Anda di halaman 1dari 68

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA

BRONKHIAL DENGAN BATUK EFEKTIF DAN POSTURAL


DRAINAGE DI RUANG IGD RS YARSI PONTIANAK

Oleh
Kelompok IV
Dayantri
Dwi Anggreani
Nurlaila
Rina Maretno
Setcyo Aswendo Hari Agusta
Wawan Setiawan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM
PRODI NERS KEPERAWATAN
PONTIANAK 2020/2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan yang banyak dijumpai pada
anak-anak maupun dewasa. Menurut global initiative for asthma (GINA) tahun 2015, asma
didefinisikan sebagai “ suatu penyakit yang heterogen, yang dikarakteristik oleh adanya
inflamasi kronis pada saluran pernafasan. Hal ini ditentukan oleh adanya riwayat gejala
gangguan pernafasan seperti mengi, nafas terengahengah, dada terasa berat/tertekan, dan
batuk, yang bervariasi waktu dan intensitasnya, diikuti dengan keterbatasan aliran udara
ekspirasi yang bervariasi”, (Kementrian Kesehatan RI, 2017).
Asma adalah penyakit gangguan pernapasan yang dapat menyerang anak-anak
hingga orang dewasa. Menurut para ahli, prevalensi asma akan terus meningkat. Sekitar 100 -
150 juta penduduk duniaterserang asma dengan penambahan 180.000 setiaptahunnya.
(Dharmayanti & Hapsari, 2015).
Angka kejadian asma bervariasi diberbagai negara, tetapi terlihat kecendrungan
bahwa penderita penyakit ini meningkat jumlahnya, meskipun belakang ini obat-obatan asma
banyak dikembangkan. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam world health
report 2000 menyebutkan, lima penyakit paru utama merupakan 17,4 % dari seluruh kematian
di dunia, masing-masing terdiri dari infeksi paru 7,2 %, PPOK (Penyakit Paru Obstruksi
Kronis) 4,8%, Tuberkulosis 3,0%, kanker paru/trakea/bronkus 2,1 %. Dan asma 0,3%.
(Infodatin, 2017) 14 Saat ini penyakit asma masih menunjukkan prevalensi yang tinggi.
Berdasarkan data dari WHO (2002) dan GINA (2011), di seluruh dunia diperkirakan terdapat
300 juta orang menderita asma dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien asma mencapai
400 juta. Jumlah ini dapat saja lebih besar mengingat asma merupakan penyakit yang
underdiagnosed. Buruknya kualitas udara dan berubahnya pola hidup masyarakat
diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya penderita asma. Data dari berbagai negara
menunjukkan bahwa prevalensi penyakit asma berkisar antara 1-18% (Infodatin, 2017).
Prevalensi asma di Indonesia menurut data Survei Kesehatan Rumah Tangga sebesar
4%. Sedangkan berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2017, prevalensi asma
untuk seluruh kelompok usia sebesar 3,5% dengan prevalensi penderita asma pada anak usia 1
- 4 tahun sebesar 2,4% dan usia 5 - 14 tahun sebesar 2,0%.(Infodatin, 2017).
Dampak yang akan terjadi jika terjadi penyakit asma broncial tidak ditangani dengan
tepat, dimana lingkungan memiliki peran dalam memicu kekambuhan asma. Selain itu ada
faktor lain yang dapat meningkatkan keparahan asma. Beberapa diantaranya adalah rinitis
yang tidak diobati atau sinusitis, gangguan refluks gastroesofagal, sensitivitas terhadap
aspirin, pemaparan terhadap senyawa sulfit atau obat golongan beta bloker, dan influenza,
faktor mekanik, dan faktor psikis (Stress) (Zullies, 2016).
Upaya yang dilakukan dalam menurunkan angka kejadian asma dengan menjaga
kebersihan rumah dan lingkungan, hindari merokok dan asap rokok serta asap
korbondiaksoda, hindari binatang yang mempunyai bulu yang halus dan menjaga pola makan
agar tidak terjadinya obesitas, karena obesitas juga merupakan faktor resiko terjadinya asma
pada individu.
Peran perawat untuk merawat pasien dengan Asma adalah melalui pendekatan proses
keperawatan. Asuhan keperawatan yang diberikan melalui pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan. Perawat juga
perlu memberikan dukungan dan motivasi kepada pasien dan keluarga untuk tetap menjaga
kesehatan, menyarankan kepada pasien dan keluarga agar tetap tabah, sabar, dan berdoa agar
diberikan kesembuhan, serta keluarga dapat merawat pasien dirumah dengan mengikuti
semua anjuran dokter dan perawat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan data di atas, maka perumusan masalah di atas adalah bagaimana
gambaran analisis pelaksanaan asuhan keperawatan pada psien asma dengan batuk efektif di
ruang IGD RS Yarsi Pontianak.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Melakukan analisis terhadap kasus kelolaan dengan klien Asma Bronkial dengan Batuk
efektif di ruang IGD RS Yarsi Pontianak.
2. Tujuan khusus
a. Menganalisis kasus kelolaan dengan diagnosa medis Asma bronkhial.
b. Menganalisis intervensi teknik relaksasi batuk efektif yang diterapkan dalam mengatasi
sesak nafas pada klien kelolaan dengan diagnosa medis Asma Bronkhial
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Penelitian Bagi Pasien Dapat menambah pengetahuan pasien tentang tindakan
mandiri yang dapat dilakukan secara kontinyu dalam mengatasi sesak nafas yang diderita
dengan batuk efektif.
2. Manfaat Penelitian Bagi Perawat dan Tenaga Kesehatan Dapat menjadi rujukan ilmu
dalam menerapkan intervensi mandiri perawat dengan tindakan inovasi baru yaitu batuk
efektif.
3. Manfaat Penelitian Bagi Penulis Dapat menambah pengetahuan tentang pasien pernafasan
serta sebagai dasar pengembangan dalam menerapkan intervensi mandiri pada pasien
dengan teknik nonfarmakologi yaitu dengan batuk efektif.
4. Manfaat Penelitian Bagi Dunia Keperawatan Bermanfaat bagi pengembangan ilmu
keperawatan dan sebagai bahan referensi dalam meningkatkan ilmu keperawatan yang
bebasis pada intervensi mandiri yaitu dengan batuk efektif
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor
risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi
bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini
bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi
umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa
pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).
Asma adalah suatau keadan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hivesensivitas terhadap rangsangan tertenu, yang menyebabkan peradanagan, penyempitan ini
bersifat berulang dan di antara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan
ventilasi yang lebih normal. Penderita Asma Bronkial, hipersensensitif dan hiperaktif
terhadap rangasangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain
penyebab alergi. Gejala kemunculan sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa dtang
secara tiba-tiba jika tidak dapat mendapatkan pertolongan secepatnya, resiko kematian bisa
datang. Gangguan asma bronkial juga bias muncul lantaran adanya radang yang
mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat
berkerutnya otot polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lender, dan pembentukan
timbunan lendir yang berlebihan (Somarti, 2012).
Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan
bronkus yang berulang namun revesibel, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut
terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini pada orang-orang yang rentang
terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan yang menandakan suatu keadaan
hiperaktivitas bronkus yang khas (Solmon, 2015).
B. Klasifikasi
Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
1. Asma bronkhiale
Asma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang
berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang
mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya
dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan
2. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional status asmatikus
merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis
umum bronkodilator (Depkes RI, 2007). Status Asmatikus yang dialami penderita asma
dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika
bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi),
pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan
kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka
suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan
3. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
Klasifikasi asma yaitu (Purnomo 2008)
1. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi
penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang
sehat.
2. Asma intrinsic
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari
allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk seperti
klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
C. Etiologi
Menurut berbagai penelitian patologi dan etiologi asma belum diketahui dengan pasti
penyebababnya, akan tetapi hanya menunjukan dasar gejala asma yaitu inflamasi dan respon
saluran nafas yang berlebihan ditandai dengan dengan adanya kalor (panas karena
vasodilatasi), tumor (esudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena rangsagan sensori),
dan function laesa fungsi yang terganggu. Sebagai pemicu timbulnya serangan dapat berupa
infeksi (infeksi virus RSV), iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan (debu,
kapuk, tunggau, sisa serangga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau asap, uap cat), makanan
(putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji- bijian, tomat), obat (aspirin), kegiatan fisik
(olahraga berat, kecapaian, tertawa terbahak-bahak), dan emosi (Sudoyo, 2015).
D. Patofisiologi
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit T
dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE dengan sel mast.
Sebagian besar allergen yang mencetus asma bersifat airborne dan agar dapat menginduksi
keadaan sensitivitas, allergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk periode
waktu terentu. Akan tetapi, sekali sensitivitasi telah terjadi, klien akan memperlihatkan respon
yang sangan baik, sehingga sejumlah kecil allergen yang mengganggu sudah dapat
menghasilkan eksaserbasi penyakit yang jelas (Nurarif & Kusuma, 2015).
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asma adalah
aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis, beta- adrenergik, dan bahan sulfat. Sindrom
pernafasan sensitif-aspirin khususnya terjadi pada orang dewasa, walaupun keadaan ini juga
dapat dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis vasomotor
perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal. Baru kemudian
muncul asma progresif. Klien yang sensitive terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan
pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani terapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk
terhadap agen anti-inflamasi non-steroid. Mekanisme yang menyebabkan bronkospasme
karena penggunaan aspirin dan obat lain tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan
pemebentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin (Solomon, 2015).
Antagons ᵝ-adenergik biasanya menyebabkan obtruksi jalan napas pada klien asma,
halnya dengan klien lain. Dapat menyebabkan peningkatan reaktivitas jalan nafas dan hal
tersebut harus dihindari. Obat sulfat, seperti kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit,
natrium sulfit dan sulfat klorida, yang secara luas dignakan dalam industri makanan dan
farmasi sebagai agen sanitasi serta pengawet dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas akut
pada klien yang sensitive. Pajanan biasanya terjadi setelah menelan makanan atau cairan yang
mengandung senyawa ini, seperti salad, buah segar, kentang, karang, dan anggur (Somarti,
2012).
Pencetus-pencetus serangan diatas ditambah dengan pencetus lainnya dari internal
klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibody. Reaksi antigen antibody ini
akan mengeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh
dalam menghadapi serangan. Zat yang dikeluarkan dapat berupa histamine, bradikinin, dan
anafilaktoksin. Hasil ini dari reaksi tersebut adalah timbulnya tiga gejala, yaitu
berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan peningkatan sekret mukus
(Nurarif & Kusuma, 2015).
E. Pathway
Factor pencetus serangan

Factor ekstrinsik Campuran Factor intrinsik

Polusi
Inhalasi allergen (debu, serbuk-serbuk dan bulu udara: CO, asap rokok Emosional: takut, cemas, stress
binatang
Fisik: cuaca dingin, perubahan temperature Infeksi:parainfluenzavirus,pneumo
mycoplasmal Iritan: kimia
Aktifitas yang berlebihan

Rekasi antigen & antibodi

Antigen merangsang IgE di sel mast, maka terjadi reaksi antigen-anti body

Proses pelepasan produk-produk selmast (mediator kimiawi): histamine, bradikinin, prostaglandin, an

Mempengaruhi otot polos dan kelenjar pada jalan nafas

Kontraksi otot polos

Spasme otot bronkus Sekresi mukus

Dyspnea Rangsangan batuk

Kelelahan otot intercostae Asma


Bersihan jalan nafas tidak
efektif

Tubuh melemah Suplay O2

Intoleran aktivitas Gangguan pertukaran gas


F. Menifestasi klinis
Menurut Padila. (2013), manifestasi klinis yang dapat ditemui pada pasien asma
diantaranya:
1. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a. Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek
b. Ronchi basah halus pada serangan kadua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
c. Wheezing belum ada
d. Belum ada kelainan bentuk thorak
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE
f. BGA belum patologis
Faktor spasme bronchiaolus dan edema yang lebih dominan
a. Timbul sesak nafas dengan atau tanpa sputum
b. Wheezing
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d. Penurunan tekanan parsial O2

2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak napas berat dan dada seolah-olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
d. Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus
g. Sianosis
h. BGA Pa kurang dari 80%
i. Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada Ro paru
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena
hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa,
sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram
penting untuk melibat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji
resistensi terhadap beberapa antibiotik (Muttaqin, 2010).
b. Pemeriksaan darah
1) Analisa gas darah pada umumnya normal tetapi dapat terjadi hipoksemia,
hipercapnia atau sianosis
2) Kadang pada darah terdapat peningkatan SGOT dan LDH
3) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang di atas 15.000/mm3 yang menandakan
adaya infeksi
4) Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan Ig.E pada waktu serangan dan
meneurun pada saat bebas serangan asma (Wahid, 2013).
2. Pemeriksaan radiologi
Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Pada
penderita dengan komplikasi terdapat gambaran sebagai berikut (Wahid, 2013):
a) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
b) Bila ada empisema (COPD), gambaran radiolusen semakin bertambah.
c) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltraste paru
d) Dapat menimbulkan gambaran atelektasis paru.
e) Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen pada paru.
3. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor allergen yang dapat bereaksi positif pada asma.
4. Elektrokardiografi
a) Terjadi right axis deviation
b) Adanya hipertropo otot jantung Right bundle branch bock.
c) Tanda hipoksemia yaitu sinus takikardi, SVES, VES atau terjadi depresi segmen ST
negatif.
5. Scanning paru
Melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak
menyeluruh pada paru-paru.
6. Spirometri
Menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara cepat diagnosis asma adalah
melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan
sebelum atau sesudah pemberian aerosol bronkodilator (inhaler dan nebuliser),
peningkatan FEV1 atau FCV sebanyak lebih dari 20% meunjukan diagnosis asma. Tidak
adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan ini berfungsi untuk
menegakkan Diagnosis Keperawatan, melihat berat obstruksi dan efek pengobtan banyak
penderita tanpa keluhan pada pemeriksaan ini enunjukkan adanya obstruksi.
H. Penatalaksanaan
Menurut Wahid. (2013) & Yasmara. (2016) penatalaksanaan terbagi menjadi
farmakalogi dan non farmakologi, sebagai berikut:
1. Farmakologi
a. Bronkhodilator
Bronkodilator adalah obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi menjadi dua
golongan:
1) Adrenergik (adrenalin dan efedrin) misalnya terbutalin/Bricasama
Obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan
semprotan (Metered dose inhaler) ada yang berbentuk hirup (ventolin diskhaler dan
bricasma turbuhaler) atau cairan bronkhodilator (Alupent, Nerotec brivasma sets
ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel sangat halus)
untuk selanjutnya dihirup.
2) Santin/Teofilin (amiofilin)
Pemberian Aminophilin secara intravena dosis awal 5-6 mg/kg BB dewasa/anak-
anak, disuntikan perlahan-lahan dalam 5-10 menit. untuk dosis penunjang 0,9
mg/kg BB/jam secara infus. Efek samping TD menurun bila tidak perlahan-lahan.
b. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma dan diberikan dalam dosis dua kali 1
mg/hari. Keuntungannya adalah dapat diberika secara oral.
c. Kortikosteroid
Jika pemberian obat-obat bronkhodilatator tidak menunjukkan perbaikan, dilanjutkan
dengan pengobatan kortikosteroid. 200 mg hidrokortison atau dengan dosis 3-4 mg/kg
BB intravena sebagai dosis permulaan dapat diulang 2-4 jam secara parenteral sampai
serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30- 60 mg prednison atau dengan
dosis 1-2 mg/kg BB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi
secara bertahap.
d. Pemberian Oksigen
Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit dan dialirkan melalui
air untuk memberi kelembaban. Obat Ekspektoran seperti Gliserolguayakolat dapat juga
digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, maka masukan cairan peroral dan infus harus
cukup, sesuai dengan prinsip rehidrasi, antibiotik diberikan bila ada infeksi.
2. Non Farmakologi
a. Menghindari faktor pencetus. Klien perlu diajarkan untuk menghindari dan
mengurangi faktor pencetus, seperti menghindari alergen, polusi udara, olahraga
jasmani yang berat atau aktivitas yang berat.
b. Penyuluhan. Berguna untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang asma sehingga
klien mengerti dan paham faktor-faktor pencetus dan cara penanganan.
c. Fisioterapi dada, dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Dapat
dilakukan dengan teknik postural drainase, perkusi, dan vibrasi dada.
I. Asuhan keperawatan

1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
a) Peningkatan sekresi pernafasan
b) Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
2) Breathing
a) Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
b) Menggunakan otot aksesoris pernafasan
c) Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
3) Circulation
a) Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
b) Sakit kepala
c) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
d) Papiledema
e) Urin output meurun
4) Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan
neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
b. Pengkajian Sekunder Asma
1) Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan
berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala
asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri
(pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang
hebat yang disertai gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan
asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada
yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang
timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan
pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.
2) Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis
asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk
mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
a) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara
bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan,
penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan
posisi istirahat klien.
b) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta
adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna
rambut, kelembaban dan kusam.
c) Thorak
• Inspeksi : Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot
Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
• Palpasi. : Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan
taktil fremitus.
• Perkusi : Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
• Auskultasi : Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi
pernafasan dan Wheezing.
d) Sistem pernafasan
Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya
menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna
dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama
kalau terjadi infeksi sekunder.
• Frekuensi pernapasan meningkat
• Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
• Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang
disertai ronchi kering dan wheezing.
• Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi
bahkan mungkin lebih.
Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
• Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
• Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot
bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.
Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan
dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest),
sianosis.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama atau imunitas
e. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

3. Rencana Keperawatan

Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan NIC :
nafas tidak keperawatan selama ± 30 menit, Airway Management
efektif pasien mampu : 1. Buka jalan nafas,
berhubungan 1. Respiratory status : 2. Posisikan pasien untuk
dengan Ventilation memaksimalkan ventilasi
tachipnea, 2. Respiratory status : Airway 3. Identifikasi pasien perlunya
peningkatan patency pemasangan alat jalan nafas
produksi 3. Aspiration Control, buatan
mukus, Dengan kriteria hasil : 4. Pasang mayo bila perlu
kekentalan 1. Mendemonstrasikan batuk 5. Lakukan fisioterapi dada jika
sekresi dan efektif dan suara nafas yang perlu
bronchospasme bersih, tidak ada sianosis dan 6. Keluarkan sekret dengan batuk
dyspneu (mampu atau suction
mengeluarkan sputum, 7. Auskultasi suara nafas, catat
mampu bernafas dengan adanya suara tambahan
mudah, tidak ada pursed lips) 8. Lakukan suction pada mayo
2. Menunjukkan jalan nafas 9. Berikan bronkodilator bila perlu
yang paten (klien tidak 10. Berikan pelembab udara Kassa
merasa tercekik, irama nafas, basah NaCl Lembab
frekuensi pernafasan dalam 11. Atur intake untuk cairan
rentang normal, tidak ada mengoptimalkan keseimbangan.
suara nafas abnormal) 12. Monitor respirasi dan status O2
3. Mampu mengidentifikasikan
dan mencegah factor yang
dapat menghambat jalan
nafas

2 Pola Nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Airway Management


efektif keperawatan selama ± 30 menit, 1. Buka jalan nafas, guanakan
berhubungan pasien mampu : teknik chin lift atau jaw thrust
dengan 1. Respiratory status : bila perlu
penyempitan Ventilation 2. Posisikan pasien untuk
bronkus 2. Respiratory status : Airway memaksimalkan ventilasi
patency 3. Identifikasi pasien perlunya
3. Vital sign Status pemasangan alat jalan nafas
Dengan Kriteria Hasil buatan
: 4. Pasang mayo bila perlu
1. Mendemonstrasikan batuk 5. Lakukan fisioterapi dada jika
efektif dan suara nafas yang perlu
bersih, tidak ada sianosis 6. Keluarkan sekret dengan batuk
dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, atau suction
mampu bernafas dengan 7. Auskultasi suara nafas, catat
mudah, tidak ada pursed adanya suara tambahan
lips) 8. Lakukan suction pada mayo
2. Menunjukkan jalan nafas 9. Berikan bronkodilator bila perlu
yang paten (klien tidak 10. Berikan pelembab udara Kassa
merasa tercekik, irama basah NaCl Lembab
nafas, frekuensi pernafasan 11. Atur intake untuk cairan
dalam rentang normal, tidak mengoptimalkan keseimbangan.
ada suara nafas abnormal) 12. Monitor respirasi dan status O2
3. Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan Terapi Oksigen
darah, nadi, pernafasan) 1. Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang
paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik
pertukaran gas keperawatan selama ± 30 menit, chin lift atau jaw thrust bila perlu
berhubungan pasien mampu : 2. Posisikan pasien untuk
dengan 1. Respiratory Status : Gas memaksimalkan ventilasi
perubahan exchange 3. Identifikasi pasien perlunya
membran 2. Respiratory Status : pemasangan alat jalan nafas
kapiler – ventilation buatan
alveolar Dengan kriteria hasil : 4. Pasang mayo bila perlu
1. Mendemonstrasikan 5. Lakukan fisioterapi dada jika
peningkatan ventilasi dan perlu
oksigenasi yang adekuat 6. Keluarkan sekret dengan batuk
2. Memelihara kebersihan paru atau suction
paru dan bebas dari tanda 7. Auskultasi suara nafas, catat
tanda distress pernafasan adanya suara tambahan
3. Mendemonstrasikan batuk 8. Lakukan suction pada mayo
efektif dan suara nafas yang 9. Berika bronkodilator bial perlu
bersih, tidak ada sianosis dan 10. Barikan pelembab udara
dyspneu (mampu 11. Atur intake untuk cairan
mengeluarkan sputum, mengoptimalkan keseimbangan.
mampu bernafas dengan 12. Monitor respirasi dan status O2
mudah, tidak ada pursed lips)
4. Tanda tanda vital dalam
rentang normal

4 Resiko tinggi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda vital


terhadap infeksi keperawatan selama ± 30 menit, 2. Observasi warna, karakter,
berhubungan pasien bebas dari resiko infeksi jumlah sputum
dengan tidak dengan kriteria hasil: 3. Berikan nutrisi yang adekuat
adekuatnya 1. Tidak ada tanda-tanda infeksi 4. Berikan antibiotik sesuai indikasi
pertahanan 2. Mukosa mulut lembab
utama atau 3. Batuk berkurang
imunitas
5 Cemas Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction (penurunan
berhubungan keperawatan selama ± 30 menit, kecemasan)
dengan kesulitan pasien mampu : 1. Gunakan pendekatan yang
bernafas dan 1. Anxiety control menenangkan
rasa takut 2. Coping 2. Nyatakan dengan jelas harapan
sufokasi. 3. Impulse control terhadap pelaku pasien
Dengan Kriteria Hasil 3. Jelaskan semua prosedur dan apa
:
1. Klien mampu yang dirasakan selama prosedur
mengidentifika 4. Pahami prespektif pasien
gejala cemas terhadap situasi stres
2. Menunjukan teknik 5. Temani pasien untuk memberikan
mengontrol keamanan dan mengurangi takut
gejala cemas 6. Berikan informasi faktual
3. Vital sign dalam batas mengenai diagnosis, tindakan
normal prognosis
4. ekspresi wajah, bahasa 7. Dorong keluarga untuk menemani
tubuh menunjukkan anak
berkurangnya kecemasan
6 Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pola tidur setiap hari
tidur keperawatan selama ± 30 menit, 2. Beri posisi yang nyaman
berhubungan pasien tidak mengalami 3. Berikan lingkungan yang nyaman
dengan batuk gangguan tidur dengan kriteria 4. Anjurkan kepada keluarga dan
yang berlebih hasil: pengunjung untuk tidak ramai
1. Pola tidur 6-7 jam per hari 5. Menjelaskan pada pasien
2. Tidur tidak terganggu pentingnya keseimbangan
karena batuk istirahat dan tidur untuk
penyembuhan
7 Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat kemampuan aktivitas
aktivitas keperawatan selama ± 30 menit, 2. Anjurkan keluarga untuk
berhubungan pasien tidak mengalami membantu memenuhi kebutuhaan
dengan intoleransi aktivitas dengan pasien
kelemahan fisik kriteria hasil: 3. Tingkatkan aktivitas secara
1. Pasien dapat berpartisipasi bertahap sesuai toleransi
dalam aktivitas 4. Jelaskan pentingnya istirahat dan
2. Pasien dapat memenuhi aktivitas dalaam proses
kebutuhan pasien secara penyembuhan
mandiri
(Doenges, 2010).
BAB III
KASUS

Ny. G 30 tahun suku Melayu bekerja sebagai IRT beragama islam dan Tn. E 32 tahun
suku melayu bekerja sebagai Guru tinggal di Jl. Sinar Baru Gg Tani. Ny. G datang ke IGD RS
Yarsi Pontianak diantar oleh suaminya Tn. E pada tanggal 5 November 2020 jam 20.40 WIB
dengan keluhan batuk berdahak kental, lemas dan sesak nafas. Keluhan ini dirasakan klien sejak
2 minggu yang lalu, sebelumnya klien periksa ke puskesmas, tetapi selama 2 minggu tidak ada
perubahan sejak 1 hari yang lalu sesak semakin memberat. Klien dianjurkan keluarga untuk
periksa ke rumah sakit. Klien menderita penyakit asma sejak mempunyai anak yang ke dua pada
usia 29 tahun. Dalam keluarga klien ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan klien yaitu bapaknya. Klien mengatakan sebelumnya pernah dirawat dirumah sakit
dengan keluhan sesak nafas selama 5 hari.
Pada saat pengkajian tanggal 5 November 2020 ditemukan klien mengeluh batuk
berdahak dan lemas. Pada saat batuk klien mengeluh sulit untuk mengeluarkan dahak. Keluhan
yang paling dirasakan klien adalah sesak nafas. Aktifitas klien yang berat dapat menimbulkan
keluhan sesak. Klien mengatakan mudah lelah saat beraktivitas. Waktu timbulnya serangan sesak
sering terjadi tiba-tiba pada malam hari. Apabila sesak kambuh usaha yang dilakukan yaitu
meminum obat yang sudah di beli di apotik. Tn. E mengatakan pernah melakukan pemeriksaan
Tes Sputum pada Ny. G dan hasilnya normal. Klien makan 3 kali/hari habis 1 porsi dan minum 2
liter dalam sehari. Klien BAK 4-5 kali sehari dengan warna kuning jernih. Klien BAB sekali
dalam sehari dengan konsistensi lunak, tidak ada lendir maupun darah.
Pengkajian fisik didapatkan keadaan umum: kesadaran composmentis, pasien tampak
lemah, batuk dan berdahak dengan konsistensi kental dan berwarna kuning, saat dilakukan
auskultasi pada paru-paru pasien terdengar bunyi suara napas tambahan (ronchi) dan bunyi napas
pasien mengi, status gizi normal. TTV: TD: 100/70 mmHg, RR: 30x/m, N: 98 x/m, S: 36.80C.
Klien tampak lemas, mata kemerahan, klien tidak bisa tidur ketika malam hari dan sering
terbangun karena sesak nafas, terdapat lingkar gelap dibawah kelopak mata, terdapat nafas
cuping hidung.
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Ny. G L/P
Tempat/tgl lahir : Tebas, 20 januari 1990
Golongan darah : A/O/B/AB
Pendidikan terakhir : SD/SMP/SMA/DI/DII/DIII/DIV/S1/S2/S3
Agama : Islam/Prostestan/Katolik/Hindu/Budha/Konghucu
Suku : Melayu
Status perkawinan : kawin/belum/janda/duda (cerai : hidup/mati)
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Sinar baru Gg Tani
Diagnosa medik : Asma bronkial
a) ……………………. Tanggal : …………………….
b) ……………………. Tanggal : ……………………..
c) ……………………. Tanggal : …………………….
2. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. E
Umur : 32 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Melayu
Hubungan dgn pasien : Suami
Pendidikan terakhir : S1
Pekerjaan : Guru
Alamat : Jl. Sinar Baru Gg Tani

3. Status kesehatan saat ini


a. Alasan masuk rumah sakit/keluhan utama :
Batuk berdahak kental, lemas dan sesak
b. Faktor pencetus :
Klien menderita penyakit asma sejak mempunyai anak yang ke dua pada usia 29 tahun.
Dalam keluarga klien ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
klien yaitu bapaknya
c. Lamanya keluhan :
Keluhan ini dirasakan klien sejak 2 minggu yang lalu, sebelumnya klien periksa ke
puskesmas, tetapi selama 2 minggu tidak ada perubahan sejak 1 hari yang lalu sesak
semakin memberat
d. Timbulnya keluhan: ( ) bertahap ( ) mendadak
4. Status kesehatan masa lalu
a. Penyakit yang pernah dialami (kaitkan dengan penyakit sekarang) :
Klien menderita penyakit asma sejak mempunyai anak yang ke dua pada usia 29
tahun.
b. Kecelakaan
Klien mengatakan tidak pernah kecelakaan.
5. Pernah dirawat
a. Penyakit : klien mengatakan sesak nafas
b. Waktu : klien mengatakan selama 5 hari
c. Riwayat operasi : klien mengatakan tidak pernah di operasi
6. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Persepsi tentang kesehatan diri
Klien mengatakan cemas terhadap penyakit yang dideritanya saat sekarang
b. Pengetahuan dan persepsi pasien tentang penyakit dan perawatannya
Klien mengatakan kurang mengetahui tentang penyakit dan
perawatannya
c. Upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan
1) Kebiasaan diit yang adekuat, diit yang tidak sehat ?
Klien mengatakan tidak mengkonsumsi alcohol dan tidak merokok
2) Pemeriksaan kesehatan berkala, perawatan kebersihan diri, imunisasi
Klien mengatakan pernah imunisasi
3) Kemampuan pasien untuk mengontrol kesehatan
a) Yang dilakukan bila sakit
Klien mengatakan minum obat ketika sakit
b) Kemana pasien biasa berobat bila sakit ?
Klien mengatakan pergi ke puskesmas meminta rujukan lalu ke rumah sakit
c) Kebiasaan hidup (konsumsi jamu/alkohol/rokok/kopi/kebiasaan olahraga)
Merokok : Klien mengatakan tidak merokok pak/hari, lama: Klien
mengatakan tidak merokok
Alkohol : Klien mengatakan tidak mengkonsumsi alkohol, lama: Klien
mengatakan tidak mengkonsumsi alkohol
Kebiasaan olahraga, jenis : klien mengatakan tidak pernah olahraga,
frekwensi: tidak pernah
d. Factor sosioekonomi yang berhubungan dengan kesehatan
1) Penghasilan
Klien mengatakan kurang lebih 3.000.000 perbulan
2) Asuransi/jaminan kesehatan
Klien mengatakan menggunakan BPJS.
3) Keadaan lingkungan tempat tinggal
Klien mengatakan merasa nyaman terhadap lingkungan tempat tinggalnya
7. Nutrisi cairan & Metabolik
e. Gejala (subyektif)
1) Diit biasa (tipe) : klien mengatakan tidak ada diet
jumlah makan per hari: 3x/hari
2) Pola diit : klien mengatakan tidak ada makan terakhir: klien mengatakan 5 jam
yang lalu
3) Nafsu/selera makan : klien mengatakan nafsu makannya
normal Mual : ( ) tidak ada ( ) ada, waktu: klien mengatakan tidak pernah
merasakan mual
4) Muntah : ( ) tidak ada ( ) ada, jumlah: Tidak ada
Karakteristik: klien mengatakan tidak ada muntah
5) Nyeri ulu hati : ( ) tidak ada ( ) ada,
Karakter/penyebab: Klien mengatakan tidak merasakan nyeri ulu hati
6) Alergi makanan : ( ) tidak ada ( ) ada: Klien mengatakan tidak ada alergi
pada makanan
7) Masalah mengunyak/menelan : ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan: Klien
mengatakan tidak ada masalah dalam mengunyah/menelan
8) Keluhan demam : ( ) tidak ada ( ) ada, Jelaskan: Klien mengatakan tidak
merasakan demam
9) Pola minum/cairan : jumlah minum: Klien mengatakan 2 liter/hari
cairan yang biasa diminum: Klien mengatakan sering minum air putih
10) Penurunan bb dalam 6 bulan terakhir : ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan: Klien
mengatakan tidak mengalami penurunan berat badan selama 6 bulan terakhir
f. Tanda (obyektif)
1) Suhu tubuh: 36,80 C Diaphoresis : ( ) tidak ada ( ) ada, Jelaskan: Tidak
terdapat diaphoresis
2) Berat badan : 55 kg, tinggi badan : 155 Cm Turgor kulit: Tampak elastis, kulit
lembab tidak terdapat lesi atau memar. Tonus otot: Lemah
3) Edema : ( ) tidak ada ( ) ada, lokasi dan karakteristik Tidak terdapat
edema
4) Ascites : ( ) tidak ada ( ) ada, Jelaskan: tidak terdapat ascites
5) Integritas kulit perut: Normal Lingkar abdomen: 65 cm
6) Distensi vena jugularis : ( ) tidak ada ( ) ada, Jelaskan: tidak terdapat
distensi vena jugularis
7) Hernia/masa : ( ) tidak ada ( ) ada, lokasi dan karakteristik Tidak terdapat
masa
8) Bau mulut/halitosis : ( ) tidak ada ( ) ada: Tidak tercium bau mulut/halitosis
9) Kondisi mulut gigi/gusi/mukosa mulut dan lidah : Kondisi gigi klien tampak
lengkap, mulut dan lidah tampak bersih

8. Pernafasan, aktivitas dan latihan pernapasan

a. Gejala (subyektif)

3) Dispnea : ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan: Klien tampak sesak (RR: 30x/menit)
4) Yang meningkatkan/mengurangi sesak: Klien mengatakan aktifitas yang berat dapat
menimbulkan sesak
5) Pemajanan terhadap udara berbahaya: tidak terdapat pemanjanan udara berbahaya
6) Penggunaan alat bantu : ( ) tidak ada ( ) ada: Klien menggunakan alat bantu
pernafasan (Rebreathing mask 9 liter/menit)
b. Tanda (obyektif)
7) Pernapasan : frekwensi: 30x/menit.
Simetris: Pergerakan thoraks tampak
simetris
2) Penggunaan alat bantu nafas: Klien menggunakan alat bantu pernafasan
(Rebreathing mask 9 liter/menit) nafas cuping hidung: Terdapat nafas cuping
hidung
3) Batuk : terdapat batuk berdahak sputum (karakteristik sputum): Kental dan
kuning
4) Fremitus : Fremitus normal Bunyi nafas : Ronchi
5) Egofoni : Normal. Sianosis: Tidak terdapat sianosis
9. Aktivitas & Latihan

a. Gejala (subyektif)

1) Kegiatan dalam pekerjaan: Klien mengatakan bisa melakukan dengan normal tetapi
dalam melakukan kegiatan pekerjaan klien tidak bisa melakukan aktivitas yang
berat karena dapat menimbulkan keluhan sesak. Klien mengatakan mudah lelah saat
beraktivitas.
2) Kesulitan/keluhan dalam aktivitas
a) Pergerakan tubuh: Klien mengatakan tidak ada masalah dalam pergerakan
tubuhnya
b) Kemampuan merubah posisi ( ) mandiri ( ) perlu bantuan, jelaskan: klien
mengatakan mampu secara mandiri merubah posisi
3) Perawatan diri (mandi, mengenakan pakaian, bersolek, makan, dll)
( ) mandiri ( ) perlu bantuan, jelaskan: Klien mengatakan bisa melakukan
secara mandiri walaupun secara perlahan
4) Toileting (BAB/BAK) : ( ) mandiri, ( ) perlu bantuan, Jelaskan: Klien
mengatakan bisa melakukan secara mandiri
5) Keluhan sesak nafas setelah beraktivitas : ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan:
Klien mengatakan sesak nafas saat/setelah melakukan aktivitas yang berat
6) Mudah merasa kelelahan : ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan: Klien mengatakan
mudah merasakan kelelahan pada saat beraktivitas
7) Toleransi terhadap aktivitas : ( ) baik ( ) kurang, jelaskan: klien
mengatakan toleransi terhadap aktivitasnya baik

b. Tanda (obyektif)

8) Respon terhadap aktifitas yang teramati: Respon terhadap aktivitas klien tampak
bagus
9) Status mental (misalnya menarik diri, letargi): Status mental klien tampak bagus
10) Penampilan umum
a) Tampak lemah : ( ) tidak ( ) ya, jelaskan: Klien tampak lemah
b) Kerapian berpakaian: Penampilan dalam berpakaian klien tampak rapi
11) Pengkajian neuromuskuler
Masa/tonus : Tonus otot klien lemah
Kekuatan otot :
4 4

4 4
Rentang gerak : Klien dapat menggerakkan semua sendinya
Deformasi : Tidak terdapat deformasi
12) Bau badan: Tidak terdapat bau badan. Bau mulut: Tidak terdapat bau mulut
13) Kondisi kulit kepala: Kondisi kulit kepala klien tampak bersih tidak ada
ketombe/lesi
14) Kebersihan kuku: Kuku klien tampak bersih dan pendek

10. Istirahat
a. Gejala (subyektif)
15) Kebiasaan tidur: Klien mengatakan kebiasaan tidurnya
baik Lama tidur: Klien mengatakan biasanya tidur 4-5
jam
16) Masalah berhubungan dengan tidur
a) Insomnia : ( ) tidak ada ( ) ada
b) Kurang puas/segar setelah bangun tidur : ( ) tidak ada ( ) ada,
Jelaskan: Klien mengatakan kurang segar setelah bangun tidur dikarenakan
pada saat malam hari sesak napas sering kambuh
c) Lain-lain, sebutkan: Tidak ada masalah
b.Tanda (obyektif)
1) Tampak mengantuk/mata sayu : ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
Mata klien tampak mengantuk
2) Mata merah : ( ) tidak ada ( ) ada
3) Sering menguap : ( ) tidak ada ( ) ada
4) Kurang konsentrasi : ( ) tidak ada ( ) ada

11.Sirkulasi
a. Gejala (subyektif)
17) Riwayat hipertensi dan masalah jantung’
Riwayat edema kaki : ( ) tidak ada ( ) ada,
Jelaskan: Tidak ditemukan edema
18) Flebitis: Tidak ada ( ) penyembuhan lambat
19) Rasa kesemutan: klien mengatakan tidak ada merasakan kesemutan
20) Palpitasi: Tidak terdapat palpitasi
b. Tanda (obyektif)
1) Tekanan darah : 110/70 mmHg
2) Mean Arteri Pressure/ tekanan nadi
3) Nadi/pulsasi :
a) Karotis : Teraba (98x/menit)
b) Femoralis : Teraba (98x/menit)
c) Popliteal : Teraba (98x/menit)
d) Jugularis : Teraba (98x/menit)
e) Radialis : Teraba (98x/menit)
f) Dorsal pedis : Teraba (98x/menit)
g) Bunyi jantung: S1 dan S2 frekuensi: 98x/menit
Irama: Atrial flutter kualitas: Normal
4) Friksi gesek: Tidak ada murmur: Tidak ada
0
5) Ekstremitas, suhu : 36,8 C warna : Normal
6) Tanda homan : Tidak ada
7) Pengisian kapiler : <3 detik
Varises : Tidak ada phlebitis : Tidak ada
8) Warna : membran mukosa : Merah muda bibir : Tampak
lembab Konjungtiva : Palpebra tidak
pucat sklera : Tidak kuning punggung kuku : Kuku tampak
pendek

12. Eliminasi
a. Gejala (subyektif)
1) Pola BAB : frekuensi : 1 hari sekali Konsistensi : klien mengatakan lunak
2) Perubahan dalam kebiasaan BAB (penggunaan alat tertentu misal :
terpasang kolostomi/ileostomy) : Klien tidak menggunakan
kolostomi/ileustomy
3) Kesulitasn BAB konstipasi : Klien mengatakan tidak ada kesulitan selama
BAB Diare : Klien mengatakan tidak mengalami diare
4) Penggunaan laksatif : ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
Klien mengatakan tidak ada menggunakan laktasif
5) Waktu BAB terakhir : Klien mengatakan kemarin
6) Riwayat perdarahan : Klien mengatakan tidak pernah mengalami
pendarahan Hemoroid : Tidak ada
7) Riwayat inkontinensia alvi : Tidak ada
8) Penggunaan alat-alat : misalnya pemasangan kateter : Klien terpasang kateter
9) Riwayat penggunaan diuretik :
Klien mengatakan tidak pernah menggunakan dieuretik
10) Rasa nyeri/rasa terbakar saat BAK :
Klien mengatakan tidak pernah merasakan nyeri/rasa terbakar saat BAAK
11) Kesulitan BAK :
Klien mengatakan tidak ada kesulitan selama BAK
b. Tanda (obyektif)
1) Abdomen
a) Inspeksi : abdomen membuncit ada/tidak, jelaskan: Abdomen klien tidak tampak
buncit
b) Auskultasi : bising usus : 17x/menit bunyi abnormal ( ) tidak ada
( ) ada, jelaskan: Tidak terdapat bunyi abnormal
c) Perkusi
(1) Bunyi tympani ( ) tidak ada ( ) ada
Kembung : ( ) tidak ada ( ) ada
(2) Bunyi abnormal ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan: Tidak terdapat bunyi abnormal
2) Palpasi :
a) Nyeri tekan : Tidak terdapat nyeri
tekan Nyeri lepas : Tidak terdapat
nyeri lepas
b) Konsistensi : lunak/keras : Klien mengatakan
lunak Massa : ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan: Tidak terdapat massa
c) Pola BAB : konsistensi: Klien mengatakan terdapat ampas makanan tanpa
disertai darah dan lendir
Warna : Coklat
Abnormal : ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan: Tidak terdapat abnormal
d) Pola BAK : dorongan : Klien mengatakan tidak
ada Frekuensi : 4-5x/hari retensi : Tidak ada
e) Distensi kandung kemih : ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan: Tidak terdapat distensi kandung kemih
f) Karakteristik urin : kuning jernih
Jumlah : 1000cc bau : Pesing
g) Bila terpasang colostomy atau ileustomy : keadaan: Klien tidak menggunakan
kolostomi dan ileustomi
13. Neurosensori dan kognitif
a. Gejala (subyektif)

1) Adanya nyeri
P = paliatif/provokatif (yang mengurangi/meningkatkan nyeri)
Klien tidak mengalami nyeri
Q = qualitas/quantitas (frekuensi dan lamanya keluhan dirasakan serta
deskripsi Klien tidak mengalami nyeri
R = region/tempat (lokasi sumber &
penyebarannya) Klien tidak mengalami nyeri
S = severity/tingkat berat nyeri (skala nyeri 1-
10) Klien tidak mengalami nyeri
T = time (kapan keluhan dirasakan dan lamanya)
Klien tidak mengalami nyeri
2) Rasa ingin pingsan/pusing ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan: Klien mengatakan tidak ada merasakan ingin pingsan/pusing
1) Sakit kepala : lokasi nyeri: Klien mengatakan tidak ada merasakan
pusing Frekuensi: Tidak ada
4) Kesemutan/kebas/kelemahan (lokasi)
5) Kejang ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan: Klien mengatakan tidak pernah merasakan kejang
Cara mengatasi: Klien mengatakan tidak tahu cara mengatasi kejang
6) Mata : penurunan penglihatan ( ) tidak ada
( ) ada, jelaskan: Klien mengatakan mengalami rabun jauh
7) Pendengaran : penurunan pendengaran ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan: Klien mengatakan tidak terdapat masalah terhadap pendengaran
8) Epistaksis : ( ) tidak ada ( ) ada
Jelaskan: Tidak terdapat epistaksis
b. Tanda (obyektif)
1) Status mental
Kesadaran : ( )composmentis, ( )apatis. ( )somnolen,( )spoor, ( )koma
2) Skala koma glasgow (gcs) : respon membuka mata (e) 4
Respon motorik (m) 6 respon verbal
5
3) Terorientasi/disorientasi : waktu: Normal tempat: Normal
Orang: Normal
4) Persepsi sensori : ilusi : Tidak ada halusinasi : Tidak
ada Delusi : Tidak Ada afek : Normal
jelaskan ......................................
5) Memori : saat ini
Daya ingat klien saat ini baik
Masa lalu : Daya ingat pada masa lalu klien baik
6) Alat bantu penglihatan/pendengaran ( ) tidak ada ( ) ada, sebutkan: Klien
menggunakan kacamata
7) Reaksi pupil terhadap cahaya : ka/ki: Isokor
Ukuran pupil 3 mm
8) Fascial drop: Tidak ada postur: Normal
Reflek normal
9) Penampilan umum tampak kesakitan : ( ) tidak ada ( ) ada, menjaga area sa
kit
Respon emosional: Baik penyempitan fokus: Ketika mendengar

14. Keamanan
a. Gejala (subyektif)
1) Alergi : (catatan agen dan reaksi spesifik)
2) Obat-obatan : Klien mengatakan tidak ada alergi pada obat
3) Makanan : Klien mengatakan tidak ada alergi pada makanan
4) Faktor lingkungan : klien mengatakan lingkungannya baik-baik saja
a) R iwayat penyakit hubungan seksual : ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
Klien mengatakan hubungan seksualnya baik-baik saja
b) Riwayat transfusi darah Klien mengatakan tiadak pernah tranfusi darah
riwayat adanya reaksi transfusi: Klien mengatakan tidak pernah tranfusi
darah
5) Kerusakan penglihatan, pendengaran : ( ) tidak ada ( ) ada, sebutkan
Klien mengatakan mengalami rabun jauh
6) Riwayat cidera ( ) tidak ada ( ) ada, sebutkan
Klien mengatakan tidak pernah cidera
7) Riwayat kejang ( ) tidak ada ( ) ada, sebutkan
Klien mengatakan tidak pernah mengalami
kejang
b. Tanda (objektif)
0
1) Suhu tubuh : 36,8 C diaforesis : Tidak ada
2) Integritas jaringan : Normal
3) Jaringan parut ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
Tidak terdapat jaringan parut
4) Kemerahan pucat ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
Tidak terdapat kemerahan/pucat
5) Adanya luka : luas: Tidak ada kedalaman : Tidak Ada
Drainase prulen : Tidak ada
Peningkatan nyeri pada luka : Tidak ada
6) Ekimosis/tanda perdarahan lain Tidak ada
7) Faktor resiko : terpasang alat invasive ( )tidak ada ( ) ada, jelaskan
Klien tidak terpasang alat invasive
8) Gangguan keseimbangan ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
Klien mengatakan tidak ada mengalami gangguan
keseimbangan
9) Kekuatan umum :
4 4
4 4
tonus otot : Tonus otot klien lemah
Parese atau paralisa: Tidak ada

15. Seksual dan reproduksi


a. Gejala (subyektif)
1) Pemahaman terhadap fungsi seksual: Klien mengatakan memahami
terhadap seksual
2) Gangguan hubungan seksual karena berbagai kondisi (fertilitas,
libido, ereksi,menstruasi, kehamilan, pemakaian alat kontrasepsi atau kondisi sakit)
Klien mengatakan tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi
3) Permasalahan selama aktivitas seksual ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
Klien mengatakan tidak ada permasalahan dalam aktivitas seksualnya
4) Pengkajian pada laki-laki : raba pada penis : Tidak ada
Gangguan prostat : Tidak ada
5) Pengkajian pada perempuan
a) Riwayat menstruasi (keturunan, keluhan)
Klien mengatakan bahwa menstruasinya teratur
b) Riwayat kehamilan
Klien mengatakan tidak ada pernah mengalami masalah sselama hamil
c) Riwayat pemeriksaan ginekologi misal pap smear
Klien mengatakan tidak pernah melakukan pap smear dikarenakan tidak
tau caranya
d) .....................................................................................................
b. Tanda (obyektif)
1) Pemeriksaan payudara/penis/testis
Tidak terdapat kelainan pada payudara, payudara tampak simetris
2) Kutil genital, lesi
Tidak terdapat lesi

16. Persepsi diri, konsep diri dan mekanisme koping


a. Gejala (subyektif)
1) Faktor stres: Klien mengatakan bahwa dia khawatir dengan kondisi penyakit
yang di alaminya sekarang
2) Bagaimana pasien dalam mengambil keputusan (sendiri atau dibantu) :
Klien mengatakan dalam mengambil sesuatu keputusan selalu dibantu dengan
keluarganya
3) Yang dilakukan jika menghadapi suatu masalah (misalnya memecahkan masalah
,mencari pertolongan/berbicara dengan orang lain, makan, tidur, minum obat-
obatan, marah, diam, dll)
Klien mengatakan berkomunikasi dan mencari pertolongan pertama terutama
keluarga
4) Upaya klien dalam menghadapi masalahnya sekarang: Klien mengatakan
hanya bisa pasrah kepada tuhan terhadap kesembuhannya
5) Perasaan cemas/takut : ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
Klien mengatakan bahwa dia khawatir dengan kondisi penyakit yang di
alaminya sekarang
6) Perasaan ketidakberdayaan ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
Klien mengatakan tidak ada
7) Perasaan keputusasaan ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
Klien mengatakan tidak ada
8) Konsep diri
a) Citra diri : Baik
b) Ideal diri : Baik
c) Harga diri : Baik
d) Ada/tidak perasaan akan perubahan identitas : Tidak ada
e) Konflik dalam peran : Tidak ada
b. Tanda (obyektif)
1) Status emosional : ( ) tenang, ( ) gelisah, ( ) marah, ( ) takut,
( ) mudah tersinggung
2) Respon fisiologi yang terobservasi : perubahan tanda vital : ekspresi
wajah: Ekspresi wajah klien tampak tenang

17. Interaksi sosial


a) Gejala (subyektif)
1) Orang terdekat & lebih berpengaruh
Klien mengatakan suami dan anak-anaknya
2) Kepada siapa pasien meminta bantuan bila mempunyai masalah
Klien mengatakan ketika mempunyai masalah menyelesaikan dengan
keluarganya
3) Adakah kesulitan dalam keluarga hubungan dengan orang tua, saudara, pasangan,
( ) tidak ada ( ) ada, sebutkan :
Klien mengatakan Tidak ada
4) Kesulitan berhubungan dengan tenaga kesehata, klien lain : ( ) tidak ada ( ) a
da
Sebutkan : Klien mengatakan tidak ada

b) Tanda (obyektif)
1) Kemampuan berbicara : ( ) jelas, ( ) tidak jelas
Tidak dapat dimengerti: Klien berbicara dengan jelas afasia: Tidak ada
2) Pola bicara tidak biasa/kerusakan
Pola bicara klien bagus
3) Penggunaan alat bantu bicara
Klien tidak menggunakan alat bantu bicara
4) Adanya jaringan
laringaktomi/trakeostomi Tidak terdapat
laringaktomi/trakeostomi
5) Komunikasi non verbal/verbal dengan keluarga/orang lain
Klien dapat berkomunikasi dengan baik dengan keluarga maupu orang lain
6) Perilaku menarik diri : ( ) tidak ada ( ) ada
Sebutkan : Klien tidak ada prilaku menarik diri

18. Pola nilai kepercayaan dan spiritual


a) Gejala (subyektif)
1) Sumber kekuatan bagi pasien: Klien mengatakan suami dan anak-anaknya
2) Perasaan menyalahkan tuhan : ( ) tidak ada ( ) ada
jelaskan : Klien mengatakan mungkin ini sudah takdir dari tuhan
3) Bagaimana klien menjalankan kegiatan agama atau kepercayaan, macam:
Ke masjid Frekuensi : 5x dalam sehari
4) Masalah berkaitan dengan aktifitasnya tsb selama dirawat:
Klien mengatakan susah bergerak dikarenakan menggunakan
infus
5) Pemecahan oleh pasien
6) Adakah keyakinan/kebudayaan yang dianut pasien yang bertentangan dengan
kesehatan ( ) tidak ada ( ) ada , jelaskan
Klien mengatakan tidak ada
7) Pertengtangan nilai/keyakinan/kebudayaan terhadap pengobatan yang dijalani :
( ) tidak ada ( ) ada , jelaskan
Klien mengatakan tidak ada
b) Tanda (obyektif)
1) Perubahan perilaku
Klien tidak mengalami perubahan dalam perilaku
2) Menolak pengobatan ( ) tidak ada ( ) ada , jelaskan
Klien mengatakan tidak ada
3) Berhenti menjalankan aktivitas agama : ( ) tidak ada ( ) ada, jelaskan
Klien mengatakan tidak ada hambatan dalam menjalankan ibadah
karena ibadah bisa dimana saja
4) Menunjukan sikap permusuhan dengan tenaga kesehatan ( ) tidak ada ( ) ad
a, Jelaskan: Klien tampak tenang saat bertemu dengan tenaga kesehatan

Data penunjang
1. Laboratorium
Hematologi lengkap Hasil Satuan Nilai rujukan
Hemoglobin 13.3 G/dl 11.0-16.5
Leukosit 7.0 Ribu / µl 3.5-10.0
Hematocrit 40.0 % 35.0-50.0
Trombosit 250 Ribu / µl 150-390
Eritrosit 4.58 10 ^6 µl 3.80-5.80
GDS 135 Mg/dL 70-200
2. Radiologi

3. EKG
Tidak terkaji
4. USG
Tidak terkaji
5. CT Scan
6. Pemeriksaan lain
 Pemeriksaan sputum
 Pemeriksaan alergi
 Pemeriksaan tes kulit
7. Obat-obatan
 Dexametasone 3x125mg
 Cefotaxime 2x1gr
 Aminophylin 240mg
 RL 20tpm
 Ranitidin 2x50mg.
 Nebulizer 2x1 (fentolin 2,5mg, NaCl 2 cc)

8. Diit
Tidak terkaji
B. Analisa data
No. Data Etiologi Problem
1. Ds: Pemiabilitas kapiler Ketidakefektifan
- Klien mengatakan batuk meningkat
bersihan jalan
batuk berdahak kental
- Pada saat batuk klien Edema mukosa, napas
mengeluh sulit untuk sekresi produktif,
mengeluarkan dahak kontriksi otot polos
Do: meningkat
- pasien tampak lemah,
batuk dan berdahak Spasme otot polos
dengan konsistensi kental sekresi kelenjar
dan berwarna kuning bonkus meningkat
- Auskultasi pada paru-paru
pasien terdengar bunyi Penyempitan/obstruks
suara napas tambahan i proksimal dari
(ronchi) dan bunyi napas bronkus pada tahap
pasien mengi eksprasi dan inspirasi

Mucus berlebih,
batuk, wheezing,
sesak napas

Bersihan jalan nafas


tidak efektif
2. Ds: Kontraksi otot polos Pola nafas tidak
- Klien mengatakan sesak pada bronchiolus
efektif
nafas
- Klien mengatakan Diameter bronchioles
aktifitas yang berat dapat mengecil
menimbulkan sesak
Do: Hiperventilasi
- Klien tampak sesak (RR:
30x/menit. Dispnea
- Terdapat nafas cuping
hidung Perfusi paru tidak
cukup mendapat
ventilasi

Pola nafas tidak


efektif
3. Ds: Penyempitan saluran Gangguan pola
- Klien mengatakan tidak pernafasan
tidur
mengetahui tentang sakit
yang di deritanya
- Klien mengatakan sering Obstruksi
terbangun pada saat
malam Penyebaran udara ke
- Klien mengatakan alveoli
seraangan sesak sering
kambuh pada saat malam Vasokontriksi
Do: pembuluh darah paru-
- Klien tampak lemas paru
- Mata klien tampak
kemerahan Supply oksigen
- Terdapat lingkar gelap berkurang
dibawah kelopak mata
Sesak nafas

Gangguan pola tidur

C. Diagnosa
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan secret
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur

D. Intervensi
Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan S (Salam) 1. Agar klien merasa
tindakan keperawatan
1. Bina hubungan saling nyaman dahulu
selama 3 x 24 jam
diharapkan bersihan jalan percaya dengan kita, merasa
nafas tidak efektif dapat
O (Observasi) percaya sehingga
teratasi dengan kriteria
hasil: 2. Kaji Warna, apabila sudah terbina
1. Klien dapat
kekentalan dan jumlah trust (saling percaya)
mendemonstrasikan
batuk efektif sputum klien mudah untuk
2. Tidak ada suara N (Nursing) terbuka
nafas tambahan
3. Pernapasan klien 3. Posisikan pasien mengungkapkan apa
normal untuk yang menjadi
4. Frekuensi nadi klien
normal mengoptimalkan keluhan pada dirinya
pernapasan (posisi 2. Karekteristik sputum
semi fowler) dapat menunjukkan
4. Lakukan fisioterapi barat ringannya
dada dengan teknik obstruksi.
postural dranase, 3. Posisi semi fowler
perkusi, fibrasi dada. dapat memberikan
E (Edukasi) kesempatan pada
5. Ajarkan cara batuk proses ekspirasi paru.
efektif dan 4. Fisioterapi dada
terkontrol merupakan strategi
C (Colaborasi)
6. Kolaborasi pemberian untuk
bronkodilator, mengeluarkan
ventolin atau secret.
analgesik sesuai 5. Batuk yang
indikasi terkontrol dan
efektif dapat
memudahkan
pengeluaran secret
yang melekat
dijalan napas.
6. Ventolin
meningkatkan
produksi mukosa
untuk mengencerkan
dan menurunkan
viskositas sekret,
memudahkan
pembuangan.
Penghilang
ketidaknyamanan
dada, meningkatkan
kerjasama pada
latihan pernafasan
dan meningkatkan
keefektifan terapi
pernafasan
Setelah dilakukan S (Salam) 1. Agar klien merasa
tindakan keperawatan
1. Pada saat melakukan nyaman dahulu
selama 3 x 24 jam
diharapkan bersihan jalan tindakan langsung ke dengan kita, merasa
nafas tidak efektif dapat
klien, perawat percaya sehingga
teratasi dengan kriteria
hasil: diwajibkan BHSP apabila sudah terbina
1. Klien menunjukan
terhadap klien (salam, trust (saling percaya)
kedalaan dan
kemudahan dalam sapa, sopan, senyum klien mudah untuk
bernapas
dan santun) terbuka
2. Tidak ada
penggunaan otot O (Observasi) mengungkapkan apa
bantu pernapasan
2. Monitor pola nafas yang menjadi
3. Tidak ada suara
nafas tambahan pasien keluhan pada dirinya
4. Pernapasan klien
N (Nursing) 2. Mengetahui
normal
5. Tidak ada nafas 3. Posisikan pasien frekuensi,
cuping hidung untuk kedalaman, irama
mengoptimalkan pernafasan
pernapasan (posisi 3. Posisi semi fowler
semi fowler atau dapat memberikan
fowler) kesempatan pada
E (Edukasi) proses ekspirasi paru.
4. Ajarkan teknik 4. Teknik buteyko
bernapas buteyko dapat memudahkan
pasien saat inspirasi
C (Colaborasi) dan ekspirasi
5. Kolaborasikan 5. Membantu
pemberian memenuhi kebutuhan
brokhodilator (jika oksigen dan
perlu) meringankan
sesaknafas
Setelah dilakukan S (Salam) 1. Agar klien merasa
tindakan keperawatan
1. Pada saat melakukan nyaman dahulu
selama 3 x 24 jam
diharapkan gangguan tindakan langsung ke dengan kita, merasa
pola tidur dapat teratasi
klien, perawat percaya sehingga
dengan kriteria hasil:
1. Jumlah jam tidur diwajibkan BHSP apabila sudah terbina
dalam batas normal terhadap klien (salam, trust (saling percaya)
6-8 jam/hari
2. Jumlah jam tidur sapa, sopan, senyum klien mudah untuk
tidak terganggu, dan santun) terbuka
3. Tidak ada masalah
dengan pola, kualitas O (Observasi) mengungkapkan apa
dan rutinitas 2. Kaji masalah yang menjadi
tidur/istirahat.
gangguan tidur keluhan pada dirinya
N (Nursing) 2. Untuk mengetahui
3. Posisikan sesuai gangguan pola tidur
dengan kenyamanan dan masalah istirahat
klien tidur klien
4. Berikan lingkungan 3. Posisi yang nyaman
yang nyaman akan membuat klien
E (Edukasi) nyaman, dan dapat
5. Berikan penyuluhan memenuhi istirahat
tentang penting nya tidur
istirahat tidur 4. Tempat tidur yang
nyaman akan
membantu klien
istirahat yang baik
5. Untuk meningkatkan
pengetahuan klien
tentang pentingnya
istirahat tidur
terhadap kesehatan
bagi tubuh
BAB IV
PEMBAHASAN

Penanganan fisioterapi yang dapat di lakukan pada pasien yang mengalami Asma
Brochial meliputi latihan batuk efektif, Postural drainage, dan nebulizer, batuk efektif adalah
suatu metode batuk dengan benar, di mana pasien dapat menghemat energi sehingga tidak
mudah lelah mengeluarkan dahak secara maksimal. Manfaat latihan batuk efektif untuk
melongggarkan dan melegakan saluran pernafasan maupun mengatasi sesak nafas akibat
adanya lender yang memenuhi saluran pernafasan (Trabani, 2010).
Postural drainage merupakan pemberian posisi terapeutik pada pasien untuk
memungkinkan sekresi paru-paru mengalir berdasarkangravitasi kedalam bronkus mayor
dantrachea. Postural drainage menggunakan posisi yang khusus untuk mengalirkan sekrsi
dengan menggunakan pengaruh gravitasi (Somantri, 2008).
Pada batuk efektif dilakukan duduk dengan agak membungkuk, minta ia menarik
napas dalam-dalam lalu tahan dan kontraksikan otot perut, tiup napas lebih kuat dan batuk.
Teknik ini menjaga jalan napas terbuka ketika sekresi bergerak ke atas dan keluar paru.
Inspirasi dengan napas pendek cepat secara bergantian (menghirup) untuk mencegah mukus
bergerak kembali ke jalan napas yang sempit. Batuk efektif adalah merupakan mekanisme
pertahanan tubuh yang berfungsi untuk mengeluarkan benda asing atau sekresi yang banyak
di saluran pernafasan.
Pada penelitian Setiawati (2017) Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
Pengaruh latihan batuk efektif pada intervensi nebulizer terhadap penurunan frekuensi sesak
nafas pada Asma Bronchial, terdapat Pengaruh Postural drainage pada intervensi nebulizer
terhadap penurunan frekuensi sesak nafas pada Asma Bronchial, dan tidak Terdapat
Perbedaan pengaruh latihan batuk efektif dan Postural drainage pada intervensi nebulizer
terhadap penurunan frekuensi sesak nafas pada Asma Bronchial.
Kedua teknik tersebut sama-sama memberikan perubahan frekuensi sesak nafas pada
Asma Bronchial, hal ini karena keduanya sama-sama mencegah mukus bergerak kembali
kejalan nafas yang sempit. Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian Putri dan Soemarno
(2013), dengan judul “Perbedaan Postural Drainage Dan Latihan Batuk Efektif Pada
Intervensi Nabulizer Terhadap Penurunan Frekuensi Batuk Pada Asma Bronchiale Anak Usia
3-5 Tahun”.
Link video: https://www.youtube.com/watch?
v=gyUHGYusTjI Link jurnal:
http://digilib.unisayogya.ac.id/2809/
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:
1. Menganalisis kasus kelolaan dengan diagnosa medis asma bronkhial dengan:
Ny. G 30 tahun suku Melayu bekerja sebagai IRT beragama islam dan Tn. E 32 tahun
suku melayu bekerja sebagai Guru tinggal di Jl. Sinar Baru Gg Tani. Ny. G datang ke
IGD RS Yarsi Pontianak diantar oleh suaminya Tn. E pada tanggal 5 November 2020
jam 20.40 WIB dengan keluhan batuk berdahak kental, lemas dan sesak nafas. Keluhan
ini dirasakan klien sejak 2 minggu yang lalu, sebelumnya klien periksa ke puskesmas,
tetapi selama 2 minggu tidak ada perubahan sejak 1 hari yang lalu sesak semakin
memberat. Klien dianjurkan keluarga untuk periksa ke rumah sakit. Klien menderita
penyakit asma sejak mempunyai anak yang ke dua pada usia 29 tahun. Dalam keluarga
klien ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien yaitu
bapaknya. Klien mengatakan sebelumnya pernah dirawat dirumah sakit dengan keluhan
sesak nafas selama 5 hari.
2. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada Ny. G adalah
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan secret
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
3. Intervensi keperawatanyang telah dibuat dilakukan dengan baik, pada diagnosa
ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret intervesi
yang dilakukan atur posisi pasien, ajar teknik batuk efektif, monitor vital sign, latih
napas dalam.

B. Saran
1. Bagi Penulis Menambah wawasan dan sebagai saran untuk menerapkan ilmu dalam
bidang keperawatan tentang asuhan keperawatan pada Anak dengan Asma.
2. Bagi Institusi Hasil laporan diharapkan dapat menambah literatur perpustakaan dalam
bidang keperawatan anak.
3. Bagi Institusi RS Diharapkan dengan adanya penelitian ini memberikan gambaran untuk
setiap permasalahan yang terjadi pada pasien. Tenaga kesehatan khususnya perawat
perlu menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan tepat dan fokus, dan
memberikan pendidikan kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan bagi pasien dan
keluarga mengenai penyakit yang dialami.
DAFTAR PUSTAKA

Almazini,P. (2012). Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Aru. W Sudoyo. (2015). Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Jakarta: Interna Publishing.

Doenges M.E, Moorhouse M.F, Murr A.C. (2010). Nursing Care Plans: Guidlines for
Individualizing Client Care Acroos the Lifespan (8th ed). Philadelphia: F.A

Purnomo. (2008). Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial
Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro.

Saheb, A. (2011). Penyakit Asma. Bandung: CV medika

Muttaqin, Arif. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif. A. H & Kusuma. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & Nanda NIC-NOC. Jogjakarta: Medi Action.

Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Somantri, Irman. (2012). Asuhan Keperwatan pada Klien Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.

Wahid, Abdul. Suprapto, Imam. (2013). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan
Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Yasmara, Deni. (2016). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah; Diagnosis NANDA-
(2015-2017); Intervensi NIC dan Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Ikawati Zullies. (2016). Penatalaksanaan Terapi : Penyakit Sistem Pernafasan. Yogyakarta :


Bursa Ilmu

Infodatin. Pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI. ISSN 2442-7659.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BATUK EFEKTIF

BATUK EFEKTIF
STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR
PENGERTIAN Latihan mengeluarkan secret yang terakumulasikan dan
mengganggu di saluran nafas dengan cara dibatukkan
TUJUAN 1. membebaskan jalan nafas dari akumulasi secret
2. mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan
diagnostic laboraturium
3. mengurangi sesak nafas akibat akumulasi sekret
KEBIJAKAN 1. klien dengan gangguan saluran nafas akibat akumulasi
sekret
2. pemeriksaan diagnostic sputum di laboraturium
PETUGAS Perawat
PERALATAN a. tempat sputum
b. Tissu
c. Stestoskop
d. Hanscoon
e. Masker
f. Air putih hangat dalam gelas
PROSEDUR Tahap prainteraksi
PERALATAN 1. Mengecek program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat
Tahap orientasi
1. Memberikan salam dan nama klien
2. Menjelaskan tujuan dan sapa nama klien
Tahap kerja
1. Menjaga privasi klien
2. Mempersiapkan klien
3. Meminta klien meletakkan satu tangan di
dada dan satu tangan di perut
4. Melatih klien tuberkulosis melakukan napas
perut (menarik napas dalam melalui hidung
hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup)
5. Meminta klien tuberkulosis
merasakan mengembangnya
perut
6. Meminta klien tuberkulosis menahan napas
hingga 3 hitungan
7. Meminta klien tuberkulosis menghembuskan
napas perlahan dalam 3 hitungan (lewat mulut,
bibir seperti meniup)
8. Meminta klien tuberkulosis
merasakan mengempisnya perut
9. Memasang perlak/alas dan bengkok (di
pangkuan penderita tuberkulosis bila duduk atau
di dekat mulut bila tidur miring)
10. Meminta penderita tuberkulosis untuk melakukan
napas dalam 2 kali, pada inspirasi yang ketiga
tahan napas dan batukkan dengan kuat
11. Menampung lendir ditempat pot yang telah
disediakan tadi

iii
PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN BATUK EFEKTIF
DAN POSTURAL DRAINAGE PADA INTERVENSI
NEBULIZER TERHADAP PENURUNAN
FREKUENSI SESAK NAFAS
PADA ASMA BRONCHIAL1
Ella Budi Setiawati 2, Siti Khotimah3

INTISARI

Latar Belakang: Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di


Indonesia, salah satunya adalah Asma Bronchial. Faktor yang mempengaruhi
prevalensi penyakit asma di antara nya usia, jenis kelamin, ras, sosio ekonomi, dan
faktor lingkungan. Asma ditandai oleh penyempitan bronkus akibat adanya hiper
reaksi terhadap sesuatu perangsangan langsung/fisik atau pun tidak langsung. Tanpa
pengelolaan yang baik asma akan mengganggu kehidupan penderita dan akan
cenderung mengalami peningkatan, sehingga dapat menimbulkan komplikasi
ataupun kematian. Tujuan: mengetahui perbedaan pengaruh latihan batuk efektif
dan Postural drainage pada intervensi nebulizer terhadap penurunan frekuensi sesak
nafas pada asma bronchial. Metodologi: Penelitian ini menggunakan metode
Eksperimental dengan pre dan post test two group design. Sampel penelitian ini
pasien yang mengalami Asma Bronchial di Dusun Pundung dan Dusun Salakan Baru
kelompok 1 di berikan perlakuan latihan batuk efektif dengan nebulizer dan
kelompok 2 di berikan perlakuan postural drainage dengan nebulizer. Intervensi di
lakukan selama 2 minggu dengan frekuensi latihan 3 kali seminggu. Alat ukur pada
penelitian ini adalah Visial Analog Scale (VAS). Hasil: Hasil uji kelompok 1
menggunakan paired sample t-test di peroleh nilai p:0,005 (p<0,05). Hasil uji
kelompok 2 menggunakan paired samples t-test di peroleh nilai p:0,004 (p<0,05).
Dan hasil uji beda menggunakan independent sample t-test di peroleh nilai kelompok
p:0,813 (p>0,05). Simpulan: Tidak Terdapat Perbedaan latihan batuk efektif dan
Postural drainage pada intervensi nebulizer terhadap penurunan frekuensi sesak
nafas pada Asma Bronchial. Saran: Untuk peneliti selanjutnya dapat memperhatikan
aktivitas fisik responden sesak nafas, Asma Broncial, VAS.

Kata Kunci : Latihan Batuk Efektif, Postural Drainage , Nebulizer


Kepustakaan : Buku: 11 referensi, Jurnal: 43 reverensi (2005-2016)
1
Judul Skripsi.
2
Mahasiswa Program Studi Ilmu Fisioterapi Universitas „Aisyiyah Yogyakarta.
3
Dosen Program Studi Ilmu Fisioterapi Universitas „Aisyiyah Yogyakarta.
DIFFERENCES IMPACT OF EFFECTIVE
COUGH EXERCISE AND POSTURAL DRAINAGE ON
NEBULIZER INTERVENTIONS TO DECREASING OF
BREATHING DIFFICULTIES FREQUENCY ON
BRONCHIAL ASMA1
Ella Budi Setiawati 2, Siti Khotimah3

ABSTRACT

Background : Lung disease is a health problem in Indonesia, one of the illnesses is


Bronchial Asthma. The factors that influence the prevalence of asthma are age, sex,
race, social economy, and environment. Asthma is marked by bronchial narrowing as
the result of hyper reaction toward direct/physical stimulation or indirect stimulation.
Without good treatment, asthma will harm the sufferer‟s life and will be worse so
that it can cause complication or death. Objective: to learn the difference between
the effect of effective cough practice and postural drainage on nebulizer intervention
toward the decrease of asphyxiation frequency on bronchial asthma. Methodology:
This research used Experimental method with pre and post test two group design.
The sample of the research were patients with Bronchial Asthma in Pundung and
Salakan Baru Village. Group 1 was given effective cough practice treatment with
nebulizer and group 2 was given postural drainage treatment. The intervention was
conducted for 2 weeks with 3 times a week practice. The measurement used in this
research was Visual Analog Scale (VAS). Result: The test result of group 1 using
paired sample t-test obtained p:0,005 (p,0,05). The test result of group 2 using paired
sample t-test obtained p:0,004 (p,0,05). Different test result using independent
sample t-test obtained group value of p:0,813 (p>0,05). Conclusion: There was no
difference between effective cough practice and Postural drainage on nebulizer
intervention toward the decrease of asphyxiation frequency on bronchial asthma.
Suggestion: The next researchers are suggested to pay attention to respondent‟
physical activity, asphyxiation, Bronchial Asthma, VAS.

Keywords : Effective Cough Drainage, Postural Drainage , Nebulizer


Literature : Books: 11 references, Journals: 43 references (2005-2016)
1
Research Title.
2
Student of physical Therapy School, Faculty of Health Sciences, „Aisyiyah
University of Yogyakarta.
3
Lecturer of Health Sciences Faculty, „Aisyiyah University of Yogyakarta.
PENDAHULUAN
Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah
satunya adalah Asma Bronchial. Asma merupakan penyakit saluran napas yang
ditandai oleh penyempitan bronkus akibat adanya hiper reaksi terhadap sesuatu
perangsangan langsung/fisik atau pun tidak langsung. Tanpa pengelolaan yang baik
asma akan mengganggu kehidupan penderita dan akan cenderung mengalami
peningkatan, sehingga dapat menimbulkan komplikasi ataupun kematian. Walaupun
asma merupakan penyakit yang dikenal luas di masyarakat namun kurang dipahami
semestinya hingga timbul anggapan dari sebagian dokter dan masyarakat bahwa
asma merupakan penyakit yang sederhana serta mudah diobati.
Penyakit Asma Bronchial merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan
dan diperkirakan 4–5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh
penyakit ini. Asma Bronchial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada
usia dini. Sekitar separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus
lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Kurang lebih 80% pasien asma memiliki
riwayat alergi atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
mendapatkan picuan dari lingkungan sekitar. Kelompok dengan resiko terbesar
terhadap perkembangan asma adalah pengidap alergi dan memiliki keluarga dengan
riwayat asma (Putri & Soemarno, 2013).
Asma telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, para ahli mendefinisikan
bahwa asma merupakan suatu penyakit obstruksi saluran nafas yang memberikan
gejala–gejala batuk, mengi, dan sesak nafas (Somantri, 2009).
Pada penyakit asma, serangan umumnya datang pada malam hari, tetapi
dalam keadaan berat serangan dapat terjadi setiap saat tidak tergantung waktu.
Inspirasi pendek dan dangkal, mengakibatkan penderita menjadi sianosis, wajahnya
pucat dan lemas, serta kulit banyak mengeluarkan keringat. Bentuk thorax terbatas
pada saat inspirasi dan pergerakannya pun juga terbatas, sehingga pasien menjadi
cemas dan berusaha untuk bernafas sekuat-kuatnya (Kumoro, 2008).
Asma adalah penyakit inflamasi saluran nafas yang dapat menyerang semua
kelompok umur. Asma ditandai dengan serangan berulang sesak napas dan mengi,
yang bervariasi setiap individunya dalam tingkat keparahan dan frekuensi. Asma
dapat mempengaruhi kualitas hidup serta beban sosial ekonomi. Asma mempunyai
tingkat fatalitas yang rendah namun kasusnya cukup banyak di negara dengan
pendapatan menengah kebawah. WHO memperkirakan 235 juta penduduk dunia
menderita asma dan jumlahnya diperkirakan akan terus bertambah.
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai
dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas.
Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama di Negara maju.
Peningkatan terjadi juga di Negara negara Asia Pasifik seperti Indonesia. Studi di
Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropa. Hampir
separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan
kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan
manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman yang
direkomendasikan Global Initiative forAsthma (GINA).
Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak
maupun dewasa di negara berkembang maupun negara maju.Sejak dua dekade
terakhir, dilaporkan bahwa prevalensi asma bronkial meningkat pada anak maupun

1
dewasa. Prevalensi total asma bronkial di dunia diperkirakan 7,2 % (6% pada dewasa
dan 10% pada anak). Prevalensi tersebut sangat bervariasi pada tiap negara dan
bahkan perbedaan juga didapat antar daerah di dalam suatu negara. Prevalensi asma
bronkial di berbagai negara sulit dibandingkan, tidak jelas apakah perbedaan angka
tersebut timbul karena adanya perbedaan kritertia diagnosis atau karena benar-benar
terdapat perbedaan (IDAI, 2010).
Di Indonesia, prevalensi asma belum diketahui secara pasti. Hasil penelitian
pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC
(InternationalStudy on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 melaporkan
prevalensi asma sebesar 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%.
Hasil survey asma pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan,
Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar)
menunjukkan prevalensi asma pada anak SD(6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7-
6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%. Berdasarkan
gambaran tersebut, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat
yang perlu mendapat perhatian serius (Baratawidjaja,2006).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat tahun 2008 ada 300 juta pasien
asma di seluruh dunia. Indonesia sendiri memiliki 12,5 juta pasien asma. 95%
diantaranya adalah pasien asma tak terkontrol. Data ini disampaikan oleh Faisal
(2007), (dalam Widodo, 2009). Ketua Umum Dewan Asma Indonesia (DAI) pada
hari peringatan asma sedunia 04 Mei 2009. Jeremy (2006: 55) mengemukakan
bahwa, satu dari tujuh orang di Inggris memiliki penyakit alergi dan lebih dari 9 juta
orang mengalami mengi dan sesak nafas. Dalam 12 tahun terakhir ini jumlah usia
dewasa yang mengalami penyakit asma hampir dua kali lipat dari usia anak-anak.
Penelitian ini di lakukan di Dusun Pundung dan Salakan Baru, kelurahan
Nogotirto, kecamatan Gamping, dikarenakan masyarakat di dusun pundung banyak
yang mengalami penyakit asma, didapatkan data dari hasil study pendahuluan saya di
Dusun pundung dan salakan baru, bahwa terdapat 20 orang dewasa rata-rata dengan
umur 35-65 tahun yang mengalami penyakit asma dengan keluhan sesak nafas dan
terdapat 5 orang dewasa berusia 25-35 tahun yang mengalami penyakit asma yang di
karenakan faktor keturunan, penduduk di Dusun pundung dan salakan sebagian besar
bekerja sebagai petani, kuli bangunan, dan ibu rumah tangga.
Rusmono (2008) menyatakan bahwa pada tahun 2006 penyakit asma
termasuk penyakit yang membahayakan dan pasien asma di Jawa Tengah mengalami
peningkatan 5,6%dibandingkan tahun 2005. Jumlah pasien asma pada tahun 2005
berjumlah 74.253 dan pada tahun 2006 berjumlah 78.411. Ditambahkan oleh
Handayani (2008) dalam penelitiannya tentang pasien asma di Surakarta berjumlah
2.126 dari berbagai pasien di rumah sakit Surakarta baik negeri ataupun swasta.
Penanganan fisioterapi yang dapat di lakukan pada pasien yang mengalami
Asma Brochial meliputi latihan batuk efektif , Postural drainage, dan nebulizer,
batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, di mana pasien dapat
menghemat energi sehingga tidak mudah lelah mengeluarkan dahak secara
maksimal. Manfaat latihan batuk efektif untuk melongggarkan dan melegakan
saluran pernafasan maupun mengatasi sesak nafas akibat adanya lender yang
memenuhi saluran pernafasan (Trabani, 2010).
Postural drainage merupakan pemberian posisi terapeutik pada pasien untuk
memungkinkan sekresi paru-paru mengalir berdasarkangravitasi kedalam bronkus
mayor dantrachea. Postural drainage menggunakan posisi yang khusus untuk
mengalirkan sekrsi dengan menggunakan pengaruh gravitasi (Somantri, 2008).
Nebulizer merupakan suatu alat pengobatan dengan cara pemberian obat-
obatan dengan penghirupan, setelah obat-obatan tersebut terlebih dahulu dipecahkan
menjadi partikel-partikel yang lebih kecil melalui cara aerosol atau humidifikasi.
Tujuan dari pemberian nebulizer antara lain : rileksasi dari spasme bronchial,
mengencerkan secret melancarkan jalan nafas, melembabkan saluran pernafasan
(Purnamadyawati, 2000).
Dari beberapa latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk
mengkaji dan memahami tentang kasus Asma Bronchial dengan judul perbedaan
pengaruh latihan batuk efektif dan Postural drainage pada intervensi nebulizer
terhadap penurunan frekuensi sesak nafas pada asma bronchial.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode Eksperimental dengan pre dan post test
two group design. Sampel penelitian ini pasien yang mengalami Asma Bronchial di
Dusun Pundung dan Dusun Salakan Baru kelompok 1 di berikan perlakuan latihan
batuk efektif dengan nebulizer dan kelompok 2 di berikan perlakuan postural
drainage dengan nebulizer. Intervensi di lakukan selama 2 minggu dengan frekuensi
latihan 3 kali seminggu. Alat ukur pada penelitian ini adalah Visial Analog Scale
(VAS).

HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum Penelitian
Penelitian ini di lakukan di Dusun Pundung dan Dusun Salakan Baru,
Kelurahan nogotirto, Kecamatan Gamping, Sleman Yogyakarta. Yang di laksanakan
pada tanggal 24 Januari sampai 7 Februari 2017. Dusun Pundung merupakan
kawasan perdesaan dan dapat di akses dengan mudah dengan menggunakan berbagai
alat transportasi daerah di sekitar Dusun Pundung masih sangat sejuk karena jauh
dari daerah perkotaan dan di kelilingi banyak sawah. Mayoritas penduduk Dusun
Pundung bekerja sebgai petani dan pedagang.
Begitu juga dengan Dusun Salakan Baru, Dusun ini sebagian besar
penghasilannya sangat tergantung dengan alam, karena kebanyakan dari mereka
petani sawah, namun tidak sedikit juga dari masyarakat Dusun Salakan Baru bekerja
sebagai pedagang, peternak, pegawai swasta, bahkan dukun bayi. Latar belakang
pendidikan mereka pun beraneka ragam. Mulai dari SR (Sekolah Rakyat), SD
(Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMA (Sekolah Menegash
Atas), hingga S1 (Sarjana 1 ), tetapi ada juga yang sama sekali tidak pernah
mengenyam pendidikan formal.

Karakteristik Responden
Hasil penelitian mengenai karakteristik responden ini meliputi jenis kelamin,
umur, status gizi dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut :
Tabel 1 Karakteristik Responden

Rerata ± SB
Responden Rentangan Kel LBE +NeB Kel PD + NeB
(n=7) (n=7)
Umur (Th) 35-65 Tahun 49,2 ±7,9 35,2±9,1
Tinggi badan (cm) 150-165 cm 156,2±3,8 158,5±3,6
Berat Badan (kg) 48-62 kg 54,8±5,2 55,2±4,5
Status Gizi (IMT) 18-25 22,4±2,4 22±2,6
Vas (Pre) 49-65 57±5,7 57±6,2
Vas (Post) 30-56 41,4±8,1 42,5±9,08
Keterangan :
Kel LBE+NeB : Latihan batuk efektif pada intervensi
nebulizer Kel PD + NeB : Postural Drainage pada intervensi
nebulizer SB : Simpangan baku
n : Jumlah responden

Tabel 1 memperlihatkan karakteristik responden dalam penelitian ini berupa


umur pada kelompok latihan batuk efektif dengan nebulizer dengan rerata sebesar
49,2 sedangkan kelompok Postural drainage dengan nebulizer dengan rerata
sebesar 35,2. Pada karakteristik responden berdasarkan tinggi badan pada
kelompok latihan batuk efektif dengan nebulizer dengan rerata sebesar 156,2
sedangkan kelompok Postural drainage dengan nebulizer dengan rerata sebesar
158,5.
Pada karakteristik responden berdasarkan berat badan pada kelompok latihan
batuk efektif dengan nebulizer dengan rerata sebesar 54,8 sedangkan kelompok
Postural drainage dengan nebulizer dengan rerata sebesar 55,2. Pada karakteristik
responden berdasarkan status gizi pada kelompok latihan batuk efektif dengan
nebulizer dengan rerata sebesar 22,4 sedangkan kelompok Postural drainage
dengan nebulizer dengan rerata sebesar 22.
Pada karakteristik responden berdasarkan frekuensi sesak nafas sebelum
diberikan intervensi pada kelompok latihan batuk efektif dengan nebulizer dengan
rerata sebesar 57 sedangkan kelompok Postural drainage dengan nebulizer
dengan rerata sebesar 57.
Pada karakteristik responden berdasarkan frekuensi sesak nafas sebelum
diberikan intervensi pada kelompok latihan batuk efektif dengan nebulizer dengan
rerata sebesar 41,2 sedangkan kelompok Postural drainage dengan nebulizer
dengan rerata sebesar 42,5.

Distibusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis kelamin

Kel LBE +NeB Kel PD+NeB


Jenis Kelamin F % F %
Laki-laki 2 28,6 2 28,6
Perempuan 5 71,4 5 71,4
Total 7 100 7 100
Keterangan:
Kel LBE+NeB : Latihan batuk efektif pada intervensi nebulizer
Kel PD + NeB : Postural Drainage pada intervensi nebulizer

Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar kelompok yang
diberikan latihan batuk efektif dengan nebulizer paling banyak berjenis kelamin
perempuan masing-masing sebanyak 5 responden (71,4%), sedangkan paling sedikit
sebanyak 2 responden (28,6%). Pada kelompok Postural drainage dengan nebulizer
paling banyak berjenis kelamin perempuan masing-masing sebanyak 5 responden
(71,4%), sedangkan paling sedikit sebanyak 2 responden (28,6%). Dari hasil
penelitian diatas dapat dilihat bahwa jenis kelamin dominan responden adalah
perempuan.

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Tabel 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Kel LBE +NeB Kel PD +NeB


Umur
F % F %
21-35 tahun 1 14,3 0 0
36-45 tahun 1 14,3 2 28,6
46-55 tahun 4 57,1 2 28,6
56-65 tahun 1 14,3 3 42,8
Total 7 100 7 100

Keterangan:
Kel LBE+NeB : Latihan batuk efektif pada intervensi nebulizer
Kel PD + NeB : Postural Drainage pada intervensi nebulizer

Berdasarkan kelompok 4.3 pada kelompok yang diberikan latihan batuk


efektif dengan nebulizer memiliki umur 21-35 tahun sebanyak 1 responden
(14,3%), umur 36-45 tahun sebanyak 1 responden (14,3%), 46-55 sebanyak tahun 4
responden (57,1%), umur 56-65 sebanyak 1 responden (14,3%).
Pada kelompok Postural drainage dengan nebulizer memiliki umur 21-35
Tahun tidak ada, umur 36-45 tahun sebanyak 2 responden (28,6%), 46-55 sebanyak
tahun 2 responden (28,6%), umur 56-65 sebanyak 3 responden (42,8%).

Karakteristik Responden Berdasarkan Status Gizi

Hasil penelitian mengenai karakteristik responden berdasarkan status gizi


dapat dilihat pada tabel 4 berikut :

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Gizi

Kel LBE +NeB Kel PD +NeB


Status Gizi
F % F %
Kurus 0 0 0 0
Normal 6 85,7 6 85,7
Pre obesitas 1 14,3 1 14,3
Total 7 100 7 100
Keterangan:
Kel LBE+NeB : Latihan batuk efektif pada intervensi nebulizer
Kel PD + NeB : Postural Drainage pada intervensi nebulizer
<18,5 : Kurus
18,5-24,9 : Normal
≥25 : Berat badan lebih
Berdasarkan tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar status gizi responden
pada kelompok yang diberi latihan batuk efektif dengan nebulizer memiliki status
gizi normal sebanyak 6 responden (85,7%), status gizi dalam kategori pre obesitas
sebanyak 1 (14,3% responden) dan pada kelompok yang diberi Postural drainage
dengan nebulizer memiliki status gizi normal sebanyak 6 responden (85,7%), dan
status gizi dalam kategori pre obesitas sebanyak 1 (14,3% responden).

Karakteristik Responden Berdasarkan Aktifitas

Hasil penelitian mengenai karakteristik responden berdasarkan aktifitas


dapat dilihat pada tabel 5 berikut :

Tabel 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Aktifitas

Kel LBE +NeB Kel PD +NeB


Aktifitas
F % f %
Aktifitas ringan 2 28,6 1 14,2
Aktifitas cukup 3 42,8 3 42,9
Aktifitas berat 2 28,6 3 42,9
Total 7 100 7 100
Keterangan:
Kel LBE+NeB : Latihan batuk efektif pada intervensi nebulizer
Kel PD + NeB : Postural Drainage pada intervensi nebulizer

Berdasarkan tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa pada kelompok yang diberi
latihan batuk efektif dengan nebulizer memiliki aktifitas ringan sebanyak 2
responden (28,6%), memiliki aktifitas cukup sebanyak 3 responden (42,8%), dan
memiliki aktifitas berat sebanyak 2 responden (28,6%).
Pada kelompok yang diberi Postural drainage dengan nebulizer memiliki
aktifitas ringan sebanyak 1 responden (14,2%), memiliki aktifitas cukup sebanyak 3
responden (42,9%), dan memiliki aktifitas berat sebanyak 3 responden (42,9%).
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penurunan Frekuensi Sesak Nafas

Tabel 6 Karakteristik Responden Berdasarkan FrekuensiSesak Nafas

Kel LBE +NeB Kel PD +NeB


Res Pretest Postest Pretest Postest
DS DS Res DS DS
(mm) (mm) (mm) (mm)
A 50 SS 35 SR A 60 SS 54 SS
B 55 SS 40 SR B 65 SS 56 SS
C 60 SS 55 SS C 54 SS 40 SR
D 54 SS 43 SR D 63 SS 32 SR
E 65 SS 30 SR E 58 SS 41 SR
F 63 SS 47 SR F 49 SR 40 SR
G 52 SS 40 SR G 50 SS 35 SR
Keterangan:
Kel LBE+NeB : Latihan batuk efektif pada intervensi
nebulizer Kel PD + NeB : Postural Drainage pada intervensi
nebulizer DS : Deskriptif rasa sesak
Pretest : Sebelum diberi perlakuan
Postest : Sesudah diberi perlakuan

Deskriptif Data Penelitian

Frekuensi Sesak Nafas pada Asma Bronchial sebelum dan Sesudah Diberi
Latihan Batuk Efektif pada Intervensi Nebulizer
Hasil penelitian mengenai Frekuensi sesak nafas pada Asma Bronchial
sebelum dan sesudah diberi latihan batuk efektif dengan nebulizer dapat dilihat pada
tabel berikut:

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Sesak Nafas pada Asma Bronchial Sebelum dan
Sesudah Diberikan Latihan Batuk Efektif pada Intervensi Nebulizer

Kel LBE +NeB n Rentangan Rerata± SB


Sebelum 7 30-65 57± 5,7
Sesudah 7 30-55 41,4± 8,1
Keterangan:
Kel LBE+NeB : Latihan batuk efektif pada intervensi nebulizer
Kel PD + NeB : Postural Drainage pada intervensi nebulizer
Berdasarkan Tabel 4.7 di atas diketahui rerata frekuensi sesak nafas pada asma
bronchial sebelum diberi latihan batuk efektif pada intervensi nebulizer rerata
sebesar 57 dan setelah diberi latihan batuk efektif pada intervensi nebulizer rerata
sebesar 41,4. Terjadi penurunan frekuensi sesak nafas selisih rerata sebesar 15,58.
Frekuensi sesak nafas pada Asma Bronchial sebelum dan sesudah diberi Postural
Drainage pada intervensi nebulizer
Hasil penelitian mengenai Frekuensi sesak nafas pada Asma Bronchial
sebelum dan sesudah diberi Postural Drainage pada intervensi nebulizer dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Sesak Nafas pada Asma Bronchial Sebelum dan
Sesudah Diberikan Postural Drainage pada Intervensi Nebulizer

Kel PD +NeB n Rentangan Rerata± SB


Sebelum 7 49-65 57± 6,2
Sesudah 7 32-56 42,5± 9
Keterangan :
Kel LBE+NeB : Latihan batuk efektif pada intervensi nebulizer
Kel PD + NeB : Postural Drainage pada intervensi nebulizer
Berdasarkan Tabel 4.8 di atas diketahui rerata frekuensi sesak nafas pada asma
bronchial sebelum diberi Postural Drainage pada intervensi nebulizer rerata sebesar
57 dan setelah diberi Postural Drainage pada intervensi nebulizer rerata sebesar
42,5. Terjadi penurunan frekuensi sesak nafas selisih rerata sebesar 15,58.
Berdasarkan Tabel 4.7 di atas diketahui frekuensi sesak nafas pada asma
bronchial sebelum diberi latihan batuk efektif dengan nebulizer sebesar 57 dan
setelah diberi latihan batuk efektif dengan nebulizer sebesar 42,5. Terjadi penurunan
selisih sebesar 14,43.

Uji Hipotesis I
Pengaruh latihan batuk efektif pada intervensi Nebulizer terhadap penurunan
frekuensi sesak nafas pada Asma Bronchial.

Tabel 9 . Uji Hipotesis I

Sampel n Sig.(2-tailed)
Kel LBE+NeB 7 0,005
Keterangan:
Kel LBE+NeB : Latihan batuk efektif pada intervensi
nebulizer Kel PD + NeB : Postural Drainage pada intervensi
nebulizer (Sumber : Primer, 2017)

Berdasarkan tabel di atas didapat uji t pada kelompok yang diberi latihan
batuk efektif dengan nebulizer nilai p-value didapat 0,005 <0,05, sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh latihan batuk efektif dengan nebulizer
terhadap penurunan frekuensi sesak nafas pada Asma Bronchial .

Uji Hipotesis II
Pengaruh postural drainage pada intervensi nebulizer terhadap penurunan frekuensi
sesak nafas pada Asma Bronchial.

Tabel 4.12 . Uji Hipotesis II

Sampel n Sig. (2-tailed)


Kel PD+NeB 7 0,004
Keterangan:
Kel LBE+NeB : Latihan batuk efektif pada intervensi
nebulizer Kel PD + NeB : Postural Drainage pada intervensi nebulizer
(Sumber : Primer, 2017)
Berdasarkan tabel di atas didapat uji t pada kelompok yang diberi Postural
drainage dan intervensi nebulizer nilai p-value didapat 0,004<0,05, sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh Postural drainage dan intervensi nebulizer
terhadap penurunan frekuensi sesak nafas pada Asma Bronchial .

Uji Hipotesis III

Prasyarat uji statistik hipotesis III melakukan uji homogenitas. Hasil data pada
uji homogenitas yang tersaji pada tabel 4.9 menyatakan bahwa data adalah
homogen.
Tabel 4.13 . Uji Independent test

Kelompok t Sig. (2-tailed)


LBE+NeB dan PD+NeB 0,242 0,813
Keterangan:
Kel LBE+NeB : Latihan batuk efektif pada intervensi
nebulizer Kel PD + NeB : Postural Drainage pada intervensi
nebulizer (Sumber : Primer, 2017)

Berdasarkan tabel di atas didapat uji independent test didapat nilai p-value
didapat 0,813 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
frekuensi sesak nafas pada kelompok yang diberi latihan batuk efektif pada
intervensi nebulizer dan Postural drainage pada intervensi nebulizer .

PEMBAHASAN
Pengaruh Latihan Batuk Efektif pada Intervensi Nebulizer terhadap
Penurunan Frekuensi Sesak Nafas pada Asma Bronchial. Hasil penelitian
menyatakan rerata frekuensi sesak nafas pada asma bronchial sebelum diberi
latihan batuk efektif sebesar 57 dan setelah diberi latihan batuk efektif sebesar 41,4.
Terjadi penurunan frekuensi sesak nafas selisih sebesar 15,58. Hal ini dapat terjadi
karena mekanisme pertahanan tubuh responden mampu membantu
memperlancarkan saluran perrnafasan. Asma Bronchial dapat mengalami
penurunan karena batuk efektif mampu menginhalasi dalam dan melakukan
kontraksi aktivitas otot-otot ekspirasi dan pembukaan glottis. Batuk efektif dalam
penelitian ini mampu menghemat energi sehingga tidak mudah lelah.
Menurut teori Sundaru (2006), Berbagai rangsangan alergi dan rangsangan non spesifik ,
akan adanya jalan nafas yang hiperaktif, mencetuskan respon broncokontraksi dan radang.
Rangsangan ini meliputi allergen yang di hirup (tungau debu, tepung sari, sari kedelai, dan
protein minyak jarak), protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap rokok, polutan udara,
bau busuk, obat-obatan (metabisulfit), udara dingin, dan olahraga. Asma Bronchiale adalah
penyakit radang/inflamasi kronik pada paru, yang dikarakterisir oleh adanya penyumbatan
saluran nafas (obstruksi) yang bersifat reversible, baik secara spontan maupun dengan
pengobatan, peradangan pada jalan nafas, dan peningkatan respon jalan nafas terhadap
berbagai rangsangan (hiper responsivitas) Obstruksi pada saluran nafas bisa disebabkan
oleh spasme/ kontraksi otot polos bronkus, oedema mukosa bronkus, sekresi kelenjar
bronkus meningkat.
Hasil penelitian pada analisis uji paired t-test pada kelompok yang diberi latihan batuk
efektif memiliki nilai p-value didapat 0,005 (p<0,05), sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh latihan batuk efektif terhadap penurunan frekuensi
sesak nafas pada Asma Bronchial. Batuk efektif mampu menyiapkan paru-paru dan saluran
nafas sebelum melaksanakan tehnik batuk, mengeluarkan semua udara dari dalam paru-
paru dan saluran nafas sehingga batuk efektif mampu menurunkan frekuensi sesak nafas.
Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana pasien dapat
menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara
maksimal.
Hal ini sesuai dengan teori Putri & Soemarno (2013), menyatakan bahwa Asma bronchiale
adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan
batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Batuk-batuk yang terjadi tersebut adalah
reaksi alami dari tubuh untuk merespon adanya sesuatu yang menghalangi saluran
pernafasan.
Hasil dalam penelitian sebelum terapi, dilakukan pengukuran derajat sesak nafas dengan
menggunakan alat VAS, Latihan batuk efektif kemudian setiap terapi diberikan nebulizer di
aplikasikan dengan cara pasien duduk tegak dan rilex, nafas tenang dan pelan dengan tarik
nafas melalui mulut, tahan nafas, lalu keluarkan melalui hidung, setelah itu dilakukan
pengukuran kembali.Pada terapi menggunakan batuk efektif repsonden diberikan
bronkodilator (jika direspkan), tarik napas dalam lewat hidung dan tahan napas untuk
beberapa detik. Batuk 2 kali, batuk pertama untuk melepaskan mukus dan batuk kedua
untuk mengeluarkan sekret. Jika klien merasa nyeri dada pada saat batuk, tekan dada
dengan bantal. Tampung sekret pada sputum pot yang berisi lisol.
Untuk batuk menghembus, sedikit maju kedepan dan ekspirasi kuat dengan suara
“hembusan”.Teknik ini menjaga jalan napas terbuka ketika sekresi bergerak ke atas dan
keluar paru. Inspirasi dengan napas pendek cepat secara bergantian (menghirup) untuk
mencegah mukus bergerak kembali ke jalan napas yang sempit, terakhir dilakukan istirahat.
Mekanisme latihan batuk efektif adalah inhalasi dalam, penutupan glottis, kontraksi
aktifitas otot-otot ekspirasi dan pembukaan glottis, inhalasi dalam meningkatkan udara
melewati sebagian plak lendir yang mengobstruksi atau melewati benda asing, kontraksi
otot-otot ekspirasi melewati glotis yang menutup sehingga menyebabkan terjadinya
tekanan intra thorak yang tinggi, saat glotis membuka aliran udara yang besar keluar
dengan kecepatan yang tinggi, memberikan mukus kesempatan untuk bergerak kejalan
nafas bagian atas dan mukus dapat di di keluarkan sehingga sesak nafas berkurang.
Sedangkan mekanisme nebulizer adalah cairan obat yang di gunakan akan di ubah menjadi
uap oleh nebulizer yang kemudian akan di hirup oleh pasien lewat pemberian obat melalui
nebulizer, saluran nafas lebih longgar dan dahak akan lebih encer, sehingga dahak lebih
mudah keluar saat batuk atau pun saat menepuk bagian dada.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Oktaviani (2014), dengan judul
“Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Asma Acute Di Rs Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga”
yang menyatakan hasil penelitian menunjukan bahwa setelah di lakukan terapi selama 6
kali dengan menggunakan modalitas Infra Red, Breating Exercise dan terapi latihan ada
terjadi penurunan derajat sesak nafas yang di ukur dengan menggunakan skala borg.
Pengaruh Postural Drainage pada Intervensi Nebulizer terhadap Penurunan Frekuensi
Sesak Nafas pada Asma Bronchial. Hasil penelitian menyatakan frekuensi sesak nafas pada
asma bronchial sebelum diberi latihan batuk efektif sebesar 57 dan setelah diberi latihan
batuk efektif sebesar 42,5. Terjadi penurunan
selisih sebesar 14,43. Hasil analisis uji paired t-test yang menyatakan pada kelompok yang
diberi Postural drainage nilai p-value didapat 0,004 (p<0,05), sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh Postural drainage dan intervensi nebulizer terhadap penurunan
frekuensi sesak nafas pada Asma Bronchial.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode klasik ini mampu menurunkan frekuensi sesak
nafas. Terapi Postural drainage memanfaatkan kekuatan gravitasi untuk membantu
mengalirkan sekret dengan efektif dari paru - paru ke saluran pernafasan utama, sehingga
dapat dikeluarkan dengan batuk efektif dan suction, klien ditempatkan dengan kepala atau
dada lebih rendah dalam waktu lebih dari 15 menit. Pada klien kritis dan tergantung pada
ventilator. Hal ini karena Postural drainage mampu mengeluarkan sekret dari paru dengan
mempergunakan gaya berat dan sekret itu sendiri.
Postural drainage dilakukan dua kali sehari, bila dilakukan pada beberapa posisi tidak
lebih dari 40 menit, tiap satu posisi 3 –10 menit dan dilakukan sebelum makan pagi dan
malam atau 1 –2 jam sesudah makan. Menurut Putri & Soemarno (2013) Dapat dilakukan
dua kali sehari pagi sebelum makan dan malam sebelum tidur untuk meningkatkan
kenyenyakan tidur, bisa di lakukan setiap posisi, tiap satu posisi 5-10 menit, seminggu 3
kali selama 2 minggu.
Menurut teori Soemarno & Astuti (2005), dengan Postural drainage kemampuan
pernapasan penderita lebih optimal karena dapat memobilisasi sputum sehingga pernapasan
lebih efektif kinerja kardiorespirasi meningkat sehingga penderita lebih percaya diri. Hasil
penelitian ini sesuai dengan teori Cystic Fibrosis Foundation (2012), yang menyatakan
bahwa tujuan Postural drainage salah satunya melepaskan pengeketan sputum pada
bronkus.
Hasil penelitian ini juga dikuatkan oleh penelitian Maidartati (2014), dengan judul
“Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Bersihan Jalan Nafas Pada Anak Usia 1-5 Tahun
Yang Mengalami Gangguan Bersihan Jalan Nafas Di Puskesmas Moch. Ramdhan
Bandung” yang meyatakan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek
fisioterapi dada terhadap penyakit asma, dari hasil penelitian fisioterapi dada mempunyai
efek terhadap kesembuhan pasien asma dapat di ukur dengan berkurang nya batuk, sesak
nafas, dan lancarnya pengeluaran sputum. Dengan jumlah responden sebanyak 30 orang.
Hasil penelitian menunjukan sebanyak 18 responden mengalami kesembuhan dan 12
pasien masih mengalami keluhan, hasil uji statistic di dapatkan kebermaknaan pengaruh
chest terapi terhadap kesembuhan asma dengan nilai p=0.000. Mekanisme postural
drainage adalah pengaturan posisi pasien untuk mengalirkan sekret dari berbagai segmen
paru, saat sekret telah mengalir ke saluran nafas yang lebih besar, lalu sekret dikeluarkan
melalui batuk. Untuk memfasilitasi pengaliran dan pemindahan sekret dari paru-paru
dengan menggunakan gaya gravitasi, sehingga terjadi lah penurunan sesak nafas.
Sedangkan mekanisme nebulizer untuk menurunkan sesak nafas adalah cairan obat yang di
gunakan akan di ubah menjadi uap oleh nebulizer yang kemudian akan di hirup oleh pasien
lewat pemberian obat melalui nebulizer, saluran nafas lebih longgar dan dahak akan lebih
encer, sehingga dahak lebih mudah keluar saat batuk atau pun saat menepuk bagian dada.
Perbedaan Pengaruh Latihan Batuk Efektif dan Postural Drainage pada Intervensi
Nebulizer terhadap Penurunan Frekuensi Sesak Nafas pada Asma Bronchial.Hasil uji
independent test didapat nilai p-value didapat 0,813 (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat perbedaan frekuensi sesak nafas pada kelompok yang diberi latihan
batuk efektif dan Postural drainage . Hal ini
dapat terjadi karena kedua metode latihan batuk efektif dan Postural drainage merupakan
metode yang klasik. Dalam penelitian ini tidak ditemukan perbedaan yang nyata antara
latihan batuk efektif dan Postural drainage .
Pada batuk efektif dilakukan duduk dengan agak membungkuk, minta ia menarik napas
dalam-dalam lalu tahan dan kontraksikan otot perut, tiup napas lebih kuat dan batuk.
Teknik ini menjaga jalan napas terbuka ketika sekresi bergerak ke atas dan keluar paru.
Inspirasi dengan napas pendek cepat secara bergantian (menghirup) untuk mencegah
mukus bergerak kembali ke jalan napas yang sempit. Batuk efektif adalah merupakan
mekanisme pertahanan tubuh yang berfungsi untuk mengeluarkan benda asing atau sekresi
yang banyak di saluran pernafasan
Sedangkan pada Postural drainage dilakukan pada beberapa posisi tidak lebih dari 40
menit, tiap satu posisi 3 –10 menit dan dilakukan sebelum makan pagi dan malam atau 1 –2
jam sesudah. Postural drainase (PD) merupakan pengaturan posisi pasien untuk
mengalirkan sekret dari berbagai segmen paru, saat sekret telah mengalir ke saluran nafas
yang lebih besar, lalu sekret dikeluarkan melalui batuk. Untuk memfasilitasi pengaliran dan
pemindahan sekret dari paru-paru dengan menggunakan gaya gravitasi, sehingga terjadi lah
penurunan sesak nafas. Mekanisme latihan batuk efektif adalah inhalasi dalam, penutupan
glottis, kontraksi aktifitas otot-otot ekspirasi dan pembukaan glottis, inhalasi dalam
meningkatkan udara melewati sebagian plak lendir yang mengobstruksi atau melewati
benda asing, kontraksi otot-otot ekspirasi melewati glotis yang menutup sehingga
menyebabkan terjadinya tekanan intra thorak yang tinggi, saat glotis membuka aliran udara
yang besar keluar dengan kecepatan yang tinggi, memberikan mukus kesempatan untuk
bergerak kejalan nafas bagian atas dan mukus dapat di di keluarkan sehingga sesak nafas
berkurang. Nebulizer untuk menurunkan sesak nafas adalah cairan obat yang di gunakan
akan di ubah menjadi uap oleh nebulizer yang kemudian akan di hirup oleh pasien lewat
pemberian obat melalui nebulizer, saluran nafas lebih longgar dan dahak akan lebih encer,
sehingga dahak lebih mudah keluar saat batuk atau pun saat menepuk bagian dada.
Kedua teknik tersebut sama-sama memberikan perubahan frekuensi sesak nafas pada Asma
Bronchial, hal ini karena keduanya sama-sama mencegah mukus bergerak kembali kejalan
nafas yang sempit. Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian Putri dan Soemarno
(2013), dengan judul “Perbedaan Postural Drainage Dan Latihan Batuk Efektif Pada
Intervensi Nabulizer Terhadap Penurunan Frekuensi Batuk Pada Asma Bronchiale Anak
Usia 3-5 Tahun”. Hasil penelitian tidak ada beda pengaruh yang signifikan antara
pemberian nebulizer dan batuk efektif dengan pemberian nebulizer dan postural drainage
terhadap penurunan frekuensi batuk pada Asma Bronchiale.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat Pengaruh latihan batuk efektif pada
intervensi nebulizer terhadap penurunan frekuensi sesak nafas pada Asma Bronchial,
terdapat Pengaruh Postural drainage pada intervensi nebulizer terhadap penurunan
frekuensi sesak nafas pada Asma Bronchial, dan tidak Terdapat Perbedaan pengaruh
latihan batuk efektif dan Postural drainage pada intervensi nebulizer terhadap penurunan
frekuensi sesak nafas pada Asma Bronchial.
Saran
Hasil penelitian ini mampu meningkatkan tentang manfaat latihan batuk
efektif dan postural drainage pada intervensi nebulizer untuk menunjang
kesehatan penderita Asma Bronchial.

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja, K.G, Soebaryo. R, Kartasasmita. C. B, Suprihati, Sundaru, H.


Siregar,
S. (2006). Allergy and Asthma, The Scenario In Indonesia. In:
ShaikhWA.Editor. Principles And Practice Of Tropical Allergy And Asthma.
Mumbai: Vicas Medical Publishers (hlm. 689-707).

Kumoro, D. (2008). Pengaruh Pemberian Senam Asma terhadap Frekwensi


Kekambuhan Asma Bronkial. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.http://ums.ac.id/46707/.pdf.com di akses pada
tanggal 22 juni 2016.

Purnamadyawati. (2000). “Nebulizer Work Shop II” : TITAFI XV & KONAS VIII
(hlm. 4-20)

Putri dan Soemarno. (2013). Perbedaan postural drainage dan latihan batuk efektif
pada intervensi nebulizer terhadap penurunan frekuensi batuk pada Asma
Bronchial.http://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Fisio/article/view/641
diakses pada tanggal 23 juni 2016

Rusmono. (2008). Penyakit Asma yang Mematikan Setelah Stroke.


SoloPos.www.solopos.com di akses pada tanggal 22 juni 2016.

Soemarno, S. dan Astute, D. (2005). Pengaruh Penambahan MWD pada Terapi


Inhalasi, Chest Fisioterapi (Postural Drainage, Huffing, Caughing,
Tapping dan Clapping) dalam Meningkatkan volume Pengeluaran
Sputum pada Asma Bronchial. Jurnal Fisioterapi.1
(1).325.http://esaunggul.ac.id/index.php/Fisio.com di akses pada tanggal
23 juni 2016.

Sundaru, H. (2006). Asma Bronkial. Buku Ajar PenyakitdalamEdisi V.


ActaMedika: Bandung.

Tabrani, R. (2010). Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: TIM.

Widodo. (2009). “Penderita Asma di Indonesia Meningkat, ”Tribun News.


http://www.tribunbatam.co.id di akses pada tanggal 23 juni 2016

Anda mungkin juga menyukai