Disusun Oleh:
Kelompok 1
2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.....................................................................................................i
BAB I PENDAHUUAN....................................................................................1
A. LATAR BELAKANG............................................................................2
B. RUMUSAN MASALAH........................................................................2
C. TUJUAN.................................................................................................3
D. MANFAAT.............................................................................................3
A. PENGERTIAN.......................................................................................5
B. ETIOLOGI..............................................................................................5
C. PATOFISIOLOGI................................................................................13
D. MANIFESTASI KLINIS......................................................................16
E. KOMPLIKASI......................................................................................16
F. PENATALAKSANAAN MEDIS........................................................17
G. PENGKAJIAN.....................................................................................21
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG.........................................................23
I. INFORMASI TAMBAHAN................................................................23
J. ANALISA DATA.................................................................................25
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN MENURUT PRIORITAS................27
L. INTERVENSI.......................................................................................28
BAB IV PENUTUP.........................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................50
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pneumotorak adalah kelainan pleura yang cukup sering terjadi karena banyak
faktor yang dapat menyebabkan pneumotorak. Pneumotorak termasuk salah satu
kasus gawat darurat yang harus ditatalaksana dengan cepat dan tepat. Salah satu
rumah sakit di Inggris melaporkan kasus pneumotorak sebanyak 25 kasus setiap
tahunnya (Ismail, et al, 2000). Penelitian yang dilakukan dari tahun 1997-2001 di
Jamaika mendapatkan insiden pneumotorak spontan primer 1,4/100.000 penduduk
dan pneumotorak spontan sekunder sekitar 0,56/100.000 penduduk setiap tahunnya
(Wiliams, et al, 2007).
Penelitian di RSUD Dr. Moewardi mendapatkan kasus spontan primer 7,69%
dari 39 pasien yang di rawat dengan pneumotorak (Suradi, 2009) Secara
epidemiologi, laki-laki mempunyai faktor risiko lebih besar daripada perempuan.
Insiden pneumotorak di Negara Barat diperkirakan pada laki-laki sekitar 7,4- 18/
100.000 penduduk dan perempuan sekitar 1,2-6/100.000 peduduk setiap tahunnya
(Noppen, 2010). Kasus pneumotorak primer sering terjadi pada laki-laki dengan
rentang usia 15-34 tahun. Pada pneumotorak sekunder lebih sering terjadi pada usia
yang lebih tua yaitu diatas 55 tahun (Ismail, et al, 2000). Penelitian di Jamaika
mendapatkan (48%) pasien pneumotorak sekunder dengan penyakit dasar PPOK
(Wiliams, et al, 2007). Di Israel juga melaporkan penyebab pneumotorak terbanyak
adalah PPOK (77%). Sedangkan pada penelitian tahun 2000-2004 yang dilakukan di
RSU Dr. Soetomo mendapatkan 77% penyebab pneumotorak adalah tuberkulosis
paru. (Lihawa dan Pradjoko, 2010)
Kasus pneumotorak di RSUP Dr. M. Djamil sebagian besar dirawat di
Bangsal Paru. Penelitian sebelumnya melaporkan jumlah penderita pneumotorak 2
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas yang dirawat di Bangsal Paru RS. Dr.
M.Djamil Padang selama periode Januari 2007 sampai Desember 2011 sebanyak
62,3% orang dengan penyakit dasar terbanyak yaitu TB Paru (Aulia, 2012).
3
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui dan meneliti
profil pasien pneumotorak yang dirawat di Bangsal Paru RSUP Dr. M. Djamil
periode Januari 2011 sampai Desember 2013.
B. RUMUSAN MASALAH
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada: asuhan keperawatan pada klien
Pneumotorax.
4
C. TUJUAN
Tujuan Umum
1. Melaksanakan dan melakukan asuhan keperawatan pada klien Pneumotorax
Tujuan Khusus
2. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien Pneumotorax
D. MANFAAT
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis studi kasus ini adalah untuk pengembangan ilmu
keperawatan medikal bedah terkait asuhan keperawatan pada klien
pneumotorax dengan masalah sesak nafas agar perawat mampu
memenuhi kebutuhan dasar pasien selama di rawat di rumah sakit.
2. Manfaat praktis untuk petugas kesehatan
Manfaat praktis untuk petugas kesehatan adalah dapat dijadikan
sebagai rujukan atau referensi dalam pengembangan dan pelaksanaan
praktik keperawatan dan pemecahan masalah khususnya dalam kasus
pneumotorax dengan masalah kelainan pleura yang cukup sering
terjadi karena banyak faktor yang dapat menyebabkan pneumotorax.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Pneumotoraks merupakan suatu keadaan terdapatnya udara di dalam rongga pleura (Arif
Muttaqin, 2012).
Pneumothoraks adalah rongga yang berisi udara atau gas yang menyebabkan sebagian atau
seluruh paru kolaps (M. Yusuf Wibisani et all, 2004).
B. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS PNEUMOTORAX
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan
intrabronkhial, sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks
dan udara dari luar yang tekanannya nol (0) akan masuk ke bronkhus hingga
sampai ke alveoli. Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada
sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan di alveolus
ataupun di bronkhus, sehingga udara ditekan keluar melalui bronkhus.
Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan
intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin, atau
mengejan, karena pada keadaan ini glotis tertutup. Apabila di bagian perifer
dari bronkhus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronkhus atau alveolus
itu akan pecah atau robek.
Pneumothoraks terjadi karena adanya kebocoran di bagian paru yang
berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini
berhubungan dengan bronkhus. Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa
alveoli kemudian membentuk suatu bula yang disebut granulomatous
fibrosis. Granulomatous adalah salah satu penyebab tersering terjadinya
pneumothoraks, karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi
empiema.
Secara singkat proses terjadinya pneumothoraks adalah sebagai berikut :
1. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan
udara masuk ke arah jaringan peribronkhosvaskular. Apabila alveoli itu
melebar, tekanan dalam alveoli akan meningkat.
2. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endhobronkhial
adalah faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan.
3. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan
jaringan fibrosis di peribronkhosovaskular ke arah hilus, masuk
mediastinum, dan menyebabkan pneumothoraks.
7
A. Tanda dan Gejala Pneumothoraks
1. Aktivitas
Gejala : Dipsnea dengan aktivitas ataupun istirahat
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardi, Frekuensi tak teratur, disritmia, tekanan darah
(Hipotensi/hipertensi)
3. Integritas Ego
Tanda : Ketakutan, gelisah.
4. Nyeri/Kenyamanan
Gejala (tergantung pada ukuran/area yang terlibat) :
a. Nyeri dada, meningkat karena pernapasan, batuk
b. Timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan
c. Tajam dan nyeri, menusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan
menyebar ke leher, bahu, abdomen (effusi pleural)
Tanda :
a. Berhati-hati pada area yang sakit
b. Perilaku distraksi
c. Mengkerutkan wajah
5. Pernapasan
Gejala : Kesulitan napas, batuk (mungkin gejala yang ada), riwayat bedah
dada/trauma : penyakit paru kronis, inflamasi/infeksi paru (empiema/effusi).
Tanda : takipnea, bunyi napas menurun atau tak ada, perkusi dada : hiperresonan
di atas area berisi udara.
B. Klasifikasi Pneumothoraks
Pneumothoraks dibagi berdasarkan penyebab dan jenis fistula. Klasifikasi
pneumothoraks berdasarkan penyebab dibagi menjadi pneumothoraks spontan
(primer dan sekunder) dan pneumothoraks traumatik (Iatorgenik dan bukan
iatorgenik), sedangkan klasifikasi pneumothoraks berdasarkan jenis fistulanya dibagi
menjadi pneumothoraks terbuka, pneumothoraks tertutup dan pneumothoraks ventil.
Pneumothoraks berdasarkan penyebab :
1. Pneumothoraks Spontan
a. Primer (Tidak diketahui dengan pasti penyebabnya)
8
Pneumothoraks spontan diperkirakan terjadi karena ruptur dari bleb
emfisematous di sub pleura, yang biasanya terletak diapeks paru-paru.
Patogenesis terjadinya bleb subpleural ini masih belum jelas. Bleb-bleb seperti
ini dihubungkan dengan abnormalitas congenital, inflamasi dan bronkiolus,
dan gangguan pada ventilasi colateral. Pasien dengan pneumothoraks primer
spontan biasanya lebih tinggi dan lebih kurus daripada orang control. Selain
itu, terdapat suatu kecenderungan berkembangnya pneumothoraks primer
spontan karena diwariskan.
b. Sekunder (Latar belakang penyakit paru)
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyebab tersering pada
pasien dengan pneumothoraks spontan sekunder, walau sebenarnya hampir
semua penyakit paru-paru telah diasosiasikan dengan pneumotoraks spontan
sekunder. Pada suatu penelitian denfan 505 pasien dengan pneumothoraks
spontan sekunder, 348 pasien memiliki PPOK, 93 memilki tumor, 25
sakkoidosis, 9 tuerkulosis, 16 memiliki infeksi pulmo lainnya, dan 13
memiliki penyakit lain. Salah satu penyebab tersering dari pneumothoraks
spontan sekunder adalah infeksi Pneumocystis jirovecii (dulu disebut carinii)
pada pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Selain itu,
terdapat insidensi tinggi penumothoraks spontan pada pasien dengan sistik
fibrosis.
2. Pneumothoraks Traumatik
Pneumothoraks traumatik adalah pneumothoraks yang terjadi akibat suatu
trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru. Dibagi menjadi dua, yaitu :
2. Pneumothoraks Tertutup
Rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan lingkungan luar. Udara
yang dulunya ada di rongga pleura (tekanan positif) karena direabrorbsi dan tidak
ada hubungan lagi dengan dunia luar maka tekanan udara di rongga pleura
menjadi negatif. Tetapi paru belum bisa berkembang penuh. Sehingga masih ada
rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah normal.
3. Pneumothoraks Ventil
Ini merupakan pneumothoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung
adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronkhus terus
ke percabanngannya dan menuju arah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi,
udara masuk ke rongga pleura yang pada permulaannya masih negatif.
10
C. Pemeriksaan Diagnostik
Gambaran radiologis pneumothoraks akan tampak hitam, rata dan paru yang
kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang
kolaps tidak membentuk garis, tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus
paru. Adakalanya paru yang mengalami kolaps tersebut, hanya tampak seperti massa
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.
Besarnya kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.
Perlu diamati ada tidaknya pendorongan. Apabila ada pendorongan jantung atau
trakhea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumothoraks
ventil dengan tekanan intrapleura yang tinggi.
11
D. Mapping Pneumothoraks
Faktor predisposisi : Infeksi Paru
Gangguan ventilasi
Perubahan p
Nyeri
Resiko tinggi infeksi
12
E. Komplikasi dan Prognosis Pada Pneumothoraks
Komplikasi :
1. Tension Pneumothoraks
Tension pneumothoraks : komplikasi ini terjadi karena tekanan dalam rongga
pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat, mediastinum tergeser
kesisi lain dan mempengaruhi darah vena ke atrium kanan. Pada foto sinar tembus
dada terlihat mediastinum terdorong dan diafragma pada sakit tertekan kebawah.
Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus
segera di tangani kalau tidak akan berakibat fatal.
2. Pio-Pneumothoraks
Berarti terdapatnya pneumothorak disertai empiema secara bersamaan pada satu
sisi paru.
3. Hidropneumothoraks / Hemo-pneumothoraks
Pada kurang lebih 25% penderita pneumathoraks ditemukan juga sedikit cairan
dalam pleuranya. Cairan ini biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau
kemerahan (berdarah). Hidrothoraks dapat timbul dengan cepat setelah terjadinya
pneumothoraks pada kasus-kasus trauma/perdarahan intrapleura atau perforasi
esophagus (cairan lambung masuk ke dalam rongga pleura).
4. Pneumonediatinum dan emfisema subkutan
Pneumomediastinum dapat ditegakkan dengan pemeriksaan foto dada.
Insidensinya adalah 1% dari seluruh pneumothoraks. Kelainan ini dimulai
robeknya alveoli kedalam jaringan interstitium paru dan kemungkinan diikuti oleh
pergerakan udara yang progresif kearah mediastinum (menimbulkan
pneumomediastinum) dan kearah lapisan fasia otot-otot leher (menimbulkan
emfisema subkutan).
5. Pneumothoraks simultan bilateral
Pneumothoraks yang terjadi pada kedua paru secara serentak ini terdapat pada 2%
dari seluruh pneumothoraks, keadaan ini timbul sebagai lanjutan
pneumomediastinum yang secara sekunder berasal dari emfisem jaringan
interstitial paru. Sebab lain bias juga dari emfisem mediastinum yang berasal dari
perforasi esophagus.
6. Pneumothoraks kronik
13
Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula bronco-pleura tetap
membuka. Insidensi pneumothoraks kronik dengan fistula bronkopleura ini adalah
5% dari seluruh pneumothoraks. Faktor penyebab antara lain adanya
perlengkapan pleura yang menyebabkan robekan paru tetap terbuka, adanya
fistula bronkopleura yang melalui bulla atau kista, adanya fistula bronco-pleura
yang melalui lesi penyakit seperti nodul rheumatoid atau tuberkuloma.
7. Pneumothoraks ulangan
Prognosis :
Prognosis tergantung dari banyak faktor, antara lain umur penderita, etiologi,
penyakit penyerta atau juga underlying disease-nya, dan kecepatan pengobatan.
Hampir semua penderita dapat diselamatkan jika penanganan dapat dilakukan secara
dini. Sekitar separuh kasus pneumotoraks spontan akan mengalami kekambuhan.
Tidak ditemukan komplikasi jangka panjang setelah tindakan penanganan yang
berhasil.
F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pneumothoraks bergantung pada jenis pneumothoraks yang
dialami, derajat kolaps, berat ringannya gejala, penyakit dasar dan penyulit yang
terjadi saat melaksanakan pengobatan tersebut diantaranya dapat dilakukan tindakan
medis atau tindakan bedah.
1. Farmakologi
a. Terapi O2 untuk meningkatkan reabsorpsi udara dari ruang pleura.
b. Drainase sederhana untuk aspirasi udara pleura menggunakan kateter
berdiameter kecil (seperti 16 gauge angio-chateter/ kateter drainase yang lebih
besar).
c. Penempatan pipa kecil yang dipasang satu jalur pada katup helmic untuk
memberikan perlindungan terhadap serangan tension pneumotoraks.
d. Obat simptomatis untuk keluhan batuk dan nyeri dada.
2. Pemeriksaan radiologi
Peranan pemeriksaan radiologi antara lain :
a. Kunci diagnosis
14
b. Penilaian luasnya pneumotoraks
c. Evaluasi penyakit-penyakit yang menjadi dasar.
Pada pneumotoraks yang sedang sampai berat foto konvensional (dalam keadaan
inspirasi) dapat menunjukkan adanya daerah yang hiperlusen dengan pleural line di
sisi medialnya. Tetapi pada pneumotoraks yang minimal, foto konvensional kadang-
kadang tidak dapat menunjukkan adanya udara dalam rongga pleura, untuk itu
diperlukan foto ekspirasi maksimal, kadang-kadang foto lateral dekubitus. Hinshaw
merekomendasikan membuat foto pada 2 fase inspirasi dan ekspirasi, karena akan
memberikan informasi yang lebih lengkap tentang :
Derajat/ luasnya pneumotoraks
Ada/ tidaknya pergeseran mediastinum
Menunjukkan adanya kista dan perlekatan pleura lebih jelas dari pada foto
konvensional.
3. Tindakan Medis
Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur tekanan intra pleural menghisap
udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama di tujukan pada penderta
pneumothoraks tertutup atau terbuka sedangkan untuk pneumothoraks ventil
tindakan utama yang harus dilakukan dekompresi terhadap tekanan intra plura
yang tinggi tersebut yaitu dengan membuat hubungan dengan udara luar.
1. Tindakan dekompresi
a. Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara :
Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga pleura
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena udara keluar melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
Dapat memakai infus set
Jarum abbocath
Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (thoraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan
perantara troakar atau dengan bantuan klem penjepit (pean) pemasukan pipa
plastik (thoraks kateter) dapat juga dilakukan me;lalui celah yang telah dibuat
dengan bantuan insisi kulit dari sela iga ke 4 pada garis aksila tengah atau pada
15
garis aksila belakang. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke 2 dari garis
klavikula tengah. Selanjutnya ujung selang plastik didada dan pipa kaca WSD
dihubungkan melalui pipa plastik di dada dan pipa kaca WSD di hubungkan
melalui pipa plastik lainnya posisi ujung pipa kaca yang berada di botol
sebaiknya berada 2 cm dibawah permukkaan air supaya gelembung udara dapat
dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
2. Tindakan bedah
Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi duicari lubang yang
menyebabkan pneumothoraks dan dijahit.
Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan pleura yang
menyebakan paru tidak dapat mengembang, maka dilakukan pengelupasan
atau dekortisasi.
Dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau bila
ada fistel dari paru yang rusak. Sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan
tidak dapat dipertahankan kembali.
Pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara kedua pleura
ditempat fistel.
16
ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMOTHORAKS
Case 5 :
Tn. R, 50 tahun, dirawat dengan keluhan demam, menggigil dan berkeringat jika malam
hari. Klien juga mengeluh sesak napas terutama setelah naik tangga. Nyeri pada pleural
juga dirasakan klien. Klien tidak nafsu makan dan berat badannya menurun. Pada klien
telah dilakukan pungsi paru dan pemasangan WSD dengan hasil cairan jernih, terdapat
peningkatan protein, leukosit terutama limfosit serta penurunan glukosa. Vital sign klien
TD 110/70 mmHg, HR 88 x /menit, RR 27 x/menit, suhu 38°C. Sebelumnya klien pernah
dirawat dengan infeksi paru-paru.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Anamnesis
Nama : Tn. R
Umur : 50 th
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Keluhan utama meliputi sesak napas terutama setelah naik tangga dan nyeri pada
pleura.
2. Riwayat Penyakit Saat Ini
Klien mengeluh demam, menggigil, dan berkeringat jika malam hari. Klien juga
merasakan sesak napas terutama setelah naik tangga, nyeri pada pleura juga dirasakan
oleh Klien. Klien tidak nafsu makan dan berat badannya menurun. Pada klien telah
dilakukan pungsi paru dan pemasangan WSD.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien pernah dirawat dengan infeksi paru-paru.
4. Pemeriksaan Fisik
- TTV : Suhu : 38°C
- Sistem Pulmonal :
Subjektif : Nyeri pada pleura dan sesak napas terutama setelah naik tangga.
Objektif : RR : 27 x/menit, terpasang WSD
- Sistem Kardiovaskuler :
Subjektif : -
Objektif : HR : 88 x/menit, TD : 110/70 mmHg
17
- Sistem Pencernaan :
Subjektif : Akibat sesak napas, pasien mengalami penurunan nafsu makan dan
penurunan berat badan.
5. Data Penunjang
Hasil Lab : cairan jernih, terdapat peningkatan protein, leukosit terutama limfosit
serta penurunan glukosa.
Penatalaksanaan Medis :
1. Antibiotika
2. Analgetika
3. Pemasangan pipa WSD (Water Sealed Drainage)
4. Photo Thoraks
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal.karena trauma
2. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks
spasme otot sekunder
3. Resiko terhadap transmisi infeksi yang berhubungan dengan tindakan infasive
pemasangan WSD
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat
sesak napas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal.karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektif
Kriteria hasil :
- Memperlihatkan frekuensi napas yang efektif
- Mengalami perbaikan pertukaran gas pada paru
Ditandai dengan :
DS : Sesak napas terutama setelah naik tangga.
DO : RR : 27 x/menit
18
INTERVENSI RASIONAL
a. Berikan posisi yang Meningkatkan inspirasi maksimal,
nyaman, biasanya dnegan meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi
peninggian kepala tempat tidur. pada sisi yang tidak sakit.
Balik ke sisi yang sakit. Dorong
klien untuk duduk sebanyak
mungkin.
Distress pernapasan dan perubahan pada
b. Observasi fungsi tanda vital dapat terjadi sebgai akibat
pernapasan, catat frekuensi stress fifiologi dan nyeri atau dapat
pernapasan, dispnea atau menunjukkan terjadinya syock
perubahan tanda-tanda vital. sehubungan dengan hipoksia.
2) Air
penampung/botol bertindak sebagai
2) Periksa batas cairan pelindung yang mencegah udara atmosfir
19
pada botol penghisap, masuk ke area pleural.
pertahankan pada batas yang
ditentukan. 3) gelemb
ung udara selama ekspirasi menunjukkan
3) Observasi gelembung lubang angin dari penumotoraks/kerja
udara botol penempung. yang diharapka. Gelembung biasanya
menurun seiring dnegan ekspansi paru
dimana area pleural menurun. Tak
adanya gelembung dapat menunjukkan
ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang
buntu.
4) Posisi
4) Posisikan sistem tak tepat, terlipat atau pengumpulan
drainage slang untuk fungsi bekuan/cairan pada selang mengubah
optimal, yakinkan slang tidak tekanan negative yang diinginkan.
terlipat, atau menggantung di
bawah saluran masuknya ke
tempat drainage. Alirkan
akumulasi dranase bela perlu. 5) Bergun
a untuk mengevaluasi perbaikan
5) Catat karakter / kondisi/terjasinya perdarahan yang
jumlah drainage selang dada. memerlukan upaya intervensi.
20
2. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan.
Tujuan : Nyeri berkurang / hilang.
Kriteria Hasil :
- Nyeri berkurang / dapat diadaptasi
- Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan / menurunkan nyeri.
Ditandai dengan :
DS : Nyeri pada pleura
INTERVENSI RASIONAL
a. Jelaskan dan bantu klien a. Pendekatan dengan menggunakan
dengan tindakan pereda nyeri relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
nonfarmakologi dan non invasif. telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
b. Anjurkan klien dan keluarga ikut b. Perilaku yang diperlukan untuk mencegah
menjaga kebrsihan sekitar luka dan penyebaran infeksi
pemasangan alat, serta kebersihan
lingkungan serta teknik mencuci
tangan sebelum tindakan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Dongoes, E et all. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Diterjemahkan oleh I Made
Kariase et all. EGC : Jakarta.
Mason : Muray et all. 2005. Textbook of Respiratory Medicine. Ed 4. Elseiver :
Saunders.
Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Salemba Medika : Jakarta.
Tua, Paian. 2009. Makalah Askep Pneumotoraks Dan Hemotoraks, (Online),
(http://id.scribd.com/doc/29308190/Askep-Pneumotoraks-Dan-Hemotoraks,
Diakses 29 april 2013).
24