I. KONSEP DASAR
A. Anatomi Fisiologi
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis)
dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan
mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus (Vaughan,2009).
Pertemuan antara konjungtiva palpebralis dan konjungtiva bulbaris
disebut forniks (Ilyas, 2009).
Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima
lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Sel- sel epitel
superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi
mukus. Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan
diperlukan untuk dispersi lapisan air mata prakornea secara merata. Sel-
sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan
dapat mengandung pigmen (Vaughan,2009).
Pada konjungtiva terdapat kelenjar Bruch, yaitu kelenjar limfe konjungtiva
yang terletak pada kelopak bawah, dan kelenjar Krause yang merupakan
kelenjar lakrimal aksesori yang terletak dekat forniks konjungtiva (Ilyas,
2009).
Arteri yang memperdarahi konjungtiva ada 3 yaitu arteri perifer arcade
dari palpebra, marginal arcade dari palpebra, dan arteri siliaris anterior.
Konjungtiva palpebra dan forniks mendapatkan perdarahan dari perifer
dan marginal arcade dari palpebra, sedangkan konjungtiva bulbi
mendapatkan perdarahan dari arteri konjungtival posterior (cabang dari
arteri arcade palpebra) dan arteri konjungtival anterior (cabang dari arteri
siliaris anterior).
Drainage pada konjungtiva mengalir ke plexus vena pada palpebra dan
beberapa melingkari kornea menuju ke vena siliaris anterior.
Sistem limfatik terbagi menjadi 2 bagian yaitu superfisial dan profundus.
Limfatik dari lateral mengalir ke lymph node preaurikuler, sedangkan dari
medial mengalir ke lymph node submandibular (Khurana, 2007).
Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama nervus V
dengan serabut nyeri yang relatif sedikit (Tortora, 2009).
B. Pengertian
Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir
atau konjungtiva yang bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada
di arah kornea. Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak
kurang nyaman karena biasanya akan berkembang dan semakin
membesar dan mengarah ke daerah kornea, sehingga bisa menjadi
menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika sampai
menutup pupil maka penglihatan kita akan terganggu. Suatu pterygium
merupakan massa ocular eksternal superficial yang mengalami elevasi
yang sering kali terbentuk diatas konjungtiva perilimbal dan akan meluas
ke permukaan kornea. Pterygia ini bisa sangat bervariasi, mulai dari yang
kecil, jejas atrofik yang tidak begitu jelas sampai yang besar sekali, dan
juga jejas fibrofaskular yang tumbuhnya sangat cepat yang bisa
merusakkan topografi kornea dan dalam kasus yang sudah lanjut, jejas ini
kadangkala bisa menutupi pusat optik dari kornea.
C. Etiologi
Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga
merupakan suatu neoplasma radang dan degenerasi. Namun, pterigium
banyak terjadi pada mereka yang banyak menghabiskan waktu di luar
rumah dan banyak terkena panas terik matahari. Faktor resiko terjadinya
pterigium adalah tinggal di daerah yang banyak terkena sinar matahari,
daerah yang berdebu, berpasir atau anginnya besar. Penyebab paling
umum adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang
diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan angin (udara
panas) yang mengenai konjungtiva bulbi berperan penting dalam hal ini.
Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti zat allegen,
kimia dan zat pengiritasi lainnya. Pterigium Sering ditemukan pada petani,
nelayan dan orang-orang yang tinggal di dekat daerah khatulistiwa.
Jarang menyerang anak-anak.
D. Patofisiologi
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik
kolagen dan ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi
epithelium, Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi
elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin.
Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi
bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak
bisa dihancurkan oleh elastase.
Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-
kadang berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea
menarik dan pada daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat
degenerasi stauma yang berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang
penuh pembulih darah. Degenerasi ini menekan kedalam kornea serta
merusak membran bauman dan stoma kornea bagian atas.
PATWAYS
Tenjadi iritasi
Menjalar ke kornea
Perubahan rasa
Perubahan rasanyaman
nyaman Menutupi kornea
(Rasa kemeng di mata,
(sensasi benda asing di
Sensasi benda
mata)asing)
Pandangan kabur Perubahan
persepsi sensori
Nyeri
E. Manifestasi Klinis
1. Mata iritatatif, merah, gatal, dan mungkin menimbulkan astigmatisme.
2. Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke
kornea (Zone Optic).
3. Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat
kering) dan garis besi yang terletak di ujung pteregium.
H. Penatalaksanaan
Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang
masih muda. Bila pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu
tetes mata dekongestan. Pengobatan pterygium adalah dengan sikap
konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan
akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau pterygium yang telah
menutupi media penglihatan.
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan
udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang
berikan air mata buatan dan bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat
delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila
diberi vasokontriktor (prednisone asetat) maka perlu kontrol 2 minggu dan
bila terdapat perbaikkan maka pengobatan dihentikan.
Tindakan Operatif :
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang
dilakukan bila pterygium telah mengganggu penglihatan. Pterygium dapat
tumbuh menutupi seluruh permukaan kornea atau bola mata.
Tindakan operasi, biasanya bedah kosmetik, akan dilakukan untuk
mengangkat pterygium yang membesar ini apabila mengganggu fungsi
penglihatan atau secara tetap meradang dan teriritasi. Paska operasi
biasanya akan diberikan terapi lanjut seperti penggunaan sinar radiasi B
atau terapi lainnya.
I. Komplikasi
Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:
1. Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan
2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi penglihatan dan
memberi kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah
otot rektus umumnya menyebabkan diplopia pada pasien dengan
pterygium yang belum dilakukan pembedahan. Pada pasien dengan
pterygia yang sudah diangkat, terjadi pengeringan focal kornea mata
akan tetapi sangat jarang terjadi.
Komplikasi postooperasi pterygium meliputi:
1. Infeksi
2. Reaksi material jahitan
3. Diplopia
4. Conjungtival graft dehiscence
5. Corneal scarring
6. Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata
perdarahan vitreous, atau retinal detachment.
2. Keluhan utama
Biasanya penderita mengeluhkan adanya benda asing pada
matanya, penglihatan kabur.
b. Neurosensori
Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah gangguan
penglihatan kabur / tidak jelas.
c. Nyeri / kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan mata menjadi merah
sekali, pembengkakan mata, mata gatal, iritasi, dan pandangan
kabur.
d. Rasa Aman
Yang harus dikaji adalah kecemasan pasien akan penyakitnya
maumun tindakan operatif yang akan dijalaninya.
e. Pembelajaran / pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata ( pterigium ) kaji
riwayat keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan
sistem vaskuler, kaji riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor
seperti peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin
dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid /
toksisitas fenotiazin.
7. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital,
kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data fokus pada mata : adanya jaringan yang
tumbuh abnormal pada mata biasanya tumbuh menuju ke
kornea.
B. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1. Perubahan rasa nyaman (sensasi benda asing) berhubungan dengan
adanya penebalan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea.
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma okuler
3. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan
pengelihatan.
4. Ansietas berhubungan dengan tindakan operatif yang akan dijalani.
Post Operasi
1. Perubahan kenyamanan (nyeri akut) berhubungan dengan
diskontinuitas jaringan akibat pembedahan.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan port de entry sebagai akibat
diskontinuitas jaringan.
3. Perubahan dalam presepsi sensori (perseptual) sehubungan dengan
luka post operasi.
4. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan
pengelihatan.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai perawatan diri dan penatalaksanaan di rumah.
C. Perencanaan
Pre Operasi
1. Perubahan rasa nyaman (rasa kemeng, sensasi benda asing)
berhubungan dengan adanya penebalan konjungtifa bulbi yang
menjalar ke kornea.
a. Tujuan :
setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien merasa
nyaman, dan dapat memahami penjelasan perawat.
b. Kriteria Hasil :
Pasien merasa nyaman.
Pasien dapat rileks
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
1) Tentukan ketajaman 1) Penemuan dan penanganan
penglihatan, kemudian catat awal komplikasi dapat
apakah satu atau dua mata mengurangi resiko kerusakan
terlibat dan observasi tanda- lebih lanjut.
tanda disorientasi.
2) Meningkatkan keamanan
2) Orientasikan klien tehadap
mobilitas dalam lingkungan.
lingkungan.
3) Cahaya yang kuat
3) Perhatikan tentang suram
menyebabkan rasa tak
atau penglihatan kabur dan
nyaman setelah penggunaan
iritasi mata, dimana dapat
tetes mata dilator.
terjadi bila menggunakan
tetes mata. 4) Membantu penglihatan
4) Ingatkan klien menggunakan
pasien.
kacamata.
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
Post operasi
b. Kriteria hasil :
Intervensi Rasional
b. Kriteria hasil:
Tidak ada tanda-tanda infeksi pada pasien: kalor, dolor, rubor, tumor,
fungsiolaesa.
Intervensi Rasional
4) Ajarkan untuk
membersihkan mata
4) Air hangat-hangat kuku
dengan kapas yang
dapat membunuh
dibasahi dengan air
beberapa jenis
hangat-hangat kuku bila
mikroorganisme pathogen
mata tersa gatal.
5) Kolaborasi dalam
pemberian antibiotika. 5) Membantu membunuh
mikroorganisme patogen.
Intervensi Rasional
2) Memudahkan pasien
2) Orientasikan klien pada berkomunikasi dengan
lingkungan, staf, orang lain orang disekitar.
di sekitar.
3) Memudahkan pasien
3) Letakkan barang yang mengambil barang-barang
sering diperlukan dalam yang sering digunakan.
jangkauan .
4) Buah-buahan yang
berwarna kuning memiliki
kandungan vit. A yang
4) Anjurkan klien untuk
tinggi dan baik untuk
mengkonsumsi nutrisi yang
mata. Dan asupan nutrisi
bergizi, misalnya buah-
yang baik dapat
buahan yang berwarna
mempercepat proses
kuning, seperti pepaya,
penyembuhan luka.
wortel dan lain-lain.
5) Mempercepat
5) Berikan obat-obatan sesuai
penyembuhan secara
terapi.
farmakokinetik.
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan
yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang
ditemukan dalam kasus, dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan
respon klien.
E. EVALUASI
1. Pasien merasa nyaman, dan dapat memahami penjelasan perawat.
2. Tidak terjadi infeksi pada mata pasien.
3. Pasien tidak mengalami cedera.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada
Praktek Klinik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.