Anda di halaman 1dari 84

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan
manusia untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatannya. Pada
hakikatnya manusia mempunyai beberapa kebutuhan tertentu yang harus
dipenuhi baik fisiologis dan psikologis. Pada tahun 1950 abrham maslow
seorang psikolog dari Amerika mengembangkan teori tentang kebutuhan
dasar manusia yang meliputi 8 kebutuhan manusia yang harus dipenuhi dan
salah satunya kebutuhan oksigenasi (Mubarak, dan Chayatin 2007).
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi adalah dasar paling vital dalam
kehidupan manusia. Dalam tubuh oksigen berperan penting dalam proses
metabolisme sel, kekurangan oksigen akan menimbulkan dampak yang
bermakna bagi tubuh, salah satunya kematian jika status pernafasan :
kepatenan jalan nafas tidak dilakukan dengan cepat dan tepat. Oleh karena itu
sistem pernafasan memegang peran penting dalam pemenuhan kebutuhan
oksigenasi (Riyadi dan Sukarmin, 2012).
Salah satu penyakit yang menyebabkan terjadinya gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi adalah bronkopneumonia yang merupakan
peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh beberapa faktor di
antaranya adalah bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang ditandai
dengan gejala panas yang tinggi, gelisah, dispnea, napas cepat dan dangkal,
muntah, diare, serta batuk kering dan produktif, (Hidayat, 2012).
Bronkopneumonia menjadi masalah kesehatan di dunia. Menurut WHO
15% kematian balita di dunia dengan bronkopneumonia disebabkan oleh
manajemen bersihan jalan nafas yang tidak efektif yaitu sebanyak 922.000
balita, di tahun 2019 yang meninggal dengan total 156 juta kasus diseluruh
dunia. Penyakit bronkopneumonia di negara berkembang hampir 30% pada
anak-anak di bawah 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi (Kemenkes
RI, 2018). Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar /Riskesdas (2019) jumlah

1
2

kasus pneumonia terjadi di Indonesia dengan 1.017.290 kasus. Persentase


paling tinggi berada pada Provinsi Papua dengan 12.736 kasus dan Provinsi
Bengkulu penyakit pneumonia dengan 7.531 kasus (WHO 2019).
Hasil pencatatan dan pelaporan Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu pada
tahun 2018 sebanyak 3.657 perkiraan penderita pneumonia pada anak balita,
dan sebanyak 729 penderita ditemukan (20%), persentase penderita pneumonia
pada balita tertinggi berada di Kab. Mukomuko sebanyak (83%) dan persentase
paling rendah berada di Kab. Kepahiang sebanyak (5%) (Dinkes Prov.
Bengkulu 2018). Data medical record 3 tahun terakhir di RSUD dr. M.Yunus
Bengkulu pada tahun 2017 ada sebanyak 216 penderita pneumonia dan 92
pasien adalah anak-anak. Pada tahun 2018 penderita pneumonia sebanyak 480
dan 135 pasien adalah anak-anak kemudian pada tahun 2019 ada sebanyak 379
penderita pneumonia dan 145 pasien adalah anak-anak (Medical Record RSUD
dr. M.Yunus Bengkulu, 2019).
Bayi dan balita adalah kelompok yang rawan yang terserang
bronkopneumonia. Hal ini disebabklan imunitas yang belum sempurna dan
saluran pernafasan yang relatif sempit. Bronkopneumonia pada umumnya
terjadi karena di sebabkan oleh penurunan mekanisme pertahanan tubuh
terhadap virulensi organisme patogen seperti : bakteri, virus (virus syncytial,
virus influenza, virus sitomegalik), serta jamur. Faktor lain yang
mempengaruhi timbulnya bronkopneumonia adalah daya tahan tubuh yang
menurun, misalnya akibat malnutrisi energy protein (MEP), penyakit menahun,
trauma pada paru, anesthesia, aspirasi dan pengobatan dengan antibiotic yang
sempurna (Riyadi dan Sukarmin, 2013)
Pada umumnya penderita selalui didahului oleh infeksi saluran nafas
bagian atas disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenza
atau karena aspirasi makanan dan minuman. Di saluran pernafasan kemudian
sebagaian kuman tersebut masuk kesaluran pernafasan bawah dan
menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk
ke pembuluh darah dan menginfeski.
3

Kemudian mikroorganisme yang terdapat di dalam paru dapat menyebar


ke bronkus. Setelah terjadi fase peradangan lumen bronkus berubah menjadi sel
radang akut, dan terisi eksudat kemudian sel epitel rusak. Bronkus dan
sekitarnya penuh dengan netrofil (bagian leukosit yang banyak pada saat awal
perdangan dan bersifat fagpsitosis) dan sedikit eksudat fibrinosa. Eksudat pada
infeksi ini mula-mula encer dan keruh, mengandung banyak kuman penyebab
(streptokokus, virus dan lain-lain) sehingga menimbulkan beberapa manifestasi
klinis yang ada sehingga muncul masalah keperawatan ketidakefektfan
bersihan jalan nafas. (Ridha, 2014).
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas merupakan keadaan dimana
individu tidak mampu mengeluarkan sekret dari saluran nafas untuk
mempertahankan kepatenan jalan nafas. Masalah bersihan jalan nafas ini jika
tidak ditangani secara cepat maka bisa menimbulkan masalah yang lebih berat
saperti pasien akan mengalami sesak yang hebat bahkan bisa menimbulkan
kematian (NANDA, 2015).
Penangganan bronkopneumonia haruslah cepat dan tepat untuk
mengatasi masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak efektif tidak
hanya menggunakan terapi farmokologis tetapi harus diimbangi dengan terapi
nonfarmakologi. Berbagai penelitian telah menujukan bahwa intervensi non
farmakologis juga memiliki peran penting dalam mengatasi masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak efektif secara sederhana, efektif dan
mempunyai tingkat resiko yang sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut
bukan merupakan pengganti untuk obat-obatan, dan tindakan tersebut mungkin
diperlukan atau untuk mempersingkat masalah ketidakefektifan bersihan jalan
nafas yang berlangsung.(Ridha, 2014).
Salah satu terapi non farmakologis yang baik untuk mengatasi masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas tidak efektif yaitu bisa dengan
menerapkan beberapa terapi keperawatan yang bisa dilakukan secara mandiri
seperti batuk efektif dengan posisi duduk supaya nafas lebih dalam dan
menerapkan evidence based atau beberapa hasil penelitian rekan sejawat yang
terbaru tanpa memberikan efek samping bagi tubuh yang akan dibahas dalam
4

karya ilmiah akhir ners ini, sehingga diharapkan bisa di implementasiakan


kepada pasien dengan harapan penyembuhan akan cepat lebih optimal dan anak
yang terkena bronkopneumonia. (Alexander, 2017)
Berdasarkan permasalahan pada kasus di atas penulis tertarik untuk
melakukan studi kasus pada pasien dengan masalah bronkopneumonia yang
dituangkan dalam Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners dengan judul “Gambaran
Asuhan Keperawatan Manajemen Bersihan Jalan Nafas pada Anak Dengan
Bronkopneumonia Di Ruang Edelweis RSUD Dr. M.Yunus Bengkulu Tahun
2020”
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Gambaran Asuhan Keperawatan Manajemen Bersihan Jalan
Nafas pada Anak Dengan Bronkopneumonia Di Ruang Edelweis RSUD Dr.
M.Yunus Bengkulu Tahun 2020?

C. Tujuan Studi Kasus


1. Tujuan Umum
Diketahui gambaran asuhan keperawatan manajemen bersihan jalan nafas
pada anak dengan bronkopneumonia.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui gambaran pengkajian manajemen bersihan jalan nafas anak
dengan bronkopneumonia.
b. Diketahui gambaran diagnosis keperawatan manajemen bersihan jalan
nafas anak dengan bronkopneumonia.
c. Diketahui gambaran perencanaan manajemen bersihan jalan nafas
anak dengan bronkopneumonia.
d. Diketahui gambaran implementasi manajemen bersihan jalan nafas
anak dengan bronkopneumonia.
e. Diketahui gambaran evaluasi manajemen bersihan jalan nafas anak
dengan bronkopneumonia.
5

D. Manfaat Studi Kasus


1. Bagi Mahasiswa
Karya tulis ilmiah akhir ini sebagai bahan masukan untuk meningkatkan
ilmu pengetahuan, pengalaman dan menambah keterampilan atau
kemampuan mahasiswa dalam menerapkan asuhan keperawatan anak
pada pasien bronkopneumonia.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah referensi bacaan literatur dalam meningkatkan mutu
pendidikan dan sebagai bahan pertimbangan untuk lebih memperkaya
pengetahuan dan bahan ajar mengenai kebutuhan oksigenasi pada pasien
Bronkopneumonia.
3. Bagi Pelayan Kesehatan / RSUD DR M. Yunus Bengkulu
Karya Tulis Ilmiah Akhir, dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan
sumber informasi bagi perawat dalam meningkatkan pelayanan
keperawatan khususnya asuhan keperawatan anak pada pasien
Bronkopneumonia.
4. Bagi Pasien dan Keluarga.
Karya Tulis Ilmiah akhir ini ini memiliki manfaat untuk mempersingkat
lama waktu perawatan anak selama dirumah sakit, menciptakan
kemandirian keluaraga dalam perawatan anak dengan bronkopneumonia.
dengan evidence based terbaru.
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI FISIOLOGI

Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi Pernafasan

Sistem pernapasan pada manusia di bagi menjadi beberapa bagian.


Saluran saluran pengantar udara dari hidung hidung hingga mencapai paru-
paru sendiri meliputi dua bagian yaitu saluran pernapasan bagian atas dan
bagian bawah (Sumber Smelzer & Bare 2002).
1. Saluran pernapasan bagian atas (upper respiratory airway)
Secara umum, fungsi utama dari saluran pernapasan atas adalah
sebagai saluran udara (air conduction ) menuju saluran napas bagian
bawah untuk pertukaran gas, melindungi (protecting) saluran napas
bagian bawah dari benda asing, dan sebagai penghangat, penyaring serta
pelembab (warning filtration and hamidifuiction) dari udara yang
dihirup hidung. Saluran pernapasan terdiri dari organ-organ berikut:
a. Hidung (Cavum Nasalis)
Rongga hidung di lapisi sejenis selaput lendir yang hangat kaya
akan pembuluh darah. Rongga ini bersambung dengan lapisan
faring dan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke
dalam rongga hidung.

6
7

b. Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang
kepala. Nama sinus paranasalis sendiri disesuaikan dengan nama
tulang di mana organ itu berada, organ itu sendiri atas sinus
frontalis, sinus etmoidalis, sinus spenoidalis dan sinus maksilaris.
c. Faring (Tekak)
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenggorokan
sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulang
rawan krikoid, oleh karena itu letak faring dibelakang laring
(Laryns phargneal)
d. Laring (Tenggorokan)
Laring terletak didepan bagian terendah faring memisahkan dari
columma vertebrata. Laring merentang sampai bagian atas
vertebrata servikalis dan masuk kedalam trakea bawahnya, laring
terdiri atas kepingan tulang rawan yang di ikat, di tentukan oleh
ligament dan membran.

2. Saluran pernapasan bagian bawah (lover airway)


Di tinjau dari fungsinya, secara umum saluran pernapasan bagian
bawah terbagi menjadi dua komponen. Pertama, saluran udara kondusif
atau yang sering disebut sebagai percabangan dari trakeobronkialis.
Saluran ini terdiri atas trakea, bronki dan bronkioli, kedua saluran
respiratorius terminal (kadang kala di sebut acini) yang merupakan
saluran udara konduktif dengan fungsi utamanya sebagai penyalut
(konduksi) gas masuk ke luar dari satuan respiratorius terminal)
merrupakan tempat pertukaran gas yang sesungguhnya.
a. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan memiliki panjang kira-kira 9
cm. Oragan ini merentang larinng sampai kira-kira di bagian atas
vertebrata torakalis kelima. Dari tempat ini, trakea bercabang
menjadi dua bronkus (bronchi). Trakea tersusun atas 16-20
8

lingkaran tak lengkap, berupa ciri-ciri cincin tulang rawan yang


disatukan bersama oleh jaringan fibrosa dan melengkapi lingkaran
disebelah belakang trkaea. Selain itu, trakea juga memuat jaringan
otot.
b. Bronkus dan Bronkeoli
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada tingkatan
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trakea dan di lapisi oleh sejenis sel yang sama. Bronkus-bronkus
itu membentang ke bawah dan samping, ke arah tampuk paru,
bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri,
sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah
cabang utama lewat bawah arteri, yang di sebut bronkus lobus
bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsung dari yang
kanan, serta merentang di bawah arteri pulmonalis sebelum
akhirnya terbelah menjadi beberapa cabang menuju ke lobus atas
dan bawah, cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang
menjadi bronkus lobaris dan kemudian menjadi lobus segmentalis,
yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli
(kantong udara).
c. Alveolus
Alveolus (yaitu tempat pertukaran gas sinus) terdiri dari
bronkiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong
udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Alveolus adalah kantong
berdinding tipis yang mengandung udara. Melalui seluruh dinding
inilah terjadi pertukaran gas.
d. Paru-paru
Bagian kiri dan kanan paru-paru terdapat rongga toraks. Paru-
paru dilapisi pleura yaitu parietal pleura dan viseral pleura. Di
dalam rongga pleura yaitu parietal pleura dan viscreral pleura. Di
dalam rongga pleura terdapat rongga cairan surfukta yang
berfungsi untuk lubrink. Paru kanan di bagi atas tiga lobus, yaitu
9

lobus superior lobus medius dan lobus inferior. Sedangkan paru


kiri di bagi menjadi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior,
tiap lobus di bungkus oleh jaringan elastic.
e. Toraks, diagrafma, dan Pleura
Rongga toraks berfungsi melindungi paru-paru, jantung dan
pembuluh darah besar. Bagian rongga toraks terdiri atas 12 iga
costa. Pada atas toraks di daerah leher, terdapat dua otot
tambahan untuk proses inspirasi, yakni skaleneus dan
sternokleidomastoideus. Otot skaleneus menaikan tulang iga
pertama dan kedua selama inspirasi untuk memprluas rongga dada
atas dan menstabilkan dinding dada.
Otot sternokleidomastoideus berfungsi untuk mengangakat
sternum, otot paresternal, trapezius, dan pektoralis juga
merupakan otot inspirasi tambahan yang berguna untuk
meningkatkan kerja nafas. Diantara tulang iga terdapat otot
interkostal, otot interkostal eksternum adalah otot yang
menggerakan tulang iga keatas dan kedepan, sehingga dapat
meningkatkan diameter anteroposterior dari dinding dada.
Diafragma terletak dibawah rongga toraks, pada keadaan
relaksasi diafragma ini berbentuk kubah, mekanisme pengaturan
otot diafragma (nervus frenikus). Oleh karena itu jika terjadi
kecelakaan pada saraf C3, maka hal ini dapat menyebabkan
vebtilasi. (Kozier, B, dan Erbs. 2009)
3. Fisiologis Pernapasan
Menurut (Ardiansyah, 2012) Proses fisiologis pernapasan adalah
dimana oksigen di pindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan dan
CO2, di keluarkan ke udara (ekspirasi) yang dibagi menjadi 3 proses
sebagai berikut:
a. Ventilasi
Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari paru-
paru. Udara bergerak masuk dan keluar paru karena adanya selisih
10

tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja


mekanik otot-otot. Pada inspirasi volume toraks bertambah besar
karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa
otot, pada waktu yang bersamaan otot-otot interkostal internal
berkontraksi dan mendororng dinding dada sedikit ke arah luar.
Dengan gerakan seperti ini ruang didalam dada meluas, tekanan
dalam alveoli menurun dan udara memasuki paru-paru.
Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta eksterna
relaksasi. Pada waktu otot interkosta eksterna relaksasi, rangka iga
turun dan lengkungan diafragma naik ke atas ke dalam rongga
toraks, menyebabkan volume toraks berkurang, sehingga udara
mengalir ke luar paru-paru sampai tekanan jalan nafas dan tekanan
atmosfer menjadi sama.
b. Difusi
Merupakan tahap kedua dari proses pernafasan yang
merupakan gerakan diantara udara dan karbondioksida didalam
alveoli dan darah didalam kapiler sekitarnya. Dalam cara difusi ini
gas mengalir dari tempat yang tinggi tekanan parsialnya ke tempat
lain yang lebih rendah tekanan parsialnya. Oksigen dalam alveoli
mempunyai tekanan parsial yang lebih tinggi dari oksigen yang
berada dalam darah dan karenanya udara dapat mengalir dari
alveoli masuk ke dalam darah. Karbondioksida dalam darah
mempunyai tekanan parsial yang lebih tinggi dari oksigen yang
berada dalam darah dan karenanya udara dapat mengalir dari
alveoli kedalam darah. Sehingga CO2 lebih mudah berdifusi dari
pada oksigen.
c. Transportasi gas dalam darah
Transportasi adalah pengangkutan oksigen dan karbon
dioksida oleh darah. O2 dapat diangkut dari paru ke jaringan-
jaringan melalui dua jalan: secara fisik larut dalam plasma atau
secara kimia berikatan dengan hemoglobin (HB) membentuk
11

oksihemoglobin. CO2 ditransportasi dalam darah sebagai natrium


bikarbonat dalam dan kalium bikarbonat dalam sel-sel darah merah
dalam larutan bergabung dengan hemoglobin dan protein plasma.

B. KOSEP BRONKOPNEUMONIA
1. Definisi Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada parenkrim paru
yang meluas sampai bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang
terjadi pada jaringan paru melalui penyebaran secara langsung pada
saluran pernafasan atau melalui hematogen sampai ke bronkus. (Sujono,
dan Sukarmin, 2012).
Bronkopneumonia merupakan infeksi akut pada saluran
pernapasan bagian bawah pada paru-paru, yang secara anatomi
mengenai lobus paru mulai dari parenkim paru sampai perbatasan
bronkus yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur, dan benda asing. Ditandai dengan adanya sesak
napas, pernapasan cupping hidung, dan sianosis (perubahan warna)
sekitar hidung atau mulut (Gass, 2013).
2. Etiologi
Secara umum bronkopneumonia diakibatkan penurunan mekanisme
pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme pathogen.
Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh virus antara lain :
a. Bakteri: pneumococus pneumonia, pneumococcus, streptococcus
hemoliticus aureus, haemophilus influenza, stafilokoku.
b. virus sintaksis pernapasan, virus influenza, virus Virus sitomegali
citoplasma
c. Jamur capsulatum, criptococcus nepromas, blastomices dermatides,
cocedirides immitis, aspergillus sp, candinda albicans, mycoplasma
pneumonia.
d. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronkopneumonia
adalah daya tahan tubuh yang menurun akibat malnutrisi energi
12

protein (MEP), penyakit menahun, pengobatan antibiotik yang tidak


sempurna (Riyadi dan Sukarmin, 2010).
3. Patofisiologi
Bakteri atau virus masuk kedalam tubuh, akan menyebabakan gangguan/
peradangan pada terminal jalan nafas dan alveoli. Proses tersebut akan
menyebabkan infiltrat yang biasanya mengenai pada multiple lobus,
terjadi destruksi sel dengan menanggalkan debris cellular ke dalam
lumen yang mengakibatkan gangguan fungsi alveolar dan jalan napas.
Pada kondisi akut maupun kronik seperti AIDS, cystic fibrosis, aspirasi
benda asing dan konginetal yang dapat meningkatkan resiko pneumonia
(Marni,2014).
Secara hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel)
mikroorganisme yang terdapat didalam paru dapat menyebar ke bronkus.
Setelah terjadi fase peradangan lumen bronkus menyebabkan sel radang
akut, terisi eksudat (nanah) dengan sel epitelrusak. Bronkus dan
sekitarnya penuh dengan netrofil (bagian leukosit yang banyak pada
saat awal peradangan dan bersifat fagositosis) dan sedikit eksudat
fibrinosa. Bronkus rusak akan mengalami fibrosis dan pelebaran akibat
tumpukan nanah sehingga dapat timbul bronkiektasis. Selain itu
organisasi eksudat dapat terjadi karena absorpsi yang lambat. Eksudat
pada infeksi ini mula-mula encer dan keruh, mengandung banyak kuman
penyebab (streptokokus, virus dan lain-lain). Selanjutnya eksudat
berubah menjadi purulen dan menyebabkan sumbatan pada lumen
bronkus. Sumbatan tersebut dapat mengurangi asupan oksigen dari luar
sehingga penderita mnegalami sesk napas.
Terdapatnya peradangan pada bronkus dan paru juga akan
mengakibatkan peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan
silia pada lumen bronkus sehingga timbul peningkatan flekflek batuk.
Perjalanan patofisiologis diatas bisa berlangsung sebaliknya yaitu di
dahului dulu dengan infeksi pada bronkus kemudian berkembang
menjadi infeksi pada paru (Riyadi,2012).
13

4. Klasifikasi
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan (Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia, 2003) menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia, yaitu:
a. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
1) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia),
pneumonia yang didapat dari masyarakat, dimulai sebagai penyakit
pernafasan umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia
2) Pneumonianosokomial, pneumonia yang terjadi setelah pasien 48
jam dirawat dirumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang
terjadi sebelum masuk rumah sakit.
3) Pneumonia aspirasi, merupakan infeksi paru-paru yang diakibatkan
oleh terhirupnya sesuatu ke dalam saluran pernafasan.
4) Pneumonia pada penderita immunocompromised.
b. Berdasarkan bakteri penyebab:
1) Pneumonia bakteri/tipikal, dapat terjadi pada semua usia beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka,
misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada
penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan
mycoplasma, legionella, dan chalamydia .
2) Pneumonia virus, Disebabkan seperi virus Influenza.
3) Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
pada penderita dengan daya lemah tahan terutama
fimmunocompromised).
c. Berdasarkan predileksi infeksi:
1) Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus
(percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
2) Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-
bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun
kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi
atau orang tua.
14

3) Pneumonia interstisial, peradangan paru-paru kronis yang sering


terjadi pada perokok atau mantan perokok.
Sedangkan Menurut Nurarif (2015), membagi kedalam tiga klasifikasi
pneumonia sebagai berikut:
a. Pembagian melalui anatomis
1) Pneumonia lobularis, melibat seluruh atau suatu bagian besar
dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena maka
dikenal sebagai pneumonial bilateral atau ganda.
2) Pneumonia lobularis (Bronkopneumonia) terjadi pada ujung
akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen
untuk membentuk bercak konsulidasi dalam lobus yang berada
didekatnya, disebut juga pneumonia lobularis.
3) Pneumonia Interstitial (Bronkiolitis) proses inflamasi yang
terjadi di dalam dinding alveolar (interstinium) dan jaringan
peribronkial serta interlobular.
b. Berdasarkan bakteri penyebab:
1) Pneumonia bakteri/tipikal, dapat terjadi pada semua usia
beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang
yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik,
staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan
chalamydia .
2) Pneumonia virus, Disebabkan seperi virus Influenza.
3) Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder.
Predileksi pada penderita dengan daya lemah tahan terutama
fimmunocompromised)
c. Berdasarkan usia:
1) Usia 2 bulan – 5 tahun
a) Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas
yang dilihat dengan adanya tarikan dinding dada bagian
bawah.
15

b) Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat


yaitu pada usia 2 bulan – 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit
atau lebih, dan pada usia 1-5 tahun 40 x/menit atau lebih.
c) Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek
biasa dapat disertai dengan demam, tetapi tanpa terikan
dinding dada bagian bawah dan tanpa adanya nafas cepat.
2) Usia 0 – 2 bulan
a) Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian
bawah atau nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau
lebih.
b) Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada
bagian bawah dan tidak ada nafas cepat.
16

5. Woc
Bakteri, virus, jamur, protozoa, mikobakteri, dan riketsia

Saluran pernafasan Atas

Kuman berlebihan kuman terbawa di infeksi saluran pernafasan bawah


Di bronkus saluran pernafasan

Proses peradangan infeksi saluran Dilatasi peningkatan suhu Edema antara


Pernafasan pembuluh darah kapiler dan aveoli

Akumulasi secret hipertermia septikimia


Di bronkus peningkatan Flora eksudat plasma iritasi PMN
Normal dalam usus masuk alveoli peningkatan eritrosit pecah
metabolisme
Mukus Bronkus Malabsorbsi gangguan difusi Edema paru
MK:
meningkat dalam plasma Evaporasi
Bersihan
Diare meningkat pengerasan
jalan nafas
Bau mulut tidak dinding paru
tidakefektif MK : gangguan
pertukaran gas
Anoreksia penurunan
MK : resiko
ketidakseimban Compliance paru
Intake kurang gan cairan &
elektrolit Suplai o2 menurun

MK : devisit
nutrisi
kurang dari Hiperventilasi Hipoksia
kebutuhan
Dyspnea Mebolisme
anerob meningkat
MK : pola nafas
tidak efektif Akumulasi asam
laktat

Fatigue

MK : intoleransi
aktifitas
17

6. Manifestasi
Manifestasi klinis yang muncul pada penderita bronkopneumonia
menurut Wijayaningsih (2013), ialah :
a. Biasanya didahului infeksi traktus respiratori bagian atas
b. Demam (390C-400C) kadang-kadang disertai kejang karena demam
yang tinggi.
c. Anak sangat gelisah, dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-
tusuk, yang dicetuskan saat bernafas dan batuk.
d. Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung
dan sianosis sekitar hidung dan mulut.
e. Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
f. Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi, wheezing.
g. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila
infeksinya serius.
h. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang
menyebabkan atelectasis absorbs
7. Komplikasi
Akibat penyakit ini tidak mendapat penanganan yang tepat maka
akan timbul komplikasi yang bisa membahayakan tubuh anak
tersebut,misalnya kematian akibat serangan apneu yang terlalu lama,
gangguan pertukaran gas, obstruksi jalan napas, gagal napas, efusi pleura
yang luas, syok dan apnea rekuren (Marni, 2014).
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wijayaningsih (2013) ada beberapa pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk menegakan diagnosa antara lain:
a. Pemeriksaan radiologi yaitu foto thoraks, terdapat konsolidasi satu
atau beberapa lobus yang bebercak-bercak dan Laringoskop/
bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh
benda padat
18

b. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan darah Pada kasus


Bronkopneumonia terjadi leukositosis meningkatnya (jumlah
neutrofil)
c. Pemeriksaan AGD untuk mengetahui status kardiopulmuner yang
berhubungan dengan oksigen dan status asam basa.
d. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : untuk mengetahui
mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok diberikan.
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut (Hirwina dan rahmat, 2010) ada beberapa penatalaksanan
bronkopneumonia pada anak sebagai berikut :
1) Menjaga kepatenan jalan nafas apabila terdapat obstruksi jalan
napas, dan lendir, diberikan Broncodilator. Oksigen umumnya
tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik yang
paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab
yang mempunyai spektrum sempit
2) Pemberian terapi oksigen
3) Menjaga kelancaran pernafasan, dengan memposisikan klien
dengan posisi semi fowler, dan pemberian oksigen sesuai
indikasi
4) Meningkatkan kebutuhan istirahat tidur karena pada pasien
Bronkopneumonia sering mengalami susah tidur karena sesak
napas yang dialami pasien.
5) Pemberian cairan parenteral dan maskan oral untuk
mengimbangi cairan tubuh akibat dehidrasi yang
menimbulkan takinpnea.
6) Pemberian nutrisi yang adekuat dengan pemberian tinggi
kalori dan protein.
7) Mengontrol suhu tubuh setiap sejam sekali.
8) Cegah komplikasi dengan ganguan rasa aman dan nyaman
dengan perubahan posisi tiap 2 jam. Postural drainase,
19

pisiotrapi dada, bayi ditengkurapkan, isep lender 5-10 menit


sekali dapat dilakukan pada pagi hari dan sore.
9) Menjaga lingkungan yang bersih dan aman, jangan dibawa
anak keluar rumah jika berpergian daerah berpolusi tinggi
10) Penyuluhan kesehatan pada orang tua tentang perawatan anak
b. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan pada anak baita dengan Bronkopneumonia antara
lain (Riyadi & Sukarmin, 2009):
1) Pemberian penisilin 50.000 U/kg BB/hari, ditambah dengan
kloramfenikol 50- 70 mg/kg BB/hari atau diberikan obat
antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti obat
ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai anak bebas
demam yaitu 4-5 hari. Tujuan dari pemberian obat kombinasi
adalah untuk menghilangkan penyebab infeksi yang
kemungkinan lebih dari 1 jenis dan untuk menghindari
resistensi obat antibiotic.
2) Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian asam basa
dengan pemberian oksigen dan pemberian cairan intravena,
biasanya diperlukan adanya campuran glukosa 5% dan Nacl
0,9% dalam perbandingan 3 : 1 ditambah larutan Kcl 10
mEq/500/l botol infus.
3) Pemberian makanan enteral bertahap melalui selang
nasogatrik pada penderita yang sesak nafasnya sudah
berkurang.
4) Pemberian inhalasi dengan salin normal serta beta agonis
untuk memperbaiki transport mukosilier seperti pemberian
terapi nebulizer dapat diberikan jika sekresi lendir yang
berlebihan, yang bertujuan untuk mempermudah
mengeluarkan dahak dan meningkatkan lebar lumen pada
bronkus.
20

C. PENELITIAN TERKAIT UPAYA MANAJEMEN BERSIHAN JALAN NAFAS PASIEN BRONKOPNEUMONIA

Jurnal &
No Penulis & Judul Sample Pasien Metode Penelitian Hasil Penelitian
Tahun Terbit
1 Sherly Amelia, REAL in Teknik Desain penelitian Cara pengumpulan data dengan pemeriksaan
Rola Oktorina & Nursing pengambilan ini menggunakan fisik dan observasi kemudian data yang
Niko Astuti Journal sampel dalam Quasi diperoleh dianalisis menggunakan uji Wilcoxon
(RNJ) Vol 1 penelitian ini Eksperiment One Sign Rank test. Hasil diperoleh data p-value
“Aromaterapi No.2 menggunakan Group Pretest- 0,002 < 0,05 yang artinya ada pengaruh
Peppermint teknik Accidental Posttest design aromaterapi peppermint terhadap masalah
Terhadap Masalah Tahun 2018 Sampling dengan keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan
Keperawatan jumlah sampel 10 nafas pada pasien anak usia 1-5 tahun dengan
Ketidakefektifan orang bronkopneumonia.
Bersihan Jalan
Nafas Anak
Dengan
Bronkopneumonia

2 Diah Ayu JPPNI Subjek penelian Desain penel itian Hasil penelitian didapatkan bahwa Pemberian
Agustin, Vol.02/No01/ pada penelitian quasi- madu berpengaruh terhadap penurunan
Nani nurheni, April-Juli ini adalah balita experimental: pre- frekuensi batuk, frekuensi napas, dan ronkhi
Nuar agustin 2017 berjumlah 34 test-post-test, non- balita pneumonia.
sampel equivalent control
“Pengaruh madu Tahun 2017 group
terhadap frekuensi
batuk dan nafas
ronkhi pada balita
pneumonia”
21

3 Akhmad Alfajri Jurnal Sample pada Jenis penelitian ini Terjadi perbaikan frekuensi napas pasien per
Amin,Kuswardani Fisioterapi penelitian ini metode pretest- menit yang signifikan antara sebelum dengan
, dan Welly dan sebanyak 8 posttest dengan sesudah terapi ditunjukkan dengan nilai p pada
Setiawan Rehabilitasi responden quasi eksperimen uji paired sample test (sig. 2-tailed) sebesar
(JFR) Vol. 2, 0,000 yang berada di bawah nilai kritis <0,05.
“Pengaruh Chest No. 1, Tahun
therapy dan infra 2018, ISSN
red pada pasien 2548-8716
bronkopneumonia

4 I Made Sudarma, Jurnal Sample pada Metode penelitian Hasil menunjukan adanya pengaruh pemberian
ddk STIKES penelitian ini quasi air minum air hangat sebelum dilakukan
Wira Medika sebanyak 20 eksperimental tindakan nebulizer terhadap kelancaran jalan
“mengkonsumsi PPNI Bali responden dengan rancangan nafas pada pasein asma.
air hangat penderita asma pretest-posttest
sebelum tindakan Tahun 2017 Non Equivalent
nebulizer control group
meningkatkan
kelancaran jalan
nafas pada pasien
asma”

5 Yenti, et al Jurnal Sample pada Metode penelitian Hasil uji hipotesis Wilcoxon Signed Rank Test
Fakultas Ilmu penelitian ini pre-eksperimen pada kemaknaan (ɑ = 0,05) menunjukan bahwa
“Terapi Inhalasi Keperawatan, sebanyak 62 dengan prepost nilai ρ-value = 0,000 < ɑ, yaitu 0,000<0,05
UAP Panas Universitas responden disign with one maka Ho ditolak Ha diterima artinya bahwa ada
dengan Minyak Esa Unggul sampling di group. pengaruh terapi inhalasi uap panas dengan
Kayu Putih Puskesmas Kota minyak kayu putih dengan bersihan jalan nafas.
22

Terhadap Tahun 2018 Bambu Selatan Simpulan diperoleh data perbedaan antara yang
Bersihan Jalan dengan teknik bermakna antara bersihan jalan nafas sebelum
Nafas Pada Anak nonprobablity dan sesudah diberikan terapi inhalasi uap panas
Dengan Ispa” sampling jenis dengan minyak kayu putih.
quota

6 Nugroho Priyo, Jurnal Dalam penelitian Penelitian ini Hasil uji observasi dengan melakukan terapai
Anida Nur Ashifa, Keperawatan ini peneliti merupakan sinar matahari dengan cara berjemur
Ari Aji GSH Vol 5 mengambil 3 penelitian menunjukan pada Responden 1 Sebelum pasien
Kristiawan. No 2 Juli sampel yaitu kualitatif dengan diberikan terapi sinar matahari pasien masih
2016 ISSN pasien yang pendekatan case mengalami sesak nafas. Dan setelah diberikan
“Pengaruh Sinar 2088-2734 mengalami study research terapi sinar matahari pasien mengatakan sesak
Matahari Untuk PPOK (studi kasus). nafas berkurang dan pasien tampak lebih
Meningkatkan Tahun 2016 nyaman dan rileks disertai pengeluaran secret.
Efektifitas Pada Responden 2 Sebelum pasien diberikan
Bersihan Jalan terapi sinar matahari pasien hanya bernafas
Nafas Pada Pasien dangkal dan berujung mengalami sesak nafas
PP0K Di dan batuk. Dan setelah diberikan terapi sinar
Puskesmas matahari pasien mengatakan sesak nafas
Selogiri” berkurang dan tampak nyaman serta rileks
setelah adanya pengeluaran secret.

7 Ade Nueraeni Fakultas ilmu Sample pada Metode penelitian Hasil menunjukan adanya perbedaan dan
keperawatan, penelitian ini quasi penurunan rerata frekuensi nafas setelah
“Pengaruh Steam Universitas sebanyak 28 eksperimental dilakuakn steam inhalation tetapi tidak
Inhalation Indonesia responden dengan rancangan bermakna (ρ-value = 0,000 >0,05). Hal ini
Terhadap Usaha pretest-posttest dipengaruhi karena pelaksanaan steam
Bernafas Pada Tahun 2012 Non Equivalent inhalation hanya dilakukan satu kali sedangkan
Balita dengan control group dalam referensi harus dilakukan sebnyak 4 kali
Pneumonia di desain dalam sehari. Ini akan jauh lebuh efektif bila
Puskesmas dilakukan sebnyak 4 kali dalam sehari.
23

Subang”

8 Titin Hidayatin Jurnal Teknik Metode penelitian Hasil penelitian menunjukkan uji statistik
Keperawatan pengambilan data menggunakan dengan menggunakan uji Cochran didapatkan
“Pengaruh Surya Vol 11 adalah menggunakan bahwa nilai P value < α yang artinya ada
Pemberian concecutive quasy perbedaan yang artinya ada perbedaan yang
Fisioterapi Dada Tahun 2019 sampling dengan experimental bermakna antara bersihan jalan nafas antara
Dan Pursed Lips jumlah sampel dengan rancangan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
Breathing (Tiupan yang akan non randomized fisioterapi dada dan PLB (pursed lips
Lidah) Terhadap diambil sebanyak without control breathing ) pada anak balita dengan pneumonia
Bersihan Jalan 30 responden group pretest- di RSUD Kabupaten Indramayu. Dari hasil
Nafas Pada Anak posttest penelitian didapatkan bahwa pada intervensi
Balita Dengan pertama belum terjadi perubahan terhadap
Pneumonia” bersihan jalan napas, tetapi pada intervensi
berikutnya terjadi perubahan terhadap bersihan
jalan napas dan perubahan yang sangat
signifikan terjadi pada intervensi kedua (sore
hari) hari kedua yaitu semua responden (10
balita) mengalami perubahan terhadap bersihan
jalan napas.

9 Maidartati Jurnal Sampel dalam Penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan terdapat
keperawatan penelitian ini menggunakan perbedaan frekwensi nafas sebelum dan sesudah
“Pengaruh Vol. II berjumlah 17 desain penelitian dilakukan fisioterapi dada pada anak yang
Fisioterapi Dada responden quasi mengalami bersihan jalan nafas. dimana dapat
Terhadap 2014 eksperimental diketahui dari hasil penelitian dengan hasil
Bersihan Jalan dengan rancangan perhitungan p = 0.00 (p=<0.05) berarti bahwa
Nafas Pada Anak pre test-post test fisioterapi dada dapat membentu perbaikan
Usia 1- 5 Tahun teknik memilih frekwensi nafas pada anak yang mengalami
Yang Mengalami sampel yang gangguan bersihan jalan nafas.
Gangguan digunakan adalah
24

Bersihan Jalan purposive


Nafas Di sampling
Puskesmas Moch.
Ramdhan
Bandung”

10 Dina Putri Adiyati Jurnal Teknik Metode penelitian Hasil uji statistic Wilcoxon didapatkan nilai
Keperawatan pengambilan data menggunakan bahwa p value 0.001 < 0.05 sehingga
“Efektifitas Stikes Bhakti adalah menggunakan dapatdisimpulakan bahwa ada pengaruh
Nebulizer- HusadaMulia concecutive quasy pemberian nebulizer – postural drainage
Postural Drainage sampling dengan experimental terhadap pengeluaran sputum. Sedangkan hasil
Dan Nebulizer Tahun 2018 jumlah sampel dengan rancangan perhitungan Wilcoxon diperoleh nilai p value
Dalam non equivalent 0.000 < 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
Pengeluaran control group ada pengaruh pemberian nebulizer-batuk efektif
Sputum Pada terhadap pengeluaran sputum. Berdasarkan uji
Pasien Asma Di mann whitney didapatkan bahwa pemberan
Rsud Caruban” nebulizer-batuk lebih efektif banyak dalam
mengeluarkan sputum.
25

D. ASUHAN KEPERAWATAN MANAJEMEN BERSIHAN JALAN


NAFAS PADA BRONKOPNEUMONIA
1. Pengkajian
Pengkajian Keperawatan dilakukan dengan cara
pengumpulan data secara subjektif (data yang didapatkan dari
pasien/keluarga) melalui metode anamnesa dan data objektif (data
hasil pengukuran atau observasi). Menurut Nurarif (2015),
pengkajian yang harus dilakukan adalah :
a. Indentitas: Nama, usia, jenis kelamin,
b. Riwayat sakit dan kesehatan
1) Keluhan utama: pasien mengeluh batuk-batuk disertai
bunyi rochi saat auskultasi, pernafasan cepat dan dangkal,
adanya pernafasan cuping hidung serta sianosis daerah
hidung dan sekitar mulut, kadang disertai diare, demam
tinggi, tidak mau makan, gelisah, sakit kepala,anak rewel
(Dona L, Wong, 2013).
2) Riwayat penyakit sekarang: Awal serangan pada umumnya
penderita bronkopneumonia sering ditemukan napas sesak
dan pernafasan cuping hidung, batuk tidak produktif, tapi
selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif
dengan mukus purulen kekuning-kuningan, kehijau-
hiajuan, kecokelatan atau kemerahan, dan sering kali
berbau busuk,gelisah dan kadang-kadang disertai muntah
dan diare kemudian suhu tubuh meningkat.
3) Riwayat Kesehatan masa lalu
a) Riwayat penyakit yang penah diderita yang dapat
menimbulkan gangguan sistem pernapasaan yaitu
anak pernah terinfeksi saluran pernapasaan atas dan
gizi yang tidak adekuat, pernah terkena diare.
b) Riwayat pemberian imunisasi : anak yang tidak
mendapatkan imunisasi yang lengkap beresiko tinggi
26

untuk mendapatkan penyakit infeksi saluran


pernafasan atas atau bawah karena system pertahanan
tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi
skunder.
4) Riwayat penyakit keluarga: dikaji apakah ada anggota
keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang disinyalir
sebagai penyebab pneumonia.
5) Riwayat alergi: dikaji apakah pasien memiliki riwayat
alergi terhadap beberapa obat, makanan, udara, debu.
6) Riwayat psikososial keluarga Orang yang terdekat dengan
pasien, interaksi dalam keluarga, dampak penyakit pasien,
dalam keluarga, masalah yang mempengaruhi pasien dan
mekanisme koping terhadap stress, persepsi klien terhadap
penyakitnya, tugas perkembangan menurut usia klien.
c. Kebutuhan Dasar Bronkopneumonia
a) Pola nutrisi
Pada anak dengan Bronkopneumonia biasanya disertai
dengan mual, muntah dan tidak nafsu makan, yang
menyebabkan terjadinya penurunan berat badan.
b) Pola eliminasi
Pada pola eliminasi biasanya anak akan mengalami
perubahan yaitu buang air besar disertai diare, buang air
kecil sedikit atau tidak mengalami gangguan.
c) Pola tidur dan istirahat
Adanya batuk dan sesak hingga menimbulkan klien tidak
nyaman saat tidur.
d) Pola hygiene
Kebiasaan mandi, mengganti pakaian, sikat gigi, setiap
harinya, biasanya kebutuhan personal hygiene di bantu
oleh keluarga saat sakit atau dirawat.
27

e) Pola aktifitas
Karena kondisinya yang lemah sehingga anak hanya
melakukan aktifitas di tempat tidur disesuaikan dengan
kondisi.
d. Pemeriksaan Fisik
a) Stasus penampilan kesehatan : lemah
b) Tingkat kesadaran kesehatan : kesadaran normal, letargi,
strupor, koma, apatis tergantung tingkat penyebaran
penyakit.
c) Tanda-tanda vital
- Frekuensi nadi: takikardia
- Frekuensi napas: takipnea, dispnea progesif
pernapasaan dangkal, penggunaan otot bantu
pernapasaan dan pelebaran nasal.
- Suhu tubuh hipertemia akibat penyebaran toksik
mikroorganisme yang direspon oleh hipotalamus.
d) Berat badan dan tinggi badan kecenderungan berat badan
anak mengalami penurunan.
e) Integumen kulit
- Warna : pucat sampai sianosis
- Suhu : pada hipertemia kulit terbakar panas akan tetapi
setelah hipertemia teratasi kulit anak akan terba dingin.
f) Kepala dan mata kepala
- Perhatikan bentuk dan kesimetrisan.
- Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau
pembengkakan yang nyata.
- Periksa hygiene kulit kepala, ada tidaknya lesi,
kehilangan rambut, perubahan warna.
28

g) Toraks dan paru


- Inspeksi : terlihat pernapasan cuping hidung,
menggunakan otot bantu napas, napas cepat dangkal,
sianosis sekitar hidung dan mulut.
- Palpasi : suara redup pada sisi yang sakit, hepar
mungkin membesar, vokal fremitus raba mungkin
meningkat pada sisi yang sakit dan nadi mungkin
mengalami peningkatan (tachicardia), kadang turgor
kulit kembali lebih dari 2 detik serta daerah akral
dingin.
- Perkusi : pekak terjadi bila berisi cairan pada paru,
normalnya timpani ( terisi udara resonansi).
- Auskultasi: auskultasi sederhana dapat di lakukan
dengan cara mendekatkan telinga ke hidung atau mulut
bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor.
Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara
napas berkurang, ronchi halus pada sisi yang sakit, dan
ronchi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronkial,
egotomi, bronkofoni, kadang terdengar bising gesek
pleura.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data
subjektif dan objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian
untuk menegakkan diagnosis keperawatan (Amin 2015). Diagnosis
keperawatan melibatkan proses berfikir kompleks tentang data
yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik dan
pemberian pelayanan kesehatan yang lain. Komponen komponen
dalam pernyataan diagnosis keperawatan meliputi masalah
(problem), penyebab (etiologi), tanda dan gejala (sign and
symptom) (Asmadi,2008).
29

Diagnosa keperawatan dengan gangguan sistem


pernapasaan : Bronkopneumonia :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
peningkatatan produksi sekret.
1) Gejala Mayor
- Data subjektif : Tidak tersedia
- Objektif : Batuk tidak efektif, tidak mampu
batuk, sputum berlebih, mengi,wheezing,ronkhi
kering, mekonium di jalan napas
2) Gejala Minor
- Subjektif : Dipsnea, sulit bicara, orthopnea
- Objektif : Gelisah, sianosis, bunyi nafas menurun,
frekuensi napas berubah, pola napas berubah.
30

3. Perencanaan

INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN
NO TUJUAN /KRITERIA HASIL RASIONAL
KEPERAWATAN (Nursing Intervention
(Nursing Outcome Clasification/NOC)
Clasification/NIC)
1 Ketidakefektifan Setelah diberikan intervensi NIC: Manajemen jalan napas
bersihan jalan napas keperawatan selama 3 x 24 jam, Aktivitas Keperawatan:
Berhubungan dengan diharapkan bersihan jalan nafas pasien 1. Mengidentifikasi dan mengelola 1. Jalan napas yang tidak paten dapat
peningkatan produksi menunjukan : kepatenan jalan nafas mengakibatkan tidak adekuatnya ventilasi
sekret NOC: Status Pernafasn : Kepatenan yang menyebabkan frekuensi meningkat,
 Ditingkatkan pada level 5 irama tidak teratur
1. Meningkat
2. Cukup meningkat 2. Monitor pola nafas (frekuensi, 2. Takipnea, pernafasan dangkal, dan gerakan
3. Sedang kedalaman, dan usaha nafas) dada tak simetris, sering terjadi karena
4. Cukup menurun ketidaknyamanan gerakan dinding dada
5. Menurun dan/atau cairan paru
Dengan kriteria hasil:
 Bersihan jalan napas 1/2/3/4/5 3. Monitor suara napas tambahan 3. Suara nafas yang abnormal menunjukkan
- Frekuensi pernapasan menurun (gurgling,mengi,wheezing,rockhi) lokasi adanya secret pada area lobus paru.
dalam kisaran normal
- Pola pernapasan menurun dalam 4. Monitor Sputum (jumlah, warna dan 4. Mengatahui bentuk sputum yang di
kisaran normal aroma) keluarkan klien
- Irama pernafasan reguler
- Dispnea menurun 5. Posisikan semi fowler atau fowler 5. Untuk memaksimalkan pengembangan paru
- Penggunaan otot bantu pernapasan
menurun 6. Berikan minum hangat 6. Air hangat membantu merangsang dilatasi
- Batuk menurun jalan afas (menurunkan spasme bronkus)
- Akumulasi sputum menurun
31

7. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, 7. Meningkatkan asupan cairan membantu


jika tidak ada kontraindikasi mengencerkan dahak dan meredakan rasa
gatal di tenggorokan.

8. Ajarkan keluarga dan pasien 8. Inhalasi membantu mencairkan secret


menggunakan inhalasi sehingga secret lebih mudah dikeluarkan

9. Kolaborasi pemberian bronkodilator 9. Pemberian terapi bronkodilator mampu


mengencerkan dahak yang tersumbat dan
membebaskan jalan nafas
NIC: Penghisapan lendir pada jalan napas
Aktivitas Keperawatan
10.Lakukan suction orofaring setelah 10. Suction efektif dalam membebaskan jalan
suction trakea napas dari secret yang tertahan

NIC: Fisioterapi dada


Aktivitas Keperawatan
11.Monitor status respirasi 11. Jalan napas yang tidak paten dapat
mengakibatkan tidak adekuatnya ventilasi
yang menyebabkan frekuensi meningkat,
irama tidak teratur

12. Kenali ada tidaknya kontraindikasi 12. PPOK eksaserbasi akut, pneumonia tanpa
dilakukannya fisioterapi dada pada produksi sputum berlebih, kanker paru,
pasien edema serebri, osteoporosis merupakan
kontraindikasi dari pemberian fisioterpai
dada

13.Tentukan segmen paru yang berisi 13. Menentukan posisi dalam melakukan
sekret berlebih fisioterapi dada
32

14.Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan 14. Inform consent sebelum tindakan
fisioterapi dada meningktakan kepercayaan pasien terhadap
prosedur tindakan

15.Lakukan fisioterpai dada 15. Fisioterapi dada memanfaatkan gravitasi


dan geratan dalam mengeluarkan secret

16. Lakukan fisioterapi dada minimal 2 16. Fisioterapi dada yang diberikan sesaat
jam setelah makan setelah makan dapat meningkatkan resiko
refluk makanan dari lambung dan
mengaibatkan aspirasi.

Evidence based nursing practice


1. Pemberian air minum hangat 1. Air hangat dapat menghangatkan dan
sebelum tindakan nebulizer (I made, mengencerkan dahak
2018)

2. Pemberian madu sebelum tidur 2. Rasa manis madu menyebabkan refleks


(Diah, Nuar, 2017) pengeluaran air liur meningkatkan sekresi
lendir jalan napas dengan melumasi jalan
napas

3. Pemberian terapi inhalasi UAP 3.Inhalasi dengan air hangat dengan aroma
sederhana dengan minyak kayu putih minyak kayu putih sebagai penghangat
(Yenti,2018) dan membantu mencairkan secret sehingga
secret lebih mudah dikeluarkan

4. Pemberian nebulizer dengan 4.Membantu pengaliran mucus akan


postural drainage (D berpindah dari segmen kecil ke segmen
besar dengan bantun gravitasi
33

5. Pemberian chest therapy dan infra 5.Fisioterapi dada memanfaatkan sinar infra
red (Akhmad, wely, 2018) red, gravitasi dan geratan dalam
menghangatkan, mengencerkan dan
mengeluarkan secret

6. Pemberian terapi inhalasi 6.Dapat membantu melegakan hidung


Aromaterapi Peppermint (Sherly, sehingga membuat napas menjadi lebih
Rola, Niko, 2018) mudah. Menthol dapat juga berfungsi
sebagai anestesi ringan.

7. Pemberian terapi steam inhalation 7.Melancarkan dan mengencerkan dahak


(ade Nureni, 2012)

8. Berjemur di bawah sinar matahari 8.Memudahkan pengeluaran secret dengan


(Nugroho, Aninda, Ari,2010) cara menghangatkan dan mengecerkan
dahak

9. Pemberian Fisioterapi Dada Dan 9.mengembalikan dan memelihara fungsi otot


Pursed Lips Breathing (Titin, 2019) – otot pernafasan dan membantu
membersihkan sekret dari bronchus

10. Pemberian fisioterapi dada 10. pembebasan jalan nafas serta mencegah
(Maudarti,2014) obstruksi, dan mencegah rusaknya saluran
1. respiratoridan membantu menghilangkan
kelebihan mukus kental
34

6. Implementasi
Implementasi yang merupakan komponen dari proses
keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana
tindakan yang diperlukan untuk mencapai tindakan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.
Implementasi mencakup melakukan, membantu atau mengarahkan
kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan arahan
perawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien dan
mengevaluasi kerja anggota staf dan mencatat serta melakukan
pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan
berkelanjutan dari klien. Implementasi meluangkan rencana
asuhan ke dalam tindakan. Setelah rencana di kembangkan,
sesuai dengan kebutuhan dan prioritas klien, perawat melakukan
intervensi keperawatan spesifik, yang mencakup tindakan
perawat dan tindakan (Potter & Perry, 2015).
7. Evaluasi
Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien
terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah
pencapaian tujuan. Tahap akhir yang bertujuan untuk mencapai
kemampuan klien dan tujuan dengan melihat perkembangan
klien. Evaluasi klien gout artritis dilakukan berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya pada tujuan (Potter &
Perry,2015)
35

BAB III
METODELOGI PENULISAN

A. Rencana Studi Kasus


Desain penulisan karya ilmiah ini yaitu study kasus deskriptif. Untuk
membuat gambaran, atau lukisan secara sistematis, aktual dan akurat
mengenai Gambaran asuhan keperawatan manajemen bersihan jalan nafas
pada anak dengan bronkopneumonia di ruang Edelweis RSUD Dr. M.Yunus
Bengkulu. Dengan metode literature riview, yaitu serangkaian penelitian
yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka yang berkaitan
atau yang objek penelitiannya digali melalui beragam informasi kepustakaan
(buku, esiklopedia, jurnal ilmiah, dan dokumen) untuk mengungkapkan
berbagai teori-teori yang relavan dengan permasalahan yang dihadapi atau
teliti sebagai bahan rujukan dalam bentuk studi kasus untuk mengeksplorasi
kasus dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asuhan
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.

B. Subyek Studi Kasus


Subyek penelitian yang digunakan dalam Gambaran asuhan keperawatan
manajemen bersihan jalan nafas pada anak bronkopneumonia di ruang
Edelweis RSUD Dr. M.Yunus Bengkulu adalah individu yang menderita
penyakit bronkopneumonia. Adapun subyek penelitian yang akan diteliti
berjumlah dua orang pada pasien Bronkopneumonia dengan kriteria inklusi
dan ekslusi sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
a. Ibu yang memiliki balita yang 0-5 tahun berjenis kelamin laki-
laki atau perempuan
b. Balita yang telah didiagnosa menderita bronkopneumonia
c. Orang tua mengizinkan anaknya menjadi responden.

35
36

2. Kriterian Ekslusi
a. Pasien pulang Atas Permintaan Sendiri (APS) atau dirujuk
b. Pasien meninggal dunia saat dirawat inap
c. Pasien yang menjalani perawatan intensif dan isolasi.

C. Definisi Operasional
1) Asuhan keperawatan anak menurut penulis adalah suatu proses
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi keperawatan.
2) Manajemen jalan nafas adalah tindakan yang dilakukan untuk mengatasi
sumbatan jalan nafas baik secara parsial dan total.
3) Bronkopneumonia adalah suatu kondisi gangaun system pernafasan yang
dialami oleh pasien dengan dignosa medis yang telah di tetapkan oleh
dokter.
4) Ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah ketidakmampuan seseorang
untuk membersihkan secret atau sputum dijalan napas secara mandiri.

D. Tempat dan Waktu


Lokasi penelitian ini adalah di ruang Edelweis RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu. Dan proses pengumpulan data dilakukan pada saat penullis praktik
di stase keperawatan anak bulan November 2019 dan penyelesaian laporan
dilakukan pada bulan April s.d Mei 2020.

E. Pengumpulan Data
1. Anamnesa yaitu data di dapatkan melalui wawancara dengan hasil
anamnesis yang harus di dapatkan berisi tentang identitas klien, keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang – dahulu keluarga, riwayat psikologi).
Sumber data bisa dari klien, keluarga, perawat lainnya.
2. Observasi dan pemeriksaan fisik yang meliputi keadaan umum,
pemeriksaan ADL (Activity Daily Living), pemeriksaan Fungsi
37

kardiovaskular, fungsi respiratory, fungsi gastrointestinal, fungsi


integumen, serebral, Tingkat kesadaran, pada sistem tubuh pasien.
3. Studi dokumentasi dan instrument dilakukan menggunakan study
literature yaitu peneliti melakukan akses pencarian menggunakan google
Scholar dan situs web perpustakaan nasional yang dapat mengunduh
jurnal dan data yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian
yang diunduh secara gratis tanpa berbayar. Teknik ini bertujuan untuk
mengungkapkan berbagai teori-teori yang relavan dengan permasalahan
yang dihadapi atau teliti sebagai bahan rujukan.

F. Penyajian Data
Penyajian data pada studi kasus disajikan secara tekstual dengan data-
data proses asuhan keperawatan yang kemudian disajikan secara terstruktur
atau narasi, disertai dengan ungkapan verbal dan cuplikan. Dalam penelitian
ini, penulis meneliti dua responden bronkopneumonia dengan masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

G. Etika Studi Kasus


Peneliti akan mempertimbangkan etik dan legal penelitian untuk
melindungi responden agar terhindar dari segala bahaya serta
ketidaknyamanan fisik dan psikologis. Ethical clearence mempertimbangkan
hal-hal dibawah ini:
1. Self determinan
Pada studi kasus ini, responden diberi kebebasan untuk berpartisipasi
atau tidak dalam penelitian ini tanpa ada paksaan.
2. Tanpa nama (anonimity)
Peneliti menjaga kerahasiaan responden dengan cara tidak
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, peneliti
hanya akan member inisial sebagai pengganti identitas responden.
38

3. Kerahasiaan (confidentialy)
Semua informasi yang didapat dari responden tidak akan
disebarluaskan ke orang lain dan hanya peneliti yang mengetahuinya.
Dan 3 bulan setelah hasil penelitian di presentasikan, data yang diolah
akan dimusnahkan demi kerahasiaan responden.
4. Keadilan (justice)
Peneliti akan memperlakukan semua responden secara adil selama
pengumpulan data tanpa adanya diskriminasi, baik yang bersedia
mengikuti penelitia nmaupun yang menolak untuk menjadi responden
penelitian.
5. Asas kemanfaatan (beneficiency)
Asas kemanfaatan harus memiliki tiga prinsip yaitu bebas
penderitaan, bebas eksploitasi dan beban resiko. Bebas penderitaan yaitu
peneliti menjamin responden tidak akan mengalami cidera, mengurangi
rasa sakit, dan tidak akan memberikan penderitaan pada responden.
Bebas eksploitasi dimana pemberian informasi dari responden akan
digunakan sebaik mungkin dan tidak akan digunakan secara sewenang-
wenang demi keutungan peneliti. Bebas risiko yaitu responden terhindar
dari risiko bahaya kedepannya. Tujuan dari penelitian adalah untuk
menambah pengetahuan, menerapkan perawatan pasien
Bronkopneumonia serta berperan dalam mengurangi hari lama rawat.
6. Maleficience
Peneliti menjamin tidak akan menyakiti, membahayakan, atau
memberikan ketidaknyamanan baik secara fisik maupun psikologi.
39

BAB IV
HASIL STUDI KASUS

Pada bab ini penulis memaparkan tentang pelaksanaan Asuhan


Keperawatan manajemen bersihan jalan nafas pada Anak Dengan
Bronkopneumonia di ruang rawat inap RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
Asuhan keperawatan yang dilakukan meliputi pengkajian dan analisis data
diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi dan evaluasi
keperawatan. Pengkajian ini dilakukan dengan allo anamnesa (wawancara
dengan keluarga atau orang terdekat), tenaga kesehatan lain (perawat
puskesmas), pengamanatan, obesrvasi, pemeriksaan fisik, menelaah catatan
medis dan catatan keperawatan sebagai berikut:
A. Hasil Pengkajian Keperawatan
1. Gambaran Karakteristik Pasien Bronkopneumonia di ruang
Edelwis RSUD dr. M. yunus Bengkulu
Identitas Klien An.A Identitas Klien An.B
Seorang pasien perempuan An.A Seorang pasien perempuan
berusia 7 Bulan lahir tanggal 20 An.B lahir tanggal 10 Oktober
Maret 2019, An.A berjenis 2018, An.B berjenis kelamin
kelamin perempuan dan Laki-laki dan merupakan anak
merupakan anak kedua dari kedua dari pasangan Tn.S dan
pasangan Tn. A dan Ny. E, Ny.M, beragama islam, Tn.S
beragama islam, orang tua An.A bekerja sebagai wiraswasta,
bekerja sebagai petani, Alamat Ny.M bekerja sebagai PNS,
Desa Selubuk Kerkap. Alamat Kel.Sumur Dewa

39
40

2. Riwayat Kesehatan
Pada pengkajian riwayat kesehatan ini perawat melakukan pengkajian keperawatan meliputi keluhan utama, keluhan sekarang,
riwayat penyakit terdahulu, riwayat keluarga, riwayat kehamilan, riwayat imunisasi, riwayat psikososial, riwayat spiritual, riwayat
lingkungan dan riwayat pertumbuhan dan perkembangan untuk menegakan diagnosa keperawatan dan juga perencanaan keperawatan
yang akan dilakukan pada pasien dalam penelitian.
No Riwayat Kesehatan Pasien An.A Pasien An.B
1. Keluhan Utama Ibu pasien mengatakan anaknya di rumah batuk Pasien An.B diantar oleh keluarga ke RSUD Dr
pilek ± 2 hari, dahak tidak bisa keluar, dan M. Yunus Bengkulu pada tanggal 13 Oktober
sesak nafas. Akhirnya keluarga memutuskan 2019 pukul 15.30. Ibu An.B mengatakan bahwa
membawa ke RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu An.B dibawah ke rs dengan keluhan batuk pilek,
pada tanggal 27 Oktober 2020 pukul 20.15 sulit mengeluarkan dahak, demam dan sesak
malam untuk mendapat penanganan lebih secara tiba-tiba.
lanjut.

2. Keluhan Pada saat dikaji hari rabu tanggal 14 Oktober 2019


Pada saat dikajian hari senin tanggal 28 oktober
Sekarang pukul 09.00 WIB di ruang edelweiss RSUD dr.M.
2020 pukul 10:00 WIB di ruang edelweiss
Yunus Bengkulu, ibu An.B mengatakan anaknya
RSUD dr M.Yunus Bengkulu, Ibu pasien
demam, sesak, dan batuk tidak bias megeluarkan
mengatakan anaknya batuk berdahak dan tidak
secret. Keadaan umum pasien baik, kesadaran
bisa mengeluarkan dahak dan sesak nafas.
compos mentis, frekuensi nadi 140x/menit,
Keadaan umum pasien baik, kesadaran compos
frekuensi nafas 43x/menit dan suhu tubuh 38 ̊C,
mentis, frekuensi nadi 120x/m, frekuensi nafas
berat badan anak 10 kg, tinggi badan pasien 87
58x/m dan suhu tubuh 38 ̊C, berat badan anak
cm, lingkar kepala 45 cm.
5,7 kg, tinggi badan pasien 61 cm, lingkar
kepala 40 cm.
41

3. Riwayat Penyakit Ibu pasien mengatkan anaknya dahulu pernah Ibu pasien mengatakan anaknya belum pernah di
Dahulu memiliki penyakit yang sama dengan diagnose diagnose bronkopnemoni sebelumnya, belum
bronkopneumonia, dan ibu pasien mengatakan pernah dirawat sebelumnya dan Ibu pasien
anaknya tidak mempunyai alergi baik obat mengatakan An.A tidak ada alergi obat ataupun
maupun makanan alergi makanan.

4. Riwayat Kesehatan Ibu pasien mengatakan tidak ada keluarga yang Ibu pasien mengatakan bahwa tidak ada anggota
keluarga mempunyai riwayat penyakit seperti yg di alami keluarga yang mengalami penyakit yang sama
An.A. ibu pasien mengatakan keluarganya hanya pada pasien.
mempunyai riwayat penyakit hipertensi, asam
urat.

5 Riwayat kehamilan √ Ibu mengatakan An.A merupakan anak


√ Ibu mengatakan An.B merupakan anak kedua
kedua dari dua saudara
dari dua saudara
√ Pemeriksaan Antenatal
√ Pemeriksaan Antenatal
Ibu mengatakan rutin melakukan
Ibu mengatakan rutin melakukan pemeriksaan
pemeriksaan antenatal. Dan selalu Diberi
antenatal. Dan selalu Diberi vitamin dan
vitamin dan suplemen penambah darah. Ibu
suplemen penambah darah. Ibu mengatakan
mengatakan pernah di suntik imunisasi TT
pernah di suntik imunisasi TT pada usia
pada usia kandungan 7 bulan dan 9 bulan,
kandungan 7 bulan dan 9 bulan, Selama
selama kehamilan ibu tidak mengalami
kehamilan ibu tidak mengalami komplikasi
komplikasi kehamilan.
kehamilan
√ Komplikasi Antenatal
√ Komplikasi Antenatal
Ibu mengatakan tidak terdapat kelainan atau
Ibu mengatakan tidak terdapat kelainan atau
komplikasi selama masa kehamilan.
komplikasi selama masa kehamilan.
√ Post Natal
√ Post Natal
Ibu mengatakan usia kandungan hingga
Ibu mengatakan usia kandungan hingga
persalitan yaitu 9 bulan 5 hari dan persalinan
persalitan yaitu 9 bulan 9 hari dan persalinan
40

42

berlangsung secara normal atau pervaginal berlangsung secara normal atau pervaginal
yang berlansung selam 60 menit dengan air yang berlansung selam ±25 menit dengan air
ketuban yang pecah 20 sebelum persalinan ketuban yang pecah ±20 menit sebelum
berwarna bening dan berlendir, anak lahir persalinan berwarna bening dan berlendir, anak
dengan berat 2,8 kg dengan APGAR lahir dengan berat 3,1 kg dengan APGAR
kelahiran 8 dan tidak ada kelainan saat kelahiran. Dengan nilai APGAR 10. Dan tidak
dilahirkan. ada kelaian saat melahirkan

6 Riwayat imunisasi Ibu pasien mengatakan An. A mendapatkan Ibu pasien mengatakan An. B mendapatkan
imunisasi BCG sebanyak 1 kali pada umur 2 imunisasi BCG sebanyak 1 kali pada umur 2
bulan. Imunisasi hepatitis B sebanyak 2 kali bulan. Imunisasi hepatitis B sebanyak 2 kali pada
pada umur 0 dan 1 bulan. Imunisasi polio umur 0 dan 1 bulan. Imunisasi polio sebanyak 3
sebanyak 3 kali pada umur 0, 2, dan 4 bulan. kali pada umur 0, 2, dan 4 bulan. Imunisasi DPT
Imunisasi DPT sebanyak 2 kali pada umur 2 sebanyak 2 kali pada umur 2 dan 4 bulan,
dan 4 bulan. Kesan imunisasi pada pasien ini imunisasi campak sebanyak 1 kali pada umur 10
belum lengkap. Karena usia anak belum bulan.
mencukupu untu mendapat imunisasi terakhir,
Imunisasi terakhir yang harus di dapat oleh
anak adalah imunisasi Campak.

7 Riwayat psikososial An. A tinggal bersama tinggal bersama kedua An. B tinggal bersama tinggal bersama kedua
orang tuanya. Anak selalu mendapatkan kasih orang tuanya dan nenek dari Tn.S. Anak
sayang yang cukup dari orang tua dan mendapatkan kasih sayang yang cukup dari
keluarganya dan anak di asuh oleh ibunya orang tua dan keluarganya dan anak di asuh oleh
sendiri. ibunya sendiri dan di asuh neneknya saat ibunya
kerja
43

8 Kondisi lingkungan Anak berada di lingkungan rumah yang cukup Anak berada di lingkungan rumah yang berada di
bersih dan nyaman, ibu pasien mengatakan pinggir jalan, ayah anak mengatakan sering
bahwa ayah anak merupakan perokok aktif di merokok di dalam rumah dan terkadang di
rumah yang sering merokok di dalam rumah. malam hari menggunakan racun nyamuk semprot
dan bakar
9 Riwayat spiritual Anak beragama islam dan belum dapat Anak beragama islam dan belum dapat
melaksanakan sholat lima waktu. Keluarga melaksanakan sholat lima waktu. Keluarga
mengatakan meyakini akan pengobatan yang mengatakan meyakini akan pengobatan yang
diberikan oleh dokter dan perawat di rumah diberikan oleh dokter dan perawat di rumah sakit
sakit dan keluarga tidak mempercayai adanya dan keluarga tidak mempercayai adanya ritual
ritual non medis untuk pengobatan anaknya. non medis untuk pengobatan anaknya.

10
Riwayat Pada An.A Riwayat kesehatan motorik kasar Pada An.B Riwayat kesehatan motorik kasar
pertumbuhan dan pasien meliputi: pasien mampu tengkurap pada pasien meliputi: pasien mampu berjalan secara
perkembangan usia 5 bulan. An.A dapat menggenggam jari perlahan dengan sendiri walaupun baru bisa
yang didekatkan padanya dan mampu menoleh berjalan. Saat dikaji pasien motorik halus pasien
ke arah suara dan perkembangan motorik anak dapat menggemgam makannanya sendiri dan
halus dikategorikan normal. An.A pada riwayat memberikan makanan tadi ke ibunya dan
perkembangan bahasa pasien mampu tertawa mampu menoleh ke arah suara dan pada riwayat
pada usia 3 bulan, perkembangan bahasa pasien mampu tertawa dan
mengatakan ayah dan ibu serta bisa mengikuti
perintah tapi belum seutuhnya dan
perkembangan bahasa anak dikategorikan
normal.
44

3. Pengkajian Oksigenisasi
No Aspek Yang Diambil Pasien An.A Pasien An.B
1. Masalah pada pernafasan Ibu pasien mengatkan anaknya kedua Ibu pasien mengtakan baru pertama kali
kalinya masuk rumah sakit dengan An.B mengalami penyakit seperti ini, An. B
penyaakit yang sama yg di diagnose oleh berada di lingkungan rumah yang berada di
dokter adalah bronkopneumonia, ibu pinggir jalan, serta ayah An.B perokok aktif
pasien mengatakan dirinya tinggal kondisi yang sering merokok di dalam rumah dan
lingkungan rumah yang cukup bersih, dan terkadang di malam hari dirumah sering
juga mengatakan bahwa sang suami menggunakan racun nyamuk semprot dan
merupakan perokok aktif yang sering bakar
merokok di dalam rumah.

2 Riwayat penyakit pernafasan Pada saat pengkajian pernafasan saat di Pada saat pengkajian pernafasan saat di
inspeksi ada penggunaan otot bantu inspeksi ada penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan cepat dan dangkal, pernafasan, pernafasan cepat dan dangkal,
ada pernafasan cuping hidung terdapat ada pernafasan cuping hidung terdapat
ekspansi dada, batuk berdahak yang susah ekspansi dada, batuk berdahak sulit
dikeluarkan, frekuensi nafas 58x/menit dan dikeluarkan, frekuensi nafas 43x/menit dan
saat di auskultasi lapangan paru terdengar saat di auskultasi lapangan paru terdengar
suara ronchi suara perkusi yaitu sonor. suara ronchi suara perkusi yaitu sonor.
Terdapat penggunaan alat bantu nafas O2 Terdapat penggunaan alat bantu nafas O2
nasal dengan aliran 1/2 liter/menit. nasal dengan aliran 1/2 liter/menit.

3 Adanya batuk dan Ibu pasien mengatkan anaknya mengalami Ibu pasien mengatkan anaknya mengalami
penanganan batuk-batuk selama 2 hari yang lalu, Ibu batuk dan sulit mengeluarkan dahak sejak 1
pasien mengatakan An.A batuk setelah hari dan diberikan obat batuk tetapi tidak
diberikan terapi inhalasi, batuk hingga sembuh, kemudian dibawah ke rs karena
45

muntah mengeluarkan dahak berlendir. An.B mengalami demam tinggi.

4 Kebutuhan oksigenisasi Saat dilakukan pengkajian pada An.A ibu Saat dilakukan pengkajian pada An.B ibu
pasien mengatakan anaknya hanya pasien mengatakan anaknya hanya
mengalami batuk berdahak sulit keluar dan mengalami batuk, sesak nafas, dan dahak
sesak nafas. sulit keluar.
46

4. Terapi pengobatan

Nama Pasien : An.A 27/10/2019 28/10/2019 29/10/2019


No Obat Dosis Dosis Dosis
1. Ampicilin 3x1 3x1 3x1
2. Gentamicin 2x1 2x1 2x1
3. Paracetamol 3x1 3x1 3x1
4. Nebulizer Nacl 3% 3x1 3x1 3x1
Nama Pasien : An.B 13/10/2019 14/10/2019 15/10/2019
No Obat Dosis Dosis Dosis
1. Ampisilin 3x1 3x1 3x1
2. Gentamicin 2x1 2x1 2x1
3. Dexsametason 3x1 3x1 3x1
4. Asam valpront 2x1 2x1 2x1
5. Paracetamol sirup 3x1 3x1 3x1
6. Nebulizer 3x1 3x1 3x1
combivent 1plash +
Nacl 3,5 cc

B. Diagnosa Keperawatan

No Pasien I Pasien II
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif Bersihan jalan nafas tidak efektif
Data objektif: Data objektif :
1. Suara nafas tambahan 1. suara nafas tambahan ronkhi
(ronkhi) 2. RR 43x/menit
2. RR: 58 x/menit 3. Batuk berdahak tapi sulit
3. Irama cepat dan dangkal mengeluarkan
4. batuk berdahak yang susah 4. Pernafasan cepat dan
dikeluarkan dangkal
5. Tampak gelisah jika batuk 5. Terdapat penggunaan otot
6. ada penggunaan otot bantu bantu pernafasan
pernafasan, 6. Hasil Ro thorak : Kesan BP
7. ada pernafasan cuping hidung 7. An.B terlihat gelisah
8. terdapat ekspansi dada,
47

C. Intervensi Keperawatan
INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA RENCANA TINDAKAN
NO TUJUAN /KRITERIA HASIL RASIONAL
KEPERAWATAN (Nursing Intervention
(Nursing Outcome Clasification/NOC)
Clasification/NIC)
1 Ketidakefektifan Setelah diberikan intervensi NIC: Manajemen jalan napas
bersihan jalan napas keperawatan selama 3 x 24 jam, Aktivitas Keperawatan:
Berhubungan dengan diharapkan bersihan jalan nafas pasien 1. Mengidentifikasi dan mengelola 1. Jalan napas yang tidak paten dapat
peningkatan produksi menunjukan : kepatenan jalan nafas mengakibatkan tidak adekuatnya ventilasi
sekret NOC: Status Pernafasan : Kepatenan yang menyebabkan frekuensi meningkat,
 Ditingkatkan pada level 5 irama tidak teratur
1. Meningkat
2. Cukup meningkat 2. Monitor pola nafas (frekuensi, 2. Takipnea, pernafasan dangkal, dan gerakan
3. Sedang kedalaman, dan usaha nafas) dada tak simetris, sering terjadi karena
4. Cukup menurun ketidaknyamanan gerakan dinding dada
5. Menurun dan/atau cairan paru
Dengan kriteria hasil:
 Bersihan jalan napas 1/2/3/4/5 3. Monitor suara napas tambahan 3. Suara nafas yang abnormal menunjukkan
- Frekuensi pernapasan menurun (gurgling,mengi,wheezing,rockhi) lokasi adanya secret pada area lobus paru.
dalam kisaran normal
- Pola pernapasan menurun dalam 4. Monitor Sputum (jumlah, warna dan 4. Mengatahui bentuk sputum yang di
kisaran normal aroma) keluarkan klien
- Irama pernafasan reguler
- Dispnea menurun 5. Posisikan semi fowler atau fowler 5. Untuk memaksimalkan pengembangan paru
- Penggunaan otot bantu pernapasan
menurun 6. Berikan minum hangat (evidence based 6. Air hangat membantu merangsang dilatasi
- Batuk menurun : pemberian air minum hangat sebelum jalan afas (menurunkan spasme bronkus)
- Akumulasi sputum menurun tindakan nebulizer)
48

7. Anjurkan tingkatkan asupan cairan 7. Meningkatkan asupan cairan membantu


2000 ml/hari, jika tidak ada mengencerkan dahak dan meredakan rasa
kontraindikasi gatal di tenggorokan. (Rasa manis madu
(evidence based : pemberian madu menyebabkan refleks pengeluaran air liur
sebelum tidur) meningkatkan sekresi lendir jalan napas
dengan melumasi jalan napas dan
menyingkirkan pemicu yang menyebabkan
keringnya jalan napas pada batuk
noproduktif)

8. Ajarkan keluarga dan pasien 8. Inhalasi dengan air hangat dengan aroma
menggunakan inhalasi minyak kayu putih sebagai penghangat
(evidence based : pemberian terapi dan membantu mencairkan secret sehingga
inhalasi sederhana minyak kayu putih) secret lebih mudah dikeluarkan

9. Kolaborasi pemberian bronkodilator 9. Membantu pengaliran mucus akan berpindah


(evidence based : pemberian nebulizer dari segmen kecil ke segmen besar dengan
dengan posisi postural drainage) bantun gravitasi

NIC: Fisioterapi dada


Aktivitas Keperawatan
10.Monitor status respirasi 10. Jalan napas yang tidak paten dapat
mengakibatkan tidak adekuatnya ventilasi
yang menyebabkan frekuensi meningkat,
irama tidak teratur

11. Kenali ada tidaknya kontraindikasi 11. PPOK eksaserbasi akut, pneumonia tanpa
dilakukannya fisioterapi dada pada produksi sputum berlebih, kanker paru,
pasien edema serebri, osteoporosis merupakan
kontraindikasi dari pemberian fisioterpai
49

dada

12.Tentukan segmen paru yang berisi 12. Menentukan posisi dalam melakukan
sekret berlebih fisioterapi dada

13.Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan 13. Inform consent sebelum tindakan
fisioterapi dada meningktakan kepercayaan pasien terhadap
prosedur tindakan

14.Lakukan fisioterapi dada 14. Fisioterapi dada memanfaatkan sinar infra


(evidence based : pemberian chest red, gravitasi dan geratan dalam
therapy dan infra red ) menghangatkan, mengencerkan dan
mengeluarkan secret

15. Lakukan fisioterapi dada minimal 2 15. Fisioterapi dada yang diberikan sesaat
jam setelah makan setelah makan dapat meningkatkan resiko
refluk makanan dari lambung dan
mengaibatkan aspirasi.
50

D. IMPLEMENTASI & EVALUASI KEPERAWATAN

NAMA PASIEN : An.B Diagnosa Keperawatan:


RUANGAN : Edelwies Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Berhubungan Dengan Peningkatan Produksi Sekret
TANGGAL/ HARI Ke : 14 Okt 2019/ I
PENGKAJIAN-DIAGNOSIS- EVALUASI
IMPLEMENTASI RESPON HASIL
INTERVENSI (S-O-A-P) (S-O-A-P)
Pukul :08.10 Wib Pukul: 09.15 Pukul: 10.35 Pukul :14.00 Wib

S: 1. Mengidentifikasi dan mengelola 1. Jalan nafas pasien paten dan pola S:


- Ibu klien mengatakan An.B kepatenan jalan nafas nafas dispnea - Ibu klien mengatakan An.B
mengalami sesak nafas, pilek dan mengalami masih sesak nafas,
batuk yang sulit dikeluarkan 2. mengauskultasi suara napas 2. Suara nafas terdengar ronchi pilek dan batuk yang sulit
pasien dikeluarkan
O:
- Frekuensi Nafas 43 x/m 3. Memonitor pengeluaran sputum 3. Keluarga mengatakan belum ada O:
- Suara nafas ronchi pada lapang pengeluaran sputum atau sekret - Frekuensi Nafas 38 x/m
paru kiri dan kanan pada - Suara nafas ronchi pada
intercosta 2-3 4. Pasien tampak nyaman denga posisi lapang paru kiri dan kanan
4. Memposisikan pasien posisi semi
- Batuk berdahak tapi sulit semi fowler pada intercosta 2-3
fowler
dikeluarkan - Batuk berdahak tapi sulit
- Pernafasan cepat dan dangkal 5. Keluarga mengerti dan mencoba dikeluarkan
5. Mengajarkan dan menganjurkan
- Terdapat penggunaan otot bantu melakukan inhalasi sederhana yang - Pernafasan cepat dan dangkal
keluarga pasien untuk melakukan
pernafasan telah diajarkan - Terdapat penggunaan otot
teknik inhalasi sederhana dengan
- Hasil rontgen: Kesan bantu pernafasan
minyak kayu putih
Bronkopneumonia - Hasil rontgen: Kesan
Bronkopneumonia
A: 6. Memberikan air minum hangat 6. Anak tampak rileks dan tidak rewel
- Status pernapasan: kepatenan sebelum tindakan nebulizer diberikan air minum hangat A:
jalan napas pada level 4 sebelum tindakan nebulizer - Status pernapasan: kepatenan
jalan napas pada level 4
51

P: 7. Berkolaborasi dalam pemberian 7. Terapi Nebulizer combivent 1plash P:


- Nic :Manajemen Jalan Nafas Nebulizer atau terapi + Nacl 3,5 cc diberikan 3kali sehari - Nic :Manajemen Jalan Nafas
- Nic: Fisioterapi Dada bronkodilator dengan posisi dana anak tampak tenang dengan - Nic: Fisioterapi Dada
postural drainage posisi postural drainage pada saat
nebulizer

8. Menganjurkan keluarga untuk 8. Keluarga akan memberikan anaknya


memberikan madu sebelum tidur madu sebelum tidur

9. Berkolaborasi dalam pemberian 9. Keluarga mengatakan setelah


fisioterapi penyinaran infra red dilakukan penyinaran infra red
batuk sedikit berkurang

NIC: Fisioterapi dada


Aktivitas Keperawatan
10.Memonitor status respirasi anak
10. Status respirasi paten dengan
frekuensi pernafasan 39x/m
11. Memberikan pengenalan ada
11. Keluarga mengerti dan memahami
tidaknya kontraindikasi
tentang intervensi fisioterapi dada
dilakukannya fisioterapi dada
pada pasien dan keluarga

12.Menenentukan segmen paru yang 12. Segmen paru yang berisi sekret
berisi sekret berlebih pada lapang paru kiri dan kana pada
intercosta 2-3

13.Memberikan penjelasan tujuan 13. Keluarga mengerti dan memahami


dan prosedur tindakan fisioterapi tentang tujuan prosedur tindakan
dada pada keluarga fisioterapi dada
52

14. Fisioterapi dada dilakukan dengan


14.Melakukan fisioterapi dada baik walaupun sekret belum
pada pasien semuanya keluar

15. Keluarga mengerti


15.Melakukan fisioterapi dada dan akan memberitahu perawat jaga
minimal 2 jam setelah makan saat 2 jam setelah makan untuk
dilakukan tindakan fisioterapi dada
53

NAMA PASIEN : An.B Diagnosa Keperawatan:


RUANGAN : Edelwies Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Berhubungan Dengan Peningkatan Produksi Sekret
TANGGAL/ HARI Ke : 15 Okt 2019/ II
PENGKAJIAN-DIAGNOSIS- EVALUASI
IMPLEMENTASI RESPON HASIL
INTERVENSI (S-O-A-P) (S-O-A-P)
Pukul :08.05 Wib Pukul: 09.15 Pukul: 10.35 Pukul :14.00 Wib

S: 1. Mengidentifikasi dan mengelola 1. Jalan nafas pasien paten S:


- Ibu klien mengatakan An.B sesak kepatenan jalan nafas - Ibu klien mengatakan An.B
nafas sedikit berkurang, pilek dan sesaknya sudah tidak lagi,
batuk yang sulit dikeluarkan 2. mengauskultasi suara napas 2. Suara nafas terdengar ronchi pilek dan batuk mulai
pasien berkurang dan adanya
O: pengeluaran sekret
- Frekuensi Nafas 37 x/m 3. Memonitor pengeluaran sputum 3. Keluarga tadi padi anak muntah dan
- Suara nafas ronchi pada lapang berisi sputum atau dahak yang O:
paru kiri dan kanan pada sedikit berwarna kuning - Frekuensi Nafas 35 x/m
intercosta 2-3 - Suara nafas ronchi pada
- Batuk berdahak tapi sulit 4. Memposisikan pasien posisi semi 4. Pasien tampak nyaman dengan lapang paru kiri dan kanan
dikeluarkan fowler posisi semi fowler pada intercosta 2-3
- Terdapat penggunaan otot bantu - Batuk berdahak mulai
pernafasan keluarkan
5. Mengajarkan dan menganjurkan 5. Mengerti dan mencoba melakukan
A: keluarga pasien untuk melakukan inhalasi sederhana yang telah A:
- Status pernapasan: kepatenan teknik inhalasi sederhana dengan diajarkan - Status pernapasan: kepatenan
jalan napas pada level 4 minyak kayu putih jalan napas pada level 4

P: 6. Memberikan air minum hangat 6. Anak tampak rileks setelah P:


- Nic :Manajemen Jalan Nafas sebelum tindakan nebulizer diberikan air minum hangat - Nic :Manajemen Jalan Nafas
- Nic: Fisioterapi Dada sebelum dilakukan tindakan - Nic: Fisioterapi Dada
nebulizer
54

7. Berkolaborasi dalam pemberian 7. Terapi Nebulizer combivent 1plash


Nebulizer atau terapi + Nacl 3,5 cc diberikan 3kali sehari
bronkodilator dengan posisi dan anak tidak rewel saat dilakukan
postural drainage nebulizer

8. Menganjurkan keluarga untuk 8. Keluaraga mengatakan setelah


memberikan madu sebelum tidur diberikan madu sebelum tidur
frekuensi batuk sedikit berkurang

9. Berkolaborasi dalam pemberian 9. Keluarga mengatakan pilek dan


fisioterapi penyinaran infra red batuk mulai berkurang setelah
dilakukan penyinaran infra red

NIC: Fisioterapi dada


Aktivitas Keperawatan
10.Memonitor status respirasi anak 10. Status respirasi paten dengan
frekuensi pernafasan 37x/m

11.Menenentukan segmen paru yang 11. Segmen paru yang berisi sekret
berisi sekret berlebih pada lapang paru kiri dan kana pada
intercosta 2-3

12.Memberikan penjelasan tujuan 12. Keluarga mengerti dan memahami


dan prosedur tindakan fisioterapi tentang tujuan prosedur tindakan
dada pada keluarga fisioterapi dada

13.Melakukan fisioterapi dada 13. Fisioterapi dada dilakukan dengan


pada pasien baik walaupun sekret belum
semuanya keluar
55

NAMA PASIEN : An.B Diagnosa Keperawatan:


RUANGAN : Edelwies Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Berhubungan Dengan Peningkatan Produksi Sekret
TANGGAL/ HARI Ke:16 Okt 2019/ III
PENGKAJIAN-DIAGNOSIS- EVALUASI
IMPLEMENTASI RESPON HASIL
INTERVENSI (S-O-A-P) (S-O-A-P)
Pukul :08.10 Wib Pukul: 10.15 Pukul: 10.35 Pukul :14.00 Wib

S: 1. Mengidentifikasi dan mengelola 1. Jalan nafas pasien paten S:


- Ibu klien mengatakan An.B sesak kepatenan jalan nafas - Ibu klien mengatakan An.B
nafas sedikit berkurang, pilek dan sesaknya sudah tidak lagi,
batuk yang sulit dikeluarkan 2. Mengauskultasi suara napas 2. Suara nafas terdengar ronchi pada pilek dan batuk mulai
pasien lapang paru kiri dan kanan pada ic berkurang dan adanya
O: 2-3 mulai berkurang pengeluaran sekret
- Frekuensi Nafas 35 x/m
- Suara nafas ronchi pada lapang 3. Memonitor pengeluaran sputum 3. Keluarga mengatakan dahak sudah O:
paru kiri dan kanan pada mulai berkurang ditandai dengan - Frekuensi Nafas 34 x/m
intercosta 2-3 adnya pengeluaran sekret - Suara nafas ronchi mulai
- Batuk berdahak berkurang
- Terdapat penggunaan otot bantu 4. Memposisikan pasien posisi semi 4. Pasien tampak nyaman dengan - Batuk berdahak mulai
pernafasan fowler posisi semi fowler dan dialasi berkurang dan mulai keluar
dengan bantal
A: A:
- Status pernapasan: kepatenan 5. Menganjurkan keluarga pasien - Status pernapasan: kepatenan
5. Keluarga melakukan inhalasi
jalan napas pada level 4 untuk melakukan teknik inhalasi jalan napas pada level 4
sederhana yang telah diajarkan
sederhana dengan minyak kayu
dengan baik dan keluarga
P: putih P:
mengatakan batuk berkurang
- Nic :Manajemen Jalan Nafas - Nic :Manajemen Jalan Nafas
- Nic: Fisioterapi Dada 6. Memberikan air minum hangat - Nic: Fisioterapi Dada
6. Pasien nyaman dan tidak rewel saat
sebelum tindakan nebulizer
dilakukan nebulizer
56

7. Terapi Nebulizer combivent 1plash


7. Berkolaborasi dalam pemberian
+ Nacl 3,5 cc diberikan 3kali sehari
Nebulizer atau terapi
dan pasien yang tidak rewel dengan
bronkodilator dengan posisi
posisi postural drainage
postural drainage
8. Keluarga mengatakan batuk
8. Menganjurkan keluarga untuk
berdahak mulai berkurang dan anak
memberikan madu sebelum tidur
tidur nyenyak pada malam hari

9. Keluarga mengatakan pilek dan


9. Berkolaborasi dalam pemberian batuk mulai berkurang dan adanya
fisioterapi penyinaran infra red pengeluaran sekret setelah
dilakukan penyinaran infra red dan
fisioterapi dada
NIC: Fisioterapi dada
Aktivitas Keperawatan 10. Status respirasi paten dengan
10.Memonitor status respirasi anak frekuensi pernafasan 34x/m

11. Segmen paru yang berisi sekret


11.Menenentukan segmen paru yang pada lapang paru kiri dan kana pada
berisi sekret berlebih intercosta 2-3

12. Keluarga mengerti dan memahami


12.Memberikan penjelasan tujuan tentang tujuan prosedur tindakan
dan prosedur tindakan fisioterapi fisioterapi dada
dada pada keluarga
13. Fisioterapi dada dilakukan dengan
13.Melakukan fisioterapi dada
baik walaupun sekret belum
pada pasien
semuanya keluar
57

NAMA PASIEN : An.B Diagnosa Keperawatan:


RUANGAN : Edelwies Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Berhubungan Dengan Peningkatan Produksi Sekret
TANGGAL/ HARI Ke:17 Okt 2019/ IV
PENGKAJIAN-DIAGNOSIS- EVALUASI
IMPLEMENTASI RESPON HASIL
INTERVENSI (S-O-A-P) (S-O-A-P)
Pukul :09.00 Wib Pukul: 09.30 Pukul: 09.50 Pukul :14.00 Wib

1. Mengidentifikasi dan mengelola 1. Jalan nafas pasien paten S:


S: kepatenan jalan nafas - Ibu klien mengatakan An.B
- Ibu klien mengatakan An.B sudah sudah tidak sesak nafas lagi,
tidak sesak nafas lagi, pilek dan 2. Mengauskultasi suara napas 2. Suara nafas terdengar vesikuler pilek dan batuk sudah
batuk sudah berkurang pasien berkurang

O: 3. Memposisikan pasien posisi semi 3. Pasien tampak nyaman dengan O:


- Frekuensi Nafas 30 x/m fowler posisi fowler - Frekuensi Nafas 23 x/m
- Batuk berdahak sudah berkurang - Suara nafas vesikuler
- Pola nafas eupnea 4. Menganjurkan keluarga pasien 4. Keluarga melakukan inhalasi - Pola nafas eupnea
untuk melakukan teknik inhalasi sederhana dan mengatakan batuk - Batuk berdahak (-)
A: sederhana dengan minyak kayu berdahak sudah tidak ada lagi
- Status pernapasan: kepatenan putih A:
jalan napas pada level 4 - Status pernapasan: kepatenan
5. Memberikan air minum hangat jalan napas pada level 5
5. Pasien tampak nyaman saat
P: sebelum tindakan nebulizer
nebulizer dan diberikan air hangat
- Nic :Manajemen Jalan Nafas P:
- Nic: Fisioterapi Dada 6. Berkolaborasi dalam pemberian - Nic :Manajemen Jalan Nafas
6. Terapi Nebulizer combivent 1plash
Nebulizer atau terapi - Nic: Fisioterapi Dada
+ Nacl 3,5 cc diberikan 3kali sehari
bronkodilator dengan posisi Dihentikan pasien pulang
postural drainage

7. Menganjurkan keluarga untuk


7. Keluarga mengatakan batuk
58

berkurang setelah diberikan madu


dan tidur anak di malam hari
memberikan madu sebelum tidur
nyenyak

NIC: Fisioterapi dada


8. Status respirasi paten dengan
Aktivitas Keperawatan
frekuensi pernafasan 23x/m
8. Memonitor status respirasi anak
9. Segmen paru yang berisi sekret
pada lapang paru sudah berkurang
9. Menenentukan segmen paru yang
dan tidak terdengar jelas
berisi sekret berlebih
10. Fisioterapi dada dilakukan untuk
memaksimalkan pengeluaran sekret
10.Memberikan penjelasan tujuan
dan prosedur tindakan fisioterapi
dada pada keluarga 11. Keluarga mengerti dan akan
memberitahu perawat yang dinas
11.Melakukan fisioterapi dada saat 2 jam setelah makan untuk
pada pasien dilakukan tindakan fisioterapi dada

NAMA PASIEN : An.A Diagnosa Keperawatan:


59

RUANGAN : Edelwies Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Berhubungan Dengan Peningkatan Produksi Sekret
TANGGAL/ HARI Ke : 28 Okt 2019/ I
PENGKAJIAN-DIAGNOSIS- EVALUASI
IMPLEMENTASI RESPON HASIL
INTERVENSI (S-O-A-P) (S-O-A-P)
Pukul :08.10 Wib Pukul: 09.15 Pukul: 09.55 Pukul :14.00 Wib

S: 1. Mengidentifikasi dan mengelola 1. Jalan nafas pasien paten dan pola S:


- Ibu klien mengatakan anaknya kepatenan jalan nafas nafas dispnea - Ibu klien mengatakan setelah
batuk berdahak dan pilek serta dilakukan terapi inhalasi dan
dahaknya tertahan 2. Mengauskultasi suara napas 2. Suara nafas terdengar ronchi nebulizer sekret atau dahak
pasien perlahan keluar dan anak
O: An.A sering batuk
- Frekuensi Nafas 58 x/m 3. Memonitor pengeluaran sputum 3. Keluarga mengatakan belum ada
- Batuk tidak efektif pengeluaran dahak O:
- Irama pernafasan cepat dan - Frekuensi Nafas 56 x/m
dangkal 4. Pasien tampak nyaman - Batuk tidak efektif
4. Memposisikan pasien posisi semi
- Suara nafas ronchi pada lapang denganposisi fowler - Suara nafas ronchi
fowler
paru kiri dan kanan pada - Batuk berdahak tapi sulit
intercosta 2-4 dikeluarkan
5. Mengajarkan dan menganjurkan 5. Keluarga mengerti dan mencoba
- Terdapat penggunaan otot bantu - Pernafasan cepat dan dangkal
keluarga pasien untuk melakukan melakukan inhalasi sederhana yang
pernafasan - Terdapat penggunaan otot
teknik inhalasi sederhana dengan telah diajarkan
- Ada retraksi dinding dada bantu pernafasan
minyak kayu putih
- Hasil rontgen: Kesan - Hasil rontgen: Kesan
Bronkopneumonia Bronkopneumonia
6. Memberikan air minum hangat 6. Anak tampak nyaman dan tidak
A: sebelum tindakan nebulizer rewel saat dilakukan nebulizer A:
- Status pernapasan: kepatenan - Status pernapasan: kepatenan
jalan napas pada level 4 7. Berkolaborasi dalam pemberian 7. Diberikan Terapi Nebulizer Nacl jalan napas pada level 4
P: Nebulizer atau terapi 3% P:
- Nic :Manajemen Jalan Nafas bronkodilator dengan posisi - Nic :Manajemen Jalan Nafas
- Nic: Fisioterapi Dada postural drainage - Nic: Fisioterapi Dada
60

8. Menganjurkan keluarga untuk 8. Keluarga mengatakan anak tidak


memberikan madu sebelum tidur mau makan madu yang diberikan
sebelum tidur

9. Berkolaborasi dalam pemberian 9. Keluarga mengatakan setelah


fisioterapi penyinaran infra red dilakukan penyinaran infra red anak
tidak rewel lagi dan batuk mulai
berkurang
NIC: Fisioterapi dada
Aktivitas Keperawatan
10.Memonitor status respirasi anak 10. Status respirasi paten dengan
frekuensi pernafasan 56x/m

11. Memberikan pengenalan ada 11. Keluarga mengerti dan memahami


tidaknya kontraindikasi tentang intervensi fisioterapi dada
dilakukannya fisioterapi dada
pada pasien dan keluarga

12.Menenentukan segmen paru yang 12. Segmen paru yang berisi sekret
berisi sekret berlebih pada lapang paru kiri dan kana pada
intercosta 2-4
13.Memberikan penjelasan tujuan 13. Keluarga mengerti dan memahami
dan prosedur tindakan fisioterapi tentang tujuan prosedur tindakan
dada pada keluarga fisioterapi dada

14.Melakukan fisioterapi dada 14. Fisioterapi dada dilakukan dengan


pada pasien baik dan sekret belum berkurang
NAMA PASIEN : An.A Diagnosa Keperawatan:
RUANGAN : Edelwies Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Berhubungan Dengan Peningkatan Produksi Sekret
61

TANGGAL/ HARI Ke:29 Okt 2019/ II


PENGKAJIAN-DIAGNOSIS- EVALUASI
IMPLEMENTASI RESPON HASIL
INTERVENSI (S-O-A-P) (S-O-A-P)
Pukul :08.00 Wib Pukul: 10.15 Pukul: 10.35 Pukul :14.00 Wib

S: 1. Mengidentifikasi dan mengelola 1. Jalan nafas pasien paten S:


- Ibu klien mengatakan An.A masih kepatenan jalan nafas - Ibu klien mengatakan An.A
batuk berdahak yang sulit sesaknya sudah tidak lagi,
dikeluarkan 2. Mengauskultasi suara napas 2. Suara nafas terdengar ronchi pada pilek dan batuk mulai
pasien lapang paru kiri dan kanan pada ic berkurang dan adanya
O: 2-4 pengeluaran sekret yang
- Frekuensi Nafas 56 x/m dibantu terapi inhalasi
- Suara nafas ronchi pada lapang 3. Memposisikan pasien posisi semi 3. Pasien tampak nyaman dengan
paru kiri dan kanan pada fowler posisi semi fowler O:
intercosta 2-3 - Frekuensi Nafas 34 x/m
- Batuk tidak efektif 4. Menganjurkan keluarga pasien 4. Keluarga melakukan inhalasi - Suara nafas ronchi pada
- Pernafasan cepat dan dangkal untuk melakukan teknik inhalasi sederhana yang telah diajarkan dan lapang paru kiri dan kanan
- Hasil rontgen: Kesan sederhana dengan minyak kayu keluarga mengatakan batuk pada intercosta 2-4 mulai
Bronkopneumonia putih berkurang dan anak tidak rewel berkurang
setelah dilakukan terapi inhalasi - Batuk berdahak mulai
A: keluarkan
- Status pernapasan: kepatenan 5. Memberikan air minum hangat
jalan napas pada level 4 5. Anak tampak rileks saat nebulizer A:
sebelum tindakan nebulizer
- Status pernapasan: kepatenan
P: 6. Berkolaborasi dalam pemberian jalan napas pada level 4
- Nic :Manajemen Jalan Nafas 6. Diberikan Terapi Nebulizer Nacl
Nebulizer atau terapi
- Nic: Fisioterapi Dada 3% dan anak sedikit rewel saat P:
bronkodilator dengan posisi
diberikan posis postural drainage - Nic :Manajemen Jalan Nafas
postural drainage
7. Menganjurkan keluarga untuk - Nic: Fisioterapi Dada
memberikan madu sebelum tidur 7. Keluarga mengatakan pilek dan
batuk berkurang dan adanya
62

pengeluaran sekret setelah diberikan


madu

8. Keluarga mengatakan batuk


berkurang setelah dilakukan
penyinaran infra red
8. Berkolaborasi dalam pemberian
fisioterapi penyinaran infra red

NIC: Fisioterapi dada 9. Status respirasi paten dengan


Aktivitas Keperawatan frekuensi pernafasan 34x/m
9. Memonitor status respirasi anak
10. Segmen paru yang berisi sekret
pada lapang paru kiri dan kana pada
10.Menenentukan segmen paru yang intercosta 2-3
berisi sekret berlebih
11. Keluarga mengerti dan memahami
tentang tujuan prosedur tindakan
11.Memberikan penjelasan tujuan fisioterapi dada
dan prosedur tindakan fisioterapi
dada pada keluarga
12. Fisioterapi dada dilakukan dengan
baik walaupun sekret belum
12.Melakukan fisioterapi dada
semuanya keluar

NAMA PASIEN : An.A Diagnosa Keperawatan:


RUANGAN : Edelwies Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Berhubungan Dengan Peningkatan Produksi Sekret
63

TANGGAL/ HARI Ke:30 Okt 2019/ III


PENGKAJIAN-DIAGNOSIS- EVALUASI
IMPLEMENTASI RESPON HASIL
INTERVENSI (S-O-A-P) (S-O-A-P)
Pukul :08.00 Wib Pukul: 10.15 Pukul: 10.35 Pukul :14.00 Wib

S: 1. Mengidentifikasi dan mengelola 1. Jalan nafas pasien paten S:


- Ibu klien mengatakan An.A batuk kepatenan jalan nafas - Ibu klien mengatakan An.A
berdahaknya sudah berkurang batuk berdahaknya sudah
2. Mengauskultasi suara napas 2. Suara nafas terdengar vesikuler berkurang
O: pasien
- Frekuensi Nafas 34 x/m O:
- Suara nafas vesikuler 3. Memposisikan pasien posisi 3. Pasien nyaman dengan posisi semi - Frekuensi Nafas 29 x/m
- Jalan nafas paten semi fowler fowler - Suara nafas vesikuler
- Pola nafas eupnea - Jalan nafas paten
4. Menganjurkan keluarga pasien 4. Keluarga mengatakan bahwa batuk - Pola nafas eupnea
untuk melakukan teknik inhalasi sudah berkurang setelah dilakukan - Batuk berdahak mulai
A: sederhana dengan minyak kayu inhalasi minyak kayu putih keluarkan
- Status pernapasan: kepatenan putih
jalan napas pada level 4 A:
5. Memberikan air minum hangat - Status pernapasan: kepatenan
5. Pasien tampak batuk berkurang
P: sebelum tindakan nebulizer jalan napas pada level 4
setelah diberikan air hangat
- Nic :Manajemen Jalan Nafas
- Nic: Fisioterapi Dada P:
6. Berkolaborasi dalam pemberian 6. Diberikan Terapi Nebulizer Nacl - Nic :Manajemen Jalan Nafas
Nebulizer atau terapi 3% - Nic: Fisioterapi Dada
bronkodilator dengan posisi
dihentikan
postural drainage

7. Menganjurkan keluarga untuk 7. Keluarga mengatakan anak tidur


memberikan madu sebelum tidur nyenyak di malam hari dan tidak
64

batuk lagi di malam hari

8. Keluarga mengatakan batuk sudah


tidak ada lagi setelah dilakukan
8. Berkolaborasi dalam pemberian fisioterapi dada dan penyinaran
fisioterapi penyinaran infra red infra red

NIC: Fisioterapi dada 9. Pola nafas eupnea, Status respirasi


Aktivitas Keperawatan paten dengan frekuensi pernafasan
9. Memonitor status respirasi anak 30x/m

10. Suara lapang paru terdengar


vesikuler
10. Menenentukan segmen paru
yang berisi sekret berlebih 11. Keluarga mengerti dan memahami
tentang tujuan prosedur tindakan
11. Memberikan penjelasan tujuan fisioterapi dada
dan prosedur tindakan fisioterapi
dada pada keluarga 12. Fisioterapi dada dilakukan dengan
baik untuk memaksimalkan
12. Melakukan fisioterapi dada pengeluaran sekret
65

BAB V
PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas kesenjangann antara konsep


teori dan tindakan proses asuhan keperawatan pada anak dengan
bronkopneumonia yang dilakukan di ruang Edelwis RSUD DR. M Yunus
Kota Bengkulu. Penerapan proses keperawatan dalam asuhan keperawatan
untuk klien merupakan salah satu wujud tanggung gugat perawatan yang
terdiri dari tahap pengkajian keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi ( Potter & Perry, 2015).
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang
merupakan proses pengumpulan data yang sistematis dan berbagai
sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Nursalam, 2011). Sumber data didapatkan dari klien, keluarga, anggota
tim keperawatan kesehatan, catatan kesehatan, pemeriksaan fisik, hasil
pemeriksaan diagnostik dan laboratorium (Potter, 2010). Penulis
melakukan pengkajian pada tanggal 28 Oktober 2019 dan didapatkan
data An.A dengan keluhan sesak, batuk berdahak dan sulit mengeluarkan
dahaknya, pilek sejak 2 hari yang lalu serta kondisi anak yang tampak
gelisah. Dengan hasil pemeriksaan frekuensi nadi 120 x/menit, frekuensi
nafas 58 x/menit, shuh 38,0oC.
Hasil pengkajian selanjutnya pada pasie ke II pasien An.B pada
tanggal 14 Oktober 2019 didapatkan keluhan sesak, demam dengan suhu
38oc, disertai batuk pilek dan sulit mengeluarkan dahak, anak juga
mengalami muntah dan nafsu makan berkurang. Didapatkan hasil
pemeriksaan frekuensi nadi 140 x/menit, frekuensi nafas 43x/menit, shuh
38,0oC.
Kedua responden pada penelitian ini menujukan tanda dan gejala
seperti sesak, batuk berdahak, demam tinggi, pernafaan cepat dan
dangkal. Hal ini sesuai teori yang yang dikemukan oleh Andra & Yessie

65
66

(2013) yang menyatakan bahwa ada beberapa manifestasi klinis yang di


timbulkan oleh penderita bronkopneumonia antara lain peningkatan suhu
tubuh secara mendadak, kadang disertai demam, pernafasan cepat dan
dangkal, sianosis sekitar mulut dan hidung, muntah, diare, serta batuk
kering yang kemudian menjadi produktif.
Hasil pengkajian menunjukkan adanya peningkatan frekuensi
pernafasan adanya batuk yang sulit dikeluarkan pada An.B dan An.A.
Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan Saryono (2009) bahwa
pada penderita bronkopnemonia mengalami sesk napas akibat
peningkatan eksudat yang berubah menjadi purulen dan menyebabkan
sumbatan pada lumen bronkus. Menurut Nurarif dan Kusuma (2013)
mikroorganisme yang masuk kesaluran pernafasan memicu peradangan
yang menimbulkan secret yang semakin lama semakin menumpuk
dibronkus sehingga aliran bronkus menjadi sempit dan pasien merasa
sesak. Menurut Nugroho (2011) akibat dari sekresi sputum yang
berlebihan meliputi batuk, dapat menyebabkan obstruksi saluran
pernafasan dan sumbatan pada saluran pernafasan, sputum terjadi karena
adanya peradangan atau infeksi saluran pernapasan. Pengeluaran dahak
yang tidak lancar juga menyebabkan penumpukan sputum yang membuat
perlengketan pada jalan nafas sehingga jalan nafas tidak efektif dan
menimbukan sesak nafas. Sesuai dengan teori diatas peneliti berasumsi
selain karna efek peradangan yang menimbulkan mukus dan
menghambat jalan nafas bersihan jalan nafas ini juga disebabkan oleh
sputum yang menumpuk karena tidak dikeluarkan secara mandiri melalui
batuk.
Dan untuk pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada An.B dan
An.A hanya pemeriksaan laboratorium dan pemeriksan rontgen thoraks,
hal ini sama dengan tinjauan teoriritis. Namun untuk pemeriksaan kultur
sputum tidak. Pemeriksaan kultur dapat dilakukan pada anak usia di atas
1 tahun sedangkan usia An.B baru genap 1 tahun, dan An.A berumur 7
ulan. Karena pada umunya anak di bawah usia 1 tahun mengalami
67

kesusahan untuk dapat mengerluarkan sputum atau sekret, sehingga


pemeriksaan tidak dilakukan. Prinsip penatalaksanaan keperawatan
antara teoritis dan kasus memiliki kesamaan. Pemeriksaan lain yang tidak
dilakukan pada An.B dan An.A adalah pemeriksaan LED, pemeriksaan
ini tidak dilakukan karena pemeriksan penunjang yang telah dilakukan
(leukosit dan Ronthgen thoraks) sudah dianggap cukup untuk
menegakkan diagnose pasti pada An.B dan An.A selain itu pemeriksaan
analisa gas darah pun tidak dilakukan karena An.B dan An.A belum
mengalami gangguan pertukaran gas.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Potter & Perry 2005) Diagnosa keperawatan adalah
pernyataan mengurangi respon aktual atau potensial pasien terhadap
masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin untuk menguasainya.,
diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan NANDA NIC NOC.
Berdasarkan hasil pengkajian pada dua pasien ditemukan adanya
peningkatan produksi sputum ditandai dengan anak batuk berdahak,
sesak nafas, terdengar bunyi nafas tambahan (ronchi), penggunaan otot
bantu pernafasan, adanya peningkatan frekuensi nafas menjadi cepat dan
dangkal, serta adanya tarikan dinding dada dan pernafasan cuping
hidung. Sehingga Peneliti mengangkat diagnosa kasus ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan peningkatan produksi sputum sesuai
dengan beberapa kriteria yang diisyaratkan pada diagnosa tersebut.
Sehingga pada penelitian ini tidak ada kesenjangan antara laporan kasus
dan teori.
Peneliti memperioritaskan diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan
nafas karena kebutuhan dasar manusia yang harus segera dipenuhi,
dimana keadaan individu tidak mampu mengeluarkan sekret dari saluran
nafas untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas. Masalah bersihan
jalan nafas ini jika tidak ditangani secara cepat maka bisa menimbulkan
masalah yang lebih berat saperti pasien akan mengalami sesak yang
hebat akan menghambat pemenuhan suplai oksigen dalam tubuh
68

sehingga suplai oksigen berkurang. Berkurangnya suplai oksigen dalam


tubuh akan membuat kematian sel, hipoksemia dan penurunan kesadaran
bahkan bisa menimbulkan kematian (NANDA Internasional, 2015).
C. Intervensi Perencanaan
Berdasarkan tahap perencenaan penulis mengacu pada perencanaan
yang terdapat di landasan teoritis di mana perencanaan di bagi menjadi 3
tahap yaitu menentukan prioritas masalah, menentukan tujuan,
menentukan kriteria hasil dan merencenakan tindakan keperawatan.
Dalam pembuatan rencana penulis bekerja sama dengan keluarga klien
dan perawat ruangan sehingga ada kesempatan dalam memecahkan
masalah yang dialami klien sehingga kebutuhan klien dapat terpenuhi
sesuai teori perencanaan keperawatan dituliskan dengan rencana dan
kriteria hasil berdasarkan Nursing Intervention Classification (NIC) dan
Nursing Outcome Classification (NOC) prinsip secara umum rencana
keperawatan yang penulis lakukan pada An.A dan An.B.
Pada kasus An.A dan An.B penulis melakukan rencana tindakan
keperawatan selama 3x24 jam. Penulis berencana mengatasi masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada pasien dengan tujuan yang
diharapkan yaitu dengan nilai 1 (meningkat), 2 (cukup meningkat), 3
(sedang), 4 (cukup menurun), 5 (menurun), dengan kriteria hasil bersihan
jalan nafas pada level 5, frekuensi pernafasan menurun dalam kisaran
normal, pola pernafasan normal, pernafasan regular, dyspnea menurun,
penggunaan otot bantu pernafasan, batuk menurun, dan akumulasi
sputum menurun.
Intervensi pada kasus ini sesuai dengan intervensi pada teoritis dan
rencana dapat dilaksanakan berdasarkan intervensi dari diagnosa pada
tinjauan kasus. Dengan Nursing Intervention Classification (NIC)
manajemen jalan nafas dengan aktivitas keperawatan yang dilakukan
yaitu mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan nafas pasien,
mengauskultasi suara napas pasien, monitor status pengeluaran sputum,
posisikan pasien semi fowler dan fowler, mengajarkan dan menganjurkan
69

keluarga pasien untuk melakukan teknik inhalasi sederhana minyak kayu


putih, berkolaborasi dalam pemberian Nebulizer atau terapi bronkodilator
dikombinasi dengan posisi postural drainage, pemberian air minum
hangat, pemberian madu sebelum tidur. Dan dengan Nursing
Intervention Classification (NIC) fisioterapi dada dengan aktivitas
keperawatan yang dilakukan yaitu memonitor status respirasi anak,
memberikan pengenalan ada tidaknya kontraindikasi dilakukannya
fisioterapi dada pada pasien, menenentukan segmen paru yang berisi
sekret berlebih, memberikan penjelasan tujuan dan prosedur tindakan
fisioterapi dada, melakukan fisioterpai dada pada pasien, melakukan
fisioterapi dada minimal 2 jam setelah makan.
Intervensi tambahan dari beberapa evidence based terbaru yang
dapat dijadikan intervensi untuk mengatasi masalah keperawatan telah
disesuaikan untuk dapat dilaksanakan dengan tujuan mengatasi masalah
manajemen jalan nafas. Salah satunya adalah pemberian terapi inhalasi
sederhana menggunakan aromaterapi peppemint (mentha pipperita).
Pemberian aromaterapi peppermint dapat membantu melegakan hidung
sehingga membuat napas menjadi lebih mudah. Serta mengandung
menthol yang berfungsi sebagai anestesi ringan yang bersifat sementara,
serta berguna sebagai anti inflamasi/ pelega tenggorokan dan peppermint
juga mengandung vitamin A dan C serta beberapa mineral sehingga
sering digunakan untuk membantu mengobati flu dan menenangkan
peradangan (Koensoemardiyah, 2009).
Menurut Tjitrosoepomo (2010) kandungan penting yang terdapat
pada aromaterapi peppermint adalah menthol 50% yang berguna sebagai
anti inflamasi/ pelega tenggorokan. Aromaterapi yang sering digunakan
yaitu peppermint (mentha pipperita). Peppermint digunakan untuk tujuan
kesehatan selama ribuan tahun. Bahan Aktif dalam Peppermint adalah
Menthol, yang merupakan senyawa organik yang menghasilkan sensasi
dingin ketika diterapkan pada mulut atau kulit. Menthol sebagai bahan
aktif utama yang terdapat dalam Peppermint dapat membantu melegakan
70

hidung sehingga membuat napas menjadi lebih mudah. Menthol dapat


juga berfungsi sebagai anestesi ringan yang bersifat sementara.
Peppermint juga mengandung vitamin A dan C serta beberapa mineral.
Peppermint sering digunakan untuk membantu mengobati flu dan
menenangkan peradangan (Koensoemardiyah, 2009). Aromaterapi
peppermint juga akan melonggarkan bronkus sehingga akan melancarkan
pernafasan. Untuk melegakan pernafasan dapat menghirup aromaterapi
peppermint secara langsung yang ditujukan untuk mengatasi
bronkospasme, mengencerkan sputum, menurunkan hipereaktivitas
bronkus serta mengatasi infeksi (Rasmin dkk, 2012).
Pendapat ini didukung dengan hasil penelitian Edy Siswantoro
(2017) tentang pengaruh aromaterapi aromaterapi peppermint dengan
inhalasi sederhana terhadap penurunan sesak nafas pada pasien
tuberculosis. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh sherly (2018) yang berjudul “Aromaterapi Peppermint Terhadap
Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Anak
Dengan Bronkopneumonia” di dapatkan hasil ada pengaruh aromaterapi
peppermint terhadap masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan
jalan nafas pada pasien anak usia 1-5 tahun dengan bronkopneumonia.
Pada evidence based selanjutnya yaitu pemberian fisioterapi dada
dikombinasi dengan pursed lips breathing (tiupan lidah) terhadap
masalah bersihan jalan nafas pada anak balita dengan pneumonia.
Fisioterapi dada sangat berguna bagi balita dengan penyakit paru baik
yang bersifat akut maupun kronis, sangat efektif dalam upaya
mengeluarkan sekret. Jadi tujuan pokok dari fisioterapi pada penyakit
paru adalah mengembalikan dan memelihara fungsi otot – otot
pernafasan dan membantu membersihkan sekret dari bronkhus dan untuk
mencegah penumpukan secret. (Potter & Perry, 2010). Intervensi lain
yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah ketidakefektifan
bersihan jalan nafas pada balita yaitu dengan teknik pursed lips
breathing (PLB). PLB dapat meningkatkan ekspansi alveolus pada setiap
71

lobus paru, sehingga tekanan alveolus meningkat dan dapat membantu


mendorong sekret pada jalan napas saat ekspirasi dan dapat menginduksi
pola napas menjadi normal (Brunner & Sudarth, 2002).
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh (Titin,2019)
didapatkan hasil ada perbedaan antara bersihan jalan napas sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi fisioterapi dada dan pursed lips breathing
(tiupan lidah) pada anak balita dengan pneumonia dengan P Value 0,000.
Evidance based berikutnya adalah pemberian air putih hangat
sebelum tindakan nebulizer juga efektif dalam meningkatkan kelancaran
jalan nafas. Pernyataan ini didukung oleh teori yang menyatakan bahwa
pemberian air putih hangat memberikan efek hidrostatik dan
hidrodinamik dan hangatnya membuat sirkulasi peredaran darah
khususnya pada daerah paru-paru agar menjadi lancar. Secara fisiologis,
air hangat juga memberi pengaruh oksigenasi dalam jaringan tubuh
(Hamidin, 2012).
Hal serupa juga diungkapkan oleh Yuanita (2011), minum air
hangat dapat memperlancar proses pernafasan, karena pada penderita
asma membutuhkan suasana encer dan cair. Pada penderita yang
mengalami ganguan bersihan jalan nafas sangat tepat untuk minum air
hangat karena dengan minum air hangat pertikel-partikel pencetus sesak
dan lender dalam bronkoli akan pecah dan menyebabkan sirkulasi
pernafasan menjadi lancar sehingga mendorong bronkioli mengeluarkan
lender. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (I Made Sudarma,
2017) didapatkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh pemberian air
minum hangat sebelum tindakan nebulizer terhadap kelancaran jalan
nafas pada pasien asma yang berarti bahwa pemberian air minum air
hangat memberikan efek hidrostatik dan hidrodinamik sehingga jalan
pasien menjadi paten.
Menurut penelitian Ade Nureni(2012) pemberian Steam inhalation
juga dapat menurunkan frekuensi pernafasan dan pengobatan batuk pilek
pada balita. Hal ini sesuai pendapat Hendley (1994) yang menyatakan
72

bahwa steam inhalation ini memiliki manfaat yang bekerja langsung


pada saluran pernafasan sehingga memberikan efek lebih cepat untuk
menurunkan frekuensi nafas dan batuk pilek karena uap akan langsung
menuju paru-paru untuk melonggarkan saluran pernafasan dan
mengencerkan lender.
D. Implementasi Keperawatan
Berdasarkan tahap implementasi keperawatan, upaya untuk
merealisasikan rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan yaitu
membina hubungan saling percaya adalah hal yang sangat penting dalam
tahap pelaksanaan ini, sehingga upaya pelaksanaan atau tindakan yang
dilaksanakan dapat di terima sebagai upaya untuk memecahkan masalah.
Implementasi yang di lakukan penulis berlangsung selama 4 hari pada
An.B yang dimulai tanggal 14 Oktober 2019 sampai 17 Oktober 2019
dan implementasi yang dilaksanakan pada An.A berlangsung selama
3hari yang dimulai dari tanggal 28 Oktober sampai dengan 30 Oktober
2019. Pada studi kasus ini penulis melakukan implementasi dan
mengevaluasi keadaan klien setiap hari.
Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi masalah
kettidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi sputum, yaitu : memonitor status pernapasan
pasien, memotivasi, mengauskultasi suara napas pasien, mengajarkan dan
menganjurkan keluarga pasien untuk melakukan teknik inhalasi
sederhana, berkolaborasi dalam pemberian nebulizer atau terapi
bronkodilator, memonitor status respirasi anak, memberikan pengenalan
ada tidaknya kontraindikasi dilakukannya fisioterapi dada pada pasien,
menenentukan segmen paru yang berisi sekret berlebih, memberikan
penjelasan tujuan dan prosedur tindakan fisioterapi dada, melakukan
fisioterpai dada pada pasien, melakukan fisioterapi dada minimal 2 jam
setelah makan, instruksikan pasien untuk mengeluarkan secret dengan
napas dalam dan monitor kemampuan pasien setelah dan sebelum
dilakukan fisioterapi dada.
73

Pada pengelolaan nebulizer terdapat perbedaan jenis obat yang


diberikan pada kedua kasus. Pasien An.B diberikan nebulizer combivent
1 plash + Nacl 3.5 cc, sedangkan pada An.A diberikan nebulizer Nacl
3%. Pemberian bronkodilator Ipratropium bromida melalui teknik
nebulizer, berfungsi sebagai simpatometik atau agnosis adroneseptor
beta-2 yang bertujuan meningkatkan zat siklik monofostat adenosin
sehingga meningkatkan proses bronkodilatasi. Proses ini akan
memulihkan sirkulasi dan kelancaran saluran udara, sehingga SpO2
kembali adekuat.
Pada saat pelaksanaan implementasi pada kasus, peneliti
memberikan evidence based pada kedua kasus. Antar lain evidence
based yang diterapkan: terapi inhalasi sederhana menggunakan minyak
kayu putih (Yenti, et al 2018), pemberian air mimum hangat (I made,
2018), pemberian chest therapy dan infar red (Ah.mad, 2018), dan
pemberian madu sebelum tidur (Yesi Anika et all, 2016).
Pada evidence based pertama peneliti memberikan terapi inhalasi
sederhana menggunakan minyak kayu putih, yang merupakan hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Yenti, et al 2018) dimana
didapatkan bahwa pemberian terapi sederhana minyak kayu putih mampu
mengurangi batuk yang berlebihan pada An.A dan An.B karena terapi
inhalasi sederhana merupakan hirupan uap hangat dari air mendidih yang
telah dicampur dengan aroma terapi sebagai penghangat, pada penelitian
ini menggunakan minyak kayu putih.
Pemberian terapi inhalasi sederhana menggunakan minyak kayu
putih ini diterapkan pada semua pasien pada An.A dan An.B yang sama-
sama menunjukan perbaikan pada kepatenan jalan nafas dikarenakan
terapi inhalasi ini merupakan salah satu cara yang diperkenalkan dalam
penggunaan metode terapi yang paling sederhana, cepat dan ekonomis
serta dapat juga dilakukan dirumah. Pemberian aromaterapi minyak kayu
putih dianggap sebagai terapi komplementer atau non farmakologi pada
pasien yang mengalami ketidakefektifan bersihan jalan nafas khususnya
74

pasien anak dengan bronkopneumonia sangat membantu untuk


mengurangi ketidakefektifan bersihan jalan nafas selain.
Pada evidence based kedua yaitu melakukan chest therapy dan infa
red pada An.A dan An.B untuk mengatasi masalah ketidakefektifan
bersihan jalan nafas. Fisioterapi dada adalah tindakan untuk
membersihkan jalan nafas dengan mencegah akumulasi sekresi paru
(Lusianah,2012). Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan
pengeluaran sputum baik secara mandiri maupun kombinasi agar tidak
terjadi penumpukan sputum yang mengakibatkan tersumbanya jalan
nafas dan komplikasi penyakit lain yang dilakukan dengan cara postural
drainase, cllaping/perkusi, dan vibrating pada pasien dengan gangguan
sistem pernafasan. Dengan selanjutnya diberikan sinar infra merah, sinar
visible (tampak) dan sebagian kecil sinar ultraviolet. Untuk
menghangatkan dinding paru dan mengencerkan dahak pasien
(Andarmoyo, 2012).
Selanjutnya perawat memberikan anjuran untuk meminum air
hangat sebelum tindakan nebulizer pada An.A dan An.B dan keluarga
mengikuti instruksi dengan memberikan air hangat sesuai instruksi yang
diberikan sehingga saat dilakukan tindakan nebulizer anak tampak
terlihat tenang dan tidak rewel karena air hangat ini membantu
menghangatkan tenggorokan yang gatal dan mengencerkan dahak. Di
dukung teori Doengos (2008) menyebutkan bahwa pengobatan secara
sederhana atau non farmakologis, penatalaksanaan nonfarmakologis
bersihan jalan nafas yaitu dengan memberikan minum air putih hangat
1500-2000 ml per hari. Konsumsi air hangat dilakukan perlahan
selama 5 menit dapat membebaskan jalan nafas, sehingga dapat
menjadi terapi pada penderita bronkopneumonia. Sejalan dengan
penelitian Majampoh (2013) menyebutkan bahwa frekuensi
pernapasan sebelum diberikan air hangat termasuk frekuensi sesak
napas sedang sampai berat dan frekuensi pernapasan setelah diberikan
konsumsi air hangat termasuk frekuensi pernapasan normal.
75

Pada evidence based ketiga peneliti memberikan penerapan


pemberian madu sebanyak 2,5 cc 30 menit sebelum anak tidur malam.
Hal ini sesuai dengan pendapat Ajibola (2012) menemukan fakta bahwa
madu adalah alternatif yang efektif dan aman untuk meredakan batuk
pada malam hari dan mengatasi kesulitan tidur anak, madu bekerja
sangat baik dalam mengurangi gangguan tidur akibat keparahan dan
frekuensi batuk malam hari pada anak dengan infeksi saluran pernafasan
atas dibandingkan dengan dextromethorphan maupun tanpa treatment.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Diah Ayu dkk
(2018) didapatkan hasil bahwa pemberian madu pada balita pneurnonia
berpengaruh terhadap penurunan frekuensi batuk dan frekuensi napas,
serta meniadakan ronkhi. Pemberian madu dapat meredakan batuk
karena mempunyai efek menenangkan. Rasa manis madu menyebabkan
refleks pengeluaran air liur meningkatkan sekresi lendir jalan napas
dengan melumasi jalan napas dan menyingkirkan pemicu yang
menyebabkan keringnya jalan napas pada batuk noproduktif (Eccles,
2006). Madu juga memiliki banyak khasiat antara lain antimikroba,
antiinflamasi, dan antibodi madu dapat menghambat pertumbuhan agen
mikroba penyebab peradangan paru sehingga ventilasi kembali normal
dan frekuensi napas cepat dapat diturunkan. (Alvarez-Suarez et al.,
2014).
Madu dapat diberikan kepada anak karena aman dan efektif
menurunkan skor frekuensi batuk dan meningkatkan kualitas tidur anak
seperti yang dijelaskan pleh Evans et al (2010), pengobatan dengan madu
efektif untuk batukdan tidur anak. Penelitian oleh Shadkam, dkk (2010)
menyebutkan bahwa madu dapat mengontrol batuk, lebih murah, mudah
didapatkan dan aman untuk anak-anak.
Pada penerapan pemberian madu ini hanya efektif diberikan secara
kontinu pada An.B karenakan pasien An.A saat diberikan madu menolak
dengan di muntahkan hal ini dikarenakan anak yang masih berusia
dibawah 1 tahun menganggap asing rasa madu yang dirasakan. Sehingga
76

keluarga mencari alternatif lain dengan memberikan madu dengan


menambakan air putih.
Faktor pendukung yang penulis temukan dalam pelaksanaan
keperawatan pada pasien An.B dan An.A bahwa implementasi yang telah
penulis laksanakan sesuai rencana tindakan yang telah disusun dapat
tercapai dengan baik. Hal ini dapat tercapai dikarenakan adanya
dukungan keluarga klien yang kooperatif, peralatan yang memadai dan
lengkap serta peran perawat ruangan yang banyak membantu dan bekerja
sama dengan penulis.

E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang mengadakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai
berdasarkan tujuan yang telah dibuat dalam perencanaan keperawatan
(Potter, 2005). Evaluasi yang digunakan berbentuk S (subyektif), O
(obyektif), A (analisa), P (perencanaan terhadap analisis. Evaluasi
dilakukan setiap hari pada kedua kasus yaitu menggunakan evaluasi
SOAP pada awal jam dinas dan terakhir di evaluasi kembali setelah
diberika intervensi pada jam akhir dinas.
Evaluasi keperawatan pada pasien dengan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produkti sputum
adalah menunjukkan perbaikan dan peningkatan kesehatan pasien, pada
hari ketiga pada pasien An.A setelah diberikan intervensi keperawatan
dengan NOC : status pernafasan : kepatenan ditingkan pada level 5
dengan ditunjukan tanda-tanda dengan suara nafas veskuler, pola napas
eupnea, frekuensi nafas 29x/m, batuk berdahak sudah berkurang, dan
sesak sudah membaik. Sedangkan pada An.B sudah membaik pada hari
ke empat setelah diberikan intervensi keperawatan dengan NOC : status
pernafasan : kepatenan ditingkan pada level 5 dengan kondisi sesak dan
77

batuk sudah membaik, frekuensi nafas 23x/m, pola nafas eupnea, dan
suara nafas vesikuler.
Pada kedua kasus bronkopneomonia pada An.B dan An.A sama-
sama menunjukkan perbaikan. Perbaikan gejala yang dapat diamati
antara lain: kembalinya frekuensi pernafasan pasien ke dalam rentang
normal, suara nafas terdengan vesikuler, tidak terdapat pernafasan cuping
hidung, tidak terdapat penggunaan otot bantu pernafasan, tidak adanya
sumbatan jalan nafas akibat pengingkatan produksi sputum, tidak
terdapat retraksi dada, tidak terdapat sianosis, dan saturasi oksigen
berada di rentang 95-100%. Bila pasien menunjukkan tanda-tanda
perbaikan maka pasien diperbolehkan pulang dengan tetap diberikan
pengobatan oral atau inhalasi (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2014).

F. Keterbatasan Penelitian
1. Pada penelitian ini tahapan usia pada ke dua pasien
tidak sama sehingga terjadi kesulitan dalam penerapan evidence
based yang diberikan dan tidak semua intervensi bisa diterapkan
semua kepada pasien.
2. Pada penelitian ini penulis mengalami keterbatasan
peneliti karena orang tua sebagai narasumber sulit untuk ditemui
karena bekerja sehingga penjaga anak saat di rumah sakit sering di
tunggu nenek pasien, sehingga dalam mengali data dan wawancara
harus menunggu waktu luang setelah ibu pasien pulang bekerja.
78

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian bab pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada pasien didapatkan data subyektif
dan obyektif. Dari data subyektif ibu pasien mengatakan pasien An.B
didapatkan keluhan sesak, demam dengan suhu 38.oc, disertai batuk pilrk
dan sulit mengeluarkan dahak, anak juga mengalami muntah dan nafsu
makan berkurang, didapatkan hasil pemeriksaan frekuensi nadi 140
x/menit, frekuensi nafas 43x/menit, shuh 38,0oC. Dan hasil pengkajian
pada An.A dengan keluhan sesak, batuk berdahak dan sulit mengeluarkan
dahaknya, pilek sejak 2hari yang lalu serta kondisi anak yang tampak
gelisah. Dengan hasil pemeriksaan frekuensi nadi 120 x/menit, frekuensi
nafas 58 x/menit, shuh 38,0oC.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian pada dua pasien ditemukan adanya
peningkatan produksi sputum ditandai dengan anak batuk berdahak, sesak
nafas, terdengar bunyi nafas tambahan (ronki), penggunaan otot bantu
pernafasan, adanya peningkatan frekuensi nafas menjadi cepat dan
dangkal, serta adanya tarikan dinding dada dan pernafasan cuping hidung.
Sehingga peneliti mengangkat diagnosa aktual yang terjadi pada kasus
adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan peningkatan
produksi sputum.
3. Intervensi keperawatan
Perencanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan peningkatan
produksi sputum dengan tujuan kriteria hasil yang ingin dicapai yakni
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan

78
79

jalan nafas paten dengan kriteria hasil : Frekuensi pernapasan, Irama


pernapasan, Kedalaman inspirasi, Kemampuan untuk mengeluarkan
secret, Suara napas tambahan ditingkatkan pada level 5 = tidak ada
deviasi dari kisaran normal.
4. Implementasi
Pada diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan peningkatan produksi sputum, implementasi yang dilakukan
sesuai dengan rencana keperawatan yaitu : memonitor status pernapasan
pasien, mengauskultasi suara napas pasien, mengajarkan dan
menganjurkan keluarga pasien untuk melakukan teknik inhalasi
sederhana, berkolaborasi dalam pemberian nebulizer atau terapi
bronkodilator dengan posisi postural drainage,pemberian air minum
hangat sebelum tindakan nebulizer, pemberian madu sebelum tidur,
memonitor status respirasi anak, mengatur posisi semifowler atau fowler,
memberikan pengenalan ada tidaknya kontraindikasi dilakukannya
fisioterapi dada pada pasien, menenentukan segmen paru yang berisi
sekret berlebih, memberikan penjelasan tujuan dan prosedur tindakan
fisioterapi dada, melakukan fisioterpai dada dan infra red pada pasien,
melakukan fisioterapi dada minimal 2 jam setelah makan.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan pada pasien dengan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produkti sputum
adalah menunjukkan perbaikan dan peningkatan kesehatan pasien, pada
hari ketiga pada pasien An.A setelah diberikan intervensi keperawatan
dengan NOC : status pernafasan : kepatenan ditingkan pada level 5 yaitu
tidak ada deviasi dari kisaran normal dengan ditunjukan tanda-tanda
dengan suara nafas veskuler, pola napas eupnea, frekuensi nafas 29x/m,
batuk berdahak sudah berkurang, dan sesak sudah membaik. Sedangkan
pada An.B sudah membaik pada hari ke empat setelah diberikan
intervensi keperawatan dengan NOC : status pernafasan : kepatenan
ditingkan pada level 5 dengan kondisi sesak dan batuk sudah membaik,
80

frekuensi nafas 23x/m, pola nafas eupnea, dan suara nafas vesikuler.
Pada kedua klien tampak dengan kondisi membaik dan terlihat lebih
nyaman. Intervensi pada diagnosa pertama dilanjutkan mandiri tanpa
kehadiran perawat yaitu menganjurkan keluarga pasien melakukan
intervensi inhalasi sederhana jika batuk berulang, serta menjaga
kebersihan lingkungan, hindari faktor-faktor yang dapat memperburuk
kondisi anak, menjauhkan anak dari asap rokok dan asap pembakaran
sampah lainnya.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran
yang diharapkan dapat bermanfaat :
1. Bagi perawat
Karya tulis ilmiah ini sebaiknya dapat digunakan perawat sebagai
wawasan tamabahan dan acuan intervensi yang dapat diberikan pada
pasien yang mengalami penyakit Bronkopneumonia. Perawat sebaiknya
dapat meneruskan terapi dan perawat juga dapat memberikan inspirasi
lebih banyak lagi dalam memberikan intervensi keperawatan pada
penderita Bronkopneumonia
2. Bagi Pelayan Kesehatan / RSUD DR M. Yunus Bengkulu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada
tenaga kesehatan dan dapat menerapkan beberapa evidence based atau
beberapa hasil penelitian rekan sejawat yang terbaru tanpa memberikan
efek samping bagi tubuh yang dibahas dalam karya ilmiah akhir ners
ini, sehingga diharapkan bisa di implementasiakan kepada pasien
dengan harapan penyembuhan akan cepat lebih optimal dan anak yang
terkena bronkopneumonia.
3. Bagi institusi pendidikan Institusi pendidikan
Dapat memberikan kontribusi informasi dan ilmu mengenai penyakit
Bronkopneumonia serta menjadi referensi untuk tingkatan selanjutnya.
81

DAFTAR PUSTAKA

Alvarez, J., Gasparrini, M., ForbesHerndndez,T., Mazzoni, L., Giampieri, F.


(2014). The composition and biological activity of honey: A focus on
manuka honey. Foods, 3(3): 420432.

Ade Nueraeni. 2012. Pengaruh Steam Inhalation Terhadap Usaha Bernafas Pada
Balita dengan Pneumonia di Puskesmas Subang. Jurnal Keperawatan
Universitas Indonesia.

Andarmoyo, Sulistyo. (2012). Kebutuhan Dasar Manusi (Oksigenasi) : Konsep ,


Proses dan Praktik Keperawatan Edisi 1. Yogyakarta : Graha Ilmu

Amin, Hardi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Medis &


NANDA NIC NOC (Jilid 3). Jakarta : Media Action Publishing.

Ardiansyah, (2012). Medikal Bedah. Yogyakarta : DIVA Press

Andra, S & Yessie, M, (2013) Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha


Medika

Asmadi. (2008). Konsep dasar keperawatan.Jakarta:EGC

Alexander, (2017). Tatalaksana Terkini Bronkopneomonia Pada Anak Dirumah


Sakit Abdul Moelok Volume 7. Jurnal Kedokteran,9.

Dona L, Wong, 2013. Buku ajar keperawatan pediatric. Jakarta : EGC

Diah Ayu, dkk (2017) Pengaruhi Madu Terhadap Frekuensi Batuk Dan Napas
Serta Ronkhi Pada Balita Pneumonia. JPPNI Vol. 02/No.01/April-
Juli/2017

Dina Putri adiyati. 2018. Efektifitas nebulizer-postural drainage dan nebulizer


Batuk efektif dalam pengeluaran sputum pada pasien asma du RSUD
Caruban. Jurnal Keperawatan Stikes Bhakti Husada Mulia

Eccles, R. (2006). Mechanisms of the placebo effect of sweet cough syrups.


Respir Physiol & Neurobiol, 152(3): 340-348.

Evans. H., Tuleu. C., & Sutcliffe. A. (2010). Is honey a well-evidenced alternative
ti overthe-counter cough medicines? Journal of R Social Medicine,
103, 164–165.

Hamidin, A.S . 2012. Keampuhan Terapi air Putih. Jakarta. PT Buku Seu
82

Hidayat, A. (2012) Pengantar Konsep Dasar Kebutuhan Manusia. Jakarta :


Salemba Medika

Hendley,J.O., Abbot, R D., Beasley, P.P., & Gwaltney, J,M (1994). Effect of
inhalation of hot humidified air on expereminthal rhinovirus infection.
JAMA, 271 (14), 112-1113

I made Sudarma, dkk. 2018. Mengkonsumsi air hangat sebelum tindakan


nebulizer meningkatkan kelancaran jalan nafas pasien asma.Jurnal
Stikes Wira Medika PPNI.

Koensoemardiyah. (2009).A-Z Aromaterapi Untuk Kesehatan, Kebugaran, dan


Kecantikan. Yogyakarta : Andi Publisher

Lusianah, Ery, D & Suratun. (2012). Prosedur Keperawatan. Jakarta : TIM

Lewis LK, Williams MT, Olds TS. The active cycle of breathing technique: A
systematic review and meta-analysis. Respir Med. 2012;106(2):155–
72.

Maidartati. (2014). Pengaruh fisioterai dada terhadap bersihan jalan napas pada
anak usia 1-5 tahun yang mengalami gangguan bersihan jalan napas di
Puskesmas Moch Ramdhan Bandung. Jurnal Ilmu Keperawatan.
Volume 11

Mubarak, W.I & Chayatin, N (2007). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta :


Salemba Medika

Marni.(2014).Asuhan Keperawatan pada Anak Dengan Gangguan Pernapasan.


Yogyakarta:Gosyen Publishing

NANDA Internasional, 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2015-2017 Edisi 10 editor Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru.
Jakarta : EGC

Nugroho, T (2011) Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Penyakit


Dalam Yogyakarta: Nuha Medika

Nugroho Priyo, dkk. 2016. Pengaruh Sinar Matahari Untuk Meningkatkan


Efektifitas Bersihan Jalan Nafas Pada Pasien PPOK. Jurnal
Keperawatan GSH Vol.5

Nugroho, Yosef Agung. 2011. Batuk efektif dalam pengeluaran dahak pada
pasien dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Jurnal STIKES
RS Baptis Kediri 2085-0921
83

Nurarif, A. Huda dan Hardhi Kusuma (2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC jilid 1
Yogjakarta: Mediaction

Nurarif, A. Huda dan Hardhi Kusuma (2013) Asuhan keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Yogyakarta: Mediaction

Paneeth, B., Faisal, M., Renuka D. Efficacy of Active Cycle of Breathing and
Postural Drainage in Patient with Bronchiectasis. Innov J Med Heal
Sci. 2012;129–32

Potter & Perry, A.G (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, Dan Praktik.Edisi 4 Volume I
Potter, P & A Perry, A.G (2015). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, Dan Praktik.Edisi 4 Volume II
PDPI (Perhimpunan Dokter paru Indonesia)., 2015, Pneumonia, GEC, Jakarta.
Rasmin, M, dkk. (2012). Prosedur tindakan bidang paru dan pernapasan
diagnostik dan terapi. Jakarta: Bagian Pulmonologi FK UI. Balai
Penerbitan FK UI
Rekam Medis RSUD dr. M.Yunus Bengkulu Data Prevalensi Bronkopnemonia
rentang waktu tahun 2017-2019.Tidak dipublikasikan

Ridha, N. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka Belajar

Riyadi dan Sukarmin (2012) Asuhan Keperawatan pada Anak dengan ganguan
sistem pernafasan. Yogyakarta: Graha Ilm

Riyadi & Sukarmin, (2010) Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit, G Osyen.
Publishing, Yogyakarta

Rusna Tahir, dkk. 2019. Fisioterapi Dada dan Batuk Efektif sebagai
Penatalaksanaan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas pada Pasien
TB Paru di RSUD Kota Kendari. Health Promotion : Jurnal Penelitian
Volume 11.

Shadkam, M.N., Mozaffari-Khosravi, H., & Mozayan, M.R. (2009). A


comparison ofthe effect of honey, Dextromethorphan,and
Diphenhydramine on nightly coughand sleep quality in children and
their parents. The Journal of Alternative and Complementary
Medicine, 16 (7), 787–793.
84

Saryono (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Anak Edisi kelima jilid II.
Jakarta : Interna Publsing

Safrin Arifin. (2019) Penggunaan Active Cycle Of Breathing Technique Pada


Kasus Bronkiektasis Et Causa Post Tuberkulosis Paru RS Paru Dr. M
Goenawan Cisarua Bogor. Prosiding : 978-602-51407-1-6

Sherly Amelia (2018). Aromaterapi Peppermint Terhadap Masalah Keperawatan


Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas Anak Dengan
Bronkopneumonia. REAL in Nursing Journal (RNJ), Vol. 1, No. 2

Smeltzer, Suzzane C . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth vol 1 ed 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC)

Sujono & Sukarmin, (2012), Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1,


Yogyakarta; Graha Ilmu.

Tabrani. 2009.Ilmu Penyakit Paru.Jakarta : Trans Info Media.

Tjitrosoepomo, G. (2010). Taksonomi tumbuhan obat-obatan. Yogyakarta : Gajah


Mada University Press

Titin Hidayatin. 2019. Pengaruh Pemberian Fisioterapi Dada dan Pursed Lips
Breathing (Tiupan Lidah) Terhadap Bersihan Jalan Nafas pada balita
Pneumonia. Jurnal Keperawatan Surya Vol.11.

Warren, M. D., Pont, S. J., Barkin, S. L., Callahan, S. T., Caples, T. L., Carroll, K.
N., Plemmons, G. S., Swan, R. R., Cooper, W. O. (2007). The effect
of honey on nocturnal cough and sleep quality for children and their
parents. Arch Pediatr & Adolesc Med, 1 61 (12): 1149-1 1 53

Wijayaningsih, Kartika Sari (2013) Asuhan Keperawatan Anak Jakarta : CV


Trans Info Media

WHO (2019). Pneumonia, http://www.who.int/mediacentre/ factsheets/fs331/en/.


(diakses pada`19 Mei 2020)

Yuanita, dr Ade Sari. 2011. Terapi Air Putih.Jakarta : Klik Publishing

Yenti, et al. 2018. Terapi inhalasi UAP Panas dengan Minyak Kayu Putih
Terhadap Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif pada anak dengan
ISPA. Jurnal Keperawatan Esa Unggul.

Yuliana, Elin, dkk. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta : ISFI

Anda mungkin juga menyukai