Anda di halaman 1dari 62

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah seseorang yang memiliki rentang usia 0-18 tahun,

termasuk yang masih dalam kandungan dan yang belum menikah,

sedangkan anak usia sekolah adalah sekelompok individu yang berada

pada rentang usia antara 6-12 tahun, yang berada dalam proses

pertumbuhan dan perkembangan United nations Children's Fund

(UNICEF).

Asma adalah penyakit gangguan pernapasan yang dapat

menyerang anak-anak hingga orang dewasa, tetapi penyakit ini lebih

banyak terjadi pada anak-anak. Menurut para ahli, prevalensi asma akan

terus meningkat. Sekitar 100 - 150 juta penduduk dunia terserang asma

dengan penambahan 180.000 setiap tahunnya. (Dharmayanti & Hapsari,

2015).

Asma bronkhial adalah penyakit yang lazim dijumpai. Penderita

asma mengalami kesulitan bernafas yang di akibatkan oleh penyempitan

saluran di paru-paru untuk sementara waktu. Pada waktu kambuh, akan

terdengar bunyi “whezing” dan pernafasan menjadi memburu. Asma

tingkat ringan bisa diakibatkan batuk kering. Kadang-kadang terdapat

sputum yang susah dikeluarkan. Asma lazim dijumpai pada usia antara

dua dan delapan tahun tetapi bisa menyerang usia berapa saja (DR.

Kenneth lyen, dkk, 2018).

1
2

Asma bronkhial merupakan penyakit kronis saluran pernafasan

yang ditandai oleh inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai

stimulus, dan sumbatan saluran nafas yang bisa kembali spontan atau

dengan pengobatan yang sesuai.

Faktor-faktor pencetus asma bronkhial seperti olahraga, alergen,

asap, debu, bau menyengat, pilek, virus, emosi, stress, cuaca dan polusi.

Individu yang memiliki penyakit asma bronkhial, saluran pernapasannya

lebih sensitif di bandingkan orang lain

World Health Organisation (WHO) memperkirakan 235 juta

penduduk dunia menderita asma dan paling sering terjadi pada anak. data

yang dikeluarkan WHO pada bulan mei tahun 2014, angka kematian

akibat penyakit asma bronkial di indonesia mencapai 24.773 orang atau

sekitar 1.77 persen dari jumlah total jumlah kematian penduduk. Setelah

dilakukan penyesuaian umur dari berbagai penduduk. data ini sekaligus

menempatkan Indonesia diurutan ke 19 di dunia perihal kematian akibat

asma bronkial (Kemenkes RI, 2016).

Angka kejadian asma bervariasi diberbagai negara, tetapi terlihat

kecendrungan bahwa penderita penyakit ini meningkat jumlahnya,

meskipun belakang ini obat-obatan asma banyak dikembangkan. Laporan

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam world health report 2000

menyebutkan, lima penyakit paru utama merupakan 17,4 % dari seluruh

kematian di dunia, masing-masing terdiri dari infeksi paru 7,2 %, PPOK

(Penyakit Paru Obstruksi Kronis) 4,8%, Tuberkulosis 3,0%, kanker

paru/trakea/bronkus 2,1 %. Dan asma 0,3%. (Infodatin, 2017) 14 Saat ini


3

penyakit asma masih menunjukkan prevalensi yang tinggi. Berdasarkan

data dari WHO (2002) dan GINA (2011), di seluruh dunia diperkirakan

terdapat 300 juta orang menderita asma dan tahun 2025 diperkirakan

jumlah pasien asma mencapai 400 juta. Jumlah ini dapat saja lebih besar

mengingat asma merupakan penyakit yang underdiagnosed. Buruknya

kualitas udara dan berubahnya pola hidup masyarakat diperkirakan

menjadi penyebab meningkatnya penderita asma. Data dari berbagai

negara menunjukkan bahwa prevalensi penyakit asma berkisar antara 1-

18% (Infodatin, 2017).

Dampak yang akan terjadi jika anak dengan penyakit asma

bronkhial tidak ditangani dengan tepat, dimana lingkungan memiliki peran

dalam memicu kekambuhan asma. Selain itu ada faktor lain yang dapat

meningkatkan keparahan asma. Beberapa diantaranya adalah rinitis yang

tidak diobati atau sinusitis, gangguan refluks gastroesofagal, sensitivitas

terhadap aspirin, pemaparan terhadap senyawa sulfit atau obat golongan

beta bloker, dan influenza, faktor mekanik, dan faktor psikis (Stress)

(Zullies, 2016).

Asma bronkhial harus diobati dengan serius karna penyakit ini bisa

menyebabkan kematian. Pilihan akan pengobatannya harus ditentukan

oleh dokter. Pengobatannya bisa berupa tablet, sirup, inhaler, atau

nebulizer, tergantung pada usia anak dan tingkat keparahannya. Pada

umumnya, pengobatan dengan menggunakan inhaler reaksinya lebih cepat

dan efek sampingnya lebih sedikit. Namun, untuk anak yang lebih kecil,

pengobatan menggunakan inhaler lebih sulit. Jika penyakit anak belum


4

memperlihatkan perbaikan setelah menjalani pengobatan yang telah

diresepkan oleh dokter, berkonsultasi dengan dokter atau berobatlah

kerumah sakit.

Peran perawat untuk merawat pasien dengan Asma adalah sebagai

Edukator yang merupakan Perawat sebagai edukator atau pendidik

bertugas memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga

dalam upaya menciptakan perilaku yang menunjang kesehatan, dalam hal

ini peran perawat juga sebagai pemberi asuhan keperawatan secara holistik

meliputi tindakan mendampingi serta membantu klien dalam

meningkatkan dan memperbaiki mutu kesehatan diri melalui proses

keperawatan. Pemberian asuhan ini mencakup aspek biopsikososial hingga

spiritual pasien atau klien, melalui pendekatan proses keperawatan.

Asuhan keperawatan yang diberikan melalui pengkajian, diagnosa

keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan

evaluasi keperawatan. Perawat juga perlu memberikan dukungan dan

motivasi kepada pasien dan keluarga untuk tetap menjaga kesehatan,

menyarankan kepada pasien dan keluarga agar tetap tabah, sabar, dan

berdoa agar diberikan kesembuhan, serta keluarga dapat merawat pasien

dirumah dengan mengikuti semua anjuran dokter dan perawat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, didapat rumusan masalah pada kasus ini

adalah “Bagaimana Melakukan Asuhan Keperawatan Pada Anak asma

bronkial’’.
5

C. Tujujuan umum

Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit

asma bronkial pada Anak menggunakan pendekatan proses keperawatan

secara benar, tepat dan sesuai dengan standar profesi keperawatan Pada

Anak asma bronkial”?

1. Tujuan khusus

Mahasiswa mampu menganalisa kasus yang diberikan.

a. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan pada

Anak dengan asma bronkial.

b. Mahasiswa mampu merencanakan rencana keperawatan pada

Anak dengan asma bronkial.

c. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada

Anak dengan asma bronkial.

d. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada

Anak dengan asma bronkial.

e. Mahasiswa mampu membuat dokumentasi keperawatan pada

Anak dengan asma bronkial.

D. Manfaat penulisan

Adapun manfaat penulisan studi kasus ini adalah :

1. Bagi penulis

Sebagai wadah bagi penulis untuk menerapkan pengetahuan yang

diperoleh dipendidikan, menambah wawasan dan pengalaman dari

asuhan keperawatan khususnya pada Anak dengan asma bronkial.


6

2. Bagi Akademik/STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat berguna dan dapat memperoleh

informasi tentang pelaksanaan studi kasus untuk bahan masukan bagi

mahasiswa/mahasiswi yang melaksanakan pendidikan di STIKes

MERCUBAKTIJAYA Padang dalam penerapan Asuhan Keperawatan

pada pasien dengan asma bronkial.


7

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Asma Bronkhial

1. Pengertian

Asma bronkhial adalah penyakit yang lazim yang dijumpai.

Pederita asma mengalami kesulitan bernafas yang di akibatkan oleh

penyempitan saluran di paru-paru untuk sementara waktu. Pada waktu

kambuh, akan terdengar bunyi whezing dan pernafasan menjadi

memburu. Asma tingkat ringan bisa diakibatkan batuk kering. Kadang-

kadang terdapat riak yang susah dikeluarkan. Asma lazim dijumpai

pada usia antara dua dan delapan tahun tetapi bisa menyerang usia

berapa saja (Kenneth, lyen., eg,2018).

Asma bronkhial adalah gangguan inflamasi kronis di jalan

napas. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dan obstruksi

jalan napas. Gejala asma adalah gangguan pernapasan (sesak), batuk

produktif terutama dimalam hari atau menjelang pagi, dan dada terasa

tertekan (Nawangwulan, Leni,2020).

Asma bronkhial adalah kondisi paru yang umum pada anak-

anak dan remaja. Hal ini menyebabkan masalah pernafasan, dengan

gejala seperti batuk, mengi, dan sesak nafas. Siapa pun dapat

mengalami asma, bahkan bayi. Biasanya asma terjadi pada anak

apabila orang tua juga memiliki riwayat asma ( Mendri, Prayogi ,

2019).

7
8

2. Anatomi dan Fisiologi

a. Anatomi pernapasan

Gambar 2.1 : Anatomi sistem pernafasan

(Sumber : Syaifuddin, 2016)

1) Saluran nafas atas

a) Hidung

Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran

udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi),

dipisahkan oleh saki hidung (sputum nasi).

Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna

menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk kedalam

lubang hidung. Fungsi hidung bekerja sebagai saluran udara

pernafasan , penyarug udara yang dilakukan oleh bulu-bulu

hidung yang menghatkan udara pernafasan oleh mukosa,

dan membunuh kuma yang masuk bersama udara

pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir

(mukosa) atau hidung.

b) Faring

Faring merupakan persimpangan antara jalan nafas


9

dan jalan makanan, terdapat dibawah dasar tenggorokan,

dibelakang rongga mulut dan hidung disebelah depan ruas

tulang leher. Faring dilapisi oleh selapu lendir (mukosa)

yang dibawahnya terdapat otot faring, otot-otot faring ini

penting untuk mekanisme menelan.

c) Laring

Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran

udara dan bertindak sebagai pembentuk suara, terletak

didepan bagian faring sampai ketinggian vertabra servikal

dan masuk dalam trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan

ini ditutup sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis,

yang terdiri dari tulang-tulang yang berfungsi pada waktu

kita menelan makanan menutupi laring.

d) Trakea

Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk dari

enem belas sampai dua puluh cincin yang terdiri dari

tulang-tulang rawan yang berbentuk huruf c. Sebelah dalam

diliputi oleh lendir yang berbulu getar yang disebut sel

bersila, hanya bergerak kearah luar. Panjang trakea 9-11 cm

dari blakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot

polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-

benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara

pernapasan. Yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri

dan kanan disebut karina.


10

2) Saluran nafas bawah

a) Bronkus

Merupakan lubang trakea setinggi vertebra

thoracalis lima yaitu setinggi bronkus kiri dan kanan.

Bronkus dibentuk oleh cincin tulang rawan dan lebih

panjang sedangkan bronkus kanan lebih lebar dan lebih

pendek.

b) Bronkiolus

Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi

bronkiolus. Bronkiolus mengandung klenjer submukosa

yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak

terputus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas.

c) Bronkiolus terminalis

Bronkiolus membentuk percabangan menjadi

bronkiolus terminasi (yang tidak mempunyai kelenjer lendir

dan silia)

d) Bronkiolus respirator

Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran

transisional antara jalan nafas konduksi dan jalan udara

pertukaran gas

e) Duktus alviolar dan duktus alveolan

Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke

dalam duktus alveolar dan sakus alveolar dan kemudian

menjadi alveoli.
11

f) Alveoli

Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2, terdapat

sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar

akan seluas 70 m2.

g) Paru-paru

Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut .

terletak dalam rongga dada atau toraks. Kedua paruh

dipisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan

beberapa pembulu darah besar. Setiap paru mempunyai

apeks dan basis, paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi

3 lobus oleh fisura interlobaris paruh kiri lebih kecil dan

terbagi menjadi 2 lobus, lobus-lobus tersebut terbagi lagi

menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen

bronkusnya.

h) Pleura

Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen

dan jaringan elastis, terdiri menjadi 2 :

1. Pleura parientalis yaitu yang melapisi rongga dada.

2. Pleura viselaris yaitu yang menyelubungi setiap paru-

paru.

b. Fisiologi pernapasan

Bernafas/pernapasan merupakan proses pertukaran udara

diantara individu dan linkungannya dimana O2 yang dihirup

(inspirasi) dan CO2 yang dibuang (ekspirasi). Proses bernafas


12

terdiri dari 3 bagian, yaitu:

1) Ventilasi

Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfer

daro alveolus ke paru-paru atau sebaliknya. Proses keluar

masuaknya udara paru-paru tergantung pada perbedaan

tekanan antara udara atmosfior dengan alveoli. Pada inspirasi,

dada mengembang, diafragma turun dan volume paru

bertambah, sedangkan ekspirasi merupakan gerakan pasif.

2) Difusi

Difusi yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbon

dioksida) antara alveoli dan kapiler paru-paru.

3) Transpor

Transpor yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke

sel-sel jaringan tubuh dan sebaliknya karbodioksida dari

jaringan tubuh ke kapiler. Oksigen perlu ditransportasikan dari

paru-paru ke jaringan dan karbondioksida harus

ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru-paru. Secara

normal 97% oksigen akan berikatan dengan hemoglobin sel

darah merah dan dibawa kejaringan sebagai oksihemoglobin.

Sisanya 3% ditransportasikan ke dalam cairan plasma darah

dan sel-sel (syaifuddin,2016).


13

3. Etiologi

Penyebab mendasar asma tidak sepenuhnya dipahami. Faktor

resiko terkuat terjadinya asma adalah kombinasi predisposisi genetik

dengan paparan lingkungan terhadap zat dan partikel yang dihirup

yang dapat memicu reaksi alergi atau mengganggu saluran nafas,

seperti:

a) Alergen dalam ruangan (misalnya tungau debu rumah di tempat

tidur, karpet dan perabotan boneka, polusi dan bulu binatang

peliharaan)

b) Alergen luar ruangan (seperti serbuk sari dan jamur)

c) Asap tembakau

d) Iritasi kimia di tempat kerja

e) Polusi udara

Pemicu lainnya bisa termasuk udara dimggin, rangsangan

emosional ekstrem, seperti kemarahan atau ketakutan, dan latihan

fisik. Bahkan, obat tertentu dapat memicu asma, misalnya aspirin

dan obat anti-inflamasi non-steroid lainnya, dan beta-blocker (yang

digunakan untuk mengobati tekkanan darah tinggi, kondisi jantung

dan migrain) (Puspasari,2019)

4. Patofisiologi

Inflamasi saluran pernapas pada klien asma merupakan hal

yang mendasari gangguan fungsi yaitu terdapat obtruksi saluran nafas

yang menyebabkan hambatan aliran udara yang dapat kembali secara

spontan atau setelah pengobatan (sundaru, 2009). Obtruksi pada klien


14

asma dapat disebabkan oleh kontraksi otot-otot yang mengelilingi

bronkus menyempitkan jalan nafas, pembengkakan membran yang

melapisi bronkus dan pengisian bronkus dengan mekus yang kental

(Smeltzer dkk.,2010). Keterbatasan aliran udara disebabkan oleh

berbagai perubahan dijalan nafas.

Asma merupakan penyakit inflamasi pada saluran pernafasan,

yang ditandai dengan bronkokonstriksi, inflamasi, dan respon yang

berlebihan terhadap rangsangan (hyperresponsiveness). Selain itu juga

terdapat penghambatan terhadap aliran udara dan penurunan kecepatan

aliran udara akibat penyempitan bronkus. Akibatnya terjadi

hiperinflasi distal, perubahan mekanis paru-paru, dan meningkatnya

kesulitan bernafasan. Selain itu juga dapat terjadi peningkatan sekresi

mukus yang berlebihan (Zullies, 2016).

Secara klasik, asma dibagidalam dua kategori berdasarkan

faktor pemicunya, yaitu asma ekstrinsik atau alergi dan asma intrinsik

atau idiosinkratik. Asma ekstrinsik mengacu pada asma yang

disebabkan karena menghirup alergen, yang biasanya terjadi pada

anak-anak yang memiliki keluarga dan

riwayat penyakit alergi (baik eksim, utikaria atau hay fever). Asma

instrinsik mengacu pada asma yang disebabkan olehkarena faktor-

faktordi luar mekanisme imunitas, dan umumnya dijumpai pada orang

dewasa. Disebut juga asma non alergik, di mana pasien tidak memiliki

riwayat alergi. Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya asma

antara lain : udara dingin, obat-obatan, stress, dan olahraga. Khusus


15

untuk asma yang dipicu oleh olahraga. Khusus untuk asma yang dipicu

oleh

olahraga dikenal dengan istilah (Zullies, 2016)

Meskipun ada berbagai cara untuk menimbulkan suatu respons

inflamasi, baik pada asma ekstrinik maupun instrinsik, tetapi

karakteristik inflamasi pada asma umunya sama, yaitu terjadinya

infiltrasi eosinofil dan limfosit serta terjadi pengelupasan sel-sel

epitelial pada saluran nafas dan dan peningkatan permeabilitas

mukosa. Kejadian ini bahkan dapat dijumpai juga pada penderita asma

yang ringan.

Pada pasien yang meninggal karena serangan asma, secara

histologis terlihat adana sumbatan (plugs) yang terdiri dari mukus

glikoprotein dan eksudat protein plasma yang memperangkap debris

yang berisi se-sel epitelial yang terkelupas dan sel-sel inflamasi. Selain

itu terlihat adanya penebalan lapisan subepitelial saluran nafas.

Respons inflamasi ini terjadi hampir di sepanjang saluran napas, dan

trakea samapi

ujung bronkiolus. Juga terjadi hiperplasia dari kelenjar-kelenjar sel

goblet yang menyebabkan hiperserkesi mukus yang kemudian turut

menyumbat saluran napas (Zullies, 2016)

Penyakit asma melibatkan interaksi yang kompleks antara sel-

sel inflamasi, mediator inflamasi, dan jaringan pada saluran napas. Sel-

sel inflamasi utama yang turut berkontribusi pada rangkaian kejadian

pada serangan asma antara lain adalah sel mast, limfosit, dan eosinofil,
16

sedangkan mediator inflamasi Untuk utama yang terlibat dalam asma

adalah histamin, leukotrein, faktor kemotaktik eosinofil dan beberapa

sitokin yaitu : interleukin (Zullies, 2016)

Pada asma alergi atau atopik, bronkospasme terjadi akibat dari

meningkatnya responsivitas otot polos bronkus terhadap adanya

rangsangan dari luar, yang disebut alergen. Rangsangan ini kemudian

akan memicu pelepasan berbagai senyawa endogen dari sel mast yang

merupakan mediator inflamasi, yaitu histamin, leukotrien, dan faktor

kemotaktik eosinofil. Histamin dan leukotrien merupakan

bronkokonstriktor yang poten, sedangkan faktorkemotaktik eosinofil

bekerja menarik secara kimiawi sel-sel eosinofil menuju tempat

terjadinya peradangan yaitu di bronkus (Zullies, 2016)


17

5. WOC
18

5. Manifestasi klinis

a. Bukti klinis obstruksi jalan nafas-obtruksi dapat terjadi secara

bertahap atau akut, dan perkiraan keparahan eksaserbasi akut

disebut ringan, sedang, atau berat.

b. Dispnea dengan ekspirasi memanjang.

c. Mengi ekspirasi, berkembang menjadi bunyi mengi inspirasi dan

ekspirasi, berkembang menjadi bunyi nafas yang tidak dapat

didengar.

d. Pernapasan cuping hidung pada bayi.

e. Cuping hidung melebar.

f. Batuk

g. Memakai otot pernapasan tambahan.

h. Ansietas, iritabilitas, sampai penurunan tingkat kesadaran.

i. Sianosis

j. Penurunan paCO2 saat obtruksi menghambat (Cecily, 2012)

6. Komplikasi

Asma Bronkhial yang tidak ditangani dengan baik dapat

memiliki efek buruk pada kualitas hidup seseorang. Kondisi tersebut

bisa mengakibatkan kelelahan, kinerja menurun, masalah pisikologis

termasuk stres, kecemasan, dan depresi. Dalam kasus yang jarang

terjadi, asma dapat menyebabkan sejumlah komplikasi pernapasan

serius, termasuk:

a. Pneumonia (infeksi paru-paru);

b. Kerusakan sebagian atau seluruh paru-paru;


19

c. Gagal nafas, dimana kadar oksigen dalam darah menjadi sangat

rendah atau kadar karbon dioksida menjadi sangat tinggi;

d. Status asthmaticus (serangan asma berat yang tidak merespon

pengobatan) (puspasari,2019)

7. Pemeriksaan diagnostik

Menurut Ngastiyah (2013), ada beberapa pemeriksaan

diagnostik bagi para penderita asma, antara lain :

1) Uji faal paru

Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi,

menilai hasil provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan

mengikuti perjalanan penyakit. Alat yang digunakan untuk uji faal

paru adalah peak flow meter, caranya anak disuruh meniup flow

meter beberapa kali (sebelumnya menarik napas dalam melalui

mulut kemudian menghembuskan dengan kuat) dan dicatat hasil.

2) Foto toraks

Foto toraks dilakukan terutama pada anak yang baru berkunjung

pertama kali di poliklinik, untuk menyingkirkan kemungkinan ada

penyakit lain. Pada pasien asma yang telah kronik akan terlihat jelas

adanya kelainan berupa hiperinflasi dan atelektasis.

3) Pemeriksaan darah

Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan sekret

hidung. Bila tidak eosinofilia kemungkinan bukan asma. Selain itu

juga, dilakukan uji tuberkulin dan uji kulit dengan menggunakan

alergen
20

8. Penatalaksanaan

a. Obat mengontrol asma jangka panjang, umumnya dikonsumsi

setiap hari. Jenis pengobatan jenis jangka panjang meliputi:

1) Inhalasi kortikosteroid. Obat obat antiinflamasi ini meliputi

fluticasone (pulmicort flexhaler, rhinocort), flunisolide

(aerospan HFA), ciclesonide (alvesco, omnaris, zetonna),

beklometason (qnasi, qvar), mometasone (asmanex) dan

fluticasone furoate (arnuity ellipta), tidak seperti kortikosteroid

oral, obat kostikosteroid ini memiliki risiko efek samping yang

relatif rendah dan umumnya aman untuk penggunaan jangka

panjang.

2) Leukotrien modifier. obat oral ini membantu meringankan

gejala asma hingga 24jam yang termasuk obat jenis ini antara

lain montelukast (singulair), zafirlukast (accolate) dan zileuton

(zyflo). Dalam kasus yang jarang terjadi, obat-obatan ini

dikaitkan dengan reaksi psikologis,seperti agitasi, agresi,

halusinasi, depresi, dan pemikiran bunuh diri.

3) Long-acting beta agonists (agnosis beta kerja lambat). adalah

obat inhalasi meliputi salmetrol (serevent) dan formoterol

(foradil, perforomist) yang berfungsi membuka saluran udara.

4) Inhaler kombinasi.obat-obat ini Mengandung agonis beta long

acting bersamaan dengan kortikosteroid. Yang termasuk jenis

ini antara lain fluticasone-salmeterol (advair Diskus),

budesonide-formoterol (symbicort) dan fomoterol-mometasone


21

(dulera).

5) Teofilin (theo-24, elixophyllin) adalah terapi (bronkodilator)

dengan merelaksasi otot-otot di sekitar saluran udara.

b. Obat emergency digunakan sesuai kebutuhan untuk pemulihan

gejala jangka pendek yang cepat selama serangan asma. Jenis obat

ini meliputi:

1) Bronkodilator kerja cepat (short acting), bertindak dalam

beberapa menit untuk segera mengurangi gejala selama

serangan asma. Obat yang termasuk golongan ini antara lain

albuterol (ProAir HFA, Ventolin HFA, lainnya) dan

levalbuterol (xopenex). Obat ini digunakan dengan inhaler

genggam atau nebulizer portabel.

2) Ipratropium (Atrovent). Seperti bronkodilator lainnya,

ipratropium bekerja cepat untuk segera mereleksasikan saluran

nafas. Ipratropium banyak digunakan untuk emfisema dan

bronkitis kronis, tetapi kadang digunakan untuk mengobati

serangan asma.

3) Kortikosteroid oral dan intravena. Obat-obat ini meredakan

peradangan saluran nafas yang disebabkan oleh asma berat.

Yang termasuk dalam obat ini antara lain prednison dan

methylprednisolone. Obat ini dapat menyebabkan efek samping

yang serius bila digunakan dalam jangka panjang, jadi obat ini

hanya digunakan secara jangka pendek untuk mengobati gejala

asma yang parah (puspasari,2019).


22

B. Asuhan Keperawatan Teoritis pada Anak dengan Asma Bronkhial

1. Pengkajian

a. Identitas Pasien

Pengkajian mengenai nama , umur dan jenis kelamin,

alamat, pekerjaan, agama, tanggal masuk RS, no MR , dan

diagnosis keperawatan.

b. Identitas Orang tua

Nama Ibu/Ayah, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat.

c. Identitas Saudara Kandung

Nama, umur, hubungan, status kesehatan.

b. Riwayat kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Utama

Keluhan utama pada anak Asma bronkial meliputi sesak

nafas, bernafas terasa berat pada dada, dan adanya keluhan sulit

untuk bernafas.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya anak dengan serangan asma bronkial dibawa orang tua

atau keluarga ke RS saat mengalami serangan asma. Keluarga

mengatakan bahwa anaknya mengalami sesak napas setelah

terpapar alergen, napas berbunyi, berkeringat dingin, gelisah dan

tampak pucat.

3) Riwayat kesehatan dahulu

Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu

seperti infeksi saluran nafas atas, sakit tenggorokan, amandel,


23

sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asma bronkial

frekuensi, waktu , alergen-alergen yang dicurigai sebagai

pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk

meringankan gejala asma.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya anak dengan serangan status asmatikus tentang

riwayat penyakit asma atau penyakit alergi yang lain pada

anggota keluarganya juga terdapat penyakit yang sama karena

hipersensifitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh faktor

genetik dan lingkungan.

5). Riwayat Imunisasi

Biasanya anak mendapatkan imunisasi lengkap dari

BCG, DPT (I,II,III), Polio (I,II,III,IV), Campak, Hepatitis.

6). Riwayat Tumbuh Kembang

1. Pertumbuhan Fisik

Biasanya pertumbuhan anak bisa terganggu jika mengalami

serangan asma terlalu sering sehingga BB dan TB anak tidak

sesuai umur.

2. Perkembangan

Biasanya perkembangan anak dengan asma tidak mengalami

keterlambatan perkembangan
24

1. Reaksi Hospitalisasi

Biasanya anak rewel dan menangis saat dirawat di RS, tidak mau

ditinggalkan oleh orang tua atau keluarga yang menungguinya

serta menolak saat didekati oleh orang asing termasuk dokter dan

perawat karena merasa cemas akan diperiksa

a. Pemeriksaan Fisik

1) Tingkat Kesadaran : pada Anak Asma bronkial tingkat kesadaran

meliputi composmetis , somnolen, dan coma.

Tanda – tanda vital

Tekanan darah: pada Anak asma bronkial tekanan darah

meningkat ( normalnya 86-106/42-63 mmhg)

Nadi : pada anak asma bronkial nadi mengalami

peningkatan (normalnya 75-110x/menit)

Pernafasan :pada anak asma bronkial ekspirasi dan inspirasi

pernafasan cepat (normal pernafasan 20-

40x/menit)

Suhu : pada anak asma bronkial tidak adanya

perubahan suhu tubuh (suhu normal 36,5-37,5)

2) Kepala dan rambut

Pada anak asma bronkial tidak ada pengaruh lansung

pada rambut, biasanya pada asma serangan berat dapat terjadi

kulit kepala yang tidak bersih.


25

3) Mata

Pada anak asma bronkial menunjukan anemia, terdapat

lingkaran hitam dibagian kelopak mata akibat kurang tidur karena

sesak batuk di malam hari.

4) Hidung

Pada pemeriksaan hidung pasien asma bronkial pernafasan

cuping hidung.

5) Mulut

Pada pemeriksaan mulut anak asma bronkial mukosa bibir

pucat dan bibir kering, gigi biasanya lengkap, adanya caries, dan

tidak adanya pendarahan.

6) Leher

Pada anak asma bronkial terjadinya pelebaran tekanan

vena juguralis

7) Dada / Thorax

Inspeksi : Pada anak asma bronkial terlihat adanya

peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan, serta

penggunaan otot bantu pernafasaan. adanya

peningkatan diamenter anteroposterior dan dada

terlihat seperti (barrel chest).

Palpasi : Pada anak asma bronkial fremitus kiri dan kanan,

biasanya tidak ada massa , dan tidak adanya nyeri

tekan.
26

Perkusi : Pada anak asma bronkial suara ketok normal

sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi

datar dan rendah.

Auskultasi : Pada anak asma bronkial ada suara nafas tambahan

wheezing ( bunyi pernafasan mengi/menciut) rhonci

basah.

8) Jantung

Inspeksi : Biasanya ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Biasanya ictus cordis teraba I jari MLCS RIC V

Perkusi : Biasanya batas jantung normal, batas jantung kanan

RIC II linea sternalis dekstrra, batas jantung kiri RIC V,

I jari media linea clavikularis sinistra.

Auskultasi : Biasanya irama jantung teratur

9) Abdomen

Inspeksi : Biasanya perut tidak ascites, tidak ada

terlihat massa atau pembengkakan

Auskultasi : Bising Usus (+)

Palpasi : Biasanya hepar dan limfa tidak teraba, tidak

ada nyeri tekan

Perkus : Biasanya tympani

10) Genitalia

Pada anak asma bronkhial genitalia bersih


27

11) Ekstermitas

Pada anak asma bronkial ekstermitas atas dan bawah

lengkap, tidak

12) Kulit

Biasanya kulit tampak pucat dan berkeringat dingin.

No Pola Kebiasan Sehat Sakit


1 Nutrisi Biasanya anak makan 3x1 Pada anak yang

hari dengan komposisi mengalami

nasi satu mangkuk , lauk dyspnea

pauk serta sayuran. penggunaan otot

Biasanya anak memiliki bantu nafas

pantangan untuk makanan maksimal

seperti makan terlalu kontraksi abdomen

manis. meningkat

sehingga

Biasanya anank minum 7- mengakibatkan

8 gelas dalam sehari , penurunan nafsu

biasanya minum air makan

putih , teh manis dan kopi Biasanya frekuensi

biasanya anak minum selama di rumah

dengan jumlah banyak sakit 3x dalam

dan sering sehari dan tidak

habis, biasanya

anak makan sesuai

diit dirumah sakit


28

bersifat padat dan

diit biasanya sudah

diatur oleh rumah

sakit.

Biasanya anak

minum air putih

7-8 gelas dalam

sehari , dan minum

sesuai anjuran dari

rumah sakit
2 Eliminasi Biasanya anak BAK lebih Pada anak dengan

kurang 4-5 kali dalam hiperventilasi akan

sehari dan tidak adanya kehilangan cairan

masalah saat berkemih , melalui penguapan

BAB biasanya 1-2 kali dan tubuh

dalam sehari dengan berkompensasi

konsistensi padat. dengan penurunan

urine.
3 Istirahat dan tidur Biasanya anak tidur 6-8 Pada anak asma

jam dalam sehari dan bronkial

tidak adanya masalah ketidakmampuan

untuk tidur, perlu

tidur dalam posisi

duduk tinggi.
4. Aktifitas sehari- hari Biasanya ADL dilakukan Pada anak asma

dan perawatan diri sendiri , tanpa bantuan bronkial saat sakit


29

orang lain seperti mandi, mudah keletihan,

toileting dan lain lain kelelahan

,malaise , anak

tidak adanya

kemampuan

melakukan

aktifitas sehari-

hari karena sulit

bernafas

d. Sosial Ekonomi

Biasanya pada anak dengan Asma Bronkhial memiliki

Kecemasan dan koping yang tidak efektif. Status ekonomi juga

berdampak pada asuransi kesehatan karena biaya pengobatan

dan perubahan mekanisme peran dalam keluarga juga dapat

terjadi.

e. Psikososial

Biasanya Anak dengan Asma Bronkhial memiliki gangguan

emosional sebagai salah satu pencetus berasal dari rumah

tangga, lingkungan sekitar rumah, sampai lingkungan kerja.

Seseorang dengan beban hidup yang berat lebih berpotensial

mengalami serangan asma.

f. Data Spritual
30

Biasanya anak dengan asma yang belum baligh saat sakit

belum melaksanakan ibadah tetapi berdoa untuk cepat pulang

dari rumah sakit.

g. Data penunjang

1) Data laboratorium

a) Analisa Gas Darah (AGD/Astrup)

Hanya dilakukan pada serangan asma berat

karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis

respiratorik.

b) Sputum

Adanya badan kreola adalah karakteristik

untuk serangan asma yang berat, karena hanya

reaksi yang hebat saja menyembabkan transudasi

dari edema mukosa, sehingga terlepaslah

sekelompok sel-sel epitel dari perlekatnya.

Pewarnaan gram penting untuk melihar adanya

bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan

uji resistensi terhadap beberapa antibioti.

c) Sel eosinofil

Sel eosinofil pada anak dengan status

asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik

asma intrisik ataupun ekstrisik, sedangkan hitung

sel eosinofil normal antara 100-200/mm3.

Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung


31

jenis sel eosinofil menunjukan pengobatan telah

tepat.

d) Pemeriksaan darah rutin dan kimia

Jumlah sel leukosit yang lebih dari

15.000/mm3 terjadi karena adanya infeksi. SGOT

dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati

akibat hipoksia atau hiperkapnea.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sindrom

hiperventilasi (SDKI D.0005)

b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan

hipersekresi jalan nafas (SDKI D.0149)

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak

seimbangan perfusi ventilasi (SDKI D.0003)

d. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan

metabolism (SDKI D.0019)

e. Resiko Gangguan pertumbuhan berhubungan dengan inkonsisten

respon (SDKI D.0108 )

f. Asientas berhubungan dengan krisis situasional (SDKI D.0080)


32

3. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA SLKI SIKI AKTIFITAS
1 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen Observasi:
33
efektif berhubungan intervensi selama 3x24 jalan - monitoring pola

dengan sindrom jam napas napas

hiperventilasi Maka pola napas (I.01011) - monitoring bunyi

(SDKI D.0005) membaik (L.01004) Definisi: napas

Dengan kriteria Mengidentifi - monitoring sputum

hasil: kasi Terapeutik:

- Ventilasi semenit dan - pertahankan

meningkat (skla5) mengelola kepetenan jalan napas

- kapasitas vital jalan napas - posisikan semi –

meningkat (skla5) fowler

- diameter thoraks - berikan minum

anterior posterior hangat

meningkat (skla5) - lakukan

- tekanan ekspirasi hiperoksigenisasi

meningkat (skla5) sebelum pengjisapan

- tekanan inspirasi endotrakeal

meningkat (skla5) - keluhan sumbatan

- dispnea menurun benda

(skala5) padat dengan forsep

- penggunaanotot McGill

bantu menurun - berikan oksigen

(skala 5) Edukasi:

- napas menurun - anjurkan asupan

(skala 5) cairan

- pemanjangan fase 2000 ml/hari

ekspirasi - ajarkan batuk efektif

menurun (skala5) Kolaborasi:

- ortopnea menurun - kolaborasi

(skala5) pemberian
34

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan kategori dan perilaku keperawatan ,

dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai

tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan.

Implementasi mencakup melakukan atau membantu dan

mengarahkan kinerja aktifitas sehari-hari dengan kata lain,

implementasi adalah melakukan rencana tindakan yang telah

ditentukan untuk mengatasi masalah klien.

5. Evaluasi Keperawatan

Fase akhir dari proses asuhan keperawatan adalah tahap akhir

dari keseluruhan tindakan keperawatan adalah evaluasi terhadap

asuhan keperawatan yang diberikan. Evaluasi yang telah dilakukan.

(jitowiyono, sugeng dan kristiyanasari, 2012).

Istilah soap yang digunakan dalam evaluasi ini memiliki

pengertian sebagai berikut :

a. S: subjektif : keluhan pasien (apa yang

dikatakan pasien)

b. O : objektif : apa yang dilihat, diraba, dan

diukur oleh perawat.

c. A : kesimpulan : kesimpulan perawataan tentang kondisi pasien

d. P: plan of care : rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi


35

BAB III

TINJAUAN KASUS

I. Pengkajian

1. Identitas klien

Nama : An.N

Tempat /tanggal lahir : 3 maret 2011

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 8 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Alamat : Manulan

Tanggal masuk : 26 Mei 20

NO MR : 51.34.87

Diagnosa medik : Asma Bronkhial

A. Identitas Orang tua

1. Ayah
36

Nama : Tn. F

Umur : 50 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wirasuasta

Agama : Islam

Alamat : Manulan

2. Ibu

Nama : Ny. S

Umur : 43 tahun

Pendidikan : SMA 51

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Alamat : Manulan

B. Identitas saudara kandung

No Nama Umur Hubungan Status

kesehatan
1. An. I 16 tahun Kandung Sehat
2. An. A 13 tahun Kandung Sehat

II. Keluhan utama

Anak masuk melalui IGD pada tanggal 26 Mei 2019 dengan keluhan batuk

berdahak dan anak sudah sesak napas sejak 1 hari yang lalu dan semakin

memberat, dikarenakan saat pasien pergi kesekolah dan membersihkan

kelas pasien tidak menggunakan masker yang membuat pasien saat pulang

kerumah mengalami sesak napas.


37

III. Riwayat kesehatan

A. Riwayat kesehatan dahulu

ibu pasien mengatakan bahwa pasien tidak ada riwayat penyakit

dahulu , pasien hanya sakit biasa seperti demam, pilek. Dan pasien

belum pernah dirawat di Rumah Sakit sebelumnya.

B. Riwayat kesehatan sekarang

Ibu pasien mengatakan pasien batuk berdahak sejak kemarin. Saat

pengkajian didapatkan data keadaan umum sakit sedang, kesadaran

composmentis, tanda-tanda vital dengan tekanan darah 90/70 mmHg,

pernapasan 30 x/menit, nadi 104 x/menit, suhu 36,5OC, An.N

terpasang infus D5 ¼ 500 cc/ 24 jam (6 tetes per menit).

Ny.S juga mengatakan bahwa An. N. di bawah ke IGD RSUD Prof.

Dr. W.Z. Johannes Kupang dengan keluhan anaknya sudah sesak napas

sejak 1 hari yang lalu dan semakin memberat, dikarenakan saat pasien

pergi kesekolah dan membersihkan kelas pasien tidak menggunakan

masker yang membuat pasien saat pulang kerumah mengalami sesak

napas, dan mendapatkan terapi nebulizer (Nacl 0,9 % dan cl hube : 3

cc)

C. Riwayat kesehatan keluarga

Ibu mengatakan neneknya pernah mengalami penyakit yang sama

seperti yang dialami pasien sekarang.

IV. Riwayat imunisasi


38

No Jenis imunisasi Waktu pemberian Reaksi setelah pemberian


1. BCG Tidak diberikan Tidak diketahui
2. DPT Tidak diberikan Tidak diketahui
3. Polio Tidak diberikan Tidak diketahui
4. Campak Tidak diberikan Tidak diketahui
5. Hepatitis Tidak diberikan Tidak diketahui

V. Riwayat tumbuh kembang

A. Pertumbuhan fisik

1. Berat badan : sehat 25 kg, sakit 20 kg

2. Tinggi badan : 126 cm

B. Perkembangan tiap tahap

Usia anak saat

1. Berguling : 5 bulan

2. Duduk : 6 bulan

3. Merangkak : 9 bulan

4. Berdiri : 1 tahun

5. Berjalan : 1 ½ tahun

6. Senyum kepada orang lain pertamakali : 4 bulan

7. Bicara pertama kali : 9 bulan

8. Berpakaian tanpa bantuan : 4 tahun

VI. Riwayat nutrisi

A. Pemberian asi

Ibu mengatakan anak pertama kali di berikan ASI mulai dari anak lahir

sampai umur 2 tahun, dan tidak ada sakit yang diderita selama

kehamilan

B. Pemberian susu formula


39

Ibu mengatakan saat anak berumur 2 tahun lebih ibu menggunakan

dot, memberikan susu formula 3 kali/hari

VII. Riwayat pisikososial

Anak tinggal dirumah sendiri, hubungan dengan keluarga baik,

lingkungan bersih, pembawaan baik.

VIII. Reaksi hospitalisasi

Pengalaman anak tentang rumah sakit tidak mempengaruhi.

IX. Pemeriksaan fisik

1. Kondisi umum

a. Keadaan umum : pasien tampak lemah

b. Tingkat kesadaran : compos mentis

2. Tanda tanda vital

TD : 90/70 mmHg

Nadi : 104

Suhu : 36,5℃

Pernapasan : 30x/menit

3. Kepala

Warna rambut hitam, rambut kotor, ada ketombe, tidak ada lesi, tidak

ada benjolan pada kepala, likar kepala 45 cm, ubun ubun arterior dan

posterior teraba datar dan keras

4. Mata (kiri/kanan)
40

Mata lengkap, simetris kiri dan kanan, kornea mata jerni kanan dan

kiri. Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik kelopak mata palpebral

tidak ada pembengkakan. Adanya reflek cahaya pada pupil dan bentuk

isokor kanan dan kiri, iris kanan kiri berwarna hitam, tidak ada

kelainan.

5. Telinga

Tidak ditemukan adanya gangguan pendengaran,tidak ada serumen,

tidak ada benjolan pada telinga

6. Hidung

Adanya pernapasan melalui cuping hidung, posisi septum nasal

ditengah, lubang hidung bersih, tidak ada sekret, tulang hidung dan

septum nasal tidak ada pembengkakan dan terdapat polip

7. Mulut dan tenggorokan

Mukosa bibir kering, lidah lembab dan bersih, gigi anak lengkap bersih

8. Leher

Tidak adanya pembengkakan kelenjer tiroid dan kelenjer getah bening

9. Dada / Thorak

Inpeksi : mengunakan otot bantu pernafasan

Palpasi : tidak terdapat benjolan

Perkusi : sonor

Auskultasi : terdengar suara nafas ronchi dan bunyi mengi

10. Jantung

Inpeksi : ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi : ictus cordis teraba 2 jari


41

Perkusi : batas jantung normal.

Auskultasi : irama jantung teratur

11. Abdomen

Inpeksi : perut tidak ada lesi

Palpasi : tidak ada pembengkakan

Perkusi : tidak terdapat nyeri tekanan

Auskultasi : bising usus normal 15x/ menit

12. Genetalia Urinaria

Tidak dikaji

13. System integument

Warna kulit sawomatang, tidak ada tanda lahir, tidak kemerahan, tidak

ada turgor kulit, tidak ada luka pada kulit

14. Ekstermitas

Ekstermitas kiri dan kanan lengkap, simetris kiri dan kanan

15. Aktivitas sehari-hari

Tabel 3.1 aktivitas sehari-hari

No Pola aktivitas Sehat Sakit


1. Makan dan Anak tidak Pada saat sakit

minum/nutrisi susuah makan nafsu makan

i. Makan dan selalu anak berkurang

diberi menunu karena mual

makan lauk muntah, anak

dan sayur dan hanya

anak suka menghabiskan ¼


42

makan cemilan porsi diit makan

Anak makan lauk

3x/hari dan

habis 1 porsi

ii. Minum Anak minum Pada saat sakit

air putih ± 8 anak malas

gelas/ hari dan untuk minum

minum lain anak hanya

minum ± 500 cc/

hari dan anak

minum jus yang

diberikan di

rumah sakit
2. Eliminasi

1. BAB BAB anak Pada saat sakit

lancer anak jarang

konsitensi BAB karana

normal anak kurang

lembek, bau makan

khas, warna

kuning

2. BAK BAK anak Pada saat sakit


43

lancer urine anak jarang

berwarna BAK karana

kuning, berbau anak kurang

khas bau minum urine

pesing berwarna

kuning, berbau

khas, bau pesing


3. Istirahat dan tidur Anak tidur ± Pada saat sakit

7-8 jam dan tidur anak

jarang tidur terganggu karana

siang badan anak

panas
4. Aktivitas Anak dapat Pada saat sakit

bermain aktivitas anak

bersama terganggu dan

temannya dan dibantu oleh

tidak ada perawat dan

keluhan saat orang tua

aktivitas
5. Personal hygiene Anaka mandi Pada saat sakit

2x sehari dan anak hanya dilap

sikat gigi pada dengan air

saat mandi hangat dan

dibantu oleh

perawat dan

orang tua
44

16. Pemeriksaan penunjang

Pada tanggal 03 September

a. Hemoglobin 14.0 g/dL (nilai normal 10.8-15.6)

b. Jumlah ertrosit 5.27 10ˆ6/uL (nilai normal 3.80- 5.80)

c. Hematokrit 39.9 % (nilai normal 33.0- 45.0)

d. MCV 75.7 fL (nilai norlam 69.0-93.0)

e. MCH 26.6 pg (nilai normal 22.0- 34.0)

f. MCHC 35.1 g/L (nilai normal 32.0- 36.0)

g. RDW- CV 13.1 % (nilai normal 11.0- 16.0)

h. Jumlah lekosit 23.91 10ˆ3/uL (nilai normal 4.50- 13.50)

i. Eosinofil 0.9 % (nilai normal 1.0-5.0)

j. Basofil 0.1 % (nilai normal 0-1)

k. Neutrofil 84.3 % (nilai normal 25.0-60.0)

l. Limfosit 7.5 % (nilai normal 25.0- 50.0)

m. Monosit 7.2 % (nilai normal 1.0-6.0)

n. Jumlah eosinofil 0.22 10ˆ3/ul (nilai normal 0.00- 0.40)

o. Jumlah basofil 0.02 10ˆ3/ul (nilai normal 0.00- 0.10)

p. Jumlah neutrofil 20.15 10ˆ3/ul (nilai normal 1.50- 7.00)

q. Jumlah limfosit 1.80 10ˆ3/ul (1.00- 3.70)

r. Jumlah monosit 1.72 10ˆ3/ul (nilai normal 0.00- 0.70)

s. Jumlah trombosit 527 10ˆ3/ul (nilai normal 184-488)

t. PDW 8.7 fL (nilai normal 9.0- 17.0)


45

u. MPV 8.8 fL (nilai normal 9.0- 13.0)

v. PCT 0.46 % (nilai normal 0.17- 0.35)

w. Glukosa sewaktu 107 mg/dL (nilai normal 70- 150)

17. Pengobataan/ program trapi

Obat yang didapat :

1. IVFD D5 ¼ 500 cc drib

2. Aminophilin 10 mg

3. Puyen batu pilek 3x1 hari

4. Nebulisasi combivent + NaCL 3cc

X. ANALISA DATA

Tabel 3.3 analisa data

No Data Masalah Etiologi


1. DS : Pola nafas tidak sindrom

- ibu mengatakan anak efektif hiperventilasi

sesak nafas

DO :

- anak tampak gelisa

- Terdapat penggunaan otot

bantu bernafas

- RR : 26 x/menit

- Pernafasan cuping hidung


2. DS : Bersihan jalan hipersekresi
46

- ibu pasien mengatakan napas tidak efektif jalan nafas

pasien batuk dan

berdahak.

- Ibu pasien mengatakan

anak sulit bicara

DO :

- pasien tidak mampu batuk

- Terdapat sputum

- Adanya suara napas

tambahan

XI. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

Tabel 3.4 Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Hari TTD Tanggal TTD

ditegakan teratasi
1. Pola nafas tidak efektif Jumat 03

berhubungan dengan September

sindrom hiperventilasi 2021


2. Bersihan jalan napas tidak Jumat 03

efektif berhubungan September

dengan hipersekresi jalan 2021

nafas

XII. INTERVENSI KEPERAWATAN


47

Tabel 3.5 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI AKTIVITAS

keperawatan
1. Pola nafas Pola napas (L.01004) Manajemen Observasi:

tidak efektif Ekspetasi membaik jalan - Memonitoring pola napas

berhubungan Kriteria hasil: napas - Memonitoring bunyi napas

dengan - Ventilasi semenit (I.01011) tambahan

sindrom meningkat (skla5) Definisi: - Memonitoring sputum

hiperventilasi - dispnea menurun Mengidentif Terapeutik:

(SDKI (skala5) ikasi - Memposisikan semi-

D.0005) - penggunaan otot dan fowler

bantu napas mengelola - Memberikan minum

menurun (skala 5) jalan napas hangat

- napas menurun - Melakukan

(skala 5) penghisapan lender

- pemanjangan fase kurang dari 15 detik

ekspirasi - Meberikan oksigen

menurun (skala5) Edukasi:

- pernapasan - anjurkan asupan

cuping hidung cairan 2000 ml/hari

menurun (skala5) - ajarkan batuk efektif

- frekuensi napas Kolaborasi:

membaik (skala5) - kolaborasi pemberian

- kedalaman napas bronkodilator,


48

membaik (skala ekspektoran,

5) mukolitik

2. Bersihan jalan Bersihan jalan nafas Pemantauan Observasi :

napas tidak (L.01001) respirasi (I. - Memonitor frekuensi,

efektif kriteria hasil : 01014) irama, kedalaman dan

berhubungan - Batuk efektiv upaya napas

dengan meningkat (skala - Memonitor pola napas

hipersekresi 5) - Memonitor

jalan nafas - Produksi sputum kemampuan batu

(SDKI menurun (skla 5) efektif

D.0149) - Mengi menurun - Memonitor adanya

(skala 5) produksi sputum

- Wheezing - Memonitor adanya

menurun (skala5) sumbatan jalan napas

- Dispenia - Auskultasi bunyi

menurun (skala 5) napas

- Sulit bicara Terapeutik :

menurun (skala 5) - Mendokumentasikan

- Gelisa menurun hasil pemantauan

(skala 5) Edukasi :

- Frekuensi nafas - Jelaskan tujuan dan

membaik (skala prosedur pemantauan

5) - Informasikan hasil
49

- Pola nafas pemantauan

membaik (skala

5)

XIII. Implementasi

Dalam melakukan tindakan keperawatan pada An.N semua tindakan

yang dilakukan berdasarkan teori keperawatan yang berfokus pada intervensi

yang telah ditetapkan. Pada hari senin tanggal 27, Mei, 2019 pertama

dilakukan implementasi diagnosa pola nafas tidak efektif. Pemberian nebulizer

dilakukan mengencerkan secret agar bias dikeluarkan, merelaksasikan jalan

napas, melonggarkan jalan napas.

SOAP MELAKUKAN NEBULIZER

1. Persiapan alat

a. Set nebulizer

b. Spuit 5 cc
50

c. Aquades

d. Obat bronkodiator

e. Bengkok 1 buah

f. Tissue

g. Masker nebulizer

h. Handscoon

2. Tindakan sebelum melakukan prosedur

a. Memberitahu dan menjelaskan kepada klien bila sadar

b. Alat-alat didekatkan

c. Memasang sampiran

d. Mengatur posisi klien

3. Tindakan pada saat melakukan

a. Mencuci tangan dan menggunakan handscoon

b. Mengatur pasien dalam posisi duduk/semifowler

c. Mendekatkan peralatan ke dekat pasien

d. Isi nebulizer dengan aquades sesuai tekanan yang tersedia

e. Memasukan obat sesuai dosis yang telah di program

f. Memasang masker pada pasien

g. Menghidupkan nebulizer dan meminta pasien mengambil nafas dalam

hingga obat habis

h. Matikan nebulizer

i. Bersihkan mulut dan hidung dengan tissiu

j. Rapikan alat

k. Buka handscoon dan mencuci tangan


51

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian
52

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan teori dari proses

keperawatan, dari pengkajian ini penulis melihat ada perbedaan antara

kasus dan teori yaitu:

1. Identitas klien

Meliputi nama, An.N No MR jenis kelamin, umur, pekerjaan, agama,

tanggal masuk dan alamat.

2. Riwayat kesehatan

a. Riwayat kesehatan dahulu

Pada teori di temukan. Penyakit yang pernah diderita pada masa-

masa dahulu seperti infeksi saluran nafas atas, sakit tenggorokan,

amandel, sinusitis, polip hidung. Riwayat serangan asma bronkial

frekuensi, waktu , alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus

serangan serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk

meringankan gejala asma.

Sedangkan pada kasus An.N mempunyai riwayat penyakit waktu

kecil demam dan pilek.

Riwayat imunisasi pada An.N tidak ada perubahan teori sama teori

dengan kasus.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Berdasarkan teori yang dibahas di BAB II dijelaskan bahwa

riwayat kesehatan sekarang pada pasien asma bronkhial yaitu

Biasanya anak dengan serangan asma bronkial mengalami sesak

napas setelah terpapar alergen,


68 napas berbunyi, berkeringat dingin,
53

gelisah dan tampak pucat. Pada kasus An. N anak mengalami RR

30x/menit, persamaan antara kasus dan teori.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Ditemukan pada teori dan kasus sama tidak ada kesenjangan.

3. Pemeriksaan fisik

Pada teori yang dibahas pada BAB II studi kasus ini, penulis

menggunakan metode pemeriksaan head to toe dalam pemeriksaan

fisik supaya penulis lebih terpapar keseluruhan dari ujung rambut

sampai ujung kaki :

a. keadaan umum

Pada teori dikatakan bahwa kemungkinan pasien

denangan asma bronkhial tingkat kesadaran compasmentis.

Sedangkan pada An. N kesadaran pasien compasmentis.

Berdasarkan uraian diatas didapatkan adanya kesamaan antar teori

dengan kasus bahwa tingkat kesadaran pasien dengan asma

bronchial dengan tingkat kesadaran compasmentis. Hal ini

dikarenakan pada pasien dengan penyakit asma bronkhial belum

menyebabkan kelainan tingkat kesadaran terhadap pasien.

b. Pemeriksaan head to toe

1. Kepala

Pada teori didapatkan bahwa kepala warna rambut hitam,

rambut kotor, ada ketombe, tidak ada lesi, tidak ada benjolan

pada kepala, likar kepala 45 cm, ubun ubun arterior dan

posterior teraba datar dan keras


54

Berdasarkan uraian diatas didapatkan persamaan atara teori

dengan kasus

2. Mata

Pada teori posisi mata simetris kanan dan kiri, konjungtiva

anemis, skelera tidak ikterik, pupil isokor, merespon terhadap

cahaya.

Berdasarkan uraian diatas didapatkan persamaan antara

teori dengan kasus karena pada teori memang tidak ditemukan

kelainan pada pemeriksaan mata.

3. Hidung

pada anak asma bronkial ekspirasi dan inspirasi

pernafasan cepat, Pada pemeriksaan hidung pasien asma

bronkial pernafasan cuping hidung.

Berdasarkan uraian diatas didapatkan persamaan antara

teori dengan kasus karena pada teori memang tidak ditemukan

kelainan pada pemeriksaan hidung.

4. Mulut

Pada teori ditemukan perbedaan pada kasus, pada teori mukosa

bibir kering dan pucat. Sedangkan pada kasus mukosa bibir

lembab.

Berdasarkan uraian diatas didapatkan persamaan antara teori

dengan kasus

5. Telinga
55

Pada teori tidak ditemukan adanya gangguan

pendengaran, bentuk telinga simetris kanan dan kiri, tidak ada

pembengkakan.

Pada kasus didapatkan tidak ditemukan adanya gangguan

pendengaran dan tidak ada serumen.

Berdasarkan uraian diatas didapatkan persamaan teori

dan kasus. Karena pada kasus tidak di temukan masalah yang

lebih spesifik pada telinga.

6. Leher

Pada teori tidak ditemukan gangguan apapun dan tidak

adanya pembengkakan kelenjer tyroid.

Pada kasus didapatkan kelenjer getah bening tidak teraba,

dan tidak ada pembengkakan.

Berdasarkan uraian diatas didapatkan persamaan antara

teori dengan kasus. Karena pada teori didapatkan memang

tidak ada kelainan pada leher.

7. Dada

Pada teori didapatkan Inspeksi: Pada anak asma bronkial

terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan,

serta penggunaan otot bantu pernafasaan. adanya peningkatan

diamenter anteroposterior dan dada terlihat seperti (barrel

chest/membungkuk).

Palpasi : Pada anak asma bronkial fremitus kiri dan kanan,

biasanya tidak ada massa , dan tidak adanya nyeri tekan.


56

Perkusi : Pada anak asma bronkial suara ketok normal sampai

hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.

Auskultasi : Pada anak asma bronkial ada suara nafas tambahan

wheezing ( bunyi pernafasan mengi/menciut) rhonci basah.

Pada kasus didapatkan inspeksi adanya ditemukan

menggunakan otot bantu pernapasan, Palpasi tidak ditemukan

benjolan, perkusi terdengar sonor, Auskultasi terdengar suara

nafas ronchi dan bunyi mengi.

Didapatkan ada kesenjangan antara teori dengan kasus,

pada anak ditemukan simetris, lingkar dada 57 cm sehingga

tidak ditemukan pada teori.

8. Jantung

Pada teori didapatkan inspeksi ictus cordis tidak terlihat,

palpasi ictus cordis teraba 2 jari, perkus batas jantung normal,

auskultasi irama jantung teratur.

Pada kasus ditemukan inspeksi ictus cordis tidak terlihat,

palpasi ictus cordis teraba 2 jari, perkusi batas jantung normal,

auskultasi irama jantung teratur.

Berdasarkan urain diatas didapatkan persamaan antara

teori dan kasus. Karena tidak ada komplikasi pada jantung.

9. Abdomen
57

Pada teori ditemukan pemeriksaan inspeksi perut tidak

asites dan tidak ada lesi, saat palpasi bising usus normal, saat

perkusi tidak ada pembengkakan saat diauskultasi tidak

terdapat nyeri tekan.

Berdasarkan uraian diatas didapatkan perbedaan antara

teori dengan kasus karena pada kasus abdomen pada An.N

lembek.

10. Genetalia

Pada teori didapatkan pemeriksaan genetalia tidak ada

masalah.

Berdasarkan uraian diatas didapatkan persamaan antara

teori dengan kasus.

11. Kulit

Biasanya kulit tampak pucat dan berkeringat dingin.

Berdasarkan uraian diatas didapatkan persamaan antara teori

dengan kasus

12. Ekstermitas

Berdasarkan uraian diatas ditemukan persamaan antara

teori dan kasus.

B. Diagnosa keperawatan

Dari 6 diagnosa yang dituangkan oleh penulis pada BAB II,Penulis

hanya dapat menegakkan 2 diagnosa keperawatan yang sama dengan

teori dan diagnosa keperawatan yang didapat penulis sesuai kasus

yang ditemukan ,yaitu:


58

1. Pola nafas tidak efektif b.d sindrom hiperventilasi, karna disaat

pengkajian ada data yang mendukung anak tampak gelisah

Terdapat penggunaan otot bantu bernafas RR : 26 x/menit,

Pernafasan cuping hidung.

2. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan nafas,

karna disaat pengkajian ada data yang mendukung pasien tidak

mampu batuk, Terdapat sputum, Adanya suara napas tambahan.

Ada 4 diagnosa yang tidak dingankat yaitu

1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidak seimbangan perfusi ventilasi

tidak dapat muncul dalam kasus karena didalam riwayat kesehatan

klien saturasi tidak dicantumkan, dan tidak terdapat didalam data

nilai PCO2 maupun PO2. Oleh karna itu diagnose gangguan

pertukaran gas tidak dapat muncul didalam kasus.

2. Resiko defisit nutrisi b.d peningkatan metabolisme tidak dapat

muncul dalam kasus karena klien dapat menghabiskan porsi

makanan yang di berikan rumah sakit, klien dapat menelan

makanan sehingga diagnosa resiko defisist nutrisi tidak dapat

muncul dalam kasus klien.

3. Resiko Gangguan pertumbuhan b.d inkonsisten respon tidak dapat

muncul dalam kasus karena klien tidak mengalami gangguan dalam

nutrisi, klien tidak mengalami gangguan pertumbuhan dan tidak

mengalami premature. Sehingga resiko gangguan pertumbuhan

tidak dapat muncul dalam kasus


59

4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional tidak dapat muncul

dalam kasus karena diagnosa ansietas hanya diagnosa pendamping

dalam teori sehingga diagnosa ansietas tidak dapat muncul dalam

kasus.

C. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah rencana yang telah disusun untuk

membantu An.N, dalam proses penyembuhan untuk mencapai

kesehatan yang diharapkan oleh An.N, sehingga dengan rencana

tersebut dapat memberikan Asuhan Keperawatan secara struktur pada

An.N dengan asma bronkhial .

Pada tinjauan teoritis pada BAB II, penulis sudah menuliskan

intervensi keperawatan dengan lengkap sesuai diagnosa yang

ditegakkan pada An.N dengan Asma bronkhial, sehingga penulis

mengaplikasikan intervensi keperawatan langsung kepada An.N

sesuai teori dan penulis tidak menemukan perbedaan ,tetapi tidak

sesuai intervensi keperawatan yang diambil oleh penulis.penulis

mengambil intervensi keperawatan sesuai dengan kondisi An.N yang

ditemukan pada kasus


60

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penerapan proses keperawatan pada salah satu anak dengan

asma bronkial dapat diambil kesimpulan, sebagai berikut :

1. Pengkajian

Asuhan keperawatan pada anak An. D dengan diagnosa asma

bronkhial dilakukan dengan 5 tahap proses keperawatan yang meliputi

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan

evaluasi berdasarkan kriteria hasil yang diharapkan dengan tepat dan

benar sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pasien.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada An. Z dengan DBD adalah :

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sindrom

hiperventilasi

b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan

hipersekresi jalan nafas

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan

perfusi ventilasi

B. Saran
76
61

Dari kesimpulan di atas izinkan penulis memberikan beberapa saran pada

asuhan keperawatan klien dengan asma bronkhial yaitu :

1. Bagi penulis

Studi kasus ini berguna untuk menerapkan ilmu yang telah di pelajari

penulis dan untuk menambah wawasan penulis. Selain itu juga penulis

mampu memahami konsep tentang asma bronkhial dan melakukan

asuhan keperawatan yang terdiri dari pegkajian, diagnosa, intervensi,

implementasi dan evaluasi.

2. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa-mahasiswi STIKes

MERCUBAKTIJAYA Padang dalam menerepakan asuhan

keperawatan pada anak dengan asma bronkhial.

DAFTAR PUSTAKA
62

Adriyana ningsih, Desi. 2017.” Asuhan Keperawtan Asma Bronkhial di RSI Ibnu
Sina Padang. Padang

Astuti, Dwi Nurul & Mahalul Azzam.2017.” Terapi Slow Deep Breathing (SDB)
Terhadap Tingkat Kontrol Asma”.Higeia : Journal of Public Health Research and
Development. 1(1): 36-42

Firdausiyah, Aris.2018. “ Asuhan Keperawatan pada Ny.T dan Ny.M dengan


Asma Bronkial yang mengalami masalah Keperawatan Bersihan Jalan
Nafas Tidak Efektif di Ruangan Melati RSUD AryotoLlumanjang”. Jember

Puspitasari, Scolastica fina ayu. 2019. “Asuhan Keperawatan pada Pasien


dengan Gangguan Sistem Pernapasan”. Yogyakarta : PT. Pustaka Baru.

Setiawan, Wayan Rika & Ani Syafriati . 2020. “Literatur Reviw: Faktor-faktor
Penyebab terjadinya Asma yang Berulang”. Program Studi Keperawatan
STIKes Mitra Adiguna Palembang. 12(2) :245-260

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. “Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia”.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. “Standar Luaran Keperawatan Indonesia”.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. “Standar Intervensi Keperawatan Indonesia”.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Nawangwulan, kurniawati & lidya leni. 2021”Asma Bronkhial dengan Bersihan


Jalan Nafas di RSUD Pasar Rebo”.Jurnal Health and Science: Gorontalo
Journal Health & Science Community. 5 (1): 179-187

Zhang, Louisa dkk. 2013.”Merawat Balita Satu sampai Lima Tahun”.Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai