuh dan jiwa yang dapat diamati ketika tekanan perfusi dibawah jaringan yang
tertutup mengalami penurunan. Saat sindrom kompartemen tidak teratasi maka
tubuh akan mengalami nekrosis jaringan dan gangguan fungsi yang permanen,
dan jika semakin berat dapat terjadi gagal ginjal dan kematian.
Lokasi yang dapat mengalami sindrom kompartemen telah ditemukan di
tangan, lengan bawah, lengan atas, perut, pantat, dan seluruh ekstremitas bawah.
Hampir semua cedera dapat menyebabkan sindrom ini, termasuk cedera akibat
olahraga berat.Hal yang paling penting bagi seorang dokter adalah untuk selalu
waspada ketika berhadapan dengan keluhan nyeri pada ekstremitas. Konsekuensi
dari terlewatnya pemeriksaan dapat meningkatkan tekanan intra-kompartemen.
Sindroma kompartemen dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronik,
tergantung dari penyebab peningkatan tekanan kompartemen dan lamanya
gejala.Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah fraktur,
trauma jaringan lunak, kerusakan arteri, dan luka bakar.Sedangkan sindroma
kompartemen kronik dapat disebabkan oleh aktivitas yang berulang misalnya
lari.
Di Amerika, ekstremitas bawah distal anterior adalah yang paling banyak
dipelajari untuk sindroma kompartemen.Dianggap sebagai yang kedua paling
sering untuk trauma sekitar 2-12%.Dari penelitian McQueen [2000], sindroma
kompartemen lebih sering didiagnosa pada pria daripada wanita, tapi hal ini
memiliki bias, dimana pria lebih sering mengalami luka trauma. McQueen
memeriksa 164 klien yang didiagnosis sindroma kompartemen, 69%
berhubungan dengan fraktur dan sebagian adalah fraktur tibia.
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme terjadinya sindrom kompartemen?
2. Bagaimana pengkajian dan prosedur diagnostik dengan kasus sindrom
kompartemen?
3. Bagaimana manajemen medis pada kasus sindrom kompartemen?
4. Bagaimana pengkajian pada asuhan keperawatan dengan kasus sindrom
kompartemen?
5. Apa saja diagnosa keperawatan gawat darurat yang dapat diangkat pada
kasus sindrom kompartemen?
6. Apa saja intervensi keperawatan gawat darurat yang dapat diberikan pada
kasus kompartemen?
7. Bagaimana evaluasi dan pendokumentasian asuhan keperawatan gawat
darurat yang diberikan pada kasus sindrom kompartemen?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih mendalam
tentang proses pelaksanaan asuhan keperawatan gawat darurat pada sistem
muskuloskeletal dengan kasus sindrom kompartemen.
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan makalah ini dapat menjadi sumber pengetahuan bagi para
pembaca terutama mengenai asuhan keperawatan gawat darurat pada kasus
sindrom kompartemen.
2. Manfaat Praktisi
Perawat diharapkan dapat menerapkan asuhan keperawatan gawat darurat
pada kasus sindrom kompartemen dengan tepat
4
BAB II
KONSEP DASAR SINDROM KOMPARTEMEN
Sindrom kompartemen paling sering terjadi pada daerah tungkai bawah (yaitu
kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial dan posterior profundus) serta
lengan atas (kompartemen volar dan dorsal).
B. Definisi
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen
osteofasial yang tertutup.Hal ini dapat mengawali terjadinya kekurangan oksigen
akibat penekanan pembuluh darah, sehingga mengakibatkan berkurangnya
perfusi jaringan dan diikuti dengan kematian jaringan.
Ruangan tersebut (Kompartemen osteofasial) berisi otot, saraf dan pembuluh
darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang
7
dibungkus oleh epimisium. Ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis,
pucat, disertai denyut nadi yang hilang.Secara anatomi sebagian besar
kompartemen terletak di anggota gerak.Paling sering disebabkan oleh trauma,
terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas.
C. Etiologi
Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang
kemudian memicu timbullny sindrom kompartemen, yaitu antara lain:
D. Patofisiologi
Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal
normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah
kapiler, dan nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia.
9
E. Diagnosis
Pada umumnya diagnosis dibuat dengan melihat tanda dan gejala sindrom
kompartemen dan pengukuran tekanan secara langsung. Gejala terpenting pada
klien yang sadar dan koheren adalah nyeri yang proporsinya tidak sesuai dengan
beratnya trauma. Nyeri pada regangan pasif juga merupakan gejala yang
mengarah pada compartment syndrome.Paresthesi berkenaan dengan saraf yang
melintang pada kompartemen yang bermasalah merupakan tanda lanjutan dari
compartment syndrome.Palpasi dapat menunjukkan ekstremitas yang tegang dan
keras.Pallor dan pulselessness adalah tanda yang jarang jika tidak disertai cedera
vaskuler.Paralysis dan kelemahan motorik adalah tanda yang amat lanjut yang
mengarah pada compartment syndrome.
Jika diagnosis compartment syndrome belum dapat ditegakkan atau jika data
objektif diperlukan, maka tekanan kompartemen harus diukur.Cara ini paling
berguna jika diagnosis belum dapat disimpulkan dari gejala klinis, pada klien
politrauma, dan klien dengan cedera kepala.
11
F. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang terjadi pada syndrome kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:
1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang
terkena, ketika ada trauma langsung.Nyeri merupakan gejala dini yang
paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak sebanding
dengankeadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah atau
13
F. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
a. Comprehensive metabolic panel (CMP)
Sekelompoktesdarah yang memberikan gambaran keseluruhan
keseimbangan kimiatubuh dan metabolisme. Metabolisme mengacu pada
semua proses fisikdan kimia dalam tubuh yang menggunakan energi.
b. Complete blood cell count (CBC)
Pemeriksaan komponen darah secara lengkap yakni kadar : Hemoglobin,
Hematokrit, Leukosit (White Blood Cell / WBC), Trombosit (platelet),
Eritrosit (Red Blood Cell / RBC), Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC),
Laju Endap Darah atau Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR), Hitung
Jenis Leukosit (Diff Count), Platelet Disribution Width (PDW), Red Cell
Distribution Width (RDW).
14
G. Penanganan
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit
fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui
bedah dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik,
namun beberapa hal, seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah
setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk
melakukan fasciotomi.
1. Terapi
15
a) Teknik Tarlow
a) Fibulektomi :
c) Pendekatan Dorsal
Setelah kompartemen superficial dan fleksor profunda lengan
bawah didekompresi, harus diputuskan apakah perlu dilakukan
fasciotomi dorsal ( ekstensor ). Hal ini lebih baik ditentukan
dengan pengukuran tekanan kompartemen intraoperatif setelah
dilakukan fasciotomi kompartemen fleksor.Jika terjadi
peningkatan tekanan pada kompartemen dorsal yang terus
meningkat, fasciotomi harus dilakukan dengan posisi lengan
bawah pronasi. Insisi lurus dari epikondilus lateral sampai garis
tengah pergelangan tangan, batas antara ekstensor carpi radialis
brevis dan ekstensor digitorum komunis di identifikasi
kemudian dilakukan fasciotomi.
21
BAB III
ASKEP SINDROM KOMPARTEMEN
A. Pengkajian
1. Primery survey
Pengkajian primer mempunyai tujuan untuk mengetahui dengan segera
kondisi yang mengancam nyawa paisen dilakukan dalam tempo waktu yang
singkat (kurang dari 10 detik) difokuskan pada airway, Breathing, Circulation
(ABC).
a. Airway
Jalan nafas adalah sumbatan jalan atas (larynx, pharinx) akibat cedera
inhalasi yang ditandai kesulitan bernafas atau suara nafas yang berbunyi
stridor hoarness. Tindakan dengan membersihkan jalan napas,
memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis
tertinggi dan antibiotika.
b. Breathing
23
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009)
25
Subjektif : Objektif :
(tidak tersedia) 1) Pengisian kapiler >3 detik
2) Nadi perifer menurun atau
tidak teraba
3) Akral teraba dingin
4) Warna kulit pucat
5) Turgor kulit menurun
Subjektif : Objektif :
1) Parastesia 1) Edema
2) Nyeri ekstrimitas (klaudikasi 2) Penyembuhan luka lambat
intermiten 3) Indeks ankle-brachial <0,9
0
26
4) Bruit femoral
d. Kondisi Klinis Terkait
- Tromboflebitis
- Diabetes mellitus
- Anemia
- Gagal jantung kongestif
- Kelainan jantung kogential
- Thrombosis arteri
- Varises
- Thrombosis vena dalam
- Sindrom kompartemen
2. Hipovolemia (D.0023)
a. Definisi : penurunan volume cairan intravaskuler, interstiel, dan/atau
intraseluler.
b. Penyebab :
- Kehilangan cairan aktif
- Kegagalan mekanisme reguler
- Peningkatan permeabilitas kapiler
- Kekurangan intake cairan
- Evaporasi
c. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : Objektif :
(tidak tersedia) 6) Pengisian kapiler >3 detik
7) Nadi perifer menurun atau
tidak teraba
8) Akral teraba dingin
27
Subjektif : Objektif :
3) Parastesia 5) Edema
4) Nyeri ekstrimitas (klaudikasi 6) Penyembuhan luka lambat
intermiten 7) Indeks ankle-brachial <0,9
0
8) Bruit femoral
- Penyakit Addison
- Trauma/ perdarahan
- Luka bakar
- AIDS
- Penyakit Chron
- Muntah
- Diare
- Kolitis ulseratif
- Hipoalbuminemia
Subjektif : Objektif :
1) Mengeluh nyeri 1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur
Subjektif : Objektif :
(tidak tersedia) 1) Tekanan darah meningkat
2) Pola napas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berpikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Deformitas
d. Kondisi Klinis Terkait
- Kondisi pembedahan
- Cedera traumatis
- Infeksi
29
- Glukoma
C. Intervensi Keperawatan
1. Perfusi perifer tidak efektif
Monitor vital signs
Rasional: Indikator umum status sirkulasi dan keadekuatan perfusi.
Monitor kadar kreatin ,fosfotkinase saat diperlukan
Rasional: Enzim akan dihasilkan dari otot yang mengalami iskemik
Periksa adanya hematom atau adanya bengkak berat pada tungkai klien
Rasional: Bengkak yang berat dapat mengganggu aliran sirkuler
Hilangkan semua tekanan dari luar
Rasional: Untuk memperlancar sirkulasi
Himdarkan penggunaan kompres es
Rasional: Untuk mencegah konstriksi pembuluh darah
2. Hipovolemia
Pantau tanda-tanda vital dan CVP, perhatikan adanya / derajat
perubahan tekanan darah postural.
Rasional: Indikator keadekuatan volume sirkulasi.
Tempatkan klien dalam posisi supine dan kaki elevasi
Rasional: Untuk memberi rasa nyaman
Awasi jumlah dan tipe masukan cairan , ukur volume urin dengan
Rasional: klien tidak mengkonsumsi cairan,oliguria bisa terjadi dan
toksin dalam sirkulasi mempengaruhi antibiotic
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan
Rasional: Untuk mencegah kekurangan volume cairan
3. Nyeri akut
30
D. Evaluasi
1. Perfusi perifer tidak efektif
a. Nadi teraba
b. Klien tidak pucat
2. Hipovolemia
a. Menunjukkan tingkat kesadaran yang baik
b. Fungsi kognitif dan motorik baik
c. anda-tanda vital normal
3. Nyeri akut
a. Klien tidak merasa kesakitan
b. anda-tanda vital dalam batas normal
31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom Kompartemen merupakan suatu kondisi yang bisa mengakibatkan
kecacatan hingga mengancam jiwa akibat terjadi peningkatan tekanan
interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasia
yang tertutup. Sebagian besar terjadi pada daerah lengan bawah dan kaki.
Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen
jaringan.
Penyebab sindrom kompartemen secara umum dibedakan menjadi dua:
1. Peningkatan volume intra-kompartemen dengan luas ruang
kompartemen tetap; dapat disebabkan oleh:
a. Fraktur yang menyebabkan robekan pembuluh darah, sehingga
darah mengisi ruang intra-kompartemen
b. Trauma langsung jaringan otot yang menyebabkan pembengkakan
c. Luka bakar yang menyebabkan perpindahan cairan ke ruang
intrakompartemen
2. Penurunan luas ruang kompartemen dengan volume intra-kompartemen
yang tetap
a. Kompresi tungkai terlalu ketat saat imobilisasi fraktur
b. Luka bakar yang menyebabkan kekakuan/ konstriksi jaringan ikat
sehingga mengurangi ruang kompartemen
Gejala klasik 5P
1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot
yang terkena, ketika ada trauma langsung.
2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah
tersebut.
31
32
B. Saran
1. Untuk Pembaca
Diharapkan makalah ini dapat digunakan sebagai referensi untuk menambah
wawasan atau pengetahuan pembaca mengenai asuhan keperawatan
kegawatdaruratan syndrome kompartemen.
2. Untuk Penulis
Diharapkan Penulis selanjutnya dapat lebih memahami tentang asuhan
keperawatan kegawatdaruratan syndrome kompartement.
33
DAFTAR PUSTAKA