Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sehat atau health berasal dari bahasa inggris kuno ‘hoelth’ yang berarti

suatu keadaan bugar, dan umum digunakan untuk menyatakan kebugaran

tubuh. Terlepas dari berbagai definisi sehat yang beragam, apa sebenarnya

sehat pada abad 21 ini? Sehat menurut WHO adalah suatu keadaan yang

sempurna secara fisik, mental dan sosial. Bukan sekedar terbebas dari

penyakit atau kelemahan (a state of complete physical, mental and social

well-being and not merely the absence of disease or infirmity). (Hanifati,

2014)

Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang perubahan

dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain atau

toddler (1-3 tahun), pra sekolah (3-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun), hingga

remaja (11-18 tahun). Rentang ini berbeda antara anak satu dengan yang lain

mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat tentang

perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat.

Dalam proses berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola

koping dan perilaku sosial (Yuniarti, 2015).

Pneumonia merupakan infeksi akut parenkim paru yang meliputi

alveolus dan jaringan interstisial. Pneumonia masih merupakan masalah

kesehatan utama dan menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada

anak balita di negara berkembang. Penyakit ini juga merupakan penyebab

utama morbiditas dan mortalitas anak berusia <5 tahun. Insidens pneumonia

1
2

pada anak berusia <5 tahun adalah 10-20 kasus/100 anak/tahun di negara

berkembang dan 2-4 kasus/anak/tahun di negara maju.

Penyebab tersering pneumonia bakterial adalah S. pneumoniae. Virus

lebih sering ditemukan pada anak <5 tahun dan respiratory syncytial virus

(RSV) merupakan penyebab tersering pada anak <3 tahun. Virus lain

penyebab pneumonia meliputi adenovirus, parainfluenza virus, dan influenza

virus. Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia pneumonia lebih sering

ditemukan pada anak >10 tahun. Sementara itu, bakteri yang paling banyak

ditemukan pada apus tenggorok pasien usia 2-59 bulan adalah Streptococcus

pneumonia. Staphylococcus aureus. dan Hemophilus influenzae.

Beberapa faktor risiko yang meningkatkan angka kejadian dan derajat

pneumonia adalah defek anatomi bawaan, imunodefisiensi, polusi. GERD,

aspirasi gizi buruk, berat badan lahir rendah, tidak mendapat ASI. imunisasi

tidak lengkap. terdapat anggota keluarga serumah yang menderita batuk, dan

kamar tidur yang terlalu padat.

Bergantung pada berat ringannya infeksi. Secara umum dapat ditemukan

Gejala infeksi umum seperti demam, sakit kepala, gelisah. malaise.

penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal (mual, muntah, diare).

Gangguan respiratori seperti batuk, sesak napas, retraksi dada takipnea, napas

cuping hidung, air hunger, merintih, sianosis.

Dapat ditemukan pekak perkusi, suara napas yang melemah, dan

terdengar ronki. Pada neonatus dan bayi kecil, gejala pneumonia tidak selalu

jelas terlihat. Umumnya tidak ditemukan kelainan pada perkusi dan auskultasi

paru. Pernapasan tak teratur dan hipopnea dapat ditemukan pada bayi muda.
3

(Chrysilla & Wahyuni, 2014)

Menurut World Health Organization (WHO), Pneumonia adalah

penyebab kematian infeksi tunggal terbesar pada anak-anak di seluruh dunia.

Pneumonia membunuh 808.694 anak di bawah usia 5 tahun pada tahun 2017,

terhitung 15% dari semua kematian anak di bawah lima tahun. Pneumonia

mempengaruhi anak-anak dan keluarga di mana-mana, tetapi paling umum di

Asia Selatan dan Afrika. (WHO, 2019).

Menurut Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019, angka insiden di

Indonesia mencapai 52,9%, lima provinsi yang mempunyai insiden

bronkopneumonia balita tertinggi adalah Papua Barat (129,1%), DKI Jakarta

(104,5%), Banten (72,3%), Kalimantan Utara (67,9%), Sulawesi Tengah

(67,4%). Sedangkan Provinsi Lampung berada di urutan ke dua belas yaitu

sebesar 51,3%. (Kemenkes RI, 2020).

Berdasarkan Riskesdas Tahun 2018 Provinsi Lampung terdapat 2.963

kasus pneumonia pada balita, lima Kabupaten/Kota yang mempunyai insiden

bronkopneumonia balita tertinggi adalah Lampung Tengah (440 kasus), Kota

Bandar Lampung (372 kasus), Lampung Selatan (362 kasus), Lampung

Timur (340 kasus), Lampung Utara (224 Kasus). (Dinas Kesehatan Provinsi

Lampung, 2018).

Di Ruang Rawat Inap Anak (E2) Rumah Sakit dr. A. Dadi Tjokrodipo

tercatat dari bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2021 terdapat 89 kasus

bronkopneumonia pada balita. (Rekam Medik, 2021).

Masalah keperawatan yang lazim muncul pada anak yang mengalami

Bronkopneumonia yaitu gangguan pertukaran gas, bersihan jalan napas tidak


4

efektif, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi

aktivitas, dan resiko ketidakseimbangan elektrolit. Apabila tidak segera

ditangani maka akan mengakibatkan komplikasi seperti empiema, otitis

media akut, atelektasis, emfisema, dan meningitis (Nurarif & Kusuma, 2015).

Proses peradangan dari proses penyakit bronkopneumonia menimbulkan

manifestasi klinis yang ada sehingga muncul beberapa masalah dan salah

satunya adalah bersihan jalan napas tidak efektif. Bersihan jalan napas tidak

efektif adalah ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan

napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten. Masalah bersihan jalan

nafas ini jika tidak ditangani secara cepat maka bisa menimbulkan masalah

yang lebih berat seperti pasien akan mengalami sesak yang hebat bahkan bisa

menimbulkan kematian (PPNI, 2017).

Menurut Ridha (2014) menyatakan bahwa upaya yang perlu dilakukan

dalam penanganan bronkopneumonia dengan bersihan jalan napas tidak

efektif meliputi terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi

farmakologis antara lain pemberian obat antibiotik, pemberian terapi

nebulisasi yang bertujuan untuk mengurangi sesak akibat penyempitan jalan

nafas atau bronkospasme akibat hipersekresi mucus, sedangkan terapi non

farmakologis yaitu fisioterapi dada seperti clapping dan batuk efektif. Anak

yang sudah mendapatkan terapi inhalasi akan mendapatkan tindakan

fisioterapi dada. Fisioterapi dada dilakukan dengan teknik Tapping dan

Clapping. Teknik ini adalah suatu bentuk terapi dengan menggunakan tangan,

dalam posisi telungkup serta dengan gerakan fleksi dan ekstensi wrist secara

ritmis. Teknik ini sering digunakan dengan dua tangan. Pada anak-anak
5

tapping dan clapping dapat dilakukan dengan dua atau tiga jari. Teknik

dengan satu tangan dapat digunakan sebagai pilihan pada tapping dan

clapping yang dapat dilakukan sendiri (Soemarno et al, 2015).

Intervensi lain yang dilakukan untuk mempercepat perbaikan jalan napas

klien adalah mengatur posisi kepala klien lebih tinggi dari badan. Posisi

elevasi kepala dapat meningkatkan ventilasi klien. Diafragma yang lebih

rendah akan membantu dalam meningkatkan ekspansi dada, pengisian udara,

mobilisasi, dan ekspektorasi dan sekresi. Intervensi lainnya adalah anjuran

minum air hangat yang dapat juga dilakukan modifikasi dengan tetap

pemberian ASI dikarenakan pemberian ASI pada memiliki keefektifan yang

sama dengan minum air hangat (Soemarno, 2015).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Dewi Purnama Sari tahun

2016 di RSUD Pandan Arang Boyolali Bangsal Edelwis yang berjudul Upaya

Mempertahankan Kebersihan Jalan Napas Dengan Fisioterapi Dada Pada

Anak Pneumonia disimpulkan bahwa kebersihan pernafasan pasien secara

signifikan mulai membaik ditandai dengan adanya penurunan respiratory rate

pasien mulai dari 47 kali permenit pada hari pertama, berkurang menjadi 43

kali permenit pada hari kedua dan 40 kali permenit pada hari ketiga.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Literature Review Penerapan/Implementasi Fisioterapi Dada

(Clapping) Pada Anak Dengan Diagnosa Medis Bronkopneumonia Di Ruang

Anak E2 RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung Tahun 2021”.


6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimanakah Literature Review Penerapan/

Implementasi Fisioterapi Dada (Clapping) Pada Anak Dengan Diagnosa

Medis Bronkopneumonia Di Ruang Anak E2 RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo

Bandar Lampung Tahun 2021?”

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan Asuhan

Keperawatan pada klien anak dengan bronkopneumonia.

2. Tujuan khusus

a) Memaparkan hasil pengkajian pada klien anak dengan

bronkopneumonia.

b) Memaparkan hasil analisa data pada klien anak dengan

bronkopneumonia.

c) Memaparkan hasil intervensi keperawatan pada klien anak dengan

bronkopneumonia.

d) Mamaparkan hasil implementasi pada klien anak dengan

bronkopneumonia.

e) Memaparkan hasil evaluasi pada klien anak dengan

bronkopneumonia.
7

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengalaman bagi

peneliti dalam mengaplikasikan hasil asuhan keperawatan pada anak

dengan bronkopneumonia.

2. Bagi Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

rumah sakit selaku pemberi pelayanan kesehatan mengenai penyakit

bronkopneumonia pada anak.

3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya disiplin ilmu keperawatan

mengenai asuhan keperawatan pada klien anak dengan

bronkopneumonia.

E. Pengumpulan data

Cara yang digunakan dalam mengumpulkan penyusunan penulisan, yaitu :

1. Pengumpulan data dengan Tanya jawab bersama responden

2. Studi literature

3. Observasi/pengamatan dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai