Anda di halaman 1dari 48

1

SEMINAR KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
PNEUMONIA DI RUANGAN ANGGREK RSUD KEFAMENANU

OLEH:
Nama Kelompok:

1. Simfrosa Oliva Trianista (223111117)


2. Imelda Natonis (223111054)
3. Chem T. M Haba Pau (223111015)
4. Orce Novita Utan (223111004)
5. Eka Putri Kaita Lepir (223111030)
6. Maria Cornelia L. Misa (223111075)
7. Yofri Ricky Ndun (223111136)

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2023
2

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang, menurut WHO
pneumonia adalah penyebab kematian terbesar pada anak-anak di seluruh dunia dan
membunuh lebih banyak anak di bandingkan penyakit lainnya. Menurut data World
Health Organization (WHO) kejadian pneumonia pada anak balita di negara berkembang
sebesar 151,8 juta kasus pneumonia per tahun dan sekitar 8,7% (13,1 juta). Kemudian di
Indonesia jumlah kasus pneumonia sebesar 6 juta kasus mencakup 44% populasi anak
balita di dunia per tahun. Data dari Riset Kesehatan Dasar menunjukkan jumlah
penderita pneumonia Indonesia mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir
yaitu pada tahun 2013 sebanyak 4,5% kemudian menurun menjadi 4,0% pada tahun
2018. Namun penderita pneumonia di Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami
peningkatan pada tahun 2013 persentasenya sebesar 4,6% pada tahun 2018 meningkat
menjadi 8,8% (Rikesdas, 2018).
Penyakit pneumonia masih merupakan permasalahan yang serius di Provinsi Timor
Tengah Utara (TTU), terbukti penemuan penderita pneumonia pada balita di Timor
Tengah Utara tahun 2013 sebesar 9,2%.
Dampak dari penyakit pneumonia (radang paru-paru) bisa menyebabkan kantong
udara di paru meradang dan membengkak selain itu pneumonia juga dapat menyebabkan
kematian. Berdasarkan data pada tahun 2018 angka kematian akibat pneumonia pada
balita yaitu sebesar 0,08%, angka kematian akibat pneumonia pada bayi lebih tinggi
sebesar 0,16% (Ibrahim, 2011).
Pengkajian awal pada kasus pneumonia yaitu menanyakan keluhan utama yang
ditemukan pada anak yaitu seperti sesak napas. Sesuai teori penyakit ini, maka diagnosa
keperawatan yang akan mucul pada kasus pneumonia yaitu bersihan jalan napas tidak
efektif. Batasan karakteristik dari diagnosa tersebut adalah adanya sesak napas, batuk
dan susah bernapas (Marni 2014). Salah satu tindakan perawatan untuk menangani
masalah bersihan jalan nafas tidak efektif yaitu dengan fisioterapi dada. Fisioterapi dada
merupakan tindakan yang dilakukan pada pasien dengan cara menepuk dinding dada atau
punggung dengan tangan dibentuk seperti mangkuk di lanjutkan vibrasi dengan cara
menggetarkan dinding dada atau punggung pada waktu pasien mengeluarkan napas
(Hendra & Emil 2011). Fisioterapi dada sangat berguna bagi penderita penyakit respirasi
3

baik yang bersifat akut maupun kronis, tindakan fisioterapi dada bermanfaat untuk
mengatasi gangguan bersihan jalan napas terutama pada anak yang belum dapat
melakukan batuk efektif secara sempurna. Anak yang mengalami gangguan bersihan
jalan napas terjadi penumpukan sekret, dengan adanya tehnik/tindakan tersebut dapat
mempermudah pengeluaran sekret (Maidartati 2014).
Salah satu teknik dalam fisioterapi dada yaitu dengan teknik clapping. Clapping
merupakan penepukkan ringan pada dinding dada dengan tangan dimana tangan
membentuk seperti mangkuk. Tujuan dari terapi clapping ini adalah jalan napas bersih,
secara mekanik dapat melepaskan sekret yang melekat pada dinding bronkus dan
mempertahankan fungsi otot-otot pernapasan (Gita 2011). Pneumonia terdiri dari dua
macam, yaitu: pneumonia yang didapat dari masyarakat atau Community Acquired
Pneumonia (CAP) dan Pneumonia yang didapat dari dalam rumah sakit atau Hospital
Acquired Pneumonia (HAP). VAP (Ventilator Associated Pneumonia) terjadi pada klien
yang menggunakan ventilasi mekanik dan intubasi. Kuman penyebab infeksi ini adalah
bakteri gram negatif. Ventilasi mekanik memberikan tekanan positif secara kontinu yang
dapat meningkatkan pembentukan sekresi pada paruparu. Perawat harus mengidentifikasi
adanya sekresi dengan cara auskultasi paru sedikitnya 2-4 jam. Tindakan untuk
membersihkan jalan napas diantaranya yaitu: fisioterapi dada seperti penepukkan pada
dada/punggung, menggetarkan, perubahan posisi, seperti : posisi miring, posisi telentang,
fisioterapi dada, dan termasuk penghisapan (Hendra & Emil 2011). Pencegahan agar
tidak terjadi seperti halnya yang telah dijelaskan diatas maka perlu penanganan masalah
pneumonia secara maksimal, salah satunya adalah dengan pemberian asuhan
keperawatan pada pasien pneumonia karena cenderung mengakibatkan terjadinya sesak
napas, yang dimana keadaan tersebut dapat mengancam kesehatan anak. Sehingga
pemberian asuhan keperawatan yang cepat, tepat dan efisien dapat membantu menekan
angka kejadian dan kematian pada pasien pneumonia. Berdasarkan latar belakang
tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan “Asuhan Keperawatan pada Anak
dengan Penyakit Pneumonia di Ruangan Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah
Kefamenanu”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan diatas, kelompok
merumuskan pernyataan tentang “Asuhan Keperawatan pada Anak. C.H.L yang
mengalami Penyakit Pneumonia di Ruangan Anggrek RSUD Kefamenanu”
4

1.3 Tujuan Umum


Memperoleh informasi tentang asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit
pneumonia.
1.3.1 Tujuan Khusus
1. Penulis mampu melakukan pengkajian pada anak dengan pneumonia di Ruang
Anggrek RSUD Kefamenanu.
2. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak dengan pneumonia
di Ruang Anggrek RSUD Kefamenanu.
3. Penulis mampu menyusun intervensi pada anak dengan pneumonia di Ruang
Anggrek RSUD Kefamenanu.
4. Penulis mampu melakukan implementasi pada anak dengan pneumonia di Ruang
Anggrek RSUD Kefamenanu.
5. Penulis mampu melakukan evaluasi pada anak dengan pneumonia di Ruang
Anggrek RSUD Kefamenanu.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kepustakaan yang
memberikan sumbangan pemikiran dan pengetahuan bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan ilmu kesehatan serta teori-teori kesehatan khususnya dalam upaya
penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit pneumonia.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Penulis
Sebagai sarana belajar dalam menambah pengetahuan dan wawasan peneliti
mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit pneumonia.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan informasi dan bahan kepustakaan dalam pemberian asuhan
keperawatan pada anak dengan pneumonia.
3. Bagi RSUD Kefamenanu
Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan anak dengan pneumonia dan sebagai pertimbangan perawat dalam
mendiagnosa kasus sehingga perawat mampu memberikan tindakan yang tepat
kepada pasien.
5

4. Bagi Tenaga Kesehatan Rumah Sakit


Sebagai bahan masukan khususnya untuk perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan anak dengan pneumonia dan sebagai pertimbangan perawat dalam
mendiagnosa kasus sehingga perawat mampu memberikan tindakan yang tepat
kepada pasien.
5. Bagi Klien dan Keluarga
Memberi pengetahuan dan wawasan kepada keluarga agar keluarga dapat
mengetahui gambaran umum pada anak dengan pneumonia serta perawatan yang
benar dan perawatan yang tepat bagi klien.
6

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Pneumonia


Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru yang biasanya
dari suatu infeksi saluran pernapasan bawah akut (ISNBA). Dengan gejala batuk dan
disertai dengan sesak napas yang disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri,
mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai
eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat melalui gambaran radiologis (Nurarif, 2016).
Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi pada masa kanak-kanak, namun
lebih sering terjadi pada masa bayi dan masa kanak- kanak awal. Secara klinis,
pneumonia dapat terjadi sebagai penyakit primer atau sebagai komplikasi dari penyakit
lain (Wong & Donna, 2013). Sedangkan menurt (Nelson, 2014) pneumonia adalah
inflamasi pada parenkim paru dengan konsolidasi ruang alveolar. Istilah infeksi
respriratori bawah seringkali digunakan untuk mencakup penyakit bronkitis, bronkolitis,
pneumonia atau kombinasi dari ketiganya. Gangguan pada sistem imunitas tubuh pasien
dapat meningkatkan resiko terjadinya pneumonia.
2.2 Etiologi atau Penyebab penyakit Pneumonia

Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh Streptoccus
pneumonia melalui slang infus oleh Staphylococcus aureus sedangkan pada pemakaian
ventilator oreh P. aerugenosa dan enterobacter. Dan masa kini terjadi karena perubahan
keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan,
penggunaan antibiotic yang tidak tepat. Setelah masuk ke paru-paru organism
bermultiplikasi dan jika telah berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi
pneumonia. Selain diatas penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya
menurut (Nurarif, 2016) yaitu:
a. Bacteria: Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus hemolyticus,
Streptococcus aureus, Hemophilus influinzae, mycobacterium tuberkolosis, Bacillus
Friedlander.
b. Virus: Respiratory syncytial virus, Adeno virus, V. sitomegalitik, V. influenza
c. Mycoplasma pneumonia
d. Jamur: Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neuroformans, Blastomyces
7

dermatitides, Coccidodies immitis, Aspergilus species, Candida albicans.

e. Aspirasi: makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing.
f. Pneumonia hipostatik
g. Syndrome loeffler
2.3 Manifestasi klinis atau Tanda dan Gejala Penyakit Pneumonia

Usia merupakan faktor penentu dalam manifestasi klinis pneumonia. Neonatus dapat
menunjukkan hanya gejala demam tanpa ditemukannya gejala-gejala fisis pneumonia.
Pola klinis yang khas pada pasien pneumonia viral dan bakterial umumnya berbeda antara
bayi yang lebih tua dan anak, walaupun perbedaan tersebut tidak selalu jelas pada pasien
tertentu. Demam, menggigil, takipneu, batuk, malaise, nyeri dada akibat pleuritis dan
iritabilitas akibat sesak respiratori, sering terjadi pada bayi yang lebih tua dan anak
(Nelson, 2014).

Pneumonia virus lebih sering berasosiasi dengan batuk, mengi, a tau stidor dan gejala
demam lebih tidak menonjol dibanding pneumonia bakterial. Pneumonia bakterial secara
tipikal berasosiasi dengan demam tinggi, menggigil, batul, dispneu dan pada auskultasi
ditemukan adanya tanda konsolidasi paru. Pneumonia atipikal pada bayi kecil ditandai
oleh gejala yang khas seperti takipneu, batuk, ronki kering (crackles) pada pemeriksaan
auskultasi dan seringkali ditemukan bersamaan dengan timbulnya konjungtivitis
chlamydial. Gejala klinis lainnya yang dapat ditemukan adalah distres pernafasan
termasuk nafas cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, dan merintih (grunting).
Semua jenis pneumonia memiliki ronki kering yang terlokalisir dan penurunan suara
respiratori. Adanya efusi pleura dapat menyebabkan bunyi pekak pada pemeriksaan
perkusi (Nelson, 2014).

Tanda dan gejala yang mungkin terjadi menurut (Nurarif, 2016):


a. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Palimg sering terjadi
pada usia 6 tahun-3 tahun dengan suhu mencapai 39,5- 40,5⁰C bahkan dengan infeksi
ringan. Mungkin maals dan peka rangsang atau terkadang euphoria dan lebih aktif
dari normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan yang tak biasa.
b. Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges.
Terjadi dengan awitan demam yang tiba-tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri
dan kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kernig dan brudzinki, dan akan
berkurang saat suhu turun.
8

c. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa kanak-
kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai derajat yang
lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit. Seringkali
memanjang sampai ke tahap pemulihan.
d. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan
petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung singkat, tetapi dapat menetap
selama sakit.
e. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering
menyertai infeksi pernapasan. Khususnya karena virus.
f. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan dari nyeri
apendisitis.
g. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh pembengkakan
mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernapasan dan menyusu pada bayi.
h. Keluaran nasal, sering meyertai infeksi pernapasan. Mungkin encer dan sedikit
(rinorea) atau kental dan purulent, bergantung pada tipe dan atau tahap infeksi.
i. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernapasan. Dapat menjadi bukti
hanya selama fase akut.
j. Bunyi pernapasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar mengi,
krekels.
k. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih
besar. Ditandai anak akan menolak untuk makan dan minum per-oral.
l. Keadaan berat pada bayi tidak dapat menyusu atau makan/minum, atau memuntahkan
semua, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distress pernapasan berat.
m. Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat :
1) Pada anak umur 2 bulan-11 bulan: ≥50 kali/menit
2) Pada anak umur 1 tahun-5 tahun: ≥40 kali/ menit
2.4 Klasifikasi Pneumonia
h. Klasifikasi berdasarkan anatomi menurut (Nurarif, 2016):
1) Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau sebagian besar dari satu atau lebih
lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral
atau ganda.
2) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang
tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam
9

lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia lobularis.


3) Pneumonia interstitial (bronkiolitis) proses inflamasi yang terjadi di dalam dinding
alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular
i. Klasifikasi berdasarkan inang dan lingkungan menurut (Nurarif, 2016):
1) Pneumonia komunitas
Dijumpai pada H. influenza pada pasien perokok, pathogen atipikal pada lansia,
gram negative pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit
penyerta kardiopulmonal/jamak, atau paksa terapi antibiotika spectrum luas.

2) Pneumonia nosocomial

Tergantung pada 3 faktor yaitu: tingkat berat sakit, adanya resiko untuk jenis
pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset pneumonia.

3) Pneumonia aspirasi

Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonia kimia akibat aspirasi bahan toksik,
akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau lambung, edema paru,
dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat.

4) Pneumonia pada gangguan imun

Terjadi karena akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab infeksi dapat
disebabkan oleh kuman pathogen atau mikroorganisme yang biasanya nonvirulen,
berupa bakteri, protozoa, parasite, virus, jamur, dan cacing.
j. Berdasarkan (MTBS, 2008) dalam (Hidayah, 2017)
Pneumonia dapat diklasifikasikan secara sederhana berdasarkan dengan gejala
yang ada. Klasifikasi ini bukan diagnosis medis, melainkan bertujuan untuk membantu
petugas kesehatan yang berada di lapangan untuk menentukan tindakan yang perlu
diambil, sehingga anak tidak terlambat mendapatkan penanganan. Klasifikasi tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Pneumonia berat atau penyakit sangat berat, apabila terdapat gejala sebagai
berikut:

a) Ada tanda bahaya umum, seperti anak tidak bisa minum atau menyusu, selalu
memuntahkan semuanya, kejang atau anak letargis/tidak sadar.
b) Terdapat tarikan dinding dada ke dalam.
c) Terdapat stridor (suara nafas bunyi “grok-grok” saat inspirasi).
2) Pneumonia, apabila terdapat gejala nafas cepat. Batasan nafas cepat adalah:
10

a) Anak usia 2-12 bulan apabila frekuensi nafas 50 kali per menit atau lebih
b) Anak usia 12 bulan sampai 5 tahun apabila frekuensi nafas 40 kali per menit
atau lebih.

c) Batuk bukan pneumonia, apabila tidak ada tanda-tanda pneumonia atau


penyakit sangat berat.
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia di bawah 2
tahun yang kekebalan tubuhnya lemah atau belum sempurna (Sari, 2013).
2.5 Anatomi dan Fisiologi penyakit Pneumonia

Anatomi dan fisiologi menurut (Washudi & Hariyanto, 2016)

1) Hidung

Hidung terdiri dari hidung bagian luar yang dapat terlihat dan rongga hidung
bagian dalam yang terletak di dalam. Septum membagi rongga hidung kanan dan
kiri. Udara masuk melalui bagian- bagian yang disebut meatus. Dinding dari
meatus disebut konka. Dinding tersebut dibentuk oleh tulang wajah (konka hidung
bagian bawah dan tulang ethmoid). Bulu hidung, lendir, pembuluh darah, dan silia
yang melapisi rongga hidung akan menyaring, melembabkan, menghangatkan, dan
menghilangkan kotoran dari udara.

Di sekitar rongga hidung terdapat 4 pasang sinus para nasalis yaitu: sinus
frontalis, maxillaris, spenoidalis dan ethmoidalis. Melalui sinus ethmoidalis inilah
keluar serabut saraf pertama nervus olfactorius atau saraf pembau.

Hidung mempunyai hubungan dengan organ-organ di sekitarnya di antaranya


dengan rongga telinga tengah atau auris media melalui celah sempit Tuba Auditiva
Eustachius, sedangkan hidung dengan mata melalui ductus Lacrimalis. Selama
berada dalam rongga hidung, udara mengalami tiga proses yaitu penyaringan oleh
silia, pelembaban karena udara bersentuhan langsung dengan lapisan mukosa
dan terakhir pemanasan karena udara yang masuk dalam tubuh bersentuhan
dengan pembuluh darah yang berada di submukosa.

2) Faring

Faring merupakan pipa berotot, berjalan dari dasar tengkorak sampai


ketinggian kartilago Krikoid. Hubungan faring dengan hidung melalui celah sempit
yang disebut Choana, dengan mulut melalui Isthmus Fausium. Ke bawah depan
11

faring berhubungan dengan laring dan belakang dengan esofagus.

Faring terdiri dari tiga bagian Nasofaring yaitu bagian faring yang letaknya
sejajar hidung, Nasofaring menerima udara yang masuk dari hidung. Terdapat
saluran eusthacius yang menyamakan tekanan udara di telinga tengah. Tonsil
faring (adenoid) terletak di belakang nasofaring. Orofaring bagian faring terletak di
sejajar mulut, Orofaring menerima udara dari nasofaring dan makanan dari rongga
mulut. Palatine dan lingual tonsil terletak di sini. Laringofaring merupakan bagian
faring dan terletak sejajar laring, menyalurkan makanan ke kerongkongan dan
udara ke laring.

3) Laring

Laring menerima udara dari laringofaring. Laring terdiri dari sembilan keping
tulang rawan yang bergabung dengan membran dan ligamen. Epiglotis merupakan
bagian pertama dari tulang rawan laring. Saat menelan makanan, epiglottis
tersebut menutupi pangkal tenggorokkan untuk mencegah masuknya makanan dan
saat bernapas katup tersebut akan membuka Tulang rawan tiroid melindungi
bagian depan laring. Tulang rawan yang menonjol membentuk jakun.

Lipatan membran mukosa (Supraglottis) menghubungkan sepasang tulang


arytenoid yang berada di belakang dengan tulung rawan tiroid yang berada di
depan. Lipatan vestibular atas (pita suara palsu) mengandung serat otot yang
memungkinkan untuk bernafas dalam waktu tertentu saat ada tekanan pada otot
rongga dada (misalnya: tegang saat buang air besar atau mengangkat beban berat).

Lipatan vestibular bawah (kord vokalis superior) mengandung ligamen yang


elastis. Kord vokalis superior bergetar bila otot rangka menggerakkan mereka ke
jalur keluarnya udara. Hal tersebut mengakibatkan kita dapat berbicara dan
menghasilkan berbagai suara. Kartilago krikoid, kartilago cuneiform, dan kartilago
corniculate merupakan akhir dari laring.

4) Trakea

Trakea merupakan saluran fleksibel yang panjangnya 10 sampai 12 cm (4 inci) dan


berdiameter 2,5 cm (1 inci). Dindingnya terdiri dari empat lapisan yang terdiri dari:
a. Mukosa merupakan lapisan terdalam trakea. Mukosa mengandung sel goblet
yang dapat memproduksi lender dan epitel pseudostratified bersilia. Silia
menyapu kotoran menjauhi paru-paru dan menuju ke arah faring.
12

b. Submukosa merupakan lapisan jaringan ikat areolar yang mengelilingi


mukosa.
c. Tulang Rawan Hialin. 16-20 cincin tulang rawan hialin berbentuk C
membungkus sekitar submukosa tersebut. Cincin kartilago memberikan bentuk
kaku pada trekea, mencegahnya agar tidak kolaps dan membuka jalan udara.
d. Adventitia merupakan lapisan terluar dari trakea. Lapisan ini tersusun atas
jaringan ikat areolar (longgar). Pada ketinggian vertebra thorakalis ke-5, faring
bercabang menjadi 2 bronchus. Tempat percabangan trachea disebut Karina.

5) Bronkus

Bronkus merupakan cabang trachea dan terdiri dari dua buah yaitu bronkus kanan
dan bronchus kiri, masing-masing akan menuju ke paru-paru kanan dan paru-paru
kiri. Bronkus kanan lebih besar, pendek dan tegak dibandingkan dengan bronchus
kiri, terdiri dari 3 cabang dan tersusun atas 6-8 cincin rawan. Sedangkan bronchus
kiri lebih panjang dan langsing, terdiri dari 2 cabang dan tersusun atas 9- 12 cincin
rawan.

Di dalam paru-paru, masing-masing bronkus utama bercabang dengan diameter


yang lebih kecil, membentuk bronkus sekunder (lobar), bronkus tersier
(segmental), bronkiolus terminal (0.5 mm diameter) dan bronchiolus pernapasan
mikroskopis. Dinding utama bronkus dibangun seperti trakea, tetapi cabang dari
pohon semakin kecil, cincin tulang rawan dan mukosa yang digantikan oleh otot
polos.

6) Alveolus

Saluran alveolus adalah cabang akhir dari pohon bronkial. Setiap saluran alveolar
diperbesar, seperti gelembung sepanjang panjangnya. Masing-masing pembesaan
disebut alveolus, dan sekelompok alveolar yang bersebelahan disebut kantung
alveolar. Beberapa alveoli yang berdekatan dihubungkan oleh alveolar pori-pori.

1. Membran pernapasan

Membran pernapasan terdiri dari dinding alveolar dan kapiler. Pertukaran gas
terjadi di membran ini. Karakteristik membran ini sebagai berikut:
a. Tipe I: sel tipis, sel-sel epitel skuamosa yang merupakan sel primer jenis
dinding alveolar. Difusi oksigen terjadi di sel-sel.
b. Tipe II: sel sel epitel kuboid yang diselingi antara sel tipe I. sel Tipe II
13

mensekresi surfaktan paru (fosfolipid terikat protein) yang mengurangi


tegangan permukaan kelembaban yang menutupi dinding alveolar.
Penurunan tegangan permukaan memungkinkan oksigen untuk lebih
mudah meredakan dalam kelembaban. Sebuah tegangan permukaan yang
lebih rendah juga mencegah kelembaban di dinding yang berlawanan dari
duktus alveolus atau alveolar dari inti dan menyebabkan saluran udara
kecil runtuh.
Alveolar makrofag (sel debu) berkeliaran di antara sel-sel lainnya dari
dinding alveolar menghilangkan kotoran dan mikroorganisme. Sebuah
membran basal epitel tipis membentuk lapisan luar dari dinding alveolar.
Sebuah jaringan padat kapiler mengelilingi masing- masing alveolus.
Dinding kapiler terdiri dari sel-sel endotel dikelilingi oleh membran tipis.

2. Paru-paru

Jaringan paru-paru elastis, berpori dan seperti spons, seperti kerucut, berbentuk
badan yang menempati thorax. Mediastinum, rongga yang berisi jantung,
memisahkan kedua paru-paru. Paru-paru kiri terdiri dari 3 lobus, dan paru –
paru kanan terdiri dari 2 lobus. Setiap lobus paru-paru dibagi lagi ke segmen
bronkopulmonalis (masing-masing dengan bronkus tersier), yang dibagi lagi
menjadi lobulus (masing-masing dengan bronchiale terminal). Pembuluh
darah, pembuluh limfatik, dan saraf menembus masing-masing lobus. Setiap
paru-paru memiliki fitur sebagai berikut:
a. Puncak dan dasar mengidentifikasi bagian atas dan bawah dari paru-paru.
b. Permukaan masing-masing paru-paru berbatasan tulang rusuk (depan dan
belakang).
c. Di permukaan (mediastinal) medial, di mana masing-masing paru-paru
menghadapi selain paru-paru, saluran pernapasan, pembuluh darah, dan
pembuluh limfatik memasuki paru di hilus.
Pleura adalah membran ganda yang terdiri dari pleura bagian dalam disebut
pleura viseral, yang mengelilingi setiap paru-paru, dan pleura parietal luar,
melapisi rongga dada. Ruang sempit antara dua membran, rongga pleura,
diisi dengan cairan pleura, pelumas disekresikan oleh pleura.

2. Fungsi Sistem Pernapasan


14

Fungsi dari sistem pernapasan adalah untuk mengalirkan udara ke paru-paru.


Oksigen dari udara berdifusi dari paru-paru ke dalam darah, sedangkan
karbon dioksida berdifusi dari dalam darah ke paru- paru. Respirasi mencakup
proses-proses sebagai berikut:
1) Ventilasi Paru Ventilasi paru merupakan proses pernapasan inspirasi
(menghirup udara) dan ekspirasi (menghembuskan udara).

2) Pernapasan Luar Pernapasan luar merupakan proses pertukaran gas antara


paru-paru dengan darah. Oksigen berdifusi ke dalam darah, sedangkan
karbon dioksida berdifusi dari darah ke paru- paru.
3) Transportasi Gas dilakukan oleh sistem kardiovaskular.
Transportasi gas merupakan proses mendistribusikan oksigen ke seluruh
tubuh dan mengumpulkan karbon dioksida untuk dikembalikan ke paru-
paru.

4) Pernapasan Dalam merupakan proses pertukaran gas antara darah, cairan


interstisial (cairan yang mengelilingi sel), dan sel-sel. Di dalam sel, terjadi
respirasi sel yang menghasilkan energi (ATP) dan CO2, dengan
menggunakan O2 dan glukosa.
2.6 Patofisiologi

Menurut pendapat (Sujono & Sukarmin, 2009) kuman masuk kedalam jaringan
paru-pru melalui saluran napas bagian atas menuju bronkhiolus dan alveolus. Setelah
bakteri masuk dapat menimbulkan reaksi peradangan dan menghasilkan cairan edema
yang kaya protein.

Kuman pneumokokus dapat meluas dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus.
Eritrosit dan leukosit mengalami peningkatan, sehingga alveoli penuh dengan cairan
edema yang berisi eritrosit, fibrin dan leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar,
paru menjadi tidak terisi udara. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun
sehingga alveoli penuh dengan leukosit dan eritrosit menjadi sedikit.

Setelah itu paru tampak berwarna abu-abu kekuningan. Perlahan sel darah merah
yang akan masuk ke alveoli menjadi mati dan terdapat eksudat pada alveolus. Sehingga
membrane dari alveolus mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan
proses difusi osmosis oksigen dan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang
15

dibawa oleh darah.

Secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan


purulent pada alveolus menyebabkan peningkatan tekanan paru, dan dapat menurunkan
kemampuan mengambil oksigen dari luar serta mengakibatkan berkurangnya kapasitas
paru. Sehingga penderita akan menggunakan otot bantu pernapasan yang dapat
menimbulkan retraksi dada.

Secara hematogen maupun lewat penyebaaran sel, mokroorganisme yang ada di


paru akan meyebar ke bronkus sehingga terjadi fase peradangan lumen bronkus. Hal ini
mengakibatkan terjadinya peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia
sehingga timbul reflek batuk.
2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut (Nurarif, 2016):


b. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi structural (missal: lobar, bronchial, dapat
juga menyatakan abses)
c. Biopsy paru: untuk menetapkan diagnosis

a) Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi


semua organisme yang ada
b) Pemeriksaan serologi: membentu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus
c) Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat
penyakit dan membantu diagnosis keadaan
d) Spirometrik static: untuk mengkaji udara yang diaspirasi
e) Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat diagnosis
2.8 Penatalaksanaan

Menurut (Alimul, 2012) tindakan yang dapat dilakukan pada masalah pneumonia dalam
manajemen terpadu balita sakit sebagai berikut apabila didapatkan pneumonia berat atau
penyakit sangat berat maka tindakan yang pertama adalah:
d. Berikan dosis pertama antibiotika. Pilihan pertama adalah kotrimoksazol
(trimetoprim + sulfametoksazol) dan pilihan kedua adalah amoxsilin dengan
ketentuan dosis sebagai berikut:
Tabel 2.1 Dosis Pemberian Antibiotika pada Pneumonia
16

Kotrimoksazol (trimetoprim+sulfametoksazol) beri 2 Amoxsili n


kali sehari selama 5 hari beri 3 kali
sehari
untuk 5
hari
Umur atau Tablet dewasa Tablet anak 20 Sirup/per 5 ml Sirup 125
berat badan 80 mg mg 40 mg mg per 5
trimethoprim trimethoprim trimethoprim ml
+ 400 mg + 100 mg + 200 mg
sulfametoksaz sulfametoksaz sulfametoksazol
ol ol
2- 4 bulan ¼ 1 2,5 2,5 ml
(4-≤ 6 kg) ml
4-12 bulan ½ 2 5 ml 5 ml
(6-≤10 kg)
1-5 tahun 1 3 7,5 10 ml
(10-≤19 kg) ml
Sumber: Depkes dalam (Alimul, 2012)

e. Lakukan rujukan segera


Apabila hanya ditemukan hasil klasifikasi pneumonia saja maka tindakannya
adalah sebagai berikut: berikan antibiotika yang sesuai selama 5 hari, berikan pelega
tenggorokan dan pereda batuk, beri tahu ibu atau keluarga walaupun harus segera
kembali ke petugas kesehatan dan lakukan kunungan ulang setelah 2 hari.
Apabila hasil klasifikasi ditemukan batuk dan bukan pneumonia maka tindakan
yang dilakukan adalah pemberian pelega tenggorokan atau pereda batuk yang aman,
lakukan pemeriksaan lebih lanjut, beri tahu kepada keluarga atau ibu kapan harus
segera kembali ke petugas kesehatan dan lakukan kunjungan ulang setelah 5 hari.
Menurut (Dewi, 2011) perawatan balita di rumah adalah sebagai berikut:
1) Tingkatkan pemberian makanan bergizi dan selalu berikan ASI.
2) Bila badan anak panas, kompres dengan air hangat. Jangan dipakaikan selimut
tebal.
3) Jika anak panas, beri minum obat paracetamol.
4) Jika hidung tersumbat karena pilek, bersihkan lubang hidung dengan sapu
17

tangan bersih.
5) Beri minum lebih banyak daripada biasanya.

2.9 Pathway

Sistem pertahanan tubuh terganggu


Melepaskan toksin
Lipoproteinsakarida (zat
Virus, bakteri, protozoa, bahan
pirogen)
kimia
Kerusakan pada membran masuk ke saluran nafas
mucus alveolus Peningkatan set poin di
hipotalamus
menyerang alveoli
Perkembangan edema paru
dan eksudat Menggigil
menyerang alveoli

Mengisi alveoli Demam


Virus, bakteri mengeluarkan
toksin
Mengurangi luas permukaan
MK: HIPERTERMI
alveoli untuk pertukaran
Peradangan pada parenkim paru
karbondioksida dan oksigen

Pneumonia
Dispnue (Sulit Bernapas) Konsolidasi eksudatif jaringan ikat
paru
Di rawat di RS
MK: GANGGUAN
Penurunan compliance paru
PERTUKARAN GAS
Hospitalisasi

Peningkatan sekresi mukus Pengembangan paru tidak maksimal


MK: RESIKO TUMBUH
KEMBANG
MK: BERSIHAN JALAN Sesak napas
NAPAS TIDAK EFEKTIF
Kurang pengetahuan
MK: POLA NAPAS TIDAK orangtua tentang perawatan
EFEKTIF anak

Suplai O2 ke jaringan menurun


MK: KECEMASAN
18

MK: INTOLERANSI
AKTIVITAS

2.10 Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, sebagai akibat


dari masalah kesehatan. Adapun diagnosa keperawatan pada klien dengan Pneumonia
menurut Anisa (2019) adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan

4. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi alveoli

5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa

oksigen darah

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen

7. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan orang tua tentang

perawatan anak

8. Resiko tumbuh kembang berhubungan dengan hospitalisasi

2.11 Intervensi Keperawatan

Menurut Oktiawati dan Julianti (2019), rencana tindakan keperawatan merupakan


serangkaian tindakan yang dapat mencapai tiap tujuan khusus. Perencanaan
keperawatan meliputi perumusan tujuan tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan
keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan dan
keperawatan dapat diatasi. Rencana tindakan keperawatan dapat dilihat pada uraian
berikut ini:

Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan pada klien dengan Pneumonia :


19

No Diagnosa Tujuan Keperawatan dan Intervensi Keperawatan


Keperawatan Kriteria Hasil

1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Pantau tanda-tanda vital (suhu, RR,


bersihan jalan nafas tindakan keperawatan HR)
berhubungan …… jam, permbersihan 2. Pantau status pernafasan:
dengan jalan nafas efektif. irama, frekuensi, suara, dan retraksi
penumpukan secret Kriteria hasil: dada
- RR 30-50 x/menit 3. Atur posisi yang nyaman, posisi
- Bunyi nafas vasikuler pronasi untuk bayi dan semifowler
- Tidak ada sputum untuk anak
- Irama nafas teratur 4. Lakukan suction sesuai
- Jalan nafas paten indikasi
- Sekresi yang efektif 5. Kolaborasi dengan dokter
pemberian inhalasi ventolin + NaCl
0.9% per 6 jam
6. Kolaborasi dengan dokter
pemberian oksigen nasal kanul
sesuai indikasi dokter

2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Pantau tanda-tanda vital


pola nafas tindakan keperawatan (suhu,RR,HR)
berhubungan ........ jam, pola nafas 2. Pantau status pernafasan:
dengan efektif irama, frekuensi, suara, dan retraksi
hiperventilasi Kriteria hasil: dada (otot bantu pernafasan)
- RR 30-50 x/menit
- Bunyi nafas vasikuler

- Irama nafas teratur 3. Atur posisi yang nyaman: posisi


- Tidak ada penggunaan pronasi untuk bayi dan semi fowler
otot bantu nafas untuk anak
- Ekspansi dada simetris 4. Kolaborasi dengan dokter
pemberian oksigen nasal
kanul sesuai indikasi
20

3 Kekurangan Setelah dilakukan 1. Pantau status hidrasi (membrane


volume cairan tindakan keperawatan mukosa, turgor kulit, frekuensi
berhubungan ……. jam, pasien nadi, dan tekanan darah)
dengan kehilangan memperlihatkan tanda 2. Pantau intake dan output pasien
cairan yang rehidrasi dan (balance cairan)
berlebihan mempertahankan hidrasi 3. Pantau hasil
yang adekuat laboratorium seperti natrium,
Kriteria hasil: kalium, klorida
- Membrane mukosa 4. Motivasi anak dan keluarga
bibir lembab untuk meningkatkan asupan cairan
- Turgor kulit baik per oral
- Urine jernih dan tidak 5. Pantau kebutuhan cairan kolaborasi
pekat

4 Hipertermi Setelah dilakukan 1. Ukur suhu tubuh 1 jam


berhubungan tindakan keperawatan 2. Motivasi anak dan keluarga
dengan proses ……. jam, tidak terjadi untuk meningkatkan asupan cairan
inflamasi alveoli demam per oral
Kriteria hasil: 3. Anjurkan orang tua melakukan
- Tidak demam kompres hangat
- Suhu 36,5-37,5 derajat 4. Anjurkan ibu untuk menggantikan
celcius pakaian yang mudah menyerap
- Tidak teraba panas keringat dari bahan katun
pada tubuh 5. Kolaborasi pemberian paracetamol
sesuai indikasi
6. Kolaborasi pemberian cairan infus

5 Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji Frekuensi atau kedalaman dan


pertukaran gas tindakan kemudahan bernafas.
berhubungan 2. Observasi warna kulit, membran
dengan gangguan keperawatan mukosa dan kuku. Catat adanya
kapasitas pembawa ……. jam, gangguan gas sianosis perifer (kuku)
oksigen darah teratasi 3. Kaji status mental
Kriteria hasil: 4. Tinggikan kepala dan dorong untuk
- Sianosis tidak ada sering mengubah posisi, nafas
- Nafas normal dalam dan batuk efektif
- Sesak tidak ada 5. Kolaborasi dengan tim dokter
- Gelisah tidak ada dalam
- Hipoksia tidak ada pemberian terapi oksigen dengan
benar
21

6 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. Evaluasi respon pasien terhadap


berhubungan Tindakan keperawatan aktivitas
dengan ……. jam, 2. Berikan lingkungan tenang dan
ketidakseimbangan intoleransi aktivitasi batasi pengunjung
antara suplai dan teratasi 3. Jelaskan kepada orang tua perlunya
kebutuhan oksigen Kriteria hasil: istirahat dalam rencana pengobatan
- Nafas normal dan perlunya
- Sianosis tidak ada keseimbangan bermain dengan
- Irama jantung normal istirahat
4. Bantu aktivitas perawatan
diri yang di perlukan

7 Kecemasan Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat kecemasan


berhubungan tindakan keperawatan 2. Lakukan pendekatan dengan tenang
dengan kurangnya ……. jam, kecemasan dan meyakinkan
pengetahuan orang berkurang sampai dengan 3. Gunakan media untuk menjelaskan
tuatentang hilang mengenai penyakit klien
perawatan anak Kriteria hasil: 4. Jelaskan tentang
- Orang tua tenang perawatan yang diberikan
- Gelisah tidak ada kepada klien dan prosedur
- Tidak cemas pengobatan

8 Resiko tumbuh Setelah dilakukan 1. Berikan stimulasi atau rangsangan


kembang tindakan keperawatan kepada klien
berhubungan ……. jam, klien tidak 2. Berikan kasih sayang kepada klien
dengan hospitalisasi mengalami gangguan 3. Kolaborasi dengan tim gizi dalam
tumbuh kembang pemberian diet nutrisi untuk
Kriteria hasil: tumbuh kembangnya
- Keterlambatan tidak
terjadi
- Tumbuh kembang
sesuai tahapan usia

2.12 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi untuk mencapai tujuan yang


spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah intervensi disusun dan ditujukan pada
nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam,
2013).
2.13 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang


menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan, intervensi dan implementasi.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan
22

(Nursalam, 2013).

BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA

FORMAT PENGKAJIAN PADA ANAK

: Kamis, 08 Desember
Pengkajian tgl Jam : 11.13 WITA
2022

Sumber data : Wawancara lansung NO. RM : 10 25 99

: Pneumonia, obs dyspnea,


Tanggal MRS : 07 Desember 2022 Dx. Masuk
asma

Pav :-

: Ruangan Anak
Ruang/Kelas
(Anggrek) kelas III

Identitas Anak Identitas Orang Tua


Id
23

Nama : An. C. H. L Nama Ayah : Tn. D. Y. L

Tanggal Lahir : Kefa, 11 Nama Ibu : Ny. M. f


November 2020
Pekerjaan
: Perempuan
Jenis Kelamin ayah/ibu : Guru/ IRT
: Pertama
entitas

Anak ke Pendidikan
: 2 tahun 1 bulan ayah/ibu
Umur : S1/SMA
Agama
: Kristen Khatolik
Suku/bangsa
: Eban/ Indonesia
Alamat : Eban

Keluhan Utama : Sesak napas dan batuk

Riwayat penyakit
saat ini
: Sejak dirumah An. C mengeluh sesak napas dan batuk disertai dahak
dan sudah berlansung selama 2 hari. Kedua orangtua pasien lansung
mengantar pasien ke rumah sakit. Pasien datang ke rumah sakit pada
tanggal 07 Desember 2022 dan sampai pada pukul 23.25. Pasien datang
dengan keluhan sesak napas dan batuk disertai dahak. Di UGD pasien
diberikan terapi oksigen 2 lpm, didapatkan TTV; N: 101 x/menit, RR:
64x/menit, S: 36.7°C. Spo2 : 93 %. Pada Jam 06.46 pasien diantar oleh
perawat dan keluarga ke ruang rawat dan masuk dalam keadaan
composmentis, pasien tampak lemah, batuk dan sesak napas.

Riwayat Kesehatan Sebelumnya

Riwayat Kesehatan yang lalu :

- Pasien sebelumnya belum pernah melakukan pemeriksaan kesehatan


-
Riwayat Kesehatan Keluarga : Keluarga pasien tidak punya riwayat penyakit
keturunan dan tidak pernah memiliki riwayat penyakit menular.

Imunisasi : Imunisasi poliomelitis, imunisasi BCG, Imunisasi DPT, Imunisasi hepatitis


B, imunisasi campak
24

Pertumbuhan

 BB saat ini : 10 Kg BB Lahir: 3,2 Kg LLA: cm


Perkembangan

 Perkembangan psikosial : Saat anak menghadapi masalah anak sering menangis


dan merengek

 Perkembangan psikoseksual: -

 Motorik halus: Perkembangan gerak anak yang meliputi otot kecil : aktif. Anak
bisa menggambar.

 Motorik kasar: Anak sudah bisa berjalan, melompat dan berlari.

 Adaptasi sosial: adaptasi sosial anak baik.

 Bahasa: Bahasa Indonesia dan Bahasa daerah

 Lingkungan yang mempengaruhi kesehatan : Lingkungan atau tempat yang


memiliki asap yang berlebihan membuat anak sesak
 Perilaku yang mempengaruhi kesehatan : Anak akan mengalami sesak napas jika
bermain ditempat yang asap dan debu
 Persepsi orangtua terhadap penyakit anak : Orangtua sangat peduli terhadap
kesehatan anak dan khwatir jika anak sakit.

Masalah : Tidak ada masalah


keperawatan

Nutrisi :

Pola makan anak: baik, anak makan 1 hari 3 kali, porsi : banyak dan habis, nafsu makan:
normal.

Pola minum: banyak, 1-4 gelas sehari, tergantung dari pola makan anak. Anak tidak
memiliki diet khusus. Kesulitan menelan: tidak ada.

Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

Aktifitas –Istirahat :
25

Waktu tidur: malam, durasi: 5 jam, siang, durasi: 2 jam

Kualitas: baik, sering terbangun, insomnia

Somnobolisme

Lainnya: Tidak ada

Masalah keperawatan: Gangguan pola tidur

Higiene Perseorangan : Pola kebersihan anak dibantu oleh orangtua dan selama sakit
An.C mandi 1 kali sehari namun hanya di lap saja.

Eleminasi Miksi-Defekasi :

 Kebiasaan BAB: 2 x/hari, tgl BAB terakhir : 08 Desember 2022 normal


Konstipasi, diare, inkontinensia. Lainnya: Konsistensi: Lunak, bau: khas, warna :
kuning
 Kebiasaan BAK: normal (WNL), frekuensi: 4 x/hari, disuria
Nocturnal, tidak bisa tahan, hematuria, retensi. Lainnya : Bau : khas, warna :
kuning
 Inkontinensia: tidak, ya. Total:……………… siang, malam
Kadang-kadang, kesulitan menahan, tidak sampai di toilet
 Penggunaan bantuan: kateter : Ya Tidak
 Lainnya: Tidak ada

Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan, pola eliminasi anak normal
26

Pemeriksaan Fisik (ROS: Review of System)


ROS

Suhu: 36.7oC

Nadi: 101 x/menit


TTV

RR: 64x/menit

Masalah : Pola napas tidak efektif


27

Distribusi rambut:

Warna rambut: hitam


Kepala dan rambut

Kebersihan rambut: rambut bersih

Kepala: bersih

Wajah: simetris

Masalah : Tidak ada masalah keperawatan

Kelopak mata: Normal

Bulu mata dan alis mata: Normal

Pupil: Isokor
Mata

Sklera /konjungtiva: Putih (tidak ikterus) / merah muda

Lain-lain: Tidak ada

Masalah : Tidak ada masalah keperawatan

Septum hidung: Normal (simetris)

Kebersihan: Hidung tampak bersih


Hidung

Pernafasan cuping hidung: (-)

Lain-lain: Tidak ada

Masalah : Tidak ada masalah keperawatan

Bentuk: Simetris

Keadaan kulit: Normal


Telinga

Kebersihan: Telinga tampak bersih

Lain-lain: Tidak ada

Masalah : Tidak ada masalah keperawatan


28

Bibir: Mukosa bibir lembab

Gigi: rapi dan lengkap


Mulut dan tenggorokan

Gusi: Merah

Lidah: Bersih

Tonsil dan uvula: tonsil normal, ukuran sama dan warna merah muda. Uvula normal

Lain-lain: Tidak ada

Masalah : Tidak ada masalah keperawatan

Kulit leher:
Leher

Pergerakan leher: Baik dan normal

Masalah : Tidak ada masalah keperawatan

Kulit: Baik

Gerakan dinding dada: Dada bergerak secara simetris

Retraksi dada: Tidak ada (-)


Dada, jantung dan punggung

Pola nafas: Cepat dan dangkal

Penggunaan otot bantu nafas: ya (+)

Suara nafas tambahan: Ronkhi, mengi

Suara jantung: lub dan dub

Lain-lain: Tidak ada

Masalah: Bersihan jalan napas tidak efektif


29

Bentuk: Simetris

Keadaan kulit: Baik

Pembesaran hepar: Tidak

Pembesaran lien: Tidak


Abdomen

Peristaltik usus: Tidak ada

Turgor kulit : Baik

Lain-lain: Tidak ada

Masalah: Tidak ada masalah keperawatan

Bentuk: -
Genetalia dan anus

Kebersihan: Bersih

Anus : Bersih

Lain-lain: Tidak ada

Masalah: Tidak ada masalah keperawatan

Kemampuan pergerakan sendi: Normal, anak mampu menggerakkan kedua tangan dan
Muskuloskeletal dan integumen

kaki

Warna kulit: Sawo matang

Turgor kulit: Baik, Lecet: Tidak ada

Oedema: Tidak ada

Akral: Hangat

Masalah: Tidak ada masalah keperawatan


30

a. Ekspresi afek dan emosi: Ekspresi anak saat ada masalah anak menangis dan
merengek. Emosi anak: bahagia, sedih, takut dan marah (tergantung dari keadaan dan
masalah yang ada)

b. Hubungan dengan keluarga: Baik. Anak sangat dekat dengan kedua orangtuanya.
Psiko-sosio-spiritual

c. Reaksi hospitalisasi: Tidak ada gangguan emosi berlebihan atau trauma perawatan di
rumah sakit pada An. C karena pasien baru pertama kali masuk rumah sakit.

d. Dampak hospitalisasi pada orang tua: Tidak ada

Masalah : Tidak ada masalah keperawatan


Data Penunjang

- O2 2 lpm via masker


- Infus D5 ¼ NS 10 tpm
- Nebulizer ventolin 1 Nespil 3 cc/8 jam
Tterapi

- Injeksi Ampicilin 4×250 mg IV


- Injeksi Gentamisin 1×50 mg IV
- Injeksi Dexamethason 3×1 mg IV
- Puyer Ambroxol 5 mg
- Pantau keadaan umum, TTV, Spo2
31

1. ANALISA DATA

No Tanggal Data Subjektif Data Objektif Etiologi Problem


1. Kamis, 08 Pasien mengatakan - Penggunaan otot Hipersekresi jalan Bersihan jalan napas
Desember sesak napas, batuk bantu napas (+) napas tidak efektif
2022 dan pilek (+) - Bunyi napas
ronkhi (+), mucus
(+), Frekuensi
napas 64 x/menit
- sesak napas (+)
- SPO2 93 %
- Suhu Tubuh:
36,7°C
- N: 101x/menit
32

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Pola napas tidak efektif
3. Gangguan pola tidur.

Prioritas Diagnosa Keperawatan


Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan Hipersekresi jalan napas yang
ditandai dengan Pasien mengatakan sesak napas, batuk dan pilek (+), Pasien tampak sulit
berbicara, Penggunaan otot bantu napas (+), Bunyi napas ronkhi (+), mucus (+), , Frekuensi
napas 64 x/menit, sesak napas (+), SPO2 93 %, Suhu Tubuh: 36,7°C.
33

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO TGL DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI/ NAMA &


KEPERAWATAN & GOAL OBJECTIVE KRITERIA RENCANA TINDAKAN TANDA
DATA PENDUKUNG HASIL/EVALUASI TANGAN
1. Kamis, 08 Bersihan jalan napas Bersihan Hipersekresi Setelah 3x24 jam Standar Intervensi
Desember tidak efektif jalan jalan napas pasien akan Latihan batuk efektif:
2022 berhubungan dengan napas pasien menunjukan standar
Hipersekresi jalan pasien akan teratasi luaran bersihan jalan Observasi :
napas dengan kriteria
napas yang ditandai akan selama dalam 1. Identifikasi kemampuan
sbb:
dengan Pasien efektif perawatan batuk
1. Batuk efektif (5)
mengatakan sesak selama 2. Monitor sputum
napas, batuk dan pilek dalam Indikator:
(+), Pasien tampak sulit perawatan Terapeutik:
1= Menurun 3. Atur posisi semi-fowler
berbicara, Penggunaan
2= Cukup menurun atau fowler
otot bantu napas (+),
3= Sedang
Bunyi napas ronkhi (+), 4= Cukup Edukasi :
mucus (+), Frekuensi meningkat
napas 64 x/menit, sesak 4. Jelaskan tujuan dan
5= Meningkat
prosedur batuk efektif
napas (+), SPO2 93 %,
Suhu Tubuh: 36,7°C. 2. Produksi sputum
Manajemen jalan napas:
(5)
3. Mengi (5) Observasi:
4. Dispnea (5)
5. Monitor pola napas
Indikator: (frekuensi napas)
6. Monitor bunyi napas
34

1=Meningkat tambahan (ronki)

2=Cukup Terapeutik:
Meningkat
7. Berikan oksigen, jika
3=Sedang perlu

4=Cukup Standar Intervensi


Menurun Pemantauan respirasi:

5=Menurun Observasi:

5. Frekuensi napas (5) 8. Monitor adanya produksi


6. Pola napas (5) sputum
9. Monitor saturasi oksigen
Indikator:

1= Memburuk
2= Cukup memburuk
3= Sedang
4= Cukup membaik
5= Membaik
35

4. IMPLEMENTASI

No Hari/Tgl Diagnosa Keperawatan Jam Implementasi Evaluasi

1. Kamis, 08 Bersihan jalan napas tidak 01.11 Mengidentifikasi kemampuan batuk pasien S: Pasien mengatakan sesak napas, batuk
Desember efektif berhubungan dan pilek (+)
2022 dengan Hipersekresi jalan 01.14 Memonitor sputum pasien O:
napas yang ditandai - Penggunaan otot bantu napas (+)
dengan Pasien 01.17 Mengatur posisi setengah duduk untuk - Bunyi napas ronkhi (+), mucus (+)
mengatakan sesak napas, mengurangi sesak napas - Frekuensi napas 62 x/menit, sesak
batuk dan pilek (+), Pasien 01.22 Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif napas (+)
tampak sulit berbicara, pada pasien - SPO2 96%
Penggunaan otot bantu - Suhu Tubuh: 36,7°C
napas (+), Bunyi napas 01.25 Memonitor pola napas pasien (Frekuensi napas - N: 98x/menit
ronkhi (+), mucus (+), pasien) A: Masalah keperawatan Bersihan jalan
Frekuensi napas 64 napas tidak efektif belum teratasi
x/menit, sesak napas (+), 01.31 Memonitor produksi sputum pasien dan monitor - Batuk efektif (3)
SPO2 93 %, Suhu Tubuh: adanya sumbatan jalan napas pasien - Produksi sputum (3)
36,7°C. 01. 37 Memonitor oksigen 2 lpm - Mengi (3)
- Dispnea (3)
01.46 Memberikan terapi Nebuliser (uap) pada pasien - Frekuensi napas (3)
- Pola napas (3)
P: Lanjutkan intervensi 1-9 :
01.52 Melakukan pemeriksaan Tanda-tanda vital
1. Identifikasi kemampuan batuk
pasien
36

2. Monitor sputum
3. Atur posisi semi-fowler atau fowler
4. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif
5. Monitor pola napas (frekuensi napas)
6. Monitor bunyi napas tambahan
(ronki)
7. Berikan oksigen, jika perlu
8. Monitor adanya produksi sputum
9. Monitor saturasi oksigen
37

5. EVALUASI DAN CATATAN PERKEMBANGAN (SOAPIE)

No. Hari/ Tgl Diagnosa Keperawatan Evaluasi (Catatan Perkembangan : SOAPIE)


1. Jumat, 09 Bersihan jalan napas S : Pasien mengatakan sesak napas sedikit berkurang, batuk dan pilek sedikit berkurang
Desember tidak efektif O:
2022 berhubungan dengan - Penggunaan otot bantu napas (-)
Hipersekresi jalan napas - Bunyi napas ronkhi (+), mucus (+)
yang ditandai dengan - Frekuensi napas 60x/menit, sesak napas (+)
Pasien mengatakan sesak - SPO2 98%
napas, batuk dan pilek - Suhu Tubuh: 36,8°C
(+), Pasien tampak sulit - N: 96x/menit
berbicara, Penggunaan A: Masalah keperawatan Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi sebagian
otot bantu napas (+), - Batuk efektif (4)
Bunyi napas ronkhi (+), - Produksi sputum (4)
mucus (+), Frekuensi - Mengi (4)
napas 64 x/menit, sesak - Dispnea (4)
napas (+), SPO2 93 %, - Frekuensi napas (4)
Suhu Tubuh: 36,7°C. - Pola napas (4)
P: Lanjutkan intervensi 1-9
1. Identifikasi kemampuan batuk
2. Monitor sputum
3. Atur posisi semi-fowler atau fowler
4. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
5. Monitor pola napas (frekuensi napas)
6. Monitor bunyi napas tambahan (ronki)
7. Berikan oksigen, jika perlu
38

8. Monitor adanya produksi sputum


9. Monitor saturasi oksigen
I: Implementasi Keperawatan:
- Mengidentifikasi kemampuan batuk
- Mengatur posisi semi-fowler atau fowler
- Menjelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Memonitor pola napas pasien (Frekuensi napas pasien,
- Melakukan monitor produksi sputum dan monitor adanya sumbatan jalan napas
- Memonitor oksigen 1 lpm
- Memberikan terapi Nebuliser (uap) pada pasien
- Melakukan pemeriksaan Tanda-tanda vital

E:
S : Pasien mengatakan sesak napas berkurang, batuk berkurang dan pilek berkurang
O:
- Penggunaan otot bantu napas (-)
- Bunyi napas ronkhi (+), mucus (-)
- Frekuensi napas 46x/menit, Pasien sudah tidak terlalu merasa sesak napas
- SPO2 98%
- Suhu Tubuh: 36,0°C
- N: 98x/menit
A: Masalah keperawatan Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi sebagian
- Batuk efektif (4)
- Produksi sputum (4)
- Mengi (4)
- Dispnea (4)
- Frekuensi napas (4)
39

- Pola napas (4)

P: Lanjutkan intervensi 1-9


1. Identifikasi kemampuan batuk
2. Monitor sputum
3. Atur posisi semi-fowler atau fowler
4. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
5. Monitor pola napas (frekuensi napas)
6. Monitor bunyi napas tambahan (ronki)
7. Berikan oksigen, jika perlu
8. Monitor adanya produksi sputum
9. Monitor saturasi oksigen
40

6. EVALUASI (SOAP)

No. Hari/ Tgl Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP)


1. Sabtu, 10 Bersihan jalan napas S: Pasien mengatakan tidak sesak napas (-), tidak batuk (-) dan tidak pilek (-)
Desember tidak efektif O:
2022 berhubungan dengan - Pasien tampak sudah bisa berbicara
Hipersekresi jalan napas - Penggunaan otot bantu napas (-)
yang ditandai dengan - Bunyi napas ronkhi (-), mucus
Pasien mengatakan sesak - Frekuensi napas 40x/menit, Pasien tidak merasa sesak napas
napas, batuk dan pilek - SPO2 98%
(+), Pasien tampak sulit - Suhu Tubuh: 36,7°C
berbicara, Penggunaan - N: 96x/menit
otot bantu napas, Bunyi A: Masalah keperawatan Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi
napas ronkhi (+), mucus - Batuk efektif (5)
(+), Frekuensi napas 64 - Produksi sputum (5)
x/menit, sesak napas (+), - Mengi (5)
SPO2 93 %, Suhu - Dispnea (5)
Tubuh: 36,7°C. - Frekuensi napas (5)
- Pola napas (5)
P: Intervensi dihentikan masalah teratasi, pasien boleh pulang.
41
42

BAB 4

PEMBAHASAN

Pada bab ini kelompok akan membahas sesuai dengan asuhan keperawatan pada anak
dengan penyakit pneumonia yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.

4.1 Pengkajian
Pengkajian dilakukan tanggal 8 Desember 2022 pada An. C.H.L dengan diagnosa
Pneumonia di ruang Anggrek RSUD Kefamenanu. Secara teori, pneumonia merupakan
penyakit peradangan pada parenkim paru yang biasanya dari suatu infeksi saluran
pernapasan bawah akut. Dengan gejala batuk dan di sertai sesak napas yang sering terjadi
pada masa kanak-kanak awal. (Nurarif, 2016). Menurut kelompok pneumonia yaitu
peradangan pada paru karena adanya cairan dalam paru-paru yang menyebabkan anak
mengalami batuk, demam, dan adanya bunyi napas tambahan.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pada tinjauan kasus, didapatkan An.C mengeluh sesak napas, ada bunyi napas
tambahan dan batuk di sertai dahak sudah berlangsung selama 2 hari, pasien juga tampak
lemah. Pada tinjauan pustaka, keluhan yang muncul pada kasus pneumonia, diantaranya:
demam, batuk di sertai dahak dan adanya bunyi napas tambahan.(Nurarif, 2016). Menurut
kelompok, antara tinjauan kasus dan tinjauan pustaka tidak terjadi kesenjangan. Demam,
batuk di sertai dahak, dan adanya bunyi napas tambahan merupakan gejala dari
pneumonia pada anak yang biasa muncul.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut tinjauan pustaka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah
sebagai berikut: bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas, pola napas
tidak efektif, gangguan pola tidur. Berdasarkan tinjauan kasus, kelompok merumuskan 3
diagnosa keperawatan yaitu: bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan
napas, pola napas tidak efektif, gangguan pola tidur. Terdapat beberapa kesenjangan
antara tinjauan kasus dan tinjauan pustaka, diantaranya:
1. Gangguan pola tidur pada tinjauan kasus. Hal ini karena pada saat pengkajian hanya
ditemukan keluhan sering terjaga berdasarkan gejala dan tanda mayor subjektif. Pada
gejala dan tanda mayor objektif tidak didapatkan data: mengeluh sulit tidur, mengeluh
43

sering terjaga, mengwluh tidak puas tidur, mengeluh pola tidur berubah, mengeluh
istrahat tidak cukup. (SDKI, 2016). Menurut kelompok, masalah gangguan pola tidur
tidak ditegakkan karena kriteria mayor dan minor belum mencukupi untuk diangkat
sebagai diagnosa aktual dan belum memenuhi 80% - 100% validasi dalam
penegakkan diagnosa sesuai dengan kriteria mayor dan minor, hanya terdapat 1 tanda
mayor subjektif yang mendukung diagnosa.
2. Pertukaran gas pada tinjauan kasus tidak di angkat masalah keperawatan karena data
penunjang atau pendukung tidak di temukan dalam gejala dan tanda mayor, subjektif
dan objektif.
3. Pola napas tidak efektif Pada tinjauan kasus, tidak diangkat masalah keperawatan ini.
Hal ini karena pada pengkajian pemeriksaan penunjang tidak ditemukan adanya data
mayor subjektif dan objektif yang mendukung data. Kelompok kemudian
merumuskan 1 diagnosa prioritas diantaranya bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan hipersekresi jalan napas. Pengangkatan diagnosa prioritas ini
karena kelompok melihat dari etiologi setiap diagnosa keperawatan yang ditemukan.
Dengan penatalaksanaan satu etiologi yang sama atau hampir sama, yaitu pada
diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif b.d hipersekresi jalan napas, maka
diagnosa keperawatan lainnya seperti pertukaran gas dan pola napas tidak efektif.
4.3 Intervensi Keperawatan
Perencanaan adalah sesuatu yang telah dipertimbangkan secara mendalam, tahap yang
sistematis dari proses keperawatan meliputi kegiatan pembuatan keputusan dan
pemecahan masalah. Dalam perencanaan keperawatan, perawat menetapkannya
berdasarkan hasil pengumpulan data dan rumusan diagnosa keperawatan yang merupakan
petunjuk dalam membuat intervensi dan melakukan intervensi untuk mencapai tujuan
yang diharapkan (Kozier, 2004). Kelompok menetapkan intervensi keperawatan
berdasarkan dengan diagnosa keperawatan yang muncul dengan menggunakan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Intervensi keperawatan pada anak dengan
pneumonia adalah untuk mengatasi masalah mengatasi masalah kegawatan dengan
pemberian terapi untuk menghentikan demam,sesak napas dan batuk yang di sertai dahak
yang berlebihan. Pada kasus An.C dengan pneumonia, terdapat 1 masalah keperawatan
prioritas masalah yaitu gangguan bersihan jalan napas tidak efektif, sehingga intervensi
yang dilakukan berdasarkan tinjauan pustaka (SLKI, 2019 dan SIKI, 2018) sebagai
literatur dalam penyusunannya. Intervensi disusun berdasarkan kebutuhan dan
44

penyelesaian masalah pasien sehingga tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan kasus
dan teori.
4.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi yang dilaksanakan semuanya mengacu pada intervensi yang telah
dibuat. Pelaksanaan tindakan dibuat selama 3 hari perawatan pada tanggal 8 Januari s.d
10 Januari 2022 di ruang Anggrek RSUD Kefamenanu dan dievaluasi berdasarkan
kriteria hasilnya masing-masing. Dari diagnosa keperawatan, semua intervensi dapat
dilaksanakan berkat kerjasama yang baik antara perawat (mahasiswa), keluarga dan
pasien. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
sehingga mendapatkan tujuan yang diharapkan.
Dalam kasus An. C dengan Pneumonia ini dilakukan beberapa implementasi
diantaranya memberikan terapi nebulizer (uap), memonitor oksigen, mengatur posisi
duduk pasien untuk mengurangi sesak napas serta memonitor sputum pasien.
Implementasi keperawatan dilakukan berdasarkan kebutuhan dan penyelesaian masalah
pasien sehingga tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan kasus dan teori.
4.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan. Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi kriteria hasil apakah masalah teratasi,
teratasi sebagian, atau tidak teratasi (Kozier, 2004). Berdasarkan implementasi
keperawatan yang telah dilaksanakan selama 3 hari perawatan, semua diagnosa prioritas
yang diangkat yaitu bersihan jalan napas tidak efektif hipersekresi jalan napas didapatkan
hasil masalah teratasi, sesuai dengan kriteria hasil dan kriteria waktu yang telah
ditentukan.
45

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Penerapan asuhan keperawatan pada An. C dengan pneumonia pada umumnya
sama antara tinjauan kasus dan tinjauan pustaka. Hal ini dibuktikan dalam penerapan
teori pada kasus An.C. dengan pneumonia. Penerapan kasus ini dilakukan dengan
menggunakan proses keperawatan, mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan.
5.1.1 Pengkajian
Berdasarkan data hasil pengkajian pada tanggal 8 Januari 2022 pada pukul
11.13 wita didapatkan hasil An.C mengeluh. Ibu mengeluh sesak napas dan
batuk disertai dahak dan sudah berlangsung selama 2 hari. Di dapatkan TTV
N: 101x/mnt, RR: 64x/mnt, S: 36.7⁰C, Spo2 : 93%, pasien juga tampak lemah.
5.1.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan diagnosa prioritas yaitu
bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
napas di tandai dengan pasien mengatakan sesak napas, batuk di sertai dahak,
pilek, pasien tmpak sulit berbicara,penggunaan otot bantu napas , bunyi napas
ronchi, mucus (+), frekuensi napas 64x/mnt, sesak napas, Spo2 93%, suhu
tubuh 36,7⁰C.
5.1.3 Intervensi Keperawatan
Semua intervensi keperawatan yang ditetapkan pada An.C dengan
pneumonia, sesuai dengan tinjauan pustaka dan disusun berdasarkan diagnosa
keperawatan yang ditegakkan.
5.1.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada An.C dengan
pneumonia sesuai dengan intervensi yang sudah ditetapkan.
5.1.5 Evaluasi Keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari, maka
kelompok melakukan evaluasi pada diagnosa keperawatan dengan hasil
46

sebagai berikut: bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan


hipersekresi jalan napas

5.2 Saran
5.2.1 Bagi lahan praktik
Sebagai acuan teori yang dapat digunakan dalam tatanan kasus nyata
asuhan keperawatan anak dengan pneumonia.
5.2.2 Bagi mahasiswa
Untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman serta kemampuan
dalam mengidentifikasi masalah dalam keperawatan, merumuskan diagnosa,
melakukan intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan anak dengan
pneumonia.
47

DAFTAR PUSTAKA

Afiyanti, Yati & Nur Rachmawati, Imam. (2014). Metodelogi Penelitian Kualitatif dalam
riset Keperawatan. Jakarta: PT Rajagrafiindo Persada

Ai Yeyeh, Rukiyah. (2011). Asuhan Kebidanan I. CV. Trans Info Media: Jakarta.

Alimul, A. H. (2012). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Salemba Medika. Dewi, R. P.


(2011). Waspadai Penyakit pada anak. PT. Indeks.

Amelia, A. et al. (2020). Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Berhubungan dengan Kejadian
Pneumonia Neonatal. Jurnal Ilmiah Kebidanan Indonesia, 10 (1).

Anak Indonesia. https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan- anak/pneumonia-selalu-


mengintai-anak-anak-kita

Coyron, Via Al Ghafni. (2015). Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian
Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pedan Klaten. Skripsi. Program
Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiyah Surakarta,

Damanik SM. (2010). Klasifikasi bayi menurut berat lahir dan masa gestasi. Dalam (Kosim
MS, Yunanto A Dewi R, Sarosa GI, Usman A) Buku Ajar Neonatologi ed 1. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia

Damayanti, Ika Putri, et. al. (2015). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Kompherenshif Pada Ibu
Bersalin dan Bayi baru lahir. Ed.1. Cet.1. Yogyakarta: Deepulish.

DKK Balikpapan. (2018). Profil 2018 kesehatan. Data Dan Informasi Profil Kesehatan
Indonesia, 23–24. https://itjen.kemdikbud.go.id/public/

Garina LA Putri SFD, Yuniarti. (20160). Hubungan Faktor Resiko Dan Karakteristik Gejala
Klinis Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita. Globall Medikal and health
communication;4(1):26-32.

Gupte, S. (2014). Panduan Perawatan Anak. Jakarta : Pustaka Populer Obor

Hariyati. (2017).Asuhan Keperawatan Pneumonia pada Balita.


Sholar.Unand.Ac.Id, 6(2016), 5–9.

Hartati, S. (2011). Analisis Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia
Pada Anak Balita di RSUD Pasar Reko Jakarta. Jakarta: Universitas Indonesia.

Hartati, S., Nurh aeni, N., & Gayatri, D. (2016). Faktor risiko terjadinya pneumonia pada
anak balita. Jurnal Keperawatan Indonesia, 15(1), 13–20.
48

Hidayah, B. S. (2017). Poltekkes Kemenkes Ri Padang. Pustaka.Poltekkes-


Pdg.Ac.Id.http://pustaka.poltekkespdg.ac.id/repository/KTI_Bintang_Syarifatul_Hiday
ah_163110159_Poltekkes_Kemenkes2.pdf
IDAI. (2020). Bahaya Pneumonia Selalu Mengintai Anak-anak Kita. Ikatan Dokter

IPKKI. (n.d.). Diagnosis level 1, 2, 3 Keperawatan Keluarga. 1–41.

Kartasasmita. (2010). Pneumonia Pembunuh Balita. Buletin Jendela Epidemiologi,


3(Pneumonia Balita).

Kellen, A., Hallis, F., & Putri, R. M. (2016). Tugas Keluarga Dalam Pemeliharaan Kesehatan
Dengan Mekanisme Koping. Jurnal Care, 58.

Kemenkes RI. (2018). HASIL UTAMA RISKESDAS 2018 Kesehatan [Main Result of
Basic Heatlh Research]. Riskesdas, 5
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-
terkini/materi_rakorpop_2018/Hasil Riskesdas 2018.pdf

Kurnia, A. (2020). Stop Pneumonia Pada Anak Dimulai Dari Keluarga. Pojok Mungil.
https://pojokmungil.com/stop-pneumonia-pada-anak-dimulai-dari- keluarga/

Pada Balita Usia 0-5 Tahun di Puskesmas Tambi Kecamatan Sliyeg Kabupaten Indramayu,
Ilmu Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai