Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH TENTANG FARMAKOTERAPI II

“ASMA AKUT”

Disusun oleh :

Kelompok A

Risma Sindi AntikaSari (190500247)


Sabilah Nurul Hidayah (190500248)
Safridjal Nara Pratama (190500249)
Santika Wulandari (190500250)
Selly Utami (190500251)

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMA ATA
YOGYAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ilmiah tentang “ASMA AKUT”

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “ASMA AKUT” ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Yogyakarta, Februari 2021

Penulis
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan
perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat
yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di
masyarakat adalah penyakit asma. Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang
tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak
menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya.
Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita
harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan.
Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh
penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu
lebih lama, sering menjadi problem tersendiri.
Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter
sebagai pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita
asma, harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan
adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada
penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana
sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu menghadapi serangan, dan
bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan asma. Dalam tiga puluh tahun
terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan penyakit) asma terutama di negara-
negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang,
atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis
selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara
maju. Beban global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma
meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di
sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan
kematian. (Muchid.dkk,2007)
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di
berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986
menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas)
bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma,
bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke- 4 di Indonesia atau
sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000,
dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak
usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of
Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala
asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai
gejala klasik.

Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan Penyakit Asma ?
2) Apa penyebab terjadinya Asma ?
3) Bagaimana patofisiologi asma akut ?
4) Bagaimana klasifikasi penyakit Asma?
5) Bagaimana cara mengetahui Diagnosis Penyakit Asma ?
6) Mengetahui Efek Terapi Obat Asma ?

Tujuan
1) Agar mengetahui penyakit asma
2) Agar mengaetahui penyebab terjadinya asma
3) Mampu mengetahui patofisiologi asma akut
4) Agar mengetahui klasifikasi Asma
5) Mampu mengetahui Diagnosis Penyakit Asma
6) Mampu mengetahui efek terapi obat asma
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan
oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils, dan T-
lymphocytes terhadap stimuli tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, whizzing,
dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara
episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2001).
Menurut Prasetyo (2010) Asma, bengek atau mengi adalah beberapa nama
yang biasa kita pakai kepada pasien yang menderita penyakit asma. Asma bukan
penyakit menular, tetapi faktor keturunan (genetic) sangat punya peranan besar di
sini.Saluran pernafasan penderita asma sangat sensitif dan memberikan respon yang
sangat berlebihan jika mengalami rangsangan atau ganguan. Saluran pernafasan
tersebut bereaksi dengan cara menyempit dan menghalangi udara yang masuk.
Penyempitan atau hambatan ini bisa mengakibatkan salah satu atau gabungan dari
berbagai gejala mulai dari batuk, sesak, nafas pendek, tersengal-sengal, hingga nafas
yang berbunyi ”ngik-ngik” (Hadibroto et al, 2006).

Penyebab Terjadinya Asma


Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma, yaitu:
1. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan mengencang atau menyempitnya
saluran pernafasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan
peradangan. Banyak kalangan kedokteran yang menganggap pemicu dan
bronkokonstriksi adalah gangguan pernafasan akut, yang belum berarti asma,
tapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik. Gejala-gejala
bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika,
berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu
singkat. Namun saluran pernafasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu,
apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang
mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk stimulus sehari-hari seperti:
perubahan cuaca dan suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran
pernafasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
2. Penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan (inflammation) pada
saluran pernafasan. Penyebab asma (inducer) bisa menyebabkan peradangan
(inflammation) dan sekaligushiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari
saluran pernafasan. Oleh kebanyakan kalangan kedokteran, inducer dianggap
sebagai penyebab asma sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab
asma (inducer) dengan demikian mengakibatkan gejala-gejala yang umumnya
berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi, dibanding gangguan
pernafasan yang diakibatkan oleh pemicu (trigger). Umumnya penyebab asma
(inducer) adalahalergen, yang tampil dalam bentuk: ingestan, inhalan, dan
kontak dengan kulit. Ingestan yang utama ialah makanan dan obat-obatan.
Sedangkan alergen inhalan yang utama adalah tepung sari (serbuk) bunga,
tungau, serpih dan kotoran binatang, serta jamur.

Patofisiologi Asma
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Karakteristik utama asma
yaitu obstruksi aliran udara (terkait dengan bronkospasme, edema dan hipersekresi),
BHR, dan peradangan saluran nafas. Peradangan muncul dari BHR spesifik,
bronchoalveolar lavage, biopsies bronkial dan induksi dahak, serta dari pengamatan
postmortem pasien asma yang meninggal karena serangan asma atau penyebab lain.

Gambar 1. Patofisiologi asma

Gambar di atas menunjukkan patologi dalam bronkus asma dibandingkan bronkus


normal (kanan atas). Setiap bagian menunjukkan bagaimana lumen yang menyempit
yaitu hipertrofi dari bagian bawah, membrane, lender plugging, hipertrofi otot polos
dan penyempitan kontribusi (bagian bawah). Sel-sel inflamasi menyebar,
memproduksi submukosa edema epitel, mengisi lumen saluran nafas dengan selular
dan memperlihatkan otot polos saluran nafas untuk mediator lainnya (kiri atas)
(Dipiro, 2008).
Klasifikasi Asma
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi
pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma
semakin tinggi tingkat pengobatan.
Table 1. klasifikasi derajat berat asma berdasarkan berat penyakit

Diagnosis Asma
Diagnosis asma adalah berdasarkan gejala yang bersifat episodik, pemeriksaan
fisiknya dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar bunyi mengi pada
pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi,
karena pasien sudah lelah untuk bernapas). Dan yang cukup penting adalah
pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan spirometri. Spirometri adalah
mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada kemampuan pasien
sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan kooperasi pasien. Untuk
mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa.
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai prediksi atau rasio
VEP1/KVP < 75% (Depkes, 2007).
Penanda utama untuk mendiagnosis adanya asma antara lain :
1. Mengi pada saat menghirup nafas.
2. Riwayat batuk yang memburuk pada malam hari, dada sesak yang
terjadiberulang dan nafas tersenggal-senggal.
3. Hambatan pernafasan yang reversible secara bervariasi selama siang hari.
4. Adanya peningkatan gejala pada saat olahraga, infeksi virus, eksposur
terhadapallergen dan perubahan musim.
5. Terbangun malam-malam dengan gejala seperti di atas.

Terapi
Asma merupakan penyakit kronis, sehingga membutuhkan pengobatan yang
perlu dilakukan secara teratur untuk mencegah kekambuhan. Berdasarkan
penggunaannya, maka obat asma terbagi dalam dua golongan yaitu pengobatan
jangka panjang untuk mengontrol gejala asma dan pengobatan cepat (quick relief
medication) untuk mengatasi serangan akut asma. Beberapa obat yang digunakan
untuk pengobatan
jangka panjang antara lain inhalasi steroid, β2 agonis aksi panjang, sodium
kromoglikat atau kromolin, nedokromil, modifier leukotrien dan golongan metil
ksantin. Sedangkan untuk pengobatan cepat sering digunakan suatu bronkodilator (β2
agonis aksi cepat, antikolinergik, metilksantin) dan kortikosteroid oral
(sistemik).obat-obat asma dapat dijumpai dalam bentuk oral, larutan nebulizer, dan
metered-dose inhaler (Ikawati, 2006). Terapi non-farmakologi meliputi 2 komponen
utama yaitu edukasi pada pasien atau yang merawat mengenai berbagai hal tentang
asma dan control terhadap faktor- faktor pemicu serangan. Berbagai pemicu serangan
antara lain debu, polusi, merokok, olahraga, perubahan temperature secara ekstrim,
dll. Termasuk penyakit-penyakit yang sering mempengaruhi kejadia asma seperti
rhinitis, sinusitis, gastro esophageal refluks disease (GERD), dan infeksi virus
(Ikawati, 2006).
Prosedur yang dilakukan untuk mengatasi kegawatan dalam asma
dibagi menjadi :
1. Pemberian oksigen, baik melalui kanula maupun melalui masker dengan
kecepatan yang disesuaikan dengan tingkat intensitas asma. Biasanya
dibutuhkan antara 1-15 liter per menit tergantung PaO2.
2. Pemberian bronkodilator Pemberian ini dibagi dalam 2 tahap yaitu 250 mg
aminofilin dalam bentuk bolus dalam glukosa 40%, kemudia dilanjutkan
dengan pemberian dosis pemeliharaan per infus 250 mg.
3. Kortikosteroid
Dosis kortikosteroid bervariasi, tetapi sebagai pegangan dapat diberikan
hidrokortison 4mg/kg BB/jam, dapat pula diberikan mukolitik dan .
4. Bila pengeluaran cairan tinggi atau terjadi dehidrasi maka dapat dikontrol
dengan pemberian cairan. (Rab, 2000)
Macam-macam obat golongan kortikosteroid yang sering digunakan
dalam terapi asma adalah sebagai berikut :
a) Deksametason
Indikasi deksametason adalah terapi pemeliharaan dan profilaksis asma. Dosis
yang digunakan untuk dewasa : 0,75 - 9 mg dalam 2 – 4 dosis terbagi dan
untuk anak – anak : 0,024 – 0,34 mg/kg berat badan dalam 4 dosis terbagi
(Depkes, 2007)

b) Metil Prednisolon
Indikasi metil prednisolon adalah terapi pemeliharaan dan profilaksis asma. Dosis
yang digunakan untuk dewasa : 2 – 60 mg dalam 4 dosis terbagi dan untuk
anakanak
: 0,117 – 1,60 mg/kg berat badan setiap hari dalam 4 dosis terbagi (Depkes, 2007).
c) Prednison
Indikasi prednison adalah terapi pemeliharaan dan profilaksis asma. Dosis
yang digunakan untuk dewasa : 5 – 60 mgdalam 2 – 4 dosis terbagi dan untuk
anakanak : 0,14 – 2 mg/kg berat badan setiap hari dalam 4 dosis terbagi
(Depkes, 2007).
d) Triamsinolon
Indikasi triamsinolon adalah terapi pemeliharaan dan profilaksis asma. Dosis
yang digunakan untuk dewasa : 2 inhalasi (kira-kira 200 mcg), 3 sampai 4
kali sehari atau 4 inhalasi (400 mcg) dua kali sehari. Dosis harian maksimum
adalah 16 inhalasi (1600 mcg). Dosis untuk anak-anak 6-12 tahun : Dosis
umum
adalah 1-2 inhalasi (100-200 mcg), 3 sampai 4 kali sehari atau 2-4 inhalasi
(200-400 mcg) dua kali sehari. Dosis harian maksimum adalah 12 inhalasi
(1200 mcg) (Depkes,2007).
BAB III
KASUS

An. Handy (12 th), tiba-tiba saja mengalami batuk-batuk yang kerap disertai sesak nafas
setelah bermain sepak bola bersama teman-temannya sampai menjelang magrib ketika libur
di rumah neneknya. Ia segera dibawa ke Puskesmas terdekat dan mendapat obat. Pada saat
pemeriksaan, dia nampak kelelahan dengan pernafasan yang cepat serta takikardi (140/menit)
dan bunyi mengi yang terdengar jelas. Pagi harinya, neneknya membawanya ke RS untuk
pemeriksaan lebih lanjut. Skin test menunjukkan bahwa dia alergi beberapa macam allergen.
Selain itu, neneknya menceritakan bahwa dia juga punya riwayat rhinitis alergi dan pernah
mengalami operasi pengambilan tonsil ketika ia berumur 5 tahun.
Pengembangan Kasus :
Rhinitis alergi diderita Handy sejak usia 3 tahun, keadaan rhinitis inilah yang memicu
tonsillitis. Rhinitis yang diderita termasuk rhinitis karena alergi debu.
Asma yang muncul dipicu oleh olahraga. Asma yang diderita Handy termasuk asma serangan
akut. Setelah dibawa ke puskesmas, Handy mendapat oksigen dan salbutamol inhaler 2-4 puff
dengan MDI interval 20 menit, namun malam ketika tidur nafasnya kembali mengi.
Diagnosa : Serangan asma akut
Riwayat obat : Obat rhinitis dahulu :Klorfeniramin Maleat (CTM) selama 1 bulan
Hasil pemeriksaan di Rumah Sakit :
- FEV1 : 70 %
-
FEV1/FVC : 85 %
-
HR : 120 x/menit
-
RR : 40 x/menit
- TD : 120 / 80 mmHg
- Suhu : 36,80C
-
O2 saturasi % : 80 %
KESIMPULAN

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan


oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils, dan T-
lymphocytes terhadap stimuli tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea,
whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan
terjadi secara episodik berulang.
Penanda utama untuk mendiagnosis adanya asma antara lain :
1. Mengi pada saat menghirup nafas.
2. Riwayat batuk yang memburuk pada malam hari, dada sesak yang
terjadiberulang dan nafas tersenggal-senggal.
3. Hambatan pernafasan yang reversible secara bervariasi selama siang hari.
4. Adanya peningkatan gejala pada saat olahraga, infeksi virus, eksposur
terhadapallergen dan perubahan musim.
5. Terbangun malam-malam dengan gejala seperti di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Muchid, Abdul. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8.
Jakarta : EGC
Hadibroto. 2006. Asma. Jakarta: Gramedia.
Dipiro, J. T., Dipiro, C.V., Wells, B.G., & Scwinghammer, T.L. 2008.
Pharmacoteraphy Handbook Seventh Edition. USA : McGraw-Hill Company.
Depkes RI. 2007. Keputusan Mentri Kesehatan RI No: 900/MENKES/VII/2007.
Konsep Asuhan Kebidanan.Jakarta
Ikawati, Z., 2006, Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernapasan, hal 43-50,
Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.
Rab, T. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai