Anda di halaman 1dari 57

“TENSION PNEUMOTHORAX”

Dosen Pengampuh :
Ns. Hj. Zainar Kasim S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh
Kelompok III :
1. Bella Vista Datunsolang
2. Thieny H.I Mumekh
3. Shania Virgin Ngadimin (1801010)
4. Virginia Yessi Sasube
5. Prayoga Mamonto

PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MUHAMMADIYAH
MANADO
T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.wr.wb Alhamdulilah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan


Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan petunjuknya. Makalah yang penulis susun
dalam rangka memenuhi tugas mata Keperawatan Kritis dengan judul “Tension
pneumotoraks” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun dengan mengambil materi dari akses internet seperti
yang tercantum dalam daftar ustaka. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kata sempurna karena kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT. Harapan penulis
semoga saja makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca.
Aamiin Ya Rabbal’alamin
DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Konsep Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Tension Pneumothorax
2.1.2 Etiologi
2.1.3 Klasifikasi
2.1.4 Patofisiologi
2.1.5 Manifestasi Klinis
2.1.6 Komplikasi
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
2.1.8 Penatalaksanaan
2.2 Tinjauan Konsep Asuhan Keperawatan Teori
2.2.1 Pengakajian
2.2.2 Diagnosa
2.2.3 Intervensi
2.2.4 Implementasi
2.2.5 Evaluasi
2.3 Tinjauan Konsep Asuhan Keperawatan Kasus
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semakin berkembangnya jaman,semakin maju pula berbagai macam pola


pikir dari manusia.Misalnya, dalam hal kemajuan transportasi seperti di saat
ini.Transportasi sangat dibutuhkan oleh manusia di era moderen ini sebagai
salah satu penunjang aktivitasnya sehari-hari.Namun,ada pula sisi negatif dari
majunya transportasi ini.Salah satu dampaknya yaitu dapat menyebabkan
kecelakaan ,contohnya adalah fraktur pada tulang, dan dapat pula terjadi
cidera pada dada.
Purnawaba dan Suarjaya (dalam Aditya Heru Siswanto, 2020)
menjelaskan bahwa kejadian cidera dada merupakan salah satu trauma yang
sering terjadi, jika tidak di tangani dengan benar akan menyebabkan
kematian.Kejadian trauma dada terjadi seperempat dari jumlah kematian
akibat trauma yang terjadi, serta sekitar sepertiga dari kematian yang terjadi
di berbagai rumah sakit. Kecelakaan kendaraan bermotor paling sering
menyebabkan terjadinya trauma pada toraks. Cidera yang diakibatkan oleh
kecelakaan seperti cidera dada antara lain, tension pneumothorax,
pneumothorax terbuka, flail chest,hematotorax, tamponade jantung. Tingkat
morbiditas mortalitas akan meningkat dan menjadi penyebab kematian kedua
di dunia pada tahun 2020 menurut WHO (Word Health Organization).

Kejadian pneumothoraks di Indonesia berkisar antara 2,4-17,8 per 100.000


per tahun. Beberapa karakteristik pada pneumotoraks antara lain: laki-laki
lebih sering daripada wanita (4: 1); Paling sering pada usia 20–30 (4,14)
tahun Pneumothoraks spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun
sering disebabkan oleh adanya bronkitis kronik dan empisema (Cermin Dunia
Kedokteran No. 101, 2015).
Peran perawat pada kasus ini adalah mampu membantu proses kesembuhan
diri pasien, baik fisik ataupunn psikis, memberi motivasi, dan menjaga pasien.
Peran dan fungsi perawat dalam merawat pasien tension pneumothorax
sangat penting. Selain itu perawat harus dapat menentukan asuhan
keperawatan yang tepat dalam menangani pasien dengan penyakittension
pneumothorax. Berdasarkan uraian di atas penulis menyusun asuhan
keperawatan pada tension pneumothorax .

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah Definisi Tension Pneumothorax?

2. Apa Etiologi dari Tension Pneumothorax?

3. Apa saja Klasifikasi dari Tension Pneumothorax?

4. Bagaimana Patofisiologi dari Tension Pneumothorax?

5. Apa Manifestasi Klinis dari Tension Pneumothorax?

6. Apa saja komplikasi dari Tension Pneumothorax?

7. Bagaimana penatalaksanaan dengan pasien Tension Pneumothorax?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengidentifikasi asuhan keperawatan pada klien


dengan diagnosa Tension Pneumothorax.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan definisi dari Tension Pneumothorax

2. Menjelaskan etiologi dari Tension Pneumothorak

3. Menjelaskan klasifikasi Tension Pneumothorax


4. Menjelaskanpatofisiologi dari Tension Pneumothorak

5. Menjelaskan manifestasi klinis dari Tension Pneumothorax

6. Menjelaskan komplikasi dari Tension Pneumothorak?

7. Menjelaskan penatalaksanaan pada pasien Tension Pneumothorax?


1.4. Manfaat

1.4.1. Manfaat Teoritis.

1. Secara teoritis makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan


dan ilmu pengetahuan para pembaca tentang berbagai trauma dada
terutama tension pneumothorax.

2. Sebagai acuan dan pengembangan materi untuk penyusunan asuhan


keperawatan berikutnya khususnya mengenai asuhan keperawatan
pada tension pneumothorax.

1.4.2. Manfaat Praktis.

1. Masyarakat

Hasil makalah ini akan bermanfaat bagi masyarakat yaitu sebagai


sumber informasi untuk manambah pengetahuan terkait berbagai
trauma dada yang sering terjadi salah satunya yaitu tension
pneumothorax.

2. Institusi Rumah Sakit


Menjadi bahan masukan untuk memberikan pelayanan
asuhan keperawatan gawat darurat dengan tension
pneumothorax.

3. Institusi Itikes Bali

Sebagai bahan masukan berupa literatur dan pengembangan


materi dalam pembelajaran tentang asuhan keperawatan
khususnya pada berbagai tension pneumothorax.
BAB II
PEMBAASAN

2.1 Tinjauan Konsep Dasar Teori

2.1.1 Pengertian
Tension pneumotorak merupakan suatu keadaan udara yang
masuk ke dalam ruang pleura dari paru-paru yang mengalami laserasi
atau melalui lubang kecil dalam dinding dada (Brunner & Suddarth,
2013). Pada tension pneumotorak, udara terperangkap di ruang pleura
karena pleura memiliki fungsi seperti katup satu arah. Sehingga
mengakibatkan udara bisa masuk saat inspirasi, namun udara yang di
dalam tidak bisa keluar saat ekspirasi. Hal tersebut mengakibatkan
semakin banyak udara yang terperangkap, sehingga terjadi peningkatan
tekanan intratorak yang mengakibatkan paru kolaps dan terjadinya
pergeseran mediastinum ke arah paru-paru yang sehat.

Akibat dari hal tersebut maka terjadi gangguan venous return dan
curah jantung yang menyebabkan penurunan cardiac output dan
hipotensi berat (Rini, 2019). Pada kasus tension pneumotorak,
peningkatan tekanan intrapleura positif dan progresivitas penyakit
semakin tinggi disebabkan karena terdapat fistel di pleura visceralis
yang bersifat ventil. Ketika fase inpirasi, udara masuk melaui trakea,
bronkus serta percabangannya lalu menuju pleura melalui fistel yang
terbuka. Ketika fase ekspirasi, udara di dalam rongga pleura tidak dapat
keluar, sehingga mengakibatkan tekanan di dalam rongga pleura
semakin tinggi.

2.1.2 Etiologi

Adapun etiologi Tension Pneumothoraks, antara lain:

a. Pneumothoraks spontan primer: pecahnya pleura blebs biasanya terjadi


pada orang-orang muda tanpa penyakit paru-paru parenchymal atau
terjadi dalam ketiadaan cedera traumatis dada atau paru-paru
b. Pneumothoraks spontan sekunder: terjadi dalam kehadiran penyakit
paru-paru, emfisema terutama, tetapi juga dapat terjadi dengan
tuberkulosis (TB), Sarkoidosis, cystic fibrosis, keganasan, dan fibrosis
paru
c. Iatrogenik: komplikasi prosedur medis atau operasi, seperti terapi
thoracentesis, trakeostomi, biopsi pleura, kateter vena sentral
penyisipan, ventilasi mekanik tekanan positif, sengaja intubasi bronkus
kanan mainstem
d. Traumatis: bentuk paling umum dari Pneumotoraks dan hemothorax,
disebabkan oleh trauma dada terbuka atau tertutup terkait dengan
cedera tumpul atau menembus. (Matt Vera: 2012)

Penyebab lain tension pneumothoraks menurut Willy (2018), antara lain :

a. Penyakit paru – paru, seperti PPOK (Penyakit Paru Obstruktif


Kronik), infeksi paru – paru atau cystic fibrosis
b. Cidera pada dada, misal luka tembak atau tulang rusuk yang patah

c. Pecahnya kavitas pada paru – paru. Kavitas merupakan kantung


abnormal yang terbentuk didalam paru – paru akibat infeksi (TBC)
atau tumor yang dapat pecah.

a. Menggunakan alat bantu pernafasan atau ventilator. Penggunaan


ventilator dapat menjadikan tekanan udara dalam paru – paru
menungkat dan beresiko menyebabkan robeknya kantung udara di
paru – paru.

2.1.3 Klasifikasi

Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan


berdasarkan penyebabnya. Pada keadaan normal ronggapleura tidak berisi
udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada.
Pneumotoraks dapat terjadi secara spontan dan traumatik
1. Pneumotraks Spontan

Pneumotorak spontan merupakan pneumothoraks yang terjadi tiba-


tiba tanpa adanya suatu penyebab (trauma ataupun iatrogenik), terbagi
menjadi dua yaitu:
a) Pneumotoraks spontan primer (PSP): terjadi tanpa disertai
penyakit paru sebelumnya.
b) Pneumotoraks spontan sekunder (PSS): terjadi karena adanya
penyakit paru yang mendasarinya seperti tuberkulosis paru,
PPOK, pneumonia, asma bronkial, tumor paru, dan sebagainya.
2. Pneumotoraks traumatik berdasarkan kejadian:

a) Pneumotoraks traumatik non iatrogenik : terjadi karena jejas


kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada baik terbuka
maupun tertutup, barotrauma.
b)Pneumotoraks traumatik iatrogenik : terjadi akibat komplikasi
dari tindakan medis
3. Pneumotorak berdasarkan fistulanya:

a) Pneumotoraks tertutup : tekanan udara di rongga pleura sedikit


lebih tinggi di bandingkan tekanan pleura pada sisi hemitoraks
kontralateral tetapi tekanan masih lebih rendah dari tekanan
atmosfer.
b) Pneumotoraks terbuka: terjadi karena luka terbuka pada
dinding dada, sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar
melalui luka tersebut
c) Tension pneumotoraks: terjadi karena mekanisme chekvalve
yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke rongga pleura, tetapi
pada saat ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar.

2.1.4 Patofisiologi

Tension pneumothorax terjadi apabila udara dalam rongga pleura


memiliki tekanan yang lebih tinggi daripada udara dalam paru
disebelahnya. Dari tempat ruptur pleura udara dapat masuk ke rongga
pleura yang bekerja seperti katup satu arah. Pada saat inspirasi udara
memasuki rongga pleura namun tidak dapat dikeluarkan pada saat ekspirasi
dikarenakan tertutup oleh tempat yang ruptur. Tekanan udara akan
melampaui udara birometrik dikarenakan saat inspirasi akan terdapat lebih
banyak lagi udara yang masuk. Peningkatkan udara ini menyebabkan
atelectasis kompresi karena udara akan mendorong paru dalam keadaan
recoiling.

Udara yang menekan mediastinum akan mengakibatkan kompresi


dan pergesaran jantung dan pembuluh darah besar. Udara yang semakin
menumpuk dan tekanan yang meningkat dapat mengakibatkan kolaps paru.
Pada foto polos thorax akan tampak adanya lesi diparenkim paru yang
normal, yang dibatasi oleh membrane fibrous yang tipis dan irregular. Pada
keadaan infeksi selain terdapat udara juga dapat berisi cairan. Udara yang
terus menumpuk dan tekanan intrapleura terus meningkat, mediastinum
akan tergeser dari sisi yang tertekan dan aliran balik vena menurun. Selain
dapat mengakibatkan obstruksi pada jaringan pulmo yang berdekatan juga
dapat mengakibatkan tekanan pada pulmo kontralateral serta jantung,
trakea, esophagus, dan pembuluh darah besar berpindah ke sisi yang sehat
sehingga dapat mengganggu fungsinya (Jennifer dalam Pratama, 2014).

2.1.5 Manifestasi Klinis

American College of Surgeons (2018), menyebutkan bahwa


Tension Pneumothorax dapat diketahui atau dicirikan oleh beberapa atau
semua tanda dan gejala berikut seperti:
a. Nyeri dada

b. Air hunger yang berupa sensasi tidak bisa bernafas pada udara
yang cukup atau memerlukan oksigen yang lebih banyak dari
biasanya sehingga menghasilkan pernapasan yang dalam, cepat
dan sesak napas
c. Tachypnea

d. Distress pernapasan

e. Tachycardia

f. Hipotensi

g. Pendorongan trakhea dari garis tengah menjauhi sisi yang sakit


(deviasi trakhea)
h. Tidak adanya suara napas unilateral

i. Peningkatan hemithoraks tanpa gerakan pernapasan

j. Distensi vena leher/jugularis

k. Sianosis
2.1.6 Komplikasi

Tension pneumathoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps,


akibatnya pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun.
Paru yang sehat juga dapat terkena dampaknya.
Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat.
Kematian menjadi akhir dari pneumothoraks jika tidak ditangani dengan
cepat. Gambaran ancaman terhadap kehidupan pada pasien ekstrim yaitu
pertimbangan tension pneumothoraks, nafas pendek, hypotensi, tachykardy,
trachea berubah.
Tension Pneumotoraks terjadi pada 3-5% pasien pneumotoraks dan
dapat mengakibatkan kegagalan respirasi, piopheneumothorak,
hidropneumotoraks, henti jantung dan paru bahkan kematian.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penujang pada Tension Peumotoraks, antara

lain:

1. Foto Toraks PA :

a. pleural line / garis pleura (+)

b. hiperlusens

c. jantung dan mediastinum terdorong ke arah paru sehat

d. diafragma terdorong ke bawah

2. Analisa Gas Darah

3. Pemeriksaan Computed Tomografi (CT-scan)

4. Pemeriksaan Endoskopi (torakostomi), pemeriksaan


enoskopi ini dibagi menjadi 4 derajat, yaitu:
a DERAJAT I
b DERAJAT II
c DERAJAT III
d DERAJAT IV
13
2.1.8 Penatalaksanaan

1. Pemeriksaan Diagnostik

a Pemeriksaan fisik dengan bantuan sketoskop menunjukkan


adanya penurunan suara
b Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan
PaCO2 c Pemeriksaan EKG
d Sinar X dada, menyatakan akumulasi udara / cairan pada area
pleural, dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal
(jantung)
e Torasentensis ; menyatakan darah / cairan serosanguinosa

f Pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan


elektrolit. Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
g Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan pendekatan
AVPU
h Pulse Oximeter : pertahankan saturasi > 92 %

2. Penatalaksanaan Medis

a Chest wound/sucking chest wound

Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau


balutan tekan dibuat kedap udara dengan petroleum jelly atau
plastik bersih. Pembalut plastik yang steril merupan alat yang baik,
namun plastik pembalut kotak rokok (selofan) dapat juga
digunakan. Pita selofan dibentuk segitiga salah satu ujungnya
dibiarkan tebuka untuk memungkinkan udara yang terhisap dapat
dikeluarkan. Hal ini untuk mencegah terjadinya tension
pneumothoraks. Celah kecil dibiarkan terbuka sebagai katup agar
udara dapat keluar dan paru-paru akan mengembang.
b Blast injury or tention

Jika udara masuk kerongga pleura disebabkan oleh robekan


jaringan paru, perlu penanganan segera. Sebuah tusukan jarum
halus dapat dilakukan untuk mengurangi tekanan agar paru dapat
14
mengembang kembali.
c Penatalaksanaan WSD ( Water Sealed Drainage )
d Perawatan Per-hospital

Beberapa paramedis mampu melakukan needle thoracosentesis


untuk mengurangi tekanan intrapleura. Jika dikehendaki intubasi
dapat segera dilakukan jika keadaan pasien makin memburuk.
Perwatan medis lebih lanjut dan evaluasi sangat dianjurkan segera
dilakukan. Termasuk dukungan ventilasi mekanik. Pendekatan
melalui torakotomi anterior, torakomi poskerolateral dan
skernotomi mediana, selanjutnya dilakukan diseksi bleb,
bulektonomi, subtotal pleurektomi. Parietalis dan Aberasi pleura
melalui Video Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS).

15
2.2 Tinjauan Teori Asuhan Keperawatan
2.2.1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang


mana dilakukan pengumpulan data, pengelompokan data, serta analisa
data yang menghasilkan suatu masalah keperawatan yang dikumpulkan
melalui wawancara, pengumpulan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan diagnostik, dan review catatan
sebelumnya. Pengkajian dalam keperawatan gawat darurat dilakukan
dengan primary survey dan secondary survey. Proses pengumpulan
data primer dan sekunder terfokus tentang status kseeshatan pasien
gawat darurat di rumah sakit secara sistematik, akurat, dan
berkesinambungan.

1. Pengkajian Primer (Primary Survey)

Pengkajian primer yang dapat dilakukan pada pasien dengan


trauma dada yang utama adalah mengkaji airway, breathing,
circulation, disability dan exposure ( Planas, & Waseem, 2019)
a. Airway

1)Pastikan patensi airway pasien

2)Pastikan tidak ada obstruksi pada jalan napas pasien

b. Breathing

1)Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan


dinding dada
2)Perhatikan apakah pasien mengalami napas cuping hidung

3)Perhatikan apakah pasien mengalami sesak napas atau


tidak
4)Lakukan palpasi torak

5)Periksa frekuensi napas pasien

6)Periksa pola napas pasien

16
7)Auskultasi suara napas pasien

17
c. Circulation

1)Periksa frekuensi denyut nadi dan denyut jantung pasien

2)Periksa tekanan darah

3)Pemeriksaan pulse oxymetri

4)Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)

d. Disability

1)Periksa tingkat kesadaran pasien

2)Periksa refleks pupil pasien

e. Exposure

1)Periksa tubuh pasien apakah terdapat luka dan tentukan


lokasi, luas dan kedalaman luka pasien

2.Pengkajian Sekunder (Secondary Survey)

Pengkajian sekunder/secondary survey merupakan pemeriksaan


secara lengkap yang dilakukan secara head to toe , dari depan
hingga belakang. Secondary surey hanya dilakukan setelah kondisi
pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-
tanda syok telah mulai membaik.

a. Anamnesis

Anamnesis juga harus meliputi riwayat SAMPLE yang bisa


didapat dari pasien dan keluarga, yaitu :

• S = Sign and Symptom

Tanda dan gejala terjadinya tension pneumotorak dapat berupa


adanya jejas pada thorak, gangguan pernapasan, berkeringat,
hipotensi, dan pucat akibat hipoksia, pergeseran mediastinum,
dan berkurangnya aliran balik vena.
• A = Allergies

Riwayat alergi yang dimiliki oleh pasien baik alergi obat-


obatan, alergi makanan maupun minuman.

• M = Medications

Obat – obatan yang sedang digunakan pasien saat ini, untuk


mencegah terjadinya kontraindikasi dalam pemberian obat
lainnya
• P = Previous Illnes
Riwayat penyakit yang pernah dialami pasien sebelumnya yang
dapat mempengaruhi penatalaksanaan tension pneumotorak
seperti memiliki riwayat penyakit jantung
• L = Last meal

Waktu klien makan atau minum terakhir

• E = Event

Mengkaji proses terjadinya kecelakaan untuk mengetahui


secara jelas penyebab terjadinya kondisi pasien saat ini.

1) Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,


pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data
mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan
tindakan selanjutnya.

2) Identitas penanggung jawab

Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk


memudahkan dan jadi penanggung jawab klien selama
perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

3) Keluhan utama

Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh


klien saat pengkajian. Biasanya pasien akan mengeluh sesak
nafas berat ditandai dengan wajah pucat

4) Riwayat Kesehatan

a) Riwayat kesehatan sekarang

Merupakan pengembangan dari keluhan utama


melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif (P)
yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas
(Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien,
regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S)
yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi
nyeri atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu
sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut

b) Riwayat kesehatan yang lalu

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit


sama atau pernah di riwayat sebelumnya.

b. Pemeriksaan fisik

1) Kepala : Lakukan inspeksi dan palpasi pada seluruh


kepala dan wajah untuk mengetahui adanya pigmentasi,
laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal, ruam,
perdarahan, dan nyeri tekan.

2) Wajah

a) Mata : Periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran


pupil apakah isokor atau anisokor serta bagaimana
refleks cahayanya, apakah pupil mengalami miosis
atau midriasis, adanya icterus, ketajaman mata
(macies visus dan acies campus), apakah konjungtiva
anemis atau adanya kemerahan.

b) Hidung : Periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri,


penyumbatan penciuman, apabila ada deformitas
lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari
suatu fraktur.

c) Telinga : Periksa danya nyeri tinnitus, pembengkakan,


penurunan atau hilangnya pendengaran, periksa
dengan senter mengenai keutuhan membrane timpani
atau adanya hemotimpanum.

d) Mulut : Inspeksi pada bagian mukosa, adanya lesi.

3) Toraks

a) Inspeksi : Pada pasien tension pneumotorak, pasien


akan mengalami peningkatan usaha frekuensi
pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernpasan.
Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris
(pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga
melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi
yang sakit).

b)Palpasi : Pada pasien dengan tension pneumotorak


akan ditemukan Taktil Fremitus menurun pada sisi
yang sakit. Di samping itu, pada palpasi juga
ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal
pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang
antar-iga bisa saja normal atau melebar.

c) Perkusi : Adanya suara ketok pada sisi yang sakit,


hipersonor sampai timpani, dan tidak bergetar. Batas
jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat, apabila
tekanan intrapleura tinggi.

d)Auskultasi : Suara napas menurun sampai


menghilang pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk,
semakin ke atas letak cairan maka akan semakin tipis,
sehingga suara napas terdengar amforis, bila ada fistel
brongkhopleura yang cukup besar pada pneumotoraks
terbuka.

4) Abdomen : Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang


untuk adanya trauma tajam, tumpul, dan perdarahan
internal, adakah distensi abdomen, acites, luka, memar.
Auskultasi bising usus, perkusi abdomen untuk
mendapatkan nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk
mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan,
hepatomegaly.

5) Ektremitas : Inspeksi adanya kemerahan, edema, ruam,


lesi, paralisis, atropi/hipertropi, pada jari-jari periksa
adanya clubbing finger, serta catat adanya nyeri tekan, dan
hitung berapa detik kapiler refill, palpasi untuk memeriksa
denyut nadi distal.

6) Punggung : Memeriksa punggung dilakukan dengan log


roll, memerikasa pasien dengan tetap menjaga kesegarisan
tubuh. Periksa adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma,
ruam, lesi, dan edema serta nyeri.

7) Neurologis : Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi


pemeriksaan tingkat kesadaran, ukran dan reaksi pupil.
Untuk menentukan tingkat kesadaran klien dapat
digunakan perhitungan Glassglow Coma Scale (GCS).
Untuk klien dengan gangguan tension pneumothoraks,
biasanya kesadaranya menurun.Dapat juga dinilai melalui
cara berikut :

1. A = Alert

Penderita sadar dan mengenali keberadaan dan


lingkungannya.
2. V = Verbal

Penderita hanya menjawab/bereaksi bila dipanggil atau


mendengar suara.
3. P = Pain

Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan


oleh penolong, misalnya dicubit, tekanan pada tulang dada.
4. U = Unrespon

Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang diberikan


oleh penolong. Tidak membuka mata, tidak bereaksi terhadap
suara atau sama sekali tidak bereaksi pada rangsang nyeri.

2.2.2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia


terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentanan terhadap
respon tersebut dari seorang individu, keluarga, kelompok atau komunitas.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada Tension Pneumotorak,
(SDKI ,2016) :

1. Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru


terjadinya hambatan upaya nafas (kelemahan otot pernafasan)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis (neoplasma)

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload

4. Ansietas berhubungan dengan rencana operasi

5. Intoleransi akitivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


24
dan kebutuhan oksigen
6. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan .
2.2.3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan

1. Pola Napas Tidak 1. Buka jalan napas, gunakan teknik chin


Efektif berhubungan Setelah diberikan asuhan lift atau jaw trust bila perlu
dengan penurunan keperawatan …x…. jam
ekspansi paru diharapkan pola napas kembali
terjadinya hambatan
efektif dengan kriteria hasil:
upaya nafas
1. Menunjukkan jalan
(kelemahan otot
napas yang paten
pernafasan)
2. Tanda-tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernapasan)
2. Monitoring vital sign

25
tanda dypsneu

3. Membantu pemasukan O2 ke
dalam tubuh dan ventilasi pada
3. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Ventilasi sisi yang tidak sakit.

4. Mengetahui irama,frekuensi
4.Monitor respirasi dan status O2 nafas dan terjadinya dypsnea
pada pasien

5. Berikan bronkodilator bila perlu


5. Untuk melonggarkan jalan nafas.
Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi skala nyeri 1. Skala nyeri digunakan untuk
keperawatan …..x…… jam mengetahui tingkat nyari yang
2. Identifikasi faktor yang memperberat dan
diharapkan Nyeri akut dialami oleh pasien
memperingan nyeri
Nyeri akut berhubungan dengan agen
3. Berikan teknik nonfarmakologi (terapi 2. Faktor tersebut dapat digunakan
berhubungan dengan cedera fisiologis (neoplasma)
music) sebagai acuan agar tidak
agen cedera fisiologis membaik dengan kriteria hasil :
2. 4. Fasilitasi istirahat dan tidur memperburuk kondisi nyeri
(neoplasma)
1. Tidak adanya keluhan nyeri 5. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu pasien.

nyeri
3. Mendengarkan musik dapat
2. Pasien tidak meringis 6. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
3. Tanda-tanda vital dalam 7. Kolaborasi pemberian analgetik, jika memproduksi zat endorpin
rentang normal (tekanan diperlukan substansi sejenismorfin yang
darah,nadi dan pernafasan) disuplai tubuh yang dapat
mengurangi rasa sakit nyeri yang
dapat menghambat trasmisi
impuls nyeri di sistem saraf
pusat.

4. Istirahat dan tidur dapat


membantu pasien lebih rileks dan
mengurangi rasa nyeri.

5. Agar pasien mengetahui apa


penyebab, periode dan pemicu
nyeri

6. Memonitor nyeri secara mandiri


akan membuat pasien
mengetahui bagaimana nyeri
yang dirasakan

7. Analgetik berfungsi untuk


mengurangi rasa nyeri.
Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan 1. Untuk mengidentifikasi tanda
keperawatan …..x…… jam curah jantung (meliputi dispnea,kelelahan dan gejala primer yang dialami
diharapkan Penurunan curah edema,ortopnea,paroxysmal nocturnal oleh pasien
jantung berhubungan dengan dyspnea,peningkatan CVP)
perubahan afterload membaik
2. Identifikasi tanda/gejala sekunder
dengan kriteria hasil :
penurunan curah jantung (meliputi 2. Untuk mengidentifikasi tanda
1. Tekanan Darah membaik peningkatan berat dan gejala sekunder yang dialami
badan ,hepatomegali,distensi vena oleh pasien
2. Kekuatan nandi perifer jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria,
3. Tekanan darah dapat digunakan
meningkat batuk, kulit pucat)
untuk mengidentifikasi
3. Takikardi menurun 3. Monitor tekanan darah ( termasuk tekanan perubahan yang terjadi pada
Penurunan curah
darah ortostatik,jika perlu) pasien.
jantung berhubungan
4. Distensi vena
dengan perubahan 4. Posisikan pasien semi-Fowler atau Fowler 4. Posisi semi-Fowler atau Fowler
3.
afterload leher/jugularis menurun dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman dapat membantu mengurangi
aliran balik vena pada pasien
5. Menganjurkan beraktivitas fisik sesuai
5. Tidak adanya pucat/sianosis dengan penurunan curah jantung
toleransi.
yang akan mengurangi
6. Kolaborasi pemberian antiaritmia,jika perlu peningkatan dan distensi vena
jugularis pada leher pasien.

5. Beraktivitas sesuai toleransi akan


membantu jantung tidak bekerja
terlalu keras.

6. Pemberian antiaritmia digunakan


untuk mengembalikan irama
jantung normal dan
mempertahankan detak jantung
tetap stabil.

Setelah diberikan asuhan 1. Monitor tanda-tanda ansietas 1. Untuk membantu memantau


keperawatan …..x…… jam ansietas yang dialami oleh pasien
diharapkan Ansietas 2. Pahami situasi yang membuat ansietas
2. Situasi yang dapat membuat
berhubungan dengan rencana
ansietas dapat dihindari sehingga
operasi menghilang dengan 3. Informasikan secara faktual mengenai
ansietas yang dirasakan pasien
kriteria hasil : diagnosis,pengobatan dan prognosis
berkurang.
1. Tingkat verbalisasi 4. Latih teknik relaksasi
Ansietas berhubungan 3. Membantu pasien mengetahui
menurun
dengan rencana tentang diagnosis,pengobatan
4. 5. Kolaborasi pemberian obat antiansietas,
operasi 2. Tingkat verbalisasi dan prognosis yang sedang
jika perlu
khawatir akibat kondisi dialaminya.
yang dihadapi menurun 4. Teknik relaksasi dapat
membantu menurunkan tingkat
3. Perilaku gelisah menurun ansietas yang dialami pasien.

5. Obat antiansietas berfungsi


untuk mengatasi gangguan
kesehatan mental, seperti
serangan panik atau gangguan
kecemasan.
Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang 1. Untuk mengetahui apa saja yang
keperawatan …..x…… jam mengakibatkan kelelahan dapat menyebabkan tubuh
diharapkan Intoleransi 2. Monitor pola dan jam tidur menjadi kelelahan.
aktivitas berhubungan
2. Pola dan jam tidur sangat
dengan ketidakseimbangan 3. Sediakan lingkungan yang nyaman
penting untuk menjaga sistem
antara suplai dan kebutuhan dan rendah stimulus
kekebalan tubuh pasien tetan
Intoleransi aktivitas oksigen menghilang dengan 4. Anjurkan tirah baring
baik.
berhubungan dengan kriteria hasil :
ketidakseimbangan 5. Anjurkan melakukan aktivitas secara 3. Lingkungan yang nyaman dapat
1. Tekanan darah,frekuensi
5. antara suplai dan bertahap membantu pasien merasa rileks
nafas dan frekuensi nadi
kebutuhan oksigen dan nyaman.
membaik.
4. Tirah baring berfungsi untuk
2. Saturasi oksigen
meminimalkan fungsi semua
meningkat
3. Keluhan lelah menurun sistem organ pasien.

5. Melakukan aktivitas secara


bertahap akan membantu pasien
merasa lebih cepat lelah.
Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi status nitrisi 1. Status nutrisi penting untuk
keperawatan …..x…… jam diketahui agar memudahkan
diharapkan Nutrisi kurang 2. Identifikasi perlunya pengunaan dalam pemberian nutrisi yang
dari kebutuhan tubuh selang nasogastrik sesuai bagi pasien.
berhubungan dengan
3. Sajikan makanan secara menarik dan 2. Penggunaan selang nasogastrik
ketidakmampuan mencerna
suhu yang sesuai. dapat membantu mempermudah
makanan membaik dengan
masuknya nutrisi ke dalam
Nutrisi kurang dari kriteria hasil : 4. Berikan makanan tinggi serat untuk
tubuh.
kebutuhan tubuh mencegah konstipasi
1. Porsi makan yang
berhubungan dengan 3. Makanan yang menarik dapat
dihabiskan meningkat 5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
6. ketidakmampuan membantu pasien menerima
menentukan jumlah kalori dan jenis
mencerna makanan. 2. Frekuensi makan makanannya.
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
meningkat
4. Makanan tinggi serat dapat
3. Berat badan pasien membantu pasien mencegah
membaik terjadinya konstipasi.
4. Bising usus membaik 5. Ahli gizi akan menentukan
umlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan pasien sesuai
dengan kondisi pasien saat ini.
2.2.4. Implementasi

Pelaksanaan atau implementasi merupakan tahap keempat dalam


proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi
keperawatan (tindakan keperawatan yang telah direncanakan). Dalam
tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya
fisik dan perlindungan kepada pasien, teknik komunikais, kemampuan
dalam prosedur tindakan, pemahaman dalam hak-hak pasien dan
perkembangan pasien. Dalam tahap pelaksanaan ada tiga tindakan yaitu,
tindakan mandiri, delegatif, dan tindakan kolaborasi.

a. Mandiri : aktivitas perawat yang didasarkan pada kemampuan


sendiri dan bukan merupakan petunjuk/perintah dari petugas
kesehatan.

b. Delegatif : tindakan keperawatan atas intruksi yang diberikan oleh


petugas kesehatan yang berwenang.

c. Kolaboratif : tindakan perawat dan petugas kesehatan yang lain


dimana didasarkan atas keputusan bersama. (Aziz, 2017)

2.2.5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang


merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil
akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini
dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana
keperawatan guna menilai ke efektifan tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi empat
komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data
berupa keluhan pasien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisi data
dan perencanaan.
KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
Tn. M.B. DENGAN PENUMOTHORAX
DENGAN PEMASANGAN WSD
DI RUANG PARU RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

1. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama : Tn. M.B. Pendidikan : SMA
Jenis kelamin : Laki-laki Pekerjaan : pensiunan PNS
Usia : 74 tahun
Agama : Islam
Status : Kawin
Alamat : Banyu urip-SBY

Tanggal masuk : 07-03-2002


No Reg : 10139789
Tanggal pengkajian : 25-03-2002 jam 08.00 WIB
Diagnosa Medik : Pneumotoraks paru kiri post terpasang WSD

2. Alasan MRS : sesak, nyeri dada kiri pada tanggal 7 maret 2002

3. Keluahan utama
Nyeri pada dada kiri luar
P, telah dilakukan tindakan pemasangan slang pada dada kiri luar karena
adanya udara berlebihan di paru
Q, nyeri seperti cekit-cekit pada lokasi tersebut yang dirasakan bertambah bila
dibuat gerak, batuk
R, nyeri pada dada kiri terutama tempat pemasangan slang, terdapat luka
sekitar dada kiri sebanyak 9 tempat kanan dan kiri 3 tempat untuk
pemasangan karet dibawah kulit, disamping itu klien kadang-kadang masih
batuk kering
S, klien merasa tidak sesak, sesaknya berkurang dan lebih enak sejak dipasang
slang tersebut, kebutuhan istirahat cukup, tidur dengan posisi setengah duduk
dengan bantal yang agak ditinggikan.
T , Waktu sesak, nyeri kadang-kadang, sesaat

4. Riwayat Penyakit Sekarang


- Terpasang WSD dan Cutanue suction sejak tanggal 11
maret 2002 akibat komplikasi empisium kutis akibat mengejan pada saat
BAB
- 11-03-2002 bedah thoraks WSD bisa diganti dengan
mesin BD dan suction negatif – 18 cm H2O, Multple insisi
- Kontrol foto tiap 6 jam massage daerah emphysema
sub kutis kearah insisi,

5. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat DM, hipertensi, asma disangkal

6. Riwayat kesehatan keluarga


- penyakit keturunan disangkal
- kepala ruamh tanggal 30 tahun
- anak 1 orang
- isteri DM dan HT dengan teratur periksa ke poli

7. Pola Aktifitas Sehari –hari (Activity Daily Living)

N Aktivitas sehari-hari
O Uraian Rumah Rumah Sakit
1 Pola Nutrisi Makan 3 kali perhari Mulai minum sediktis-
seadanya (nasi, lauk, pauk sedikit kurang lebih 1
dan sayuran) seperti yang botol aqua besar
disajikan di keluarganya
2 Pola Eliminasi BAB lancar 1 kali perhari, Kencing spontan
konsistensi lembek, BAB pernah
kuning. menggunakan obat lewat
BAK dubur
3 Pola Istirahat/tidur Tidak ada masalah (3-4 Kadang-kadang
jam tidur siang) dan tersakit/nyeri pada dada
malam (7-8 jam) kirinya disaat tidur.
4 Pola Personal Mandi 2-3 kali perhari Klien dilap oleh
Hygiene dengan menggunakan keluarganya 2 kai sehari
sabun mandi, kuku
dipotong tiap 1 minggu
5 Pola Aktifitas Kegiatan sehari-hari Klien tidur terlentang
mengikuti program dengan kepala agak
kegiatan di sekolahannya ditinggikan 45 o
/setengah duduk
6 Ketergantungan Merokok sejak tahun Tidak ada
1970, setiap hari habis 10
batang.

8. Psikososial
a. Kosep diri
Identitas
Status klien dalam keluarga : ayah, puas dengan status dan posisinya dalam
keluarga, puas terhadap jenis kelaminnya
Peran
Senang terhadap perannya, sanggup melaksanakan perannya sebagai kepala
rumah tangga,
Harapan klien terhadap penyakit yang sedang dideritanya :
Klien mengharapkan cepat sembuh dan dapat melaksanakan kembali tugasnya
sebagai seorang kepala rumah tangga
Sosial / Interaksi
Dukungan keluarga : aktif, reaksi saat interaksi kooperatif dan ada kontak
mata.
b. Spiritual
Konsep tentang penguasa kehidupan : Allah
Sumber kekuatan/harapan disaat sakit : Allah
Ritual agama yang bermakna/berarti/diharapkan saat ini : membaca kitab suci
Klien yakin bahwa penyakitnya dapat disembuhkan dan menganggap bahwa
penyakitnya ini hanya cobaan dari Allah

9. Pengkajian Sistem
 Keadaan umum
Keadaan umum sedang (aktivitas sebagian dibantu) dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari
TTV = suhu 36,5 oC, nadi 92 kali/mnt, tensi 120/80 mmHg, RR 32
kali/menit
 Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, nyeri pada dada kiri dan bertambah bila dibuat
gerak
Obyektif : Pernafasan vesikuler +/ menurun, RR 28 X/menit , tanpa
bantuan oksigen, sputum (-), tidak terdengar stridor, tidak
ditemukan ronchii dan wheezing pada lapang paru basal kanan
dan kiri, terpasang WSD produksi 30 cc, retraksi intercostals
dan klavikula (-), ekspansi paru simetris, krepitasi pada
lapangan paru kiri dan kanan
 Sistem Cardiovaskuler
Subyektif :-
Obyektif : Denyut nadi 96 kali/menit, tensi 130/80, terpasang infuse RL.
 Sistem Neurosensori
Subyektif :-
Obyektif : GCS (V 5 M 6 E 4), refleks pupil positif, isokhor 3 mm/3mm,
refelsk fisiologis (+), refleks patologis (-)
 Sistem genitourinaria
Subyektif : kencing spontan
Obyektif : pola eliminasi, BAK lancar kuning
 Sistem digestif
Subyektif :-
Obyektif :Bu (+) normal
 Sistem Musculoskeletal
Subyektif : tangan dan kaki dapat digerakkan secara aktif tanpa bantuan,
pada
Obyektif : tonus otot baik, Kekuatan otot +5/+5
+5/+5,
10. Data penunjang
a. Hasil Laboratorik
Tanggal 18-03-2002
Hb : 14,1 mg% (11,4 – 15,1 mg%)
Trombosit : 207 X 109/l (150 – 300 X 109/l )
Leukosit : 6,6 X 109/l (4,3 – 11,3 X 109/l )
PCV : 40,9 ( 0,38-0,42 )
Lymph 15,6
Mono 4,8 %
Gran 79,6%
Eos < 10 %
Baso < 3 %
Tanggal 7 maret 2002
GDA 390 mg/dl
SGOT 17 gr/dl
SGPT 29 gr/dl
b. Hasil foto (21-03-2002)
Penumothoraks sinestra, pneumomediastinum, emphysema subkutan
11. Penatalaksanaan
Terapi Pengobatan :
- Perawatan WSD dan vulnus
- Codein 2 x 10 mg
- Laxadine 2 dd CI
- Diit TkTP
- Observasi TTV
Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Data Subyektif : Tindakan invasi Insisi
Klien mengatakan sekarang multiple
kadang terasa sakit pada dada
kiri dan bertambah bila dibuat Disintegritas jaringan
gerak/batuk (saraf perifer)
Data obyektif
Klien tampak menyeringai, Terjadi pagositosis (neutrophyl,
pada observasi di dapatkan eosinophil, limphossit) dan kerja
data tensi 120 / 80 mm, Hg suhu zat biokimia tubuh (bradikin,
36,5 0c Nadi 92 RR 32 X/ml , prostaglandin, serotonin,
nyeri
nyeri tekan , dx. leukotrin)
Pneumothotaks,
pneumomediastinum,
terpasang slang WSD, sekitar nyeri
luka tidak ada tanda-tanda
infeksi. penekanan jaringan sekitar
Rh -/-, Wh -/-, Sonor +/+,
ekspansi paru baik, tidak ada ekspansi paru terbatas
retraksi interkostal kanan,
krepitasi +/+
DS : adanya luka tempat Luka tindakan multiple
pemasangan slang pada dada insisi
kiri Invasive
DO : terpasang WSD mulai
tanggal 11-03-2002 leukosit Port d’entry
Risiko infeksi
6,6 X 109/l (4,3 – 11,3 X
109/l ), suhu 36,5 oC, Pertahanan nonspesifik/primer
menurun

infeksi
DS : klien merasakan kadang- pneumothoraks Perubahan pola
kdang terasa sesak, tetpi pernafasan
sesaknya berkurang saat ini,
posisi yangenak dengan Kollaps paru
setengah duduk
DO Gangguan pertukaran gas
Hiperventilasi , takipneu, Rh Difusi terganggu
-/- Rh -/-, krepitasi +/+
Kompensasi dengan hiperventilasi

Diagnosa keperawatan :
1. Perubahan kenyamanan (Nyeri) berhubungan dengan trauma insisi jaringan
dan sekunder pemasangan WSD.
2. Perubahan pola pernafasan berhubungan dengan menurunya fungsi pernafasan
3. Risiko terhadap tranmisi infeksi yang berhubungan dengan tindakan invasive
pemasangan WSD, dan muiltiple insisi.
4. Risiko terjadi komplikasi/penyakitnya berulang berhubungan dengan proses
perjalanan penyakitnya.
II. Perencaaan
1. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan
sekunder pemasangan WSD
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
 Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
 Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
 Pasien tidak gelisah.

INTERVENSI RASIONAL
a. Jelaskan dan bantu a. Pendekatan dengan menggunakan
klien dengan tindakan pereda relaksasi dan nonfarmakologi
nyeri nonfarmakologi dan non lainnya telah menunjukkan
invasif.Ajarkan Relaksasi : keefektifan dalam mengurangi
1) Tehnik-tehnik untuk nyeri.
menurunkan ketegangan 1) Akan melancarkan peredaran
otot rangka, yang dapat darah, sehingga kebutuhan O2
menurunkan intensitas oleh jaringan akan terpenuhi,
nyeri dan juga sehingga akan mengurangi
tingkatkan relaksasi nyerinya.
masase.
2) Ajarkan metode 2) Mengalihkan perhatian
distraksi selama nyeri nyerinya ke hal-hal yang
akut. menyenangkan.
b. Berikan kesempatan b. Istirahat akan merelaksasi semua
waktu istirahat bila terasa nyeri jaringan sehingga akan
dan berikan posisi yang nyaman meningkatkan kenyamanan.
; misal waktu tidur,
belakangnya dipasang bantal
kecil. c. Pengetahuan yang akan dirasakan
c. Tingkatkan membantu mengurangi nyerinya.
pengetahuan tentang : sebab- Dan dapat membantu
sebab nyeri, dan mengembangkan kepatuhan klien
menghubungkan berapa lama terhadap rencana teraupetik.
nyeri akan berlangsung. d. expectorans memblok lintasan
batuk, sehingga batuknya
d. Kolaborasi dengan berkurang.
dokter, pemberian expectoran e. Pengkajian yang optimal akan
e. Observasi tingkat memberikan perawat data yang
nyeri, dan respon motorik klien, obyektif untuk mencegah
30 menit setelah pemberian kemungkinan komplikasi dan
obat analgetik untuk mengkaji melakukan intervensi yang tepat.
efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2
jam setelah tindakan perawatan
selama 1 - 2 hari.
2. Perubahan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya fungsi
pernafasan
Tujuan
Setelah dilakukan tindkaan keperawatand an pengobatan +, 5 hari pola
pernafasan klien kembali normal
Kriteria :
- Klien dapat menyebutkan faktor penyebab
- Klien dapat menyatakan cara efektif untuk mengatasi masalahanya
- Pernafasan nomral 16-24 kali/mnt, nadi 70-80 kali/mnt
- Ventilasi inspirasi : ekspiransi 2 :1
- Tidak sesak
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor pola pernafasan 1. Data monitoring keadaan umum
(frekuensi, irama, kedalaman dan perkembangan penyakitnya.
dan intensitas)
2. Lakukan dan ajarkan klien 2. psosis inimelonggarkan kerja
untuk mengatur posisi dengan paru dalam kembang kempis dan
tidur setengah duduj atau duduj tikan menekan diafragma
3. Ajarkan klien cara batuk yang 3. Batuk efektif dan pernafasan yang
efektif dan kemabang kempis dalam daldah tindkan untuk
paru: mengeluarkan dahak dan melatih
- nafas dalam dengan kembang kempis paru.
menggunakan pernafasan
dadak
- ditahan 3-5 detik dan
dihembuskan secara
perlahan dengan
mengeggunakan mulut
- ulangi yangkedu kalinya,
gunakan dengan kuat batuk
diantara kedua batuknya 4. Hidrasi untuk mengencerkan
4. Pertahankan hidrasi dengan dahak sehingga melancarakan
minum yang cukup 1,5 liter.hari proses ventilasi, transormasi dan
difusi.
5. lanjutkan dengan penyuluhan 5. Proses pembelajaran dan
dan pendidikan kesehatan keterlibatan klien dalam
6. jelaskan klien untuk mengatasi mengatasi masalahanya
sesaknya secara terkontrol 6. Latiahn ini untuk melatih
kembang kempis paru dan
kemandirian.
3. Risiko terhadap tranmisi infeksi yang sehubungan dengan tindakan invasive
WSD, dan multiple insisi
Tujuan : tidak terjadi infeksi selama
Kriteria hasil :
- tidak ada tanda-tanda infeksi (pemasanagn infuse, WSD, dan kateter)
- TTV normal (suhu 36-37oC)
- Leukosit 8.000-10.000.
INTERVENSI RASIONAL
a. Identifikasi tanda-tanda a. Infeksi yang diketahui secara dini
terjadinya infeksi pada mudah diatasi sehingga tidak terjadi
pemasangan WSD dan perluasan infeksi.
multiple insisi. b. Perilaku yang diperlukan untuk
b. Anjurkan klien dan keluarga mencegah penyebaran infeksi
ikut menjaga kebrsihan sekitar
luka dna pemasangan alat,
serta kebersihan lingkungan
serta tehnik mencuci tangan
sebelum tindakan. c. Dapat membantu menurunkan
c. Lakukan perawatan luka pada kontak infeksi nosokomial.
pemasangan WSD, dan
multple insisi. d. Pengetahuan tentang faktor ini
d. Identifikasi factor pendukung membantu klien untuk mengubah
dan penghambat klien dan pola hidup dan menghindari insiden
keluarga dalam peningkatan infeksi
pertahanan tubuh, makan dna
minum
III. PELAKSANAAN DAN EVALUASI
Perubahan kenyamanan : Nyeri akut b/d trauma jaringan dan sekunder
pemasangan WSD
Jam Implementasi Evaluasi
09.00 Mengkaji tanda-tanda vital : Tanggal 25-03 2002; 13.00 WIB
S : 36,5;R : 32 X/m, T S : nyeri masih kadang-kadang dirasakan
120/80, nadi 92 x/mnt terutama pada tempat pemasangan Slang,
Mengkaji bersihan jalan nyeri bertambah bila dibuat gerak
nafas : sputum (-), Kebutuhan istirahat tercukupi
11.00 stridor(-), ronchii (-) pada Klien mersa enak dengan posisi setengah
11.05 lapang basal paru duduk
Mengatur posisi klien : O:
head up 45o/semi fowler Masih terpadang WSD
11.10 Memonitor tingkat nyeri Tanda infeksi (-)
12.00 Mengobservasi ekspansi Kien tampak lebih tenang
paru, sonor, retraksi (-), A : Masalah teratasi sebagian
Ronchi (-). Wh -/- pada P : Rencana tetap, dilanjutkan
lapang basal paru, krepitasi I Melanjutkan intervensi
(+) E.
Mengobservasi tanda-tanda Kondisinya bertambah nyaman dengan
peradangan luka psosisi setengah duduk
Mengidentifikasi tingkat Tampak klien lebih tenang
nyeri skala 2/3
Jam Implementasi Evaluasi
09.00 a. Memonitor pola S : nafas biasa merasa tidak sesak, enak
pernafasan (frekuensi, dengan posisi setenagh duduk
09.10 irama, kedalaman dan O : RR 32 kali/mnt, Hiperventiulasi,
intensitas) takypneu
b. melakukan dan ajarkan A : Masalah tetap
09.30 klien untuk mengatur P : pertahankan intervensi
posisi dengan tidur I
setengah duduj atau duduk Melanjutkan intervensi
10.00 c. Mengajarkan klien cara Menganjurkan latihan meniup balon atau
batuk yang efektif dan pernafasan dalam seperti yangtelah
kemabang kempis paru : diajarkan
- nafas dalam dengan E
menggunakan Kliend apat mendemostrasikan seperti
pernafasan dadak yangtelah diajarakan tentang pernafasan
- ditahan 3-5 detik dan dala, batuak efektif, dan meniup balon
dihembuskan secara Klien mau melakukan gerak mobilisasi di
perlahan dengan ats tempat tidur
mengeggunakan mulut
- ulangi yangkedu
kalinya, gunakan
dengan kuat batuk
diantara kedua
batuknya
d. Mempertahankan hidrasi
dengan minum yang cukup
1,5 liter.hari
e. Melanjutkan dengan
penyuluhan dan
pendidikan kesehatan
Risiko terhadap tranmisi infeksi yang sehubungan dengan tindakan invasive WSD,
pemasangan kateter, infuse).
Jam Implementasi Evaluasi
09.00 Mengobservasi adanya tanda/gejala S : badan hangat, tidak pernah panas
infeksi loka dan sistemik O : tanda klinis hipertermia (-)
09.10 Merwat luka pada pemasangan Suhu 36oC, nadi 92 kai/mnt, Intake
WSD secara septic dan antiseptic minum sedikit-sedikit,
(luka merah, tidak odema, slang A : Masalah tidak terajdi
09.30 terfiksasi) P : pertahankan intervensi
Massage pada daerah krepitasi I
menuju ke arah insisi terdekat Melanjutkan intervensi
10.00 Mengukur TTV E
Mengkaji tanda-tanda vital : S : Tidak ada infeksi., luka baik tidak ada
36;R : 32 X/m, T 120/80, nadi 96 nanah
Menganurkan klien untuk teteap
mobilisasi
CATATAN PERKEMBANGAN
TGL PELAKSAN
CATATAN PERKEMBANGAN
DX A
26-02- S : nyeri masih kadang-kadang dirasakan terutama pada tempat
2002 pemasangan Slang, nyeri bertambah bila dibuat gerak
Dx 1 Kebutuhan istirahat tercukupi
Klien mersa enak dengan posisi setengah duduk
O:
Masih terpadang WSD
Tanda infeksi (-)
Kien tampak lebih tenang
A : Masalah teratasi sebagian
P : Rencana tetap, dilanjutkan
I Melanjutkan intervensi
Melakukna perawatan luka aseptik dan antiseptik
Melepas cutaneus suction yang terpasanga dibawha kulit
Mengobservasi kondisi luka
E.
Kondisinya bertambah nyaman dengan psosisi setengah duduk
Tampak klien lebih tenang, luka baik, tidak sakit
Dx. 2
S : nafas biasa merasa tidak sesak, enak dengan posisi setenagh
duduk
O : RR 28 kali/mnt, klien nampak tenang nafas biasa, krepitasi
+/+
A : Masalah tetap
P : pertahankan intervensi
I
Melanjutkan intervensi
Menganjurkan latihan meniup balon atau pernafasan dalam
seperti yangtelah diajarkan
E
Kliend apat mendemostrasikan seperti yangtelah diajarakan
tentang pernafasan dala, batuak efektif, dan meniup balon
Klien mau melakukan gerak mobilisasi di atas tempat tidur
Memberi pendidikan kesehatan :
- selama perawatan dilarang mengerjakan sesuatu yang
berat, mengedan
- Menjaga kebersihan lingkungan dan badan untuk
mencegah infeksi
- Makand an minum yang cukup untuk mempertahankan
daya tahan tubuh
- Kontrol sesuai dengan waktunya 1 minggu sekali, segera
datang periksa bila ada keluahan mendadak yang
dirasakan sangat
- Lakukan massage secara steril pada daerak insisi.
R
Rencana pulang dan kontrol ke poli
TGL DX EVALUASI
12/02/ 1 S
s2002 Klien mengetakan nyeri yang dirasakan kadang-kadang datang tetapi
tidak mengganggu isitrahat
Nyeri dirasakan terutama saat gerak pada tempat pemasangan slang dan
tarik nafas.
O
klien pada posisi semifowler
Klien tidak tampak nyeringai atau tenang
A
Masalah tertasi sebagian
P
Pertahankan intervsni sesuai dengan program
I
Melanjutkan intervnsi yang diprogramkan
Mencatatat hasil produksi WSD <5 cc
E
Rencana pindah ICU untuk observasi lanjut

2. S
Klien merasa selama ini tidak panas hanya summer, keluar keringat
O
Tanda-tanda infeksi pada pemasangan slang WSD (-), infuse (bengkak),
kateter (-) produksi 400 cc, gross hematuria (-)
Tensi 130/80 mmHg, nadi 88 x/mnt, RR 24 x/mnt, suhu 37,5oC
A.
Masalah teratasi
P
Pertahankan intervensi
I
Melanjutkan dan empertahnkan intervensi
Memasang kembali infuse RL pada tangan kanan klien tetesan lancar
E
Infeksi tidak terjadi
Infuse berjalan lancar
3
S
Klien dan keluarga bertanya bagaimana dengan hasil pemeriksaan foto
dadanya
Dan kapan kira-kira akan dipindahkan dari ruangan ini
O
Hasil konsul dari urology hanya bersifat konservatif
Rencana pindah ke ICU untuk observasi lanjut pada thoraksnya
A.
Maslah tertasi sebagian
P
Lanjutkan ntervensi
I
Melanjutkan intervensi
MMeberi penjelasan bahwa pindah ke ICu karena harus mendapatkan
observasi ketak tentang pernafasan dan alat yang dipasang slang WSD
Ruang ICU merupakan tempat observasi yan baik dan diserti alat-alat
yang canggih untuk membantu observasi dan tindakan lanjut.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Tension pneumotorak merupakan suatu keadaan udara yang masuk ke dalam


ruang pleura dari paru-paru yang mengalami laserasi atau melalui lubang
kecil dalam dinding dada (Brunner & Suddarth, 2013). Pada tension
pneumotorak, udara terperangkap di ruang pleura karena pleura memiliki
fungsi seperti katup satu arah. Sehingga mengakibatkan udara bisa masuk
saat inspirasi, namun udara yang di dalam tidak bisa keluar saat ekspirasi.
Hal tersebut mengakibatkan semakin banyak udara yang terperangkap,
sehingga terjadi peningkatan tekanan intratorak yang mengakibatkan paru
kolaps dan terjadinya pergeseran mediastinum ke arah paru-paru yang sehat.

Pengkajian yang dapat dilakuakan pada tension pneumotorak yaitu dengan


cara observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik. Pengkajian
kegawatdaruratan yang dilakukan difokuskan pada pengkajian primer
(primary survey) yang terdiri dari airway, breathing, circulation, disability,
dan expusore, serta pengkajian sekunder (secondary survey) yang terdiri dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, vital sign dan pemeriksaan penunjang. Dari
hasil pengkajian yang telah dilakukan di dapatkan diagnosa yaitu, Pola
pernafasan tidak efektif, Nyeri akut, Penurunan curah jantung, Ansietas,
Intoleransi akitivitas, dan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Perencanaan tindakan yang diberikan sesuai dengan teori dan disesuaikan


dengan kondisi dari pasien tersebut. Dalam melaksanakan tindakan
keperawatan perawat mengacu kepada rencana tindakan yang telah disusun
dan tahap akhir dalam asuhan keperawatan adalah evaluasi.
3.2. Saran

3.2.1. Pasien dan keluarga

Keluarga dapat membawa pasien segera ke pelayanan kesehatan


untuk mendapatkan penangana yang tepat terkait terjadinya tension
pneumotorak.

3.2.2. Perawat

Perawat harus memberikan asuhan keperawatan secara holistic dan


menyeluruh (bio, psiko,social, dan spiritual) terutama pada asuhan
keperawatan gawat darurat bagi pasien yang memerlukan pelayanan
secara tepat dan cepat. Selain itu, perawat juga diharapkan dapat
memberikan pengarahan kepada keluarga tentang trauma dada terutama
terkait tension pneumotorak dan memberikan motivasi cara menangani
tension pneumotorak sehingga keluarga mampu menjaga kesehatan
dengan optimal.
DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons. (2018). Advanced Trauma Life Support, Tenth


Edition. United Stated of America: American College of Surgeons.
Aziz, AH. 2017. Bab II Tinjaun Pustaka Dokumentasi Keperawatan. Diakses
tanggal 1 Oktober 2020 , dari http://repository.ump.ac.id/3810/3/Ahmad
%20H%20Aziz%20BAB%2 0II.pdf

Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi
8 volume 2. Jakarta EGC.

Planas, J., & Waseem, M. (2019). Trauma Primary Survey.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta


PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Jakarta
Pratama,V.D. 2014. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Pneumothoraks Dextra
Di Rsu Pku Muhammadiyah Yogyakarta. Naskah Publikasi. Program Studi
Diploma III Fisioterapi. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Rini, I., S., et al. (2019). Buku Ajar Keperawatan Pertolongan Pertama
Gawat Darurat. Malang : UB Press.

Siswanto, A. H., Setyawan, & Chanyaningtyas, M. E. (2020). Gambaran


Pengetahuan Perawat Dalam Penanganan Awal Tension Pneumothorax
di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Karanganyar. 34, 1–
16. http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/115/1/Naspub.pdf

Anda mungkin juga menyukai