Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN

KASUS II TUTORIAL
BLOK KGD

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Andi Subandi

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3


Fitria Husni (G1B118004)
Citra Julia Anggraini (G1B118006)
Etia Zaria Amna (G1B118007)
Rachel Arga Mutiara (G1B118008)
Lintang Athala (G1B118009)
Indah Eka Purwasih ( G1B118030)
Vanessa Rabbani (G1B118031)
Melati Octaviany Simamora (G1B118037)
Yusi Lorenza (G1B118054)
Lendra Apriansyah (G1B118064)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial kasus ke 2. Terima kasih
saya ucapkan kepada bapak Dr. Andi Subandi sebagai koordinator blok keperawatan KGD.
Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung
kami sehingga kami bias menyelesaikan tugas ini tepat waktu. Kami menyadari, bahwa
laporan tutorial yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan,
bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih
baik lagi di masa mendatang.

Semoga laporan tutorial ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat
untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Jambi, April 2021

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................2


DAFTAR ISI .........................................................................................3

BAB I PENDAHULUN.........................................................................4
1.1 Latar Belakang .................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................5
1.3 Tujuan................................................................................................5
1.4 Manfaat..............................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................7
2.1 Konsep Open Pneumotorax...............................................................7
2.2 Konsep Primary Survey Dan Secondary Survey...............................13

BAB III ASKEP KASUS......................................................................33

BAB IV PENUTUP...............................................................................37
3.1 Kesimpulan......................................................................................37
3.2 Saran.................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA............................................................................38
LAMPIRAN...........................................................................................39

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pernapasan merupakan salah satu sistem organ terpenting yang khususnya melibatkan
paru-paru sehingga bila terjadi gangguan pernapasan dapat mengakibatkan gagal napas.
Salah satu penyakit paru-paru yang menyebabkan gagal napas adalah pneumothorax.
Insiden pneumothorax laki-laki lebih banyak dari pada perempuan (5:1).
Masalah Pneumothorax didefinisikan sebagai suat penyakit yang berbahaya seperti
penyakit jantung, paru-paru, stroke dan kanker banyak dialami oleh orang-orang yang
berusia lanjut. Tetapi di era yang modern ini, penyakit-pe nyakit berbahaya tersebut tidak
jarang diderita oleh usia yang masih produktif. Faktor utama penyebab penyakit yang
menyerang usia produktif tersebut adalah pola hidup yang tidak seimbang, jarang
berolahraga, dan adanya peningkatan konsumsi rokok di kalangan muda. Salah satu
penyakit yang sering menyerang adalah penyakit paru. Sehingga diperlukan suatu bentuk
rehabilitasi yang dapat memulihkan kondisi kesehatan agar dapat melanjutkan hidup
menjadi lebih baik. Salah satu organ vital manusia adalah paru-paru. Banyak penyakit
paru-patu yang menjadi salah satu penyebab utama kematian seseorang, salah satunya
adalah pneumothorax. Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga pleura.
Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau karena trauma (British Thoracic Society
2003)
Kasus pneumothorax spontan primer di Amerika Serikat 7,4/100.000 per tahun untuk
laki-laki dan 1,2/100.000 per tahun untuk perempuan. Sedangkan insiden pneumothorax
spontan sekunder dilaporkan 6,3/100.000 per tahun untuk laki-laki dan 2/100.000 per
tahun untuk perempuan (Sudoyo et al., 2009). Pneumothorax lebih sering ditemukan pada
hemithorax kanan dari pada hemithorax kiri. Pneumothorax bilateral kira-kira 2% dari
seluruh pneumothorax spontan. Insiden dan pravalensi pneumothorax ventil 3% sampai
dengan 5% dari pneumothorax spontan. Kemungkinan berulangnya pneumothorax ialah
20% untuk kedua kali dan 50% untuk ketiga kali (Alsagaff and Mukty, 2010).
Karakteristik tanda dan gejala pneumothorax tergantung dari penyebab, jenis, dan
luasnya. Mycrobacterium tuberculosis merupakan bakteri penyakit tuberculosis yang
menyebabkan penurunan sistem imun.

4
Bakteri yang menyerang paru akan menyebabkan tuberculosis paru dimana
menyebabkan berbagai penyakit paru seperti pneumothorax. Intervensi medis yang sering
digunakan adalah WSD (Underwater Seal Drainage) yaitu sistem untuk mengalirkan
udara dari thoraks dengan tujuan untuk mempertahankan tekanan negatif yang normal
dalam rongga pleura (cavum pleura) sehingga dapat mengembalikan dan atau
mempertahankan pengembangan paru-paru.
Menurut Gunjal et al (2015) pemberian chest physiotherapy seperti segmental
breathing exercise pada penyakit paru restriktif dapat memberikan manfaat pada paru-
paru.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi pneumotoraks
2. Bagaimana etiologi pneumotoraks
3. Bagaimana anatomi & fisiologi pneumotoraks
4. Apa manifestasi klinis pneumotoraks
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang pneumotoraks
6. Apa saja penatalaksanaan pneumotoraks
7. Bagaimana primery survei dan secondary survei
8. Asuhan keperawatan mengenai kasus pneumotoraks

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan pengetahuan dalam mempelajari dan mengidentifikasi masalah-
masalah pada kasus pneumothorax
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui Apa definisi pneumotoraks
b. Mengetahui Bagaimana etiologi pneumotoraks
c. Mengetahui Bagaimana anatomi & fisiologi pneumotoraks
d. Mengetahui Apa manifestasi klinis pneumotoraks
e. Mengetahui Bagaimana pemeriksaan penunjang pneumotoraks
f. Mengetahui Apa saja penatalaksanaan pneumotoraks
g. Mengetahui Bagaimana primery survei dan secondary survei
h. Mengetahui Asuhan keperawatan mengenai kasus pneumotoraks
5
1.4 Manfaat
Dengan disusunnya laporan tutor ini yang berjudul konsep pneumotoraks di
diharapkan mahasiswa dapat memahami konsep tentang pneumotoraks serta mampu
mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat dengan baik dan benar.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP OPEN PNEUMATORAX


A. Definisi Open pneumothorax

(American College of Surgeons Commite on Trauma, 2005) terjadi karena luka terbuka
yang cukup besar pada toraks sehingga udara dapat keluar dan masuk rongga intra toraks
dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar. Dikenal juga
sebagai sucking-wound.
Open pneumotoraks adalah pneumotoraks yang terjadi akibat terdapatnya hubungan
antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari luar. Perubahan tekanan
ini sesuai dengan perubahan tekanan gerakan pernapasan, pada saat inspirasi tekanan menjadi
negative dan pada saat ekspirasi tekanan menjadi positif.
Open pneumotoraks adalah adanya trauma tembus pada dinding dada dimana udara yang
masuk diruang pleura lebih banyak berasal dari paru-paru yang rusak dari pada defek dinding
dada. Jika dinding dada cukup lebar udara dapat masuk dan keluar dari ruang pleura pada
setiap pernafasan sehingga mnyebabkan paru didalamnya kolaps.
Open pneumotoraks merupakan adanya lubang pada dinding dada yang cukup besar
untuk memungkinkan udara mengalir dengan bebas dan masuk ke luar rongga toraks bersama
setiap upaya pernafasan. (Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol.1 edisi 8)
Penatalaksanaan open pneumotoraks :
a. Luka tidak boleh di eksplore.
b. Luka tidak boleh ditutup rapat yang dapat menciptakan mekanisme ventil.
c. Pasang plester 3 posisi.
d. Torakostomi+ WSD.
7
e. Singkirkan adanya perlukaan atau laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks lain.
f. Umumnya disertai dengan perdarahan atau hematotoraks.
Pada pneumotoraks kecil (<20 %), gejala minimal dan tidak ada respiratory distress,
serangan yang pertama kali, sikap kita adalah observasi dan penderita istirahat 2-3 hari. Bila
pneumotoraks sedang, ada respiratory distress atau pada observasi nampak progresif foto
toraks, atau adanya tension pneumothorax, dilakuka n tindakan bedah dengan pemasangan
torakostomi + WSD untuk pengembangan paru dan mengatasi gagal nafas.
Tindakan torakotomi dilakukan bila:
1. Kebocoran paru yang masif sehingga paru tak dapat mengembang (bullae / fistel bron
kopleura).
2. Pneumotoraks berulang.
3. Adanya komplikasi (Empiema, Hemotoraks, Tension pneumothorax).
4. Pneumotoraks bilateral.
5. Indikasi social (pilot, penyelam, penderita yang tinggal di daerah terpencil)
6. Teknik bedah
Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakotomi posterolateral dan sternotomi
mediana, selanjutnya dilakuka n reseksi bleb, bulektonomi, subtotal pleurektomi. Parietalis
dan Aberasi pleura melalui Video Assisted Thoracoscopic surgery (VATS), dilakukan reseksi
bleb, aberasi pleura dan pleurektonomi.(Rhea,1982)

2. ANATOMI FISIOLOGI
a.  Anatomi
Dinding thorax
Dinding thorax terdiri atas kulit, fascia, saraf, otot, dan tulang. Kerangka dinding
thorax membentuk sangkar dada osteokartilaginous yang melindungi jantung, paru-paru, dan
beberapa organ rongga abdomen. Kerangka thorax terdiri dari vertebra thoracica dan discus
entervertebralis, kostae dan cartilago costalis, serta sternum. Beberapa otot pernapasan yang
melekat pada dinding dada antara lain:
 Otot-otot respirasi : M. intercostalis externus, M. levator costae, M. serratus posterior
superior dan M. scalenus
 Otot ekspirasi : M. intercostalis internus, M. transversus thoracis, M. serratus posterior
inferior, M. subcostalis.

8
Traktus respiratorius
Traktus respiratorius dibedakan menjadi dua yaitu traktus respiratorius bagian atas
dan bagian bawah. Traktus respiratorius bagian atas terdiri dari cavum nasi, nasofaring,
hingga orofaring. Sementara itu, traktus respiratorius bagian bawah terdiri atas laring,
trachea, broncus (primaries, sekundus dan tertius), bronchiolus, bronchiolus respiratorius,
duktus alveolaris dan alveolus. Paru- paru kanan terdiri atas tiga lobus (anterior, superior,
inferior) sementara paru-paru kiri terdiri atas du lobus (superor dan inverior). Masing-masing
paru diliputi oleh kantung pleura yang terdiri dari dua selaput serosa yang  disebut pleura,
yaitu pleura parietalis dan visceralis. Pleura visceralis meliputi paru-paru termasuk
permukaannya dalam visuran sementara pleura parietalis melekat pada dinding thorax,
mediastinum dan diafragma. Kavum pleura merupakan ruang potensial antara kedua lapis
pleura dan berisi sedikit cairan pleura yang berfungsi melumasi permukaan pleura sehingga
memungkinkan gesekan kedua lapisan tersebut pada saat pernapasan.

9
b. Fisiologi
Proses inspirasi terjadi bila tekanan paru lebih kecil dari tekanan atmosfer. Tekanan
paru dapat lebih kecil jika volumenya diperbesar. Membesarnya volume paru diakibatkan
oleh pembesaran rongga dada. Pembesaran rongga dada terjadi akibat dua factor yaitu factor
thoraca dan abdominal. Faktor thoraca (gerakan otot-otot pernapasan pada dinding dada)
akan memperbesar rongga dada kearah tranversal dan anterior superior sedangkan factor
abdominal (kontraksi diafragma) akan memperbesar ventrikel rongga dada. Akibat
membesarnya rongga dada dan tekanan negative pada cavum pleura paru-paru menjaidi
terhisap sehingga mengembang dan volumenya membesar, tekanan intrapulmoner menurun.
Oleh karena itu udara yang kaya O2 akan bergerak dari lingkungan luar ke alveolus. Di
alveolus O2 akan berdifusi masuk ke kapiler sementara CO2 akan berdifusi dari kapiler ke
alveolus. Sebaliknya proses ekspirasi terjadi bbila tekanan intra pulmonal lebih besar dari
tekanan atmosfir . kerja otot-otot respirasi dan relaksasi diaphragm akan mengakibatkan
rongga dada kemballi keukuran semula sehingga tekanan pada cavum pleura menjadi lebih
positif dan mendesak paru-paru. Akibatnya tekanan intra pulmoner akan meningkat sehingga
udara yang kaya CO2 akan keluar dari paru-paru ke atmosfir.

3. ETIOLOGI
Open pneumotoraks disebabkan oleh trauma tembus dada. Berdasarkan kecepatannya,
trauma tembus dada dapat dikelompokkan menjadi 2 berdasarkan kecepatannya, yaitu :
 Luka tusuk
Umumnya dianggap kecepatan rendah karena senjata (benda yang menusuk atau
mengenai dada) menghancurkan area kecil di sekitar luka. Kebanyakan luka tusuk
disebabkan oleh tusukan pisau. Namun, selain itu pada kasus kecelakaan yang
mengakibatkan perlukaan dada, dapat juga terjadi ujung iga yang patah (fraktur iga)
mengarah ke dalam sehingga merobek pleura parientalis  dan viseralis sehingga dapat
mengakibatkan open pneumotoraks
 Luka tembak
Luka tembak pada dada dapat dikelompokkan sebagai kecepatan rendah, sedang, atau
tinggi. Faktor yang menentukan kecepatan dan mengakibatkan keluasan kerusakan
termasuk jarak darimana senjata ditembakkan, kaliber senjata, dan konstruksi serta

10
ukuran peluru. Peluru yang mengenai dada dapat menembus dada sehingga
memungkinkan udara mengalir bebas keluar dan masuk rongga toraks.

4.  PATOFISIOLOGI
Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah negatif. Tekanan negatif
disebabkan karena kecenderungan paru untuk kolaps (elastic recoil) dan dinding dada yang
cenderung mengembang. Bilamana terjadi hubungan antara alveol atau ruang udara
intrapulmoner lainnya (kavitas, bulla) dengan rongga pleura oleh sebab apapun, maka udara
akan mengalir dari alveoli ke rongga pleura sampai terjadi keseimbangan tekanan atau
hubungan tersebut tertutup. Serupa dengan mekanisme di atas, maka bila ada hubungan
antara udara luar dengan rongga pleura melalui dinding dada, udara akan masuk ke rongga
pleura sampai  perbedaan tekanan menghilang atau hubungan menutup.
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada dasarnya adalah akibat dari :
1. Kegagalan ventilasi
2. Kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar.
3. Kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik. Ketiga faktor diatas dapat
menyebabkanhipoksia.

5. PATHWAY
Trauma dada

Robekan pleura

Terbukanya dinding dada

Aliran udara ke rongga pleura meningkat

Tekanan di rongga pleura lebih tinggi dari pada di atmosfer

Terjadi kollaps paru

Kompensasi untuk memenuhi oksigen ke seluruh tubuh berkurang

Jantung bekerja lebih cepat

Takikardi

11
Napas menjadi pendek dan cepat

6. MANIFESTASI KLINIK
Gejala-gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke
dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps (mengempis).Gejalanya
bisa berupa: Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk.
 Sesak nafas
 Dada terasa sempit
 Mudah lelah
 Denyut jantung yang cepat
 Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur.Gejala lainnya
yang mungkin ditemukan:
- Hidung tampak kemerahan
- Cemas, stres, tegang
- Tekanan darah rendah (hipotensi).

7. PENATALAKSANAAN MEDIK
Pneumotoraks terbuka membutuhkan intervensi kedaruratan. Menghentikan aliran
udara yang melewati lubang pada dinding dada merupakan tindakan menyelamatkan jiwa.
Pada situasi darurat tersebut, apa saja dapat digunakan untuk mentup luka dada misalnya
handuk, sapu tangan, atau punggung tangan. Jika sadar, pasien diinstruksikan untuk
menghirup dan mengejan dengan glotis tertutup. Aksi ini membantu mengembangkan
kembali paru dan mengeluarkan udara dari toraks. Di rumah sakit, lubang ditutup dengan
kassa yang dibasahi dengan petrolium. Balutan tekan dipasang dan diamankan dengan lilitan
melingkar. Biasanya, selang dada yang dihubungkan dengan drainase water-seal (WSD)
dipasang untuk memungkinkan udara dan cairan mengalir. Anti biotik biasanya diresepkan
untuk melawan infeksi akibat kontaminasi.

12
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Ro.Thoraks
Menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleura; dapat menunjukkan
penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
 Gas Darah Arteri (GDA) Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi
atau gangguan mekanik pernafasan dan kemampuan mengkompensasi PaCO2 kadang
meningkat. PaCO2 mungkin normal atau menurun ;saturasi O2 bisa menurun.
 Torasentesis
Menyatakan darah atau cairan serosanguinosa.
 Hb
Mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah.

2.2 KONSEP SECONDARY SURVEY DAN PRIMARY SURVEY

Secondary survey

Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head

to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien

mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.

1. Anamnesis

Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang merupakan

bagian penting dari pengkajian pasien.Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat

masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan

sistem.Pengkajian riwayat pasien secara optimalharus diperolehlangsung daripasien, jika

berkaitan dengan bahasa, budaya,usia, dan cacatatau kondisipasienyang terganggu,

konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali

melihat kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus lengkap karena akan memberikan

gambaran mengenai cedera yang mungkin diderita.

13
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan

keluarga:

A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)

M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani

pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat

P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah

diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal)

L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa

jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam

komponen ini)

E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang

menyebabkan adanya keluhan utama)

Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang

meliputi:

 Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat nyerinya

lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan

saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur?

 Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti diiris, tajam,

ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien

mengatakan dengan kata-katanya sendiri.

 Radiates: apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri

terlokalisasi di satu titik atau bergerak?

 Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak ada

nyeri dan 10 adalah nyeri hebat

14
 Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa lama

nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah pernah

merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya

atau berbeda?

Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah pemeriksaan tanda-

tanda vital.Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi, frekuensi nafas, saturasi oksigen,

tekanan darah, berat badan, dan skala nyeri.


Berikut ini adalah ringkasan tanda-tanda vital untuk pasien dewasa menurut

Komponen Nilai normal Keterangan


Suhu 36,5-37,5 Dapat di ukur melalui oral, aksila, dan
rectal. Untuk mengukur suhu inti
menggunakan kateter arteri pulmonal,
kateter urin, esophageal probe, atau
monitor tekanan intracranial dengan
pengukur suhu. Suhu dipengaruhi oleh
aktivitas, pengaruh lingkungan, kondisi
penyakit, infeksi dan injury.
Nadi 60-100x/menit Dalam pemeriksaan nadi perlu dievaluais
irama jantung, frekuensi, kualitas dan
kesamaan.
Respirasi 12-20x/menit Evaluasi dari repirasi meliputi frekuensi,
auskultasi suara nafas, dan inspeksi dari
usaha bernafas. Tada dari peningkatan
usah abernafas adalah adanya pernafasan
cuping hidung, retraksi interkostal, tidak
mampu mengucapkan 1 kalimat penuh.
Saturasi oksigen >95% Saturasi oksigen di monitor melalui
oksimetri nadi, dan hal ini penting bagi
pasien dengan gangguan respirasi,
penurunan kesadaran, penyakit serius dan
tanda vital yang abnormal. Pengukurna
dapat dilakukan di jari tangan atau kaki.
Tekanan darah 120/80mmHg Tekana darah mewakili dari gambaran
kontraktilitas jantung, frekuensi jantung,
volume sirkulasi, dan tahanan vaskuler
perifer. Tekanan sistolik menunjukkan
cardiac output, seberapa besar dan
seberapa kuat darah itu dipompakan.
Tekanan diastolic menunjukkan fungsi
tahanan vaskuler perifer.
Berat badan Berat badan penting diketahui di UGD
karena berhubungan dengan keakuratan
15
dosis atau ukuran. Misalnya dalam
pemberian antikoagulan, vasopressor, dan
medikasi lain yang tergantung dengan
berat badan.

2. Pemeriksaan fisik

a. Kulit kepala

Seluruh kulit kepala diperiksa.Sering terjadi pada penderita yang datang

dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang berasal dari bagian belakang

kepala penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk

adanya pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka termal, ruam,

perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala.

b. Wajah

Ingat prinsip look-listen-feel.Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan kiri.

Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa mata, karena

pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan mata selanjutnya menjadi

sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.

1) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil

apakahisokor atau anisokor serta bagaimana reflex

cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau midriasis,

adanya ikterus, ketajaman mata (macies visus dan acies

campus), apakah konjungtivanya anemis atau adanya

kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos,

subconjunctival perdarahan, serta diplopia

2) Hidung :periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan

16
penciuman, apabila ada deformitas(pembengkokan) lakukan

palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu fraktur.

3) Telinga :periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan

atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai

keutuhan membrane timpani atau adanya hemotimpanum

4) Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas

5) Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur

6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna,

kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna,

kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan tekan

daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor,

pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati adanya tonsil

meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi adanya

respon nyeri

c. Vertebra servikalis dan leher

Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang atau krepitasi,

edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan) dan

suara serak harus diperhatikan, cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan

pemakaian otot tambahan. Palpasi akan adanya nyeri, deformitas, pembekakan,

emfisema subkutan, deviasi trakea, kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap

jaga imobilisasi segaris dan proteksi servikal.Jaga airway, pernafasan, dan oksigenasi.

Kontrol perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder..

d. Toraks

Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang


17
untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam ,

ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan,

kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan

tambahan dan ekspansi toraks bilateral, apakah terpasang pace maker,

frekuensi dan irama denyut jantung, (lombardo, 2005)

Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,emfisema subkutan,

nyeri tekan dan krepitasi.

Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan

Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan bunyi

jantung (murmur, gallop, friction rub)

e. Abdomen

Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada

keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur vertebra dengan

kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya dan gejala defans otot dan

nyeri tekan/lepas tidak ada). Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk

adanya trauma tajam, tumpul dan adanya perdarahan internal, adakah distensi

abdomen, asites, luka, lecet, memar, ruam, massa, denyutan, benda tertusuk,

ecchymosis, bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk

mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk mengetahui adakah

kekakuan atau nyeri tekan, hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas

yang jelas atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra abdominal,

dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal lavage, ataupun USG

(Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen misalnya usus halus gejala

mungkin tidak akannampak dengan segera karena itu memerlukan re-evaluasi


18
berulang kali. Pengelolaannya dengan transfer penderita ke ruang operasi bila

diperlukan.

f. Pelvis (perineum/rectum/vagina)

Cedera pada pelvis yang berat akannampak pada pemeriksaan fisik (pelvis

menjadi stabil), pada cederaberat ini kemungkinan penderita akan masuk dalam

keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk

mengontrol perdarahan dari fraktur pelvis .

g. Ektremitas

Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move.Pada saat inspeksi, jangan lupa

untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuak), pada saat pelapasi

jangan lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur pada saat menggerakan,

jangan dipaksakan bila jelas fraktur.Sindroma kompartemen (tekanan intra

kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga membahayakan aliran darah),

mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau

kelumpuhan. Inspeksi pula adanya kemerahan, edema, ruam, lesi, gerakan, dan

sensasi harus diperhatikan, paralisis, atropi/hipertropi otot, kontraktur, sedangkan

pada jari-jari periksa adanya clubbing finger serta catat adanya nyeri tekan, dan

hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat s/d 5-15 detik.

Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular.Perlukaan berat

pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai fraktur.kerusakn ligament dapat

menyebabakan sendi menjadi tidak stabil, keruskan otot-tendonakan mengganggu

pergerakan.Gangguan sensasi dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat

disebabkan oleh syaraf perifer atau iskemia.Adanya fraktur torako lumbal dapat

19
dikenal pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma.Perlukaan bagian lain mungkin

menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam keadaan ini hanya dapat

didiagnosa dengan foto rongent.Pemeriksaan muskuloskletal tidak lengkap bila belum

dilakukan pemeriksaan punggung penderita. Permasalahan yang muncul adalah

1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol, sehingga terjadi

syok yang dpat berakibat fatal

2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita dalam

keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih kembali barulah kelainan

ini dikenali.

3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal setelah penderita

mulai sadar kembali

h. Bagian punggung

Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll, memiringkan

penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada saat ini dapat dilakukan

pemeriksaan punggung.Periksa adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma,

ecchymosis, ruam, lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula pada kolumna vertebra

periksa adanya deformitas.

i. Neurologis

Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran,

ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan sendorik.Peubahan dalam status

neirologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS.Adanya paralisis dapat disebabakan

oleh kerusakan kolumna vertebralis atau saraf perifer.Imobilisasi penderita dengan

short atau long spine board, kolar servikal, dan alat imobilisasi dilakukan samapai
20
terbukti tidak ada fraktur servikal.Kesalahan yang sering dilakukan adalah untuk

melakukan fiksasai terbatas kepada kepala dan leher saja, sehingga penderita masih

dapat bergerak dengan leher sebagai sumbu.Jelsalah bahwa seluruh tubuh penderita

memerlukan imobilisasi.Bila ada trauma kepala, diperlukan konsultasi

neurologis.Harus dipantau tingkat kesadaran penderita, karena merupakan gambaran

perlukaan intra cranial.Bila terjadi penurunan kesadaran akibat gangguan neurologis,

harus diteliti ulang perfusi oksigenasi, dan ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan

bila ada perdarahan epidural subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli bedah

syaraf .

Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang,twitching, parese,

hemiplegi atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia ( kesukaran dalam

mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji pula adanya vertigo dan

respon sensorik.

21
A. Primary Survey dan Resusitasi

Pada tahap ini harus dicari keadaan yang mengancam nyawa, tetapi sebelum
memegang penderita trauma harus selalu proteksi diri terlebih dahulu untuk menghindari
tertular penyakit seperti hepatitis dan AIDS.

Alat proteksi diri sebaiknya:


1) Sarung tangan
2) Kaca mata, terutama apabila penderita menyemburkan darah
3) Apron, melindungi pakaian sendiri
4) Sepatu
“Langkah pertama: memakai alat proteksi diri”
Lakukan primary survey atau mencari keadaan yang mengancam nyawa adalah:
1) Airway dengan control servical (gangguan airway adalah pembunuh tercepat)
2) Breathing dan ventilasi
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
4) Disability: status neurologis dan nilai GCS
5) Exposure/environmental: buka baju penderita tapi cegah hipotermi

a) Menjaga airway dengan kontrol servikal


Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas, namun harus diingat
bahwa kebanyakan usaha untuk memperbaiki jalan nafas akan menyebabkan
gerakan pada leher. Karena itu apabila ada kemungkinan fraktur servikal harus
dilakukan dengan kontrol servikal. Kemungkinan patahnya tulang servikal diduga
bila ada:
1) Trauma kapitis, terutama apabila ada penurunan kesadaran
2) Adanya luka karena trauma tumpul kranial dari klavikula
3) Setiap multi trauma (trauma pada 2 region tubuh atau lebih)
4) Juga harus waspada kemungkinan patah servikal bila biomekanik trauma
mendukung (mislnya ditabrak dari belakang).
Karena itu langkah selanjutnya adalah:
1) Pertahankan posisi kepala
2) Pasang colar servical
22
3) Pasang diatas long spine board

Lalu perhatian ditujukan kepada airway. Ajaklah penderita berbicara, apabila


penderita dapat berbicara dengan jelas dan dengan kalimat panjang maka untuk
sementara dapat dianggap bahwa airway dan breathing dalam keadaan baik. Juga
kemungkinan penderita tidak syok, dan tidak ada kelainan neurologis, namun
asumsi ini selalu dilakukan dengan berhati-hati.

Langkah berikutnya adalah lakukan penilaian airway

1) Bila dapat berbicara jelas maka airway baik


2) Bila ada gangguan airway maka perbaiki.

Sumbatan pada jalan nafas akan menyebabkan sesak yang harus dibedakan
dengan sesak karena gangguan brething. Pada obstruksi jalan nafas biasanya akan
ditemukan pernafasan yang berbunyi seperti; bunyi gurgling (bunyi kumur-kumur
karena adanya caira), bunyi mengorok/snoring (karena pangkal lidah yang jatuh
kedalam), bunyi stridor (karena adanya penyempitan/oedema larings.

Lakukan penangan sebagai berikut:

1) Bila ada cairan lakuka suction


2) Bila mengorok dilakukan penjagaan jalan nafas (secara manual dengan chin
lift atau jaw thrust disusul pemasangan pipa oro atau naso-faringeal
Pemasangan pipa oropharingeal (guedel/mayo) jangan dilakukan apabila
penderiita masi sadar ataupun berusaha mengeluarkan pipa tersebut (masih ada
gag refleks). Dalam keadaan ini lebih baik dipasang pipa nasopharingeal. Harus
diingat bahwa pemasangan pipa melalui hidung merupakan kontraindikasi apabila
penderita ada kecurigaan mengalami fraktur basis kranii baagian depan, karena
pipa dapat masuk ke rongga kranium.
Apabila penderita apnu, ada ancaman obstruksi ataupun ada ancaman aspirasi
lebih baik memasang jalan nafas definitif (pipa dalam trakea). Jalan nafas
definitif ini dapat melalui hidung (nasotrakeal), melalui mulut (orotrakeal) atapun
langsung melalui kriko tiroidiotomi.
Menjaga jalan nafas pada penderita trauma dapat sangat sulit. Sebagai contoh
adalah penderita dengan trauma kapitis dengan mulut yang penuh darah karena
23
fraktur basis kranii ataupun karena fraktur tulang wajah. Contoh lain adalah
penderita dengan kesadaran menurun yang gelisah dan gigi terkatup. Selama
memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh
dilakukan ekstensi, fleksi ataupun rotasi dari leher.

b) Breathing dan ventilasi


Langkah berikutnya adalah periksa breathing dan atasi bila kurang baik. Jalan
nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi
pada saat bernafas adalh mutlak untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida
dari tubuh.
Tiga hal yang harus dilakukan dalm breathing:
1) Nilai apakah breating baik (look, listen and feel)
2) Ventilasi tambahan apabila breating kurang adekuat
3) Selalu berikan oksigen

Menilai pernafasan : Petugas yang berpengalaman dalam hitungan detik dapat


menilai apakah pernafasan baik atau tidak baik.penderita yang dapat berbicara
dengan kalimat panjang, tanpa ada kesan sesak, umunya breathingnya baik.
Pernafasan yang baik adalah pernafsan yang:

1) Frekuansinya normal (dewasa rata-rata sekitar 20, anak 30 dan bayi 40)
2) Tidak ada tanda dan gejala sesak
3) Pada pemeriksaan fisik baik
Lakukan pemeriksaan dengan cara:
1) Lihat dada penderita dengan membuka untuk melihat pernafasan yang baik.
Liat apakah ada jejas, luka terbuka dan ekspansi kedua paru.
2) Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara kedalam kedua
paru dengan mendengarkan bising nafas (jangan lupa sekaligus memeriksa
jantung)
3) Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udaara (hiperesonan) atau darah
(dull) dalam rongga pleura.
Cedera thorax dapat mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat daan
ditemukan pada saat melakukan primary survey adalah:
24
a) Tension pneumothorax
b) Flail chest deng kontusio paru
c) Pneumothorax terbuka
d) Masiv hematothorax
Kelainan-kelainan diats harus segeraa diatasi untuk menghindari kematian.
Ventilasi tambahan
Apabila pernafasan tidak adekuat harus dilakukan bantuan pernafasan
(assisted ventilation). Di UGD sebaiknya membatu pernafasan adalah
dengan menggunakan Bag-Valve Mask (Ambu Bag) ataupun memakai
ventilator.
Oksigen
Berikan oksigen, apabila diperluan konsentrasi oksigen yang tinggi dengan
memakai rebreathing atau non-rereathing mask, atau dengan kanul (berikan
5-6 LPM).

c) Circulation dengan kontrol perdarahan


Langkah berikutnya adalah memeriksa sirkulasi dengan memeriksa kulit akral
dan nadi, bila ada tanda syok maka harus segera di atasi. Perdarahan merupakan
sebab utama kematian pasca bedah yang mungkindaapat diatsi dengan terapi yang
cepat dan tepat di rumah sakit. Syok pada penderita trauma harus dianggap
disebabkan oleh hipovolemia, sampai terbukti sebaaliknya. Dengan demikian
maka diperlukan penilaian yang cepat dari status hemodinamika penderita.
1) Pengenalan syok
Ada dua pemeriksaan yang dalam hitungan detik dapat memberikan
informasi mengenai keadaan hemodinamik, yakni keadaaan kulit akral dan
nadi.
 Keadaan kulit akral
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita trauma
yang kulitnya kemerahan, terutama pada wajah dan ekstermitas, jarang
terdapat pada keadaaan yang tidak hipovolemia. Sebaliknya wajah pucat
keabu-abuan dan kulit ekstermitas yang pucat dan dingin merupakan
tanda syok.
 Nadi
25
Nadi yang besaar seperti arteri femuralis atau arteri carotis harus
diperiksa bilateral, untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Pada syok
nadi akan kecil dan cepat.
Bila nadi kecil dan cepat, kulit pucat dan akral dingin itu merupakan
syok.
Catatan mengenai tekanan nadi:
Pada fase awal jangan terlalu percaya pada tekanan darah dalam
menentukan syok karena:
 Tekanan darah sebelumnya tidak diketahui
 Diperluukan kehilangan volume darah lebih dari 30% untuk daapat
terjadi penurunan tekanan darah yang signifikan.
2) Kontrol perdarahan
Perdarah dapat secara eksternal (terlihat) dan internal (tidak telihat). Perdarah
internal berasal dari:
 Rongga thoraks
 Rongga abdomen
 Fraktur pelvis
 Fraktur tulang panjang
 Jarang: retro-peritoneal karena robekan vena kava/aorta atau
perdarahan msif dari ginjal.

Syok hemoragic pada orang dewasa tidak disebabkan karena perddarahan


intra kranial.

Perdarahan eksternal: Perdarahan ekstra kranial dikendalikan dengan


penekanan langsung pada luka. Jarang diperlukan penjahitan untuk
mengendalikan perdarahan luar. Turniket (tourniquet) jarang dipakai, karena
apabila dipasang secara benar (diatas tekanan sistolik) justru akan merusak
jaringan karena akan menyebabkan iskemia distal dari turniket. Pemakaian
hemostat (di klem) memerlukan waktu dan dapat merusak jaringan sekitar
seperti syaraf dan pembuluh darah.

Perdarahan internal: Spalk/bidai dapat digunakan untuk mengontrol


perdarahan dari sautu fraktur dari ekstermitas. Pneumatic anti shock garment

26
adalah suatu alat untuk menekan pada keaadaan fraktur pelvis, namun alat ini
mahal dan sulit didapatkan. Sebagai gantinya dapat digunakan gurita sekitar
pelvis. Perdarahan intra abdominal atau intra torakal yang masif, dancairan
tidak dapat diatasi dengan pemberian cairan intravena yang adekuat,
menuntuk diadakannya operasi segera untuk menghentikan perdarahan
(resusitative laparo/thoracotomy).

3) Perbaikan volume
Kehilangan darah sebaiknya dihentikan dengan darah, namun penyediaan
darah memerlukan waktu, karena itu pada awalnya akan diberikan cairan
kristaloid 1-2 liter untuk mengatasi syok hemoragic melalui 2 jalur intravena
yang besar. Cairan kristaloid ini sebaiknya Ringer’s Lactate, walaupun NaCl
fisiologi juga dipakai.
Cairan ini diberikan dengan tetesan cepat melalui suatu kateter intravena
yang besar (minimal ukuran 16). Cairan ini harus dihangatkan untuk
menghindari hipotermi. Cairan ini juga harus dihangatkan apabila ingin
menghindari terjadinya hipotermi.

Alur fikir pada penderita trauma yang mengalami syok:


Saat dikenali syok (penderita trauma) harus dianggap sebagai syok
hemoragic. Sambil dipasang infus, dilakukan penekanan pada perdarahan
luar (bila ada). Bila tidak ada perdarahan luar dilakukan pencarian akan
adanya perdarah internal (5 tempat: torax, abdomen, pelvis, tulang panjang
dan retroperitonial). Sambil mencari sumber perdarahan, dilakukan evaluasi
respon penderita terhadap pemberian cairan. Kemungkinan adalah:
a) Respon baik: setelah diguyur, tetesan diperpelan, tanda-tanda perfusi
baik (kulit menjadi hangat, nadi menjadi besar dan melambat, tensi
naik dsb). Ini pertanda perdarahan sudah berhenti.
b) Respon sementara: setelah tetesan diperpelan, ternyata penderita
masuk syok lagi. Ini mungkin disebabkan; resusitasi cairan masih
kurang atau perdaran berlanjut.

27
c) Respon tidak ada: apabila sama sekali tidak ada respon terhadap
pemberian cairan, maka harus difikirkan perdarahan yang hebat atau
syok non hemoragic (paling sering kardiogenik).

d) Disability
perdarahan intrakranial dapat menyebabkan kematian dengan sangat cepat
(the patient who talks and lies), sehingga diperlukan evaluasi keadaan
neurologis secara cepat. Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran
dan reaksi pupil.
1) GCS (Glasgow Coma Scale):
GCS adalah sistem skoring yang sederhana dan dapatmeramal
kesudahann (outcome) penderita. Penurunan kesadaran dapat
disebabkan penurunan oksigenasi atau dan penurunan perfusi keotak
atau disebabkan perlukaan pada otak sendiri. perubahan kesadaran akan
dapat mengganggu airway serta breathing yang seharusnya sudah
diatasi terlebih dahulu. Jangan lupa bahwa alkohol dan obat obatan
dapat mengganggu tingkat kesadaran penderita. Penurunan tingkat
GCS yang lebih dari satu (2 atau lebih) harus sangat diwaspadai.
2) Pupil
Nilai adakah perubahan pupil. Pupil yang tidak sama besar (anisokori)
kemungiinan menandakan adanya suatu resimata intrakarnial
(perdarahan). Perlu diingat bahwa lesi biasanya (tidak selalu!) akan
terjadi pada sisi pupil yang melebar.
3) Resusitasi
Terhadap kelainan primernya di otak tidak banyak yang dapat
dilakukan , namun tugas sangat penting dari dokter yang menerima
penderita trauma kapitis di UGD adalah dengan menghindari cidera
otak sekunder (secondary brain injury). Yang harus di lakukan terapi
dengan agresif adalah adanya hipovolemia , hipoksia dan hiperkarbia
untuk menghindari cidera otak sekunder tersebut.

e) Exposure/kontrol lingkungan

28
Dirumah sakit penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk evaluasi
kelainan atau injury secara cepat pada tubuh penderita. Setelah pakaian
dibuka perhatikan terhadap injury atau jejas pada tubuh penderita, dan harus
dipasang selimut agar penderita tidak kedinginan. Harus dipakaikan selimut
hangan , ruangan cukup hangat dan diberikan cairan intra-vena yang sudah
dihangatkan. Apabila pada primary survey dicurigai ada perdarahan dari
belakang tubuh maka dilakukan “log roll” untuk mengetahui sumber
perdarahan.

f) Folley chateter/kateter urine


Pemakaian kateter urin dan lambung harus dipertimbangkan. Jangan lupa
mengambil sample urin untuk pemeriksaan urin rutin. Produksi urin
merupakan indikator yang peka untuk menilai keadaan hemodinamik
penderita.
Catatan: urin penderita dewasa 1/2cc/kgBB/jam,anak 1cc/kgBB/jam,bayi
2cc/kgBB/jam.
Kateter urin jangan dipakai bila ada dugaan ruptur uretra yang ditandai oleh :
- Adanya darah dilubang uretra di bagian luar (OUE/Orifisium Uretra
External)
- Hematom di skrotum
- Pada colok dubur prostat letak tinggi atau tidak teraba.
Dengan demikian maka pemasangan kateter urin tidak boleh dilakukan
sebelum colok dubur (khusus pada penderita traum).

g) gastric tube/ kateter lambung


Kateter lambung dipakai untuk mengurangi distensi lambung dan menjegah
muntah. Isi lambung yang pekat akan mengakibatkan NGT tidak berfungsi,
pemasangannya sendiri dapat mengakibatkan muntah. Darah dalam lambung
dapat disebabkan darah tertelan, pemasangan NGT yang traumatik atau
perlukaan lambung. Bila lamina kribrosa patah (vraktur basis kranii anterior)
atau diduga patah , kateter lambung harus dipasang melalui mulut untuk
mencagah masuknya NGT dalam rongga otak.

29
h) Heart monitoring/monitor EKG
monitoring hasil resusitasi didasarkan pada ABC penderita
- Airway seharusnya sudah diatasi.
- Breathing pemantauan laju nafas (sekaligus memantau airway), dan
kalau ada : pulse oximetry.
- Circulation: nadi, tekanan darah , tekanan nadi , suhu tubuh dan
jumblah urin setiap jam. Bila ada sebaiknya terpasang monitor EKG.
- Disabillity nilai tingkat kesadaran penderita dan adakah perubahan
pupil.

i) Foto rontgen
Pemakaian foto rontgen harus selektif, dan jangan mengganggu proses
resusitasi. Pada penderita dengan trauma tumpul harus dilakukan 3 foto rutin:
- Servikal
- Toraks (AP)
- Pervis (AP)
Foto servikal AP harus terlihat ketujuh ruas tulang servikal apabila
tidak terlihat harus dengan menarik kedua bahu kearah kaudal, ataupun
dengan swimmer’s view.

PENANGANAN PADA KASUS

Aman diri, aman lingkungan, aman pasien.

Lakukan Triase

Triase adalah cara untuk menseleksi atau memilah korban berdasarkan tingkat kegawatan.
Berdasarkan kasus, pasien termasuk dalam kategori gawat darurat. Kemudian beri tag warna
merah.

30
Primary Survey

 Airway

Cek respon.

Pada kasus, pasien masih berespon terhadap nyeri (sadar).

Bersihkan gumpalan darah.

 Breathing

Posisikan pasien semi fowler – fowler.

Longgarkan pakaian.

Ciptakan lingkungan yang kaya akan oksigen. Pemberian oksigen melalui nasal kanul,
rebreathing mask, atau non-rebreathing mask. Pada kasus, pernafasan pasien cepat dan
dangkal.

 Circulation

Tutup luka dengan kassa 3 sisi dengan kedap udara

Pada kasus, pasien mengalami sucking chest wound.

Resusitasi cairan. Pasang infuse 2 jalur dengan jarum besar (G 16) cairan Ringer Lactad
(cairan kristaloid) hangat diguyur.

 Disability

Nilai kesadaran pasien.

Alert : Sadar.

Verbal respom : Berespon dengan panggilan suara.

Pain respon : Berespon terhadap rangsangan nyeri.

Unrespon :-

31
GCS 14 (E3V5M6)

 Exposure
- Gunting pakaian dan lihat jejas.
- Lakukan posisi logroll (nilai bagian belakang).
- Catat kelainan yang ditemukan terutama yang mengancam.
- Pakaian selimut hangat.

1. Re-evaluasiABCDE.
2. Secondary Survey (jika ABC telah stabil).
Anamnesis :
Pemeriksaan fisik:

32
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
ASKEP KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama Klien : Tidak Terkaji
Jenis Kelamin : Laki-laki
No.RM : Tidak Terkaji
Pekerjaan : Tidak Terkaji
Alamat :Tidak Terkaji
Agama :Tidak Terkaji
Umur : Tidak Terkaji
Suku/ Bangsa : Tidak Terkaji
Dx. Medis : Tidak Terkaji
2. Keluhan utama
Mengalami multi trauma, serta pernafasan cepat dan dangkal, kemudian terasa
kesemutan pada kedua kaki
3. Riwayat Kesehatan
a. Sekarang : Mengalami multi trauma, serta pernafasan cepat dan dangkal,
kemudian terasa kesemutan pada kedua kaki
b. Masa lalu : Tidak Terkaji
c. Keluarga : Tidak Terkaji
4. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital
TD : Tidak Terkaji
Nadi : Tidak Terkaji
RR : Tidak Terkaji
Suhu : Tidak Terkaji
b. Head to toe
Kepala:
- Terdapat memar pada wajah
Toraks:

33
Inspeksi
- terdapat luka terbuka pada dada ICS 6 Lateral kri
Auskultasi
- Terdapat suara sucking chest wound pada dada ICS 6 lateral kiri
Abdomen:
- Terdapat memar pada pelvis
Ekstremitas:
Inspeksi:
- Tampak Multi abrasi dan laserasi pada wajah, tangan, kaki, Perubahan bentuk
dan krepitasi pada daerah femur kiri 1/3 proximal
Mata = Terdapat memar akibat terkena benda tumpul

- Kongjungtiva : TidakTerkaji
- Skelera : Tidak Terkaji

Bibir = Bibir sobek/teruka


c. Pemeriksaan Lainnya
Kesadaran: Kompos Mentis
Ekstremitas : ada tangan dan kaki mengalami memar
Edema : Tidak Terkaji
TB : Tidak Terkaji
BB : Tidak Terkaji
Alasan MRS :
Pasien seorang laki-laki diketahui 30 menit yang lalu telah terjadi huru-hara
disebuah komplek, banyak orang terlibat perkelahian, sehingga ditemukan 1 orang
korban mengalami luka akibat benda tumpul dan benda tajam akibat dikeroyok oleh
sekelompok orang., masih berespon terhadap nyeri, mengalami multi trauma, serta
pernafasan cepat dan dangkal, kemudian terasa kesemutan pada kedua kaki korban

5. PRIMARY SURVEY :
A. Airway : Terdengar suara snoring diduga lidah jatuh kebelakang
B. Breathing : Pasien mengeluh sesak, Pernafasan cepat dan dangkal
C. Circulator : Terdapat luka terbuka disertai suara sucking chest wound pada dada
ICS 6 Lateral kiri
D. Disability :
34
Kesadaran : Kompos Mentis , Nilai GCS : 14 ( E:3, V:5, M:6)
E. Exposure :
Berdasarkan pengamatan klinis terdapat
 Memar pada wajah, tangan, kaki
 Luka terbuka pada dada ICS 6 Lateral kiri
 Fraktur tertutup pada radius sinistra 1/3 proximal

AnalisaData

No Data Etiologi Masalah


1 Data Subjektif : Hiperventilasi Ketidakefektifan Pola
- Klien mengatakan 30 menit lalu Nafas
mengalami luka akibat benda
tumpul dan benda tajam akibat
dikeroyok oleh sekelompok orang
- Klien mengeluh sesak dan nyeri
Data Objektif :
- Pernafasan klien terlihat cepat dan
dangkal
- Terdapat luka terbuka pada klien
disertai suara sucking chest wound
pada dada ICS 6 Lateral kiri
- Terdapat gumpalan darah didalam
mulut klien disertai bibir yang
sobek
2 Data Subjektif : Cedera fisik Nyeri
( Multri
- Klien mengalami luka akibat
trauma
benda tumpul dan benda tajam
danfraktur )
akibat dikeroyok kelompok orang
saat terjadinya huru-hara di
komplek
- Klien mengeluh sesak dan nyeri

35
Data Objektif :
- Klien mengalami multi trauma
- Terdapat gumpalan darah didalam
mulut pasien disertai bibir yang
sobek
- Memar pada wajah, tangan, kaki
- Luka terbuka pada dada ICS 6
Lateral kiri
- Fraktur tertutup pada radius sinistra
1/3 proximal Terdapat memar pada
pelvis

Diagnosa Keperawatan :

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi


2. Nyeri berhubungan dengan cedera fisik ( Multri trauma dan fraktur )

Intervensi Keperawatan :

Diagnosa
No Keperawata Tujuan Intervensi
n

1 Ketidakefe Tujuan - Manajemen jalan nafas ( 3140 ) :


ktifan pola Umum : - Posisikan pasien untuk memaksimalkan
nafas ventilasi
Setelah
- Auskultasi suara nafas, catat area yang
dilakukan
ventilasinya menurun / tidak adanya
tindakan
suara nafas tambahan.
keperawatan
- Kelola pemberian bronkodilator
dalam 1 x 24
sebagaimana mestinya.
jam pola nafas
- Kelola nebulizer
pasien kembali
- Posisikan untuk meringankan sesak
normal
nafas ( bisa berikan posisi semi fowler )

36
Tujuan - Monitor status pernafasan dengan O2
Khusus : - Kolaborasi pemberian terapi infus jika
diperlukan
- Suara
sucking
chest wound
pada pasien
dapat teratasi
- Nafas pasien
yang cepat
dan dangkal
kembali
normal
2 Nyeri Tujuan - Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
Umum : yang meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, kualitas, intensitas serta beratnya
- Setelah
nyeri
dilakukan
- Gali bersama pasien faktor yang dapat
tindakan
menurunkan atau memperberat nyeri
keperawatan
- Pertahankanimobilasasibagian yang
dalam 3 x 24
sakitdengantirah baring, gips,
jam nyeri
bebatdanatautraksi
pada pasien
- Tinggikanposisiekstremitas yang
dapat teratasi
terkena.
Tujuan
- Lakukandanawasilatihangerakpasif/aktif.
Khusus :
- Lakukantindakanuntukmeningkatkanken
- Pasien tidak yamanan (masase, perubahanposisi)
mengeluhka - Ajarkanpenggunaanteknikmanajemenny
n lagi atas eri (latihannapasdalam, imajinasi visual,
nyeri yang aktivitasdipersional)
ditimbulkan - Lakukankompresdinginselamafaseakut
dari luka nya (24-48 jam pertama) sesuaikeperluan.
( trauma, - Kolaborasi pemberian analgetik sesuai

37
fraktur, indikasi.
multi trauma - Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk
) verbal dan non verbal

38
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
(American College of Surgeons Commite on Trauma, 2005) terjadi karena luka
terbuka yang cukup besar pada toraks sehingga udara dapat keluar dan masuk rongga
intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar.
Dikenal juga sebagai sucking-wound.
Open pneumotoraks adalah pneumotoraks yang terjadi akibat terdapatnya hubungan
antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari luar. Perubahan
tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan gerakan pernapasan, pada saat inspirasi
tekanan menjadi negative dan pada saat ekspirasi tekanan menjadi positif.
Open pneumotoraks adalah adanya trauma tembus pada dinding dada dimana udara
yang masuk diruang pleura lebih banyak berasal dari paru-paru yang rusak dari pada
defek dinding dada. Jika dinding dada cukup lebar udara dapat masuk dan keluar dari
ruang pleura pada setiap pernafasan sehingga mnyebabkan paru didalamnya kolaps.
Open pneumotoraks merupakan adanya lubang pada dinding dada yang cukup besar
untuk memungkinkan udara mengalir dengan bebas dan masuk ke luar rongga toraks
bersama setiap upaya pernafasan.
4.2 Saran
Makalah ini adalah makalah tentang kegawatdaruratan open pnemotorax yang
menyajikan tentang penjelasan open penomotorax,penanganan dan asuhan keperawatan
pada pasien dengan open pnemotorax .Dengan adanya makalah ini diharapkan
pembaca khususnya perawat dapat lebih mengerti dan memahaminya sehingga dapat
dipergunakan dengan sebaik-baiknya dalam asuhan keperawatan profesional
dan dalam kehidupan sehari-hari.

39
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.Surabaya : Airlangga


University Press; 2009. p. 162-179
American College of Surgeons. (1997). Advanced trauma life support for doctors. instructor
course manual book 1 - sixth edition. Chicago.
Curtis, K., Murphy, M., Hoy, S., dan Lewis, M.J. (2009). The emergency nursing assessment
process: a structured framedwork for a systematic approach. Australasian Emergency
Nursing Journal, 12; 130-136
Danusantoso H. 2013. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Ed 2. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Delp &manning. Major diagnosis fisik . Jakarta: EGC. 2008
Diklat RSUP Dr. M. Djamil Padang. (2006). Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat
darurat (PPGD). RSUP. Dr.M.Djamil Padang.
Diklat Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118. (2010). Basic Trauma Life Support and
Basic Cardiac Life Support Edisi Ketiga. Yayasan Ambulance Gawat Darurat 118.
Pneumothorax : An Update. Postgrad Med J 83(981):461-5Grundy S, Bentley A, Tschopp
Jm.(2012).
Swidarmoko, Boedi. 1995. Penatalaksanaan Konservatif Pneumotoraks Spontan.Jurnal
Cermin Dunia Kedokteran No. 101

40

Anda mungkin juga menyukai