Anda di halaman 1dari 88

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

S DENGAN EMPIEMA DI
PAVILIUN FLAMBOYAN RSU KABUPATEN TANGERANG

Diajukan guna memenuhi laporan praktik klinik: Keperawatan Medikal Bedah


Dosen Pembimbing RS :Kusnaedi .,S.Kep
Dosen Pembimbing : Widya Sepalanita S.Kep.,Ners.,M.Kes.Sp,Kep.MB
\

Disusun oleh :

Anggun Nita Wati P27906120005


Ellyana Intan Pertiwi P27906120012
Lisa Oktaviani P279061200
Nurmalia Dwi Astuti P27906120026
Sifa Nur Fitriani P27906120033
Zulfa Fauziah Rahmah P27906120039

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2021
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkat rahmat
dan karunia-Nya, kami selaku penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
Laporan Praktik Klink Keperawatan Medikal Bedah “Asuhan Keperawatan Pada
Tn.S dengan Empiema di Paviliun Falmboyan RSU Kabupaten Tangerang” Yang
mana dalam pelaksanaan pengerjaan serta penyusunan makalah ini didapati dari
hasil diskusi, buku, serta pencarian di internet terkait artikel-artikel yang
berhubungan dengan Keperawatan praktik Klinik Keperawatan Medikal
Bedah.Tak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak terkait:
1. Bapak Parta Suhanda S.Kp.,M.Biomed AIFM Selaku Koordinator Praktik
Klinik Keperawatan Medikal Bedah yang telah memberikan bimbingan
2. Ibu Widya Sepalanita S.Kep.,Ners.,M.Kes.Sp,Kep.MB Selaku Dosen
Pembimbing dalam Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah yang telah
memberikan bimbingan.
3. Bapak Kusnaedi S.Kep Selaku CI Paviliun Flamboyan Pembimbing dalam
Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah yang telah memberikan
bimbingan.
Penulis buku dan penulis artikel lepas. Dimana tulisannya menjadi sumber
referensi serta bahan penyusunan makalah ini. Penulis berusaha sebaik mungkin
menyusun makalah ini. Namun dalam berbagai sisi tentu banyak kekuragan yang
harus dibenahi. Sekiranya satu dua kalimat dalam bentuk kritik dan saran yang
membangun agar lebih baik lagi ke depannya. Terimakasih.

Tangerang, 27 Februari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................
B. Tujuan Penulisan.....................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Definisi..................................................................................................
B. Etiologi..................................................................................................
C. Manifestasi Klinik.................................................................................
D. Patofisiologi..........................................................................................
E. Pathway.................................................................................................
E. Komplikasi............................................................................................
F. Penatalaksanaan.....................................................................................
G. Pemeriksaan Penunjang........................................................................
H. Konsep Asuhan Keperawatan Sesuai Teori..........................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KASUS


A. Pengkajian.............................................................................................
B. Diagnosis Keperawatan........................................................................
C. Perencanaan Keperawatan....................................................................
D. Implementasi.........................................................................................
E. Evaluasi.................................................................................................

BAB IV PEMBAHASAN

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KASUS


A. Kesimpulan ..........................................................................................
B. Saran ....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Efusi pleura pediatri lebih sering terjadi pada laki-laki
daripada perempuan dan juga pada anak remajadibandingkan dengan
yang lebih tua. Insiden efusi pleura pada anak tergantung jenis penyakit
yang mendasarinya.Efusi pleura masif yang menyebabkan empiema dapat
muncul pada 0,6-2% anak-anak dengan pneumonia bakteri. Efusi pleura
tuberkulosis biasanya terjadi pada anak usia remaja dan jarang terjadi
pada anak usia prasekolah. Distribusi efusi pleura menurut studi populasi
terjadi peningkatan di sebagian besar industri negara. Sepertidi Amerika
Serikat terkait empiema tingkat rawat inap dari 2,2 per 100.000 pada tahun
1997 hingga 3,7 per 100.000 anak pada tahun 2006. Menurut sebuah
penelitian pada populasi Spanyol, kejadian efusi pleura pada anak dari usia 5
tahun meningkat dari 1,7 per 100.000 pada 1999 menjadi 8,5 per 100.000
pada tahun 2004 (Afsharpaiman, 2016).
Penyakit paru dan saluran pernapasan seperti efusi pleura
dikarenakan menghirup udara kotor akibat polusi kendaraan bermotor
sebanyak 20% penduduk didunia. Kasus efusi pleura menjadi salah satu
masalah utama di Indonesia dan negara berkembanglainnya. Jumlah
prevalensi kasus efusi pleura pada perempuan 66,7% dan laki-laki 33,3%
di RS Dokter Kariadi Semarang (Tobing, 2013).
Pada tahun 2015 penyebab efusi pleura terbanyak di kota
Metro Lampung adalah keganasan (33%), efusi cardiacmenempati posisi
kedua yaitu (27%), tuberkulosis sebanyak (22,9%) pneumonia(14,3%), sirosis
hepatis (1,1%), uremia (0,9%), dan penyebabpaling sedikit adalah systemic
lupus erythematosus(0,7%) (Puspita, 2017).
Karakteristik tanda dan gejala dari efusi pleura yang sering terjadi
seperti sesak nafas, batuk kering, dan nyeri dada pleuritik. Pada pemeriksaan
fisikdapat ditemukan bunyi redup saat dilakukan perkusi, berkurangnya taktil
vokal fremitus saat dilakukan palpasi, dan penurunan bunyi napas pada
auskultasi paru(Karkhanis, 2012).
WSD (Water Seal Drainage) merupakan tindakan medis yang
sering digunakan dengan menginsersi jarum melalui dinding thoraks untuk
mengeluarkan cairan dari rongga pleura. Tindakan ini memiliki tujuan
diagnostik yaitu mendapatkan spesimen cairan pleura untuk pemeriksaan
lebih lanjut dan juga tujuan teraputik untuk mengurangi tekanan mekanik
terhadap paru (Porcel, 2018).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan medikal bedah dengan masalah
penyakit dalam Empiema
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah
Empiema
b. Untuk mengetahui penatalaksanaan terapi pursed lips breathing dan
tiup balon pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan Empiema
c. Untuk mengetahui EBP pada pursed lips breathing dan tiup balon
pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan Empiema
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Empiema


1. Pengertian
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) didalam
rongga pleura. Pada awalnya cairan pleura encer dengan jumlah leukosit
rendah, tetapi sering kali menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya
sampai pada keadaan dimana paru-paru tertutup oleh membran eksudat
yang kental. Meskipun empiema sering kali disebabkan oleh komplikasi
dari infeksi pulmonal, namun tidak jarang penyakit ini terjadi karena
pengobatan yang terlambat (Soemantri, 2012)
Empiema adalah kondisi ketika kumpulan nanah terbentuk di ruang
pleura, yaitu area yang terletak di antara paru-paru dan permukaan bagian
dalam dinding dada. Empiema biasanya terjadi setelah seseorang
mengalami infeksi jaringan paru-paru. (Light, 2016)
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dijabarkan dapat
disimpulkan bahwa empiema adalah kumpulan nanah yang terrdapat di
rongga pleura dan sering kali disebabkan oleh komplikasi dari infeksi
pulmonal

2. Etiologi
Menurut Burnner & Suddart (2013) ada beberapa penyebab yang
bisa mengakibatkan empiema, yaitu :
a. Infeksi yang berasal dari dalam paru :
1) Pneumonia
2) Abses paru
3) Bronkiektasis
4) TBC paru
5) Aktinomikosis paru
6) Fistel Bronko-Pleura
b. Infeksi yang berasal dari luar paru :
1) Trauma Thoraks
2) Pembedahan thorak
3) Torasentesi pada pleura
4) Sufrenik abses
5) Amoebic liver abses
c. Penyebab lain dari empiema adalah :
1) Staphylococcus
Staphylococcus adalah kelompok dari bakteri-bakteri,
secara akrab dikenal sebagai Staph, yang dapat menyebabkan
banyak penyakit-penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam
jaringan-jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph dapat
menyebabkan penyakit tidak hanya secara langsung oleh infeksi
(seperti pada kulit), namun juga secara tidak langsung dengan
menghasilkan racun-racun yang bertanggung jawab untuk
keracunan makanan dan toxic shock syndrome. Penyakit yang
berhubungan dengan Staph dapat mencakup dari ringan dan tidak
memerlukan perawatan sampai berat/parah dan berpotensi fatal.
2) Pnemococcus
Pneumococcus adalah salah satu jenis bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi serius seperti radang paru-paru
(pneumonia),meningitis (radang selaput otak) dan infeksi darah
(sepsis).Sebenarnya ada sekitar 90 jenis kuman pneumokokus,
tetapi hanya sedikit yang bisa menyebabkan penyakit gawat.
Bentuk kumannya bulat-bulat dan memiliki bungkus atau kapsul.
Bungkus inilah yang menentukan apakah si kuman akan
berbahaya atau tidak.

3. Manifestasi Klinik
Menurut Wijaya (2013) Manifestasi klinis empiema hampir sama
dengan penderita pneumonia bakteria, gejalanya antara lain adalah panas
akut, nyeri dada (pleuritic chest pain), batuk, sesak, dan dapat juga
sianosis. Inflamasi pada ruang pleura dapat menyebabkan nyeri abdomen
dan muntah. Gejala dapat terlihat tidak jelas dan panas mungkin tidak
dialami penderita dengan sistem imun yang tertekan. Juga terdapat batuk
pekak pada perkusi dada, dispneu, menurunnya suara pernapasan, demam
pleural rub (pada fase awal) ortopneu, menurunnya vokal fremitus, nyeri
dada.

4. Patofisologi
Menurut Syamsuhidayat (2011) Akibat invasi basil piogeneik ke
pleura, maka akan timbulah peradangan akut yang diikuti dengan
pembentukan eksudat serous. Dengan sel polimorphonucleus (PMN) baik
yang hidup maupun yang mati dan meningkatnya kadar protein, maka
cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan – endapan fibrin akan
membentuk kantung – kantung yang melokalisasi nanah tersebut. Sekresi
cairan menuju celah pleura normalnya membentuk keseimbangan dengan
drainase oleh limfatik subpleura. Sistem limfatik pleura dapat mendrainase
hampir 500 ml/hari. Bila volume cairan pleura melebihi kemampuan
limfatik untuk mengalirkannya maka, efusi akan terbentuk.
Efusi parapnemonia merupakan sebab umum empiema. Pneumonia
mencetuskan respon inflamasi. Inflamasi yang terjadi dekat dengan pleura
dapat meningkatkan permeabilitas sel mesotelial, yang merupakan lapisan
sel terluar dari pleura. Sel mesotelial yang terkena meningkat
permeabilitasnya terhadap albumin dan protein lainnya. Hal ini mengapa
suatu efusi pleura karena infeksi kaya akan protein. Mediator kimia dari
proses inflamasi menstimulasi mesotelial untuk melepas kemokin, yang
merekrut sel inflamasi lain. Sel mesotelial memegang peranan penting
untuk menarik neutrofil ke celah pleura. Pada kondisi normal, neutrofil
tidak ditemukan pada cairan pleura. Neutrofil ditemukan pada cairan
pleura hanya jika direkrut sebagai bagian dari suau proses inflamasi.
Netrofil, fagosit, mononuklear, dan limfosit meningkatkan respon
inflamasi dan mengeleluarkan mediator untuk menarik sel-sel inflamator
lainya ke dalam pleura.
5. Pathway

Penghambat
Penghambatan Tekanan Osmotik
Tekanan
Infeksi
Infeksi Drainase Limfatik Plasma
drainase limpatik osmotik plasma

Peradangan permukaan Tekanan kapiler paru Transudasi cairan


pleura meningkat intravaskuler

Efusi Pleura

Penumpukan cairan

Terjadi invasi ke pleura

Timbul perdangan akut

Terjadi pembentukkan
eksudat

EMPIEMA

Gangguan sirkulasi Ekspansi paru Sesak Nafas


menurun (Ketidakefektifan pola
napas)

Gangguan
pertukaran gas Intolernasi aktivitas
Nyeri dada

Nyeri Akut

(Sumber : Nurarif A.H & Kusuma H 2015 )


6. Komplikasi
Menurut Soemantri (2012) kemungkinan komplikasi yang terjadi
adalah pengentalan pada pleura. Jika inflamasi telah berlangsung lama,
eksudat dapat terjadi di atas paru yang menganggu ekspansi normal paru.
Dalam keadaan ini diperlukan pembuangan eksudat melalui tindakan
bedah (dekortasi). Selang drainase dibiarkan ditempatnya sampai pus yang
mengisi ruang pleural dipantau melalui rontgen dada dan pasien harus
diberitahu bahwa pengobatan ini dapat membutuhkan waktu lama.

7. Penatalaksanaan
Menurut Burnner Suddart (2013) Sasaran penetalaksanaan adalah
mengalirkan cavitas pleura hingga mencapai ekspansi paru yang optimal.
Dicapai dengan drainase yang adekuat, antibiotika (dosis besar ) dan atau
streptokinase. Drainase cairan pleura atau pus tergantung pada tahapan
penyakit dengan :
a. Aspirasi jarum ( Thorasintesis ), jika cairan tidak terlalu kental
b. Drainase tertutup dengan WSD, indikasi bila nanah sangat kental,
pnemothoraks
c. Drainase dada terbuka untuk mengeluarkan pus pleural yang
mengental dan debris serta mesekresi jaringan pulmonal yang
mendasari penyakit.
d. Dekortikasi, jika inflamasi telah bertahan lama.

8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wijaya (2013) ada beberapa pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada penderita empiema, salah satu nya dengan
Pemeriksaan Radiologi. Pemeriksaan dengan radiologi ada beberapa cara,
yaitu :

a. Foto thoraks PA dan lateral


Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang
menunjukan adanya cairan dengan atau tanpa kelaina paru. Bila
terjadi fibrothoraks, trakhea di mediastinum tertarik ke sisi yang
sakit dan juga tampak adanya penebalan. Cairan pleura bebas dapat
terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut kostofrenikus pada posisi
posteroanterior atau lateral.
b. Pemeriksaan pus
Aspirasi pleura akan menunjukan adanya pus  di dalam rongga 
dada (pleura). Pus dipakai sebagai bahan pemeriksaan sitologi ,
bakteriologi, jamur dan amoeba. Untuk selanjutnya, dilakukan
jkultur (pembiakan) terhadap kepekaan antobiotik.
c. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada
suatu empiema yang terlokalisir. Pemeriksaan ini juga dapat
membantu untuk menentukan letak empiema yang perlu dilakukan
aspirasi atau pemasangan pipa drain.
d. Pemeriksaan CT scan
Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu
penebalan dari pleura. Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori
intratoraks pada CT scan
e. Sinar X
Mengidentifikasi distribusi stuktural, menyatakan
absesluas/infiltrate, empiema (strafilokokus), infiltrat menyebar atau
terlokalisasi(bacterial).
f. GDA /nadi oksimetri
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang
terlibat dan penyakit paru yang ada.
g. Tes fungsi paru
Dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau
restriksi,untuk memperkirakan derajat disfungsi.
h. Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsy jarum,aspirasi
transtrakeal,bronkoskopi fiberoptik atau biopsy pembukaan paru
untuk mengatasi organisme penyebab.Lebih dari satu tipe
organisme ada: bakteri yang umum meliputi diplokokus pneumonia,
strafilokokus aureus,A-hemolitik streptokokus, haemophilus
influenza: CMV. Catatan: kultur sputum tidak dapat
mengidentifikasi semua organisme yang ada, kultur darah dapat
menunjukkan bakterimia sementara.
i. EKG latihan,tes stress
Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru
perencanaan/evaluasi program latihan.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan
secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah- masalah
pasien, merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta
mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Diyono
dan Sri Mulyanti, 2013).
1. Pengkajian
a. Anamnesis
Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama,
umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku
bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan, dan pekerjaan
klien/asuransi kesehatan. Keluhan utama meliputi sesak napas ,
bernapas terasa berat pada dada, dan keluhan susah untuk melakukan
pernapasan.
b. Riwayat keperawatan
1) Riwayat kesehatan sekarang : panas tinggi dan nyeri pada dada
pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda
cairan dalam rongga pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai
beberapa minggu maka akan timbul toksemia, anemia dan
clubbing finger.
2) Riwayat kesehatan masa lalu : pernah mengalami radang paru-
paru (pneumonia), meningitis (radang selaput otak) dan infeksi
darah (sepsis).
3) Riwayat kesehatan keluarga : pernah terinfeksi bakteri
Staphylococcus atau Pneumococcus
c. Pemeriksaan fisik: data fokus
1) Pola aktivitas/istirahat
Data : Keletihan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari karena sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur.
Tanda : Keletihan, gelisah, insomnia, lemah.
2) Sirkulasi
Data : Tampak lemah, jantung berdebar-debar.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi
jantung, pucat.
3) Pola hygiene
Data : Penurunan kemampuan/peningkatan aktivitas sehari-hari
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
4) Pola nutrisi
Data : Mual, muntah, nafsu makan buruk, penurunan berat
badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema, berkeringat.
5) Rasa nyaman
Data : Nyeri, sesak.
Tanda : Gelisah, meringis.
6) Keadaan fisik
Data : Badan terasa panas, pusing.
Tanda : Suhu, nadi, nafas, dan tekanan darah meningkat,
hipertermia.
d. Data fokus
Pada pemeriksaan pernapasan yang harus dinilai : keadaan
umum, laju pernapasan, warna, pernapasan cuping hidung, suara
pernapasan yang terdengar, dan usaha bernapas. Pernapasan
didominasi oleh gerak diafragma dengan sedikit bantuan dari otot
otot dada. Selain melihat gerak pernapasan, juga penting untuk
menilai adakah retraksi ( chest indrawing ) yang merupakan
indikator adanya penyakit paru
1)  Inspeksi
Respirasi cepat, batuk, dada tampak lebih cembung, tampak
meringis dan sesak, barrel chest. Pada klien dengan empiema,
jika akumulasi pus lebih dari 300ml, perlu diusahakan
peningkatan upaya dan frekuensi pernafasan, serta penggunaaan
otot bantu pernafasan. Gerakan pernafasan ekspansi dada yang
asimetris ( pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga
melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang  sakit).
Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum purulen. Trakea
dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
2) Palpasi
Pengurangan pengembangan dada, taktil fremitus menurun pada
sisi yang sakit. Di samping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Pada sisi yang sakit ruang antar iga dapat kembali normal atau
melebar.
3) Perkusi
Diafragma bergerak hanya sedikit, terdengar suara ketok pada
sisi sakit redup (dullness) sampai pekak sesuai banyaknya
akumulasi pus di   rongga pleura.  Batas jantung terdorong ke
arah torak yang sehat. Hal ini terjadi apabila tekanan intrapleura
tinggi.
4) Auskultasi
Suara pernapasan menunjukkan intensitas yang rendah, biasanya
ekspirasi memanjang, vocal fremitus menurun, suara pernapasan
tambahan kadang-kadang terdengar sonor atau ronchi, rale halus
pada akhir inspirasi. Kualitas suara pernafasan yang dapat
ditemukan adalah suara pernapasan bronkial, normalnya
didengar di trakea, yang pada auskultasi inspirasi dan ekspirasi
jelas terdengar. Suara pernafasan perifer lainnya yang dapat
terdengar adalah suara pernapasan vesikular, yakni rasio
inspirasi yang terdengar lebih panjang dari ekspirasi. Suara
pernapasan bronkial yang terdengar pada paru perifer
diperkirakan terjadi konsolidasi atau adanya efusi pleura.
Menurunnya suara pernafasan saat usaha bernapas merupakan
alasan yang cukup untuk mencurigai adanya atelektasis,
konsolidasi lobaris (pneumonia) atau efusi pleura.

2. Diagnosis Keperawatan
Menurut Tim Pokja SDKI (2018) Diagnosa keperawatan adalah
penilaian klinik tentang respon individu, keluarga, atau komunitas
terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang actual atau
potensial. Diagnosis keperawatan merupakan dasar pemilihan intervensi
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perawat yang
bertanggung jawab. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
covid-19 menurut Rahman (2020) adalah :
a. SDKI - D.0003 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran alveolus-kapiler, ditandai dengan PCO2
meningkat, PO2 menurun, pH abnormal, pola napas abnormal.
 Pengertian
Kelebihan atau kekurangan oksigenisasi dan/atau eliminasi
karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.
 Batasan karakteristik
- Tanda Mayor
Subjektif : Dispnea
Objektif : PCO2 meningkta/ menurun, Po2 menurun,
takikardi, pH arteri meningkat/menurun, bunyi napas
tambahan
- Tanda Minor
Subjektif : Mengeluh pusing dan penglihatan kabur
Objektif : Sianosis, diaforesis, gelisah, napas cuping
hidung, pola napas abnormal,(cepat/lambar,
reguler/ireguler, dalam/dangkal).
 Kondisi Klinis Terkait
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), Gagal jantung
kongesti, Asma, Pneumonia, Tuberkulosis paru, Penyakit
membran hialin, Asfksia, Prematuritas, dan Infeksi saluran
napas
b. SDKI - D.0005 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan
depresi pusat pernapasan ditandai dengan dispnea, pernapasan
cuping hidung, penggunaan otot bantu pernapasan, pola napas
abnormal.
 Pengertian
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat
 Batasan Karakteristik
- Tanda Mayor
Subjektif : Dispnea
Objektif : Penggunaan otot bantu pernapasan, fase
ekspirasi (memanjang), pola napas abnormal (mis,
bradipnea, takipnea,hiperventilasi, kusmaul)
- Tanda Mayor
Subjektif : Ortopnea
Objektif : Pernapasan purslip, pernapasan cuping hidung,
diameter thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi
semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan
ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun
 Kondisi Klinis Terkait
Depresi sistem saraf pusat, cedera kepala, trauma thoraks,
Gullian Bare Syndrome, Multiple Sclerosis, Mysthenia
Gravis, Stroke, Kuadriplegia, dan intoksikasi alkohol
c. SDKI - D.0077 Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisiologi
(Inflamasi infeksi paru) ditandai dengan mengeluh nyeri, tampak
meringis, pola napas berubah
 Pengertian
pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintegritas ringan hingga berat
dan konstan yang berlangsung kurang dari 3 bulan
 Batasan karakteristik
- Tanda Mayor
Subjektif : mengeluh nyeri
Objektif : tampak meringis, bersikap protektif, gelisah,
frekuensi nadi meningkat, sulit tidur
- Tanda Minor
Subjektif : -
Objektif : tekanan darah meningkat, pola napas berubah,
nafu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik
diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis
 Kondisi Klinis Terkait
Kondisi pembedahan, Cedera traumatis, Infeksi, Sindrom
koroner akut, dan Glaukoma
d. SDKI - D.0056 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai
dengan mengeluh lelah, merasa tidak nyaman setelah beraktivitas,
merasa lemah
 Pengertian
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari
hari
 Batasan karakteristik
- Tanda Mayor
Subjektif : Mengeluh lelah
Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20% dari
kondisi istirahat
- Tanda Minor
Subjektif : Dispnea saat/setelah aktivitas, Merasa tidak
nyaman setelah beraktivitas, Merasa lemah
Objektif:, Tekanan darah berubah >20% dari kondisi
istirahat, gambaran EKG menunjukan aritmia
saat/setelah aktivitas, gambaran EKG menunjukan
iskemia, sianosis.
 Kondisi Klinis Terkait
Anemia, Gagal jantung kongesti, Penyakit jantung koroner,
Ariutmia, Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), Gangguan
metabolik, Gangguan muskuloskeletal
3. Intervensi Keperawatan
Menurut Tim Pokja SIKI (2018) Perencanaan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk mengulangi masalah sesuai dengan diagnosis keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhnya kebutuhan
klien. Tahap perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses keperawatan sebab perencanaan merupakan
keputusan awal yang memberi arah bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk bagaimana, kapan, dan
siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan. Karenanya, dalam menyusun rencana tindakan keperawatan untuk klien,
keluarga dan orang terdekat perlu dilibatkan secara maksimal

No Diagnosis Perencanaan
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil

1. (SDKI: D.0003) (SLKI : (SDKI : I.01014) “Pemantauan Respirasi” (SDKI : I.01014) “Pemantauan Respirasi”
L.010003)
Gangguan Observasi : Observasi :
Pertukaran
pertukaran gas Gas 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan 1. Deteksi dini untuk mengetahui intervensi apa
berhubungan dengan yang akan diberikan selanjutnya
upaya napas 2. Untuk mengetahui apakah adanya perubahan
perubahan membran 2. Monitor pola napas pola napas agar diberikan intervensi yang sesui
alveolus-kapiler, Setelah 3. Monitor padanya produksi sputum 3. Untuk mengetahui adanya sumbatan jalan
ditandai dengan dilakukan napas
4. Monitor saturasi oksigen
PCO2 meningkat, tindakan 4. Untuk mengetahui adanya oksigen di dalam
5. Monitor nilai AGD
PO2 menurun, pH keperawatan darah
abnormal, pola napas diharapkan Terapeutik : 5. Kadar oksigen, karbon dioksida, dan tingka
abnormal oksigenisasi asam basa (pH) di dalam darah
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
dan/atau
kondisi pasien
eliminasi 2. Dokumentasi hasil pemnatuan Terapeutik :
karbondioksida
pada membran Edukasi : 1. Untuk mengetahui keadaan respirasi klien
alveolus, 2. Untuk melaporkan catatan perkembangan dan
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan diberikan intervensi selanjutnya yang sesuai
kapiler dalam
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
batas normal
dengan kriteria Edukasi :
hasil:
1. Agar pasien dan keluarga pasien mengert
1. Dispnea menurun tentang tujuan prosedur dilakukan
2. Menyarankan keluarga untuk selalu
(5)
menginformasikan kepada tenaga kesehatan
2. Bunyi napas jika ada hasil pemantauan yang lebih atau
tambahan menurun kurang dari hasil normal
(5)
3. PCO2 membaik (5)
4. PO2 membaik (2)
5. Pola napas
membaik (5)

2. (SDKI: D.0005) (SLKI : L.01004) (SIKI: I.01004) Pemantauan Respirasi (SIKI: I.01004) Pemantauan Respirasi
Pola napas tidak Pola Napas Observasi Observasi
efektif berhubungan Setelah dilakukan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan 1. Memantau kelainan dalam respirasi vital pasien
dengan depresi pusat tindakan keperawatan upaya napas 2. Mendeteksi gangguan pola napas
pernapasan, ditandai diharapkan pola napas 2. Monitor pola napas (bradipnea, takipnea, 3. Memantau adanya cairan mukosa
dengan dispnea, membaik dengan hiperventilasi, Kusmaul, Cheyne-Stokes, 4. Mengetahui kelainan paru
pernapasan cuping inspirasi dan/atau Biot, ataksik) 5. Mendeteksi keadaan paru melalui bunyi napas
hidung, penggunaan ekspirasi yang 3. Monitor kemampuan batuk efektif 6. Memantau oksigen dalam darah
otot bantu memberikan ventilasi 4. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
pernapasan, pola adekuat, dengan kriteria 5. Auskultasi bunyi napas
napas abnormal. hasil : 6. Monitor saturasi oksigen Terapeutik
1. Dispnea (5 Terapeutik 1. Memantau respirasi setiap 3 jam
menurun) 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai 2. Untuk mencatat setiap perkembangan pasien
2. Penggunaan otot kondisi pasien
bantu napas (5 2. Dokumentasikan hasil pemantauan
menurun) (SIKI: I.01002) Dukungan Ventilasi
3. Pemanjangan fase (SIKI: I.01002) Dukungan Ventilasi Observasi
ekspirasi (5 Observasi 1. Meminimalkan kelelahan
menurun) 1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu 2. Mengadekuatkan status pernapasan dengan
4. Ortopnea (5 napas perubahan posisi
menurun) 2. Identifikasi efek perubahan posisi terhadap 3. Memantau keadaan status pernapasan pasien
5. Pernapasan cuping status pernapsan
hidung (5 menurun) 3. Monitor status respirasi dan oksigenasi Terapeutik
6. Frekuensi napas (5 (mis. Frekuensi, kedalaman napas, 1. Memaksimalkan status pernapasan pasien
membaik) penggunaan otot bantu napas, bunyi napsa 2. Memaksimalkan ekspansi paru dan
7. Kedalaman napas (5 tambahan, saturasi oksigen) menurunkan upaya pernapasan
membaik) Terapeutik 3. Memberikan kenyamanan pasien
8. Ekskrusi dada (5 1. Pertahankan kepatenan jalan napas 4. Mengurangi sesak yang dirasakan pasien
membaik) 2. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Fasilitasi mengubah posisi senyaman Edukasi
mungkin 1. Pasien dapat mandiri dalam melatih pernapasan
4. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan (mis. agar adekuat
Nasal kanul, masker wajah, masker 2. Mendapatkan posisi nyaman menurut pasien
3. Memudahkan dalam mengeluarkan secret
rebreathing atau non rebreathing mask)
Edukasi Kolaborasi
1. Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas 1. Memudahkan pengenceran dan pembuangan
dalam sekret
2. Ajarkan mengubah posisi secara mandiri 2. Memaksimalkan ekspansi paru dan
3. Ajarkan teknik batuk efektif menurunkan upaya napas

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika
perlu.
2. Kolaborasi pemberian oksigen, jika perlu.

3. (SDKI : D.0077) (SLKI : L. (SIKI : I.08238) “Manajemen Nyeri” (SIKI : I.08238) “Manajemen Nyeri”
Nyeri akut b.d agen 08063) Observasi : Observasi :
pencedera fisiologis Tingkat Nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 1. Untuk mengertahui penyebab nyeri
ditandai dengan
Setelah frekuensi, kualitas intensitas nyeri karakteristik, lokasi, freuensi, dan kulaitas
mengeluh nyeri,
dilakukan 2. Identifikasi skala nyeri nyeri
tampak meringis,
tindakan 3. Observasi reaksi non verbal dan 2. Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan
pola napas berubah
keperawatan ketidaknyamanan pasien
diharapkan 4. Identifiksi faktor yang memperberat dan 3. Tingkat ansietas dapat mempengaruhi perseps
nyeri memperingan nyeri / reaksi terhadap nyeri
berkurang/ 4. Mengetahui faktor yang dapat memperburuk
hilang dengan Terapeutik : nyeri pasien
kriteria hasil: 1. Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri Terapeutik :
1. Melaporkan nyeri 2. Kontrol lingkungan yang memperberat 1. Memfokuskan kembali perhatian
terkontrol (5 rasa nyeri meningkatkan kontrol dan meningkatkan
meningkat) 3. Fasilitasi istirahat dan tidur harga diri dan kemampuan koping
2. Kemampuan 2. Membantu memenuhi kebutuhan istiraha
mengenali Edukasi : tidur pasien
penyebab nyeri (5 3. Agar klien nyaman
meningkat) 1. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
3. Kemampuan mengurangi rasa nyeri Edukasi :
menggunakan
Kolaborasi :
teknik non- 1. Meredakan nyeri dengan teknik
farmakologis (5 1. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu nonfarmakologi
meningkat)
4. Keluhan nyeri (5
Kolaborasi :
Menurun
1. Analgetik dapat mengurangi pengikatan
mediator kimiawi nyeri pada reseptor nyer
sehingga dapat mengurangi rasa nyeri

4. (SDKI : D.0056) (SLKI : L.05047) (SIKI : I.05178) “Manajemen Energi” (SIKI : I.05178) “Manajemen Energi”
Intoleransi aktivitas Toleransi Aktivitas Observasi : Observasi :
berhubungan dengan
ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang 1. Deteksi dini untuk mengetahui intervensi apa
antara suplai dan tindakan keperawatan mengakibatkan kelelahan yang akan diberikan selanjutnya
kebutuhan oksigen diharapkan respon 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional 2. Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan
ditandai dengan fisiologis terhadap 3. Monitor pola dan jam tidur dapat memberikan informasi mengenai
mengeluh lelah, aktivitas yang 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan pemulihan.
merasa tidak nyaman membutuhkan tenaga selama melakukan aktivitas 3. Mengkaji perlunya mengidentifikasi intervensi
setelah beraktivitas, meningkat. Dengan yang tepat.
merasa lemah kriteria hasil : Terapeutik : 4. Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan
dapat memberikan informasi mengenai
1. Saturasi oksigen 1. Sediakan lingkungan yang nyaman dan pemulihan
. meningkat (5) rendah stimulus (misalnya cahaya,
2. Keluhan lelah kunjungan)
menurun (5) 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan Terapeutik :
3. Dispnea saat atau aktif
aktivitas menurun 3. Berikan aktivitas distraksi yang 1. Meningkatkan kenyamanan istirahat serta
(5) menyenangkan dukungan fisiologis/psikologis
4. Perasaan lemah 2. Mencegah kekakuan sendi, kontraktur,
menurun (5) Edukasi : kelelahan otot, meningkatkan kembalinya
5. Tekanan darah aktivitas secara dini
membaik (5) 1. Anjurkan tirah baring 3. Membuat psikologis menjadi karena mendapat
6. Frekuensi napas 2. Anjurkan melakukan aktivitas secara pengalihan dari intoleransi aktivitas
membaik (5) bertahap
7. EKG iskemia Edukasi :
membaik (5) Kolaborasi :

1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara 1. Meningkatkan kenyamanan istirahat serta
meningkatan asupan makanan dukungan fisiologis/psikologis.
2. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
sirkulasi, mencegah terjadinya kontraktur

Kolaborasi :

1. Mempercepat proses penyembuhan


4. Implementasi Keperawatan
Implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku
perawat yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim
kesehatan lain untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai
dengan perencanaan dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara
mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilakukan. implementasi pelaksanaan kegiatan dibagi dalam beberapa
kriteria berdasarkan SIKI, SDKI, SLKI yaitu: Observasi: dilaksanakan
dengan mengamati, mengidentifikasi kondisi pasien, Terapeutik:
dilaksanakan rencana keperawatan dengan baik tindakan dependen dan
Independen, Edukasi, memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga
terkait kondisi pasien dan penyakit yang diderita. (Nuranif, 2016)

5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Santoso (2013) evaluasi adalah tindakan intelektual untuk
melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan yang sudah berasil di capai.
Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor yang terjadi
selama tahap pengkajian, analisa data, perencanaan dan pelaksanaan
tindakan. Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah
direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan
kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.S DENGAN GANGGUAN


SISTEM PERNAFASAN “EMPIEMA” DI RUANG FLAMBOYAN RSU
KABUPATEN TANGERANG

Tgl/Jam MRS : 16 Februari 2021 20.30 WIB


Tanggal/Jam Pengkajian : 24 Februari 2021, 08.30 WIB
Diagnosa Medis : Empiema dengan Pneumothorak Kiri
No. RM : 00271489

A. PENGKAJIAN
1. BIODATA
a. Identitas Klien
Nama Klien : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jln. Kyai Hj Agus Salim Gang Masjid 1
Umur : 26 tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. F
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 30 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jln. Kyai Hj Agus Salim Gang Masjid 1
Hubungan dengan Klien : Istri
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh sesak, dan nyeri dada
b. Riwayat Pengkajian Sekarang
Pasien datang ke IGD RSU Kabupaten Tangerang pada tanggal 16
Februari 2021 dengan keluhan merasa lemas, sesak napas dan nyeri
dada. Nyeri dirasakan pada dada sebelah kiri, nyeri dirasakan berat
seperti tertekan, nyeri menetap dengan skala 6. Pasien mengatakan
nyeri yang dirasakan membuat pasien lemas. Hasil anamnesa
didapatkan pasien datang diantar keluarga dengan kondisi terpasang
WSD pada paru sebelah kiri, pasien tampak pucat, konjungtiva
anemis, pasien tampak sesak napas, pasien tampak meringis
memegangi dada. Setelah dilakukan tindakan di IGD pasien
disarankan untuk pindah rawat inap pada tanggal 16 Februari 2021 di
Paviliun Flamboyan. Pada pengkajian tanggal 24 Februari 2021
pasien mengeluh sesak napas, demam, dan nyeri dada. Nyeri
dirasakan pada dada sebelah kiri, nyeri dirasakan berat seperti
tertekan, nyeri menetap dengan skala 5. Pasien mengeluh demam nya
berulang. Hasil anamnesa didaptakan pasien terpasang WSD pada
paru sebelah kiri, pasien tampak meringis dan gelisah, suhu pasien
mengingkat, tampak kulit kemerahan dan terasa hangat, hasil nadi
takikardi.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien riwayat TBC, OAT 9 bulan tidak tuntas, dan penurunan berat
badan ±20 kg dalam kurun waktu 6 bulan. Sering mual muntah
sehingga tidak nafsu makan.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


Pasien mengatakan dikeluarganya ada yang mengalami TBC atau
penyakit pada organ patu-paru, tidak terdapat riwayat hipertensi,
tidak terdapat penyakit menular lainnya hanya TBC.
Genogram
+ +
+ +
Keterangan:
:laki laki

:perempuan

:Pasien
----- : Tinggal serumah
+ : Meninggal

3. PENGKAJIAN POLA FUNGSI GORDON


a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pasien semenjak menderita TBC 20 tahun yang lalu, selalu
memeriksakan kesehatannya di RS terdekat, jika ada anggota keluarga
yang sakit, keluarga akan segara memberikan pertolongan pertama
dan membawa ke fasilitas pelayanan kesehatan, namun semenjak
adanya pandemi covid-19 pasien dan keluarga takut kerumah sakit
dan tidak melakukan kontrol rutin.

b. Pola Aktivitas dan Latihan (Kegiatan Sehari-hari)


Sebelum Sakit : pasien beraktivitas dirumah seperti biasa
Selama Sakit : pasien mengeluh sesak dan lemas sehingga lebih
banyak beristirahat ditempat tidur.

c. Pola Istirahat dan Tidur


Sebelum Sakit : Pasien tidur malam ± 7 jam dan tidur siang kadang
kadang ±2-3 jam, sering batuk saat tidur.
Selama Sakit : Pasien tidur malam ±6 jam, dan tidur siang ±5 jam,
pasien mengeluh sesak dan tidak nyenyak tidurnya.
1) Kualitas dan kuantitas tidur : pasien sering merasa tidak nyanyak
tidurnya.
2) Gangguan tidur : sesak dan gatal gatal terdapat ruam

d. Pola Nutrisi Metabolik


1) Pengkajian Nutrisi (ABCD)
a) Antropometri : BB = 50 Kg. TB = 155 Cm
b) Biomechanical : Hb 11,1 g/dl.
c) Clinical sign : terdapat distensi abdomen, bising usus
hyperaktif
d) Diet : Makanan cair susu 2 x 125 cc + NTLC 900 Kkal + putih telur.
2) Pola Nutrisi
Sebelum Sakit
a) Frekuensi : 3 x/ hari
b) Jenis : Nasi dan lauk pauk
c) Porsi : 1 porsi
d) Keluhan : mual
Selama Sakit
a) Frekuensi : 3x/ hari
b) Jenis : nasi dan lauk pauk dan putih telur
c) Porsi : ½ porsi
d) Keluhan : mual, muntah

e. Pola Eliminasi
1) BAB
Sebelum Sakit
a) Frekuensi BAB : 2 x/ hari
b) Konsistensi : lunak
c) Warna : khas feses
d) Keluhan dan kesulitan BAB : tidak terdapat kelainan
e) Penggunaan obat pencahar : tidak
Selama Sakit
a) Frekuensi BAB : 2-3 x/hari
b) Konsistensi : lunak
c) Warna : khas feses
d) Keluhan dan kesulitan BAB : lemas saat kekamar mandi.
e) Penggunaan obat pencahar : tidak
2) BAK
Sebelum Sakit
a) Frekuensi BAK : 8-9 x/hari
b) Jumlah urine : ±2000 cc
c) Warna : kuning keruh
d) Keluhan/ kesulitan BAK : tidak ada
Selama Sakit

a) Frekuensi BAK : 8-9 x/hari


b) Jumlah urine : ±2000 cc
c) Warna : kuning jernih
d) Keluhan/ kesulitan BAK :lemas saat menuju kamar
mandi

ANALISIS KESEIMBANGAN CAIRAN SELAMA


PERAWATAN

Intake Output Analisis


a) Minuman 1500 cc a) Urine 2000cc Intake : 2.755 cc
b) Makanan250 cc b) Feses 100 cc Output : 2.650 cc
c) Cairan NaCl 500 cc/12 jam = c) IWL 550 cc
1.000 cc/24 jam
d) Terapi Obat 5 cc
Total 2.755 cc Total: 2.650 cc Balance: 105 cc

f. Pola Kognitif dan Perceptual


1) Nyeri (Kualitas, intensitas, durasi, skala, cara mengurangi nyeri) :
Nyeri terasa jika sesak nafas, nafas terasa berat, terkadang tidak
dirasa.
2) Fungsi panca indra (penglihatan, pendengaran, pengecapan,
penghidu, perasa) : funsi panca indra masih berfungsi dengan
baik, dan tidak terdapat keluhan.
3) Kemampuan membaca : Pasien mampu membaca dengan lancar,
tidak terdapat keluhan.

g. Pola Konsep Diri


1) Harga diri
Pasien mengatakan sedih karena dirinya sakit dan merepotkan
anggota keluarga, dan pasien mengkhawatirkan istri dan anak
anaknya terkait penyakit yang dialaminya.
2) Ideal diri
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh, sehingga dapat
melakukan aktivitas seperti biasanya terutama bekerja untuk
mencari nafkah.
3) Identitas diri
Pasien mengatakan dirinya sebagai kepala rumah tangga yang
harus menjadi tulang punggung dan pelindung bagi keluarga
kecilnya.
4) Gambaran diri
Pasien mengatakan selama dirawat tidak bisa menjalankan
perannya sebagai suami dan ayah bagi anaknya dirumah.
5) Peran
Peran pasien sebelum sakit sebagai Kepala rumah tangga, seorang
suami dan ayah bagi anaknya.

h. Pola Koping
1) Masalah utama selama masuk RS (keuangan, dll)
Pasien mengatakan dirinya berobat menggunakan jaminan BPJS,
pasien dirawat di RSU Kab,Tangerang karena rujukan dan agar
mendapatkan pengobatan lebih lanjut. Keuangan saat ini
ditanggung oleh pasien, dengan tabungan sebelum sakit.
2) Kehilangan/ perubahan yang terjadi sebelumnya
Pasien merasa perubahan terjadi pada tubuhnya, selama sakit
pasien lemas sehingga kegiatan sehari hari dibantu oleh anggota
keluarga yang bergantian jaga di RS terutama istri.
3) Pandangan terhadap masa depan
Pasien percaya bahwa dirinya pasti akan sembuh, dan beraktivitas
seperti biasa.
4) Koping mekanisme yang digunakan saat terjadi masalah
Pasien selalu dimotivasi keluarga terutama istri agar selalu
semangat dalam perawatan, sehingga cepat mebaik dan bisa segera
pulang.

i. Pola Seksual Reproduksi


1) Apakah ada kesukaran dalam berhubungan seksual : Tidak
terdapat kendala dalam hubungan seksual
2) Apakah penyakit sekarang mengganggu fungsi seksual : ya,
karena pasien sakit dan lemas sehingga tidur lebih awal.

j. Pola Peran Hubungan


1) Pola pasien dalam keluarga dan masyarakat
Pasien mengatakan berhubungan baik dalam keluarga dan
lingkungan masyarakat
2) Apakah klien punya teman deket
Teman dekat pasien adalah temen dalam 1 pekerjaan.
3) Siapa yang dipercaya untuk membantu klien jika ada kesulitan
Itri dan kakaknya untuk merawat dirinya bergantian dalam
menjaga di RS.
4) Apakah klien ikut dalam kegiatan masyarakat? Bagaimana
keterlibatan klien
Pasien aktif dalam kegiatan masyarakat seperti pengajian dan
gotong royong, namun karena pandemi covid ini, kegiatan
masyarakat ditiadakan.

k. Pola Nilai dan Kepercayaan


1) Agama : Pasien beragama Islam
2) Ibadah : Pasien tdak melaksanakan sholat 5 waktu, tetapi selalu
berdoa dan berdzikir untuk kesembuhannya.

4. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum: baik/ cukup/ lemah
a. Kesadaran : Compos Mentis (GCS 15)
b. Tanda-tanda Vital
1) Tekanan Darah : 90/70 mmHg
2) Nadi
a) Frekuensi : 102 x/menit
b) Irama : teratur
c) Kekuatan : kuat
3) Pernafasan
a) Frekuensi : 25 x/menit
b) Irama : Teratur
c) SpO2 : 97 %
4) Suhu : 38,8 0C

2. Pernafasan Head To Toe


a. Kepala
1) Bentuk dan ukuran kepala : Bentuk kepala simetris, ukuran
kepala dalam batas normal
2) Pertumbuhan rambut : Pertumbuhan rambut merata, warna
hitam, rambut bersih
3) Kulit kepala: Kulit kepala bersh

b. Muka
1) Mata
a) Kebersihan : Mata bersih, tidak terdapat kotoran
b) Fungsi penglihatan : Fungsi penglihatan berkurang, proses
perubahan usia menua.
c) Palpebral : tidak terdapat massa atau lesi, titik cahaya pada
bagian medial pupil.
d) Konjungtiva : Anemis
e) Sclera : Tidak Ikterik
f) Pupil : isokor
g) Diameter ki/ ka :± 2 mm
h) Reflek terhadap cahaya :positif, mengecil
i) Penggunaan alat bantu penglihatan :tidak ada
2) Hidung
a) Fungsi penghidu : berfungsi dengan baik
b) Sekret : tidak terdapat sekret
c) Nyeri sinus : tidah terdapat nyeri sinus
d) Polip : tidak terdapat polip
e) Napas cuping hidung : tidak terdapat cuping hidung
3) Mulut
a) Kemampuan bicara : berbicara dengan baik
b) Keadaan bibir : normal, tidak ada kelainan
c) Selaput mukosa : kering
d) Warna lidah : merah muda
e) Keadaan gigi : baik, gigi lengkap
f) Bau nafas : Khas aroma mulut.
g) Dahak : tidak terdapat dahak
4) Gigi
a) Jumlah : 20
b) Kebersihan : bersih
c) Masalah : caries gigi dan plak akibat merokok
5) Telinga
a) Fungsi pendengaran : pendengaran berfungsi dengan baik
b) Bentuk : normal, tidak terdapat kelainan
c) Kebersihan : bersih,
d) Serumen : tidak terdapat serumen
e) Nyeri telinga : tidak terdapat nyeri
c. Leher
1) Bentuk : normal
2) Pembesaran tiroid :tidak terdapat pembesaran
3) Kelenjar getah bening : tidak terdapat pembesaran
4) Nyeri waktu menelan : tidak ada
d. Dada (Thorax)
1) Paru-paru
a) Inspeksi : Bentuk dada tidak simetris, pernafasan
barrel cest, pasien tampak WSD, pasien tampak
menggunakan otot bantu pernapasan, pola napas cepat
dangkal (takipneu), pasien menggunakan cuping hidung,
Pasien tampak terpasang O2 nasa kanul 4 liter/menit
b) Palpasi : tidak terdapat krepitasi
c) Perkusi : redup
d) Auskultasi : Terdengar ronchi
2) Jantung
a) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
b) Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
c) Perkusi : suara jantung pekak
d) Auskultasi : tidak terdapat tambahan
e. Abdomen
1) Inspeksi : Tampak distensi abdomen
2) Auskultasi: Bising usus hiperaktif
3) Perkusi : Tympani
4) Palpasi : Teraba limpa dan hati
f. Genetalia : Tidaj ada kelainan
g. Anus dan rectum: Tidak terdapat kelainan
h. Ekstremitas
1) Atas
a) Kekuatan otot kanan dan kiri : 4
b) ROM kanan dan kiri : Aktif
c) Perubahan bentuk tulang : tidak ada perubahan
d) Pergerakan sendi bahu : tidak ada keluhan
e) Perabaan akral : akral hangat
f) Piting edema : >2 detik
g) Terpasang infus : pada tangan kanan
2) Bawah
a) Kekuatan otot kanan dan kiri: 4
b) ROM kanan dan kiri : Aktif
c) Perubahan bentuk tulang : tidak ada perubahan
d) Pergerakan sendi bahu : tidak ada keluhan
e) Varises : terdapat varises
f) Perabaan akral : hangat
g) Piting edema : tidak terdapat piting edema
i. Integumen :
Rambut bersih, rapih, tidak mudah dicabut, warna rambut hitam,
kulit kering terdapat kemerahan dan terasa hangat , turgor kulit
kering, crt <2 detik, tidak terdapat piting edema. Kuku panjang
kotor.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Labolatorium
Tanggal Pemeriksaan : 20 Februari 2021

Jenis Pemeriksaan Nilai Normal Satuan Hasil Keterangan


Hasil
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,2-17,3 g/dl 11,1* Rendah
Leukosit 3,60-10.60 x10^3/ul 11.87* Tinggi
Hematokrit 35 – 47 % 34
Trombosit 140 – 440 x10^3/ul 291
HITUNG JENIS
Basofil 0–1 % 0
Eosinofil 2–4 % 1* Rendah
Batang 3–5 % 0* Rendah
Segmen 50 – 70 % 93* Tinggi
Limfosit 25 – 40 % 3* Rendah
Monosit 2–8 % 7
KIMIA
FUNGSI HATI
Bilirubin Total 0.10 - 1.00 Mg/dl 0.83
Bilirubin Direk 0.00 - 0.20 Mg/dl 0.32* Tinggi
Bilirubin Indirek 0.00 - 0.70 Mg/dl 0.51
SGOT 0 - 50 U/L 50
SGPT 0 – 50 U/L 125* Tinggi

Anti HIV Non Reaktif Imuno binding Non Reaktif


Assay (SD)

2. Pemeriksaan Diagnosis
Tanggal Pemeriksaan : Februari 2021

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan


Test Type : Specimen MTB DETECTED MEDIUM
Assay : Xpert MTB-RIF Assay G4 Rif Resistance NOT DETECTED
Swab Antigen Negatif
Antigen SARS-CoV-2

Pemeriksaan Radiografi Thorax AP :

 Posisi simetris
 Jantung kesan tidak membesar
 Aorta dan mediastrum superior tidak melebar
 Trakea ditengah, kedua hillus tidak menebal
 Tampak area lusen avaskular dengan pergeseran garis pleura ke
sisi medial di apikolateral hemithorax kiri disertai kolaps
sebagian paru kiri
 Tampak infiltrat dilapangan atas, tengah dan bawah paru kanan
 Kedua digframa licin, kedua sinus kostoprenikus lancip
 Terpasang WSD di hemithorax kiri dengan tip setinggi /-sela iga
10 posterior kiri jaringan lunak dinding dada terlihat baik.

Kesan

 Pneumothorax kiri disertai kolaps sebagian paru kiri


 Infiltrat di paru kanan—DD/ Pneumonia
 Terpasang WSD di hemithorax kiri dengan tip setinggi /-sela iga
10 posterior kiri
 Tampak kelainan radiologis pada cor secara foto polos saat ini

6. TERAPI MEDIS
Hari/ Jenis Terapi Dosis Golongan Fungsi
Tanggal &Kandungan
Rabu, 24 Cairan IV: 500cc / 12 Antifibrinotik Untuk mempertahankan
Februari IUVD RL + jam kebutuhan cairan
2021
Obat Peroral: Antituberkulosis memperlambat dan
Etambutol 1 x 1000 mg menghentikan
pertumbuhan bakteri.
Curcuma 2 x 2 tab Suplemen vitamin memelihara kesehatan
fungsi hati, serta
membantu
memperbaiki nafsu
makan.
Vit B copmlex 3x1 vitamin B1, vitamin digunakan untuk
B2, vitamin B6, memenuhi kebutuhan
calcium pethonate, vitamin B kompleks di
nicotinamide tubuh.
Vit C 2 x 50 mg Ascorbic acid memperbaiki kulit,
tulang, dan gigi.
Zinc 1 x 20 mg Zinc Membantu
penyembuhan luka,
memperkuat sistem
kekebalan tubuh
PCT drip 2x100 cc Analgesic dan Untuk meredakan sakit
antipiretik dan demam dan boleh
dikonsumsi oleh orang
dewasa maupun anak-
anak
Obat
Parenteral: Antibiotik jenis beta Melawan infeksi bakteri
Meropenem 3x1g laktam berat
Streptomycin 1 x 750 g antibiotik mengobati tuberkolosis
aminoglikosida (TB) bekerja
membunuh bakteri dan
mencegah
pertumbuhannya

B. ANALISA DATA
Tanggal Pemeriksaan : 24 februari 2021

No Data Etiologi Masalah


1 DS : Pasien mengeluh sesak Infeksi Pola napas tidak
napas efektif
DO :
Peradangan permukaan
1. Pasien tampak
pleura
menggunakan otot bantu
pernapasan,
2. Tanpak pola napas cepat Efusi Pleura
dangkal (takipneu)
3. Pasien menggunakan
Penumpukan cairan
cuping hidung
4. Auskultasi terdengar
ronchi pada paru
Terjadi invasi ke pleura
5. Hasil RR 25 x/menit
6. SpO2 97 %
7. Pasien tampak terpasang Timbul peradangan akut
O2 nasa kanul 4
liter/menit
Terjadi pembentukkan
eksudat

Empiema
Ekspansi paru menurun

Sesak Nafas

Pola napas tidak efektif


2 DS : Pasien mengeluh nyeri Infeksi Nyeri akut
dada. Nyeri dirasakan pada
dada sebelah kiri, nyeri
Peradangan permukaan
dirasakan berat seperti
pleura
tertekan, nyeri menetap
dengan skala 5
DO : Efusi Pleura
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak gelisah
Penumpukan cairan
- Hasil Frekuensi Nadi
102x/menit
- Pola napas tampak berubah
Terjadi invasi ke pleura
terlihat lebih cepat dan
dangkal dengan hasil RR 25
x/menit Timbul peradangan akut

Terjadi pembentukkan
eksudat

Empiema
Ekspansi paru menurun

Sesak Nafas

Nyeri dada

Nyeri akut

3 DS : Pasien mengeluh demam Infeksi Hipertermi


DO :
- Suhu pasien meningkat 38,8
Peradangan permukaan
C
pleura
- Pasien tampak kulit
kemerahan dan terasa
hangat Efusi Pleura
- Hasil nadi takikardi 102
x/menit
Penumpukan cairan
- Pernapasan pasien tampak
cepat dengan hasil RR 25
x/menit
Terjadi invasi ke pleura

Timbul peradangan akut

Terjadi pembentukkan
eksudat
Empiema

Hipertermi

C. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
a. SDKI - D.0005 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi
pusat pernapasan
b. SDKI - D.0077 Nyeri akut berhubungan dengan pencedera fisiologi
(Inflamasi infeksi paru)
c. SDKI - D.0130 – Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
(Infeksi)
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosis Perencanaan
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil

1. (SDKI: D.0005) (SLKI : L.01004) (SIKI: I.01004) Pemantauan Respirasi (SIKI: I.01004) Pemantauan Respirasi
Pola napas tidak Pola Napas Observasi Observasi
efektif berhubungan Setelah dilakukan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan 1. Memantau kelainan dalam respirasi vital pasien
dengan depresi pusat tindakan keperawatan 3 upaya napas 2. Mendeteksi gangguan pola napas
pernapasan x 24 jam diharapkan 2. Monitor pola napas (bradipnea, takipnea, 3. Memantau adanya cairan mukosa
pola napas membaik hiperventilasi, Kusmaul, Cheyne-Stokes, 4. Mengetahui kelainan paru
dengan inspirasi Biot, ataksik) 5. Mendeteksi keadaan paru melalui bunyi napas
dan/atau ekspirasi yang 3. Monitor kemampuan batuk efektif 6. Memantau oksigen dalam darah
memberikan ventilasi 4. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
adekuat, dengan kriteria 5. Auskultasi bunyi napas
hasil : 6. Monitor saturasi oksigen Terapeutik
1. Dispnea (5 1. Memantau respirasi setiap 3 jam
menurun) Terapeutik 2. Untuk mencatat setiap perkembangan pasien
2. Penggunaan otot 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
bantu napas (5 kondisi pasien
menurun) 2. Dokumentasikan hasil pemantauan (SIKI: I.01002) Dukungan Ventilasi
3. Pernapasan cuping Observasi
hidung (5 menurun) (SIKI: I.01002) Dukungan Ventilasi 1. Meminimalkan kelelahan
4. Frekuensi napas (5 Observasi 2. Mengadekuatkan status pernapasan dengan
membaik) 1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu perubahan posisi
3. Memantau keadaan status pernapasan pasien
5. Kedalaman napas (5 napas
membaik) 2. Identifikasi efek perubahan posisi terhadap Terapeutik
status pernapsan 1. Memaksimalkan status pernapasan pasien
3. Monitor status respirasi dan oksigenasi 2. Memaksimalkan ekspansi paru dan
(mis. Frekuensi, kedalaman napas, menurunkan upaya pernapasan
penggunaan otot bantu napas, bunyi napsa 3. Memberikan kenyamanan pasien
tambahan, saturasi oksigen) 4. Mengurangi sesak yang dirasakan pasien

Terapeutik Edukasi
1. Pertahankan kepatenan jalan napas 1. Pasien dapat mandiri dalam melatih pernapasan
2. Posisikan semi fowler atau fowler agar adekuat
3. Fasilitasi mengubah posisi senyaman 2. Mendapatkan posisi nyaman menurut pasien
mungkin 3. Memudahkan dalam mengeluarkan secret
4. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan (mis.
Nasal kanul, masker wajah, masker Kolaborasi
rebreathing atau non rebreathing mask) 1. Memudahkan pengenceran dan pembuangan
sekret
Edukasi 2. Memaksimalkan ekspansi paru dan
1. Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas menurunkan upaya napas
dalam
2. Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
3. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika
perlu.
2. Kolaborasi pemberian oksigen, jika perlu.

2. (SDKI : D.0077) (SLKI : L. 08063) (SIKI : I.08238) “Manajemen Nyeri” (SIKI : I.08238) “Manajemen Nyeri”
Nyeri akut Tingkat Nyeri Observasi : Observasi :
berhubungan dengan
Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 1. Untuk mengertahui penyebab nyeri
agen pencedera
tindakan keperawatan frekuensi, kualitas intensitas nyeri karakteristik, lokasi, freuensi, dan kulaitas
fisiologis (Inflamasi
3 x 24 jam diharapkan 2. Identifikasi skala nyeri nyeri
Infeksi Paru)
nyeri berkurang/ 3. Observasi reaksi non verbal dan 2. Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan
hilang dengan kriteria ketidaknyamanan pasien
hasil: 4. Identifiksi faktor yang memperberat dan 3. Tingkat ansietas dapat mempengaruhi perseps
memperingan nyeri / reaksi terhadap nyeri
1. Melaporkan nyeri 4. Mengetahui faktor yang dapat memperburuk
terkontrol (5 Terapeutik : nyeri pasien
meningkat) 1. Berikan teknik non farmakologis untuk
2. Kemampuan mengurangi rasa nyeri Terapeutik :
mengenali 2. Kontrol lingkungan yang memperberat 1. Memfokuskan kembali perhatian
penyebab nyeri (5 rasa nyeri meningkatkan kontrol dan meningkatkan harga
meningkat) 3. Fasilitasi istirahat dan tidur diri dan kemampuan koping
3. Kemampuan 2. Membantu memenuhi kebutuhan istiraha
menggunakan Edukasi : tidur pasien
teknik non- 3. Agar klien nyaman
farmakologis (5 1. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
meningkat) mengurangi rasa nyeri Edukasi :
4. Keluhan nyeri (5
Menurun 1. Meredakan nyeri dengan teknik
Kolaborasi :
nonfarmakologi
1. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu

Kolaborasi :

1. Analgetik dapat mengurangi pengikatan


mediator kimiawi nyeri pada reseptor nyer
sehingga dapat mengurangi rasa nyeri

3. (SDKI : D.0130) (SLKI : L.14134) (SIKI : I.15506) “Manajemen Hipertermia” (SIKI : I.15506) “Manajemen Hipertermia”
Hipetermi Termoregulasi Observasi : Observasi :
berhubungan dengan
proses penyakit Setelah dilakukan 1. Identifikasi penyebab hipertemia 1. Deteksi dini untuk mengetahui intervensi apa
(Infeksi) tindakan keperawatan 2. Monitor suhu tubuh yang akan diberikan selanjutnya
selama 3 x 24 jam 3. Monitor kadar elektrolit 2. Deteksi dini untuk mengetahui intervensi apa
diharapkan pengaturan 4. Monitor keluaran urine yang akan diberikan selanjutnya
suhu tubuh agar tetap 3. Untuk memantau pasien tidak mengalami
berada pada rentang Terapeutik : dehidrasi
normal membaik 4. Untuk mengetahui keseimbangan cairan
dengan kriteria hasil : 1. Sediakan lingkungan yang dingin didalam tubuh pasien
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
1. Menggigil 3. Basahi atau kipasi permukaan tubuh
menurun (5) 4. Berikan cairan oral Terapeutik:
2. Kulit merah 5. Ganti linen setiap hari jika pasien
menurun (5) mengalami hiperhidrosis 1. Untuk menyeimbangkan panas suhu tubuh
3. Kejang menurun 6. Lakukan pendinginan eksternal (misal 2. Menurunkan kehilangan panas dari evaporasi
(5) kompres area lipatan tubuh) 3. Untuk menyeimbangkan panas suhu tubuh
4. Pucat menurun (5) 7. Berikan oksigen jika perlu 4. Mencegah terjadinya dehidrasi dari panas suhu
tubuh
5. Takikardi 5. Menurunkan kehilangan panas dari evaporasi
menurun (5) 6. Untuk membantu menurunkan suhu tubuh
6. Bradikardi Edukasi : 7. Mencegah terjadinya sesak napas saat terjadi
menurun (5) 1. Anjurkan tirah baring peningkatan suhu tubuh
7. Suhu tubuh
membaik (5)
8. Suhu kulit Kolaborasi : Edukasi :
membaik (5) 1. Banyak aktivitas akan meningkatkan suhu
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena jika perlu tubuh

Kolaborasi :

1. Untuk mengganti cairan yang ada dalam tubuh


E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari ke 1 : Rabu, 24 Maret 2021 (07.00 – 16.00 WIB)


NO TANGGAL/ DX IMPELEMENTASI TTD
JAM

1 Rabu, 24 Dx DX I
Maret 2021 I, II, (SIKI: I.01004) Pemantauan Respirasi
III, Observasi
IV 1. Memonitor frekuensi, irama, kedalaman,
07.30 WIB upaya napas, pola napas (bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, Kusmaul, Cheyne-
Stokes, Biot, ataksik)
Hasil :
- Pasien tampak menggunakan otot bantu
pernapasan,
- Tanpak pola napas cepat dangkal (takipneu)
- Pasien menggunakan cuping hidung
- Hasil RR 25 x/menit
- Pasien tampak terpasang O2 nasa kanul 4
liter/menit.

2. Memonitor kemampuan batuk efektif


07.05 WIB
Hasil :
Pasien mampu mempraktikkan cara batuk efektif
yang diajarkan oleh perawat.

3. Melakukan palpasi kesimetrisan ekspansi


07. 10 WIB
paru.
Hasil :
Pengembangan paru kanan dan kiri tidak simetris

4. Melakukan auskultasi bunyi napas


07.15 WIB
Hasil :
Auskultasi terdengar ronchi pada paru

5. Memonitor saturasi oksigen


07.20 WIB Hasil : SpO2 97 %

6. Melakukan identifikasi adanya kelelahan otot


07.25 WIB bantu napas
Hasil : tidak ada kelelahan otot bantu pernafasan

7. Melakukan identifikasi efek perubahan posisi


07.30 WIB terhadap status pernapsan
Hasil :
Pasien dalam posisi semi fowler

8. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,


frekuensi, kualitas intensitas nyeri.
07.35 WIB Hasil :
Pasien mengeluh nyeri dada. Nyeri dirasakan
pada dada sebelah kiri, nyeri dirasakan berat
seperti tertekan, nyeri menetap.

9. Mengidentifikasi skala nyeri


08.00 WIB Hasil :
Skala nyeri 5

10. Melakukan observasi reaksi non verbal dan


08.05 WIB ketidaknyamanan
Hasil :
Pasien tampak meringis jika merasakan nyeri di
dada

11. Melakukan identifiksi faktor yang


08.10 WIB memperberat dan memperingan nyeri
Hasil :
Nyeri dirasakan pada saat pasien banyak
bergerak, dan pada saat pasien istirahat nyeri
tidak timbul

12. Melakukan identifikasi penyebab hipertemia


Hasil :
08.15 WIB Leukosit : 11.87 x10^3/ul
Penyebab hipertermia adalah infeksi
13. Memonitor suhu tubuh
Hasil :
- Suhu pasien meningkat 38,8 C
08.20 WIB

14. Memonitor kadar elektrolit


Hasil :
08.30 WIB IUVD RL +500cc / 12 jam

15. Memonitor keluaran urine


Hasil :
08.35 WIB ±2000 cc/ hari

Terapeutik
1. Mengatur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Hasil :
08.40 WIB Melakukan pemantauan respirasi satu hari tiga
kali yaitu pagi, siang, sore

2. Melakukan dokumentasikan hasil


pemantauan
Hasil :
11.00 WIB Hasil pemeriksaan di tulis dibuku laporan

3. Mempertahankan kepatenan jalan napas


Hasil :
Tidak ada sumbatan di jalan napas
11.10 WIB
4. Melakukan posisi semi fowler atau fowler
Hasil :
Pasien sudah dalam posisi semi fowler
11.20 WIB
5. Memfasilitasi mengubah posisi senyaman
mungkin
Hasil :
11.30 WIB Pasien sudah dalam posisi yang nyaman

6. Memberikan oksigenasi sesuai kebutuhan


(mis. Nasal kanul, masker wajah, masker
rebreathing atau non rebreathing mask)
11.40 WIB Hasil :
Pasien diberikan oksigen dengan nasal kanul 4
lpm

7. Memberikan teknik non farmakologis untuk


mengurangi rasa nyeri
Hasil :
Pasien bisa mempraktikkan teknik relaksasi
12.30 WIB nafas dalam yang di ajarkan oleh perawat

8. Melakukan kontrol lingkungan yang


memperberat rasa nyeri
Hasil :
Meletakan barang-barang keperluan pasien di
12.40 WIB dekat pasien agar pasien tidak banyak bergerak.

9. Memfasilitasi istirahat dan tidur


Hasil :
Pasien mengatakan lingkungan sudah nyaman
pasien bisa beristirahat dan tidur dengan
nyaman.
12.45 WIB
10. Menyediakan lingkungan yang dingin
Hasil :
Keluarga pasien melakukan kompres jika suhu
tubuh pasien meningkat
13.00 WIB
11. Melonggarkan atau lepaskan pakaian
Hasil :
Pasien diminta jika suhu tubuh pasien meningkat
agar menggunakan pakaian yang tipis.
13.10 WIB
12. Membasahi atau kipasi permukaan tubuh
Hasil :
Pasien dilakukan kompres dingin, dan pasien di
kipasi oleh keluarga
13.20 WIB
13. Memberikan cairan oral
Hasil :
Pasien selalu minum air mineral
Jumlah minum pasien ± 1500 cc
13.30 WIB

14. Melakukan ganti linen setiap hari jika pasien


mengalami hiperhidrosis
Hasil :
Penggantian linen dilakukan setiap hari karena
13.35 WIB pasien selalu berkeringat

15. Melakukukan pendinginan eksternal (misal


kompres area lipatan tubuh)
Hasil :
Pasien dilakukan kompres di bagian lipatan
tubuh seperti ketiak, lipatan paha
13.50 WIB

16. Memberikan oksigen jika perlu


Hasil :
Pasien diberikan pemberian oksigen 4 lpm

Edukasi
14.00 WIB 1. Mengajarkan melakukan teknik relaksasi
napas dalam
Hasil :
Pasien mengerti dan bisa memperaktikkan teknik
relaksasi nafas dalam

15.00 WIB 2. Mengajarkan mengubah posisi secara


mandiri
Hasil : pasien bisa sedikit demi sedikit
mengambil barang kebutuhan pasien dalam jarak
jauh.

15.10 WIB 3. Mengajarkan teknik batuk efektif


Hasil :
Pasien bisa mempraktikkan cara batuk efektif

4. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk


15.20 WIB mengurangi rasa nyeri
Hasil :
Pasien melakukan teknik relaksasi nafas dalam
jika nyerinya timbul
15.30 WIB 5. Menganjurkan tirah baring
Hasil :
Pasien banyak tirah baring untuk mengurangi
rasa sakit

Kolaborasi
15.40 WIB 1. Melakukan kolaborasi pemberian oksigen
Hasil :
Pasien dilakukan pemberian oksigen 4 lpm

2. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit


intravena
15.50 WIB Hasil :
IUVD RL +500cc / 12 jam

3. Melakukan kolaborasi pemberian analgetik


15.55 WIB jika perlu

Hasil :

Diberikan PCT drip 2x100cc

16.00 WIB

Hari ke 2 : Kamis, 25 Maret 2021 (11.00 – 19.00 WIB)


NO TANGGAL/ DX IMPELEMENTASI TTD
JAM

1 Kamis, 25 Dx DX I
Maret 2021 I, II, (SIKI: I.01004) Pemantauan Respirasi
III, Observasi
11.00 WIB IV 1. Memonitor frekuensi, irama, kedalaman,
upaya napas, pola napas (bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, Kusmaul, Cheyne-
Stokes, Biot, ataksik)
Hasil :
- Pasien tampak menggunakan otot bantu
pernapasan,
- Tanpak pola napas cepat dangkal (takipneu)
- Pasien menggunakan cuping hidung
- Hasil RR 22 x/menit
- Pasien tampak terpasang O2 nasa kanul 4
liter/menit.

2. Memonitor kemampuan batuk efektif


Hasil :
11.05 WIB Pasien mampu mempraktikkan cara batuk efektif
yang diajarkan oleh perawat.

3. Melakukan palpasi kesimetrisan ekspansi


paru.
Hasil : Pengembangan paru kanan dan kiri tidak
11. 10 WIB simetris

4. Melakukan auskultasi bunyi napas


Hasil :
Auskultasi terdengar ronchi pada paru
11.15 WIB
5. Memonitor saturasi oksigen
Hasil : SpO2 98 %

11.20 WIB
6. Melakukan identifikasi adanya kelelahan otot
bantu napas
Hasil : tidak ada kelelahan otot bantu pernafasan
11.25 WIB
7. Melakukan identifikasi efek perubahan posisi
terhadap status pernapsan
Hasil :
13.00 WIB Pasien dalam posisi semi fowler

8. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,


frekuensi, kualitas intensitas nyeri.
Hasil :
Pasien masih mengeluh nyeri dada. Nyeri
13.35 WIB
dirasakan pada dada sebelah kiri, nyeri dirasakan
berat seperti tertekan, nyeri sedikit berkurang

9. Mengidentifikasi skala nyeri


Hasil :
Skala nyeri 4

13.40 WIB 10. Melakukan observasi reaksi non verbal dan


ketidaknyamanan
Hasil :
Pasien masih meringis jika merasakan nyeri di
14.00 WIB dada

11. Melakukan identifiksi faktor yang


memperberat dan memperingan nyeri
Hasil :
14.15 WIB Nyeri dirasakan pada saat pasien banyak
bergerak, dan pada saat pasien istirahat nyeri
tidak timbul

12. Melakukan identifikasi penyebab hipertemia


Hasil :
Leukosit : 11.87 x10^3/ul
Penyebab hipertermia adalah infeksi
14.30 WIB

13. Memonitor suhu tubuh


Hasil :
- Suhu pasien meningkat 37,7 C

14. Memonitor kadar elektrolit


14.35 WIB
Hasil :
IUVD RL +500cc / 12 jam

15. Memonitor keluaran urine


14.45 WIB
Hasil :
±2000 cc/ hari

14.50 WIB
Terapeutik
1. Melakukan dokumentasikan hasil
pemantauan
Hasil :
Hasil pemeriksaan di tulis dibuku laporan
15.00 WIB
2. Melakukan posisi semi fowler atau fowler
Hasil :
Pasien sudah dalam posisi semi fowler

3. Memfasilitasi mengubah posisi senyaman


15.40 WIB mungkin
Hasil :
Pasien sudah dalam posisi yang nyaman
15.40 WIB
4. Memberikan oksigenasi sesuai kebutuhan
(mis. Nasal kanul, masker wajah, masker
rebreathing atau non rebreathing mask)
Hasil :
15.50 WIB Pasien diberikan oksigen dengan nasal kanul 3
lpm

5. Memberikan teknik non farmakologis untuk


mengurangi rasa nyeri
Hasil :
Pasien bisa mempraktikkan teknik relaksasi
nafas dalam yang di ajarkan oleh perawat
16.00 WIB
6. Melakukan kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
Hasil :
Meletakan barang-barang keperluan pasien di
16.10 WIB dekat pasien agar pasien tidak banyak bergerak.

7. Memfasilitasi istirahat dan tidur


Hasil :
Pasien mengatakan lingkungan sudah nyaman
pasien bisa beristirahat dan tidur dengan
nyaman.

16.20 WIB 8. Menyediakan lingkungan yang dingin


Hasil :
Keluarga pasien melakukan kompres jika suhu
tubuh pasien meningkat

9. Melonggarkan atau lepaskan pakaian


Hasil :
16.30 WIB Pasien diminta jika suhu tubuh pasien meningkat
agar menggunakan pakaian yang tipis.

10. Membasahi atau kipasi permukaan tubuh


Hasil :
16.40 WIB Pasien dilakukan kompres dingin, dan pasien di
kipasi oleh keluarga

11. Memberikan cairan oral


16.50 WIB Hasil :
Pasien selalu minum air mineral
Jumlah minum pasien ± 1500 cc

17.00 WIB 12. Melakukukan pendinginan eksternal (misal


kompres area lipatan tubuh)
Hasil :
Pasien dilakukan kompres di bagian lipatan
tubuh seperti ketiak, lipatan paha

Edukasi
17.10 WIB 1. Mengajarkan melakukan teknik relaksasi
napas dalam
Hasil :
Pasien mengerti dan bisa memperaktikkan teknik
relaksasi nafas dalam

2. Mengajarkan mengubah posisi secara


17.15 WIB mandiri
Hasil : pasien bisa sedikit demi sedikit
mengambil barang kebutuhan pasien dalam jarak
jauh.
17.20 WIB
3. Mengajarkan teknik batuk efektif
Hasil :
Pasien bisa mempraktikkan cara batuk efektif

17.25 WIB 4. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk


mengurangi rasa nyeri
Hasil :
Pasien melakukan teknik relaksasi nafas dalam
jika nyerinya timbul

17.30 WIB 5. Menganjurkan tirah baring


Hasil :
Pasien banyak tirah baring untuk mengurangi
rasa sakit

Kolaborasi
18.00 WIB 1. Melakukan kolaborasi pemberian oksigen
Hasil :
Pasien dilakukan pemberian oksigen 4 lpm

2. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit


18.30 WIB intravena
Hasil :
IUVD RL +500cc / 12 jam

18.40 WIB 3. Melakukan kolaborasi pemberian analgetik


jika perlu

Hasil :

Diberikan PCT drip 2x100cc

18.45 WIB

Hari ke 3 : Jumat, 26 Maret 2021 (11.00 – 19.00 WIB)


NO TANGGAL/ DX IMPELEMENTASI TTD
JAM

1 Jumat, 25 Dx DX I
Maret 2021 I, II, (SIKI: I.01004) Pemantauan Respirasi
III, Observasi
IV 1. Memonitor frekuensi, irama, kedalaman,
11.00 WIB upaya napas, pola napas (bradipnea,
takipnea, hiperventilasi, Kusmaul, Cheyne-
Stokes, Biot, ataksik)
Hasil :
- Pasien sudah tidak menggunakan otot bantu
pernapasan
- Tanpak pola napas sedang
- Hasil RR 22 x/menit
- Pasien tampak terpasang O2 nasa kanul 3
liter/menit.

2. Memonitor kemampuan batuk efektif


Hasil :
Pasien mampu mempraktikkan cara batuk efektif
yang diajarkan oleh perawat.
11.05 WIB
3. Melakukan palpasi kesimetrisan ekspansi
paru.
Hasil : Pengembangan paru kanan dan kiri tidak
11. 10 WIB simetris

4. Melakukan auskultasi bunyi napas


Hasil :
11.15 WIB Auskultasi terdengar ronchi pada paru

5. Memonitor saturasi oksigen


Hasil : SpO2 99 %
11.20 WIB

6. Melakukan identifikasi adanya kelelahan otot


bantu napas
11.25 WIB Hasil : tidak ada kelelahan otot bantu pernafasan

7. Melakukan identifikasi efek perubahan posisi


terhadap status pernapasan
13.00 WIB Hasil :
Pasien dalam posisi semi fowler

8. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,


frekuensi, kualitas intensitas nyeri.
Hasil :
13.35 WIB Pasien masih mengeluh nyeri dada. Nyeri
dirasakan pada dada sebelah kiri, nyeri dirasakan
berat seperti tertekan, nyeri berkurang
9. Mengidentifikasi skala nyeri
Hasil :
Skala nyeri 3

13.40 WIB 10. Melakukan observasi reaksi non verbal dan


ketidaknyamanan
Hasil :
Pasien masih meringis jika merasakan nyeri di
14.00 WIB dada

11. Melakukan identifiksi faktor yang


memperberat dan memperingan nyeri
Hasil :
14.15 WIB Nyeri dirasakan pada saat pasien banyak
bergerak, dan pada saat pasien istirahat nyeri
tidak timbul

12. Memonitor suhu tubuh


Hasil :
- Suhu pasien meningkat 36,5 C
14.30 WIB
13. Memonitor kadar elektrolit
Hasil :
IUVD RL +500cc / 12 jam

14.35 WIB 14. Memonitor keluaran urine


Hasil :
±2000 cc/ hari

14.45 WIB Terapeutik


1. Melakukan dokumentasikan hasil
pemantauan
Hasil :
14.50 WIB Hasil pemeriksaan di tulis dibuku laporan

2. Memfasilitasi mengubah posisi senyaman


mungkin
Hasil :
Pasien sudah dalam posisi yang nyaman
15.00 WIB 3. Memberikan oksigenasi sesuai kebutuhan
(mis. Nasal kanul, masker wajah, masker
rebreathing atau non rebreathing mask)
Hasil :
Pasien diberikan oksigen dengan nasal kanul 3
lpm
15.40 WIB
4. Memberikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Hasil :
Pasien bisa mempraktikkan teknik relaksasi
nafas dalam yang di ajarkan oleh perawat
15.40 WIB
5. Melakukan kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
Hasil :
Meletakan barang-barang keperluan pasien di
dekat pasien agar pasien tidak banyak bergerak.
15.50 WIB
6. Memfasilitasi istirahat dan tidur
Hasil :
Pasien mengatakan lingkungan sudah nyaman
pasien bisa beristirahat dan tidur dengan
nyaman.
16.00 WIB
Edukasi
1. Mengajarkan melakukan teknik relaksasi
napas dalam
Hasil :
Pasien bisa memperaktikkan teknik relaksasi
nafas saat timbul nyeri
16.10 WIB
2. Mengajarkan mengubah posisi secara
mandiri
Hasil : pasien bisa mengambil barang kebutuhan
pasien dalam jarak jauh.

3. Mengajarkan teknik batuk efektif


16.20 WIB Hasil :
Pasien bisa mempraktikkan cara batuk efektif
jika ada batuk
4. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk
16.31 WIB mengurangi rasa nyeri
Hasil :
Pasien melakukan teknik relaksasi nafas dalam
jika nyerinya timbul

16.40 WIB 5. Menganjurkan tirah baring


Hasil :
Pasien banyak tirah baring untuk mengurangi
rasa sakit

Kolaborasi
16.50 WIB 1. Melakukan kolaborasi pemberian oksigen
Hasil :
Pasien dilakukan pemberian oksigen 4 lpm

2. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit


intravena
17.55 WIB Hasil :
IUVD RL +500cc / 12 jam

17.00 WIB

F. EVALUASI KEPERAWATAN
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Matriks penelitian Evidence-based Practice in Nursing Parctice

Tempa dan Metode/


Kelompok
Besar alat
Studi/penulis Tujuan Usia Outcome Kesimpulan
Sampel Intervensi Kontrol Ukur

Relaksasi mengetahui RSUD Rentan One group pre- Tidak ada Desain yang Hasil penelitian Terdapat pengaruh
Pernafasan pengaruh Kabupaten g usia test dan post-test. digunakan pada 30 responden relaksasi pernafasan
Dengan Teknik relaksasi Buleleng 45-80 Melakukan pre dalam PPOK dengan teknik ballon
Ballon Blowing pernafasan tahun test untuk penelitian menunjukkan blowing terhadap
Terhadap dengan teknik Sampel : mengetahui nilai ini yaitu one prevalensi jenis saturasi oksigen pada
Peningkatan ballon blowing 30 responden saturasi oksigen group pre- kelamin sebagian pasien PPOK. Ballon
Saturasi terhadap (8 pada pasien test dan besar responden blowing sangat efektif
Oksigen Pada peningkatan perempuan, PPOK sebelum post-test. berjenis kelamin untuk membantu
Pasien PPOK saturasi 22 laki laki) diberikan teknik Melakukan laki-laki 73,3 % ekspansi paru sehingga
oksigen pada relaksasi pre test dengan usia rata- mampu mensuplai
Penulis: pasien PPOK pernafasan untuk rata 61,87 dengan oksigen dan
Ni Made Dwi dengan teknik mengetahui rentang umur 45- mengeluarkan
Yunica Astriani ballon blowing. nilai 80 tahun, rata-rata karbondioksida yang
dkk Setelah itu saturasi (mean) pre-test terjebak dalam paru
memberikan oksigen adalah 89,27 dan pada pasien dengan
Jurnal teknik relaksasi pada pasien rata-rata (mean) gangguan fungsi
Keperawatan pernafasan PPOK post-test adalah pernapasan.
Silampari dengan teknik sebelum 94,53 dengan p- Peningkatan ventilasi
Volume 3, ballon blowing diberikan value 0,000. alveoli dapat
Nomor 2, Juni pada pasien teknik terdapat pengaruh meningkatkan suplai
2020 e-ISSN: PPOK selama 5- relaksasi relaksasi oksigen, sehingga dapa
2581-1975 p- 10 menit selama 4 pernafasan pernafasan dengan dijadikan sebagai terap
ISSN: 2597- minggu. dengan teknik ballon dalam peningkatan
7482 DOI: Dilakukan post teknik blowing terhadap saturasi oksigen
https://doi.org/1 test untuk melihat ballon peningkatan
0.31539/jks.v3i perubahan blowing. saturasi oksigen
2.1049 saturasi oksigen. pada pasien PPOK

Perbandingan Diketahui pasien 20-65 Intervensi yang Tidak ada Peneitian Terdapat perbaikan Terdapat perbedaan
Latihan Pursed perbedaan Penyakit Paru tahun diberikan pada ini klinis yang antara meniup balon da
Lip Breathing latihan pursed Obstruksi kedua kelompok merupakan signifikan pada pursed lip breathing
dan Meniup lip breathing Kronis penelitian terhadap perbaikan
berbeda, respiratory rate
Balon Terhadap dan meniup (PPOK) yang kuantitatif respiratory rate pada
Respiratory balon terhadap menjalani kelompok pursed dengan responden (pre pasien PPOK
Rate pada respiratory rate rawat jalan di lip breathing desain itervensi
Pasien Penyakit pada pasien ruang diberikan Quasi- median=22),
Paru Obstruksi PPOK perawatan perlakuan purshed Eksperimen setelah intervensi
Kronis di Balai Balai Besar lip breathing dan . Metode hari ketiga
Besar Kesehatan kelompok meniup penelitian diperoleh skor
Kesehatan Paru Paru ini
balon diberi meniup balon
Masyarakat Masyarakat menggunak
Makassar (BBKPM) perlakuan meniup an dua (median= 19) dan
Makassar balon kelompok PLB (median= 19),
Penulis : yang penelitian, sehingga diperoleh
Junaidin berjumlah 30 Kedua nilai p0,964
responden kelompok
Jurnal : yang ada
Volume 2 diberi pre
Nomor 2 April test,
2020 kemudian
diberikan
perlakuan,
dan terakhir
diberikan
post test.
Penerapan Memberikan Rsup Rata Implementasi Tidak ada Jam tangan, Mayoritas Penerapan praktek
praktik gambaran persahabatan usia praktik perawatan peak flow Jenis kelamin keperawatan berbasis
keperawatan tentang jakarta respond pernapasan metry, responden adalah bukti pursed lip
penerapan
berbasis bukti en yaitu pursed lips oksimetri. laki-laki sebanyak breathing pada pasien
praktek
pursed lip berbasis bukti Sampel : 61,5 breathing. 10 (83,3%) orang ppok didapatkan hasil
breathing pada Perawatan 12 tahun Terdiri dari 2 dan perempuan yang efektif sehingga
pasien dengan pernafasan Sampel orang tahap sebanyak 2 dapat disimpulkan
penyakit paru bibir pada (10 laki-laki Tahap pertama (16,7%) a terdapat pengaruh yang
obstruktif pasien ppok di dan 2 yaitu tarik nafas Orang. Berarti usia signifikan antara
kronik di ruang rsup perempuan) biasa dengan responden 61,5 pemberian intervensi
persahabatan
rsu pusat yang posisi lipat tangan tahun ± 10.4. keperawatan latihan
jakarta.
persahabatan didiagnosis diatas abdomen, Berarti nilai pef napas pursed lip
jakarta eksaserbasi hirup napas (peak breathing terhadap arus
ppok. melalui hidung Expiratory flow), puncak ekspirasi (APE
Penulis : sambil nilai saturasi saturasi oksigen, dan
Seven sitorus menghitung oksigen, nilai laju respiratory rate (RR)
hingga 3, pernafasan sebelum
Jurnal sedangkan tahap Intervensi secara
Keperawatan yang kedua yaitu berurutan adalah
Widya Gantari sambil berjalan, 131,6 ± 44,6; 92,1
Vo. 2 No.2 caranya: hirup ± 2,44; 31,5 ± 2.
/Desember 2015 napas sambil Sedangkan nilai
melangkah dua setelah
langkah, Intervensi 175,0 ±
hembuskan napas 60,0; 97,1 ± 1,6;
melalui bibir yang 22,6 ± 1,7 dengan
dirapatkan. Lama nilai p = 0,001, α =
waktu yang 0,05. Ada pengaruh
dibutuhkan untuk yang signifikan.
melaksanakan
tahap kerja adalah
5 sampai dengan
10 menit.
Perbedaan Untuk RS GranMed Rentan kelompok dengan kelompok Jenis Hasil penelitian Kesimpulannya adalah
Pursed Lips mengetahui lubuk pakam g usia perlakuan pursed dengan penilitian menunjukkan rata- ada perbedaan antara
Breathing perbedaan penelitian 40-60 lips breathing dan perlakuan ini adalah rata 17,22 dengan Pursed Lips Breathing
antara pursed SD 11,487 dan dan Latihan Pernapasa
Dengan Pursed dilakukan tahun latihan ektremitas pursed lips menggunak
lips breathing nilai p Bibir dan Latihan
Lips Breathing dengan pused pada bulan ( 9 responden ) breathing( an quasi α <(0,002 <0,05) Ekstremitas Terhadap
Dan Latihan lips breathing Desember- 9 eksperimen pada kelompok Kebugaran pada Pasien
Ekstremitas dan latihan Juli 2020 responden dengan kontrol (Pursed dengan COPD terhadap
Terhadap ekstremitas ) pendekatan Lips Breathing) peningkatan respirasi
Kebugaran Pada pada Sampel : control grup dan mean dan kebugaran pada
kebugaran 65.000 dengan SD
Pasien Penyakit pada pasien 18 responden pretest dan 11.990 dan p-value pasien dengan penyaki
Paru Obstruktif ppok. dengan 9 post-test α <(0.000 <0.05) Paru Obstruktif Kronik
Kronik (Ppok) orang pada dan dalam (Ppok)
intervensi
Di Rumah Sakit kelompok
intervensi
Grandmed intervensi kelompok (Pursed
Lubuk Pakam dan 9 orang Lips Breathing dan
Tahun 2020 pada pelatihan anggota
kelompok tubuh). Hasil
Penulis : kontrol menunjukkan
Sabirin itulah perbedaan
rata-rata fitnes
Berampu dkk.
sebelum dan
sesudah (Pursed
Jurnal Lips Breathing
Keperawatan dan Latihan
dan Fisioterapi Ekstremitas) lebih
(JKF), e-ISSN besar dari pada
2655-0830 Vol. kelompok kontrol
(Pursed Lips
3 No.1 Edisi
Pernafasan).
Mei – Oktober
2020
https://ejournal.
medistra.ac.id/i
ndex.php/JKF
B. Pembahasan
1. Pembahasan Jurnal

Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) didalam rongga


pleura pada pasien dengan empiema biasanya dilakukan tindakan
pemasangan selang WSD, untuk mengeluarkan cairan purulen yang
terbentuk dalam rongga pleura. Pasien dengan masalah gangguan
pernafasan pasti mengalami sesak nafas dan perlu menggunkaan alat bantu
pernafasan oksigen. Selain terapi oksigenasi terdapat terapi
nonfarmakologi yang mampu dilakukan secara mandiri seperti tarik nafas
dalam, pursed lips breathing, fisioterapi dada.

Latihan pernapasan pursed lips breathing (PLB) adalah sikap


seseorang yang bernapas dengan mulut mengerucut dan ekspirasi yang
memanjang dengan meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna
memperbaiki ventilasi dan menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks
(Hartono, 2015).

Latihan pernapasan pursed lips breathing (PLB) merupakan program


latihan breathing control yang efektif diterapkan untuk mengatur dan
memperbaiki pola frekuensi napas, meningkatkan pemenuhan oksigenasi
(SpO2) dan penurunan dyspnea yaitu dari pernapasan yang dangkal dan
cepat berubah menjadi pernapasan yang dalam dan lambat (Bakti Ak,
2015). Latihan pernapasan pursed lips breathing (PLB) memiliki banyak
manfaat sebagai salah satu tindakan non farmakologi dalam manajemen
pernapasan (Bakti Ak, 2015).
Teknik pursed lips breathing (PLB) mudah dilakukan, teknik yang
tidak melelahkan apabila diterapkan karena teknik ini bisa dilakukan
dengan menyesuaikan kondisi pasien yaitu dengan duduk dan dalam 85
keadaan istirahat yaitu dengan cara inspirasi melalui hidung selama 2-3
detik dan ekspirasi perlahan-lahan selama 4-6 detik melalui mulut, teknik
ini dilakukan sebanyak 4 kali dalam sehari sebelum makan dan sebelum
tidur selama 30 menit yang dilakukan secara teratur akan menurunkan
sesak napas, mendapatkan hasil saturasi oksigen meningkat, tingkat
aktivitas sehari-hari meningkat dan membantu pasien mengoptimalkan
kemampuan meningkatkan kualitas hidup (Avanji dan Hajbaghery, 2011).

Pada ruang perawatan khusus penyakit paru paru flamboyan di


Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang dalam perawatan pasien
dengan gangguan sistem pernafasan sudah diterapkan dalam penggunaan
teknik nonfarmakologi yang beragam sepeti fisioterapi dada dan tarik
nafas dalam. Terutama pada pasien pasien dengan ketergantungan
oksigenasi dan sering mengeluh sesak. maka pasien dilatih teknik ini
dengan tujuan untuk megoptimalkan dalam proses respirasi pada pasien.

Pemberian terapi Pursed Lips Breathing (LPB) dengan tiup balon


pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan sudah dipercaya efektif
dapat meningkatkan pengembangan paru paru dalam respirasi atau
menjaga stabilitas respirasi pasien didukung dengan adanya penelitian-
penelitian, pada jurnal ke 1 yang dilakukan oleh Ni Made Dwi Yunica
Astriani dkk pada tahun 2021 dengan judul “Relaksasi Pernafasan Dengan
Teknik Ballon Blowing Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pada
Pasien PPOK” dengan Hasil penelitian pada 30 responden PPOK
menunjukkan prevalensi jenis kelamin sebagian besar responden berjenis
kelamin laki-laki 73,3 % dengan usia rata-rata 61,87 dengan rentang umur
45- 80 tahun, rata-rata (mean) pre-test adalah 89,27 dan rata-rata (mean)
post-test adalah 94,53 dengan p-value 0,000. terdapat pengaruh relaksasi
pernafasan dengan teknik ballon blowing terhadap peningkatan saturasi
oksigen pada pasien PPOK

Penelitian pada jurnal ke 2 penelitian yang dilakukan oleh Junaidin


pada tahun 2020 dengan judul “Perbandingan Latihan Pursed Lip Breathing
dan Meniup Balon Terhadap Respiratory Rate pada Pasien Penyakit Paru
Obstruksi Kronis di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar”
hasil pada penelitian ini adalah Terdapat perbaikan klinis yang signifikan
pada respiratory rate responden (pre itervensi median=22), setelah
intervensi hari ketiga diperoleh skor meniup balon (median= 19) dan PLB
(median= 19), sehingga diperoleh nilai p0,964. Dan disimpulkan Terdapat
perbedaan antara meniup balon dan pursed lip breathing terhadap
perbaikan respiratory rate pada pasien PPOK

Pada jurnal ke 3 penelitian yang telah dilakukan oleh Seven sitorus


pada tahun 2015 dengan judul “Penerapan praktik keperawatan berbasis
bukti pursed lip breathing pada pasien dengan penyakit paru obstruktif
kronik di ruang rsu pusat persahabatan jakarta” hasil penelitian yang
didapatkan bahwa Penerapan gangguan pernapasan didapatkan hasil yang
efektif sehingga dapat disimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan
antara pemberian intervensi keperawatan latihan napas pursed lip
breathing terhadap arus puncak ekspirasi (APE), saturasi oksigen, dan
respiratory rate (RR).

Pada jurnal ke 4 yang dilakukan oleh Sabirin Berampu dkk pada


tahun 2020 dengan judul “Perbedaan Pursed Lips Breathing Dengan
Pursed Lips Breathing Dan Latihan Ekstremitas Terhadap Kebugaran Pada
Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok) Di Rumah Sakit Grandmed
Lubuk Pakam Tahun 2020 ”Didapatkan hasil yaitu terdapat menunjukkan
rata-rata 17,22 dengan SD 11,487 dan nilai p α <(0,002 <0,05) pada
kelompok kontrol (Pursed Lips Breathing) dan mean 65.000 dengan SD
11.990 dan p-value α <(0.000 <0.05) dan dalam intervensi kelompok
(Pursed Lips Breathing dan pelatihan anggota tubuh). Hasil menunjukkan
itulah perbedaan rata-rata fitnes sebelum dan sesudah (Pursed Lips
Breathing dan Latihan Ekstremitas) lebih besar dari pada kelompok
kontrol (Pursed Lips Breathing).

2. Implementasi EBP Pused Lips Breathing dan Tiup Balon


Pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon merupakan
bernapas dalam dengan ekshalasi melalui mulut yang dimonyongkan atau
mencucu dan dikerutkan sehingga balon yang tadinya mengempes menjadi
mengembang karena terisi udara. Pelaksanaan Pused Lips Breathing dan
Tiup Balon pada Tn. S di paviliun Flamboyan, RSU Kab Tangerang.
a. Persiapan Alat

b. Pelaksanaan
c. Catatan Lembar Observasi

Pemeriksaan Setiap Pertemuan


Sebelum dilakukan Sesudah dilakukan
Tanda-tanda Vital
tindakan tindakan
Pertemuan 1
Tekanan Darah TD : 90/70 mmHg TD : 100/70 mmHg
Denyut Nadi N : 102 x/Menit N : 108 x/Menit
Frekuensi Pernapasan RR : 25 x/Menit RR : 23 x/Menit
Saturasi Oksigen SPO2 : 97 % SPO2 : 98 %
Pertemuan 2
Tekanan Darah TD : 100/70 mmHg TD : 110/70 mmHg
Denyut Nadi N : 98 x/Menit N : 101 x/Menit
Frekuensi Pernapasan RR : 22 x/Menit RR : 21 x/Menit
Saturasi Oksigen SPO2 : 98 % SPO2 : 98 %
Pertemuan 3
Tekanan Darah TD : 90/70 mmHg TD : 100/70 mmHg
Denyut Nadi N : 95 x/Menit N : 100 x/Menit
Frekuensi Pernapasan RR : 21 x/Menit RR : 20 x/Menit
Saturasi Oksigen SPO2 : 99 % SPO2 : 99 %

d. Evaluasi
1) Pasien mampu mengembangkan balon : Pasien mampu
mengembangkan balon sesuai dengan kemampuan, dan bertambah
setiap pertemuan.
2) Pasien merasakan otot-otot pernapasan rileks : pasien masih sering
menggunakan otot otot pernafasan.
3) Pasien rilek, tenang dan dapat mengatur pernapasan : pasien sudah
mampu mengontrol pernapasan.
4) Pertukaran gas dalam paru baik dengan penurunan RR : penurunan
RR pada setiap implementasi yang dilakukan.
Sumber: (Brunner & Suddarth, 2013)

Berdasarkan hasil implementasi terapi Pursed Lips Breathing dengan


teknik tiup balon pada Tn.S dengan diagnosis empiema yang telah dilakukan
selama 3 kali terjadi perubahan peurunan respirasi secara berkala, sehingga
didapatkan rata rata RR : 21,33 x/menit, serta terjadi peningkatan pada
saturasi dan penurunan penggunaan alat bantu oksigenasi setelah terapi.

Tn.S semangat berlatih dalam terapi ini, dan berlatih secara mandiri
setelah 3 kali pertemuan, sehingga pasien mulai bisa melepaskan alat bantu
oksigen secara berkala, dan RR dalam batas normal : 16-20 x/menit. Pada
pelaksanaan terapi yang diterapkan kelompok hanya menggunakan 1 pasien
dikarenakan tidak terdapat pasien dengan kodisi yang mirip, dan
membutuhkan penangnan dalam masalah breathing, sehingga kelompok
melakukan intervensi pada 1 pasien dan mengamati perubahan yang terjadi
sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi.

Sehingga terdapat hasil rata rata RR ; 21,33 x/Menit dari awal RR


pasien saat dilakukan pengkajian yaitu RR:25x/menit. Berdasarkan jurnal
yang membahas terapi pursed lips breating dengan tiup balon, efektif dalam
masalah respirasi. Namun hal ini bukanlah menjadi acuan yang pasti karena
terdapat kekurangan yaitu dilakukan hanya dengan 1 responden sehingga
tidak terdapat pembanding, karena dalam terapi ini terdapat faktor faktor yang
mempengaruhi seperti kondisi klinis terkait, usia pasien, dan semangat dalam
menjalani terapi.

Penerapan terapi pursed lips breating sebelumnya pernah dilakukan di


paviliun flamboyan, namun keterbatasan tenaga medis dengan banyaknya
pasien terapi ini jarang dilaksanakan, sehingga kelompok tertarik untuk
melakukan pembahasan Eviden based practice terkait terapi ini ditambah
dengan terapi menggunakan balon yang telah dibuktikan oleh beberapa jurnal
efektif pada pasien dengan gangguan respirasi.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan
berat badan lebih rnedah dari berat badan bayi rata-rata. Bayi dinyatakan
BBLR jika beratnya kurang dari 2,5 kilogram, sedangkan berat badan
normal bayi yaitu diatas 2,5 atau 3 kilogram.
Pengkajian asuhan keperawatan anak Risiko tinggi sudah dilakukan,
dengan hasil pengkajian antara lain: Bayi lahir dengan berat badan rendah
yaitu 1.655 gram, panjang badan 40 cm, jenis kelamin laki laki melalui
operasi Caesar, dengan masalah ketuban pecah dini (KPD) pada usia
kehamilan 30 minggu Penialaian apgar score 6/7, bayi tampak sesak
dengan Nadi: 145 x/menit, RR: 52 x/menit, S: 36.9 OC, SPO2 : 100 %,
terpasang alat bantu oksigen nasal kanul 0.5 l/menit. Masalah keperawatan
yang muncul dalam kasus ini yaitu Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan
dengan imaturitas neurologis (bayi lahir dalam masa gestasi 30 minggu)
(kode: D.0005), Risiko Hipotermi berhubungan dengan suplai lemak
subkutan tidak memadai ( Imaturitas kondisi kulit) (kode: D.0140), Risiko
Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan memcerna makanan
(Reflek menghisap dan menelan belum berkembang dengan baik) (kode:
D.0032), Risiko Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
tubuh ( Sistem imun yang belum matang) (kode : D.0142).
Pada kasus ini telah dilakukan implementasi sesuai intervensi yang
di tentukan menurut (SDKI, SLKI, dan SIKI). Evaluasi yang dapat
disimpulkan bahwa masalah keperawatan pada By. Ny. R belum teratasi
dan belum mencapai target karena pasien masih dalam proses perawatan.
Dokumentasi sudah dilakukan secara benar meliputi penulisan hasil
pengkajian, penyusunan diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.
Penggunaan nesting dengan posisi bayi yaitu pronasi, fleksi dan supine
efektif dilakukan pada bayi BBLR atau premature untuk menjaga kestabilan
tanda-tanda vital bayi dan disarankan bagi perawat untuk melanjutkan
penggunaan nesting di ruangan agar pemulihan dan kestabilan tanda-tanda
vital bayi BBLR atau premature bisa dilaksanakan dengan tepat dan cepat,
selain itu penggunaan nesting dapat dijadikan sebagai salah satu intervensi
keperawatan development care pada bayi dengan gawat napas.

B. Saran
Terselesaikannya Makalah Asuhan Keperawatan Anak pada Bayi
Risiko Tinggi yang kami buat ini, maka kami sebagai penulis menyadari
bahwa banyaknya kesalahan dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami sangat mengarahkan kritik serta saran yang membangun dari para
pembaca agar dalam pembuatan makalah kami selanjutnya dapat lebih
baik dari sebelumnya.
1. Disarankan bagi Pihak Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang,
khususnya ruangan Perinatologi Atas untuk membuat SOP tentang
penggunaan nesting dengan memasukan pertimbangan hasil
penelitian nesting serta memberikan kesempatan bagi perawat untuk
mengikuti kegiatan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan perawat dalam menangani masalah keperawatan bayi
dengan BBLR maupun prematur.
2. Disarankan bagi perawat yang sudah terlatih, untuk melanjutkan
penggunaan nesting diruangan agar pemulihan dan kestabilan tanda
vital bayi BBLR bisa dilaksanakn dengan cepat dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Afsharpaiman. (2016). Pleural Effusion in Children: A Review Article and


Literature Review. International Journal of Medical Reviews Review
Article International Journal of Medical Reviews Winter, 3(1), 365–370.

Avanji, F.S.I., Hajbaghery, M.A. 2011. Effects Of Pursed Lips Breathing On


Ventilation And Activities Of Daily Living In Patients With COPD.
Webmed Central Rehabilitation. 2(4).

Bakti Ak. 2015. “Pengaruh Pursed Lips Breathing Exercise Terhadap Penurunan
Tingkat Sesak Napas Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Di
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta”.

Berampu Sabirin dkk, 2020. “Perbedaan Pursed Lips Breathing Dengan Pursed
Lips Breathing Dan Latihan Ekstremitas Terhadap Kebugaran Pada
Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok) Di Rumah Sakit
Grandmed Lubuk Pakam Tahun 2020” Keperawatan dan Fisioterapi
(JKF), e-ISSN 2655-0830 Vol. 3 No.1 Edisi Mei – Oktober 2020
https://ejournal.medistra.ac.id/index.php/JKF

Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume 2. Jakarta: EGC

Diyono dan Sri Mulyanti. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.
Edisi 1. Kencana Prenada Media Group

Hartono. 2015. Peningkatan Kapasitas Vital Paru Pada Pasien PPOK


Menggunakan Metode Pernapasan Pursed Lips. 4,59-63.
Karkhanis. (2012). Pleural effusion: Diagnosis, treatment, and management. Open
Access Emergency Medicine, 4, 31–52.
https://doi.org/10.2147/OAEM.S29942

Light, RW. 2016. Parapneumonic effusions and empyema. Proc Am Thorac Soc.
Vol. 3: 75-80

NANDA International. 2015. Nursing Diagnosis: Definition and Classification


2015. USA: Willey Blackwell Publication.

Ni Made Dwi Yunica Astriani dkk. 2021. “Relaksasi Pernafasan Dengan Teknik
Ballon Blowing Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien
PPOK” Keperawatan Silampari Volume 3, Nomor 2, Juni 2020 e-ISSN:
2581-1975 p-ISSN: 2597-7482 DOI:
https://doi.org/10.31539/jks.v3i2.1049

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: MediAction

Nurarif AH,. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis


dan Nanda Nic Noc. Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction

Porcel. (2018). Chest Tube Drainage of the PleuralSpace: A Concise Review for
Pulmonologists. Tuberculosis and Respiratory Diseases, 81(2), 106–115.
https://doi.org/10.4046/trd.2017.0107

Puspita. (2017). Penyebab Efusi Pleura di Kota Metro pada tahun 2015 Causes of
Pleural Effusion in Metro City in 2015. J AgromedUnila, 4(1), 25–32.

Sitorus Seven, 2015. “Penerapan praktik keperawatan berbasis bukti pursed lip
breathing pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik di ruang rsu
pusat persahabatan jakarta” Keperawatan Widya Gantari Vo. 2 No.2
/Desember 2015

Soemantri, Irman. 2012. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan


Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Salemba Merdeka: Jakarta.

Syamsuhidayat, R.,& Jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3.Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1.Cetakan III, Jakarta Selatan :
Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1.Cetakan II, Jakarta Selatan :
Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1.Cetakan II, Jakarta Selatan :
Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tobing, E. (2013). Karakteristik Penderita Efusi Pleura di RSUP H . Adam Malik


Medan Tahun 2011 Characteristics of Patients with Pleural Effusion in
RSUP H . Adam Malik Medan 2011. E-Jurnal FK USU, 1(2), 2011–2014.

Wijaya A.S & Putri .2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (keperawatan
dewasa).Yogyakarta: Nuha medika

.
Lampiran 1

Standar Operasional Prosedur Pursed Lips Breathing dengan


Modifikasi Tiup Balon

A. Definisi
Pursed lips breathing dengan modifikasi tiup balon merupakan bernapas dalam
dengan ekshalasi melalui mulut yang dimonyongkan atau mencucu dan
dikerutkan sehingga balon yang tadinya mengempes menjadi mengembang
karena terisi udara.

B. Tujuan
1. Memberitahu informasi kepada pasien yang mengalami asma untuk
melakukan pernapasan pursed lips breathing
2. Membantu pasien asma mencegah terjadinya perburukan penyakit Manfaat
1. Meningkatkan volume ekspirasi maksimal
3. Menguatkan otot pernapasan
4. Memperbaiki transport oksigen
5. Menginduksi pola napas lambat dan dalam Memperpanjang ekshalasi dan
meningkatkan tekanan jalan napas selama ekspirasi
6. Mengurangi jumlah udara yang terjebak dalam paruu- paru
7. Mencegah terjadinya kolaps paru

C. Persiapan Alat
1. 3 buah balon
2. Jam
3. Lembar observasi

D. Persiapan Pasien
Memberitahu pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan

E. Pelaksanaan
1. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin
2. Rilekskan tubuh, tangan dan kaki (motivasi dan anjurkan pasien rileks)
3. Siapkan balon/pegang balon dengan kedua tangan, atau satu tangan
memegang balon tangan yang lain rileks disamping kepala
4. Tarik napas secara maksimal melalui hidung (3-4 detik)
5. Tiupkan ke dalam balon dengan mulut dimonyongkan atau mencucur dan
dikerutkan selama 5-7 detik (balon mengembang)
6. Tutup balon dengan jari-jari
7. Tarik napas sekali lagi secara maksimal dan tiupkan lagi kedalam balon
(ulangi prosedur nomor 6)
8. Lakukan terus menerus sebanyak 30 kali dalam rentang 10-15 menit dan
diselingi dengan istirahat (napas biasa)
9. Hentikan latihan jika terjadi pusing atau nyeri dada.

F. Evaluasi
5) Pasien mampu mengembangkan balon
6) Pasien merasakan otot-otot pernapasan rileks
7) Pasien rilek, tenang dan dapat mengatur pernapasan
8) Pertukaran gas dalam paru baik dengan penurunan gejala pada sistem
respirasi.
Sumber : (Brunner & Suddarth, 2013)
Lampiran 2

STATUS PEMERIKSAAN PADA EVIDENCE BASED PRACTICE


DENGAN TEKNIK PURSED LIPS BREATHING MENGGUNAKAN
TIUPAN BALON DI RUANG FLAMBOYAN RSUD KABUPATEN
TANGERANG

A. DATA PRIBADI

No RM : 00271489
Tanggal : 24 Februari 2021
Ruangan :Pav. Flamboyan

1. Nama Tn.S
2. Umur 26 Tahun
3. Alamat Jln. Kyai Hj.Agus Salim Gang Masjid 1
4. Telepon 08976543xxxxxxx
5. Jenis Kelamin 1.Laki-Laki
6. Tinggi Badan (cm) : 155 Cm
Berat Badan (Kg) : 55 Kg
7. Riwayat pendidikan 1.SD 2. SMP 3. SMA 4.PT 5. ........
8. Riwayat pekerjaan Buruh
9. Lama Menderita TB Paru 3 Tahun
10. Riwayat Merokok 1.Tidak Pernah 2. Sudah Berhenti (.....th)
3. Masih merokok 4. Perokok Pasif
11. Jumlah merokok/lama 5-6 batang/hari sejak sekolah di bangku SMP
merokok
12. Riwayat penggunaan obat Belum pernah melakukan pengobatan paru
sebelumnya, sampai akhirnya sakit dan harus
terpasang WSD
B. PEMERIKSAAN UMUM

Nama : Tn S
No RM : 00271489
Tanggal : 24-26 Februari 2021

Pemeriksaan Setiap Pertemuan


Sebelum dilakukan Sesudah dilakukan
Tanda-tanda Vital
tindakan tindakan
Pertemuan 1
Tekanan Darah TD : 90/70 mmHg TD : 100/70 mmHg
Denyut Nadi N : 102 x/Menit N : 108 x/Menit
Frekuensi Pernapasan RR : 25 x/Menit RR : 23 x/Menit
Saturasi Oksigen SPO2 : 97 % SPO2 : 98 %
Pertemuan 2
Tekanan Darah TD : 100/70 mmHg TD : 110/70 mmHg
Denyut Nadi N : 98 x/Menit N : 101 x/Menit
Frekuensi Pernapasan RR : 22 x/Menit RR : 21 x/Menit
Saturasi Oksigen SPO2 : 98 % SPO2 : 98 %
Pertemuan 3
Tekanan Darah TD : 90/70 mmHg TD : 100/70 mmHg
Denyut Nadi N : 95 x/Menit N : 100 x/Menit
Frekuensi Pernapasan RR : 21 x/Menit RR : 20 x/Menit
Saturasi Oksigen SPO2 : 99 % SPO2 : 99 %
Lampiran 3

SKALA SESAK NAPAS BORG

Nama : Tn.S
Umur : 26 Tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki

Skala Sesak Nafas Keterangan


0 Tidak ada sesak napas sama sekali
0,5 Sesak sangat ringan sekali
1 Sesak sangat ringan
2 Sesak ringan
3 Sesak sedang
4 Sesak kadang berat
5 Sesak berat
6-7 Sesak napas sangat berat
8-9 Sesak sangat-sangat parah (hampir maksimum)
10 Maksimum

(Sumber : Subagyo 2013)


Lampiran 4

DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai