SEMINAR KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
PNEUMONIA DI RUANGAN ANGGREK RSUD KEFAMENANU
OLEH:
Nama Kelompok:
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang, menurut WHO
pneumonia adalah penyebab kematian terbesar pada anak-anak di seluruh dunia dan
membunuh lebih banyak anak di bandingkan penyakit lainnya. Menurut data World
Health Organization (WHO) kejadian pneumonia pada anak balita di negara berkembang
sebesar 151,8 juta kasus pneumonia per tahun dan sekitar 8,7% (13,1 juta). Kemudian di
Indonesia jumlah kasus pneumonia sebesar 6 juta kasus mencakup 44% populasi anak
balita di dunia per tahun. Data dari Riset Kesehatan Dasar menunjukkan jumlah
penderita pneumonia Indonesia mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir
yaitu pada tahun 2013 sebanyak 4,5% kemudian menurun menjadi 4,0% pada tahun
2018. Namun penderita pneumonia di Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami
peningkatan pada tahun 2013 persentasenya sebesar 4,6% pada tahun 2018 meningkat
menjadi 8,8% (Rikesdas, 2018).
Penyakit pneumonia masih merupakan permasalahan yang serius di Provinsi Timor
Tengah Utara (TTU), terbukti penemuan penderita pneumonia pada balita di Timor
Tengah Utara tahun 2013 sebesar 9,2%.
Dampak dari penyakit pneumonia (radang paru-paru) bisa menyebabkan kantong
udara di paru meradang dan membengkak selain itu pneumonia juga dapat menyebabkan
kematian. Berdasarkan data pada tahun 2018 angka kematian akibat pneumonia pada
balita yaitu sebesar 0,08%, angka kematian akibat pneumonia pada bayi lebih tinggi
sebesar 0,16% (Ibrahim, 2011).
Pengkajian awal pada kasus pneumonia yaitu menanyakan keluhan utama yang
ditemukan pada anak yaitu seperti sesak napas. Sesuai teori penyakit ini, maka diagnosa
keperawatan yang akan mucul pada kasus pneumonia yaitu bersihan jalan napas tidak
efektif. Batasan karakteristik dari diagnosa tersebut adalah adanya sesak napas, batuk
dan susah bernapas (Marni 2014). Salah satu tindakan perawatan untuk menangani
masalah bersihan jalan nafas tidak efektif yaitu dengan fisioterapi dada. Fisioterapi dada
merupakan tindakan yang dilakukan pada pasien dengan cara menepuk dinding dada atau
punggung dengan tangan dibentuk seperti mangkuk di lanjutkan vibrasi dengan cara
menggetarkan dinding dada atau punggung pada waktu pasien mengeluarkan napas
(Hendra & Emil 2011). Fisioterapi dada sangat berguna bagi penderita penyakit respirasi
3
baik yang bersifat akut maupun kronis, tindakan fisioterapi dada bermanfaat untuk
mengatasi gangguan bersihan jalan napas terutama pada anak yang belum dapat
melakukan batuk efektif secara sempurna. Anak yang mengalami gangguan bersihan
jalan napas terjadi penumpukan sekret, dengan adanya tehnik/tindakan tersebut dapat
mempermudah pengeluaran sekret (Maidartati 2014).
Salah satu teknik dalam fisioterapi dada yaitu dengan teknik clapping. Clapping
merupakan penepukkan ringan pada dinding dada dengan tangan dimana tangan
membentuk seperti mangkuk. Tujuan dari terapi clapping ini adalah jalan napas bersih,
secara mekanik dapat melepaskan sekret yang melekat pada dinding bronkus dan
mempertahankan fungsi otot-otot pernapasan (Gita 2011). Pneumonia terdiri dari dua
macam, yaitu: pneumonia yang didapat dari masyarakat atau Community Acquired
Pneumonia (CAP) dan Pneumonia yang didapat dari dalam rumah sakit atau Hospital
Acquired Pneumonia (HAP). VAP (Ventilator Associated Pneumonia) terjadi pada klien
yang menggunakan ventilasi mekanik dan intubasi. Kuman penyebab infeksi ini adalah
bakteri gram negatif. Ventilasi mekanik memberikan tekanan positif secara kontinu yang
dapat meningkatkan pembentukan sekresi pada paruparu. Perawat harus mengidentifikasi
adanya sekresi dengan cara auskultasi paru sedikitnya 2-4 jam. Tindakan untuk
membersihkan jalan napas diantaranya yaitu: fisioterapi dada seperti penepukkan pada
dada/punggung, menggetarkan, perubahan posisi, seperti : posisi miring, posisi telentang,
fisioterapi dada, dan termasuk penghisapan (Hendra & Emil 2011). Pencegahan agar
tidak terjadi seperti halnya yang telah dijelaskan diatas maka perlu penanganan masalah
pneumonia secara maksimal, salah satunya adalah dengan pemberian asuhan
keperawatan pada pasien pneumonia karena cenderung mengakibatkan terjadinya sesak
napas, yang dimana keadaan tersebut dapat mengancam kesehatan anak. Sehingga
pemberian asuhan keperawatan yang cepat, tepat dan efisien dapat membantu menekan
angka kejadian dan kematian pada pasien pneumonia. Berdasarkan latar belakang
tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan “Asuhan Keperawatan pada Anak
dengan Penyakit Pneumonia di Ruangan Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah
Kefamenanu”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan diatas, kelompok
merumuskan pernyataan tentang “Asuhan Keperawatan pada Anak. C.H.L yang
mengalami Penyakit Pneumonia di Ruangan Anggrek RSUD Kefamenanu”
4
BAB 2
TINJAUAN TEORI
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh Streptoccus
pneumonia melalui slang infus oleh Staphylococcus aureus sedangkan pada pemakaian
ventilator oreh P. aerugenosa dan enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan
keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan,
penggunaan antibiotic yang tidak tepat. Setelah masuk ke paru-paru organism
bermultiplikasi dan jika telah berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi
pneumonia. Selain diatas penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya
menurut (Nurarif, 2016) yaitu:
a. Bacteria: Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus,
Streptococcus aureus, Hemophilus influinzae, mycobacterium tuberkolosis, Bacillus
Friedlander.
b. Virus: Respiratory syncytial virus, Adeno virus, V. sitomegalitik, V. influenza
c. Mycoplasma pneumonia
d. Jamur: Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neuroformans, Blastomyces
7
e. Aspirasi: makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.
f. Pneumonia hipostatik
g. Syndrome loeffler
2.3 Manifestasi klinis atau Tanda dan Gejala Penyakit Pneumonia
Usia merupakan faktor penentu dalam manifestasi klinis pneumonia. Neonatus dapat
menunjukkan hanya gejala demam tanpa ditemukannya gejala-gejala fisis pneumonia.
Pola klinis yang khas pada pasien pneumonia viral dan bakterial umumnya berbeda antara
bayi yang lebih tua dan anak, walaupun perbedaan tersebut tidak selalu jelas pada pasien
tertentu. Demam, menggigil, takipneu, batuk, malaise, nyeri dada akibat pleuritis dan
iritabilitas akibat sesak respiratori, sering terjadi pada bayi yang lebih tua dan anak
(Nelson, 2014).
Pneumonia virus lebih sering berasosiasi dengan batuk, mengi, a tau stidor dan gejala
demam lebih tidak menonjol dibanding pneumonia bakterial. Pneumonia bakterial secara
tipikal berasosiasi dengan demam tinggi, menggigil, batul, dispneu dan pada auskultasi
ditemukan adanya tanda konsolidasi paru. Pneumonia atipikal pada bayi kecil ditandai
oleh gejala yang khas seperti takipneu, batuk, ronki kering (crackles) pada pemeriksaan
auskultasi dan seringkali ditemukan bersamaan dengan timbulnya konjungtivitis
chlamydial. Gejala klinis lainnya yang dapat ditemukan adalah distres pernafasan
termasuk nafas cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, dan merintih (grunting).
Semua jenis pneumonia memiliki ronki kering yang terlokalisir dan penurunan suara
respiratori. Adanya efusi pleura dapat menyebabkan bunyi pekak pada pemeriksaan
perkusi (Nelson, 2014).
c. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa kanak-
kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai derajat yang
lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit. Seringkali
memanjang sampai ke tahap pemulihan.
d. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan
petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung singkat, tetapi dapat menetap
selama sakit.
e. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering
menyertai infeksi pernapasan. Khususnya karena virus.
f. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan dari nyeri
apendisitis.
g. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh pembengkakan
mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernapasan dan menyusu pada bayi.
h. Keluaran nasal, sering meyertai infeksi pernapasan. Mungkin encer dan sedikit
(rinorea) atau kental dan purulent, bergantung pada tipe dan atau tahap infeksi.
i. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernapasan. Dapat menjadi bukti
hanya selama fase akut.
j. Bunyi pernapasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar mengi,
krekels.
k. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih
besar. Ditandai anak akan menolak untuk makan dan minum per-oral.
l. Keadaan berat pada bayi tidak dapat menyusu atau makan/minum, atau memuntahkan
semua, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distress pernapasan berat.
m. Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat :
1) Pada anak umur 2 bulan-11 bulan: ≥50 kali/menit
2) Pada anak umur 1 tahun-5 tahun: ≥40 kali/ menit
2.4 Klasifikasi Pneumonia
h. Klasifikasi berdasarkan anatomi menurut (Nurarif, 2016):
1) Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau sebagian besar dari satu atau lebih
lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral
atau ganda.
2) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang
tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam
9
2) Pneumonia nosocomial
Tergantung pada 3 faktor yaitu: tingkat berat sakit, adanya resiko untuk jenis
pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset pneumonia.
3) Pneumonia aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonia kimia akibat aspirasi bahan toksik,
akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau lambung, edema paru,
dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat.
Terjadi karena akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab infeksi dapat
disebabkan oleh kuman pathogen atau mikroorganisme yang biasanya nonvirulen,
berupa bakteri, protozoa, parasite, virus, jamur, dan cacing.
j. Berdasarkan (MTBS, 2008) dalam (Hidayah, 2017)
Pneumonia dapat diklasifikasikan secara sederhana berdasarkan dengan gejala
yang ada. Klasifikasi ini bukan diagnosis medis, melainkan bertujuan untuk membantu
petugas kesehatan yang berada di lapangan untuk menentukan tindakan yang perlu
diambil, sehingga anak tidak terlambat mendapatkan penanganan. Klasifikasi tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Pneumonia berat atau penyakit sangat berat, apabila terdapat gejala sebagai
berikut:
a) Ada tanda bahaya umum, seperti anak tidak bisa minum atau menyusu, selalu
memuntahkan semuanya, kejang atau anak letargis/tidak sadar.
b) Terdapat tarikan dinding dada ke dalam.
c) Terdapat stridor (suara nafas bunyi “grok-grok” saat inspirasi).
2) Pneumonia, apabila terdapat gejala nafas cepat. Batasan nafas cepat adalah:
10
a) Anak usia 2-12 bulan apabila frekuensi nafas 50 kali per menit atau lebih
b) Anak usia 12 bulan sampai 5 tahun apabila frekuensi nafas 40 kali per menit
atau lebih.
1) Hidung
Hidung terdiri dari hidung bagian luar yang dapat terlihat dan rongga hidung
bagian dalam yang terletak di dalam. Septum membagi rongga hidung kanan dan
kiri. Udara masuk melalui bagian- bagian yang disebut meatus. Dinding dari
meatus disebut konka. Dinding tersebut dibentuk oleh tulang wajah (konka hidung
bagian bawah dan tulang ethmoid). Bulu hidung, lendir, pembuluh darah, dan silia
yang melapisi rongga hidung akan menyaring, melembabkan, menghangatkan, dan
menghilangkan kotoran dari udara.
Di sekitar rongga hidung terdapat 4 pasang sinus para nasalis yaitu: sinus
frontalis, maxillaris, spenoidalis dan ethmoidalis. Melalui sinus ethmoidalis inilah
keluar serabut saraf pertama nervus olfactorius atau saraf pembau.
2) Faring
Faring terdiri dari tiga bagian Nasofaring yaitu bagian faring yang letaknya
sejajar hidung, Nasofaring menerima udara yang masuk dari hidung. Terdapat
saluran eusthacius yang menyamakan tekanan udara di telinga tengah. Tonsil
faring (adenoid) terletak di belakang nasofaring. Orofaring bagian faring terletak di
sejajar mulut, Orofaring menerima udara dari nasofaring dan makanan dari rongga
mulut. Palatine dan lingual tonsil terletak di sini. Laringofaring merupakan bagian
faring dan terletak sejajar laring, menyalurkan makanan ke kerongkongan dan
udara ke laring.
3) Laring
Laring menerima udara dari laringofaring. Laring terdiri dari sembilan keping
tulang rawan yang bergabung dengan membran dan ligamen. Epiglotis merupakan
bagian pertama dari tulang rawan laring. Saat menelan makanan, epiglottis
tersebut menutupi pangkal tenggorokkan untuk mencegah masuknya makanan dan
saat bernapas katup tersebut akan membuka Tulang rawan tiroid melindungi
bagian depan laring. Tulang rawan yang menonjol membentuk jakun.
4) Trakea
5) Bronkus
Bronkus merupakan cabang trachea dan terdiri dari dua buah yaitu bronkus kanan
dan bronchus kiri, masing-masing akan menuju ke paru-paru kanan dan paru-paru
kiri. Bronkus kanan lebih besar, pendek dan tegak dibandingkan dengan bronchus
kiri, terdiri dari 3 cabang dan tersusun atas 6-8 cincin rawan. Sedangkan bronchus
kiri lebih panjang dan langsing, terdiri dari 2 cabang dan tersusun atas 9- 12 cincin
rawan.
6) Alveolus
Saluran alveolus adalah cabang akhir dari pohon bronkial. Setiap saluran alveolar
diperbesar, seperti gelembung sepanjang panjangnya. Masing-masing pembesaan
disebut alveolus, dan sekelompok alveolar yang bersebelahan disebut kantung
alveolar. Beberapa alveoli yang berdekatan dihubungkan oleh alveolar pori-pori.
1. Membran pernapasan
Membran pernapasan terdiri dari dinding alveolar dan kapiler. Pertukaran gas
terjadi di membran ini. Karakteristik membran ini sebagai berikut:
a. Tipe I: sel tipis, sel-sel epitel skuamosa yang merupakan sel primer jenis
dinding alveolar. Difusi oksigen terjadi di sel-sel.
b. Tipe II: sel sel epitel kuboid yang diselingi antara sel tipe I. sel Tipe II
13
2. Paru-paru
Jaringan paru-paru elastis, berpori dan seperti spons, seperti kerucut, berbentuk
badan yang menempati thorax. Mediastinum, rongga yang berisi jantung,
memisahkan kedua paru-paru. Paru-paru kiri terdiri dari 3 lobus, dan paru –
paru kanan terdiri dari 2 lobus. Setiap lobus paru-paru dibagi lagi ke segmen
bronkopulmonalis (masing-masing dengan bronkus tersier), yang dibagi lagi
menjadi lobulus (masing-masing dengan bronchiale terminal). Pembuluh
darah, pembuluh limfatik, dan saraf menembus masing-masing lobus. Setiap
paru-paru memiliki fitur sebagai berikut:
a. Puncak dan dasar mengidentifikasi bagian atas dan bawah dari paru-paru.
b. Permukaan masing-masing paru-paru berbatasan tulang rusuk (depan dan
belakang).
c. Di permukaan (mediastinal) medial, di mana masing-masing paru-paru
menghadapi selain paru-paru, saluran pernapasan, pembuluh darah, dan
pembuluh limfatik memasuki paru di hilus.
Pleura adalah membran ganda yang terdiri dari pleura bagian dalam disebut
pleura viseral, yang mengelilingi setiap paru-paru, dan pleura parietal luar,
melapisi rongga dada. Ruang sempit antara dua membran, rongga pleura,
diisi dengan cairan pleura, pelumas disekresikan oleh pleura.
Menurut pendapat (Sujono & Sukarmin, 2009) kuman masuk kedalam jaringan
paru-pru melalui saluran napas bagian atas menuju bronkhiolus dan alveolus. Setelah
bakteri masuk dapat menimbulkan reaksi peradangan dan menghasilkan cairan edema
yang kaya protein.
Kuman pneumokokus dapat meluas dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus.
Eritrosit dan leukosit mengalami peningkatan, sehingga alveoli penuh dengan cairan
edema yang berisi eritrosit, fibrin dan leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar,
paru menjadi tidak terisi udara. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun
sehingga alveoli penuh dengan leukosit dan eritrosit menjadi sedikit.
Setelah itu paru tampak berwarna abu-abu kekuningan. Perlahan sel darah merah
yang akan masuk ke alveoli menjadi mati dan terdapat eksudat pada alveolus. Sehingga
membrane dari alveolus mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan
proses difusi osmosis oksigen dan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang
15
Menurut (Alimul, 2012) tindakan yang dapat dilakukan pada masalah pneumonia dalam
manajemen terpadu balita sakit sebagai berikut apabila didapatkan pneumonia berat atau
penyakit sangat berat maka tindakan yang pertama adalah:
d. Berikan dosis pertama antibiotika. Pilihan pertama adalah kotrimoksazol
(trimetoprim + sulfametoksazol) dan pilihan kedua adalah amoxsilin dengan
ketentuan dosis sebagai berikut:
Tabel 2.1 Dosis Pemberian Antibiotika pada Pneumonia
16
tangan bersih.
5) Beri minum lebih banyak daripada biasanya.
2.9 Pathway
Pneumonia
Dispnue (Sulit Bernapas) Konsolidasi eksudatif jaringan ikat
paru
Di rawat di RS
MK: GANGGUAN
Penurunan compliance paru
PERTUKARAN GAS
Hospitalisasi
MK: INTOLERANSI
AKTIVITAS
oksigen darah
kebutuhan oksigen
perawatan anak
(Nursalam, 2013).
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA
: Kamis, 08 Desember
Pengkajian tgl Jam : 11.13 WITA
2022
Pav :-
: Ruangan Anak
Ruang/Kelas
(Anggrek) kelas III
Anak ke Pendidikan
: 2 tahun 1 bulan ayah/ibu
Umur : S1/SMA
Agama
: Kristen Khatolik
Suku/bangsa
: Eban/ Indonesia
Alamat : Eban
Riwayat penyakit
saat ini
: Sejak dirumah An. C mengeluh sesak napas dan batuk disertai dahak
dan sudah berlansung selama 2 hari. Kedua orangtua pasien lansung
mengantar pasien ke rumah sakit. Pasien datang ke rumah sakit pada
tanggal 07 Desember 2022 dan sampai pada pukul 23.25. Pasien datang
dengan keluhan sesak napas dan batuk disertai dahak. Di UGD pasien
diberikan terapi oksigen 2 lpm, didapatkan TTV; N: 101 x/menit, RR:
64x/menit, S: 36.7°C. Spo2 : 93 %. Pada Jam 06.46 pasien diantar oleh
perawat dan keluarga ke ruang rawat dan masuk dalam keadaan
composmentis, pasien tampak lemah, batuk dan sesak napas.
Pertumbuhan
Perkembangan psikoseksual: -
Motorik halus: Perkembangan gerak anak yang meliputi otot kecil : aktif. Anak
bisa menggambar.
Nutrisi :
Pola makan anak: baik, anak makan 1 hari 3 kali, porsi : banyak dan habis, nafsu makan:
normal.
Pola minum: banyak, 1-4 gelas sehari, tergantung dari pola makan anak. Anak tidak
memiliki diet khusus. Kesulitan menelan: tidak ada.
Aktifitas –Istirahat :
25
Somnobolisme
Higiene Perseorangan : Pola kebersihan anak dibantu oleh orangtua dan selama sakit
An.C mandi 1 kali sehari namun hanya di lap saja.
Eleminasi Miksi-Defekasi :
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan, pola eliminasi anak normal
26
Suhu: 36.7oC
RR: 64x/menit
Distribusi rambut:
Kepala: bersih
Wajah: simetris
Pupil: Isokor
Mata
Bentuk: Simetris
Gusi: Merah
Lidah: Bersih
Tonsil dan uvula: tonsil normal, ukuran sama dan warna merah muda. Uvula normal
Kulit leher:
Leher
Kulit: Baik
Bentuk: Simetris
Bentuk: -
Genetalia dan anus
Kebersihan: Bersih
Anus : Bersih
Kemampuan pergerakan sendi: Normal, anak mampu menggerakkan kedua tangan dan
Muskuloskeletal dan integumen
kaki
Akral: Hangat
a. Ekspresi afek dan emosi: Ekspresi anak saat ada masalah anak menangis dan
merengek. Emosi anak: bahagia, sedih, takut dan marah (tergantung dari keadaan dan
masalah yang ada)
b. Hubungan dengan keluarga: Baik. Anak sangat dekat dengan kedua orangtuanya.
Psiko-sosio-spiritual
c. Reaksi hospitalisasi: Tidak ada gangguan emosi berlebihan atau trauma perawatan di
rumah sakit pada An. C karena pasien baru pertama kali masuk rumah sakit.
1. ANALISA DATA
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Pola napas tidak efektif
3. Gangguan pola tidur.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
2=Cukup Terapeutik:
Meningkat
7. Berikan oksigen, jika
3=Sedang perlu
5=Menurun Observasi:
1= Memburuk
2= Cukup memburuk
3= Sedang
4= Cukup membaik
5= Membaik
35
4. IMPLEMENTASI
1. Kamis, 08 Bersihan jalan napas tidak 01.11 Mengidentifikasi kemampuan batuk pasien S: Pasien mengatakan sesak napas, batuk
Desember efektif berhubungan dan pilek (+)
2022 dengan Hipersekresi jalan 01.14 Memonitor sputum pasien O:
napas yang ditandai - Penggunaan otot bantu napas (+)
dengan Pasien 01.17 Mengatur posisi setengah duduk untuk - Bunyi napas ronkhi (+), mucus (+)
mengatakan sesak napas, mengurangi sesak napas - Frekuensi napas 62 x/menit, sesak
batuk dan pilek (+), Pasien 01.22 Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif napas (+)
tampak sulit berbicara, pada pasien - SPO2 96%
Penggunaan otot bantu - Suhu Tubuh: 36,7°C
napas (+), Bunyi napas 01.25 Memonitor pola napas pasien (Frekuensi napas - N: 98x/menit
ronkhi (+), mucus (+), pasien) A: Masalah keperawatan Bersihan jalan
Frekuensi napas 64 napas tidak efektif belum teratasi
x/menit, sesak napas (+), 01.31 Memonitor produksi sputum pasien dan monitor - Batuk efektif (3)
SPO2 93 %, Suhu Tubuh: adanya sumbatan jalan napas pasien - Produksi sputum (3)
36,7°C. 01. 37 Memonitor oksigen 2 lpm - Mengi (3)
- Dispnea (3)
01.46 Memberikan terapi Nebuliser (uap) pada pasien - Frekuensi napas (3)
- Pola napas (3)
P: Lanjutkan intervensi 1-9 :
01.52 Melakukan pemeriksaan Tanda-tanda vital
1. Identifikasi kemampuan batuk
pasien
36
2. Monitor sputum
3. Atur posisi semi-fowler atau fowler
4. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif
5. Monitor pola napas (frekuensi napas)
6. Monitor bunyi napas tambahan
(ronki)
7. Berikan oksigen, jika perlu
8. Monitor adanya produksi sputum
9. Monitor saturasi oksigen
37
E:
S : Pasien mengatakan sesak napas berkurang, batuk berkurang dan pilek berkurang
O:
- Penggunaan otot bantu napas (-)
- Bunyi napas ronkhi (+), mucus (-)
- Frekuensi napas 46x/menit, Pasien sudah tidak terlalu merasa sesak napas
- SPO2 98%
- Suhu Tubuh: 36,0°C
- N: 98x/menit
A: Masalah keperawatan Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi sebagian
- Batuk efektif (4)
- Produksi sputum (4)
- Mengi (4)
- Dispnea (4)
- Frekuensi napas (4)
39
6. EVALUASI (SOAP)
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada bab ini kelompok akan membahas sesuai dengan asuhan keperawatan pada anak
dengan penyakit pneumonia yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
4.1 Pengkajian
Pengkajian dilakukan tanggal 8 Desember 2022 pada An. C.H.L dengan diagnosa
Pneumonia di ruang Anggrek RSUD Kefamenanu. Secara teori, pneumonia merupakan
penyakit peradangan pada parenkim paru yang biasanya dari suatu infeksi saluran
pernapasan bawah akut. Dengan gejala batuk dan di sertai sesak napas yang sering terjadi
pada masa kanak-kanak awal. (Nurarif, 2016). Menurut kelompok pneumonia yaitu
peradangan pada paru karena adanya cairan dalam paru-paru yang menyebabkan anak
mengalami batuk, demam, dan adanya bunyi napas tambahan.
Pada tinjauan kasus, didapatkan An.C mengeluh sesak napas, ada bunyi napas
tambahan dan batuk di sertai dahak sudah berlangsung selama 2 hari, pasien juga tampak
lemah. Pada tinjauan pustaka, keluhan yang muncul pada kasus pneumonia, diantaranya:
demam, batuk di sertai dahak dan adanya bunyi napas tambahan.(Nurarif, 2016). Menurut
kelompok, antara tinjauan kasus dan tinjauan pustaka tidak terjadi kesenjangan. Demam,
batuk di sertai dahak, dan adanya bunyi napas tambahan merupakan gejala dari
pneumonia pada anak yang biasa muncul.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut tinjauan pustaka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah
sebagai berikut: bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas, pola napas
tidak efektif, gangguan pola tidur. Berdasarkan tinjauan kasus, kelompok merumuskan 3
diagnosa keperawatan yaitu: bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan
napas, pola napas tidak efektif, gangguan pola tidur. Terdapat beberapa kesenjangan
antara tinjauan kasus dan tinjauan pustaka, diantaranya:
1. Gangguan pola tidur pada tinjauan kasus. Hal ini karena pada saat pengkajian hanya
ditemukan keluhan sering terjaga berdasarkan gejala dan tanda mayor subjektif. Pada
gejala dan tanda mayor objektif tidak didapatkan data: mengeluh sulit tidur, mengeluh
43
sering terjaga, mengwluh tidak puas tidur, mengeluh pola tidur berubah, mengeluh
istrahat tidak cukup. (SDKI, 2016). Menurut kelompok, masalah gangguan pola tidur
tidak ditegakkan karena kriteria mayor dan minor belum mencukupi untuk diangkat
sebagai diagnosa aktual dan belum memenuhi 80% - 100% validasi dalam
penegakkan diagnosa sesuai dengan kriteria mayor dan minor, hanya terdapat 1 tanda
mayor subjektif yang mendukung diagnosa.
2. Pertukaran gas pada tinjauan kasus tidak di angkat masalah keperawatan karena data
penunjang atau pendukung tidak di temukan dalam gejala dan tanda mayor, subjektif
dan objektif.
3. Pola napas tidak efektif Pada tinjauan kasus, tidak diangkat masalah keperawatan ini.
Hal ini karena pada pengkajian pemeriksaan penunjang tidak ditemukan adanya data
mayor subjektif dan objektif yang mendukung data. Kelompok kemudian
merumuskan 1 diagnosa prioritas diantaranya bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan hipersekresi jalan napas. Pengangkatan diagnosa prioritas ini
karena kelompok melihat dari etiologi setiap diagnosa keperawatan yang ditemukan.
Dengan penatalaksanaan satu etiologi yang sama atau hampir sama, yaitu pada
diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas, maka
diagnosa keperawatan lainnya seperti pertukaran gas dan pola napas tidak efektif.
4.3 Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah sesuatu yang telah dipertimbangkan secara mendalam, tahap yang
sistematis dari proses keperawatan meliputi kegiatan pembuatan keputusan dan
pemecahan masalah. Dalam perencanaan keperawatan, perawat menetapkannya
berdasarkan hasil pengumpulan data dan rumusan diagnosa keperawatan yang merupakan
petunjuk dalam membuat intervensi dan melakukan intervensi untuk mencapai tujuan
yang diharapkan (Kozier, 2004). Kelompok menetapkan intervensi keperawatan
berdasarkan dengan diagnosa keperawatan yang muncul dengan menggunakan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Intervensi keperawatan pada anak dengan
pneumonia adalah untuk mengatasi masalah mengatasi masalah kegawatan dengan
pemberian terapi untuk menghentikan demam,sesak napas dan batuk yang di sertai dahak
yang berlebihan. Pada kasus An.C dengan pneumonia, terdapat 1 masalah keperawatan
prioritas masalah yaitu gangguan bersihan jalan napas tidak efektif, sehingga intervensi
yang dilakukan berdasarkan tinjauan pustaka (SLKI, 2019 dan SIKI, 2018) sebagai
literatur dalam penyusunannya. Intervensi disusun berdasarkan kebutuhan dan
44
penyelesaian masalah pasien sehingga tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan kasus
dan teori.
4.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi yang dilaksanakan semuanya mengacu pada intervensi yang telah
dibuat. Pelaksanaan tindakan dibuat selama 3 hari perawatan pada tanggal 8 Januari s.d
10 Januari 2022 di ruang Anggrek RSUD Kefamenanu dan dievaluasi berdasarkan
kriteria hasilnya masing-masing. Dari diagnosa keperawatan, semua intervensi dapat
dilaksanakan berkat kerjasama yang baik antara perawat (mahasiswa), keluarga dan
pasien. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
sehingga mendapatkan tujuan yang diharapkan.
Dalam kasus An. C dengan Pneumonia ini dilakukan beberapa implementasi
diantaranya memberikan terapi nebulizer (uap), memonitor oksigen, mengatur posisi
duduk pasien untuk mengurangi sesak napas serta memonitor sputum pasien.
Implementasi keperawatan dilakukan berdasarkan kebutuhan dan penyelesaian masalah
pasien sehingga tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan kasus dan teori.
4.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan. Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi kriteria hasil apakah masalah teratasi,
teratasi sebagian, atau tidak teratasi (Kozier, 2004). Berdasarkan implementasi
keperawatan yang telah dilaksanakan selama 3 hari perawatan, semua diagnosa prioritas
yang diangkat yaitu bersihan jalan napas tidak efektif hipersekresi jalan napas didapatkan
hasil masalah teratasi, sesuai dengan kriteria hasil dan kriteria waktu yang telah
ditentukan.
45
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penerapan asuhan keperawatan pada An. C dengan pneumonia pada umumnya
sama antara tinjauan kasus dan tinjauan pustaka. Hal ini dibuktikan dalam penerapan
teori pada kasus An.C. dengan pneumonia. Penerapan kasus ini dilakukan dengan
menggunakan proses keperawatan, mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan.
5.1.1 Pengkajian
Berdasarkan data hasil pengkajian pada tanggal 8 Januari 2022 pada pukul
11.13 wita didapatkan hasil An.C mengeluh. Ibu mengeluh sesak napas dan
batuk disertai dahak dan sudah berlangsung selama 2 hari. Di dapatkan TTV
N: 101x/mnt, RR: 64x/mnt, S: 36.7⁰C, Spo2 : 93%, pasien juga tampak lemah.
5.1.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan diagnosa prioritas yaitu
bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
napas di tandai dengan pasien mengatakan sesak napas, batuk di sertai dahak,
pilek, pasien tmpak sulit berbicara,penggunaan otot bantu napas , bunyi napas
ronchi, mucus (+), frekuensi napas 64x/mnt, sesak napas, Spo2 93%, suhu
tubuh 36,7⁰C.
5.1.3 Intervensi Keperawatan
Semua intervensi keperawatan yang ditetapkan pada An.C dengan
pneumonia, sesuai dengan tinjauan pustaka dan disusun berdasarkan diagnosa
keperawatan yang ditegakkan.
5.1.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada An.C dengan
pneumonia sesuai dengan intervensi yang sudah ditetapkan.
5.1.5 Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari, maka
kelompok melakukan evaluasi pada diagnosa keperawatan dengan hasil
46
5.2 Saran
5.2.1 Bagi lahan praktik
Sebagai acuan teori yang dapat digunakan dalam tatanan kasus nyata
asuhan keperawatan anak dengan pneumonia.
5.2.2 Bagi mahasiswa
Untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman serta kemampuan
dalam mengidentifikasi masalah dalam keperawatan, merumuskan diagnosa,
melakukan intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan anak dengan
pneumonia.
47
DAFTAR PUSTAKA
Afiyanti, Yati & Nur Rachmawati, Imam. (2014). Metodelogi Penelitian Kualitatif dalam
riset Keperawatan. Jakarta: PT Rajagrafiindo Persada
Ai Yeyeh, Rukiyah. (2011). Asuhan Kebidanan I. CV. Trans Info Media: Jakarta.
Amelia, A. et al. (2020). Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Berhubungan dengan Kejadian
Pneumonia Neonatal. Jurnal Ilmiah Kebidanan Indonesia, 10 (1).
Coyron, Via Al Ghafni. (2015). Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian
Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pedan Klaten. Skripsi. Program
Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Surakarta,
Damanik SM. (2010). Klasifikasi bayi menurut berat lahir dan masa gestasi. Dalam (Kosim
MS, Yunanto A Dewi R, Sarosa GI, Usman A) Buku Ajar Neonatologi ed 1. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia
Damayanti, Ika Putri, et. al. (2015). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Kompherenshif Pada Ibu
Bersalin dan Bayi baru lahir. Ed.1. Cet.1. Yogyakarta: Deepulish.
DKK Balikpapan. (2018). Profil 2018 kesehatan. Data Dan Informasi Profil Kesehatan
Indonesia, 23–24. https://itjen.kemdikbud.go.id/public/
Garina LA Putri SFD, Yuniarti. (20160). Hubungan Faktor Resiko Dan Karakteristik Gejala
Klinis Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita. Globall Medikal and health
communication;4(1):26-32.
Hartati, S. (2011). Analisis Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia
Pada Anak Balita di RSUD Pasar Reko Jakarta. Jakarta: Universitas Indonesia.
Hartati, S., Nurh aeni, N., & Gayatri, D. (2016). Faktor risiko terjadinya pneumonia pada
anak balita. Jurnal Keperawatan Indonesia, 15(1), 13–20.
48
Kellen, A., Hallis, F., & Putri, R. M. (2016). Tugas Keluarga Dalam Pemeliharaan Kesehatan
Dengan Mekanisme Koping. Jurnal Care, 58.
Kemenkes RI. (2018). HASIL UTAMA RISKESDAS 2018 Kesehatan [Main Result of
Basic Heatlh Research]. Riskesdas, 5
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-
terkini/materi_rakorpop_2018/Hasil Riskesdas 2018.pdf
Kurnia, A. (2020). Stop Pneumonia Pada Anak Dimulai Dari Keluarga. Pojok Mungil.
https://pojokmungil.com/stop-pneumonia-pada-anak-dimulai-dari- keluarga/
Pada Balita Usia 0-5 Tahun di Puskesmas Tambi Kecamatan Sliyeg Kabupaten Indramayu,
Ilmu Kesehatan.