Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

OBAT ASMA, PNEUMONIA DAN PENYAKIT PARU


OBSTRUKTIF KRONIS

Disusun Oleh :

ERMIDA DIANI HASIBUAN


1948201043

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan dan melimpahkan
segenap rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Dan tak lupa pula shalawat
beriring salam kita panjatkan keharibaan nabi Muhammad SAW beserta sahabat
dan keluarganya.
Adapun tujuan pembuatan makalah ini untuk membantu mahasiswa dalam
menghadapi proses belajar mengajar di fakultas kedokteran UISU dan membantu
proses pemahaman tentang PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) dan Asma
serta berbagai hubungan yang terkandung didalamnya.
Dalam penyusunan tugas ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuan kami. Namun sebagai manusia biasa, kami tidak luput
dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segi tekhnik penulisan maupun tata
bahasa. Tetapi walaupun demikian kami berusaha sebisa mungkin menyelesaikan
tugas ini meskipun tersusun sangat sederhana.
Demikian, semoga tulisan makalah PPOK (Penyakit Paru Obstruktif
Kronik) dan Asma dapat bermanfaat bagi kami selaku penyusun dan para
pembaca pada umumnya. Kami mengharapkan saran serta kritik dari berbagai
pihak yang bersifat membangun.

Pekanbaru, 21 Mei 2020

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 3
1. Klarifikasi Data..................................................................................... 3
2. Problem List.......................................................................................... 3
3. Problem Solution.................................................................................. 3
4. Learning Objective................................................................................ 5
BAB III PENUTUP........................................................................................ 25
3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Telah lama diketahui bahwa penyakit pada saluran pernafasan atas dan
bawah yang sebelumnya diperlakukan berbeda ternyata memiliki hubungan yang
sangat erat satu sama lain. Berbagai penelitian mengenai hubungan antara
penyakit-penyakit saluran pernafasan atas dan bawah telah dilakukan, namun,
penelitian mendalam baru dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai
konsep dan istilah pun digunakan untuk menggambarkan hubungan erat antara
penyakit yang melibatkan saluran pernafasan atas dan bawah. Asma merupakan
manifestasi alergi berat yang melibatkan saluran pernafasan bawah. Prevalensi
asma terus meningkat dari tahun ke tahun. Asma menimbulkan masalah biaya dan
dapat mengganggu tumbuh kembang anak. Asma juga dapat merusak fungsi
sistem saraf pusat dan menurunkan kualitas hidup penderitanya. Sebagaimana
manifestasi alergi lainnya, asma juga dapat diderita seumur hidup dan tidak dapat
disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan
frekuensi dan derajat serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah
menghindari faktor penyebab.
Pengertian asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang
dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada
jalan nafas). (Polaski : 1996). Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial
yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black :
1996). Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten reversibel dimana
trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu.
(Smelzer Suzanne : 2001).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu
penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel,
ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan
nafas. Asma merupakan suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami

1
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Kata asma
(asthma) berasal dari bahasa Yunani yang berarti “terengah-engah”. Lebih dari
200 tahun yang lalu, Hippocrates menggunakan istilah asma untuk
menggambarkan kejadian pernapasan yang pendek-pendek (shortness of breath).
Sejak itu istilah asma sering digunakan untuk menggambarkan gangguan apa saja
yang terkait dengan kesulitan bernafas, termasuk ada istilah asma kardial dan
asma bronkial. Menurut National Asthma Education and Prevetion Program
(NAEPP) pada National Institute of Health (NIH) Amerika, asma (dalam hal ini
asma bronkial) didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronik pada paru.
Sedangkan PPOK Merujuk pada sejumlah gangguan yang mempengaruhi
pergerakan udara dari dan keluar Paru. Gangguan yang penting adalah Bronkhitis
Obstruktif, Emphysema dan Asthma Bronkiale. Di Indonesia menurut
Departemen Kesehatan 2008 Angka penderita PPOK Mencapai 12 % dengan
angka kematian 2 %, hal itu menjadi suatu perhatian tersendiri dimana penyakit
PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi Kronik ) merupakan suatu penyakit yang cukup
tinggi menyerang masyarakat di Indonesia.
Oleh Karena itu peningkatan pelayanan kesehatan mengenai penyakit
tersebut perlu di tingkat baik dalam bentuk preventif,kuratif maupun
rehabilitative. Penyakit Obstruksi Kronik (PPOK ) merupakan suatu penyakit
dimana merupakan suatu kondisi dimana aliran udara pada paru tersumbat secara
terus menerus. Proses penyakit ini adalah seringkali kombinasi dari 2 atau 3
kondisi berikut ini (Bronkhitis Obstruktif Kronis, Emphysema dan Asthma
Bronkiale) dengan suatu penyebab primer dan yang lain adalah komplikasi dari
penyakit primer. (Enggram, B. 2006).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) mermpunyai tanda dan gejala
yakni Batuk (mungkin produktif atau non produktif), dan perasaan dada seperti
terikat, Mengi saat inspirasi maupun ekspirasi yang dapat terdengar tanpa
stetoskop, Pernafasan cuping hidung, Ketakutan dan diaforesis, Batuk produktif
dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang biasanya terjadi pada pagi hari,
Inspirasi ronkhi kasar dan whezzing, Sesak nafas. (JaapCATrappenburg,2008)

2
BAB II
PEMBAHASAN

Seorang pasien usia 55 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan sesak


napas disertai mengi dan batuk 2 hari ini. Menurut pasien sudah 3 tahun ini ia
sering mengalami batuk dan sesak napas. Hasil pemeriksaan auskultasi didapat
suara pernapasan ekspirasi memanjang disertai wheezing. Riwayat keluarga yang
menderita penyakit sesak napas (-). Riwayat merokok 2 bungkus/hari sejak pasien
masih muda dijumpai. Setelah dilakukan foto rontgen toraks kesan
emphysematous. Dokter yang memeriksa menganjurkan pasien menjalani tes
fungsi paru.
1. Klarifikasi Data

1. Emphysematous : Berkumpulnya udara secara patologis dalam jaringan


atau organ
2. Mengi/wheezing : Suara bersiul yang dibuat dalam bernapas

2. Problem List
1. Pasien usia 55 tahun, sesak napas + mengi + 2 hari batuk → 3 tahun
2. Auskultasi : wheezing
3. Merokok (+)
4. RPK sesak napas (-)
5. Rontgen : emphysematous
6. Tes fungsi paru
3. Problem Solution
a. Mengapa pasien mengalami sesak napas ?
b. Apa hubungan sesak napas dengan kebiasaan merokok?
c. Mengapa dilakukan foto toraks?
d. Mengapa bisa terjadi emphysematous pada foto toraks?
e. Mengapa dilakukan tes fungsi paru?
f. Mengapa terdengar wheezing pada pemeriksaan auskultasi?
g. Penyakit apa yang diderita oleh pasien?

3
h. Bagaimana gambaran emphysematous pada foto rontgen?
i. Adakah pemeriksaan penunjang lainnya?
j. Apakah kebiasaan merokok dapat memperberat keluhan?
k. Apa saja yang menyebabkan pasien mengalami keluhan?

Jawab :
1. Mungkin dikarenakan ada gangguan atau ketidaknormalan pada saluran
pernapasannya
2. Hubungan nya terletak pada asap rokok, dimana asap rokok ini
mengandung suatu zat-zat kimia berbahaya yang dapat merusak saluran
pernpasan
3. Untuk mendukung diagnosa, menegakkan diagnosa, dan mengukur tingkat
keparahan suatu penyakit yang dialami pasien
4. Karena terjadi penumpukan udara pada paru yang mengakibatkan
gambaran foto toraks menjadi emphysematous (hiperluscent)
5. - Mengukur volume paru
- Mengukur volume udara masuk dan keluar
- Mengukur kecepatan udara masuk dan keluar
- Mengukur perfusi oksigen COPD/PPOK
6. Karena adanya kelainan pada saluran pernafasan, terjadinya hambatan
pada jalan nafas pasien
7. Kemungkinan Asma atau PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
8. Berwarna hitam pekat
9. Ada, contoh nya uji faal paru
10. Dapat. Karena merokok biasanya juga termasuk factor pencetus timbulnya
penyakit pada paru
11. Udara dingin, debu, stress dll.

4. Learning Objective

4
1. Mengetahui, memahami dan menjelaskan definisi PPOK dan Asma
 PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) atau COPD (Chronic
Obstructive Pulmonary Disease) ditujukan untuk mengelompokkan
penyakit-penyakit yang mempunyai gejala berupa terhambat nya
arus udara pernafasan. Masalah yang menyebabkan terhambatnya
arus udara tersebut bias terletak pada saluran pernafasan maupun
pada parenkim paru.
 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive
Pulmonary Disease/COPD adalah suatu penyumbatan menetap pada
saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema atau bronkitis
kronis. PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh
hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif
nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis
kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
a. Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik
berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya
dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
b. Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran
rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan
dinding alveoli.
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik
juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita
asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak
reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK. (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia)
 Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel
dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap
stimulun tertentu (Smeltzer, 2006) Asma adalah obstruksi jalan nafas
yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami
inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001)

5
 Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang
melibatkan banyak sel dan Elemen nya. Inflamasi kronik
menyebabkan peningatan hiperesponsif jalan nafas yang
menimbulkan gejala epidosik berulang berupa sesak nafas, dada
terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari.
Epidosik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang
luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.
2. Mengetahui, memahami dan menjelaskan Etiologi dari PPOK dan Asma
Etiologi PPOK :
 Asap Rokok
Penyebab utama dari PPOK adalah asap rokok, baik karena dihisap
sendiri secara langsung (perokok aktif) maupun karena menghisap
asap rokok orang lain (perokok pasif). Asap rokok dapat menekan
sistem pertahan saluran napas, paralisis pada silia dan penurunan
aktivitas makrofag alveolus, dan produksi mukus yang berlebihan
sehingga terjadi obstruksi saluran napas.
 Polusi Udara
Berbagai macam debu, zat kimia, dan serta dalam lingkungan kerja
mempunyai pengaruh merugikan pada sistem pernapasan. Selain itu
hasil sampingan bahan bakar seperti minyak tanah, batu bara, kayu
bakar, dan diesel dapat menjadi faktor resiko PPOK.
 Infeksi Saluran Napas Bawah Berulang
 Status Sosial Ekonomi
Etiologi Asma :
 Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)
 Reaksi antigen-antibodi Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-
bulu binatang)
 Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
 Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasma
 Fisik : cuaca dingin, perubahan temperature
 Iritan : kimia

6
 Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
 Emosional : takut, cemas dan tegang
Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus (Suriadi,
2001) Mengetahui, memahami dan menjelaskan klasifikasi PPOK dan
Asma
Pada PPOK :
Berdasarkan gejala klinis & pemeriksaan faal paru, PPOK
diklasifikasikan ke dalam 4 stadium :
a. Stadium 1 : Ringan
Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering.
Padaderajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa fungsi paru
mengalami penurunan. Hasil spirometri menunjukkan VEP1/ KVP <
70% dan VEP1 ≥80% nilai prediksi.
b. Stadium 2 : Sedang
Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan
gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien
mulaimemeriksakan kesehatannya. Hasil spirometri menunjukkan
VEP1/ KVP <70% dan VEP1 50% - 80 % nilai prediksi.
c. Stadium 3 : Berat
Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan
seranganeksaserbasi semakin sering dan berdampak pada kualitas
hidup pasien. Hasil spirometri menunjukkan VEP1/ KVP < 70% dan
VEP1 30% - 50% nilai prediksi.
d. Stadium 4 : Sangat Berat
Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung
kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup
pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa. Hasil
spirometrimenunjukkan VEP1/ KVP < 70% dan VEP 1 < 30% nilai
prediksi atau VEP1 < 50% nilai prediksi disertai gagal napas kronik.

Pada Asma :

7
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan
menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang,
obat-obatan (antibiotic danaspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik
sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus
spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan
asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetusyang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkanoleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan
dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnyaserangan asma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan
faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya
juga bisaditurunkan.
2. Faktor presipitasia.

8
a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
 Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu,
bulu binatang,serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi)
 Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-
obatan)
 Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
(perhiasan, logam dan jam tangan)
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhiasma. Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinyaserangan asma. Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim, sepertimusim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arahangin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selainitu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul haru untuk menyelesaikan
masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka
gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
seranganasma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.
Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.
e. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukanaktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat
paling mudahmenimbulkan serangan asma. Serangan asma

9
karena aktifitas biasanya terjadisegera setelah selesai aktifitas
tersebut.
3. Mengetahui, memahami dan menjelaskan patofisiologi PPOK dan
Asma
Patofisiologi PPOK :
Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,
metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan
serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran
rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding
alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenis emfisema:
Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan
meluas ke perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering
akibat kebiasaan merokok lama
Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli
secara merata dan terbanyak pada paru bagian bawah
Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai
saluran napas distal, duktus dan sakus alveoler. Proses
terlokalisir di septa atau dekat pleura
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi
karena perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu :
inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi otot polos
penyebab utama obstruksi jalan napas.
Patofisiologi asma :
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus
yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda- benda asing di udara.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan
untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah
besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat
pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan

10
erat dengan brokhiolus dan bronchus kecil. Bila seseorang
menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast
dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang
merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan
edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus
yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos
bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sanga tmeningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama
ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan
dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus.
Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan
selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan
obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma
biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi
sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea.
Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat
meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan
udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
Pada Asma :
Gambaran asma secara klasik adalah episodik batuk, mengi
dansesak nafas. Pada periode awal gejala sering tidak jelas seperti
rasa berat di dada, dan pada asma tipe alergenik sering disertai
bersin-bersin dan pilek. Walaupun awalnya batuk tanpa sekret dalam
perjalanannya terjadi sekret yang berwarna mukoid sampai dengan
purulen. Pada sebagian penderita gejala klinis hanya batuk tanpa
disertai mengi atau dikenal dengan cough variant asthma bila hal ini
muncul maka konfirmasi dengan pemeriksaan spirometri dan

11
lakukan bronkodilator tes atau ujiprovokasi bronkus dengan
metakolin.Pada asma alergenik sering tidak jelas adanya hubungan
antara paparan alergen dengan gejala asma yang timbul. Terlebih
pada penderita yang memberikan respon terhadap pencetus non
alergenik sperti factor cuaca, asap rokok ataupun infeksi saluran
pernafasan atas.Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa
dijumpai adanya keluhan batuk, sesak, mengi dan rasa tidak enak
pada dada. Terdapat riwayat alergi dalam keluarga ataupun pada diri
penderita sendiri seperti rinitis alergi, dermatitis alergi. Gejala asma
sering timbul pada malam hari tetapi dapat muncul pada setiap
waktu tergantung pada ada tidak nya faktor pencetus.
Pada PPOK :
Klasifikasi Penyakit Gejala Spirometri

Ringan • Tidak ada gejala waktu istirahat atau bila VEP > 80% prediksi
eksersais VEP/KVP < 75%
• Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi
gejala ringan pada latihan sedang
(mis : berjalan cepat, naik tangga)
• Tidak ada gejala waktu istirahat tetapi
mulai terasa pada latihan / kerja ringan
(mis : berpakaian)

Sedang • Gejala ringan pada istirahat VEP 30 - 80%


prediksi VEP/KVP <
75%

Berat • Gejala sedang pada waktu istirahat VEP1<30% prediksi


• Gejala berat pada saat istirahat VEP1/KVP < 75%
• Tanda-tanda korpulmonal

12
Mengetahui, memahami dan menjelaskan pemeriksaan penunjang pada PPOK &
Asma
Pada PPOK :
a. Pemeriksaan rutin
- Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP) Obstruksi
ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75
%.
VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
a. Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
b. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -
20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP 1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml.
c. Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
- Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
- Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru
lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar

13
Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)
Pada bronkitis kronik :
Normal
Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1. Faal paru
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti
Paru Total (KPT)
VR/KRF, VR/KPT meningkat
DLCO menurun pada emfisema
Raw meningkat pada bronkitis kronik, Sgaw meningkat
Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
2. Uji latih kardiopulmoner
Sepeda statis (ergocycle)
Jentera (treadmill)
Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
3. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK
terdapat hipereaktiviti, bronkus derajat ringan
4. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral
(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama
2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan
minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru
setelah pemberian kortikosteroid
5. Analisis gas darah Terutama untuk menilai
Gagal napas kronik stabil
Gagal napas akut pada gagal napas kronik

14
6. Radiologi
a. CT Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema
atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
b. Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
7. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan
hipertrofi ventrikel kanan.
8. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
9. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik
yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama
eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
10. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada
usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
Pada Asma :
1. Evaluasi laboratorium
Eosinofilia pada darah dan sputum terjadi pada penderita asma. Eosinofilia
darah > 250-400sel/mm³. sputum penderita asma sangat kental, elastic, dan
keputih-putihan.
2. Skin prick test
Skin prick test digunakan untuk mengidentifikasi factor ekstrinsik.
Timbulnya urtikaria di sekitar tempat tusukan menunjukkan sensitivitas
alergen. Pajanan terhadap alergen yang teridentifikasi harus segera
diminimalkan.
3. Tes faal paru
Bemanfaat dalm mengevaluasi anak yang diduga menderita asma. Pada
mereka yang diketahui menderita asma, tes faal paru berguna dalam menilai

15
tingkat penyumbatan jalan nafas, dan gangguan pertukaran gas. Penilaian
fungsi paru pada asma paling bermanfaat bila dibuat sebelum dan sesudah
diberikan aerosol bronkodilator. Kenaikan PFR atau FEV1, sekurang-
kurangnya 10% sesudah terapi aerosol, sangat memberi kesan asma. Kriteria
obstruksi terpenuhi bila ratio FEV1/FVC < 70%. Obstruksi sedang : FEV 1
40- 60%, dan berat : FEV1 < 40%.
- Rontgen thoraksRontgen digunakan untuk mengesampingkan kemungkinan
diagnosis lainnya ataupunkomplikasi, seperti atelektasis atau
pneumonia.Pada asma akan didapatkan gambaran paru yang lebih lucent
akibat gangguan ekspirasi sehingga banyak udara tertinggal di paru. Selain
itu, bertambahnya volume udara di paru juga menyebabkan diafragma
terdorong ke bawah, sehingga jantung terlihat seperti menggantung (tear
drops).
- Penentuan gas dan pH darah arterial
Penting dalam evaluasi penderita asma selama masa eksaserbasi yang
memerlukan perawatan di rumah sakit. Selama masa perbaikan (remisi),
tekanan parsial O2 (PO2), tekanan parsial karbondioksida (PCO2), dan pH
mungkin normal.
Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan
asma yang beratatau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara
terhadap pengobatan yang lazimdiberikan. Refrakter adalah tidak adanya
perbaikan atau perbaikan yang sifatnya hanyasingkat, dengan waktu
pengamatan antara satu sampai dua jam.
- Gambaran klinis status asmatikus
Penderita tampak sakit berat dan sianosis.
Sesak nafas, bicara terputus-putus.
Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab
penderita sudah jatuh dalam dehidrasi berat.
Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik,
tetapi lambat laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas,
gelisah kemudian jatuh ke dalam koma.
- Mengetahui, memahami dan menjelaskan penatalaksanaan PPOK dan Asma

16
Pada PPOK :
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
a. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Yaitu
menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan
fungsi paru. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan
pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan
aktivitas. Penyesuaian aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian
edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan,
lingkungan sosial, kultural dan kondisiekonomi penderita. Secara umum
bahan edukasi yang harus diberikan adalah:
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktivitas.
b. Obat – obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator
dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ).
Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan
pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan
pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang
( long acting ).
b. Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali
perhari ).
- Golongan agonis beta – 2

17
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang
berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana
dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa
atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan
bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar
aminofilin darah.
c. Anti inflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih
golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi
jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan
minimal 250 mg. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma di
Indonesia
d. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat sefalosporin kuinolon
makrolid baru Perawatan di Rumah Sakit : dapat dipilih
- Amoksilin dan klavulanat

18
- Sefalosporin generasi II & III injeksi
- Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas
- Aminoglikose per injeksi
- Kuinolon per injeks
- Sefalosporin generasi IV per injeksi
e. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,
digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
f. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK
bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
g. Antitusif
Diberikan dengan hati – hati
c. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ
lainnya.
d. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK
derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di
rumah sakit di ruang ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik dapat dilakukan
dengan cara :
- Ventilasi mekanik dengan intubasi
- Ventilasi mekanik tanpa intubasi

19
e. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi
dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah
f. Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke
dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan
pengobatan optimal yang disertai :
 Simptom pernapasan berat
 Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
 Kualiti hidup yang menurun
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu
tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan
psikolog.
Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis,
psikososial dan latihan pernapasan.

Pada Asma :
Obat pengontrol membantu meminimalkan peradangan yang menyebabkan
serangan asma akut.
 Beta agonis kerja panjang:
Obat kelas ini secara kimia berhubungan dengan adrenalin, hormon
yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Beta agonis kerja panjang untuk
inhalasi bekerja untuk menjaga saluran pernapasan terbuka selama 12 jam
atau lebih. Obat asma ini mengendurkan otot-otot saluran pernapasan,
melebarkan saluran dan mengurangi resistensi terhadap aliran udara yang
dihembuskan, sehingga lebih mudah untuk bernapas. Mereka juga dapat
membantu untuk mengurangi peradangan, tetapi obat asma ini tidak
berpengaruh pada penyebab yang mendasari serangan asma. Efek samping

20
obat asma ini termasuk detak jantung yang lebih cepat dan kegoyahan.
Formoterol , Salmeterol , Arformoterol adalah obat asma beta agonis kerja
panjang.
 Kortikosteroid inhalasi adalah obat utama untuk obat pengontrol asma.
Steroid hirup ini bertindak lokal dengan berkonsentrasi pada efek langsung
dalam saluran pernapasan, dengan efek samping yang sangat sedikit di luar
paru-paru. Ciclesonide , Beclomethasone , Fluticasone , Budesonide ,
Mometasone , Triamcinolone , Flunisolide , adalah obat asma kortikosteroid
yang dihirup.
 Inhibitor leukotriene adalah kelompok lain obat pengontrol asma.
Leukotrien adalah zat kimia kuat yang menyebabkan respon inflamasi yang
terlihat selama serangan asma akut. Dengan menghalangi bahan kimia ini,
inhibitor leukotriene mengurangi peradangan. Inhibitor leukotriene
dianggap sebagai lini kedua pertahanan terhadap asma dan biasanya
digunakan untuk asma yang tidak memerlukan kortikosteroid oral. Zileuton,
zafirkulast dan montelukast adalah contoh inhibitor leukotriene.
 Methylxanthine adalah kelompok lain obat pengontrol yang berguna dalam
pengobatan asma. Kelompok obat asma ini secara kimiawi berkaitan dengan
kafein. Methylxanthine bekerja sebagai bronkodilator kerja panjang, dahulu
obat asma ini umum digunakan untuk mengobati asma. Saat ini, karena efek
samping yang signifikan seperti kafein, obat asma sering digunkaan untk
pengobatan asma rutin. Teofilin dan aminofilin adalah contoh obat asma
golongan methylxanthine.
 Obat asma lain adalah Natrium kromolin yang dapat mencegah pelepasan
bahan kimia yang menyebabkan peradangan pada asma. Obat asma ini
terutama bermanfaat bagi orang yang mengalami serangan asma akibat
respon penyebab alergi. Bila diminum secara teratur sebelum terkena
allergen, natrium kromolin dapat mencegah perkembangan serangan asma.
Namun, obat asma ini tidak ada gunanya setelah serangan asma tercetus.
 Omalizumab adalah kelas baru obat asma yang bekerja dalam system
kekebalan tubuh. Penderita asma yang memiliki kadar immunoglobulin E
(Ig E) tinggi, sebuah antibody alergi, obat ini diberikan melalui suntikan

21
yang dapat membantu gejala yang sulit dikontrol. Obat asma ini
menghambat pengikatan IgE pada sel-sel yang melepaskan bahan kimia
yang memperburuk gejala asma. Pengikatan ini mencegah pelepasan
mediator ini, sehingga membantu dalam mengendalikan penyakit.
Obat penyelamat digunakan setelah serangan asma telah terjadi. Obat
asma ini tidak menggantikan obat pengontrol asma. Jangan hentikan obat
pengontrol asma selama serangan asma.
Obat Agonis beta kerja cepat adalah obat penyelamat yang paling sering
digunakan. Beta agonis kerja cepat bekerja cepat, dalam beberapa menit,
untuk membuka saluran pernapasan, dan memberi efek biasanya selama
empat jam. Salbutamol Sulfat adalah obat asma kerja cepat yang paling
sering digunakan dari golongan obat agonis beta.
Antikolinergik adalah golongan lain obat asma yang berguna sebagai
obat penyelamat selama serangan asma. Obat antikolinergik inhalasi
membuka saluran pernapasan, mirip dengan aksi agonis beta. Antikolinergik
mempunyai efek sedikit di bawah agonis beta, tetapi efeknya berlangsung
lebih lama daripada agonis beta. Obat antikolinergik sering digunakan
bersama dengan obat agonis beta untuk menghasilkan efek yang lebih besar
daripada efek tunggalnya. Ipratropium bromide dalah obat antikolinergik
inhalasi saat ini yang digunakan sebagai obat asma penyelamat.
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala,
gejala ringan hingga berat.

Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
A. Gambaran klinis
 Anamnesis
 Keluhan
 Riwayat penyakit
 Faktor predisposisi
 Pemeriksaan fisik

22
B. Diagnosis Banding
 Anamnesis
 Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
 Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
 Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
 Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan
lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan
asap rokok dan polusi udara
 Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
 Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
 Pemeriksaan fisis
a. Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
jugularis di leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
b. Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
c. Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
d. Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
pada ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang

23
- bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed lips breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis
sentral dan perifer
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu
dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai
mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi
sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2
yang terjadi pada gagal napas kronik.
C. Diagnosis Banding
 Asma
 SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)
Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita
pascatu berculosis dengan lesi paru yang minimal.
 Pneumotoraks
 Gagal jantung kronik
 Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis,
destroyed lung.

24
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Asma bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif
intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode
bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. Berdasarkan
penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
Ekstrinsik (alergik), Intrinsik (non alergik) ,Asma gabungan.
Dan ada beberapa hal yang merupakan faktor penyebab timbulnya serangan
asma bronkhial yaitu : faktor predisposisi(genetic), faktor presipitasi(alergen,
perubahan cuaca, stress, lingkungan kerja, olahraga/ aktifitas jasmani yang berat).
Pencegahan serangan asma dapat dilakukan dengan :
a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
b. Menghindari kelelahan
c. Menghindari stress psikis
d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
e. Olahraga renang, senam asma

25
DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W. A. N. 2007. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Terjemahan H.


Hartanto, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Guyton, A. C., J. E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Terjemahan Irawati, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Braunwald, J. D. Wilson, J. B. Martin, A. S. Fauci, D. L. Kasper. 2007. Harrison,


Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 13. Volume 3. Terjemahan
Asdie, A. H., et. al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Djojodibroto, R. Darmonto. 2012. Respirologi (Respiratoty Medicine). Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

R. S. Cortran, dan S. L. Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2.


Terjemahan B. U. Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Glassock, R.J, dan Brenner, B.M., 2000. Penyakit Paruobstrukrif Kronik, dalam
Ahmad H.

Asdie. Editor bahasaIndonesia, Harison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.


Edisi13. Jakarta. Penerbit: Buku Kedokteran EGC.

Swierzewski, SJ. 2007. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. (online)


http://www.pulmonologychannel.com/PPOK/complication.shtml Diakses 10
Mei 2012

GOLD. Global Strategy for the Diagnosis, Management, andPrevention of


Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA:2007
http://www.goldcopd.com/Guidelineitem.asp Diakses 10 Mei 2012

26

Anda mungkin juga menyukai