Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN PTERIGIUM

I. KONSEP DASAR

A. Anatomi Fisiologi
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis)
dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan
mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus (Vaughan,2009).
Pertemuan antara konjungtiva palpebralis dan konjungtiva bulbaris
disebut forniks (Ilyas, 2009).

Secara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima
lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Sel- sel epitel
superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi
mukus. Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan
diperlukan untuk dispersi lapisan air mata prakornea secara merata. Sel-
sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan
dapat mengandung pigmen (Vaughan,2009).
Pada konjungtiva terdapat kelenjar Bruch, yaitu kelenjar limfe konjungtiva
yang terletak pada kelopak bawah, dan kelenjar Krause yang merupakan
kelenjar lakrimal aksesori yang terletak dekat forniks konjungtiva (Ilyas,
2009).
Arteri yang memperdarahi konjungtiva ada 3 yaitu arteri perifer arcade
dari palpebra, marginal arcade dari palpebra, dan arteri siliaris anterior.
Konjungtiva palpebra dan forniks mendapatkan perdarahan dari perifer
dan marginal arcade dari palpebra, sedangkan konjungtiva bulbi
mendapatkan perdarahan dari arteri konjungtival posterior (cabang dari
arteri arcade palpebra) dan arteri konjungtival anterior (cabang dari arteri
siliaris anterior).
Drainage pada konjungtiva mengalir ke plexus vena pada palpebra dan
beberapa melingkari kornea menuju ke vena siliaris anterior.
Sistem limfatik terbagi menjadi 2 bagian yaitu superfisial dan profundus.
Limfatik dari lateral mengalir ke lymph node preaurikuler, sedangkan dari
medial mengalir ke lymph node submandibular (Khurana, 2007).
Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama nervus V
dengan serabut nyeri yang relatif sedikit (Tortora, 2009).

B. Pengertian
Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir
atau konjungtiva yang bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada
di arah kornea. Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak
kurang nyaman karena biasanya akan berkembang dan semakin
membesar dan mengarah ke daerah kornea, sehingga bisa menjadi
menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika sampai
menutup pupil maka penglihatan kita akan terganggu. Suatu pterygium
merupakan massa ocular eksternal superficial yang mengalami elevasi
yang sering kali terbentuk diatas konjungtiva perilimbal dan akan meluas
ke permukaan kornea. Pterygia ini bisa sangat bervariasi, mulai dari yang
kecil, jejas atrofik yang tidak begitu jelas sampai yang besar sekali, dan
juga jejas fibrofaskular yang tumbuhnya sangat cepat yang bisa
merusakkan topografi kornea dan dalam kasus yang sudah lanjut, jejas ini
kadangkala bisa menutupi pusat optik dari kornea.

Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih


mata, menjadi merah dan meradang. Dalam beberapa kasus,
pertumbuhan bisa mengganggu proses cairan mata atau yang disebut dry
eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun pada kondisi lanjut atau
apabila kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan hilangnya
penglihatan si penderita. Evakuasi medis dari dokter mata akan
menentukan tindakan medis yang maksimal dari setiap kasus, tergantung
dari banyaknya pembesaran pterygium. Dokter juga akan memastikan
bahwa tidak ada efek samping dari pengobatan dan perawatan yang
diberikan.

C. Etiologi
Penyebab pterigium belum dapat dipahami secara jelas, diduga
merupakan suatu neoplasma radang dan degenerasi. Namun, pterigium
banyak terjadi pada mereka yang banyak menghabiskan waktu di luar
rumah dan banyak terkena panas terik matahari. Faktor resiko terjadinya
pterigium adalah tinggal di daerah yang banyak terkena sinar matahari,
daerah yang berdebu, berpasir atau anginnya besar. Penyebab paling
umum adalah exposure atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang
diterima oleh mata. Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, dan angin (udara
panas) yang mengenai konjungtiva bulbi berperan penting dalam hal ini.
Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh faktor2 lain seperti zat allegen,
kimia dan zat pengiritasi lainnya. Pterigium Sering ditemukan pada petani,
nelayan dan orang-orang yang tinggal di dekat daerah khatulistiwa.
Jarang menyerang anak-anak.

D. Patofisiologi
Patofisiologi pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik
kolagen dan ploriferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi
epithelium, Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi
elastotik menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin.
Jaringan ini juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastic akan tetapi
bukan jaringan elastic yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak
bisa dihancurkan oleh elastase.
Secara histopalogis ditemukan epitel konjungtiva irrekuler kadang-
kadang berubah menjadi gepeng. Pada puncak pteregium, epitel kornea
menarik dan pada daerah ini membran bauman menghilang. Terdapat
degenerasi stauma yang berfoliferasi sebagai jaringan granulasi yang
penuh pembulih darah. Degenerasi ini menekan kedalam kornea serta
merusak membran bauman dan stoma kornea bagian atas.
PATWAYS

Sinar Ultra Violet Angin Asap Debu


Semua alergi menuju ke bagian nasal orbita

Meatus nasi inferior

Tenjadi iritasi

Penebalan dan pertumbuhan


Konjungtiva bulbi

Menjalar ke kornea

Perubahan rasa
Perubahan rasanyaman
nyaman Menutupi kornea
(Rasa kemeng di mata,
(sensasi benda asing di
Sensasi benda
mata)asing)
Pandangan kabur Perubahan
persepsi sensori

Dilakukan tindakan operatif


Risiko cidera Ansietas

Terjadi trauma jaringan (luka)

Perubahan persepsi Risiko Infeksi


sensori

Nyeri

E. Manifestasi Klinis
1. Mata iritatatif, merah, gatal, dan mungkin menimbulkan astigmatisme.
2. Kemunduran tajam penglihatan akibat pteregium yang meluas ke
kornea (Zone Optic).
3. Dapat diserati keratitis Pungtata, delen (Penipisan kornea akibat
kering) dan garis besi yang terletak di ujung pteregium.

F. Klasifikasi Dan Grade


1. Klasifikasi Pterygium:
a. Pterygium Simpleks; jika terjadi hanya di nasal/ temporal saja.
b. Pterygium Dupleks; jika terjadi di nasal dan temporal.

2. Grade pada Pterygium :


a. Grade 1:
Tipis (pembuluh darah konjungtiva yang menebal dan konjungtiva
sklera masih dapat dibedakan), pembuluh darah sklera masih
dapat dilihat.
b. Grade 2:
Pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.
c. Grade 3:
Resiko kambuh, hiperemis, pada orang muda (20-30 tahun),
mudah kambuh.
d. Grade 4:
Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.

G. Pemeriksaan Dan Penegakan Diagnostik


1. Anamnesis
Menanyakan pasien tentang keluhan yang diderita, durasi keluhan,
faktor risiko seperti pekerjaan, paparan sinar matahari dan lain-lain.
2. Pemeriksaan Fisik
Melihat kedua mata pasien untuk morfologi pterygium, serta
memeriksa visus pasien. Diagnosa dapat didirikan tanpa pemeriksaan
lanjut. Anamnesa positif terhadap faktor risiko dan paparan serta
pemeriksaan fisik yang menunjang anamneses cukup untuk membuat
suatu diagnosa pterygium.

3. Pemeriksaan Slit Lamp


Jika perlu, dokter akan melakukan Pemeriksaan Slit Lamp untuk
memastikan bahwa lesi adalah pterygium dan untuk
menyingkirkannya dari diagnosa banding lain. Pemeriksaan slit lamp
dilakukan dengan menggunakan alat yang terdiri dari lensa pembesar
dan lampu sehingga pemeriksa dapat melihat bagian luar bola mata
dengan magnifikasi dan pantulan cahaya memungkinkan seluruh
bagian luar untuk terlihat dengan jelas.

H. Penatalaksanaan
Pterygium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang
masih muda. Bila pterygium meradang dapat diberikan steroid atau suatu
tetes mata dekongestan. Pengobatan pterygium adalah dengan sikap
konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan
akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau pterygium yang telah
menutupi media penglihatan.
Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu dan
udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat tanda radang
berikan air mata buatan dan bila perlu dapat diberi steroid. Bila terdapat
delen (lekukan kornea) beri air mata buatan dalam bentuk salep. Bila
diberi vasokontriktor (prednisone asetat) maka perlu kontrol 2 minggu dan
bila terdapat perbaikkan maka pengobatan dihentikan.

Tindakan Operatif :
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang
dilakukan bila pterygium telah mengganggu penglihatan. Pterygium dapat
tumbuh menutupi seluruh permukaan kornea atau bola mata.
Tindakan operasi, biasanya bedah kosmetik, akan dilakukan untuk
mengangkat pterygium yang membesar ini apabila mengganggu fungsi
penglihatan atau secara tetap meradang dan teriritasi. Paska operasi
biasanya akan diberikan terapi lanjut seperti penggunaan sinar radiasi B
atau terapi lainnya.

I. Komplikasi
Komplikasi dari pterygium meliputi sebagai berikut:
1. Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan
2. Kemerahan
3. Iritasi
4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
Keterlibatan yang luas otot extraocular dapat membatasi penglihatan dan
memberi kontribusi terjadinya diplopia. Bekas luka yang berada ditengah
otot rektus umumnya menyebabkan diplopia pada pasien dengan
pterygium yang belum dilakukan pembedahan. Pada pasien dengan
pterygia yang sudah diangkat, terjadi pengeringan focal kornea mata
akan tetapi sangat jarang terjadi.
Komplikasi postooperasi pterygium meliputi:
1. Infeksi
2. Reaksi material jahitan
3. Diplopia
4. Conjungtival graft dehiscence
5. Corneal scarring
6. Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata
perdarahan vitreous, atau retinal detachment.

Komplikasi akibat terlambat dilakukan operasi dengan radiasi beta pada


pterygium adalah terjadinya pengenceran sclera dan kornea. Sebagian
dari kasus ini dapat memiliki tingkat kesulitan untuk mengatur.

II. ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada klien dengan pterygium adalah :
1. Identitas
Nama, Umur, Jenis kelamin, Agama, Pekerjaan, Status perkawinan,
Alamat, Pendidikan.

2. Keluhan utama
Biasanya penderita mengeluhkan adanya benda asing pada
matanya, penglihatan kabur.

3. Riwayat penyakit sekarang


Merupakan penjelasan dari keluhan utama. Misalnya yang sering
terjadi pada pasien dengan pterygium adalah penurunan ketajaman
penglihatan. Sejak kapan dirasakan, sudah berapa lama, gambaran
gejala apa yang dialami, apa yang memperburuk atau memperingan,
apa yang dilakukan untuk menyembuhkan gejala.

4. Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti
DM, hipertensi, pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit
metabolik lainnya memicu resiko pterygium.

5. Riwayat penyakit keluarga


Ada atau tidak keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama
seperti pasien.

6. Data Bio – Psiko – Sosial – Spiritual


a. Aktifitas istirahat
Gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan aktifitas
biasanya atau hobi yang berhubungan dengan gangguan
penglihatan.

b. Neurosensori
Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah gangguan
penglihatan kabur / tidak jelas.

c. Nyeri / kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan mata menjadi merah
sekali, pembengkakan mata, mata gatal, iritasi, dan pandangan
kabur.

d. Rasa Aman
Yang harus dikaji adalah kecemasan pasien akan penyakitnya
maumun tindakan operatif yang akan dijalaninya.

e. Pembelajaran / pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata ( pterigium ) kaji
riwayat keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan
sistem vaskuler, kaji riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor
seperti peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin
dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid /
toksisitas fenotiazin.

7. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital,
kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data fokus pada mata : adanya jaringan yang
tumbuh abnormal pada mata biasanya tumbuh menuju ke
kornea.

B. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1. Perubahan rasa nyaman (sensasi benda asing) berhubungan dengan
adanya penebalan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea.
2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma okuler
3. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan
pengelihatan.
4. Ansietas berhubungan dengan tindakan operatif yang akan dijalani.

Post Operasi
1. Perubahan kenyamanan (nyeri akut) berhubungan dengan
diskontinuitas jaringan akibat pembedahan.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan port de entry sebagai akibat
diskontinuitas jaringan.
3. Perubahan dalam presepsi sensori (perseptual) sehubungan dengan
luka post operasi.
4. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan
pengelihatan.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai perawatan diri dan penatalaksanaan di rumah.

C. Perencanaan
Pre Operasi
1. Perubahan rasa nyaman (rasa kemeng, sensasi benda asing)
berhubungan dengan adanya penebalan konjungtifa bulbi yang
menjalar ke kornea.
a. Tujuan :
setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien merasa
nyaman, dan dapat memahami penjelasan perawat.
b. Kriteria Hasil :
 Pasien merasa nyaman.
 Pasien dapat rileks
Intervensi Rasional

1) Kaji dan dokumentasikan 1) Untuk mengetahui penyebab


keluhan pasien. penyakit pasien.
2) Beri pemahaman kepada 2) Agar pasien paham dan
pasien tentang penyakitnya. mengerti dengan penyakitnya
sehingga mampu menjalani
3) Beri penjelasan kepada pasien
pengobatan sesuai saran
mengenai tindakan yang dapat
dokter.
membantu pasien agar merasa
3) Untuk mengurangi pemaparan
lebih nyaman seperti: memakai
sunar ultraviolet maupun debu
kaca mata gelap pada siang
pada mata.
hari, beerusaha memperkecil
kemunginan kontak dengan
angin, asap, debu, dan sinar 4) Untuk mengetahui
matahari. perkembangan penyakit mata
4) Sarankan kepada pasien agar
yang pasien alami.
segera berkonsultasi dengan
dokter bila terjadi perubahan 5) Untuk mempercepat proses

yang signifikan pada matanya. penyembuhan.


5) Sarankan kepada pasien untuk
memakai obat yang telah
diresepkan oleh dokter.
6) Kolaborasi dalam pelaksanaan
eksterpasi pterygium.

2. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma okuler


a. Tujuan : Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi
individu, mengenal gangguan sensori dan berkompensasi
terhadap perubahan.
b. Kriteria Hasil :
 Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap
perubahan.
 Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam
lingkungan

Intervensi Rasional
1) Tentukan ketajaman 1) Penemuan dan penanganan
penglihatan, kemudian catat awal komplikasi dapat
apakah satu atau dua mata mengurangi resiko kerusakan
terlibat dan observasi tanda- lebih lanjut.
tanda disorientasi.
2) Meningkatkan keamanan
2) Orientasikan klien tehadap
mobilitas dalam lingkungan.
lingkungan.
3) Cahaya yang kuat
3) Perhatikan tentang suram
menyebabkan rasa tak
atau penglihatan kabur dan
nyaman setelah penggunaan
iritasi mata, dimana dapat
tetes mata dilator.
terjadi bila menggunakan
tetes mata. 4) Membantu penglihatan
4) Ingatkan klien menggunakan
pasien.
kacamata.

3. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan


pengelihatan.
a.Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien
tidak mengalami cedera.
b.Kriteria Hasil:
Pasien melaporkan tidak mengalami cedera (jatuh, tergores,
tertusuk, dsb).

Intervensi Rasional

1) Orientasikan pasien dengan 1) Agar pasien terbiasa dan hafal


lingkungannya. dengan situasi disekelilingnya.
2) Awasi pasien selama proses 2) Mencegah terjadinya risiko
pemeriksaan berlangsung. cidera pada pasien.
3) Bimbing pasien berjalan 3) Agar pasien merasa aman dan
selama pemeriksaan bila mencegah terjadinya cidera
pengelihatannya sangat pada pasien.
4) Untuk menghindari risiko
kabur.
4) Bersihkan jalan yang dilewati cidera, dan lebih memperjelas
pasien dan yakinkan ruangan penglihatan pasien.
5) Mencegah terjadinya cidera
dalam keadaan terang.
5) Libatkan keluarga dalam pada pasien.
6) Mencegah terjadinya cidera
pengawasan pasien sehari-
hari. pada pasien.
6) Anjurkan untuk menjauhkan
7) Mencegah terjadinya
benda-benda yang
cidera/jatuh pada pasien.
berbahaya di sekitar
lingkungan pasien.
7) Anjurkan untuk menghindari
pasien melintasi lantai licin.

4. Ansietas berhubungan dengan tindakan operatif yang akan dijalani.


a. Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan kecemasan
pasien berkurang.
b. Kriteria Evaluasi
 Pasien tidak cemas
 Pasien tampak rileks

Intervensi Rasional

1) Kaji tingkat ansietas, derajat 1) Factor ini mempengaruhi


pengalaman nyeri/ timbulnya persepsi pasien terhadap
gejala tiba-tiba dan ancaman diri, potensial siklus
pengetahuan kondisi saat ini. ansietas, dan dapat
mempengaruhi upaya medic
2) Berikan informasi yang
untuk mengontrol TIO.
akurat dan jujur. Diskusikan
2) Menurunkan ansietas
kemungkinan bahwa
sehubungan dengan
pengawasan dan
ketidaktahuan/harapan yang
pengobatan dapat mencegah
akan datang dan memberikan
kehilangan penglihatan
dasar fakta untuk membuat
tambahan.
pilihan informasi tentang
3) Dorong pasien untuk
pengobatan.
mengakui masalah dan
3) Memberikan kesempatan untuk
mengekspresikan perasaan.
pasien menerima situasi nyata,
4) Jelaskan dengan jujur mengklarifikasi salah konsepsi
mengenai prosedur tindakan dan pemecahan masalah.
4) Pasien mengerti tentang
operatif yang akan
prosedur operasi sehingga
dijalaninya.
5) Identifikasi sumber/ orang kecemasan pasien akan
yang menolong. berkurang.
5) Memberikan keyakinan bahwa
pasien tidak sendiri dalam
menghadapi masalah.

Post operasi

1. Perubahan kenyamanan (nyeri akut) berhubungan dengan


diskontinuitas jaringan akibat pembedahan.

a. Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan nyeri pasien


berkurang atau terkontrol.

b. Kriteria hasil :

 Pasien mengeluh tidak nyeri

 Skala nyeri 0 dari skala 0-10 yang diberikan.

Intervensi Rasional

1) Monitor TTV pasien 1) Mengetahui keadaan umum


pasien.

2) Untuk mengetahui tingkat


2) Kaji tingkat nyeri yang
nyeri pasien.
dialami oleh klien.
3) Membantu pasien untuk
3) Berikan posisi yang
rileks.
nyaman.
4) Untuk mengurangi rasa
4) Ajarkan kepada klien
nyeri.
tekhnik distraksi /
relaksasi.

5) Anjurkan pasien untuk 5) Vasokontraksi dapat


tidak melakukan aktifitas meningkatkan tekanan bola
yang dapat meningkatkan mata sehinggan dapat
vasokontraksi, seperti meningkatkan nyeri yang
mengedan dan batuk dirasakan.
beruntun.

6) Ciptakan tempat tidur


6) Memberikan kenyamanan
yang nyaman.
pada pasien
7) Kolaborasi dengan tim
7) Mengurangi nyeri secara
medis untuk pemberian
farmakokinetik.
analgetik

2. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur (invasif)


bedah.

a. Tujuan: setelah diberikan askep diharapkan tidak terjadi infeksi


pada pasien.

b. Kriteria hasil:
Tidak ada tanda-tanda infeksi pada pasien: kalor, dolor, rubor, tumor,
fungsiolaesa.
Intervensi Rasional

1) Kaji karakteristik luka, 1) Mengetahui keadaan


pantau adanya tanda umum luka dan
infeksi (rubor, kalor, dolor, mengidentifikasi adanya
tumor, dan fungsiolaesa). tanda-tanda infeksi.

2) Gunakan tehnik aseptik


dalam perawatan post
2) Untuk mencegah terjadinya
operatif.
kontaminasi terhadap
3) Beri tahu klien tentang mikroba
pentingnya kebersihan
3) Mencegah terjadinya
dan cara mencuci tangan
infeksi. Bila tangan yang
yang baik. Yaitu cuci
menyentuh daerah mata
tangan dibawah air
kotor maka akan
mengalir dan gunakan 6
langkah cuci tangan yang mempermudah jalan
baik dan benar. masuknya
Informasikan untuk mikrooorganisme pathogen
melakukan cuci tangan yg ke dalam luka.
benar sebalum dan
sesudah menyentuh
daera mata.

4) Ajarkan untuk
membersihkan mata
4) Air hangat-hangat kuku
dengan kapas yang
dapat membunuh
dibasahi dengan air
beberapa jenis
hangat-hangat kuku bila
mikroorganisme pathogen
mata tersa gatal.

5) Kolaborasi dalam
pemberian antibiotika. 5) Membantu membunuh
mikroorganisme patogen.

3. Perubahan dalam pesepsi sensori (perseptual) sehubungan dengan


luka post operasi.

a. Tujuan : Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi


individu, mengenal gangguan sensori dan berkompensasi
terhadap perubahan.
b. Kriteria Hasil :
 Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap
perubahan.
 Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan

Intervensi Rasional

1) Tentukan ketajaman 1) Mengetahui tingkat


penglihatan. ketajaman pengeliatan
pasien.

2) Memudahkan pasien
2) Orientasikan klien pada berkomunikasi dengan
lingkungan, staf, orang lain orang disekitar.
di sekitar.
3) Memudahkan pasien
3) Letakkan barang yang mengambil barang-barang
sering diperlukan dalam yang sering digunakan.
jangkauan .
4) Buah-buahan yang
berwarna kuning memiliki
kandungan vit. A yang
4) Anjurkan klien untuk
tinggi dan baik untuk
mengkonsumsi nutrisi yang
mata. Dan asupan nutrisi
bergizi, misalnya buah-
yang baik dapat
buahan yang berwarna
mempercepat proses
kuning, seperti pepaya,
penyembuhan luka.
wortel dan lain-lain.

5) Mempercepat
5) Berikan obat-obatan sesuai
penyembuhan secara
terapi.
farmakokinetik.

4. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan keterbatasan


pengelihatan.
c. Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien
tidak mengalami cedera.
d.Kriteria Hasil:
Pasien melaporkan tidak mengalami cedera (jatuh, tergores,
tertusuk, dsb).

Intervensi Rasional

1) Orientasikan pasien dengan 1) Agar pasien terbiasa dan hafal


lingkungannya. dengan situasi disekelilingnya.
2) Bimbing pasien berjalan 2) Agar pasien merasa aman dan
selama pemeriksaan bila mencegah terjadinya cidera
pengelihatannya sangat kabur. pada pasien.
3) Bersihkan jalan yang dilewati 3) Untuk menghindari risiko
pasien dan yakinkan ruangan cidera, dan lebih memperjelas
dalam keadaan terang. penglihatan pasien.
4) Anjurkan pasien tidak 4) Peningkatan tekanan pada
melakukan aktifitas yang dapat bola mata yang terdapat luka
meningkatkan tekanan pada berisiko memperparah cidera
bola mata seperti menunduk, pada mata yang luka.
mengedan, dan batuk
5) Tidur kearah mata yang sakit
beruntun.
dapat menyebabkan
5) Anjurkan pasien agar tidak
meningkatnya tekanan pada
miring kearah mata yang sakit/
bola mata yang sakit, sehingga
luka pada saat tidur.
berisiko menyebabkan cidera/
6) Anjurkan pasien untuk makan
pendarahan pada luka.
makanan tinggi serat (sayur- 6) Pencernaan yang lancar
sayuran dan buah-buahan) mengurangi kemungkinan
agar pencernaan menjadi pasien mengedan saat BAB,
lancar. sehingga mengurangi risiko
7) Libatkan keluarga dalam
cidera.
pengawasan pasien dan 7) Mencegah terjadinya cidera
membantu pasien memenuhi pada pasien.
kebutuhan sehari-hari.
8) Anjurkan keluarga untuk 8) Mencegah terjadinya cidera

menciptakan lingkungan yang pada pasien.

aman bagi pasien misalnya


menjauhkan benda-benda
yang berbahaya di sekitar
lingkungan pasien dan 9) Mencegah terjadinya

gunakan tempat tidur yang cidera/jatuh pada pasien

rendah dengan pagar


pengaman di tepi tempat tidur
untuk pasien.
9) Anjurkan untuk menghindari
pasien melintasi lantai licin
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai perawatan diri dan penatalaksanaan di rumah.

a. Tujuan: setelah diberikan askep diharapkan pasien mengetahui


tentang penyakitnya.

b. Kriteria hasil: pasien dan keluarga mengerti tentang penyakitnya


dan cara perawatannya.

Intervensi Rasional

1) Berikan penjelasan mengenai 1) Menambah pengetahuan


kondisi penyakit, proses pasien tentang penyakitnya.
sebelumnya dan sesudah
dilakukan pembedahan.
2) Menambah pengetahuan
2) Jelaskan dan ajarkan
pasien tentang cara
perawatan secara teratur di
perawatannya.
pelayanan kesehatan
terdekat.

3) Libatkan orang terdekat klien 3) Memudahkan dalam


dalam melaksanakan aktivitas membantu pasien dalam
kehidupan sehari-hari. melakukan ADL.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan
yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang
ditemukan dalam kasus, dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan
respon klien.

E. EVALUASI
1. Pasien merasa nyaman, dan dapat memahami penjelasan perawat.
2. Tidak terjadi infeksi pada mata pasien.
3. Pasien tidak mengalami cedera.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada
Praktek Klinik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman


Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Salim S Anissa (2005), Asuhan Keperawatan pada Pasien Pterigium,


www.google.com,

Anda mungkin juga menyukai